Anda di halaman 1dari 8

Lampiran III Surat Wakil Rektor Bidang Akademik

Nomor : 33953 /UN31.WR.1/PK.02.03/2020


Tanggal : 2 September 2020

SOAL DAN PEDOMAN PENSKORAN


TUGAS TUTORIAL/TUGAS MATA KULIAH
UNIVERSITAS TERBUKA

Program Studi : S1 Perpustakaan dan Sain Informasi


Kode/Nama Mata Kuliah : PUST4311/Sumber-Sumber Informasi
Jumlah sks : 3 sks
Nama Penulis : Dra. Sri Suharmini Wahyuningsih, M.Hum. Institusi : Universitas Terbuka
Nama Penelaah : Surya Adi Sasmita, S.Hum., M.A. Institusi : Universitas Terbuka
Tahun Pengembangan : 2020
Status Pengembangan : Baru/Revisi*

Tangerang Selatan, 09 September 2020


Menyetujui, Telah divalidasi Pengampu Mata Kuliah,
Ketua Program Studi S1 Perpustakaan dan Sain Informasi, Pengampu Mata Kuliah,

Tanda tangan dan nama Tanda tangan dan nama

Drs. Sutartono, M.Hum. Dra. Sri Suharmini Wahyuningsih, M.hum


NIP 196102221999031001 NIP 195802271986022002
*) coret yang tidak sesuai
LEMBAR SOAL
TUGAS TUTORIAL ATAU TUGAS MATA KULIAH I/II/III*
Fakultas : Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi : S1 Perpustakaan dan Sains Informasi Sumber Soal
Kode/Nama MK : PUST4311 /Sumber-Sumber Informasi Kode MK &
Nomor KB
Penulis Soal/Institusi : Sri Suharmini Wahyuningsih /UT Nomor Modul
Penelaah soal//institusi : Surya Adi Sasmita /UT PUST2251 KB 1
Tahun Penulisan : 2020 Modul 1 dan 2
Butir Soal No. : 1____________________
Skor Maks. : 50___________________

Capaian Pembelajaran : Mahasiswa mampu Menjelaskan Kamus, dan ensiklopedi

Indikator : Menjelaskan Kamus (pengertian, penggunaan dan jenis kamus)

Jenis sumber informasi sangat beragam dari yang cetak sampai dengan yang digital atau
online.
Salah satu jenis sumber informasi yang digunakan adalah Kamus.
a. Jelaskan pengertian kamus (berikan pengertian menurut siapa)
b. Jelaskan tujuan penggunaan kamus sebagai sumber informasi
c. Berikan contoh 2 buah kamus (tunjukkan cover kamus) dan sebutkan sumber Anda
mendapatkan contoh tersebut

