Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PERENCANAAN TRANSPORTASI

DOSEN PENGAMPUH :

MUHAMMAD SOFWAN ST.,MT

PITIH ANILAWATI

(173410507)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
KOTA PEKANBARU
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pengenalan Internet Secara Efektif Kepada Masyarakat Desa” dengan baik tanpa
ada halangan yang berarti.

Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang
telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi.
Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya selaku penyusun menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari pembaca.

Dengan karya ini saya berharap masyarakat bisa mengetahui tentang  Bangkitan,
Sebaran, Pemilihan Moda, Pemilihan rute. Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah
ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk
masyarakat luas.

PEKANBARU, 23 SEPTEMBER 2019

PITIH ANILAWATI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN......................................................................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................................5
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................................6
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT......................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................7
LANDASAN TEORI.................................................................................................................................7
2.1 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................7
BAB III.......................................................................................................................................................9
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................9
3.1 Bangkitan...................................................................................................................................9
3.1.1 Model Bangkitan Pergerakan.........................................................................................12
3.2 Sebaran.....................................................................................................................................13
3.2.1 Model Sebaran Pergerakan.............................................................................................13
3.3 Pemilihan Moda.......................................................................................................................18
3.4 Pemilihan Rute.........................................................................................................................21
3.4.1 Model Pemilihan Rute.....................................................................................................22
PENUTUP................................................................................................................................................24
A. KESIMPULAN............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat adanya
aktifitas ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Dalam kerangka makro ekonomi,
transportasi merupakan tulang punggung perekonomian baik di tingkat nasional, regional
maupun lokal, untuk wilayah perkotaan maupun pedesaan. Mobilitas manusia telah
dilaksanakan sejak jaman dahulu kala untuk berbagai tujuan. Semakin banyaknya mobilitas
yang dilakukan oleh manusia maka akan semakin meningkat pula kebutuhan akan saranan
transportasi. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan saranan transportasi maka akan
terjadi berbagai masalah seperti kemacetan lalu lintas. Untuk mengatasi hal tersebut maka
diperlukan perencanaan transportasi yang baik pada suatu tata guna lahan.

Seiring dengan semakin meningkatnya pembangunan di berbagai sektor termasuk


kemajuan teknologi membawa pengaruh negatif lainnya bagi kehidupan manusia. Salah satu
sektor kemajuan yang sangat pesat adalah sarana transportasi yang dapat mempermudah dan
juga mempercepat manusia dalam menjalankan suatu kegiatan. Transportasi timbul dalam
kehidupan manusia karena adanya proses pemenuhan kebutuhan, dimana kebutuhan itu tidak
terpenuhi di tempat ia berada tetapi dapat terpenuhi di tempat lain. Karena alasantersebut
terciptalah pergerakan yang terjadi di 2 (dua) tempat yaitu tempat di mana barang / jasa
dibutuhkan dan tempat di mana barang / jasa tersedia.

Merupakan tahapan dimana pelaku perjalanan memilih moda perjalanannya, Asumsi


yang digunakan mengapa moda A dipilih dibandingkan moda B, C, atau D adalah karena
moda A memberikan nilai manfaat yang paling tinggi dibandingkan moda yang lain. Contoh:
dengan menggunakan moda A biaya perjalanan dan waktu perjalanannya bisa lebih kecil
dibandingkan moda-moda yang lain. Selain alasan fungsi utilitas (manfaat) pada moda yang
dipilih, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokkan
menjadi 4 kategori, antara lain:

1. Ciri Pengguna Jalan


• Ketersediaan atau kepemilikan kendaraan pribadi,
• Pemilikan Surat Ijin Mengemudi (SIM)
• Struktur rumah tangga,
• Pendapatan,
• Faktor lain misalnya keperluan mengantarkan anak sekolah.
2. Ciri Pergerakan
• Tujuan pergerakan,
• Waktu terjadinya pergerakan,
• Jarak perjalanan
3. Ciri Fasilitas Moda Transportasi
• Faktor kuantitatif (waktu dan biaya perjalanan, ketersediaan ruang dan tarif parkir)
• Faktor kualitatif (kenyamanan, keamanan, keandalan,keteraturan)
4. Ciri Kota atau Zona
• Beberapa ciri yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari pusat kota
dan kepadatan penduduk.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan Bangkitan ?
2. Apa yang dimaksud dengan Sebaran ?
3. Apa yang dimaksud dengan Pemilihan Moda ?
4. Apa yang dimaksud dengan Pemilihan Rute ?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT


