DOSEN PENGAMPU:
Dr. Dra. GAYATRI, M.Si, Ak., CA., ACPA
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
1
Adapun perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini dengan huruf miring dan
cetak tebal.
Tahapan Sampling Audit untuk
Tahapan Sampling Audit untuk
Pengujian Pengendalian dan
Pengujian atas Rincian Saldo
Pengujian Substantif Transaksi
A. Merencanakan Sampel A. Merencanakan Sampel
1) Menetapkan tujuan pengujian audit 1) Menetapkan tujuan pengujian
2) Memutuskan apakah sampling audit audit
dapat diterapkan 2) Memutuskan apakah sampling
3) Merumuskan kesalahan penyajian audit dapat diterapkan
4) Merumuskan populasi 3) Merumuskan atribut dan kondisi
5) Merumuskan unit sampling penyimpangan
6) Menetapkan kesalahan penyajian bisa 4) Merumuskan populasi
ditoleransi 5) Merumuskan unit sampling
7) Menetapkan risiko bisa diterima 6) Menetapkan tingkat
untuk keliru menerima penyimpangan bisa diterima
8) Menaksir kesalahan penyajian dalam 7) Menetapkan risiko bisa diterima
populasi untuk penaksiran risiko
9) Menentukan ukuran sampel awal pengendalian terlalu rendah
8) Menaksir tingkat penyimpangan
populasi
9) Menentukan ukuran sampel awal
B. Memilih Sampel dan Melaksanakan B. Memilih Sampel dan
Prosedur Audit Melaksanakan Prosedur Audit
10) Memilih sampel 10) Memilih sampel
11) Melaksanakan prosedur audit 11) Melaksanakan prosedur audit
C. Mengevaluasi Hasil C. Mengevaluasi Hasil
12) Generalisasi dari sampel ke populasi 12) Generalisasi dari sampel ke
13) Menganalisis kesalahan penyajian populasi
14) Memutuskan akseptabilitas populasi 13) Menganalisis penyimpangan
14) Memutuskan akseptabilitas
populasi
2
biasanya memakai sampel pada banyak akun, namun dalam biasanya situasi tertentu
sampling tidak dapat diterapkan.
3) Merumuskan Kesalahan Penyajian
Dikarenakan sampling audit untuk pengujian atas rincian saldo digunakan dalam
mengukur kesalahan penyajian moneter, yaitu suatu kesalahan penyajian yang terjadi
ketika terdapat unsur atau item sampel disalahsajikan. Dalam pengauditan piutang
usaha, setiap kesalahan penyajian yang dilakukan klien pada suatu piutang kepada
pelanggan yang termasuk dalam sampel yang ditarik oleh auditor merupakan suatu
bentuk kesalahan penyajian.
4) Merumuskan Populasi
Dalam pengujian atas rincian saldo, populasi didefinisikan sebagai unsur-unsur atau
item yang membentuk populasi rupiah yang tercatat di dalam pembukuan.
Kebanyakan populasi akuntansi yang akan disampel oleh auditor biasanya meliputi
unsur-unsur yang memiliki jumlah yang besar. Dengan demikian, seorang auditor
akan melakukan evaluasi apakah populasi dalam pembukuan tersebut mengandung
lebih saji atau kurang saji.
Sampling Distratifikasi (Sampling Berjenjang)
Bagi kebanyakan populasi, auditor memisahkan populasi ke dalam dua atau lebih
subpopulasi sebelum menerapkan sampling audit. Hal ini disebut sebagai sampling
distratifikasi (sampling berjenjang), di mana pada setiap subpopulasinya disebut
sebagai stratum atau strata.
5) Merumuskan Unit Sampling
Bagi sampling audit non statistik, dalam pengujian audit saldo biasanya unit
samplingnya hampir selalu berupa unsur-unsur yang membentuk saldo akun.
Misalnya, untuk piutang usaha unit samplingnya adalah nomor pelanggan. Seorang
auditor bisa memakai unsur-unsur yang membentuk populasi sebagai unit sampling
untuk pengujian semua tujuan audit, kecuali tujuan kelengkapan. Apabila auditor
khawatir atas tujuan kelengkapan maka auditor bisa memilih sampel dari sumber
yang lain, misalnya yaitu pelanggan atau pemasok yang bersaldo nol. Maka dari itu,
unit sampling untuk pengujian kelengkapan adalah pelanggan yang bersaldo nol.
3
6) Menetapkan Kesalahan Penyajian Bisa Ditoleransi
Seorang auditor menggunakan salah saji yang dapat ditoleransi untuk menentukan
ukuran sampel dan mengevaluasi hasil dalam sampling non statistik. Untuk
memulainya, auditor menetapkan pertimbangan pendahuluan mengenai materialitas
dan menggunakan total tersebut untuk memutuskan kesalahan penyajian bisa
ditoleransi untuk setiap akunnya.
7) Menetapkan Risiko Bisa Diterima untuk Keliru Menerima
Risiko yang dapat diterima untuk keliru menerima atau acceptabel risk of incorrect
acceptance (ARIA ) adalah besarnya risiko yang bersedia ditanggung auditor karena
menerima suatu saldo akun sebagai saldo yang benar padahal salah saji yang
sebenarnya dalam saldo tersebut melampaui salah saji yang dapat ditoleransi. ARIA
mengukur keyakinan yang diinginkan auditor atas suatu saldo akun. Untuk
memperoleh keyakinan yang lebih besar ketika mengaudit suatu saldo, maka auditor
menetapkan ARIA yang lebih rendah.
Seperti ARACR (acceptabel risk of assessing control risk too low), ARIA dapat
ditetapkan secara kuantitatif (misalnya 5% atau 10%) atau secara kualitatif (seperti
rendah, sedang, atau tinggi). Ada hubungan terbalik antara ARIA dan ukuran sampel
yang diperlukan. Sebuah faktor penting yang mempengaruhi keputusan auditor
mengenai ARIA adalah penilaian risiko pengendalian yang ditetapkan auditor dalam
model risiko audit. Jika pengendalian internal sudah efektif, maka risiko
pengendalian dapat dikurangi sehingga memungkinkan auditor untuk meningkatkan
ARIA. Dengan demikian, hal ini akan mengurangi ukuran sampel yang diperlukan
untuk pengujian atas rincian saldo akun yang berkaitan. Kesimpulan yang sama juga
tepat untuk hubungan antara pengujian substantif transaksi, ARIA, dan ukuran
sampel untuk pengujian rinci saldo.
