Anda di halaman 1dari 14

KEADILAN

1.PENGANTAR
Apakah keadilan itu? Mengapa kita perlu mempelajarinya sebagai bagian dari perkuliahan
untuk mata kuliah Teori Sosiologi dan Kesejahteraan Sosial?
Keadilan itu umumnya difahami sebagai prinsip bahwa orang menerima apa yang pantas
mereka terima. Di sini tentu sudah terdapat sebuah penafsiran tentang apa yang disebut
sebagai "layak". Penafsiran itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor dengan banyak
sudut pandang dan perspektif yang berbeda satu sama lain. Penafsiran itu juga dipengaruhi
oeh konsep kebenaran moral berdasarkan ukuran-ukuran tertentu seperti etika,
rasionalitas, hukum, agama, persamaan dan keadilan.
Sampai di sini apakah Saudara sudah dapat menyimpulkan pentingnya mempelajari
keadilan dalam kaitannya dengan matak kuliah kita? Keadilan adalah nilai dan kondisi yang
dicita-citakan dan diperjuangkan oleh orang, kelompok, masyarakat dan bangsa serta
masyarakat dunia. Untuk keadilan orang bersedia berkorban. Untuk tegaknya
kemanusiaan secara penuh, keadilan menjadi prasyarat. Termasuk untuk kesejahteraan
sosial.
2.PENERAPAN KEADILAN
Akibat adanya penafsiran tentang apa yang disebut sebagai "layak" sebagaimana
dikemukakan di atas, dan munculnya penafsiran yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
dengan banyak sudut pandang dan perspektif yang berbeda satu sama lain, itu (kebenaran
moral berdasarkan ukuran-ukuran tertentu seperti etika, rasionalitas, hukum, agama dan
persamaan), maka penerapannya pun selalu memiliki kemungkinan berbeda di setiap
budaya.
Beberapa filsuf yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang hal ini di antaranya
ialah Plato (Yunani) dalam karyanya The Republic. Juga Aristoteles dalam karyanya
Nicomachean Ethics. Sudah pernah mendengar kedua nama tokoh dan karyanya itu? Jika
belum, nanti coba dicari literatur untuk itu dan jelajahi secara lebih luas tentang apa konsep
keadilan bagi mereka berdua sesuai apa yang mereka sebutkan dalam buku masing-masing.
Sepanjang sejarah, berbagai teori telah ditetapkan. Para pendukung teori perintah ilahi
telah mengatakan bahwa keadilan berasal dari Tuhan. Pada tahun 1600-an, filsuf seperti
John Locke mengatakan bahwa keadilan bersumber dari hukum kodrat. Teori kontrak
sosial mengatakan bahwa keadilan bersumber dari kesepakatan bersama setiap orang. Pada
tahun 1800-an, filsuf utilitarian seperti John Stuart Mill berkata bahwa keadilan didasarkan
pada hasil terbaik untuk sebagian besar orang.

1| KEADILAN
Teori-teori keadilan distributif mempelajari apa yang akan didistribusikan, kepada siapa
didistribusikan, dan bagaimana sebaran yang tepat. Egalitarian mengatakan keadilan hanya
bisa ada dalam koordinat kesetaraan. John Rawls menggunakan teori kontrak sosial untuk
mengatakan bahwa keadilan, dan terutama keadilan distributif, adalah bentuk keadilan.
Robert Nozick dan yang lainnya mengatakan bahwa hak milik, juga dalam ranah keadilan
distributif dan hukum kodrat, memaksimalkan kekayaan sistem ekonomi secara
keseluruhan. Teori keadilan retributif mengatakan bahwa perbuatan salah harus dihukum
untuk menjamin keadilan. Keadilan restoratif yang terkait erat (juga kadang disebut
"keadilan reparatif") adalah pendekatan keadilan yang berfokus pada kebutuhan korban
dan pelanggar.
3.KONSEP HARMONI MENURUT PLATO
Plato menggunakan pemikiran Socrates untuk memperdebatkan keadilan yang mencakup
orang yang adil dan Negara Kota yang adil. Kemudian ia pun berkata bahwa keadilan itu
adalah hubungan yang tepat dan harmonis antara bagian orang atau kota yang bertikai.
Lihat kata-kata kunci dalam definisi itu (hubungan, harmonis, bagian, orang, kota, bertikai).
Oleh karena itu, dalam konsep harmoni, definisi keadilan Plato adalah memiliki dan
melakukan apa yang menjadi milik seseorang. Pria yang adil adalah pria yang berada di
tempat yang tepat, melakukan yang terbaik dan memberikan hal yang setara dengan apa
yang telah dia terima. Ini berlaku baik di tingkat individu maupun di tingkat universal.
Plato lebih jauh menjelaskan bahwa jiwa seseorang memiliki tiga bagian, yakni akal, roh
dan keinginan. Demikian pula kota, juga memiliki tiga bagian yang serupa. Dengan
menggunakan perumpanaan sebuah kreta (bukan kreta Bahasa Medan ya), Socrates
mengilustrasikan bahwa kereta itu bekerja secara keseluruhan karena kekuatan hewan
penarik (waktu itu umumnya oleh dua ekor kuda) yang diarahkan oleh seorang kusir.
Pecinta kebijaksanaan (filsuf, memang filsafat itu kerap didefinisikan sebagai pencinta
kebijaksanaan ya) harus memerintah (kusir) karena hanya dia yang mengerti apa yang baik.
Jika ada yang sakit, dia tahu bahwa dia memang harus pergi ke petugas medis dan bukan
ke pemain biola. Mengapa? Karena petugas medis itulah ahli yang diakui dalam bidang
kesehatan.
Demikian pula masyarakat harus mempercayakan kotanya untuk diurus dan dipimpin oleh
seorang ahli dalam masalah kebaikan, bukan kepada seseorang yang hanya memiliki
kwalifikasi sebagai politisi an sich kendati ia berusaha mencoba untuk mendapatkan
kekuasaan dengan memberi orang apa yang mereka inginkan (sogok, misalnya), daripada
apa yang baik untuk mereka.
Selanjutnya dikisahkan bahwa Socrates menggunakan perumpamaan kapal untuk
mengilustrasikan hal ketidak adilan. Begini katanya: kota yang tidak adil itu seperti kapal
di lautan terbentang luas, diawaki oleh kapten yang kuat tetapi pemabuk (orang biasa),
sekelompok penasihat yang tidak dapat dipercaya, yang mencoba secara memanipulatif