1. Untuk menjelaskan tentang apa itu bangkitan dan model bangkitan pergerakan
2. Untuk menjelaskan tentang apa itu sebaran dan model sebaran pergerakan
3. Untuk menjelaskan tentang apa itu pemilihan moda dan model pemilihan moda
4. Untuk menjelaskan tentang apa itu pemilihan rute dan model pemilihan rute
BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Tamin & Soegondo (1997), menyatakan pergerakan arus manusia,
kendaraan dan barang akan mengakibatkan berbagai macam interaksi.Akan terdapat interaksi
antara kota sebagai pasar dengan daerah industri, kota sebagai konsumen hasil pertanian
dengan daerah pertanian, kota dengan daerah pariwisata dan antara pabrik dengan lokasi
bahan mentah dan pasar. Semua interaksi yang terjadi memerlukan perjalanan, dan oleh
sebab itu akan menghasilkan pergerakan arus.

Pada tahun 1954, Urban Traffic; A Function of Land Use yang ditulis oleh Mitchell
and Rapkin melakukan kajian lalulintas di kota Detroit. Dengan menggunakan empat peubah
bebas untuk menghitung bangkitan pergerakan (80-90% pergerakan di negara barat adalah
berbasis rumah), yaitu pemilikan kendaraan, kepadatan permukiman, jarak daerah ke pusat
kota, dan pendapatan. Ternyata peubah bebas jumlah mobil per rumah tangga, pendapatan
dan jarak dari pusat kota berkolerasi positif terhadap bangkitan pergerakan. Sebaliknya
peubah bebas kepadatan rumah tangga (jumlah rumah tangga per satuan zona) berkorelasi
negatif; artinya semakin padat daerah tersebut semakin rendah bangkitan pergerakannya.
Akan tetapi analisis regresi linier berganda ini digunakan di kota Washington dengan peubah
bebas sosio-ekonomi dan tata guna lahan yang sama dengan kota Detroit, akan dihasilkan
model yang berbeda. Dari kajian kedua di atas membuktikan meskipun peubah bebas sosio-
ekonomi dan tata guna lahannya sama, perilaku bangkitan kedua kota berbeda karena
memiliki ciri yang berbeda.

Tujuan dasar perencanaan transportasi adalah untuk memperkirakan jumlah dan


lokasi kebutuhan transportasi (jumlah perjalanan) pada masa mendatang (tahun rencana)
untuk kepentingan kebijaksanaan investasi perencanaan transportasi. Sedangkan tujuan
pemodelan adalah memperkirakan besarnya pergerakan kendaraan pada suatu segmen
jaringan jalan, mengevaluasi kondisi eksisting dengan berbagai alternatif penanganan sistem
transportasi dan mengkaji interaksi dari subsistem transportasi yang terkait dalam model.
Model yang banyak digunakan dalam perencanaan transportasi adalah model perencanaan
transportasi 4 (empat) tahap, masing-masing sub model dilakukan secara terpisah dan hasil
keluaran dari sub model merupakan masukan bagi sub model berikutnya.

Model 4 (empat) tahap ini didasarkan pada pelaku perjalanan akan melakukan
beberapa rangkaian keputusan atau pertimbangan, antara lain keputusan untuk melakukan
perjalanan, keputusan untuk memilih tujuan, keputusan untuk memilih moda, keputusan
untuk memilih rute. Model distribusi perjalanan merupakan bagian perencanaan transportasi
yang berhubungan dengan sejumlah asal perjalanan yang ada pada setiap zona dari wilayah
yang diamati dengan sejumlah tujuan perjalanan yang beralokasi dalam zona lain dalam
wilayah tersebut. Distribusi pergerakan dapat direpresentasikan dalam bentuk Matriks Asal
Tujuan, MAT (origin-destination matrix/O-D matrix) atau garis keinginan (desire line).
Menurut Black (1985) dalam keadaan tertentu model ini bisa digunakan tanpa berurutan yang
disebabkan oleh kurangnya kuantitas dan kualitas data yang ada, terbatasnya waktu dan dana
studi serta apa tujuan dari kajian tersebut (Miro, 2002).

