0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
14 tayangan3 halaman
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp1,7 triliun pada 2002 melibatkan orang dalam bank dan nasabahnya.
2. BNI melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pengawasan proses L/C seperti sentralisasi di kantor pusat.
3. Pembiayaan proyek memiliki ciri utama melibatkan lembaga pembiayaan lebih dari satu dan jangka panjang
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp1,7 triliun pada 2002 melibatkan orang dalam bank dan nasabahnya.
2. BNI melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pengawasan proses L/C seperti sentralisasi di kantor pusat.
3. Pembiayaan proyek memiliki ciri utama melibatkan lembaga pembiayaan lebih dari satu dan jangka panjang
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp1,7 triliun pada 2002 melibatkan orang dalam bank dan nasabahnya.
2. BNI melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pengawasan proses L/C seperti sentralisasi di kantor pusat.
3. Pembiayaan proyek memiliki ciri utama melibatkan lembaga pembiayaan lebih dari satu dan jangka panjang
Menurut Kepala Eksekutif Perbankan OJK Heru Kristiyana
mengatakan, fraud tetap akan terjadi bila ada keterlibatan dari pihak internal bank. Sebagai contoh, kasus fraud yang dilakukan orang dalam dan nasabah bank adalah kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun pada 2002 silam, yang dilakukan oleh pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia Maria Pauline Lumowa. Pelaku membobol kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif yang dilakukan pada tahun 2002. Diduga, lancarnya pencairan L/C kepada Gramarindo karena melibatkan orang dalam BNI. BNI sudah melakukan berbagai langkah, yang dimulai dari melakukan evaluasi terhadap tata kelola layanan pemrosesan L/C, sehingga dapat menemukan modus yang digunakan pelaku. Atas dasar evaluasi tersebut, terdapat beberapa langkah yang dilakukan, yaitu: pengalihan kewenangan memutus transaksi L/C, yang pada awalnya berada pada kantor cabang utama dialihkan ke trade processing center (TPC) di divisi internasional (dilakukan sentralisasi layanan pemrosesan transaksi trade di kantor pusat) Selain itu, fungsi kantor cabang dalam layanan pemrosesan L/C ini pun berubah. Saat ini, kantor cabang hanya berfungsi melakukan penerimaan permohonan transaksi trade dari nasabah, sedangkan keputusan transaksinya menjadi kewenangan tim di kantor pusat. “Kini, prosesnya menjadi jauh lebih secure, baik bagi perusahaan maupun bagi nasabah, karena telah dilakukan digitalisasi layanan,” ujar Bob, belum lama ini. POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud. DARMAWAN
ciri utama dari pembiayaan proyek:
Pembiayaan diberikan pada, dan dinilai atas dasar, dari sebuah entitas yang didirikan hanya untuk proyek tersebut (ad hoc), yaitu SPV; Pembiayaan termasuk highly-leveraged atau memanfaatkan utang (pinjaman) dalam jumlah besar, yang jumlahnya bisa mencapai hingga 65%-80% dari nilai proyek; Nilai proyek sangat besar sehingga sulit untuk ditanggung oleh satu bank saja; Dengan demikian, pembiayaan umumnya disediakan dengan melibatkan lebih dari satu lembaga pembiayaan; Jangka panjang, dapat mencapai lima belas hingga puluhan tahun; Siapapun yang memberikan fasilitas pembiayaan, misalnya bank, tidak memiliki hak regres, atau memiliki hak regres (recourse) yang sangat terbatas kepada para perusahaan sponsor, karena penyedia pembiayaan bergantung pada kelayakan SPV, dan keterlibatan para sponsor sebetulnya sangat terbatas; Arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan SPV ini harus cukup membiayai baik kebutuhan operasional proyeknya, dan juga penting untuk melakukan pembayaran kembali atas utang pembiayaan beserta bunganya. Maka penghasilan dari perusahaan SPV akan semula digunakan untuk operasional dan pembayaran utang, dan jika terdapat sisa, baru dapat dimanfaatkan sebagai dividen untuk dibayarkan kepada sponsor. PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) memimpin pembiayaan sindikasi pembangunan infrastruktur Preservasi Jalan Lintas Timur (Jalintim) Sumatra di Sumatra Selatan senilai total Rp 644,76 miliar. Pembiayaan sindikasi tersebut dikucurkan BSI bersama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Bank Panin Dubai Syariah kepada PT Jalintim Adhi Abipraya. Dari total plafon pembiayaan sindikasi, porsi BSI sebesar Rp 248 miliar. Sedangkan porsi pembiayaan SMI dan Bank Panin Dubai Syariah masing-masing sebesar Rp 248 miliar dan Rp 148,76 miliar. Dalam pembiayaan sindikasi, BSI berperan sebagai mandated lead arranger, agen fasilitas, agen jaminan, dan agen escrow. Pinjaman bertenor sepuluh tahun ini akan digunakan untuk pembangunan Preservasi Jalintim Sumatra sepanjang 29,87 km beserta jembatan dan fasilitas Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor.