Anda di halaman 1dari 15

Nama : M.

Sadewa Rafie Aldiza


NIM : 1809112495
Matkul : Hukum Filsafat
BAB I : ZAMAN YUNANI-ROMAWI
Pada abad VI dan V sebelum Masehi belum ada negara Yunani, namun kota-kota (polis)
seperti Milete, Athena, Sparta, dll sudah mempunyai hidup bernegara yang teratur dan masing-
masing kota tetap berdaulat. Di Athena, timbul pemikiran tentang negara dan hukum
sebagaimana yang dialami orang-orang di dalam kota itu sendiri dengan tujuan memeriksa
situasi yang mereka hadapi dan mencari garis-garis kebijaksanaan dalam membentuk suatu
negara yang baik dan hukum yang sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita warga negara.
Pemikiran-pemikiran tentang hukum dan negara hanya merupakan sebagian dari suatu
pandanganan hidup yang menyeluruh. Filsafat Yunani mencapai puncaknya (abad IV SM) dalam
sistem-sistem Plato dan Aristoteles. Akhir abad IV Aleksander Agung menyerbu plos-polis
Yunani, kemudian juga semua negara tetangga seperti Yunani, Mesir dan Kawasan Timur tengah
sampai sungai Indus. Kemudian ia menanamkan dan menyebarkan kebudayaan Yunani.
Sesudah kematiannya pada tahun 323 SM, pengaruh kebudayaan Yunani dipertahankan
oleh pemimpin-pemimpin kerajaan-kerajaan yang didirikannya. Demikian selama abad IV dan
III SM kebudayaan Yunani disebarkan dimana-mana. Oleh karena itu zaman sesudah Aleksander
disebut zaman Hellenisme (Hellas= Yunani).
Dalam abad-abad yang sama, kota Roma muncul sebagai kuasa dunia baru dan lama-
kelamaan mengambil alih kekuasaan di wilayah-wilayah yang dulunya direbut Aleksander
Agung. Dengan demikian orang-orang Romawi kemudian juga dipengaruhi oleh kebudayaan
Hellenisme.

