Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

EPIDEMIOLOGI DASAR

Untuk Memehuni Mata Kuliah Epidemiologi Dalam Keperaawatan Komunitas


Dosen Pengajar: Dr. Budiman, S.Pd., SKM., S.Kep., Ners., M.Kes., MH.Kes

ELINA SITUMORANG, S.Kep.,Ns


NPM 215220001

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


JENDERAL ACHMAD YANICIMAHI
ILMU KEPERAWATAN (S-2)
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Rahmat
serta Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini tentang epidemiolgi dasar
yang membahas tentang investigasi HIV dan Penyakit Lupus dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas mata kuliah
Epidemiologi di Magister Keperawatan STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi. Saya menyadari
bahwa dalam penulisan tugas ini masih belum sempurna, hal ini dikarenakan keterbatas dan
kemampuan yang kami miliki, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna untuk kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa membalas budi kebaikan dan menjadikan pahala bagi semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan tugas ini hingga selesai.

Cimahi, April 2021

Penyusun
TUGAS I
INVESTIGASI HIV DI SUMATERA SELATAN

Hal-hal yang dapat di investigasi dari grafik tersebut adalah:


1. Jumlah penderita HIV yang semakin meninggkat sampai 2011
2. Jumlah penderita HIV tiap tahunnya ada penambahan
3. Jumlah penderita tiap tahun kadang kala ada penurunan angka
4. Risiko peningkatan penderita HIV di sumatera selatan sangat tinggi
5. Sosialisasi tentang HIV disumatera selatan masih kurang
6. Tinggat kepedulian masyarakat terhadap HIV masih kurang
7. Kurangnya penggumaan alat pelindung kondom pada para pekerja seks
8. Perlunya peningkatan peran petugas kesehatan dalam promkes tentang HIV dan
melibatkan yang berwajib serta pejabat daerah.

1. Gambaran distribusi HIV di sumatera selatan di seetiap kota/kabupaten.


Adanya peningkatan dan penambahan tiap tahunnya di sumatera selatan, sehingga akan
menimbulkan risiko tinggi peningkatan yang lebih tinggi ditahun berikutnya berdasarkan
jumlah yang tertular sudah semakin banyak.
2. Apakah karakteristik penderita HIV di tinjau dari jenis kelamin, pekerjaan dan
tepat tinggal.
Penderita HIV cenderung lebih tinggi pada laki-laki, dan berprofesi sebagai sopir truk
keluarkota, dan tempat tinggal yang banyak pekerja sekual akan sangat mempengaruhi.
3. Bagaimana faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah HIV di Sumsel:
a. Tingkat pengetauan
Tingkat pengetahuan yang rendah tenntang HIV, akibat yang akan terjadi dari HIV.
b. Penularan tinggi si dekitar beresiko tinggi
Semakin tingginya orang yang terkena HIV akan beresiko semakin meningakt tiap
tahunnya penderita HIV akibat dari penularan.
c. Kurangnya penggunaan kondom bagi wanita pekerja sex
Tidakpatuhan penggunaan alat pelindung kondom bagi wanita pekerja sex akan
menimbulkan risiko penularan yang lebih tinggi
d. Sopir truk luar kota
Sopir truk luar kota yang berpindah2 kota akan cenderung melakukan hubungan sex
yang bergantian.