Adapun berbagai hubungan yang mempengaruhi ARIA dapat dilihat pada tabel
berikut.
4
Hubungan Antara Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ARIA,
Pengaruh terhadap ARIA, dan Ukuran Sampel yang Diperlukan
untuk Sampling Audit
Pengaruh
Faktor yang Pengaruh terhadap
Contoh
Mempengaruhi ARIA terhadap ARIA Ukuran
Sampel
Efektivitas pengendalian Pengendalian
internal (risiko internal efektif
Naik Turun
pengendalian) (mengurangi risiko
pengendalian)
Pengujian substantif Tidak dijumpai
transaksi penyimpangan dalam
Naik Turun
pengujian substantif
transaksi
Risiko audit bisa Kemungkinan
diterima bangkrut rendah
Naik Turun
(menaikkan risiko
audit bisa diterima)
Prosedur analitis Prosedur analitis
dilaksanakan, tidak
ada indikasi Naik Turun
kemungkinan
kesalahan penyajian
5
bawaan, ukuran diharapkan dan frekuensi kesalahan penyajian, jumlah rupiah
populasi, serta jumlah unsur dalam populasi. Untuk membantu auditor membuat
keputusan menyangkut ukuran sampel, para auditor seringkali mengikuti pedoman
yang dibuat oleh kantor akuntannya atau beberapa sumber lainnya. Adapun formula
untuk menghitung ukuran sampel non statistik pengujian rinci saldo berdasarkan
AICPA Audit Sampling Auditing Guide yaitu sebagai berikut:
7
1. Tidak Mengambil Tindakan Apa pun Sampai Pengujian Audit Lainnya Selesai
Dikerjakan
Auditor perlu menilai apakah laporan keuangan sebagai keseluruhan
mengandung kesalahan penyajian material, apabila kesalahan penyajian
menutupi pada bagian lainnya seperti pada persediaan, auditor dapat
menyimpulkan bahwa taksiran kesalahan penyajian piutang usaha bisa diterima.
Sudah seharusnya sebelum audit diselesaikan, auditor harus menilai apakah
kesalahan penyajian dalam suatu akun bisa membuat laporan keuangan menjadi
menyesatkan walaupun terdapat kesalahan penyajian yang bisa menutupi.
2. Memperluas Pengujian Audit pada Bidang Tertentu
Apabila suatu analisis kesalahan penyajian menunjukkan kesalahan yang sama,
maka perlu dilakukan penambahan usaha audit pada bidang tertentu. Namun
hendak berhati–hati dalam mengevaluasi penyebab keseluruhan kesalahan
penyajian dalam sampel sebelum menarik kesimpulan mengenai penekanan
yang tepat dalam memperluas pengujian.
3. Menaikkan Ukuran Sampel
Apabila auditor menaikkan ukuran sampel, kesalahan sampel diturunkan apabila
tingkat kesalahan penyajian dalam sampel yang diperluas jumlah rupiahnya, dan
arahnya serupa dengan sampel aslinya. Maka dari itu, ukuran sampel dapat
memuaskan permintaan kesalahan penyajian bisa ditoleransi yang ditetapkan
auditor. Apabila banyaknya, jumlah, dan arah kesalahan penyajian dalam sampel
yang diperluas adalah lebih besar secara proporsional daripada sampel aslinya,
hasilnya kemungkinan masih tidak dapat diterima. Menaikkan ukuran sampel
lebih lazim dalam bidang audit selain konfirmasi dan observasi persediaan,
tetapi biasanya perlu dilakukan pada kedua bidang audit ini.
4. Menyesuaikan Saldo Akun
Apabila auditor berkesimpulan saldo akun mengandung kesalahan penyajian
material, klien kemungkinan bersedia untuk menyesuaikan nilai buku
berdasarkan hasil sampling.
5. Minta Klien untuk Mengoreksi Populasi
Dalam piutang usaha, klien bisa diminta untuk mengoreksi catatan piutang usaha
dan diminta membuat lagi daftar piutang, apabila auditor berkesimpulan terdapat
8
kesalahan penyajian signifikan. Apabila klien mengubah penilaian sejumlah
unsur dalam populasi, hasilnya harus diaudit lagi.
6. Menolak untuk Memberi Opini Wajar Tanpa Pengecualian
Apabila auditor yakin jumlah suatu akun menurut pembukuan ditetapkan secara
tidak wajar, maka auditor harus mengikuti paling sedikit satu dari alternatif yang
lalu atau memberi pendapat dengan pengecualian.
9
2) Ukuran Populasi adalah Rupiah Populasi menurut Pembukuan
Sebagai contoh, populasi piutang usaha terdiri dari 207.295.000 rupiah yang
menjadi ukuran populasi bukan 40 buah saldo akun kepada para pelanggan. Jumlah
angka rupiah inilah yang akan dicatat dalam pembukuan. Karena metode pemilihan
sampel dalam MUS, tidak mungkin untuk menilai kemungkinan terjadinya unsur
tak dicatat dalam populasi. MUS tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah
unsur persediaan sungguh-sungguh ada tetapi belum dihitung.
3) Pertimbangan Pendahuluan Materialitas Digunakan untuk Setiap Akun Bukan
Kesalahan Penyajian Bisa Ditoleransi
Aspek unik lain dari MUS yaitu penggunaan pertimbangan pendahuluan
materialitas, untuk secara langsung menentukan jumlah kesalahan penyajian dapat
ditoleransi dalam pengauditan setiap akun. Teknik sampling lain menghendaki
auditor menentukan kesalahan penyajian dapat ditoleransi untuk setiap akun dengan
mengalokasikan pertimbangan pendahuluan materialitas.