Jawaban
Pekerjaan referensi akan efektif apabila pustakawan mempunyai pengetahuan tentang sumber-
sumber informasi. Pengetahuan ini menjadi bekal untuk memilih dan mengevaluasi bahan-
bahan yang akan dikelompokkan kedalam koleksi referensi. The ALA Glossary of Library
Information Science mendifinisikan buku referensi sebagai: (1) Buku yang dirancang dengan
penyusunan dan perlakuan subjeknya untuk dilihat pada informasi yang sudah pasti bukan
untuk dibaca secara berurutan (2) buku yang penggunaannya terbatas dalam gedung
perpustakaan. Kebanyakan pustakawan referensi mengandalkan buku-buku referensi yang
diidentifikasi dan di ditetapkan secara cermat untuk simpan di perpustakaan. Kebanyakan
pemustaka mengenal buku referensi, dan banyak rumah tangga yang menyimpan kamus dan
ensiklopedia. Kamus elektronik juga tersedia di handset telefon genggam, bahkan saat ini
banyak sekali kamus ensiklopedia yang dapat diakses melalui Internet.
Namun demikian, jenis sumber referensi yang manakah yang sering digunakan untuk
masing-masing subjek? Tentunya tidak ada jawaban yang pasti, karena terlalu banyak variablel
dalam hal kecanggihan pengguna, kemampuan pemustaka, ketrampilan pustakawan,
kebutuhan khusus komunitas dan sejenisnya. Perpustakaan PDII-LIPI mungkin akan
memilihkan Encyclopedia of Chemical Processing and Design (Chemical Processing and
Design Encyclopedia) atau Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemist. Sementara
perpustakaan umum mungkin akan memilihkan pemustaka mereka dengan kokesi-koleksi
yang lebih umum.
Salah satu cara untuk menggolongkan sumber referensi adalah dari bentuknya, yakni
tercetak, bentuk mikro, format elektronik seperti CD-ROM, atau dokumen yang dapat diakses
melalui Internet. Namun dapat pula dibagi menjadi dua kelas utama yaitu kompilasi yang
menyediakan informasi langsung dan kompilasi yang merujuk pada sumber lain yang berisi
informasi, hanya menunjukkan tempat dimana informasi itu didapatkan. Dalam praktik,
perbedaan ini menjadi kabur karena sumber-sumber jenis pertama sering merujuk pada yang
lain untuk informasi yang lebih lengkap, sedangkan jenis kedua cukup menjawab beberapa
pertanyaan. Jenis dari jenis pertama mencakup ensiklopedia, kamus, almanak, handbook, buku
tahunan, atlas, dll. Sedangkan jenis kedua termasuk katalog, bibliografi dan indeks.

*) Coret yang tidak perlu


LEMBAR SOAL
TUGAS TUTORIAL ATAU TUGAS MATA KULIAH I/II/III*
Fakultas : Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi : S1 Perpustakaan dan Sains Informasi Sumber Soal
Kode/Nama MK : PUST4311 /Sumber-Sumber Informasi Kode MK &
Nomor KB
Penulis Soal/Institusi : Sri Suharmini Wahyuningsih /UT Nomor Modul
Penelaah soal//institusi : Surya Adi Sasmita /UT PUST2250 KB 2
Tahun Penulisan : 2020 Modul 1
Butir Soal No. : 2____________________
Skor Maks. : 50___________________

Capaian Pembelajaran : Mahasiswa mampu menjelaskan bahan rujukan yang memuat


informasi kepustakaan

Indikator : Menjelaskan katalog dan bibliografi (pengertian, penggunaan dan jenis katalog
dan bibliografi)

Sumber informasi lainnya, yang juga sering digunakan untuk mencari sumber informasi
sebagai koleksi perpustakaan adalah katalog, baik dalam bentuk kartu maupun elektronik.
a. Jelaskan manfaat katalog secara umum
b. Berikan 4 contoh katalog perpustakaan dari 2 Perpustakaan (jangan lupa berikan nama
perpustakaan dimana Anda mendapatkan katalog tersebut)

Jawaban

Katalog berasal dari bahasa Latin “catalogus” yang berarti daftar barang atau benda yang
disusun untuk tujuan tertentu. Contoh katalog dalam pengertian umum adalah Sophie Martin
Le Catalogue, katalog penerbit dsb.

Beberapa definisi katalog menurut ilmu perpustakaan dapat disebutkan sbb :

1. Katalog berarti daftar berbagai jenis koleksi perpustakaan yang disusun menurut sistem
tertentu.(Fathmi, 2004,p.6 )
2. A catalogue is a list of, an index to, a collection of books and/or other materials. It
enables the user to discover : what material is present in the collection, where this
material may be found. (Hunter, 199, p. 1)
3. Katalog perpustakaan merupakan suatu rekaman atau daftar bahan pustaka yang
dimiliki oleh suatu perpustakaan atau beberapa perpustakaan yang disusun menurut
aturan dan sistem tertentu. (Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan, 2003, p. 130)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa katalog merupakan daftar dari koleksi
perpustakaan atau beberapa perpustakaan yang disusun secara sistematis, sehingga
memungkinkan pengguna perpustakaan dapat mengetahui dengan mudah koleksi apa yang
dimiliki oleh perpustakaan dan dimana koleksi tersebut dapat ditemukan.

