Disusun oleh:
Kelompok 10
Dosen Pengampu:
Ni Gusti Putu Wirawati, S.E., M.Si.
Nilai debit sebesar Rp3.000.000 dan Rp1.000.000 dicatat dalam akun penarikan Bayu,
sedangkan tambahan investasi dikredit kea kun modalnya.
Tabel di atas menggambarkan bagaimana laba bersih didistribusikan ke akun modal para
sekutu. Distribusi secara aktual diselesaikan dengan menutup akun ikhtisar laba rugi.
Selain itu, akun penarikan ditutup kepada akun modal pada akhir periode.
31 Desember 20X1
(1) Modal, Bayu 4.000.000
Penarikan – Bayu 4.000.000
(menutup penarikan oleh Bayu)
Jika Aldi dan Bayu setuju mengenakan bunga 15 persen atas rata-rata tertimbang saldo
modal dengan sisa laba yang akan didistribusikan pada rasio 60:40, maka distribusi laba
Rp10.000.000 akan dihitung sebagai berikut.
Aldi Bayu Total
Persentase laba 60% 40% 100%
Rata-rata modal Rp20.000.000 Rp8.000.000
Laba bersih Rp10.000.000
Bunga atas modal 3.000.000 1.200.000 (4.200.000)
Sisa laba 5.800.000
Alokasi 60:40 3.480.000 2.320.000 (5.800.000)
Total Rp6.480.000 Rp3.520.000 0
Gaji
Gaji yang dibayarkan kepada sekutu sering kali termasuk di dalam rencana distribusi
laba untuk mengakui dan memberikan kompensasi atas perbedaan jasa yang diberikan
masing-masing sekutu kepada persekutuan.
Sudah menjadi persepsi umum dalam akuntansi persekutuan bahwa gaji kepada
sekutu bukan diakui sebagai beban operasi tetapi bagian dari rencana distribusi laba.
Persepsi ini berhubungan erat dengan konsep kepemilikan dalam ekuitas. Berdasarkan
teori kepemilikan, pemilik menginvestasikan modal dan jasa pribadi untuk menghasilkan
laba. Laba dihasilkan dari kedua investasi tersebut. Logika yang sama juga berlaku
untuk bentuk organisasi persekutuan. Beberapa sekutu melakukan investasi modal,
sementara yang lain menginvestasikan waktunya. Pihak-pihak yang melakukan investasi
modal berhak mendapatkan bunga atas modal; sedangkan pihak-pihak yang
menginvestasikan waktunya berhak mendapatkan gaji. Meskipun demikian, baik bunga
maupun gaji adalah hasil investasi dan tidak digunakan untuk menentukan laba, tetapi
proporsi laba yang akan dikredit ke akun modal masing-masing sekutu.
Ketika jumlah yang dibayarkan kepada sekutu selama tahun berjalan adalah
penarikan atas antisipasi laba, jumlah gaji yang disetujui biasanya ditambahkan kepada
kerugian dan jumlah tersebut kemudian didistribusikan kepada modal masing-masing
sekutu. Tindakan hati-hati harus dilakukan jika persekutuan mengalami kerugian dalam
tahun berjalan. Beberapa perjanjian persekutuan menyatakan distribusi laba yang
berbeda antara untuk laba dan untuk rugi.
Untuk menghitung gaji para sekutu, misalnya perjanjian persekutuan menyatakan
bahwa gaji yang dibayarkan ke Aldi sejumlah Rp2.000.000 dan Bayu Rp5.000.000.
Sisanya akan dibagikan dengan dasar distribusi laba/rugi 60:40. Distribusi laba dihitung
sebagai berikut.