Misalkan auditor memutuskan bahwa pertimbangan pendahuluan untuk
materialitas adalah Rp 60.000.000,- untuk laporan keuangan sebagai keseluruhan.
Jumlah materialitas Rp 60.000.000,- digunakan sebagai kesalahan penyajian yang
dapat ditoleransi dalam setiap penerapan MUS, bain untuk persediaan, piutang
usaha, utang usaha, dan sebaginya.
4) Ukuran Sampel Ditentukan dengan Menggunakan Formula Statistik
5) Pemilihan Sampel Dilakukan dengan Menggunakan PPS
Sampel unit moneter merupakan sampel yang dipilih dengan probabilitas
proporsional dengan ukuran sampel (PPS). Sampel PPS diperoleh dengan
menggunakan perangkat lunak komputer, tabel nomor acak, atau teknik sampling
sistematika. Metode statistik dapat digunakan untuk mengevaluasi sampel unit
moneter yang memungkinkan dimasukkannya unit fisik dalam sampel lebih dari
sekali. Apabila unsur yang dimasukkan lebih dari sekali tersebut mengandung suatu
kesalahan, misalnya terdapat unsur yang dimasukkan 2 kali maka hal ini akan
dihitung sebagai 2 kesalahan dalam evaluasi sampel.
Masalah dalam pemilihan sampel PPS yaitu unsur populasi dalam
pembukuan bersaldo nol dan akun bersaldo kecil juga tidak mempunyai
kesempatan untuk dipilih dalam pemilihan sampel PPS, walaupun saldo tersebut
10
mungkin mengandung kesalahan penyajian. Untuk mengatasi masalah ini dapat
dilakukan pengujian audit spesifik untuk unsur bersaldo nol dan bersaldo kecil, jika
perlu.
Masalah lain dari PPS yaitu metode pemilihan tersebut tidak dapat mencakup
saldo negatif, seperti piutang usaha bersaldo negatif. Dimungkinkan untuk
mengabaikan akun bersaldo kredit untuk pemilihan PPS dan jumlah tersebut diaudit
dengan cara lain. Salah satu alternatif yaitu dengan memperlakukan sebagai akun
bersaldo positif dan menambahkan mereka ke total jumlah unit moneter yang akan
diuji. Namun menimbulkan proses evaluasi yang rumit.
11
1.3.3 Generalisasi Menggunakan MUS dari Sampel ke Populasi Seandainya
Tidak Ditemukan Kesalahan Penyajian
Misalkan auditor mengonfirmasi suatu populasi piutang usaha untuk memeriksa
kebenaran rupiah. Populasi berjumlah Rp 1.200.000,- dan dicapai suatu sampel terdiri
dari 100 konfirmasi. Selama audit berlangsung tidak dijumpai kesalahan penyajian
dalam sampel, auditor ingin menentukan jumlah maksimum lebih saji dan kurang saji
yang mungkin terkandung dalam populasi walaupun sampel tidak berisi kesalahan
penyajian. Seandainya ARIA 5% dan menggunakan tabel sampling atribut, maka batas
atas dan batas bawah dapat ditentukan dengan menentukan lokasi perpotongan antara
ukuran sampel (100) dan jumlah kesalahan penyajian sesungguhnya (0) dengan cara
yang sama seperti sampling atribut. CUER 3% dalam tabel mencerminkan batas atas
maupun bawah dinyatakan dalam persen. Karena tingkat kesalahan penyajian sampel
adalah 0%, maka 3% mencerminkan taksiran kesalahan sampling.
Berdasarkan hasil sampel dan batas kesalahan penyajian dari tabel, auditor
menyimpulkan dengan risiko sampling 5% bahwa tidak lebih dari 3% dari unit rupiah
dalam populasi yang kesalahan penyajian. Dalam mengonversi presentase ini menjadi
rupiah, auditor membuat suatu asumsi tentang rata-rata presentase kesalahan penyajian
dalam rupiah populasi yang berisi kesalahan penyajian. Berikut ilustrasi tiga set asumsi
tersebut, yaitu:
Asumsi 1
Jumlah lebih saji adalah 100% dan jumlah kurang saji juga 100%, batas
kesalahan penyajian pada ARIA 5%:
Batas atas kesalahan penyajian = Rp 1.200.000,- x 3% x 100%
= Rp 36.000,-
Batas bawah kesalahan penyajian = Rp 1.200.000,- x 3% x 100%
= Rp 36.000,-
Karena batas kesalahan penyajian 3% , maka nilai rupiah kesalahan penyajian
kemungkinan tidak akan melebihi Rp 36.000,- (3% dari total unit rupiah populasi
menurut pembukuan). Apabila seluruhnya lebih saji maka jumlah lebih sajinya adalah
Rp 36.000,- Jika semua kurang saji, kurang sajinya adalah Rp 36.000,-
Asumsi 100% kesalahan penyajian sangat konservatif. Misalkan tingkat
penyimpangan populasi sesungguhnya adalah 3%. Dua kondisi ini harus ada sebelum
12
angka Rp 36.000,- dengan benar mencerminikan jumlah kesalahan penyajian
sesungguhnya:
1) Semua jumlah harus mengandung lebih saji. Jumlah-jumlah yang menutupi telah
mengurangi jumlah kesalahn penyajian.
2) Semua unsur populasi yang mengandung kesalahan penyajian adalah 100%
kesalahan penyajian. Tidak bisa menjadi kesalahan penyajian, misalnya piutang
yang seharusnya bersaldo Rp 226,- tetapi dicatat sebagai Rp 262,-. Ini merupakan
13,7% salah saji (262-226 = 36 kesalahan penyajian; 36/262 = 13,7%).
Dalam menghitung batas kesalahan penyajian untuk lebih saji maupun kurang
saji sebesar Rp 36.000,- auditor tidak menghitung taksiran poin dan kesalahan sampling
dikarenakan tabel yang digunakan mencakup taksiran poin dan jumlah presisi untuk
mendapatkan tingkat batas atas penyimpangan. Dalam contoh ini taksiran poin adalah
nol dan presisi statistika adalah Rp 36.000,-.