 
Sedangkan pengertian katalog induk (union catalog) sangat berkaitan erat dengan kerjasama
pengkatalogan (cooperative cataloguing). Cooperative cataloguing sesuai dengan istilahnya
merupakan kerjasama antar perpustakaan dalam pengerjaan katalog dan hasilnya adalah
katalog induk. Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa katalog induk merupakan hasil
kerjasama dalam pengerjaan katalog oleh beberapa perpustakaan atau penyatuan dari beberapa
katalog perpustakaan. Berikut adalah contoh katalog induk yaitu Katalog Induk Thailand dan
Katalog Induk Lousiana yang dapat di akses melalui internet dengan
alamat :http://uc.thailis.or.th dan http://search.lousilibraries.org

FUNGSI KATALOG INDUK

Sebetulnya fungsi katalog induk tidak jauh berbeda dengan fungsi katalog.

Charles Ammi Cutter menyebutkan tiga fungsi katalog yaitu :

1. Enable a person to find a book of which either :

the author

the title                        is known

the subject

2. Show what the library has :

by given author

on a given subject

in a given kind of literature

3. Asssist in the choice of a book :

as to its edition

as to its character (literacy or topic)

Terjemahan secara bebas adalah sbb :

1. Memungkinkan seseorang menemukan sebuah buku yang diketahui dari pengarang,


judul atau subyeknya.
2. Menunjukkan apa yang dimiliki suatu perpustakaan oleh pengarang tertentu, pada
subyek tertentu, dalam jenis literatur tertentu.
3. Membantu dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau berdasarkan karakternya
(bentuk sastra atau berdasarkan topik)

Fungsi tersebut dikemukakan oleh Cutter lebih dari 100 tahun yang lalu, namun sampai saat
ini masih sangat relevan tentunya dengan beberapa penyesuaian seperti istilah buku sebaiknya
diganti dengan istilah koleksi. Sedangkan untuk katalog induk mempunyai fungsi tambahan
antara lain mempermudah penyalinan katalog (copy cataloguing), mendukung pengawasan
bibliografi (bibliographic control), dan menopang silang layan (inter library loan).

MEMPERMUDAH PENYALINAN KATALOG (COPY CATALOGUING)

Fungsi katalog induk dalam mempermudah penyalinan katalog (copy cataloguing) bukan
ditujukan untuk kepentingan pengguna perpustakaan secara langsung, melainkan untuk
kepentingan para pustakawan khususnya pengkatalog dan pengklasir. Dengan adanya katalog
induk memungkinkan pengkatalog dan pengklasir menyalin, mengkopi, atau mengunduh data
bibliografi dan nomor kasifikasi yang sudah ada dalam katalog induk tersebut. Dengan
demikian sebuah buku atau bahan pustaka lainnya tidak perlu dibuat katalognya secara
berulang-ulang oleh setiap perpustakaan apabila katalognya sudah tersedia di katalog induk,
tentunya dengan beberapa penyesuaian apabila diperlukan. Copy cataloguing juga
memungkinkan untuk meng”upload” katalog seandainya buku yang akan dibuat katalognya itu
tidak ada dalam katalog induk. Dengan cara demikian akan sangat menghemat biaya, tenaga
dan waktu dan akan mempercepat pemrosesan bahan pustaka serta pada gilirannya akan
meningkatkan pelayanan kepada pengguna perpustakaan.

MENDUKUNG PENGAWASAN BIBLIOGRAFI (BIBLIOGRAPHIC CONTROL)

Pengawasan bibliografi (Bibliographic control) adalah konsep dan mekanisme untuk


mengetahui semua terbitan buku dalam suatu kawasan pada suatu kurun waktu tertentu, baik
dalam suatu negara atau suatu regional atau tingkat internasional. Dengan prinsip ini, dapat
diketahui jenis, jumlah dan judul buku apa saja yang sudah diterbitkan dalam suatu daerah
tertentu pada masa tertentu ( Abdul Rahman Saleh dkk., 2005).