4. Bagaimana riwayat penyakit HIV?


Menurut Soedarto (2009), penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan
menjadi beberapa golongan, yaitu:
a. Infeksi HIV akut yaitu infeksi HIV memberikan keluhan dalam waktu 2 – 4
minggu setelah paparan virus. Keluhan yang timbul antara lain demam, keluar
ruam merah pada kulit, arthralgia, nyeri otot, sakit kepala, nyeri telan, badan lesu,
dan limfadenopati. Keluhan berat, seperti meningitis, aseptis, neuropati perifer,
ensefalitis, dan myelitis, merupakan pertanda buruk untuk penyakit pada masa
selanjutnya. Pada masa ini diagnosis jarang dapat ditegakkan. Hal ini disebabkan
pertama, dokter belum mempertimbangkan adanya infeksi HIV. Kedua, keluhan
menyerupai banyak penyakit lainnya. Ketiga, tes serologi standar untuk antibodi
terhadap HIV masih memberikan hasil negatif (windows period). Periode jendela
(window period) adalah masa saat pemeriksaan tes serologi untuk antibodi HIV
masih menunjukkan hasil negatif sementara virus sudah ada dalam darah
penderita. Periode jendela menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena
pada masa itu orang dengan HIV sudah mampu menularkan kepada orang lain.
Universitas Sumatera Utara 10
b. Penderita asimtomatik yaitu tidak adanya gejala yang terjadi pada masa inkubasi
yang berlangsung 7 bulan sampai 7 tahun lamanya. Pada anak-anak masa infeksi
asimtomatik ini lebih pendek daripada orang dewasa. Beberapa bayi menjadi sakit
dalam beberapa minggu pertama. Kebanyakan anak-anak menjadi sakit sebelum
usia 2 tahun. Meskipun penderita tidak menunjukkan keluhan, pemeriksaan darah
penderita akan menunjukkan seropositif. Hal ini sangat berbahaya dan berpotensi
tinggi menularkan infeksi HIV pada orang lain.
c. Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL) Jaringan limfe berfungsi sebagai
tempat penampungan HIV. Pembesaran limfonodi menetap, menyeluruh, simetri,
dan tidak nyeri tekan.
Menurut Dwi (2007), gejala-gejala yang berkaitan dengan HIV/AIDS
terdapat pada penderita dalam 4 sub-grup stadium yang disebut “full blown
AIDS”, yaitu:
1) Gejala Konstitusi Kelompok ini sering disebut sebagai AIDS related
complex. Penderita mengalami paling sedikit dua gejala klinis yang
menetap selama 3 bulan atau lebih. Gejala tersebut berupa:
 Demam terus-menerus lebih dari 37o C
 Kehilangan berat badan 10% atau lebih
 Radang kelenjar getah bening yang meliputi dua atau lebih kelenjar
getah bening di luar daerah inguinal Universitas Sumatera Utara 11
 Diare yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
 Berkeringat banyak pada malam hari yang terus-menerus
2) Gejala Neurologis Stadium ini memberikan gejala neurologi yang
beraneka ragam seperti kelemahan otot, kesulitan berbicara, gangguan
keseimbangan, disorientasi, halusinasi, mudah lupa, psikosis, dan radang
otak yang menyebabkan koma.
3) Gejala infeksi Infeksi oportunistik merupakan kondisi daya tahan tubuh
penderita sudah sangat lemah sehingga tidak ada kemampuan melawan
infeksi bahkan terhadap patogen yang normal di dalam tubuh manusia.
Infeksi yang paling sering ditemukan antara lain:
 Pneumocystic Carinii Pneumonia (PCP) Pada penderita AIDS,
penyakit ini disebabkan oleh protozoa yang menyerang paru-paru
dan menyebabkan terjadinya pneumonia.
 Tuberkulosis Infeksi Mycobacterium Tuberculosis pada penderita
AIDS sering mengalami penyebaran luas sampai keluar dari paru-
paru. Penyakit ini sangat resisten terhadap obat anti-TBC dan
gambaran klinis TBC pada penderita AIDS tidak khas karena tubuh
tidak mampu bereaksi dengan kuman.
 Toksoplasmosis Penyebab ensefalitis lokal pada penderita AIDS
adalah reaktivasi Toxoplasma Gondii. Gejala dapat berupa sakit
kepala dan panas sampai kejang dan koma. Universitas Sumatera
Utara 12
 Infeksi Mukokutan Infeksi mukokutan ini terdiri dari herpes
simpleks, herpes zoster, kandidiasis. Infeksi mukokutan timbul bisa
satu jenis atau beberapa jenis secara bersama. Sifat kelainan
mukokutan ini persisten dan respon terhadap pengobatan lambat
sehingga sulit dalam melakukan penatalaksanaannya.
4) Gejala Tumor Tumor yang sering menyertai penderita AIDS adalah
sarkoma Kaposi dan limfoma maligna non-Hodkin. Gambaran klinis
sarkoma Kaposi adalah bercak merah coklat, ungu atau kebiruan pada
kulit yang disertai rasa nyeri.yang akan meluas ke seluruh tubuh dan
meluas ke selaput lendir mulut, faring, esofagus, dan paru-paru.
Gambaran klinis limfoma maligna non-Hodkins adalah pembesaran
massa limfa dan menyebar yang disertai dengan demam dan penurunan
berat badan.
5. Berapa angka kematian kesakitan penderita HIV