2| KEADILAN
memengaruhi kapten untuk memberikan mereka kekuasaan atas jalur kapal (politisi), dan
seorang navigator (filsuf) yang merupakan satu-satunya yang tahu bagaimana membawa
kapal ke pelabuhan. Dalam kondisi krisis seperti ini (kejadian seperti kisah ini sangat jamak,
bukan?), bagi Socrates, satu-satunya cara agar kapal dapat mencapai tujuannya dengan
selamat hanyalah jika navigator mengambil alih.
4.KENISCAYAAN PERINTAH ILAHI
Otoritas dan kuasa Ilahi telah lama dipandang sebagai hal mutlak dalam keadilan di tengah
kehidupan umat manusia. Ini disebut teori Perintah Ilahi. Apa maknanya?
Para pendukung teori perintah ilahi mengatakan bahwa keadilan itu, dan memang seluruh
nilai moralitas, sesungguhnya adalah perintah Ilahi yang karena keberwibawaannya wajib
menjadi sumber untuk dipatuhi.
Misalnya begini. Bagaimana seharusnya memandang sebuah peristiwa pembunuhan. Bagi
penganut teori Perintah Ilahi pembunuhan itu dibennci oleh Ilahi, oleh karena itu
perbuatan itu adalah salah dan harus pula dihukum. Mengapa? Jawabnya: karena Ilahi
berkata dan menghendaki demikian itu.
Tentu harus difahami bahwa tingkat penerimaan atas perintah Ilahi yang wajib ditaati itu
hanyalah karena sifat hubungannya dengan manusia. Tidak ad acara untuk menolaknya.
Mungkin juga orang beriman berkata bahwa Ilahi memang wajib ditaati karena Ilahi itu
adalah kebaikan itu sendiri. Dengan demikian melakukan apa yang Ilahi perintahkan
mutlak akan menjadi yang terbaik untuk semua orang.
Dalam beberapa sumber diceritakan tentang sebuah meditasi tentang teori perintah Ilahi
oleh Plato. Antara lain kisah menarik itu dapat ditemukan dalam dialognya, Euthyphro:
"Apakah yang baik secara moral diperintahkan oleh Ilahi karena itu baik secara moral, atau
apakah itu baik secara moral karena diperintahkan oleh Ilahi?"
Perhatikan kalimat itu sekali lagi untuk kemudian berusaha menyimak penjelasan berikut
ini.
Bukankah implikasi yang muncul dari pemahaman atas kalimat itu adalah bahwa jika yang
terakhir (baik secara moral karena diperintahkan oleh Ilahi) benar, maka keadilan berada
di luar pemahaman fana? Jika yang pertama (baik secara moral diperintahkan oleh Ilahi
karena itu baik secara moral) benar, maka moralitas itu sesungguhnya terletak secara
independen dari atau di luar otoritas Ilahi, dan karena itu tunduk pada penghakiman
manusia.
Menanggapi hal itu Immanuel Kant dan CS Lewis sama-sama berpendapat bahwa adalah
sah secara deduktif untuk mengatakan bahwa keberadaan moralitas obyektif menyiratkan
keberadaan Ilahi dan begitu pula sebaliknya.

3| KEADILAN
Bagaimana? Rumit memahaminya? Silakan baca ulang secara perlahan dan penuh
kecermatan.
5.HUKUM ALAM (KODRAT)
Selain John Locke sebetulnya berbilang filsuf yang mendukung teori bahwa keadilan itu
sesungguhnya tiada lain, adalah bagian dari hukum kodrat, keadilan tak mungkin tak
melibatkan kodrat manusia.
Hukum kodrat adalah suatu aliran pemikiran filosofi yang menyatakan bahwa hak-hak
tertentu melekat sebagai konsekuensi dari kodrat manusia dan dapat dipahami secara
universal melalui daya pikir atau akal manusia. Secara historis, hukum kodrat mengacu
pada penggunaan akal untuk menganalisis kodrat manusia untuk menyimpulkan secara
deduktif aturan-aturan yang mengikat perilaku moral.
Hukum kodrat muncul pertama kali dalam filsafat Yunani kuno dan selanjutnya dihidupkan
kembali serta dikembangkan pada Abad Pertengahan termasuk oleh filsuf Albertus Agung
dan Thomas Aquinas.
6.DESPOTISME DAN SKEPTISISME
Plato menolak pandangan bahwa keadilan adalah kepentingan yang kuat, hanya sekadar
nama untuk apa yang telah dikenakan oleh penguasa yang kuat atau licik pada rakyat.
Mengapa keadilan harus diperjuangkan dan dipertahankan? Seperti yang dijelaskan oleh
Thrasymachus, keadilan tidak secara universal dianggap bermanfaat. Selama ada pemikiran
etis, ada juga yang tidak bermoral, orang-orang yang berpikir lebih baik memperhatikan
kepentingan Anda sendiri daripada mengikuti aturan benar dan salah.
Secara tradisional, konsepsi Yunani tentang keadilan berasal dari penyair seperti Hesiod,
yang dalam Works and Days menyajikan keadilan sebagai serangkaian tindakan tertentu
yang harus diikuti. Alasan untuk bersikap adil, seperti yang dikemukakan oleh pandangan
tradisional, adalah pertimbangan ganjaran dan hukuman: Zeus memberi ganjaran kepada
mereka yang baik dan menghukum mereka yang jahat. Pada akhir abad kelima Athena,
konsepsi pahala dan pembalasan ilahi ini telah kehilangan kredibilitas.
Tidak ada yang percaya bahwa dewa memberi pahala dan menghukum yang tidak adil.
Orang-orang dapat melihat bahwa banyak orang yang tidak adil berkembang, dan banyak
dari mereka yang tertinggal. Dalam demokrasi canggih yang berkembang di Athena, hanya
sedikit yang cenderung melatih harapan mereka di akhirat. Keadilan menjadi kontroversi
besar.
Apakah terasa memiliki kemiripan dengan situasi hari ini? Coba direnungkan.
Kontroversi ini muncul terutama dari kaum Sofis, yakni para pendidik umum yang
dipekerjakan sebagai guru bagi putra-putra orang kaya. Kaum Sofis ini cenderung tidak
percaya pada kebenaran obyektif, atau standar obyektif tentang benar dan salah. Mereka