Fungsi katalog induk dalam mendukung pengawasan bibliografi sebetulnya merupakan fungsi
yang harus dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional. Perpustakaan Nasional dalam
melaksanakan pengawasan bibliografi biasanya dengan mekanisme pemberian ISBN
(International Standard Book Number) dan menerapkan Undang-Undang tentang serah simpan
karya cetak dan karya rekam serta dengan cara mengumpulkan bahan rujukan berupa
bibliografi atau indeks. Katalog induk dapat mendukung terlaksananya pengawasan bibliografi
secara efektif.

Dalam konteks karya ilmiah perguruan tinggi, katalog induk dapat pula difungsikan sebagai
alat bantu  pengawasan bagi dosen pembimbing atau peneliti. Dosen pembimbing skripsi, tesis
atau desertasi dapat dengan mudah mengetahui apakah karya tulis yang dibuat mahasiswanya
itu asli atau tidak. Begitu juga para peneliti akan sangat mudah mengetahui apakah penelitian
yang akan dilakukan sudah pernah diteliti orang lain atau belum. Dengan demikian
pengulangan penelitian akan dapat dihindari.

MENOPANG SILANG LAYAN (INTER LIBRARY LOAN)      

Di dunia ini tidak ada pengelola perpustakaan yang berani mengatakan bahwa
perpustakaannya adalah perpustakaan yang lengkap. Berapa jumlah informasi yang terbit
setiap hari ? Saya belum menemukan data tentang jumlah terbitan buku diseluruh dunia,
namun yang pasti adalah sangat banyak. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Abdul
Rahman Saleh dkk. disebutkan bahwa di Indonesia selama tahun 2002 jumlah buku yang
diterbitkan adalah sebanyak 6.656 judul. Ini baru buku yang terbit di Indonesia belum
termasuk yang terbit di negara-negara lain. Kalau ada pustakawan yang menyatakan bahwa
perpustakaannya mempunyai koleksi yang lengkap, betapa besar dana yang dibutuhkan untuk
pengembangan koleksinya. Hal ini nampaknya sulit untuk direalisasikan.

Disisi lain kebutuhan informasi stakeholders perpustakaan khususnya pengguna meningkat


terus seiring dengan cepatnya perkembangan informasi dan teknologi. Untuk mengatasi
persoalan tersebut perpustakaan sebaiknya menyelenggarakan kegiatan silang layan. Katalog
induk mempunyai peran penting dalam kegiatan silang layan. Dengan mengakses melalui
katalog induk, pengguna perpustakaan akan mudah mengetahui dimana informasi yang dicari
itu berada dan bagaimana cara untuk mendapatkannya.

KATALOG INDUK KARYA ILMIAH PERGURUAN TINGGI DAN KEBUTUHAN


INFORMASI STAKEHOLDERS.

Dalam Workshop for Result Developing Information Resources Sharing di Universitas


Brawijaya Malang tgl. 3-4 Mei 2007 yang lalu, Sulistyo-Basuki telah menyampaikan suatu
masalah tentang rancunya penggunaan istilah produk perguruan tinggi dengan local content.
Keduanya adalah suatu hal yang berbeda. Orang sering mengatakan bahwa produk perguruan
tinggi, seperti, tesis, disertasi, laporan penelitian, laporan rektor merupakan local content,
padahal produk seperti tersebut dinamakan dengan literatur kelabu (grey literature). Sedangkan
yang dimaksud dengan local content adalah terbitan mengenai suatu lembaga atau daerah.