1. ALAM PIKIRAN KUNO (abad VI dan V SM)


Di Yunani alam pikiran kuno ditandai suatu semangat religious yang mendalam
dan terdapat dua religi yang dibedakan. Aliran pertama adalah aliran religi primitive yaitu
memandang semesta alam sebagai suatu kekuasaan yang mengancam manusia. Maka dari
itu perlu orang untuk menghadapi sesuatu yang penuh misteri, sesuatu yang sakral. Hidup
manusia terkandung dalam ala mini, karena itu merupakan bagian dari misteri itu juga.
Seperti alam sendiri kehidupan manusia berjalan terus tanpa diketahui jalannya, semata-
mata di bawah kekuasaan senasib (anangke). Ternyata pandangan religious ini berkaitan
dengan segi material hidup.
Yang kedua adalah alian religi lain dalam religi dewa-dewi Olimpus (Zeus,
Apollo, Athena, Aphrodite). Aliran ini tidak diutamakan yang gelap, tetapi justru
ditampilkan yang terang, yang sesuai dengan akal budi (logos) manusia. Ternyata
padangan religious ini terjalin dengan segi kehidupan spiritual dan rasional.
Pandangan hidup yang terkandung dalam kedua aliran ini sangat mempengaruhi
filsafat Yunani, terutama filsafat tentang manusi. Manusia terdiri atas dua bagian, bagian
yang gelap yakni materi atau badan, dan bagian yang terang yakni roh atau jiwa. Badan
berasal dari dunia, roh dari yang ilahi, dari surga.
Polis merupakan perwujudan yang utama dari logos, oleh sebab logos
menciptakan bentuk, ukuran dan harmoni, yang menghasilkan aturan. Hidup dalam polis
pada dasarnya bersifat religious. Agama resmi dari polis itu adalah agama Olimpus.
Tetapi pada kenyataannya orang banyak dipengaruhi oleh agama alam kuno. Menurut
keyakinan banyak orang tak mungkin kehendak dewa-dewi mengalahkan nasib yang
menguasai dunia dan hidup.
a. FILSUF-FILSUF PERTAMA
ANAXIMANDER berpendapat bahwa keharusan alam dan hidup kurang
dimengerti manusia. Tetapi jelas baginya, bahwa keteraturan hidup bersama harus
disesuaikan dengan keharusan alamiah. Bila itu terjadi, timbullah keadilan (dike).
HERAJKEITOS berpandangan juga, bahwa hidup manusia harus sesuai dengan
keteraturan alamiah, tetapi padanya keharusan alamiah telat digabungkan juga dengan
pengertian-pengertian yang berasala dari logos. PARMENIDES berpendapat bahwa
logos membimbing arus alam, sehingga apam dan hidup mendapat suatu keteraturan yang
terang dan tetap.
b. KAUM SOFIS
Kaum Sofis memulai kegiatannya pada abad V SM. Pada abad itu, kebanyakan
polis Yunani sudah mendapat bentuknya yang demokratis. Artinya sejak abad itu polis
bukan lagi kepentingan para sesepuh (res patricia), melainkan menjadi kepentingan
umum (res republica). Daoat dikatakan bahwa di sini polis telah mempunyai aturan
hukum yang terang dan sudah berubah. Artinya menjadi hukum yang terang melalui
undang-undang polis dan praktek hukum yang sesuai. Hal ini dapat diungkapkan juga
dengan lambing-lambang religious, yakni : Zeus (dewa religi yang terang) berdamai
dengan Moira (dewa religi yang gelap/Moira = nasib).
Dalam suatu negara demokratis peranan warga-warga negara dalam membentuk
undang-undang memang besar. Hal ini membawa PROTAGORAS, salah seorang sofis,
kepada pernyataan bahwa warga-warga polis seluruhnya menentukan isi undang-undang,
sehingga baik dan adil tidak tergantung lagi dari aturan alam, melainkan hanya dari
keputusan manusia. Dengan kata lain : tidak terdapat kebenaran obyektif ; manusia
adalah ukuran segala-galanya (pantoon khrematoon metron Anthropos)
c. SOKRATES (469-399 SM)
Sokrates sama sekali tidak menyetujui pandangan kaum sofis tersebut. Sebaliknya
ia berpendapat, bahwa kebenaran sifat obyektif dan sebagai demikian merupakan
pedoman yang tetap sama bagi manusia. Oleh karena itu Sokrates selalu berusaha
mendidik kaum muda dalam kebenaran dengan bertanya kepada mereka tentang berbagai
macam hal. Dengan ditingkatkannya pengetahuan, orang akan dibawa kepada yang baik
dan yang benar. Karena diutamakannya prinsip kebenaran dan kebaikan, yang kadang-
kadang menentang adat kebiasaan, ia dituduh merisitkan kehidupan moral orang dan
dijatuhi hukuman mati.
2. PLATO (427-347 SM)
Plato hidup di Athena sebagai guru di suatu sekolah filsafat dalam rumah yang
dinamakan Akademia. Tujuannya ialah mendidik orang-orang muda dalam keutamaan
sebagai warga-warga polis yang benar. Salah satu anasir dasar filsafat Plato ialah
perbedaan yang nyata antara gejala (fenomen) dan bentuk ideal (ideos). Plato
berpandangan bahwa disamping dunia fenomen, yang kelihatan, terdapat suatu dunia
lain, yang tidak kelihatan, yakni dunia eidos. Dunia yang tidak kelihatan itu tercapai
melaui pengertian (theoria).
Arti aturan negara yang adil dapat dipelajari dari aturan lain yakni aturan yang
baik dari jiwa. Jiwa manusia terdiri dari tiga bagian, bagian pikiran (logistikon), bagian
perasaan dan nafsu, baik psikis maupun jasmani (epithumetikon), dan bagian rasa baik
dan rasa jahat (thumoeides).
Seperti halnya dalam jiwa manusia, demikian juga dalam negara, negara harus
diatur secara seimbang menurut bagian-bagiannya, supaya adil. Sebenarnya pandangan
Plato tentang negara yang ideal merupakan pandangan totaliter. Bagi plato hidup dalam