Penderita HIV/AIDS kerap diasosiasikan sebagai seseorang yang memiliki lingkup


pergaulan seksual bebas dan tidak sehat, misalnya tunasusila dan mereka yang menggunakan
jasanya. Padahal tidak selalu penderita HIV/AIDS merupakan seseorang yang memiliki citra
negatif, karena anak-anak yang masih polos pun bisa menjadi korban virus ini. Berangkat
dari pengertiannya, human immunodeficiency virus (HIV) adalah jenis dari virus yang
menyerang bagian imunitas tubuh seseorang, sehingga rentan terserang berbagai macam
penyakit. Sementara Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh akibat serangan HIV
Sementara Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh akibat serangan HIV.
Berdasarkan data dari UNAIDS, terdapat 36,9 juta masyarakat berbagai negara hidup
bersama HIV dan AIDS pada 2017. Dari total penderita yang ada, 1,8 juta di antaranya
adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun. Selebihnya adalah orang dewasa, sejumlah 35,1
juta penderita. Masih bersumber dari data tersebut, penderita HIV/AIDS lebih banyak
diderita oleh kaum wanita, yakni sebanyak 18,2 juta penderita. Sementara laki-laki sebanyak
16,9 juta penderita. Sayangnya, 25 persen di antaranya, sekitar 9,9 juta penderita, tidak
mengetahui bahwa mereka terserang HIV atau bahkan mengidap AIDS.
Indonesia menjadi salah satu negara yang termasuk dalam Kawasan Asia Pasifik.
Kawasan ini menduduki peringkat ketiga sebagai wilayah dengan pengidap HIV/AIDS
terbanyak di seluruh dunia dengan total penderita sebanyak 5,2 juta jiwa. Indonesia
menyumbang angka 620.000 dari total 5,2 juta jiwa di Asia Pasifik yang terjangkit
HIV/AIDS. Jika dikelompokkan berdasarkan latar belakangnya, penderita HIV/AIDS datang
dari kalangan pekerja seks komersial (5,3 persen), homoseksual (25,8 persen), pengguna
narkoba suntik (28,76 persen), transgender (24,8 persen), dan mereka yang ada di tahanan
(2,6 persen). Penderita HIV/AIDS terbanyak terdapat di Kawasan Afrika Timur dan Selatan
dengan angka mencapai 19,6 juta penderita. Selanjutnya di posisi kedua adalah Kawasan
Afrika Barat dan Tengah dengan angka 6,1 juta pengidap.
Angka kematian Pada tahun 2017 tercatat jumlah kematian yang disebabkan oleh AIDS
sebanyak 940.000 kasus di seluruh dunia. Angka itu terdiri dari kematian di usia dewasa
sebanyak 830.000 dan sisanya pada usia anak sebanyak 110.000.

6. Bagaimana Penularan HIV

a. Heteroseksual Perempuan lebih rentan dibanding laki-laki terhadap infeksi HIV


melalui hubungan heteroseksual. Perempuan lebih banyak terpajan oleh penyakit IMS
yang menyebabkan peningkatan risiko infeksi HIV/ AIDS (Widihastuti, 2013).
b. Penggunaan Narkoba Suntik Bergantian Penggunaan narkoba suntik secara
bergantian menimbulkan risiko penularan HIV/AIDS (Naparudin, 2013). Penggunaan
narkoba suntik merupakan gangguan mental dan perilaku yang kronis, sering
kambuh, dan mudah terinfeksi serta menularkan infeksi HIV (Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara, 2010).
7. Bagaimana cara pengendalian HIV di sumatera selatan?
a. Pencegahan Primer HIV/AIDS
 Promosi Kesehatan Umum (General Health Promotion) Menurut Kunoli
(2012) dan Najmah (2016), upaya promosi kesehatan pada pencegahan primer
HIV/AIDS adalah pemberian pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja,
khususnya di lingkungan sekolah dan bagi masyarakat yang harus ditekankan
agar tidak mempunyai pasangan seks yang berganti-ganti.
 Perlindungan Umum dan Spesifik (Specific and General Protection) Upaya
perlindungan umum dan spesifik pada pencegahan primer HIV/AIDS menurut
Kunoli (2012) adalah tidak melakukan hubungan seks atau hanya
berhubungan seks dengan satu orang yang diketahui tidak mengidap infeksi
HIV. Upaya perlindungan umum dan spesifik lainnya menurut Najmah (2016)
adalah penggunaan jarum suntik steril bagi pengguna narkoba suntik dan tes
darah bagi donor darah.
b. Pencegahan Sekunder HIV/AIDS
 Diagnosis Awal (Early Diagnosis) Upaya diagnosis awal pada pencegahan
sekunder HIV/AIDS menurut Centers for Disease and Control and Prevention
(2015) yang merekomendasikan bahwa tes HIV/AIDS rutin secara sukarela
dapat dilakukan sebagai bagian normal dari praktik medis, seperti skrining
untuk kondisi penyakit yang perlu diobati lainnya
 Pengobatan Segera (Prompt Treatment) Upaya pengobatan segera pada
pencegahan sekunder HIV/AIDS bagi seseorang dengan HIV negatif yang
memiliki faktor risiko tinggi menurut Centers for Disease and Control and
Prevention (2016) adalah memberikan obat yaitu Pre-exposure Prophylaxis
(PrEP) dan Post-Exposure Prophylaxis (PEP).

c. Pencegahan Tersier HIV/AIDS


 Pembatasan Ketidakmampuan (Disability Limitation) Upaya pembatasan
ketidakmampuan pada pencegahan tersier HIV/AIDS adalah memberikan
terapi dan pengobatan Anti-Retroviral Virus (ARV) bagi seseorang yang
sudah dinyatakan positif HIV dan pengobatan pencegahan dan
penanggulangan infeksi opurtunistik (Najmah, 2016).
 Rehabilitasi (Rehabilitation) Upaya rehabilitasi pada pencegahan tersier
HIV/AIDS adalah memberikan dukungan secara psikologis melalui
memberikan motivasi pada ODHA, merangkul ODHA dengan tidak
menimbulkan stigma dan tidak melakukan tindakan diskriminasi (Najmah,
2016).
TUGAS II
LATIHAN EPIDEMIOLOGI DASAR