Perencanaan transportasi dilakukan dengan menggunakan analisis hubungan


kebutuhan-sediaan transportasi, untuk memperkirakan kebutuhan transportasi di masa depan,
sehingga dibuat model kebutuhan perjalanan. Keluaran dari model kebutuhan perjalanan
adalah jumlah lalu lintas yang diharapkan akan menggunakan setiap ruas jalan dalam
jaringan jalan untuk perkiraan beberapa tahun kedepan.
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Bangkitan
Perjalanan akan menimbulkan pergerakan dan akan membentuk pola perjalanan
dengan bangkitan perjalanan yang berbeda-beda pada kawasan tertentu. Black (1981)
membagi maksud perjalanan dalam dua kategori. Pertama adalah perjalanan berbasis
residensial, merupakan pergerakan yang salah satu atau kedua zona (asal dan atau tujuan)
dari pergerakan tersebut adalah rumah. Kedua adalah perjalanan berbasis non-resindensial,
merupakan pergerakan yang baik awal maupun tujuan pergerakan tersebut adalah bukan
rumah atau yang tidak bersangkut paut dengan rumah. Faktor dalam bangkitan pergerakan
meliputi bangkitan dan tarikan pergerakan untuk manusia, dan bangkitan dan tarikan
pergerakan untuk barang. Dalam Tamin (1997) menyatakan bahwa bangkitan pergerakan
manusia dapat dipengaruhi oleh pendapatan, kepemilikan kendaraan, struktur rumah tangga,
ukuran rumah tangga, nilai lahan, kepadatan daerah pemukiman, dan aksesibilitas.
Sedangkan bangkitan dan tarikan pergerakan untuk barang menurut Papacostas dan
Prevedouros (1993) menyatakan bahwa pergerakan ini hanya merupakan bagian kecil dari
seluruh pergerakan (20%) yang umumnya terjadi di negara industri. Peubah penting yang
mempengaruhi adalah jumlah lapangan kerja, jumlah tempat pemasaran, luas atap industri
tersebut, dan total seluruh daerah. Bangkitan pergerakan harus dianalisis secara terpisah
dengan tarikan pergerakan. Tujuan akhir perencanaan tahapan bangkitan pergerakan adalah
menaksir setepat mungkin bangkitan dan tarikan pergerakan pada masa sekarang yang akan
digunakan untuk meramalkan pergerakan pada masa yang akan datang (Paquette, 1982).

Dua model bangkitan perjalanan yang berdasarkan analisa regresi yaitu model regresi
berbasis zona dan model regresi berbasis rumah tangga. Pada metode berbasis rumah tangga,
maka unit analisis adalah rumah tangga (bukan individu). Data setiap rumah tangga dan data
setiap rumah dipakai sebagai masukan data vektor sehingga semua fluktuasi mengenai ciri
runah tangga dan perilaku dapat semuanya dipertimbangkan dalam metode tersebut. Morlok
(1985) menyatakan bahwa salah satu metode yang dipakai untuk perkiraan perjalanan
berbasis rumah tangga adalah analisa regresi yang merupakan suatu metode dipakai untuk
memperkirakan nilai-nilai terbaik untuk parameter-parameter suatu hubungan matematis
yang diberikan diantara dua atau lebih variabel. Menurut Soetjipto dan Sulistyono (2005),
dimana penelitian mengkaji model produksi perjalanan di Pusat Kota Jember menunjukkan
pergerakan yang terjadi dipengaruhi oleh lima variable bebas yaitu jumlah anggota keluarga,
jumlah kepemilikan kendaraan, anggota keluarga bekerja dan anggota keluarga sekolah.
Namun hasil dari penelitian memperlihatkan nilai R2 yang rendah yaitu 0,238. Hal ini
dikarenakan jumlah populasi yang diambil terlalu sedikit.

Bangkitan pergerakan adalah suatu proses analisis yang menetapkan atau


menghasilkan hubungan antara aktivitas kota dengan pergerakan.(Tamin,1997.) perjalanan
dibagi menjadi dua yaitu:

a. Home base trip, pergerakan yang berbasis rumah. Artinya perjalanan yang
dilakukan berasal dan rumah dan kembali ke rumah.
b. Non home base trip, pergerakan berbasis bukan rumah. Artinya perjalanan
yang asal dan tujuannya bukan rumah.