4| KEADILAN
menganggap hukum dan moralitas hanyalah sebagai konvensi. The Sophist Antiphon,
misalnya, secara terbuka menyatakan bahwa kita seharusnya tidak adil ketika ketidakadilan
menguntungkan kita.
Plato pun merasa bahwa dia harus membela keadilan dari serangan gencar yang
merontokkan tatanan sosial ini dan mengatakan bahwa keadilan adalah sesuatu yang baik
dan diinginkan, itu lebih dari sekadar konvensi, itu terkait dengan standar moralitas yang
obyektif, dan itu ada dalam diri kita serta oleh karena itu pula kita tertarik untuk
mematuhinya.
7. KESEPAKATAN BERSAMA (KONTRAK SOSIAL)
Para pendukung kontrak sosial mengatakan bahwa keadilan berasal dari kesepakatan
bersama dari setiap orang; atau, dalam banyak versi, dari apa yang akan mereka setujui
dalam kondisi hipotetis (praduga) termasuk kesetaraan dan tidak adanya bias. Tidak
adanya bias mengacu pada dasar yang sama untuk semua orang yang terlibat dalam
perselisihan (atau persidangan dalam beberapa kasus).
Teori kontrak sosial, hampir setua filsafat itu sendiri, adalah pandangan bahwa kewajiban
moral dan / atau politik seseorang bergantung pada kontrak atau kesepakatan di antara
mereka untuk membentuk masyarakat tempat mereka tinggal.
Socrates menggunakan sesuatu yang sangat mirip dengan argumen kontrak sosial untuk
menjelaskan kepada Crito mengapa dia harus tetap di penjara dan menerima hukuman
mati. Namun, teori kontrak sosial secara tepat diasosiasikan dengan teori moral dan politik
modern dan diberikan eksposisi penuh pertama dan pembelaannya oleh Thomas Hobbes.
Setelah Hobbes, John Locke dan Jean-Jacques Rousseau adalah yang paling terkenal
pendukung teori yang sangat berpengaruh ini, yang telah menjadi salah satu teori paling
dominan dalam teori moral dan politik sepanjang sejarah Barat modern.
Pada abad ke-20, teori moral dan politik mendapatkan kembali momentum filosofis
sebagai hasil dari teori kontrak sosial versi John Rawls Kant, dan diikuti oleh analisis baru
dari subjek oleh David Gauthier dan lain-lain. Baru-baru ini, filsuf dari perspektif yang
berbeda telah menawarkan kritik baru terhadap teori kontrak sosial. Secara khusus, feminis
dan filsuf yang sadar ras telah berpendapat bahwa teori kontrak sosial setidaknya
merupakan gambaran yang tidak lengkap tentang kehidupan moral dan politik kita, dan
mungkin sebenarnya menyamarkan beberapa cara di mana kontrak itu sendiri bersifat
parasit pada penundukan kelas-kelas masyarakat. orang.
Virginia Held berpendapat bahwa "masyarakat Barat kontemporer berada dalam
cengkeraman pemikiran kontraktual". Model kontrak telah datang untuk
menginformasikan berbagai macam hubungan dan interaksi antara orang-orang, dari siswa
dan guru mereka, hingga penulis dan pembacanya.