negara mencakup seluruh hidup manusia. Sesuai dengan pandangan ini dikemukkan juga,
bahwa manusia dapat hidup dan berkembang menurut hakekatnya hanya melalui negara.
Walaupun terdapat eidos negara sebagai model bagi negara empiris, namun Plato
harus menyaksikan, bahwa negara ideal, yang dipimpin oleh orang bijaksana tifak pernah
diwujudkan. Lebih buruk lagi di mana-mana negara empiris cenderung makin merosot.
Di tempat-tempat di mana dahulu trentara berkuasa (timokrasi) kemudian beberapa orang
kaya merebut kekuasaan (oligarki). Selanjutnya dari orang kaya kekuasaan diambil alih
lagi oleh kelas tiga (demokrasi). Akhirnya keadaan lebih merosot lagi, bila kekuasaan
jatuh dalam tangan satu orang yang memerintah dengan sewenang-wenang (tirani).
Perkembangan ini, plato menyatakan ketidakseimbangan antara ideal dan realitas
menimbulkan suatu krisis dalam pemikiran Plato. Akhirnya ketidakseimbangan itu
diterangkan oleh plato sebagai pertentangan antara dua prinsip yang menguasai semesta
alam dan pada khususnya manusia, yakni roh (nous) dan materi (hule), yang saling
berlawanan. Plato harus mengakui bahwa roh tidak mampu menguasai materi dan nasib
(anagke) yang bertalian dengannya.
Ada baiknya, kata Plato, untuk menghimpun aturan-aturan hukum yang berlaku
dalam negara, supaya kebebasan dan keteraturan terjamin. Dengan mengemukakan
pendapat ini Plato mengubah pendaparnya yang terdahulu, waktu menulis buku politea.
Wakti itu dikatakannya, bahwa cukuplah mereka yang memerintah mengambil keputusan
sesuai dengan situasi atas dasar kebijaksanaan.
Orang-orang yang melanggar undang-undang harus dihukum. Tetapi hukuman
tidak pernah boeh dipandang sebagai balasan terhadap ketidakadilan. Alasannya ialah
bahwa pelanggaran-pelanggaran merupakan suatu penyakit dalam bagian intelektual
mausia (logistikon). Artinya seorang penjahat belum tahu cukup tentang keutamaan yang
harus dituju dalam hidup. Akan tetapi kemungkinan besar pengetahuan itu dapat
ditambah melalui Pendidikan, sehingga ia sembuh dari penyakitnya. Maka hukuman
bertujuan memperbaiki sikap moral si penjahat. Tetapi seandainya penyakit itu tidak
dapat disembuhkan, orang itu harus dibunuh.
3. ARISTOTELES (384-322 SM)
Aristoteles adalah murid Plato, waktu mudanya Aristoteles menganut filsafat
Plato, tetapi lama-kelamaan dibangunna filsafatnya sendiri. Buku-bukunya yang
ditulisnya adalah Logika, Phisika, Metaphisika, Etika Nikomacheia. Tentang negara dan
hukum ditulisnya : Politika (8 buku).
Menurut Aristoteles tidak mungkin dunia dibagi terbagi menjadi dunia matero dan
rohani, itu tidak mungkin. Sebabnya jika dunia rohani terlepas sama sekali dari dunia
materi, dunia rohani tidak berguna bagi dunia materi. Bahkan ide-ide rohani (eidos) tidak
dapat dikenal manusia, termasuk dunia materi ini juga. Namun Aristoteles mengakui
bahwa terdapat ide-ide rohani, sebagai obyek pengertian, yang berbeda dari hal-hal
konkret yang merupakan obyek pengalaman manusia.
Disimpulkannya, bahwa ide-ide itu merupakan hasil abstraksi daripada sesuatu
yang ada dalam hal konkret itu, yakni bentuk dan hakekat. Bentuk itu pertama-tama
ditemukan dalam hal konkret, kemudian juga dalam ide yang diperoleh manusia melalui
abstraksi. Terdapat empat prinsip realitas, yakni prinsip material (causa materials),
prinsip formal (causa formalis), prinsip efisien (causa efficiens), prinsip final (causa
finalis). Melalui prinsip-prinsip ini Aristoteles menerangkan aturan-aturan semesta alam
Aturan semesta alam itu pertama-tama bersandar pada bentuk atau hakekat yang
dimiliki setiap makhluk. Terdapat bermacam-macam bentuk, ada yang tinggi, ada yang
rendah, akan tetapi semua makhluk mempunyai bentuk yang tertentu, dan hidup serta
berkembang menurut bentuk itu. Semua makhluk menuju ke kesempurnaannya, sesuai
dengan hakekatnya. Dengan kata lain : tujuan segala makhluk adalah yang baik, akan
tetapi sesuai dengan hakekatnya masing masing.
Bukan hanya berhubungan dengan hakekat yang dimiliki segala makhluk, tetapi
juga dengan tujuan ekstern yang menjamin kebaikan keseluruhan. Disimpulkan bahwa
dalam semesta alam terdapat dua tujuan atau finalitas yaitu : finalitas dari makhluk
sendiri, dan finalitas makhluk yang satu terhadap yang lain.
Terdapat satu aturan lagi, yakni suatu tujuan terakhir, Budi Ilahi. Budi Ilahi
merupakan Budi Murni, penggerak yang tidak bergerak. Oleh karena Budi itu lepas dari
materi, ia tidak mempunyai hubungan juga dengan makhluk-makhluk material. Budi itu
mengatur bentuk/hakekat, bukan materi.
Seperti semua makhluk manusia terdiri atas dus prinsip, yaitu materi dan bentuk.
Materi adalah badan ; karena badan material itu manusia harus mati. Jiwa intelektif
manusia mempunyai hubungan, baik dengan dunia materi maupun dengan dunia rohani,
maka Aristoteles membedakan antara bagian akal budi yang pasif dan yang aktif. Bagian
akal budi yang pasif adalah untuk berhubungan dengan materi, dan bagian akal budi yang
aktif adalah untuk berhubungan dengan rohani. Bagian akal budi yang aktif itu adalah
bersifat murni dan ilahi.