1. Apa ilmu epidemiologi itu?


Cabang ilmu biologi yang mempelajari dan menganalisis tentang penyebaran, pola,
dan penentu kondisi kesehatan dan penyakit pada populasi tertentu.
Epidemiologi merupakan landasan bagi kesehatan masyarakat, yang membentuk
pengambilan keputusan dalam kebijakan publik dan praktik berbasis bukti dengan
mengidentifikasi faktor risiko penyakit dan mengidentifikasi tujuan pencegahan penyakit.
Ahli epidemiologi membantu dengan desain studi, pengumpulan dan analisis
statistik data, membuat interpretasi, dan menyebarkan temuannya (termasuk
sesekali tinjauan sejawat dan tinjauan sistematis). Epidemiologi telah membantu
mengembangkan metodologi yang digunakan dalam penelitian klinis, penelitian
kesehatan masyarakat, dan, pada tingkat lebih rendah, penelitian dasar dalam biologi.

2. Kenapa epidemiologi disebut sebagai detektif kesehatan?


a. Mengidentifikasi penyebab penyakit dan risiko terkait
b. Menentukan seberapaluas atau seberapa banyak penyakit di temukan di
populasi
c. Mempelajari penyakit alamiah dan prognosis penyakit
d. Mengevaluasi pelayanan dan pencegahan kesehatan yang sudah ada dan
terbarukan
e. Menyediakan dasar dalam mengembangkan kebijakan kesehatan terkait
masalah lingkungan, isu genetik dan pertimbangan lain yang menyangkut
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
3. Jelaskan triad epidemiologi suatu penyakit menular dan tidak menular serta
tingkat pencegahan yang lakukan.
a. Penyakit Menular

AGEN

HOST ENVIROTMEN

Saat ini teknologi kedokteran di Indonesia untuk memodifikasi AGEN


INFEKSIUS penyebab Covid-19 belum cukup baik (khususnya belum ditemukan
obat anti-virus SARS-CoV-2 atau vaksin SARS-CoV-2), sehingga berdasarkan
EPIDEMIOLOGIC TRIANGLE, solusi terbaik saat ini untuk mengendalikan
kasus Covid-19 adalah dengan memodifikasi PENJAMU dan LINGKUNGAN,
antara lain dengan cara:

1. Memodifikasi PENJAMU

 Meningkatkan daya tahan tubuh,


 Menjaga higienitas,
 Pola hidup bersih sehat,
 Mengendalikan penyakit lain yang memperberat,
 Mengatur diet sehat,
 Olah raga teratur,
 Tidak merokok

2. Memodifikasi LINGKUNGAN
 Memelihara sanitasi lingkungan,
 Etika batuk-bersin yg benar,
 Meminimalisir kontak (menghindari kerumunan, memodifikasi mode interaksi
antar -orang, isolasi orang yang terinfeksi),
 Monitoring ketat mobilitas orang yang berisiko menyebarkan infeksi. Semakin
banyak orang yang mengetahui bagaimana kondisinya (positif Covid-19 atau
tidak), akan semakin dapat menjaga diri supaya tidak menularkan atau tidak
tertular,
 Identifikasi orang yang rentan terinfeksi.

3. Dan usaha utk menurunkan angka fatality rate (CFR) a.l dg cara:
 Memperbaiki metode skrining dan diagnosis,
 Memperluas cakupan pemeriksaan,
 Mengendalikan faktor2 pemberat, dan
 memperbaiki sistem kesehatan, antara laian; memperbaiki sistem komunikasi
dan alur pelayanan, melengkapi sarana-prasarana RS (termasuk ruang rawat
khusus, laboratorium khusus, APD, obat2an, dll), memilah mana pasien-pasien
yg harus dirawat dan yg dpt dirawat di rumah, menyediakan tenaga kesehatan yg
terlatih, kemungkinan menyediakan RS darurat.
 Jika mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah memasuki wilayah
itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian
meninggalkan tempat itu.
 Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang sehat.