Asumsi 2
Jumlah lebih saji 10%; jumlah kurang saji 10%, batas kesalahan penyajian pada
ARIA 5% adalah:
Batas atas kesalahan penyajian = Rp 1.200.000,- x 3% x 10%
= Rp 3.600,-
Batas bawah kesalahan penyajian = Rp 1.200.000,- x 3% x 10%
= Rp 3.600,-
Asumsinya adalah bahwa secara rata-rata semua unsur yang kesalahan
penyajian, kesalahan pemyajian tidak lebih dari 10%. Apabila semua unsur kesalahan
penyajian pada satu arah, batas kesalahan penyajian akan +Rp 3.600,- dan –Rp 3.600,-.
Perubahan asumsi dari 100% menjadi 10% secara signifikan berpengaruh terhadap batas
kesalahan penyajian sesuai dengan proporsi besarnya perubahan.
Asumsi 3
Jumlah lebih saji 20%, jumlah kurang saji adalah 200%; batas kesalahan
penyajian pada ARIA 5% adalah:
Batas atas kesalahan penyajian = Rp 1.200.000,- x 3% x 20%
= Rp 7.200,-
13
Batas bawah kesalahan penyajian = Rp 1.200.000,- x 3% x 200%
= Rp 72.000,-
Alasan mengapa kurang saji diberi presentase lebih besar karena adanya potensi
kesalahan penyajian lebih besar dinyatakan dalam presentase. Contoh, suatu akun
piutang usaha di dalam pembukuan tercatat berjumlah Rp 20,- padahal seharusnya
dicatat dengan jumlah Rp 200,- yang berarti terjadi kurang saji 900% [(200-20)/20], Rp
200,- padahal seharusnya berjumlah Rp 20,- yang berarti terjadi lebih saji 90% [(200-
20)/200]. Unsur-unsur yang berisi kurang saji dalam jumlah besar bisa menjadi
berjumlah kecil sebagai akibat kesalahan penyajian tersebut karena mekanisme MUS
hanya sedikit yang berkesempatan terpilih menjadi sampel.
14
Empat aspek untuk melakukan generalisasi dari sampel ke populasi seperti yang
telah diuraikan sebelumnya tetap bisa diterapkan tetapi dengan modifikasi sebagai
berikut:
1) Jumlah Kesalahan Penyajian Mula-Mula Dipisahkan dan Kemudian Digabungkan
Pertama, batas atas dan batas bawah kesalahan penyajian dihitung terpisah untuk
jumlah lebih saji dan kurang sajinya. Selanjútnya, dihitung taksiran poin untuk
lebih saiji dan kurang saji.
2) Dibuat Asumsi Kesalahan Penyajian yang Berbeda untuk Setiap Kesalahan
Penyajian, Termasuk Nol Kesalahan Penyajian
Apabila dalam sampel tidak terdapat kesalahan penyajian, diperlukan suatu asumsi
tentang persentase rata-rata kesalahan penyajian untuk unsur populasi yang
kesalahan penyajian. Jika kesalahan penyajian telah diketahui, auditor bisa
menggunakan informasi dari sampel yang tersedia untuk menentukan batas
kesalahan penyajian. Asumsi kesalahan penyajian masih tetap diperlukan, tetapi
dapat dimodifikasi berdasarkan data kesalahan penyajian sesungguhnya.
Perhitungan persentase untuk setiap kesalahan penyajian nampak pada kolom
terakhir dalam tabel di atas. Asumsi kesalahan penyajian masih diperlukan untuk
bagian kesalahan penyajian nol dari hasil hitungan.
3) Auditor Harus Menggunakan Tabel Sampling Atribut untuk Membuat Lapisan
Tingkat Batas Atas Penyimpangan Terhitung (CUER)
Auditor melakukan hal ini karena adanya perbedaan asumsi kesalahan penyajian
untuk setiap kesalahan penyajian. Lapisan dihitung dengan menentukan CUER dari
tabel untuk setiap salah saji dan kemudian menghitung setiap lapisan, tabel 5 di
bawah ini menunjukkan lapisan-lapisan dalam tabel sampling atribut untuk contoh
di atas, dengan menggunakan ARIA 5% dan tabel sampling atribut.
Jumlah Kesalahan Batas Presisi Atas Kenaikan dalam Batas Presisi yang
Penyajian dari Tabel Berasal dari Setiap Kesalahan
Penyajian (Lapisan)
0 0,03 0,03
1 0,047 0,017
2 0,062 0,015
3 0,076 0,014
4 0,090 0,014
Tabel 5. Persentase Batas Kesalahan Penyajian
15
4) Asumsi Kesalahan Penyajian Harus Dikaitkan dengan Setiap Lapisan
Metoda yang paling umum dalam mengaitkan asumsi kesalahan penyajian dengan
lapisan adalah dengan secara konservatif mengaitkan persentase kesalahan
penyajian rupiah terbesar dengan lapisan terbesar. Tabel 6 menunjukkan pengaitan
ini. Sebagai contoh, kesalahan penyajian terbesar faktor lapisan 0,017, lapisan
terbesar dimana ditemukan kesalahan penyajian. Bagian dari batas atas presisi yang
dikaitkan dengan lapisan kesalahan penyajian nol memiliki asumsi kesalahan
penyajian 100%, yang masih konservatif. Tabel 6 menunjukkan perhitungan batas
kesalahan penyajian sebelum mempertimbangkan jumlah pengurang. Batas alas
kesalahan penyajian dihitung seolah-olah tidak terdapat jumlah yang kurang saji,
dan batas bawah kesalahan penyajian dihitung seolah-olah tidak ada jumlah yang
lebih saji.
16
satu jumlah kurang saji sebesar 3 sen per unit rupiah dalam sampel sebesar 100. Dengan
demikian taksiran poin kurang saji adalah Rp360,- (0,03/100 x Rp1.200.000,-).