5| KEADILAN
Mengingat hal ini, akan sulit untuk melebih-lebihkan pengaruh teori kontrak sosial, baik
dalam filsafat, dan pada budaya yang lebih luas.
Teori kontrak sosial tidak diragukan lagi bersama kita di masa mendatang. Tetapi begitu
juga kritik terhadap teori semacam itu, yang akan terus memaksa kita untuk berpikir dan
memikirkan kembali hakikat diri kita dan hubungan kita satu sama lain.
Apakah dengan memberi suara di TPS bermakna telah terjadi kontrak sosial antara pemilih
dengan yang dipilih?
8.NILAI BAWAHAN (SUBORDINATIF)
Menurut pemikir utilitarian termasuk John Stuart Mill, keadilan tidaklah fundamental
seperti yang sering dipikirkan banyak orang. Sebaliknya, ini diturunkan dari standar yang
lebih mendasar tentang kebenaran, konsekuensialisme. Maksudnya, apa yang benar adalah
apa yang memiliki konsekuensi terbaik (biasanya diukur dengan kesejahteraan total atau
rata-rata yang ditimbulkan). Jadi, asas keadilan yang tepat adalah yang cenderung memiliki
konsekuensi terbaik.
Aturan-aturan ini mungkin sudah biasa seperti menjaga kontrak; tetapi sama, mungkin
tidak, tergantung pada fakta tentang konsekuensi nyata. Apa pun itu, yang penting adalah
konsekuensi itu, dan keadilan itu penting, jika memang ada, hanya jika diturunkan dari
standar fundamental itu.
Mill mencoba menjelaskan keyakinan keliru bahwa keadilan sangat penting dengan
menyatakan bahwa keadilan berasal dari dua kecenderungan alami manusia: keinginan
kita untuk membalas orang yang menyakiti kita, atau perasaan membela diri dan
kemampuan kita untuk menempatkan diri kita secara imajinatif di tempat orang lain, yakni
semacam perasaan simpati.
Jadi, ketika kita melihat seseorang dirugikan, kita memproyeksikan diri kita ke dalam situasi
mereka dan merasakan keinginan untuk membalas atas nama mereka. Jika proses ini adalah
sumber perasaan kita tentang keadilan, itu seharusnya merusak kepercayaan kita
terhadapnya.
9. KEADILAN DISTRIBUTIF
Terdapat tiga pertanyaan terkait konsep keadilan distributif:
Pertama, barang apa yang akan didistribusikan? Apakah kekayaan, kekuasaan, rasa hormat,
peluang atau kombinasi dari hal-hal ini?
Kedua, di antara entitas apa mereka akan didistribusikan? Manusia (mati, hidup, masa
depan), makhluk hidup, anggota masyarakat tunggal, bangsa?
Ketiga, bagaimana distribusi yang tepat? Setara, meritokratis, menurut status sosial, sesuai
kebutuhan, berdasarkan hak milik dan non-agresi?

6| KEADILAN
Para peganut dan ahli konsep keadilan distributif umumnya tidak menjawab pertanyaan
tentang siapa yang berhak menegakkan distribusi yang disukai tertentu, sementara ahli
teori hak properti mengatakan bahwa tidak ada "distribusi yang disukai". Sebaliknya,
distribusi harus didasarkan hanya pada distribusi apa pun yang dihasilkan dari interaksi atau
transaksi yang sah (yaitu, transaksi yang tidak ilegal).
Sekaitan dengan itu di bawah ini terdapat uraian yang menjelaskan beberapa teori keadilan
distributif yang dipegang luas, dan upaya mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
ini.
Pertama, Keadilan Sosial. Keadilan sosial mencakup hubungan yang adil antara individu
dan masyarakat mereka, seringkali mempertimbangkan bagaimana hak istimewa, peluang,
dan kekayaan harus didistribusikan di antara individu. Keadilan sosial juga dikaitkan
dengan mobilitas sosial, terutama kemudahan individu dan keluarga dapat berpindah di
antara strata sosial. Keadilan sosial berbeda dari kosmopolitanisme, yaitu gagasan bahwa
semua orang termasuk dalam komunitas global tunggal dengan moralitas bersama.
Keadilan sosial juga berbeda dari egalitarianisme, yaitu gagasan bahwa semua orang setara
dalam hal status, nilai, atau hak, karena teori keadilan sosial tidak semuanya mensyaratkan
persamaan. Misalnya, sosiolog George C. Homans mengemukakan bahwa akar dari
konsep keadilan adalah bahwa setiap orang harus menerima penghargaan yang sebanding
dengan kontribusinya. Ekonom Friedrich Hayek mengatakan bahwa konsep keadilan sosial
tidak ada artinya, mengatakan bahwa keadilan adalah hasil dari perilaku individu dan
kekuatan pasar yang tidak dapat diprediksi. Keadilan sosial sangat erat kaitannya dengan
konsep keadilan relasional, yaitu tentang hubungan yang adil dengan individu yang
memiliki ciri-ciri yang sama seperti kebangsaan, atau yang terlibat dalam kerjasama atau
negosiasi.
Di dalam Pancasila terdapat dua kata keadilan. Coba hubungkan dengan penjelasan di atas.
Kedua, keadilan. Dalam A Theory of Justice, John Rawls menggunakan argumen kontrak
sosial untuk menunjukkan bahwa keadilan, dan terutama keadilan distributif, adalah
bentuk keadilan: distribusi barang yang tidak memihak. Rawls meminta kita untuk
membayangkan diri kita di balik tabir ketidaktahuan yang menyangkal kita semua
pengetahuan tentang kepribadian kita, status sosial, karakter moral, kekayaan, bakat dan
rencana hidup, dan kemudian bertanya teori keadilan apa yang akan kita pilih untuk
mengatur masyarakat kita ketika tabir diangkat, jika kita ingin melakukan yang terbaik yang
kita bisa untuk diri kita sendiri.
Kami tidak tahu secara khusus siapa kami, dan oleh karena itu tidak dapat membiaskan
keputusan yang menguntungkan kami sendiri. Jadi, decision-in-ignorance memodelkan
keadilan, karena tidak termasuk bias egois. Rawls mengatakan bahwa kita masing-masing
akan menolak teori keadilan utilitarian bahwa kita harus memaksimalkan kesejahteraan
karena risiko bahwa kita mungkin berubah menjadi seseorang yang kebaikannya sendiri