Aristoteles juga berpendapat bahwa manusia hanya dapat berkembang dan
mencapai kebahagiaan, kalau ia hidup dalam polis. Aristoteles berpendirian bahwa
manusia adalah warga polis seperti halnya bagian dari suatu keseluruhan. Itu pertama-
tama berarti, bahwa manusia menurut hakekatnya adalah makhluk polis (zoon politikon).
Juga berarti bahwa negara melebihi individu-individu dan menjadi tujuan semua
kegiatannya. Maka bagi Aristoteles negara adalah bersifat totaliter.
Hukum yang harus ditaati demi keadilan dibagi dalam hukum alam dan hukum
positif. Dengan ini untuk pertama kalinya muncul suatu oengertian hukum alam yang
berbeda dari hukum posiitf. Dalam filsafat sebelum Aristoteles hukum alam merupakan
aturan semesta alam, dan sekaligus aturan hidup bersama melalui undang-undang.
Jasa Aristoteles sebagai pemikir tentang hukum cukup mencolok. Dialah pertama-
tama membedakan antara hukum alam dan hukum positif, lagipula untuk pertama kalinya
mengerjakan suatu teori keadilan. Namun pengertian hukum yang dihasilkannya masih
kurang lengkap.
4. HUKUM ROMAWI (abad III SM-abad V SM)
Sejak didirikannya kota Roma pada abad VIII SM orang Romawi membentuk
peraturan-peraturan hidup bersama sesuai dengan kebutuhan rakyat. Pada permulaan
peraturan itu menyangkut kehidupan dalam kota. Aliran filsafat yang paling
mempengaruhi pandangan orang Romawi mengenai hukum adalah aliran Stoa. Aliran
filsat ini berasal dari Yunani, tetapi kemudian menjalar di selurut kerajaan Romawi.
SENECA (4 SM-65 SM) dan kaisar MARCUS AURELIUS (121-180) dapat dipandang
sebagai penganut aliran Stoa itu. CICERO (106-43 SM). Lebih baik digolongkan pada
eklektisme
Ide dasar Stoa ialah, bahwa semuanya ayang ada merupakan suatu kesatuan yang
teratur (kosmos), berkat suatu prinsip yang menjamin kesatuan itu, yakni jiwa dunia
(logos). Logos itu tidak lain dari Budi Ilahi, yang menjiwai segala. Oleh sebab manusia
mengambil bagian dalam kesatuan itu, ia memiliki hubungan dengan logos juga : logos
itu menjiwainya dan menghubungkannya dengan segala yang ada.
Aturan hukum terwujud dalam keluarga, dalam negara, dalam masyarakat umat
manusia, akhirnya juga dalam masyarakat universal. Dlam aturan yang terkahie ini
tiap=tiap manusia harus memperhatikan dua hubungan, yakni terhadap dewa-dewi dan
terhadap sesame manusia. Hubungan dengan sesame manusia berdasarkan dua prinsip,
yakni : ‘jangan merugikan seseorang’ (neminem laedere) dan ‘berikanlah kepada tiap-tiap
manusia apa yang menjadi haknya’ (unicuique suum tribuere). Orang disebut adil dalam
arti sempit bila ia mentaati prinsip-prinsip tersebut.
Hukum bangsa-bangsa Romawi sebenarnya bukanlah hukum bangsa-bangsa
dalam arti modern, yakni suatu hukum yang mengatur hubungan antara bangsa. Hukum
bangsa-bangsa Romawi lebih-lebih merupakan suatu hukum privat dipraktekkan oleh
semua bangsa, hukum antara bangsa belum terwujud.
Kadang-kadang hukum bangsa-bangsa Romawi tidak dapat disetujui isinya.
Perbudakan misalnya dianggap termasuk hukum bangsa-bangsa. Tetapi perbudakan sulit
dapat diterima sebagai hukum alam. Pun pula dalam rangka pikiran Stoa, oleh sebab
melawan kesamaan manusia. Maka dari segi ini tidak dapat dibenarkan bahwa
perbudakan termasuk hukum bangsa-bangsa juga.
ABAD PERTENGAHAN
Abad pertengahan adalah penciptaan agama Kristiani dan Islam di satu pihak, dan
bangsa-bangsa Eropa dan Arab di lain pihak. Agama-agama dan bangsa-bangsa baru itu
membawa ide-ide dan tatacara baru. Akibatnya suasana selama Abad pertengahan berlainan
dengan suasana pada zaman sebelumnya.
Agama yang pertama-tama muncul adalah agama Kristiani. Agama ini timbul di Timur
Tengah, lalu menyebar ke seluruh kekaisaran Romawi. Pengaruhnya bertambah lagi, ketika
agama Kristiani resmi diakui dengan dekrit Milan oleh kaisar Konstantin.
Ide-ide baru yang disebar oleh agama baru itu ialah:
 Seluruh dunia, yakni semesta alam seluruhnya, termasuk materi, diciptakan oleh Allah.
 Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai kesatuan. Dengan ini ditinggalkan pandangan
dualistis terhadap manusia, yang hidup terus dalam Neoplatonisme dari abad-abad yang
pertama.
 Manusia diciptakan sebagai manusia bebas, tetapi ia menyalahgunakan kebebasannya dan
karenanya ia menjadi seorang manusia yang berdosa.
Ternyata kebenaran agama lebih dihargai daripada pikiran-pikiran para filsuf zaman
klasik itu. Hal ini nampak pada seorang agamawan yang besar pada akhir kekaisaran Romawi,
yakni Augustinus.
Sistem-sistem pikiran yang menyatakan semangat zaman itu disebut Skolastik. Sistem-
sistem itu diajarkan di sekolah-sekolah yang dibangun disamping gereja-gereja besar, tetapi
terutama di universitas-universitas yang mulai didirikan dalam abad-abad.
Sementara itu di Timur Tengah timbullah suatu agama baru lagi, yakni agama Islam.
Sejak tahun lahirnya Hijriah agama itu mulai disebarluaskan di bagian-bagian Asia, Afrika, dan
Eropa Selatan. Bangsa-bangsa yang pertama-tama menerima agama baru itu adalah bangsa Arab.
Tanggapan tentang hukum selama Abad Pertengahan akan di bahas dalam tiga fasal:
1. Augustinus
2. Thomas Aquinas
3. Hukum Islam