Dalam kaitannya dengan katalog induk sebetulnya tidak ada perbendaan fungsi yang
signifikan antara katalog induk karya ilmiah perguruan tinggi dengan local content atau
dengan bahan pustaka lain. Dalam hal ini perbedaan yang nampak justru terletak pada
pemenuhan kebutuhan informasi stakeholders khususnya pengguna perpustakaan. Seseorang
yang menelusur informasi tentang sebuah buku melalui katalog online baik yang melalui
internet atau local area network masih jarang yang menanyakan apakah buku tersebut sudah
didigitalkan atau belum. Pada umumnya para pengguna perpustakaan sudah paham bahwa
koleksi buku belum disimpan dalam bentuk digital, kecuali buku yang sudah dirancang untuk
e-book. Lain halnya dengan koleksi skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian; koleksi
tersebut sudah banyak yang disimpan dalam bentuk digital. Kalau seseorang telah mengetahui
skripsi dengan judul tertentu ada di sebuah perguruan tinggi tertentu melalui katalog online,
dia akan menanyakan bagaimana cara mendapatkan fulltextnya. Para pengguna perpustakaan
pasti tidak puas apabila hanya disajikan data bibliografinya. Dengan tuntutan pengguna seperti
itu, perpustakaan biasanya melengkapi data bibliografinya dengan abstrak dan fulltextnya.
Khusus untuk fulltext, perputakaan lazimnya masih menyimpan secara tersembunyi. Data
tersebut akan dapat dimunculkan apabila syarat-syarat tertentu sudah terpenuhi.

SULITNYA MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN KATALOG INDUK

Ini bukan pernyataan yang pesimistis, melainkan suatu kenyataan yang mesti dihadapi apabila
ingin membangun atau mengembangkan katalog induk. Pengalaman menunjukkan bahwa
Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia melalui UKKP (Unit Koordinasi Kegiatan
Perpustakaan) telah mencoba membangun katalog induk nasional pada tahun 1994, hasilnya
tidak dapat kita rasakan sampai saat ini. Perpustakaan Nasional dengan koleksi digitalnya telah
mampu mengembangkan katalog induk secara online, tetapi isinya masih sangat
memprihatinkan. Berikut ini penulis akan sajikan perbandingan hasil mengakses Koleksi
Digital Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan  Thailand Union Catalog (Lihat
gambar). Ketika penulis mengakses katalog melalui Koleksi Digital Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia dengan kata kunci : akuntansi, maka informasi yang didapat adalah “tidak
ditemukan cantuman yang bersesuaian. Bandingkan ketika kita mengakses dengan kata yang
sama dalam bahasa Inggeris melalui Thailand Union Catalog ! Hasilnya ditemukan 6773
records. Contoh lain adalah kita dapat mengakses katalog induk di Perpustakaan Universitas
Airlangga dengan OAI Harvester nya. Namun perkembangannya juga masih lambat. Pada tgl.
23 Mei 2007 jumlah data yang sudah dimasukkan adalah 25 records untuk koleksi digital yang
ada di UNAIR, 25015 records untuk koleksi buku dari UNAIR, 407 records dari UNIBRA,
1529 records dari ITS, 17924 records dari UI, dan 678 records koleksi jurnal dari UNAIR.
Setelah beberapa hari kemudian yaitu tgl. 28 Mei 2007, penulis lihat data tersebut masih belum
berubah yang berarti tidak ada perkembangan. Idealnya suatu katalog induk senantiasa di
update setiap hari, sehingga pengguna perpustakaan akan menemukan hal-hal baru apabila
mengaksesnya. Inilah sulitnya membangun dan mengembangkan katalog induk. Pepatah
mengatakan bahwa membangun itu sulit, tetapi memelihara akan lebih sulit lagi. Dalam kasus
di atas seharusnya ada sinergi antara perpustakaan perguruan tinggi dengan Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia dalam membangun katalog. Induk. Perpustakaan Nasinal RI
sudah punya wadahnya, sementara perpustakaan perguruan tinggi memiliki isinya, kalau
keduanya dapat bersinergi dengan baik Insya Allah pembangunan Katalog Induk Indonesia
akan lebih baik. Selanjutnya fungsi katalog induk akan segera dapat dirasakan oleh
masyarakat.

*) Coret yang tidak perlu

Anda mungkin juga menyukai