Aldi Bayu Total
Persentase laba 60% 40% 100%
Laba bersih Rp10.000.000
Gaji 2.000.000 5.000.000 (7.000.000)
Sisa laba 3.000.000
Alokasi 60:40 1.800.000 1.200.000 (3.000.000)
Total Rp3.800.000 Rp6.200.000 0
Bonus
Bonus terkadang digunakan sebagai alat untuk memberikan kompensasi tambahan
kepada sekutu yang memberikan jasa kepada persekutuan. Bonus biasanya dinyatakan
dalam persentase dari laba sebelum atau setelah bonus. Terkadang perjanjian
persekutuan mensyaratkan laba minimum yang harus diperoleh sebelum bonus
dibagikan. Bonus mudah dihitung dengan menurunkan dan memecahkan persamaan.
Misalnya, bonus sebesar 10 persen dari laba akan dikredit pada modal Bayu jika laba
melebihi Rp5.000.000 sebelum dibagikan dengan distribusi laba. Dalam Kasus 1, bonus
dihitung sebagai persentase dari laba sebelum dikurangi bonus. Dalam Kasus 2 bonus
dihitung sebagai persentase dari laba setelah dikurangi bonus.
Kasus 1:
Bonus = X% (NI – MIN)
Dimana:
X% = persentase bonus
NI = laba bersih sebelum bonus
MIN = jumlah minimum laba sebelum bonus
Maka, perhitungannya:
Bonus = 0,10 (Rp10.000.000 – Rp5.000.000) = Rp500.000
Kasus 2:
Bonus = X% (NI – MIN - Bonus)
= 0,10 (Rp10.000.000 – Rp5.000.000 – Bonus)
= 0,10 (Rp5.000.000 – Bonus)
= Rp500.000 – 0,10 Bonus
1,10 Bonus = Rp500.000
Bonus = Rp454.545.
Distribusi laba bersih berdasarkan kasus 2 dihitung sebagai berikut:
Aldi Bayu Total
Persentase laba 60% 40% 100%
Laba bersih Rp10.000.000
Bonus untuk sekutu 454.545 (454.545)
Sisa laba 9.545.454
Alokasi 60:40 5.727.273 3.818.182 (9.545.454)
Total Rp5.727.273 Rp4.272.727 0
Dalam kasus ini, dua langkah distribusi pertama menghasilkan defisit. Perjanjian
persekutuan AB menyatakan seluruh proses distribusi laba harus diselesaikan dan defisit
yang timbul dibagikan dengan rasio laba atau rugi. Perjanjian persekutuan juga dapat
menyatakan proses distribusi dihentikan pada tahap mana pun apabila terjadi defisit.
Proporsi sekutu baru terhadap nlai buku persekutuan dibandingkan dengan jumlah
investasi yang dibuat sekutu baru untuk menentukan prosedur akuntansi yang harus
dilakukan dalam penerimaannya sebagai sekutu baru. Figur 1-1 memberikan rangkuman
dari ketiga kasus di atas. Langkah l adalah membandingkan investasi sekutu baru
dengan proporsinya terhadap nilai buku persekutuan. Perlu dicatat bahwa hal ini
dilakukan sebelum revaluasi atau pengakuan goodwill. Langkah 2 adalah menentukan
metode penerimaan. Tiga metode yang berbeda tersedia untuk penerimaan sekutu baru
ketika terjadi perbedaan antara investasi sekutu baru dengan proporsinya terhadap nilai
buku persekutuan. Ketiga metode adalah: (1) revaluasi aset bersih, (2) pengakuan
goodwill, (3) menggunakan metode bonus (bonus method). Dengan menggunakan
revaluasi aset bersih dan pengakuan goodwill, biaya historis yang mendasari aset bersih
disesuaikan selama proses penerimaan sekutu baru. Beberapa sekutu menolak
mengubah nilai biaya historis dan lebih memilih metode bonus, yang menggunakan
transfer modal kepemilikan di antara sekutu mengikuti modal yang dihasilkan dari
persekutuan. Dengan menggunakan metode bonus, aset bersih tetap dinilai sebesar
biaya historis. Pilihan metode akuntansi dalam penerimaan sekutu baru tergantung pada
kesepakatan para sekutu.
Baker, Richard E, dkk. 2011. Akuntansi Keuangan Lanjutan (Perspektif Indonesia) Buku 2.
Jakarta: Salemba Empat.