1. AUGUSTINUS
Augustinus adalah pemikir Kristiani yang paling besar pada abad-abad pertama. Menurut
pandangannya kebenaran tidak ditemukan pertama-tama dalam pikiran akal budi teoretis
sebagaimana diajarkan oleh filsuf-filsuf.Menurut Augustinus Allah adalah bukan hanya Budi
Ilahi, melainkan pertama-tama Kehendak Ilahi atau Cinta Ilahi. Melalui Budi-Nya Allah
menciptakan segala-galanya, lalu ia menjaganya dalam cinta kasih-Nya. Menjaga atau
memelihara itu dimungkinkan, oleh sebab dalam Allah terletak suatu rencana tentang
berjalannya semesta alam. Rencana tentang alam ini oleh Augustinus disebut hukum abadi (lex
aeterna)
Hukum abadi yang terletak dalam Budi Tuhan ditemukan juga dalam jiwa manusia.
Sebagai demikian hukum itu disebut hukum alam (lex naturalis). Partisipasi hukum abadi itu
nampak dalam rasa keadilan, yakni suatu sikap jiwa untuk memberikan kepada setiap manusia
apa yang patut baginya, dengan mengindahkan juga tuntutan-tuntutan kepentingan
umum.Pandangan Augustinus atas hukum positif kurang jelas. Kadang-kadang dikatakannya
bahwa hukum itu harus berdasarkan pada hukum alam supaya mempunyai kekuatan hukum.
Kadang-kadang dikatakannya juga bahwa berlakunya hukum tergantung dari pengesahan oleh
negara. Di sini Augustinus menghadapi dilemma yang akan timbul kembali dalam seluruh
sejarah filsafat hukum.
2. THOMAS AQUINAS
Thomas Aquinas adalah seorang rohaniwan Gereja Katolik yang lahir di Italia, lalu
belajar di Paris dan Koln di bawah bimbingan ALBERTUS MAGNUS. Sebagai doctor Filsafat
dan Teologi ia mengajar di Paris dan di beberapa tempat di Italia.Dalam membahas arti hukum
Thomas mulai membedakan antara hukum-hukum yang berasal dari wahyu dan hukum-hukum
yang dijangkau oleh akal budi manusia sendiri. Hukum yang didapati dari wahyu disebut ‘hukum
ilahi positif’ (ius divinum positivum).
Tentang hukum yang berasal dari wahyu dapat dikatakan, bahwa hukum itu mendapat
bentuknya dalam norma-norma moral agama. Sering kali norma-norma itu sama isinya dengan
norma-norma yang umumnya berlaku dalam hidup manusia. Hal itu dimungkinkan karena apa
yang dapat kita ketahui dari wahyu, dapat kita ketahui juga melalui akal budi yang berpikir sehat
dan tertib. Pengertian tentang hukum dalam negara oleh Thomas didasarkan seluruhnya pada
kebenaran-kebenaran yang didapati akal budi manusia.
Thomas Aquinas bertolak dari ide-ide dasar filsafat Aristoteles. Seperti Aristoteles,
Thomas memandang semesta alam sebagai suatu kesatuan substasni-substansi dengan wujud
yang berbeda-beda. Semua substansi itu disamping mempunyai tujuannya sendiri, mempunyai
juga suatu tujuan di luar wujudnya, yakni benda mati berguna untuk tumbuh-tumbuhan dan
semua makhluk yang lebih tinggi, tumbuh-tumbuhan untuk binatang dan manusia, binatang
untuk manusia.
Hukum alam yang oleh akal budi manusia ditimba dari aturan alam, dapat dibagi dalam
dua golongan. Terdapat hukum alam primer dan terdapat hukum alam sekunder.Hukum alam
primer dapat dirumuskan dalam norma-norma yang karena bersifat umum beraku bagi semua
manusia. Pada hukum alam primer termasuk kedua norma yang telah dipegang aliran Stoa.
Hukum alam sekunder dalam arti yang benar dapat dirumuskan dalam norma-norma, yang selalu
berlaku in abstracto, oleh karena langsung dapat disimpulkan dari norma-norma hukum alam
primer, tetapi dapat terjadi juga adanya kekecualian berhubung adanya situasi tertentu.
Hukum alam itu agak umum, dan tidak jelas bagi setiap orang, apa yang sesuai dengan
hukum alam itu. Oleh karena itu perlu disusun undang-undang negara yang lebih konkret
mengatur hidup bersama. Inilah hukum positif.Keutamaan yang disebut keadilan menurut
Thomas menentukan bagaimana hubungan orang dengan orang lain dalam hal iustrum, yakni
mengenai ‘apa yang sepatutnya bagi orang lain menurut sesuatu kesamaan proporsional’.
Pandangan Thomas terhadap negara sama dengan pandangan Aristoteles. Negara adalah
masyarakat yang sempurna. Dalam masyarakat ini manusia mendapat perlengkapannya sebagai
makhluk sosial. Orang yang tidak memperhatikan kepentingan umum tidak berlaku sebagai
makhluk sosial dan tidak sampai pada kesempurnaan hidup.
3. HUKUM ISLAM
Dalam abad-abad yang pertama Hijriah agama Islam mempengaruhi bangsa Arab dan
bangsa-bangsa lain di kawasan Timur Tengah sedemikian rupa sehingga timbullah suatu aturan
hidup baru. Dalam aturan baru itu memang adat-istiadat bangsa ditampung juga, namun hanya
sejauh adat itu cocok dengan wahyu Allah dalam Al-Qur’an dan dalam sunna.Para ahli hukum
sepakat tentang sumber-sumber hukum yang empat jumlahnya. Sumber yang paling tua dan
paling berwibawa adalah perintah-perintah yang terkandung dalam Al-Qur’an. Menyusullah
hidup dan ajaran Nabi Mohammad, seperti terkandung dalam Tradisi. Peraturan-peraturan yang
terkandung dalam hukum Islam meliputi segala bidang kehidupan, yakni ibadah, keluarga,
warisan, milik, hukum, negara.
Untuk mengerti hukum islam, perlu disadari, bahwa hukum itu dipelajari dan dikerjakan
seluruhnya dalam wadah agama. Para penguasa negara tidak mengambil bagian dalam
pembentukan hukum, sebab pada abad-abad pertama hubungan antara para ulama dan para
penguasa itu agak tegang. Akibatnya hukm itu mengambil kewibawaannya bukan dari kekuasaan
negara, melainkan hanya dari kewibawaan agama.Telah dikatakan, bahwa hukum islam lebih
merupakan suatu ideal hidup religius daripada suatu hukum yang langsung dapat dipraktekkan
dalam hidup kenegaraan. Hal ini menerangkan juga, mengapa sejak abad-abad pertama hijriah
negara-negara yang menerima agama islam hanya menerima bagian-bagian tertentu dari hukum
itu.Meninjau kembali pandangan-pandangan tentang hukum selama Abad Pertengahan, dapat
disimpulkan bahwa pandangan-pandangan tersebut tidak pernah lepas dari keyakinan orang-
orang sebagai orang beragama. Baik dalam agama Kristiani maupun dalam agama Islam aturan
hukum dianggapi sebagai perwujudan kehendak Allah.
Salah satu hasil pemikiran yang tak kunjung putus itu adalah aturan-aturan hukum yang
mengatur hidup dalam zaman sekarang ini. Namun itu tidak berarti bahwa tidak terdapat
pengaruh dari wahyu atas penciptaan aturan-aturan hukum. Pengaruh langsung memang tidak
ada, akan tetapi terdapat pengaruh tidak langsung. Secara tidak langsung wahyu ikut menentukan
aturan hukum, oleh karena menurut orang-orang yang beriman hukum harus berkaitan dengan
prinsip-prinsip moral supaya adil.
BAB III
Zaman Renaissance
Zaman Renaissance juga di sebut sebagai zaman Humanisme karena dalam zaman
tersebut manusia lebih dihargai sebagai pribadi individual, baik dalam kesenian maupun dalam
bidang lainnya. Tokoh-tokoh Renaissance yang paling dikenal adalah LEONARDO DA VINCI (
1452 – 1519 ) dan MICHEL ANGELO (1475-1564).. Gagasan humanisme dan kebebasan
pribadi juga berimplikasi terhadap bidang agama dengan timbulnya agama Kristen Protestan
yang di rintih oleh Luther (1483) dan CALVIN (1509-1564). Dalam Zaman Renaissance
perhatian pertama-tama diarahkan kepada manusia, sehingga manusia menjadi titik tolak
pemikiran. Melihat perubahan yang berlangsung dalam abad XV dan XVI dalam kalangan orang
orang yang berfikir, dapat dinyatakan perbedaan mendasar antara Zaman Renaissance dengan
zaman sebelumnya meupakan dalam bidang religius.