b. Penyakit tidak menular


Diabetes Melitus
1. Penjamu / Host
Faktor yang terkena atau terinfeksi penyakit. Diabetes mellitus dapat menyerang
manusia dan hewan. Pada manusia, tingkat kejadian akan lebih tinggi pada
individu yang mempunyai riwayat keturunan, dan individu yang memiliki berat
badan berlebih.
Sedangkan pada hewan yang dapat menderita diabetes mellitus contohnya
kucing, anjing, kelinci, dan lainnya. Perjalanan sakitnya kurang lebih sama
dengan yang dialami oleh manusia.
2. Agent
Agent adalah faktor yang menyebabkan penyakit. Diabetes mellitus bukan
penyakit menular yang disebabkan oleh satu agent yang pasti. Yang dapat
menyebabkan diabetes mellitus antara lain:
 Pola atau kebiasaan buruk individu
Kebiasaan buruk yang dimaksud misalnya kesalahan terhadap konsumsi
makanan atau minuman, keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan gizi
dan beresiko obesitas. Kebiasaan lainnya karena kurangnya aktivitas fisik
atau tidak berolah raga, hal ini membuat kadar gula dalam darah tetap
karena tidak diubah menjadi energi.
 Gangguan pankreas maupun resistiensi insulin
Gangguan pankreas dimana pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang
cukup untuk mengubah glukosa menjadi energi. Kerusakan pankreas bisa
saja karena adanya virus yang mempengaruhi dan merusak sel – sel beta
pada pankreas yang berfungsi untuk menghaslikan insulin. Virus yang
diduga adalah Rubella, Coxsackievirus B. Gangguan ini biasanya bersifat
bawaan dan akan diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Resistensi
insulin dapat terjadi dimana konsentrasi insulin dalam tubuh yang sangat
tinggi namun tubuh tidak memberikan respon yang semestinya terhadap
kerja insulin, sehingga seakan – akan tubuh kekurangan insulin.
3. Lingkungan
ekonomi yang baik. Hal ini kemungkinan dikaitkan juga dengan obesitas yang
terjadi karena ketidakseimbangan gizi. Prevalensi yang tinggi juga ditunjukkan
oleh penderita wanita dari pada pria, dan komplikasi lebih sering terjadi pada
penderita usia dewasa dari pada anak – anak.
Faktor kebudayaan juga dapat memicu timbulnya diabetes seperti pada budaya
timur yang cenderung banyak mengonsumsi makanan berkarbohidrat tinggi
yang dapat menaikkan kadar gula darah seseorang.
4. Jelaskan istilah yang Anda pahami mengenai reservoir, airbone, transmission dan
vektor serta berikan contohnya.
a. Reservoir adalah manusia, hewan, tumbuhan, tanah atau zat organik seperti tinja
makanan yang menjadi tempat bertumhunya agen, sewaktu agen berkembang biak
reservoir mereka melakukan sedemikian rupa sehingga penyakit dapat di tularkan
ke pejamu yang rentan.
Contoh : Babi, sapi, domba sebagai penyebaran virus japanese ensephalitis
b. Vektor adalah hewan avertebrata yang bertindak sebagai penular penyebab (agen)
sebagai host (pejamu) yang sakit ke pejamu yang lain yang rentan.
Contoh: Aedes Aigepty sebagai vektor demam berdarah.
c. Airbone penyakit yang menyebar lewat udara. Akibatnya seseorang bisa sakit
hanya karena dia menghirup udara, yang telah tercemar virus atau bakteri
penyebab penyakit.
Contoh: Penyebaran Penyakit TBC penyebaran virus Tuberculosis
Mycobacterium, Covid -19
Airborne disease bisa menyebar saat ada pasien yang menunjukkan gejala infeksi
berupa batuk, bersin, atau sekadar bicara. Gejala tersebut mengakibatkan cairan
pada tenggorokan dan saluran pernapasan muncrat ke udara.

d. Transmission adalah infeksi yang bersumber di dalam suatu wilayah;


serta community transmission, atau infeksi yang menyebar dengan cepat tetapi
sumber utamanya belum dapat ditentukan.
Contoh : Penyebaran C0vid-19
5. Perbedaan pencegehan primordial dan primer dan berikan contohnya.
Pencegahan primer. Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis,
dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau
menunda terjadinya kasus baru penyakit (AHA Task Force, 1998).
Pencegahan primordial” dan “reduksi kerugian”. Pencegahan primordial adalah strategi
pencegahan penyakit dengan menciptakan lingkungan yang dapat mengeliminasi faktor
risiko, sehingga tidak diperlukan intervensi preventif lainnya (Wallace, 2007).
Contoh:
a. Program eliminasi global cacar (variola), sehingga tidak diperlukan imunisasi cacar;
b. Penciptaan lingkungan bersih sehingga tidak diperlukan pengabutan nyamuk Aedes
agypti;
c. Program eliminasi garam dari semua makanan yang jika tercapai sangat efektif untuk
mencegah hipertensi.