Demikian pula taksiran poin lebih saji adalah Rp 9.086,- [(0,671 + 0,07 + 0,016 +
0,0002)/100 x Rp1.200.000,-). Tabel 14-8 menunjukkan penyesuaian batas dengan
mengikuti prosedur Batas kurang sa Jumlah lebih sa 2 3 4. Dengan demikian taksiran
poin kurang saji adalah Jumlah Batas kuran lah di berikut: • Batas atas awal Rp51.220,-
dikurangi dengan taksiran jumlah kurang saji yang paling mungkin sebesar Rp360,-
sehingga batas setelah disesuaikan menjadi Rp50.860,-. Batas bawah awal Rp36.612,-
dikurangi dengan taksiran jumlah lebih saji yang paling mungkin Rp9.086,- sehingga
batas setelah disesuaikan menjadi Rp27.526,-. Tabel 7 menunjukkan penyesuaian batas
dengan mengikuti prosedur berikut:
a. Batas atas awal Rp51.220,- dikurangi dengan taksiran jumlah kurang saji yang
mungkin sebesar Rp360,- sehingga batas setelah disesuaikan menjadi Rp50.860,-.
b. Batas bawah awal Rp36.612,- dikurangi dengan taksiran jumlah lebih saji yang
paling mungkin Rp9.086,- sehingga batas setelah disesuaikan menjadi Rp27.526,-.
Berdasarkan metodologi dan asumsi-asumsi yang digunakan, auditor
berkesimpulan terdapat risiko sebesar 5% bahwa piutang usaha lebih saji dengan jumlah
melebihi Rp50.860,- atau kurang saji dengan jumlah melebihi Rp27.526,-.
Tujuh tahapan yang diikuti dalam perhitungan batas kesalahan penyajian setelah
disesuaikan untuk sampling unit moneter apabila terdapat jumlah pengurang, yaitu:
17
1) Menentukan kesalahan penyajian untuk setiap unsur Tabel 4
sampel dengan memisahkan lebih saji dan kurang saji. Empat lebih saji
2) Menghitung salah saji per unit rupiah pada setiap unsur Tabel 4
sampel (kesalahan penyajian/jumlah per buku). 0,016; 0,07; 0,0002;
0,671
3) Menyusun lapisan per unit rupiah dari yang paling Tabel 6
tinggi sampai yang paling rendah termasuk asumsi 1,0; 0,671; 0,07; 0,16;
persentase untuk unsur sampel yang tidak kesalahan 0,0002
penyajian.
4) Menentukan batas presisi atas dari tabel sampling Tabel 6
atribut dan menghitung batas persentase kesalahan Sejumlah 9% untuk
penyajian untuk setiap kesalahan penyajian (lapisan). empat kesalahan
penyajian; menghitung
lima lapisan.
5) Menghitung batas atas dan bawah kesalahan penyajian Tabel 6
awal untuk setiap lapisan dan total. Total Rp51.220,-
6) Menghitung taksiran poin untuk lebih saji dan kurang Tabel 7
saji. Rp360 untuk kurang saji.
7) Menghitung batas atas dan bawah kesalahan penyajian Tabel 7
setelah disesuaikan. Lebih saji setelah
disesuaikan Rp50.860,-.
18
Auditor menyimpulkan bahwa LMB maupun UMB untuk situasi 1 dan 2 jatuh
dalam batas kurang saji dan lebih saji bisa diterima. Oleh karena itu, auditor
menyimpulkan bahwa populasi tidak mengandung kesalahan penyajian secara material.
Untuk situasi 3, 4 dan 5, LMB maupun UMB keduanya di luar kesalahan penyajian bisa
diterima. Oleh karena itu, nilai populasi per buku harus ditolak.
19
5) Estimasi Tingkat Penyimpangan Populasi
Biasanya estimasi tingkat penyimpangan populasi untuk MUS adalah nol, karena
MUS paling tepat digunakan kalau tidak terdapat kesalahan penyajian atau hanya
terdapat sedikit kesalahan penyajlan. Dalam contoh ini, diperkirakan terdapat lebih
saji sebesar Rp20.000,- atau sama dengan tingkat penyimpangan 0,4%. Agar lebih
konservatif, bisa digunakan angka 0,5%. Adapun ikhtisar asumsi-asumsi di atas,
yaitu:
6) Hubungan Antara Model Risiko Audit dengan Ukuran Sampel untuk MUS
Rumus model risiko audit, yaitu sebagai berikut:
PDR = AAR
IR x CR
Keterangan:
PDR : Risiko penemuan yang direncanakan (Planned Detection Risk)
AAR : Risiko audit yang dapat diterima (Acceptable Audit Risk)
IR : Risiko inheren (Inherent Risk)
CR : Risiko pengendalian (Control Risk)
20
Auditor menurunkan risiko deteksi ke tingkat direncanakan dengan melakukan
pengujian substanti transaksi, prosedur analitis substantif dan pengujian rinci saldo.
MUS digunakan dalam pengujian rinci saldo. Oleh karena itu, auditor perlu
memahami hubungan antara ketiga faktor independen dalam model risiko audit ini,
ditambah dengan prosedur analitis dan pengujian substantif transaksi, pada ukuran
sampel untuk pengujian rinci saldo. Risiko pengendalian, pengujian substantif
transaksi, risiko audit bisa diterima dan prosedur analitis substantif dapat
memengaruhi ARIA yang akan menentukan ukuran sampel direncanakan. Faktor
lainnya yaitu risiko bawaan, memengaruhi secara langsung taksiran tingkat
penyimpangan populasi.
Empat hal yang membuat MUS menarik bagi auditor, yaitu sebagai berikut:
a. MUS secara otomatis menaikkan kemungkinan terpilihnya unsur dengan rupiah
tertinggi dari populasi yang diaudit.
b. MUS seringkali mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian audit karena
beberapa unsur sampel hanya diuji sekali.
c. MUS mudah penerapannya.
d. MUS memberikan kesimpulan statistika, bukan non-statistika. Banyak auditor
yakin bahwa sampling statistika membantu mereka dalam pengambilan keputusan
secara lebih baik dan lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Adapun kelemahan dari MUS, yaitu sebagai berikut:
a. Total batas kesalahan penyajian yang dihasilkan apabila ditemukan kesalahan
penyajian bisa terlalu tinggi untuk digunakan oleh auditor.
b. Tidak praktis untuk memilih sample PPS dari populasi yang besar tanpa bantuan
komputer.