A. Pelopor Zaman Baru


1. WILLIAM DARI ONCCAM (1290/1300 – 1350 )
Filsafat William dari Occam bernama Nominalisme yang dipandang sebagai lawan utama
sistem Skolastik,terkhusus sistem Thomas Aquinas
Menurut Occam ide yang diperoleh manusia sebagai bahan pengetahuan, sama sekali
tidak dapat dipastikan kebenarnnya. Hal itu hanya berlaku sebagai kebenaran sejauh mereka
menyatakan suatu hubungan logis satu sama lain. Tetapi kebenaran dalam arti yang sungguh
yakni sebagai pernyataan realitas, tidak ada dalam jangkauan akal budi manusia. Bila manusia
tidak mampu sampai pada realitas, memang juga ia tidak dapat mengetahui sesuatu tentang Allah
berdasarkan akal budinya. Allah sama sekali melebihi pengetahuan manusiawi. Tidak ada artinya
berbicara mengenai suatu hukum abadi dalam Allah seagai dasar hukum alam.
Sistem Occam ini lama kelamaan menghilangkan dasar pikiran filsafat Skolastik sehinggi
pengaruh filsafat itu semakin menurun. Tetapi dalam zaman yang sudah nampak juga suatu
sumber kebenaran lainnya, yakni ilmu ilmu pengetahuan positif, khususnya ilmu alam. Dengan
menyelidiki semesta alam menggunakan metoda empiris yang cukup mengesankan. Hal itu
membuat makin bertambah harapan bahwa ilmu-ilmu itu akan memberikan apa yang tidak
diberikan oleh filsafat, yakni pengertian tentan hidup dan kepastian yang dibutuhkan.

2. MARSILIUS DARI PADOVA ( 1270-1340)


Menurut Marsilius negara adalah rakyat, yang secara bebas membangun hidup bersama
melalui wakil wakilnya demi kepentingan umum. Tugas utama negara adalah membentuk
undang undang yang adil. Kekuasaan legislatif yang membentuk undang undang itu harus
dianggap sebagai kekuasaan tertinggi. Kekuasaan eksekutif berada dibawah kekuasaan legislatif.

B. ABAD XVI

DESIDERIUS ERAMUS ( 1469-1536)


Pendapatnnya tentang hidup bermasyarakat dan tentang gereja disalurkannya melalui
buku satiris yang termasyhur, yang berjudul : Laus Stultitiae atau Moriae Encomium (1509)
(pujian terhadap kebodohan).
THOMAS MORE
More adalah humanis Inggris yang paling terkemuka. Ia menjabat fungsi fungsi tinggi
dalam bidang kehakiman dan politik. Oleh karena ia tidak setuju dengan tingkah laku moral raja
Henry VIII ia dihukum mati. Kritiknya atas situasi masyarakat di zamannya di tuangkannya
dalam sebuah buku satiris kecil, yang berjudul Utopia (1516).
PROTESTANTISME
Sejak tahun 1517 bagian-bagian besar umat Kristiani, khusunya di Eropa Utara
memisahkan diri dari Gereja Roma. Orang orang itu memprotes terhadap kewibawaan dan ajaran
paus di Roma dan mengikuti suara hari sendiri. Dari gerakan itu lahirlah gereja-gereja protestan.
Tokoh tokoh pertama gereja gereja itu adalah Luther dan Calvin.
MACCHIAVELLI ( 1469-1527)
Nicolo Macchiavelli adalah seorang humanis Italia yang ingin membangkitkan kembali
kebudayaan Romawi kuno. Ideal politik Macchiavelli menuntut adanya orang kuat dalam
memegang kebijaksanaan untuk merencanakan jalannya politik negara. Seorang pemimpin yang
bijaksana memperhitungkan baik keadaan dan nasib masyarakat maupun kemampuan
pribadinya. Sistem Macchiavelly itu terkenal karena suatu ide modern yang terkandung di
dalamnya yaitu : ragione di stato ( raison d’ etat, Staatsrason ). Dengan kata ini diungkapkan
bahwa sasaran tertinggi politik negara adalah mempertahankan kekuasaan negara. Moral dan
hukum harus mentaati tuntutan politik.