6. Jelaskan suatu Riwayat Penyakit Alamiah yang Anda Ketahui.


Terdapat 5 tahap Riwayat Alamiah Penyakit Diabetes Melitus:
a. Tahap Prepatogenesis
Pada kondisi ini, individu belum merasakan gejala (simptom) dan
belumdinyatakan diabetes. Tahap prepatogenesis dapat berpindah menjadi
prediabetes dipengaruhi oleh faktor resiko masing-masing individu.
b. Tahap PrediabetesPre-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang
berada diantarakadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi
tidak cukuptinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Pada masa pre-
diabetes
ini belum terdapat abnormalitas dari metabolisme, tapi sudah membawa faktorgen
etik (carriers). Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untukdiabetes,
serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik,kondisi pra-
diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurunwaktu 5-10 tahun.
Ada dua tipe kondisi pra-diabetes:
 Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa
darah puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa
darah puasa normal:<100 mg/dl).
   Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa
Terganggu(TGT), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang
pada ujitoleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi
untukdikategorikan ke dalam kondisi diabetes.
c. Tahap Diabetes Kimiawi Pasien masih bersifat asimptomatik (belum timbul
gejala-gejala) namun sudahterdapat abnormalitas metabolisme pada pemeriksaan
laboratoris.
d. Tahap Klinis Fase dimana penderita sudah menunjukkan gejala-gejala dan tanda-
tanda penyakit DM. Gejala-gejala diabetes melitus yaitu Trias DM (Poliuria,Polid
ipsia, Polifagia).
e. Tahap Akhir Penyakit Penyakit Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang
belum dapat disembuhkan.Penyakit ini hanya dapat dikontol dan diberi
pengawasan khusus. Penyakit komplikasi yang muncul dari penyakit diabetes
melitus dapat menimbulkan kecacatan atau kematian misalnya katarak,
ganggrene, stroke, PJK, dll. Apabilatidak muncul komplikasi, individu tersebut
tetap akan menjadi carier atau pembawa sifat penyakit dan dapat menularkan
kepada keturunannya.
TUGAS III
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT LUPUS

Penyakit tidak menular akhir-akhir ini menjadi masalah kesehatan dengan angka
kejadian penyakitnya terus meningkat, seiring dengan meningkatnya angka harapan
hidup, termaksud penyakit autoimun dan penyakit degeneratif, salah satunya adalah
Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Penyakit SLE merupakan penyakit
inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya, memiliki sebaran gambaran
klinis yang luas serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam. Kekeliruan dalam
mengenali penyakit ini sering terjadi. sehingga seringkali terlambat dalam diagnosis dan
penatalaksanaannya.
Penyakit SLE disebut dengan penyakit seribu wajah, merupakan salah satu
penyakit reumatik autoimun yang memerlukan perhatian khusus baik dalam mengenali
tampilan klinis penyakitnya hingga pengelolaannya.
Perjalanan penyakit SLE ini sangatlah dinamis sehingga seringkali menyulitkan
diagnosis
Lupus adalah penyakit dimana sistem imun, yang normalnya memerangi infeksi,
mulai menyerang sel sehat dalam tubuh. Fenomena ini disebut autoimun dan apa yang
diserang oleh sistem imun disebut autoantigen. Kehidupan odapus bisa berubah drastis
sejak sakit lupus dan mereka merasa sangat sulit untuk mengelola penyakit ini.
Odapus akan beberapa kali mengalami suatu periode kemunculan gejala lupus
yang parah (lupus flares) dan periode lainnya dimana gejalanya lebih ringan. Sebenarnya
gejala lupus bisa diatasi secara efektif dengan terapi yang sudah ada sekarang, namun
untuk saat ini belum ditemukan obat apapun yang dapat menyembuhkan penyakit lupus.
The Lupus Fondation of America tahun 2012 memperkirakan sekitar 1,5 juta
kasus terjadi di Amerika dan setidaknya lima juta kasus di dunia. Setiap tahun
diperkirakan terjadi sekitar 16 ribu kasus baru Lupus. Sebagian besar mereka adalah
perempuan umur produktif dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100 ribu penderita baru.
Data prevalensi di setiap negara di dunia berbeda-beda. Prevalensi SLE di Amerika
Serikat adalah 15-50 per 100.000 populasi.(5) Setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000
penyandang SLE baru di seluruh dunia.
Di Indonesia, jumlah penderita penyakit lupus secara tepat belum diketahui.
Prevalensi SLE di masyarakat berdasarkan survei yang dilakukan oleh Prof. Handono
Kalim, dkk tahun 2011 di Malang memperlihatkan angka sebesar 0,5% terhadap total
populasi. Dari sekitar 1.250.000 orang Indonesia yang terkena penyakit SLE, sangat
sedikit yang menyadari bahwa dirinya menderita penyakit SLE. Hal ini terjadi karena
gejala penyakit SLE pada setiap penderita berbeda-beda, tergantung dari manifestasi
klinis yang muncul.
Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online, pada tahun 2016 terdapat 858
rumah sakit yang melaporkan datanya, diketahui terdapat 2.166 pasien rawat inap yang
didiagnosis penyakit Lupus, dengan 550 pasien diantaranya meninggal dunia. Tren
penyakit lupus pada pasien rawat inap rumah sakit meningkat sejak tahun 2014-2016.
Jumlah kasus lupus tahun 2016 meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 2014, yaitu
sebanyak 1.169 kasus. Pada tahun 2016, Perhimpunan SLE Indonesia (PESLI)
mendapatkan rata-rata insiden SLE dari data 8 rumah sakit adalah sebesar 10,5%. (7)
Pada saat ini angka kesakitan dan kematian Penyakit SLE cenderung meningkat dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal tersebut karena makin
meningkatnya umur harapan hidup masyarakat Indonesia dan makin tingginya pajanan
faktor risiko, yaitu hal-hal yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya penyakit
tidak menular pada seseorang atau kelompok tertentu

1. Konsep Segitiga epidemiologi Penyakit Lupus

Faktor penyebab terserangnya seseorang terhadap penyakit Lupus hingga kini


belum diketahui, tetapi pengaruh lingkungan dan faktor genetik, hormon diduga
sebagai penyebabnya.