21
1.4.1 Distribusi Sampling
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang auditor biasanya tidak mengetahui nilai
mean (rata-rata) kesalahan penyajian dalam populasi, distribusi jumlah kesalahan
penyajian, atau nilai per auditnya. Oleh karenanya, karakteristik populasi ini harus
diestimasi atau ditaksir dari sampel yang sudah barang tentu merupakan tujuan dari
pengujian audit.
Sebagai contoh, misalkan suatu populasi dengan mean sebesar Rp40,- dan
standar deviasi Rp15,- (X = Rp40,- dan SD = Rp15,-). Dari populasi tersebut kita
memilih banyak sampel secara acak yang jumlahnya 100 unsur. Standar deviasi dari
distribusi sampling kita Rp1,50 (SD/√n = 15/√100 = 1,50). Referensi terhadap "standar
deviasi" populasi dan "standar deviasi" distribusi sampling sering membingungkan.
Untuk menghilangkan kebingungan, ingatlah bahwa standar deviasi distribusi mean
(rata-rata) sampel sering disebut standar kesalahan dari mean (SE). Dengan informasi
ini auditor dapat membuat tabulasi distribusi sampling seperti yang nampak dalam di
bawah ini.
(1) (2) (3) (4)
Jumlah Standar Nilai Rentang X Persentase Mean
Kesalahan dari [(1) X Rp1,50) [Rp40 +/- (2)] Sampel Tercakup
Mean dalam Rentang
1 Rp1,50 Rp38,50 – Rp41,50 68,2
2 Rp3,00 Rp37,00 – Rp43,00 95,4
3 Rp4,50 Rp35,50 – Rp44,50 99,7
Sebagai kesimpulan, ada tiga hal yang membentuk hasil eksperimen dengan
mengambil jumlah sampel yang banyak dari suatu populasi yang diketahui, yaitu:
a. Nilai mean dari dari seluruh mean sampel adalah sama dengan mean populasi.
Wajarlah bahwa nilai mean sampel dengan frekuensi terjadi yang paling tinggi
adalah juga sama dengan mean populasi.
b. Bentuk dari distribusi frekuensi mean sampel adalah distribusi normal (kurva),
sepanjang ukuran sampel cukup besar, bagaimanapun distribusi populasinya.
c. Persentase mean sampel antara dua nilai distribusi sampling bisa diukur. Persentase
dapat dihitung dengan menentukan jumlan standar kesalahan antara dua nilai dan
menentukan persentase mean sampel yang dicerminkan dari tabel untuk kurva
normal.
22
1.4.2 Inferensi Statistik
Pada umumnya apabila sampel diambil dari suatu populasi dalam situasi audit
yang sesungguhnya, auditor tidak mengetahui karakteristik populasi, dan biasanya
hanya satu sampel yang diambil dari populasi. Tetapi pengetahuan tentang distribusi
sampling memungkinkan auditor untuk menarik kesimpulan statistik, atau inferensi
statistik, tentang populasi. Sebagai contoh, misalkan auditor menarik sampel dari suatu
populasi dan menghitung (x) = Rp46,- dan SE pada Rp9,-. Sekarang kita bisa
menghitung confidence interval of the population mean dengan menggunakan logika
yang diambil dari studi tentang distribusi sampling sebagai berikut:
CIx̅ = X̂ ± Z.SE
Keterangan:
CIx̅ = confidence interval for the population mean
X̅ = point estimate of the population mean
Z = confidence coefficient (1 = 68,2% confidence level, 2 = 95,4% confidence level,
3 = 99,7% confidence level)
SE = standard error of the mean
Z.SE = precision interval
Sebagai contoh:
CIx̅ = Rp46,- ± 1(Rp9,-) = Rp46,- ± Rp9,- pada 68,2% confidence level
CIx̅ = Rp46,- ± 2(Rp9,-) = Rp46,- ± Rp18,- pada 95,4% confidence level
Hasil perhitungan bisa juga dinyatakan berupa confidence limit (CIx). Batas atas
confidence limit (UCLx) adalah X^ + Z.SE (Rp46,- + Rp18,- = Rp64,-. Pada 95 persen
confidence level), dan batas bawah (LCLX) adalah XA-Z.SE (Rp46,- - Rp18,- Rp28,-
pada 95% confidence level). Secara grafis hasil di atas dapat dinyatakan sebagai berikut:
23
Auditor bisa mengambil kesimpulan yang ditarik dari confidence interval
dengan menggunakan inferensi statistika dengan berbagai cara. Namun, hendaknya hal
ini dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan pengambilan kesimpulan yang
salah, mengingat bahwa nilai populasi yang sesungguhnya tidak diketahui. Selalu ada
kemungkinan bahwa sampel tidak mewakili populasi untuk menghasilkan mean sampel
dan/atau standar deviasi yang mendekati yang terkandung dalam populasi.
24
Misalkan auditor menemukan kesalahan penyajian sebesar Rp12.000,- dalam sampel
yang bernilai buku Rp208.000,-. Rasio kesalahan penyajian adalah 0,06 (Rp12..000,-
: Rp208.000,-). Apabila total nilai buku populasi adalah Rp1.040.000,- maka
proyeksi kesalahan penyajian dalam populasi adalah Rp62.400,- (Rp1.040.000,- x
0,06). Selanjutnya auditor dapat menghitung confidence maka proyeksi kesalahan
penyajian dalam populasi adalah Rp62.400,- limit dari total kesalahan penyajian
untuk estimasi rasio dengan suatu perhitungan yang serupa dengan apa yang
dilakukan dalam estimasi selisih.
c. Estimasi Mean per Unit
Dalam estimasi mean per unit, auditor lebih fokus pada nilai per audit, tidak pada
jumlah kesalahan penyajian untuk setiap unsur dalam sampel. Estimasi poin nilai per
audit sama dengan rata-rata nilai audit dari unsur-unsur dalam sampel dikalikan
dengan ukuran populasi. Interval presisi terhitung dihitung atas dasar nilai audit dari
unsur sampel, bukan atas dasar kesalahan penyajan. Apabila auditor telah
menghitung batas atas dan batas bawah confidence limit, auditor memutuskan
akseptabilitas populasi dengan membandingkan jumlah ini dengan nilai per buku.