JEAN BODIN ( 1530-1596 )


Ide Kedaulatan (souverainite) Bodin menyatakan bahwa dalam negara terdapat suatu
kekuasaan atas warga-warga negara yang tidak dibatasi oleh suatu kekuasaan lain, pun pula tidak
terikat pada undang undang. Menurut bodin seorang raja mempunyai kedaulatan itu. Raja
mempunyai hak untuk membuat undang undang sehingga tidak ada instansi lain yang memiliki
kekuasaan tersebut. Maka dalam pandangan ini semua hak yang di akui karena hukum adat atau
hukum lain, kehilangan artinya sebagai hukum. Dengan ajaran ini terbukalah jalan ke arah
solutisme negara.
C. HUGO GROTIUS ( 1583 – 1645 )
Hugo Grotius (de Groot) adalah seorang humanis yang ternama dan memegang jabatan
sebagai ahli hukum dan negarawan. Istilah “masyarakat manusia” diambil Grotius dari aliran
Stoa. Masyarakat Manusia adalah Semua yang manusia yang berdasarkan alamnya memiliki hak
yang sama. Istilah lainnya yang digunakan Grotius adalah Hukum Manusia (ius hominis).
Terbentuknya negara adalah hasil persetujuan antara orang berdasarkan kecendrungan hidup
bersama. Negara diciptakan secara demikian memiliki hak ekslusif untuk membentuk hukum.
Prinsip secara deduktif :
 Prinsip kupunya dan kau punya. Milik orang lain harus dijaga
 Prinsip kesetiaan pada janji
 Prinsip ganti rugi
 Prinsip perlunya hukuman karena pelanggaran atas hukum alam dan hukum-hukum lain.
Prinsip
Hak Hak Alam :
 Hak untuk berkuasa atas diri sendiri, yakni hak atas kebebasan
 Hak untuk berkuasa atas orang lain, seperti kewibawaan orang tua atas anaknnya
 Hak untuk berkuasa sebagai tuan atau majikan, seperti halnya dalam hubungan
dengan istri dan pelayan.
 Hak untuk berkuasa atas milik dan barang barang lain, yang berhubungan dengan
milik

Hukum alam dalam arti yang sempit adalah hukum yang sesungguhnya oleh karena
menciptakan hak untuk menuntut agar diberikan apa yang termasuk padanya. Keadilan yang
berlaku dalam bidang ini ialah keadilan yang melunasi (iustitia explerix).

Hukum positif adalah hukum yang berlaku dalam negara sebab disetujui dan disahkan
oleh yang berwibawa. Hukum ini tidak boleh melawan hukum alam, yakni tidak boleh menyuruh
sesuatu yang terlarang oleh hukum alam. Oleh karena hukum alam berhubungan dengan pribadi
manusia, bukan dengan masyarakat dan kepentingan umum. Dapat disimpulkan bahwa
sebenarnnya ide hukum alam pada Grotius terlalu sempit dan tidak cocok untuk mencakup segi
segi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dalam masyarakat.

D. THOMAS HOBBES ( 1588-1679 )


Hobbes adalah seorang inggris yang hidup bertahun tahun dalam pembuangan akibat dari
perang saudara. Menurut Hobbes metoda yang tepat untuk mendapatkan kebeneran adalah
metoda yang digunakan dalam ilmu-ilmu pengetahuan positif, yakni dalam ilmu ilmu
pengetahuan fisika dan matematika. Sesuai dengan metoda fisika Hobbes memulai filsafatnya
dan menyelidiki hal hal yang konkret secara empiris. Hobbes tidak termasuk aliran rasionalisme
oleh karena ia mendahulukan pengetahuan empiris.
Negara dan hukum tidak termasuk realitas alam, sebab di wujudkan oleh manusia sendiri.
Tetapi disini juga pengertian kita berpangkal pada pengalaman, maka bersifat empiris. Apa yang
di alami dalam hidup bersama membawa kita kepada pengertian tentang negara dan hukum.
Kebenaran pengertian ini lebih lepas lagi dari realitas dibanding dengan kebenaran pengertian
kita tentang alam. Karena negara dan hukum diwujudkan oleh manusia, kebenarannya
tergantung manusia juga. Berdasarkan pandangan ilmiah ini Hobbes memulai penyelidikannya
tentang negara dan hukum dengan mencari sebab timbulnya negara.
Seiring berjalannya waktu orang orang mulai menyadari akan mengamankan hidupnya
dengan menciptakan aturan hidup bersama bagi semua orang yang termasuk kelompok yang
sama. Pembentukan negara menurut Hobbes adalah hasil suatu kontrak orang orang yang tujuan
untuk mengamankan hidupnya terhadap serangan orang lain. Menurut hobbes dengan
menyetujui kontrak asli untuk membentuk negara orang orang menyatakan kerelaannya untuk
melepaskan hak hak nya. Dapat disimpulkan bahwa Hobbes membela absolutisme negara yang
berarti kepala negara memiliki kedaulatan penuh terhadap semua warganegara. Hobbes
menganut suatu naturalisme, naturalisme itu akan diteruskan dalam sistem sistem empirisme
inggris abad berikut dan akan muncul lagi dalam positivisme abad XIX dan XX