7| KEADILAN
dikorbankan untuk keuntungan yang lebih besar bagi orang lain. Berikut dua prinsip
keadilan Rawls:
(1) Setiap orang memiliki hak yang sama atas sistem total yang paling luas dari
kebebasan dasar yang setara yang kompatibel dengan sistem kebebasan serupa
untuk semua.
(2) Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga
keduanya (memberikan keuntungan terbesar bagi yang paling tidak
diuntungkan, konsisten dengan prinsip tabungan yang adil, dan melekat pada
kantor dan posisi yang terbuka untuk semua di bawah kondisi kesetaraan
kesempatan yang adil).
Pilihan yang dibayangkan ini membenarkan prinsip-prinsip ini sebagai prinsip keadilan bagi
kita, karena kita akan menyetujuinya dalam prosedur pengambilan keputusan yang adil.
Teori Rawls membedakan dua jenis barang, yakni (a) kebaikan hak kebebasan dan (b)
barang sosial dan ekonomi, yaitu kekayaan, pendapatan dan kekuasaan - dan menerapkan
distribusi yang berbeda padanya - persamaan antar warga negara untuk persamaan kecuali
ketidaksetaraan meningkatkan posisi yang paling tidak beruntung selama.
Di satu sisi, teori keadilan distributif mungkin menegaskan bahwa setiap orang harus
mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan. Teori bervariasi pada arti dari apa yang
"pantas". Perbedaan utama adalah antara teori-teori yang mengatakan bahwa dasar gurun
yang adil harus dipegang secara setara oleh semua orang, dan oleh karena itu memperoleh
laporan egaliter tentang keadilan distributif - dan teori-teori yang mengatakan bahwa dasar
gurun yang adil didistribusikan secara tidak merata atas dasar, misalnya, kerja keras, dan
karena itu memperoleh penjelasan tentang keadilan distributif yang dengannya beberapa
harus memiliki lebih dari yang lain.
Menurut teori meritokratis, barang, terutama kekayaan dan status sosial, harus
didistribusikan untuk menyesuaikan dengan prestasi individu, yang biasanya dipahami
sebagai kombinasi antara bakat dan kerja keras. Menurut teori berbasis kebutuhan, barang,
terutama barang kebutuhan pokok seperti pangan, papan dan perawatan kesehatan, harus
didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan dasar individu. Marxisme adalah teori berbasis
kebutuhan, yang diekspresikan secara ringkas dalam slogan Marx "dari masing-masing
menurut kemampuannya, ke masing-masing menurut kebutuhannya". Menurut teori
berbasis kontribusi, barang harus didistribusikan agar sesuai dengan kontribusi individu
untuk kebaikan sosial secara keseluruhan.
Ketiga, hak milik. Dalam Anarchy, State, dan Utopia, Robert Nozick mengatakan bahwa
keadilan distributif bukanlah masalah keseluruhan distribusi yang sesuai dengan pola ideal,
tetapi hak setiap individu yang memiliki sejarah yang benar. Hanya saja seseorang memiliki
beberapa kebaikan (terutama, beberapa hak milik) jika dan hanya jika mereka memilikinya
berdasarkan sejarah yang seluruhnya terdiri dari peristiwa-peristiwa dari dua jenis:

8| KEADILAN
(1) Akuisisi hanya, terutama dengan mengerjakan hal-hal yang tidak dimiliki; dan
(2) Transfer saja, yaitu pemberian gratis, penjualan atau kesepakatan lain, tetapi
bukan pencurian ( yaitu dengan paksaan atau penipuan).
Jika rangkaian peristiwa yang mengarah pada orang yang memiliki sesuatu memenuhi
kriteria ini, mereka berhak untuk itu: bahwa mereka memilikinya adalah adil, dan apa yang
orang lain miliki atau tidak miliki atau butuhkan tidak relevan.
Atas dasar teori keadilan distributif ini, Nozick mengatakan bahwa segala upaya untuk
meredistribusi barang sesuai pola ideal, tanpa persetujuan pemiliknya, adalah pencurian.
Secara khusus, perpajakan redistributif adalah pencurian.
Beberapa ahli teori hak milik (seperti Nozick) juga mengambil pandangan konsekuensialis
tentang keadilan distributif dan mengatakan bahwa keadilan berbasis hak milik juga
memiliki efek memaksimalkan kekayaan keseluruhan sistem ekonomi.
Mereka menjelaskan bahwa transaksi sukarela (tanpa paksaan) selalu memiliki properti
yang disebut efisiensi Pareto. Hasilnya adalah dunia menjadi lebih baik secara absolut dan
tidak ada yang lebih buruk. Mereka mengatakan bahwa menghormati hak milik
memaksimalkan jumlah transaksi efisien Pareto di dunia dan meminimalkan jumlah
transaksi efisien non-Pareto di dunia ( yaitu transaksi di mana seseorang menjadi lebih
buruk). Hasilnya adalah bahwa dunia akan menghasilkan manfaat total terbesar dari
sumber daya yang terbatas dan langka yang tersedia di dunia. Selanjutnya, ini akan tercapai
tanpa mengambil apa pun dari siapa pun secara melawan hukum.
Keempat, maksimalisasi kesejahteraan. Menurut utilitarian, keadilan membutuhkan
maksimalisasi kesejahteraan total atau rata-rata di semua individu yang relevan. Ini
mungkin membutuhkan pengorbanan sebagian untuk kebaikan orang lain, selama
kebaikan setiap orang diperhitungkan secara tidak memihak. Utilitarianisme, secara umum,
mengatakan bahwa standar pembenaran untuk tindakan, institusi, atau seluruh dunia,
adalah konsekuensialisme kesejahteraan yang tidak memihak, dan hanya secara tidak
langsung, jika ada, berkaitan dengan hak, properti, kebutuhan, atau kriteria non-utilitarian
lainnya. . Kriteria lain ini mungkin secara tidak langsung penting, sejauh kesejahteraan
manusia melibatkannya. Namun demikian, tuntutan seperti hak asasi manusia hanya akan
menjadi elemen dalam penghitungan kesejahteraan secara keseluruhan, bukan hambatan
tindakan yang tidak dapat dilintasi.
10. KEADILAN RETRIBUTIF
Filosofi keadilan retributif melibatkan hukuman atas kesalahan, dan perlu menjawab tiga
pertanyaan:
(1) mengapa menghukum?
(2) siapa yang harus dihukum?
(3) hukuman apa yang harus mereka terima?

