Anda di halaman 1dari 6

PANDANGAN TENTANG HUKUM

PADA ZAMAN KLASIK


A. Hukum Zaman Yunani Kuno
• 1. Masa Pra Socrates (sekitar 500 tahun SM)
• Pada zaman Yunani pra Socrates di tandai dengan
belum adanya pengaruh filusuf Socrates, dapat
dikatakan filsafat hukum belum berkembang. Hal ini
dapat dijadikan alasan bahwa perhatian utama para
filusuf pada masa ini adalah alam semesta, yaitu
bagaimana terjadinya alam ini. Filsuf Thales yang
hidup pada tahun 624-548 SM yang mengemukakan
bahwa alam semesta terjadi dari air.
• Anaximandros mengungkapkan bahwa inti alam ini
adalah suatu zat yang tidak tentu sifatnya yang di
sebut to apeiron. Anaximenes berpendapat sumber
dari alam semeta ini adalah udara.2 Filsuf lainnya
yang mempunyai perhatian terhadap alam semesta
adalah Heraklitos. Ia mengungkapkan bahwa alam
semesta ini terbentuk dari api. Ia mengungkapkan
suatu slogan yang terkenal hingga saat ini pantarei
yang berarti semua mengalir. Hal ini berarti semua
yang ada didunia ini tidak henti-hentinya berubah.
• Berdasarkan pola pikir filusuf alam tersebut, Pitagoras menyinggung
sepintas lalu tentang isi alam semesta yaitu manusia. Ia berpendapat
bahwa setiap manusia memiliki jiwa yang selalu berada dalam proses
katharis, yaitu pembersihan diri. Setiap kali jiwa memasuki tubuh
manusia, manusia harus melakukan pembersihan diri agar jiwa dalam
kebahagiaan. Apabila dinilai tidak cukup melakukan khataris, jiwa itu
akan memasuki lagi tubuh yang lain. Pandangan Pitagoras itu penting
dalam kaitan mulai di singgungnya manusia sebagai objek filsafat.
Selain itu, perlu diungkapkan bahwa dari filusuf Pitagoras yang
merumuskan atau memandang manusia terdiri dari dua bagian, yaitu
bagian yang gelap adalah materi atau badan dan bagian yang terang
yaitu roh atau jiwa. Badan berasal dari dunia dan roh berasal dari
tuhan. Filsafat demikian yang melahirkan tentang filsafat keTuhanan.
• Pada mulanya tanggapan orang-orang Yunani terhadap pengertian hukum masih primitive. Pada
zaman itu hukum di pandang sebagai keharusan alamiah (nomos) baik semesta alam maupun
manusia, contoh laki-laki berkuasa, budak adalah budak, dan sebagainya. Namun pada
perjalanannya, tepatnya sejak abad 4 SM ada beberapa Filsuf yang mengartikan hukum secara
berbeda. Plato (427-347 SM) yang menulis buku politea dan nomos memberikan tawaran
pengertian hukum, hakikat hukum dan divergensinya. Buku politea melukiskan model Negara
yang adil. Dalam buku tersebut Plato mengungkapkan gagasannya tentang kenyataan yaitu
dalam Negara terdapat kelompok-kelompok dan yang dimaksud dengan keadilan adalah jika tiap-
tiap kelompok berbuat sesuai dengan tempat dan tugasnya. Sedangkan dalam buku nomos, Plato
menjelaskan tentang petunjuk dibentuknya tata hukum. Menurut Plato, peraturan-peraturan
yang berlaku ditulis dalam kitab perundangan. Filsuf lain seperti Aristoteles (348-322 SM) yang
menulis buku politica juga memberikan tawaran baru pada pengertian tentang hukum. Menurut
Aristoteles manusia merupakan “makhluk polis” (Zoon Politicon), dimana manusia harus ikut
dalam kegiatan politik dan taat pada hukum polis. Kemudian Aristoteles membagi hukum
menjadi 2 (dua). Pertama hukum alam (kodrat) yaitu yang mencerminkan aturan alam, selalu
berlaku dan tidak pernah berubah. Yang kedua adalah hukum positif yaitu hukum yang dibuat
oleh manusia. Lebih jauh Aristoteles berpandangan “kepada yang sama penting diberikan yang
sama, kepada yang tidak sama penting diberikan yang tidak sama”
• Pandangan kaum sofis seperti pandangan Protagoras ditentang oleh
Sokrates yang hidup pada tahun 469-399 SM. Sokrates berpandangan
bahwa kebenaran bersifat objektif dan merupakan pedoman yang tetap
bagi manusia meskipun pada akhirnya dengan perinsip kebenaran dan
kebaikan, ia harus menerima hukuman mati, karena pendapatnya sering
berbeda dengan masyarakat umum, namun pemikirannya tentang tugas
utama Negara adalah mendidik warga Negara dalam keutamaan (arête).
Keutamaan itu tidak lain daripada taat kepada hukum Negara baik tertulis
maupun tidak tertulis, meskipun ketaatan itu tidak buta karena harus
didasarkan atas pengetahuan intuitif tentang yang baik dan yang benar
yang ada dalam semua manusia. Pengetahuan ini disebut “theoria”
semacam ruh ilahi (daimonion). Karenanya di serukan “gnooti seauton”
kenalilah dirimu refleksi atas diri sendiri membawa serta refleksi atas
pengertian-pengertian transcendental dan norma-norma hidup.

Anda mungkin juga menyukai