BAB IV : ZAMAN RASIONALISME


Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad XVII sampai akhir abad XVIII.
Istilah rasionalisme menandakan semangat zaman itu: akal budi manusia diutamakan. Pada abad
pertengahan pikiran orang berpusat pada Allah, berdasarkan iman yang bagi mereka merupakan
pedoman yang tertinggi untuk segala kebenaran. Dalam zaman Renaissance sudah terdapat
perubahan. Orang-orang yang berpikir makin mengarahkan perhatiannya kepada manusia
sebagai pencipta kebudayaan, khususnya melalui ilmu pengetahuan.
Hal yang khas bagi ilmu-ilmu pengetahuan ialah penggunaan yang eksklusif daya akal
budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Hal ini menjadi Nampak pada bagian kedua abad
XVII, dan lebih lagi selama XVIII, karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh
Isaac Newton (1643-1727). Berkat karya genial sarjana Inggris ini fisika klasik mendapatkan
bentuknya.
Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan akal-akal budi lama kelamaan
orang-orang abad itu berpandangan bahwa orang yang hidup sebelumnya masih berada dalam
kegelapan. Baru dalam abad mereka dinaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan
masyarakat modern yang telah lama dirindukan. Karena kepercayaan itu abad XVIII itu disebut
juga zaman aukfarung (enlightment), zaman pencerahan, zaman trang budi.
Dasar filosofis rasionalisme diletakkan oleh R. Descartes (1596-1650), terutama dalam
bukunya tentang metoda berpikir secara tepat, yang berjudul Discours de la methode 1637
(Ulasan mengenai metoda).
Tujuan Descartes ialah membentuk suatu sistem filsafat yang sama kuat dengan sistem
ilmu-ilmu pengetahuan alam dan matematika. Oleh karena itu filsafatnya dimulai dengan metoda
keraguan terhadap semua pengetahuan.
Filsafat Descartes mempengaruhi dua aliran filsafat, aliran yang disebut rasionalisme, dan
aliran yang disebut empirisme. Aliran yang kedua ini menyerang sistem-sistem rasionalisme,
berdasarkan keyakinan bahwa bukan pikiran melainkan pengalaman merupakan sumber segala
pengetahuan.
Tokoh-tokoh rasionalisme : Pufendorf dan Thomasius, dan terutama Spinoza, Leibiniz,
Wolff. Tokoh-tokoh empirisme : Locke, Berkeley, Hume. Di Perancis zaman rasionalisme
diwakili oleh Montesquieu, Voltaire dan Rousseau.
Zaman rasionalisme menemukan puncaknya pada Kant, yang berusaha mendamaikan
aliran rasionalisme dan empirisme dalam suatu sistem filsafat yang sungguh-sungguh teruji oleh
akal budi.
1. Pufendorf dan Thomasius
Di Jerman rasionalisme hukum diwakili oleh Pufendirf fan Thomasius, kemudian juga oleh
Leibniz dan Wolff. Banyak tema renaissance muncul kembali dalam teori-teori mereka,
seperti tema hukum alam dan tema kekuasaan kepala negara.
Samuel Pufendorf (1632-1694) mengawali studinya tentang arti hukum dengan
membedakan secara tajam antara sesuatu yang fisik dan sesuatu yang moral. Fisik dikatakan
tentang sesuatu yang ada. Moral dikatakan tentang sesuatu yang sehrausnya ada.
Christian Thomasius (1655-1728) merupakan murid Pufendorf mengetengahkan beberapa
gagasan tentang hukum alam. Hukum alam ialah hukum ilahi yang tertanam dalam hati
manusia, yang mewajibkannya untuk berbuat apa sesuai dengan hakekat manusia.
2. Christian Wolf
Wolf mengambil alih ide Leibniz tentang hukum alam: hukum alam ialah apa yang
menjamin perkembangan manusia dalam masyarakat, dan itulah tidak lain daripada sikap
keadilan. Namun Wolff memberikan uraian lain pada ide itu, oleh sebab menurut pendapatnya
perkembangan manusia yang dipimpin oleh sikap keadilan, hanya terjadi dalam hubungan
dengan sesama.
3. John Locke (1632-1704)
Menurut Locke negara hukum dibentuk dengan menetapkan bahwa tujuan negara ialah
menjaga hak-hak pribadi manusia. Dengan merumuskan tujuan negara secara demikian,
kepentingan negara sebagai masyarakat public dilalaikan sama sekali.
4. Aufklarung Di Perancis
Montesquieu melihat adanya hubungan era tantara hukum alam dan situasi konkret suatu
bangsa. Hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku bagi manusia sebagai manusia. Tetapi
bagaimana hukum alam itu dikonkretkan dalam bentuk negara dan hukum tergantung dari
situasi historis, psikis, dan kultural suatu bangsa. Montesquieu membedakan antara tiga
bentuk negara, yakni monarki, republik dan despotisme. Montesquieu terkenal karena
ajarannya mengenai Trias Politica.
Menurut Rousseau kebebasan dan perasaan moral manusia diancam oleh situasi
masyarakat yang ditandai oleh kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu orang perlu
melepaskan cara hidupnya yang telah dinodai kebudayaan dan ilmu pengetahuan itu utnuk
kembali kepada situasi hidupnya yang asli.
5. Imanuel Kant
Tujuan Kant ialah menyusun suatu filsafat transdental, yakni suatu sistem tentang prinsip-
prinsip dasar pengetahuan yang berlaku secara mutlak dan umum. Untuk mengetahui ajaran
Kant tentang hukum perlu diketahui bahwa menurut Kant hukum termasuk bidang
pengetahuan praktis.

Anda mungkin juga menyukai