9| KEADILAN
Teori utilitarian mengharapkan konsekuensi masa depan dari hukuman, sementara teori
retributif melihat kembali ke tindakan kesalahan tertentu, dan mencoba untuk
menyeimbangkannya dengan hukuman yang pantas.
Pertama, utilitarianisme. Menurut utilitarian, keadilan membutuhkan maksimalisasi
kesejahteraan total atau rata-rata di semua individu yang relevan. Hukuman memerangi
kejahatan dengan tiga cara:
Pencegahan. Ancaman hukuman yang dapat dipercaya mungkin membuat orang membuat
pilihan yang berbeda; Ancaman yang dirancang dengan baik dapat mengarahkan orang
untuk membuat pilihan yang memaksimalkan kesejahteraan. Ini cocok dengan beberapa
intuisi yang kuat tentang hukuman yang adil: bahwa hukuman tersebut secara umum harus
proporsional dengan kejahatannya.
Kedua, Rehabilitasi. Hukuman bisa membuat "orang jahat" menjadi "lebih baik". Bagi kaum
utilitarian, yang dimaksud dengan "orang jahat" adalah "orang yang cenderung
menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan (seperti penderitaan)". Jadi, utilitarianisme
dapat merekomendasikan hukuman yang mengubah seseorang sedemikian rupa sehingga
mereka cenderung tidak menyebabkan hal-hal buruk.
Ketiga, keamanan / ketidakmampuan . Mungkin ada orang yang menjadi penyebab hal-
hal buruk yang tidak dapat ditebus. Jika demikian, memenjarakan mereka dapat
memaksimalkan kesejahteraan dengan membatasi kesempatan mereka untuk
menyebabkan kerugian dan oleh karena itu manfaatnya terletak pada perlindungan
masyarakat.
Jadi, alasan hukuman adalah maksimalisasi kesejahteraan, dan hukuman harus dilakukan
siapa pun, dan dalam bentuk dan berat apa pun, diperlukan untuk memenuhi tujuan itu.
Hal ini terkadang membenarkan untuk menghukum orang yang tidak bersalah, atau
memberikan hukuman berat yang tidak proporsional, ketika hal itu akan memiliki
konsekuensi terbaik secara keseluruhan (mungkin mengeksekusi beberapa tersangka
pengutil secara langsung di televisi akan menjadi pencegahan yang efektif untuk mengutil,
misalnya). Ini juga menunjukkan bahwa hukuman mungkin ternyata tidak pernah benar,
tergantung pada fakta tentang apa konsekuensi sebenarnya yang dimilikinya.
Keempat, retributivisme. Retributivist akan menganggap konsekuensialisme salah. Jika
seseorang melakukan sesuatu yang salah, kita harus merespons dengan menghukum
tindakan yang dilakukan itu sendiri, terlepas dari apa hasil hukuman yang dihasilkan.
Perbuatan salah harus diimbangi atau diperbaiki dengan cara tertentu, sehingga penjahat
layak dihukum. Dikatakan bahwa semua orang yang bersalah, dan hanya orang yang
bersalah, pantas mendapatkan hukuman yang pantas. Ini cocok dengan beberapa intuisi
yang kuat tentang hukuman yang adil: bahwa hukuman itu harus proporsional dengan
kejahatannya, dan hukuman itu harus dilakukan hanya dan semua orang yang bersalah.
Namun, terkadang dikatakan bahwa retributivisme hanyalah balas dendam terselubung.

10| KEADILAN
Namun, ada perbedaan antara retribusi dan balas dendam: yang pertama tidak memihak
dan memiliki skala kesesuaian, sedangkan yang terakhir bersifat pribadi dan berpotensi
tidak terbatas dalam skala.
Kelima, keadilan restoratif. Keadilan restoratif (juga kadang-kadang disebut "keadilan
reparatif") adalah pendekatan keadilan yang berfokus pada kebutuhan korban dan
pelanggar, bukannya memenuhi prinsip-prinsip hukum yang abstrak atau menghukum
pelanggar. Korban mengambil peran aktif dalam proses tersebut, sementara pelaku
didorong untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka, "untuk memperbaiki kerusakan
yang telah mereka lakukan - dengan meminta maaf, mengembalikan uang yang dicuri, atau
layanan masyarakat". Ini didasarkan pada teori keadilan yang menganggap kejahatan dan
perbuatan salah sebagai pelanggaran terhadap individu atau komunitas daripada negara.
Keadilan restoratif yang mendorong dialog antara korban dan pelaku menunjukkan tingkat
kepuasan korban dan akuntabilitas pelaku yang tertinggi.
Keenam, teori campuran. Beberapa filsuf modern mengatakan bahwa teori Utilitarian dan
Retributif tidak saling eksklusif. Misalnya, Andrew von Hirsch, dalam bukunya tahun 1976,
Doing Justice, menyarankan bahwa kita memiliki kewajiban moral untuk menghukum
kejahatan yang lebih besar lebih dari yang lebih kecil. Namun, selama kita mematuhi
batasan itu, maka cita-cita utilitarian akan memainkan peran sekunder yang signifikan.
11.ANEKA PANDANGAN LAINNYA TENTANG KEADILAN
Pertama, Pandangan John Rawls. Filsafat politik dan moral 'sistematis' atau 'terprogram' di
Barat dimulai dengan pertanyaan, 'Apa itu Keadilan?' Menurut kebanyakan teori keadilan
kontemporer, keadilan sangat penting: John Rawls mengklaim bahwa "Keadilan adalah
kebajikan pertama dari institusi sosial, karena kebenaran adalah sistem pemikiran." Dalam
pendekatan klasik, terbukti dari Plato hingga Rawls, konsep 'keadilan' selalu ditafsirkan
dalam oposisi logis atau 'etimologis' terhadap konsep ketidakadilan.
Pendekatan semacam itu mengutip berbagai contoh ketidakadilan, sebagai masalah yang
harus diatasi oleh teori keadilan. Namun, sejumlah pendekatan pasca-Perang Dunia II
menantang dualisme yang tampaknya jelas antara kedua konsep tersebut.
Keadilan dapat dianggap berbeda dari kebajikan, amal, kehati-hatian, belas kasihan,
kemurahan hati, atau kasih sayang, meskipun dimensi-dimensi ini secara teratur dipahami
juga saling terkait. Keadilan adalah konsep kebajikan utama, yang merupakan salah
satunya. Keadilan metafisik sering dikaitkan dengan konsep takdir, reinkarnasi atau
Penyelenggaraan Ilahi, yaitu dengan kehidupan yang sesuai dengan rencana kosmik.
Asosiasi keadilan dengan keadilan dengan demikian secara historis dan budaya tidak dapat
dicabut.
Kedua, persamaan. Dalam teori politik, liberalisme mencakup dua elemen tradisional:
kebebasan dan kesetaraan. Kebanyakan teori keadilan kontemporer menekankan konsep
kesetaraan, termasuk teori keadilan Rawls sebagai keadilan. Bagi Ronald Dworkin, gagasan

