Anda di halaman 1dari 2

1.

Filsafat dalam arti khusus memiliki persamaan dengan sebuah mazhab atau aliran
pemikiran tertentu. Arti seperti ini akan langsung tebersit dalam pikiran kita ketika kata
filsafat dirangkaikan dengan nama salah seorang filsuf, misalnya filsafat Aristoteles atau
filsafat Plato. Filsafat dalam arti ini, sinonim dengan kata sistem dari sebuah mazhab
tertentu. Ketika kata fIsafat disandingkan dengan salah seorang filsuf, misalnya
aristoteles atau plato. Tentu dapat difahami, perangkaian filsafat dengan nama filsuf
tertentu mengindikasikan bahwa filsafat itu dibawa dan difahami dengan gaya fikir dan
sistem yang dibawanya yang pada akhirnya bisa memahami secara lengkap dan
menyeluruh terhadap segala sesuatu.
Dengan gaya atau sistem yang dibawanya, seorang filsuf memulai untuk membangun
pola fikirnya berdasar pada satu prinsip kebenaran atau keyakinan yang diyakininya.
Misalnya keyakinanya terhadap prinsip yang mengatakan bahwa, “asal usul wujud
(being) adalah materi, akal dan kehidupan” juga keyakinannya bahwa “semua jenis
pengetahuan erujuk pada indera, atau kepada akal, atau kepada indera dan akal secara
bersamaan”.
Dari prinsip yang diyakininya maka selanjutnya seorang filsuf itu menyusun kesimpulan-
kesimpulan yang selanjutnya dijadikan sebagai proposisi bagi sebuah kesimpulan akhir.
Demikianlah sampai kemudian sempurna menjadi sebuah bangunan atau sistemnya
sendiri. Dengan sistem itu seorang filsuf akan menafsirkan segala segi alam wujud
(Being) verdasarkan prinsipnya. Lalu seorang filsuf lain muncul dan tidak suka terhadap
penafsiran yang dibangun dengan sistemnya, maka filsuf itu membangun sebuah sistem
baru yang dengan itu bisa mewujudkan penafsiran baru dari sistem yang dibawanya.
Maka begitulah awal sejarah dari filsafat, “Sejarah membangun berbagai mazhab,
menolaknya dan kemudian membangun mazhab-mazhab yang baru”

2. Pada zaman Yunani hiduplah kaum bijak yang disebut atau dikenal dengan sebutan kaum
Sofis. Kaum sofis inilah yang berperan dalam perkembangan sejarah filsaft hukum pada
zaman Yunani. Tokoh-tokoh penting yang hidup pada zaman ini, antara lain:
Anaximander, Herakleitos, Parmenides, Socrates, Plato, dan Aristoteles. Para filsuf alam
yang bernama Anaximander (610-547 SM), Herakleitos (540-475 SM), dan Parmenides
(540-475 SM) tetap meyakini adanya keharusan alam ini. Untuk itu diperlukan
keteraturan dan keadilan yang hanya dapat diperoleh dengan nomos yang tidak
bersumber pada dewa tetapi logos (rasio).
 Anaximander berpendapat bahwa keharusan alam dan hidup kurang dimengerti
manusia. Tetapi jelas baginya, bahwa keteraturan hidup bersama harus disesuaikan
dengan keharusan alamiah. Apabila hal ini terjadi, maka timbullah keadilan (dike).
 Herakleitos berpandangan bahwa hidup manusia harus sesuai dengan keteraturan
alamiah, tetapi dalam hidup manusia telah digabungkan dengan pengertian-
pengertian yang berasal dari logos.
 Parmenides sudah melangkah lebih jauh lagi. Ia berpendapat bahwa logos
membimbing arus alam, sehingga alam dan hidup mendapat suatu keteraturan yang
terang dan tetap.
 Socrates berpendapat bahwa hukum dari penguasa (hukum negara) harus ditaati,
terlepas dari hukum itu memiliki kebenaran objektif atau tidak. Ia tidak
menginginkan terjadinya anarkisme, yakni ketidakpercayaan terhadap hukum. Ini
terbukti dari kesediaannya untuk dihukum mati, sekalipun ia meyakini bahwa
hukum negara itu salah. Dalam mempertahankan pendapatnya, Socrates menyatakan
bahwa untuk dapat memahami kebenaran objektif orang harus memiliki
pengetahuan (theoria). Pendapat ini dikembangkan oleh Plato murid dari Socrates.
 Plato berpendapat bahwa penguasa tidak memiliki theoria sehingga tidak dapat
memahami hukum yang ideal bagi rakyatnya, sehingga hukum ditafsirkan menurut
selera dan kepentingan penguasa. Oleh karena itu, Plato menyarankan agar dalam
setiap undang-undang dicantumkan dasar (landasan) filosofisnya. Tujuannya tidak
lain agar penguasa tidak menafsirkan hukum sesuai kepentingannya sendiri.
Pemikiran Plato inilah yang menjadi cerminan bayangan dari hukum dan negara
yang ideal.
 Aristoteles, murid dari Plato tidak sependapat dengan Plato. Aristoteles berpendapat
bahwa hakikat dari sesuatu ada pada benda itu sendiri. Pemikiran Aristoteles sudah
membawa kepada hukum yang realistis. Menurut Aristoteles, manusia tidak dapat
hidup sendiri karena manusia adalah mahkluk yang bermasyarakat (zoon politikon).
Oleh karena itu, perlu ketaatan terhadap hukum yang dibuat penguasa polis.

3. 3 (tiga) mahzab dalam aliran Feminist Yurisprudence


 Marxist Feminist menyatakan bahwa terdapat pembagian kelas secara gender
yang terbagi atas laki-laki dan perempuan yang diimplementasikan secara tidak
adil dalam kehidupan, sehingga mereka (perempuan) menuntut adanya kesetaraan
jender antarkelas (jender).
 Socialist Feminist menyatakan bahwa prinsip-prinsip sosialis harus digunakan
untuk meringankan penindasan secara jender.
 Liberal Feminist menyatakan bahwa terdapat perbedaan perlakuan antara tenaga
kerja laki-laki dengan perempuan, sehingga diperlukan kesetaraan dalam
perlakuan antarjender.
Ketiga cabang aliran tersebut menuntut kesetaraan gender karena kodratnya, seperti
dalam hal harta kekayaan, hak-hak tenaga kerja perempuan dan hak-hak perempuan
dalam hukum dan politik.

Anda mungkin juga menyukai