PEJAMU

ENVIRONMENT
AGEN
1. Host (penjamu)
a. Faktor Genetik : Tidak diketahui gen atau gen – gen apa yang menjadi penyebab
penyakit tersebut, 10% dalam keluarga Lupus mempunyai keluarga dekat orang tua
atau kaka adik) yang juga menderita lupus, 5% bayi yang dilahirkan dari penderita
lupus terkena lupus juga, bila kembar identik, kemungkinan yang terkena Lupus hanya
salah satu dari kembar tersebut.
b. Umur dan Jenis kelamin
Secara epidemiologi, 90% penyakit lupus menyerang perempuan serta 10% anak-anak
dan laki-laki Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda dengan puncak kejadian
pada usia 15-50 tahun (selama masa reproduktif) dengan perbandingan wanita dan
laki-laki 5:1. Penyakit ini sering ditemukan pada beberapa orang dalam satu keluarga
c. Faktor hormon, dapat menjelaskan mengapa kaum perempuan lebih sering terkena
penyakit lupus dibandingkan dengan laki-laki. Meningkatnya angka pertumbuhan
penyakit Lupus sebelum periode menstruasi atau selama masa kehamilan mendukung
keyakinan bahwa hormon, khususnya ekstrogen menjadi penyebab pencetus penyakit
Lupus. Akan tetapi hingga kini belum diketahui jenis hormon apa yang menjadi
penyebab besarnya prevalensi lupus pada perempuan pada periode tertentu yang
menyebabkan meningkatnya gejala Lupus masih belum diketahui.

d. Ras
Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada
ras tertentu seperti ras kulit hitam, Cina, dan Filipina. Bangsa Asia dan Afrika lebih
rentan terkena penyakit in dibandingkan dengan kulit putih. Data di Amerika
menunjukkan angka kejadian penyakit Lupus Ras Asia lebih tinggi dibandingkan ras
Kaukasia.
2. Agent
a. Terinfeksi virus Epstein-Barr Merupakan virus yang biasanya tertidur di dalam sel
dari sistem imun anda meskipun tidak jelas alasan mengapa dan apa yang membuat
virus tersebut aktif kembali.
b. Terkena zat kimia Beberapa studi menunjukkan bahwa mereka yang bekerja dan
rentan terekspos merkuri dan silica memiliki peningkatan risiko lupus. Merokok juga
dapat meningkatkan risiko mengalami lupus.
c. Obat tertentu yang digunakan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan drug-
induced lupus. Banyak obat yang secara potensial dapat memicu lupus, sebagai
contoh antara lain adalah antipsychotic chlorpromazine; obat tekanan darah tinggi,
seperti hydralazine; obat tuberculosis isonoazid dan obat jantung procainamide.
Biasanya membutuhkan jangka waktu penggunaan dalam beberapa bulan sebelum
gejala timbul.

3. Environment (lingkungan)
a. Faktor lingkungan sangat berperan sebagai pemicu Lupus, misalnya : infeksi, stress,
makanan, antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan penisilin), cahaya ultra violet
(matahari) dan penggunaan obat – obat tertentu.
b. Faktor sinar matahari adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala
Lupus. Diduga oleh para dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak ekstrogen
sehingga mempermudah terjadinya reaksi autoimmun. Tetapi bukan berarti bahwa
penderita hanya bisa keluar pada malam hari. Pasien Lupus bisa saja keluar rumah
sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00 WIB dan disarankan agar memakai
krim pelindung dari sengatan matahari. Teriknya sinar matahari di negara tropis
seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus kekambuhan bagi para pasien yang peka
terhadap sinar matahari dapat menimbulkan bercak-bercak kemerahan di bagian
muka.kepekaan terhadap sinar matahari (photosensitivity) sebagai reaksi kulit yang
tidak normal terhadap sinar matahari.
2. Tahapan riwayat alamiah penyakit Lupus

Manifestasi penyakit LES sangat Luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa,
sendi, darah, jantung, paru, ginjal, sistem susunan saraf pusat dan sistem imun. Oleh
karena itu manifestasi penyakit LES sangat beragam dengan perjalanan penyakit yang
bervariasi dan memiliki risiko penyakit yang tinggi ( hingga 67% lebih tinggi dari
populasi normal. Sehingga memerlukan pengobatan yang lama sampai seumur hidup.
Untuk itu diperlukan penanganan dini serta penatalaksanaan yang tepat.
Derajat Berat Ringannya Penyakit SLE Seringkali terjadi kebingungan dalam proses
pengelolaan SLE, terutama menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama
pemberian dan pemantauan efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu
upaya yang dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah
dengan ditetapkannya gambaran tingkat keparahan SLE. Penyakit SLE dapat
dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa.
1. Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:
a. Secara klinis tenang
b. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
c. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal,
susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit. Contoh SLE dengan
manifestasi arthritis dan kulit.
2. Penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang manakala ditemukan:
a. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
b. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
c. Serositis mayor
3. Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan
sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:
a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis,
tamponade jantung, hipertensi maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru,
infark paru, ibrosis interstisial, shrinking lung.
c. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
d. Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.
e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati
transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma
demielinasi.
g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit < 20.000/mm3 , purpura
trombotik trombositopenia, trombosis vena atau arteri.