11| KEADILAN
kesetaraan yang kompleks adalah kebajikan politik yang berdaulat. Dworkin menimbulkan
pertanyaan apakah masyarakat berada di bawah kewajiban keadilan untuk membantu
mereka yang bertanggung jawab atas fakta bahwa mereka membutuhkan bantuan.
Kerumitan muncul dalam membedakan masalah pilihan dan masalah kebetulan, serta
keadilan bagi generasi mendatang dalam redistribusi sumber daya yang dia dukung.
Ketiga, kesetaraan di depan hukum. Hukum memunculkan isu-isu penting dan kompleks
tentang kesetaraan, keadilan, dan keadilan. Ada pepatah lama yang mengatakan bahwa
'Semua sama di depan hukum'. Kepercayaan pada persamaan di depan hukum disebut
egalitarianisme hukum. Dalam kritik terhadap keyakinan ini, penulis Anatole France
berkata pada tahun 1894, "Dalam persamaannya yang agung, hukum melarang orang kaya
dan miskin sama-sama tidur di bawah jembatan, mengemis di jalan, dan mencuri roti."
Dengan perkataan ini, Prancis mengilustrasikan kekurangan mendasar dari teori kesetaraan
hukum yang tetap buta terhadap ketidaksetaraan sosial; hukum yang sama yang diterapkan
untuk semua mungkin memiliki efek merugikan yang tidak proporsional pada mereka yang
paling tidak berkuasa.
Keempat, keadilan relasional. Keadilan relasional berusaha untuk memeriksa hubungan
antara individu dan berfokus pada hubungan mereka dalam masyarakat, sehubungan
dengan bagaimana hubungan ini dibangun dan dikonfigurasikan. Dalam pandangan
normatif, fokus ini mencakup pemahaman tentang bagaimana seharusnya hubungan
tersebut. Dalam pandangan politik, fokus ini mencakup metode pengorganisasian orang-
orang dalam masyarakat.
Teori keadilan Rawls mempertaruhkan tugas keadilan sebagai pemerataan distribusi
barang-barang sosial utama untuk memberi manfaat bagi mereka yang paling tidak mampu
dalam masyarakat. Namun, skema distributifnya, dan akun distributif keadilan lainnya
tidak secara langsung mempertimbangkan hubungan kekuasaan antara dan di antara
individu.
Mereka juga tidak membahas pertimbangan politik seperti berbagai struktur pengambilan
keputusan, seperti divisi budaya kerja, atau konstruksi makna sosial. Bahkan nilai dasar
harga diri Rawls sendiri tidak dapat dikatakan setuju dengan distribusi.
Iris Marion Young menuduh bahwa akun distributif keadilan gagal memberikan cara yang
memadai untuk mengkonseptualisasikan keadilan politik karena gagal memperhitungkan
banyak tuntutan kehidupan biasa dan bahwa pandangan relasional tentang keadilan yang
didasarkan pada pemahaman perbedaan di antara kelompok-kelompok sosial
menawarkan pendekatan yang lebih baik, yang mengakui hubungan kekuasaan yang tidak
adil antara individu, kelompok, dan struktur kelembagaan.
Kim Young juga mengambil pendekatan relasional untuk masalah keadilan, tetapi
berangkat dari advokasi politik Iris Marion Young tentang hak kelompok dan sebaliknya,
ia menekankan aspek individu dan moral dari keadilan. Mengenai aspek moral,