Sebagai contoh, misalkan auditor menarik suatu sampel sebesar 100 unsur dari suatu
daftar persediaan yang berisi 3.000 unsur dengan nilai buku sebesar Rp265.000,-.
Apabila nilai mean dari unsur-unsur sampel adalah Rp85,-, maka nilai taksiran
persediaan adalah Rp255.000,- (Rp85,- x 3.000). Apabila nilai per buku sebesar
Rp265.000,- berada dalam batas atas confidence limit, auditor akan menerima saldo
populasi.
25
1.4.5 Risiko Sampling
Pada sampling variabel, auditor menggunakan acceptable risk of incorrect
acceptance (ARIA) dan juga risiko bisa diterima untuk keliru menolak (acceptable risk
of incorrect rejection/ARIR). Adapun perbedaan dan penggunaan kedua risiko tersebut
adalah sebagai berikut:
a. ARIA
Aria merupakan risiko statistik bahwa auditor menerima populasi yang
sesungguhnya mengandung kesalahan penyajian material. ARIA adalah hal yang
serius bagi auditor karena adanya potensi implikasi legal untuk menyimpulkan
bahwa suatu saldo akun disajikan secara wajar padahal akun tersebut mengandung
kesalahan penyajian yang berjumlah material. Suatu akun bisa lebih saji atau bisa
juga kurang saji, tetapi tidak keduanya, oleh karena itu ARIA merupakan pengujian
statistika one-tailed.
b. ARIR
Risiko bisa diterima untuk keliru menolak (acceptable risk of incorrect
rejection/ARIR) merupakan risiko statistik bahwa auditor telah menyimpulkan
bahwa populasi mengandung kesalahan penyajian material padahal tidak demikian.
ARIR mempengaruhi tindakan auditor hanya apabila auditor menyimpulkan bahwa
populasi tidak disajikan secara wajar. Apabila auditor menjumpai bahwa suatu saldo
akun tidak disajikan secara wajar, auditor pada umumnya akan menaikkan ukuran
sampel dan melakukan pengujian lainnya. Meningkatnya ukuran sampel biasanya
akan menyebabkan auditor berkesimpulan bahwa saldo disajikan secara wajar
apabila akun sesungguhnya tidak mengandung kesalahan penyaiian material.
Berikut merupakan confidence coeffisient untuk berbagai ARIA, beserta confidence
coeffision untuk confidence level dan ARIR.
Confidence Level (100%) ARIA (%) ARIR (%) Confidence Coeffisient
99 0,5 1 2,58
95 2,5 5 1,96
90 5 10 1,64
80 10 20 1,28
75 12,5 25 1,15
70 15 30 1,04
60 20 40 0,84
50 25 50 0,67
40 30 60 0,52
26
30 35 70 0,39
20 40 80 0,25
10 45 90 0,13
0 50 100 0,0
27
1.5.1.2 Memutuskan Apakah Sampling Audit Bisa Diterapkan
Sampling audit bisa diterapkan dalam konfirmasi atas piutang usaha karena
piutang usaha besar jumlahnya. Terlihat bahwa piutang usaha terdiri dari 4.000 akun
dengan nilai buku total Rp600.000,-.
28
b. Risiko Bisa Diterima untuk Keliru Menolak (Acceptable risk of incorrect
rejection/ARIR), yaitu risiko untuk menolak bahwa piutang usaha tidak benar,
padahal sebenarnya tidak mengandung kesalahan penyajian material. ARIR
dipengaruhi oleh biaya tambahan untuk pengambilan ulang sampel. Karena
pengiriman konfirmasi yang kedua cukup mahal biayanya, auditor menetapkan
ARIR sebesar 25% (Untuk pengujian audit yang tidak mahal biayanya bila ukuran
sampelnya dinaikkan, ARIR yang jauh lebih besar lazim dilakukan) .
Setelah auditor menetapkan kesalahan penyajian bisa ditoleransi dan ARIA,
auditor bisa merumuskan hipotesa. Hipotesa yang dirumuskan auditor untuk
pengauditan piutang usaha pada PT ABC adalah: Piutang usaha tidak mengandung
kesalahan penyajian melebihi Rp21.000,- pada ARIA 10%.
SD * ( Z A Z B ) N
2
n
TM E *
Keterangan:
29
n = ukuran sampel awal
SD* = estimasi standar deviasi di muka
ZA = koefisien confidence untuk ARIA
ZB = koefisien confidence untuk ARIR
N = ukuran populasi
TM = kesalahan penyajian bisa ditoleransi untuk populasi (materialitas)
E* = estimasi taksiran poin kesalahan penyajian dalam populasi.
Dari cara tersebut, maka perhitungan yang diperoleh untuk PT ABC adalah sebagai
berikut.
20(1,28 1,15)4.000
2
21 .000 1.500
Jadi ukuran sampel awal yang ditaksirkan untuk PT ABC adalah sebanyak 100.
30
yang dibuat debitur, maka 12 unsur ditetapkan sebagai kesalahan klien. Berikut 12
unsur tersebut, dimana angka dalam kurung menggambarkan kurang saji.
1. Rp 12,75 7. Rp (0,87)
2. (69,46) 8. 24,32
3. 85,28 9 36,59
4. 100,00 10. (102,16)
5. (27,30) 11. 54,71
6. 41,06 12. 71,56
Total = Rp 226,48
Adapun rumus untuk menghitung kesalahan penyajian dapat disajikan sebagai berikut.
e
e j
n
Keterangan:
e = rata-rata kesalahan penyajian dalam sampel
= keseluruhan
n = ukuran sampel
Jadi berdasarkan rumus dan data di atas, maka besarnya nilai kesalahan penyajian yang
terdapat dalam sampel PT ABC dapat dinyatakan sebagai berikut.
