Anda di halaman 1dari 3

DINDA SULIS

Menurut Kepala Eksekutif Perbankan OJK Heru Kristiyana


mengatakan, fraud tetap akan terjadi bila ada keterlibatan dari pihak
internal bank. Sebagai contoh, kasus fraud yang dilakukan orang dalam
dan nasabah bank adalah kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7
triliun pada 2002 silam, yang dilakukan oleh pemilik PT Gramarindo Mega
Indonesia Maria Pauline Lumowa. Pelaku membobol kas Bank BNI cabang
Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif yang dilakukan pada
tahun 2002. Diduga, lancarnya pencairan L/C kepada Gramarindo karena
melibatkan orang dalam BNI. BNI sudah melakukan berbagai langkah,
yang dimulai dari melakukan evaluasi terhadap tata kelola layanan
pemrosesan L/C, sehingga dapat menemukan modus yang digunakan
pelaku. 
Atas dasar evaluasi tersebut, terdapat beberapa langkah yang dilakukan,
yaitu: pengalihan kewenangan memutus transaksi L/C, yang pada awalnya
berada pada kantor cabang utama dialihkan ke trade processing center
(TPC) di divisi internasional (dilakukan sentralisasi layanan pemrosesan
transaksi trade di kantor pusat)
Selain itu, fungsi kantor cabang dalam layanan pemrosesan L/C ini pun
berubah. Saat ini, kantor cabang hanya berfungsi melakukan penerimaan
permohonan transaksi trade dari nasabah, sedangkan keputusan
transaksinya menjadi kewenangan tim di kantor pusat. “Kini, prosesnya
menjadi jauh lebih secure, baik bagi perusahaan maupun bagi nasabah,
karena telah dilakukan digitalisasi layanan,” ujar Bob, belum lama ini.
POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud.
DARMAWAN

ciri utama dari pembiayaan proyek:


 Pembiayaan diberikan pada, dan dinilai atas dasar, dari
sebuah entitas yang didirikan hanya untuk proyek tersebut (ad
hoc), yaitu SPV;
 Pembiayaan termasuk highly-leveraged atau
memanfaatkan utang (pinjaman) dalam jumlah besar, yang
jumlahnya bisa mencapai hingga 65%-80% dari nilai proyek;
 Nilai proyek sangat besar sehingga sulit untuk ditanggung
oleh satu bank saja;
 Dengan demikian, pembiayaan umumnya disediakan
dengan melibatkan lebih dari satu lembaga pembiayaan;
 Jangka panjang, dapat mencapai lima belas hingga
puluhan tahun;
 Siapapun yang memberikan fasilitas pembiayaan,
misalnya bank, tidak memiliki hak regres, atau memiliki hak
regres (recourse) yang sangat terbatas kepada para perusahaan
sponsor, karena penyedia pembiayaan bergantung pada
kelayakan SPV, dan keterlibatan para sponsor sebetulnya
sangat terbatas;
 Arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan SPV ini harus
cukup membiayai baik kebutuhan operasional proyeknya, dan
juga penting untuk melakukan pembayaran kembali atas utang
pembiayaan beserta bunganya. Maka penghasilan dari
perusahaan SPV akan semula digunakan untuk operasional dan
pembayaran utang, dan jika terdapat sisa, baru dapat
dimanfaatkan sebagai dividen untuk dibayarkan kepada
sponsor.
 PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) memimpin pembiayaan sindikasi
pembangunan infrastruktur Preservasi Jalan Lintas Timur (Jalintim)
Sumatra di Sumatra Selatan senilai total Rp 644,76 miliar. Pembiayaan
sindikasi tersebut dikucurkan BSI bersama PT Sarana Multi
Infrastruktur (SMI) dan Bank Panin Dubai Syariah kepada PT Jalintim
Adhi Abipraya.
 Dari total plafon pembiayaan sindikasi, porsi BSI sebesar Rp 248
miliar. Sedangkan porsi pembiayaan SMI dan Bank Panin Dubai
Syariah masing-masing sebesar Rp 248 miliar dan Rp 148,76 miliar.
Dalam pembiayaan sindikasi, BSI berperan sebagai mandated lead
arranger, agen fasilitas, agen jaminan, dan agen escrow.
 Pinjaman bertenor sepuluh tahun ini akan digunakan untuk
pembangunan Preservasi Jalintim Sumatra sepanjang 29,87 km beserta
jembatan dan fasilitas Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan
Bermotor.

Anda mungkin juga menyukai