12| KEADILAN
menurutnya keadilan mencakup tindakan yang bertanggung jawab berdasarkan lembaga
moral yang rasional dan otonom, dengan individu sebagai pemikul hak dan kewajiban
yang tepat. Secara politis, ia menegaskan bahwa konteks keadilan yang tepat adalah bentuk
liberalisme dengan unsur-unsur tradisional yaitu kebebasan dan kesetaraan, bersama
dengan konsep keberagaman dan toleransi.
Kelima, liberalisme klasik. Kesetaraan di depan hukum adalah salah satu prinsip dasar
liberalisme klasik. Liberalisme klasik menuntut persamaan di depan hukum, bukan untuk
persamaan hasil. Liberalisme klasik menentang pengejaran hak kelompok dengan
mengorbankan hak individu. Selain kesetaraan, kebebasan individu berfungsi sebagai
gagasan inti liberalisme klasik. Mengenai komponen kebebasan, Isaiah Berlin
mengidentifikasi kebebasan positif dan negatif dalam "Dua Konsep Kebebasan", yang
menganut pandangan kebebasan negatif, dalam bentuk kebebasan dari campur tangan
pemerintah. Dia lebih jauh memperluas konsep kebebasan negatif dalam mendukung
prinsip kerugian John Stuart Mills: "satu-satunya tujuan yang menjamin umat manusia,
secara individu dan kolektif, dalam mengganggu kebebasan bertindak dari jumlah mereka,
adalah perlindungan diri", yang mewakili pandangan liberal klasik tentang kebebasan.
11.AGAMA DAN SPIRITUALITAS
Orang Yahudi, Kristen, dan Muslim secara tradisional percaya bahwa keadilan adalah suatu
saat, nyata, benar, dan, secara khusus, konsep yang mengatur bersama dengan belas
kasihan, dan bahwa keadilan pada akhirnya berasal dari dan dipegang oleh Tuhan.
Silakan perdalam pandangan agama yang saudara anut tentang keadilan.
12. HUKUMAN
Dalam hukum pidana, kalimat merupakan tindakan eksplisit akhir dari proses yang
dipimpin hakim, dan juga tindakan prinsip simbolis yang terkait dengan fungsinya.
Hukuman tersebut umumnya dapat berupa keputusan penjara, denda dan / atau hukuman
lain terhadap terdakwa yang terbukti melakukan kejahatan. Hukum dapat menentukan
kisaran hukuman yang dapat dijatuhkan untuk berbagai pelanggaran, dan pedoman
hukuman terkadang mengatur hukuman dalam rentang tersebut yang dapat dikenakan
dengan serangkaian karakteristik pelanggaran dan pelaku tertentu.
Dalam kasus perdata, keputusan biasanya dikenal sebagai putusan, atau penetapan,
daripada hukuman. Kasus perdata diselesaikan terutama melalui kompensasi uang atas
kerugian yang terjadi ("kerusakan") dan perintah yang dimaksudkan untuk mencegah
kerugian di masa mendatang (misalnya, perintah pengadilan). Di bawah beberapa sistem
hukum, pemberian ganti rugi melibatkan beberapa ruang lingkup untuk retribusi,
penolakan dan pencegahan, melalui kategori tambahan kerusakan di luar kompensasi
sederhana, yang mencakup efek hukuman, penolakan sosial, dan kemungkinan,
pencegahan, dan kadang-kadang pencabutan (kehilangan keuntungan apa pun) , meskipun
tidak ada kerugian yang ditimbulkan kepada pihak lain).

13| KEADILAN
13.PERSPEKTIF EVOLUSI
Etika evolusioner dan evolusi moralitas menunjukkan dasar evolusi untuk konsep keadilan.
Penelitian kriminologi biososial mengatakan bahwa persepsi manusia tentang apa yang
pantas untuk peradilan pidana didasarkan pada bagaimana menanggapi kejahatan di
lingkungan kelompok kecil leluhur dan bahwa tanggapan ini mungkin tidak selalu sesuai
untuk masyarakat saat ini.
14.REAKSI TERHADAP KEADILAN
Studi di UCLA pada tahun 2008 telah menunjukkan bahwa reaksi terhadap keadilan
"terhubung" ke otak dan bahwa, "Keadilan mengaktifkan bagian yang sama dari otak yang
merespons makanan pada tikus ... Ini konsisten dengan gagasan bahwa diperlakukan
dengan adil memenuhi kebutuhan dasar ". Penelitian yang dilakukan pada tahun 2003 di
Universitas Emory yang melibatkan monyet capuchin menunjukkan bahwa hewan
kooperatif lain juga memiliki perasaan seperti itu dan bahwa "penolakan ketidaksetaraan
mungkin bukan manusia yang unik".
15.LEMBAGA DAN KEADILAN
Di dunia di mana orang-orang saling berhubungan tetapi mereka tidak setuju, institusi
diperlukan untuk menciptakan cita-cita keadilan. Lembaga-lembaga ini dapat dibenarkan
oleh perkiraan instantiasi keadilan mereka, atau mereka mungkin sangat tidak adil jika
dibandingkan dengan standar ideal - pertimbangkan lembaga perbudakan. Keadilan adalah
cita-cita yang gagal dijalankan dunia, kadang-kadang karena penolakan yang disengaja
terhadap keadilan meskipun ada pemahaman, yang bisa menjadi bencana. Persoalan
keadilan institutif memunculkan persoalan legitimasi, prosedur, kodifikasi dan interpretasi,
yang dianggap oleh para ahli teori hukum dan oleh para filsuf hukum. Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan 16 Perserikatan Bangsa-Bangsa menekankan perlunya institusi
yang kuat untuk menegakkan keadilan.

TUGAS
1. Relator diminta untuk membuat sebuah akun youtube bernama FISIP SEM II 2021.
2. Bagikan passwordnya kepada setiap peserta kuliah kita.
3. Setiap peserta membuat video dirinya sendiri menjelaskan atau mengulangi
penjelasan tentang bagian tertentu dari naskah atau materi kuliah ini. Misalnya
Dinda memilih No 15.Lembaga Keadilan.
4. Hasilnya nanti diharapkan bisa lebih baik dari video contoh berikut
https://www.youtube.com/watch?v=p96KId_wNBA
5. Panjang video antara 3 sampai 5 menit.

14| KEADILAN

Anda mungkin juga menyukai