Rp 226,48
e Rp 2,26
100
31
limit. Berikut ini merupakan perhitungan disetiap tahapan tersebut yang digunakan
auditor pada PT ABC.
1. Menghitung Taksiran Poin dari Total Kesalahan Penyajian
Taksiran poin merupakan ekstrapolasi langsung dari kesalahan penyajian dalam
sampel ke kesalahan penyajian populasi. Adapun rumus yang digunakan untuk
menghitung taksiran poin adalah sebagai berikut
E Ne
dimana,
N = ukuran populasi
E = estimasi poin dari total kesalahan penyajian
Berdasarkan rumus tersebut, maka dapat dihitung taksiran poin dari total kesalahn
penyajian PT ABC, yaitu:
E = 4.000 (Rp2,26)
= Rp9.040,-
2. Menghitung Taksiran Standar Deviasi Populasi
Standar deviasi populasi merupakan pengkuran statistika tentang variabilitas dalam
nilai dari unsur-unsur individual dalam populasi. Standar deviasi akan bernilai besar
jika variasi dalam nilai unsur populasi juga besar, dan begitu pula sebaliknya.
Standar deviasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap computer precision
interval. Dimana kemampuan auditor untuk memprediksi total kesalahan penyajian
akan lebih baik apabila variasi sampel individual kecil jumlahnya. Berikut ini
merupakan data kesalahan penyajian individual dalam sampel yang digunakan untuk
menghitung standar deviasi.
ej (e j ) 2
1. Rp 13 Rp 169
2. (69) 4.761
3. 85 7.225
4. 100 10.000
5. (27) 729
6 41 1.681
7. (1) 1
32
8. 24 576
9. 37 1.369
10. (102) 10.404
11. 55 3,025
12. 72 5.184
Rp 228 Rp 45.124
Adapun rumus meghitung standar deviasi (SD) kesalahan penyajian populasi dari
sempel adalah sebagai berikut.
Sehingga berdasarkan data dan rumus di atas, maka standar deviasi yang dapat
dihitung auditor untuk PT ABC adalah sebagai berikut.
SD N n
CPI NZ A
n N
dimana,
CPI = Computed precision interval
ZA = Koefisien confidence untuk ARIA (80%)
Sehingga berdarkan rumus tersebut, dapat dihitung nilai dari CPI sebagai berikut.
33
Auditor menghitung confidence limit dengan cara menggabungkan taksiran poin dari
total kesalahan penyajian dengan precision interval pada tingkat confidence yang
dikehendaki. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut.
UCL = E + CPI
LCL = E – CPI
dengan,
UCL = batas atas computed confidence
LCL = batas bawah computed confidence
Maka perhitungan Confidence Limit berdasarkan rumus tersebut adalah sebagai
berikut.
UCL = Rp 9.040 + Rp 10.800 = Rp 19.849
34
2) Auditor akan menerima hipotesis bahwa nilai per buku mengandung kesalahan
penyajian dalam jumlah yang material apabila dua sisi interval confidence untuk
kesalahan penyajian tidak berada pada plus dan minus kesalahan penyajian bisa
ditoleransi.
Berdasarkan kasus PT ABC, auditor mengambil kesimpulan bahwa populasi
harus diterima, karena kedua batas confidence berada diantara rentang kesalahan bisa
diterima yang ditunjukan dengan gambar berikut.
35
DAFTAR PUSTAKA
Al Haryono Jusup. (2014). Auditing Pengauditan Berbasis ISA (Edisi II). Yogyakarta:
STIE YKPN.
Anitasari, N. (2018). Tahapan Proses Audit Secara Singkat. Diunduh dari website: 4
Tahapan Proses Audit Secara Singkat - Zahir Accounting Blog
Anonymous. (2015). Sampling Audit untuk Pengujian atas Rinci Saldo. Diunduh dari
website: http://imuekonomisherly.blogspot.com/2015/10/sampling-audit-untuk-
pengujian-atas.html?m=1
Blogoblok. 14 Langkah Sampling Audit Untuk Pengujian Atas Rincian Saldo Sampling
Non Statistik). Diunduh dari website: 14 Langkah Sampling Audit Untuk
Pengujian Atas Rincian Saldo ( Sampling Nonstatistik) - Blogoblok
(blogoblokgoblok.blogspot.com)
Isnaeni, Z. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Metode Sampling
Audit oleh Akuntan Publik. Skripsi
Rosiana, V. (2014). Risiko Sampling. Diunduh dari website: Risiko sampling adalah
kemungkinan bahwa sampel yang telah d by Vina Rosiana (prezi.com)
Seto, J. (2015). Sampling Audit dalam Pengujian Pengendalian. Diunduh dari website:
Sampling Audit dalam Pengujian Pengendalian Halaman 1 - Kompasiana.com
Sunny. (2017). Sampling Audit untuk Pengujian atas Rinci Saldo. Diunduh dari
website: Help your Annoying Task: SAMPLING AUDIT UNTUK PENGUJIAN
ATAS RINCIAN SALDO (sunsunny66.blogspot.com)
Tiara, E. (2020). Sampling Audit untuk Pengujian atas Rincian Saldo. Diunduh dari
website: Resume Audit 2 SAMPLING AUDIT UNTUK PENGUJIAN ATAS
RINCIAN SALDO Ch 17 - StuDocu
Tien, A. A. (2016). Distribusi Sampling. Diunduh dari website: Distribusi Sampling
(Rangkuman Singkat) Halaman 1 - Kompasiana.com
Yasin. (2012). Sampling Audit. Diunduh dari website: yasin: makalah sampling audit
(yasinibnmaftuh.blogspot.com).
Yogiswari, K. (2017). Sampling Audit. Diunduh dari website: Sampling Audit
(kartikayogiswari.blogspot.com).
36