4. Upaya pencegahan penyakit Lupus

a. Hindari aktivitas fisik yang berlebihan


b. Hindari merokok
c. Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi inflamasi
d. Hindari stres dan trauma fisik
e. Diet kusus sesuai dengan orang yang terkena
f. Hindari pajanan matahari secara langsung khusu UV pada jam 10.00 sampai
dengan 15.00
g. Gunakan pakaiana yang tertutup, tabis surya minimal SPF 30 +++ menit sebelum
keluar rumah
h. Hindari pajanan lampu UV
i. Hindari pemakaian kontrasepsi dan obat lain yang mengandung hormon ekstrogen
j. Kontrol secara teratur kedokter
k. Minum obat teratur

Penderita penyakit lupus disebut dengan odapus. Odapus dapat memeriksakaan


diri pada dokter spesialis rheumatology.  Jika berobat dengan teratur sesuai saran dokter
(yang biasanya diminum seumur hidup), penyakit lupus dapat ditanggulangi. Dan odapus
akan dapat hidup layaknya orang normal.
Penyakit lupus tidak menular, jadi kita tidak perlu kuatir bila harus berhubungan dengan
penderita penyakit Lupus. Sebaliknya, kita dapat membantunya dengan memberi
dukungan dan support pada mereka sehingga tidak stres.
5. Peran perawat komunitas dalam menggunakan epidemiologi dasar dalam rangka
memberikan asuhan keperawatan komunitas.
1. Edukasi / Konseling

Pada dasarnya pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan dukungan dari
sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Perlu dijelaskan akan perjalanan
penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan akan masalah aktivitas
fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan antara lain melindungi kulit dari paparan
sinar matahari (ultra violet) dengan memakai tabir surya, payung atau topi; melakukan
latihan secara teratur. Pasien harus memperhatikan bila mengalami infeksi. Perlu
pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, osteoporosis atau terjadi dislipidemia.
Diperlukan informasi akan pengawasan berbagai fungsi organ, baik berkaitan dengan
aktivitas penyakit ataupun akibat pemakaian obat-obatan. Butir-butir edukasi pada pasien
SLE

2. Berperan lansgung dalam penyuluhan


3. Melakukan pendataan, menganalisis dan berperan mencari prioritas masalah
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Apa Itu Lupus?? http://Dokter Sehat.com. Diakses tanggal 30 Mei 2009
Anonim. 2009. Lupus. http://nusaindah.tripoid.com. Diakses tanggal 30 Mei 2009
Djoerban, Zubairi. 2002. Kemajuan Pengobatan Penyakit Lupus.
http://www.kompas.com. Diakses tanggal 09 April 2021. Pkl 22.21
Direktorat Jenderal pencegahan dan pengendalian penyakit lupus erimatosus sistemil
(SLE) di fasilitas kesehatan tingkat pertama 2016.
Anonim .2017. infodatim Lupus http:// pusdatin kemkes.go.id. Diakses tanggal 09 April 2021.
Pkl 22.21
Luthfia Ayu Azanella. 2018. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
"HIV/AIDS dalam Angka: 36,9 Juta Penderita, 25 Persen Tak Menyadarinya", Klik untuk
baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2018/12/01/124545720/hivaids-dalam-angka-369-juta-
penderita-25-persen-tak-menyadarinya?page=all.
Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Anonim.2020. Segitiga Epidemiologi https://fk.uhamka.ac.ai. Diakases 10 April 2021
Anonim .2020. Riwayat alamiah Penyakit https://fk.uns.ac.id. Diakses 10 April
2021.
Anonim. Ruang Lingkup Diabetes Melitus.https://www.academia.edu. Diakses 11 April
2021

http://scholar.unand.ac.id ›.
http://repository.usu.ac.id › b. Riwayat Alamiah Penyakit HIV AIDS

Susilawati dan Bachtiar, N. (2018). Biologi Dasar Terintegrasi (PDF). Pekanbaru: Kreasi


Edukasi. hlm. 5. ISBN 978-602-6879-99-8.

  Miquel Porta (2014). A Dictionary of Epidemiology (edisi ke-6). New York: Oxford


University Press. ISBN 978-0-19-997673-7. Diakses tanggal 16 Juli 2014.

 Nutter, Jr., F.W. (1999). "Understanding the interrelationships between botanical, human, and
veterinary epidemiology: the Ys and Rs of it all". Ecosystem Health. 5 (3): 131–
40. doi:10.1046/j.1526-0992.1999.09922.x.

Anda mungkin juga menyukai