Pernyataan di atas menyatakan bahwa ada dua jenis zona yaitu zona yang
menghasilkan pergerakan (trip production) dan zona yang menarik suatu pergerakan (trip
attraction). Defenisi trip attraction dan trip production adalah:

a. Bangkitan perjalanan (trip production) adalah suatu perjalanan yang


mempunyai tempat asal dari kawasan perumahan ditata guna tanah tertentu.
b. Tarikan perjalanan (trip attraction) adalah suatu perjalanan yang berakhir
tidak pada kawasan perumahan tata guna tanah tertentu.

Kawasan yang membangkitkan perjalanan adalah kawasan perumahan sedangkan


kawasan yang cenderung untuk menarik perjalanan adalah kawasan perkantoran,
perindustrian, pendidikan, pertokoan dan tempat rekreasi. Bangkitan dan tarikan
perjalanan dapat dilihat pada diagram berikut (Tamin,1997). Bangkitan pergerakan
digunakan untuk menyatakan suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai asal
dan/atau tujuan adalah rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan
berbasis bukan rumah. Tarikan pergerakan digunakan untuk menyatakan suatu
pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan atau tujuan bukan rumah
atau pergerakan yang tertarik oleh pergerakan berbasis bukan rumah (Tamin, 1997),
seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Bangkitan dan tarikan pergerakan digunakan untuk menyatakan bangkitan


pergerakan pada masa sekarang, yang akan digunakan untuk meramalkan pergerakan
pada masa mendatang. Bangkitan pergerakan ini berhubungan dengan penentuan jumlah
keseluruhan yang dibangkitkan oleh sebuah kawasan. Parameter tujuan perjalanan yang
sangat berpengaruh di dalam produksi perjalanan (Levinson, 1976), adalah:

a. tempat bekerja,
b. kawasan perbelanjaan,
c. kawasan pendidikan,
d. kawasan usaha (bisnis),
e. kawasan hiburan (rekreasi).

Perjalanan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu

a. Berdasarkan tujuan perjalanan, perjalanan dapat dikelompokkan menjadi


beberapa bagian sesuai dengan tujuan perjalanan tersebut yaitu:
1. perjalanan ke tempat kerja,
2. perjalanan dengan tujuan pendidikan,
3. perjalanan ke pertokoan / belanja,
4. perjalanan untuk kepentingan sosial.
b. Berdasarkan waktu perjalanan biasanya dikelompokkan menjadi perjalanan pada
jam sibuk dan jam tidak sibuk. Perjalanan pada jam sibuk pagi hari merupakan
perjalanan utama yang harus dilakukan setiap hari (untuk kerja dan sekolah).
c. Berdasarkan jenis orang, pengelompokan perjalanan individu yang dipengaruhi
oleh tingkat sosial-ekonomi, seperti:
1. tingkat pendapatan,
2. tingkat pemilikan kendaraan,
3. ukuran dan struktur rumah tangga.

Dalam sistem perencanaan transportasi terdapat empat langkah yang saling terkait satu
dengan yang lain (Tamin, 1997), yaitu:

1. Bangkitan pergerakan (Trip generation)


2. Distribusi perjalanan (Trip distribution)
3. Pemilihan moda (Modal split)
4. Pembebanan jaringan (Trip assignment)

Untuk lingkup penelitian ini tidak semuanya akan diteliti, tetapi hanya pada lingkup
bangkitan pergerakan (trip generation).

3.1.1 Model Bangkitan Pergerakan


Konsep ini merupakan pengembangan regresi linier sederhana dimana dalam
kenyataan memperlihatkan bahwa beberapa peubah bebas (misalnya tata guna lahan)
secara simultan temyata mempengaruhi peubah tidak bebas (bangkitan). Persamaan
bentuk umum metode analisis regresi linier berganda adalah (Walpole dan Myers, 1995) :

Y = A + B1X1 + B2X2 + ….. + BZXZ …………………………. (1)

Dimana Y = peubah tidak bebas, X1…..Xz = peubah bebas, A = konstanta


regresi, dan B1….Bz= koefisiensi regresi. Asumsi-asumsi yang digunakan pada analisis
regresi linier berganda adalah :

1. Nilai peubah, khususnya peubah bebas mempunyai nilai tetentu atau merupakan nilai
yang didapat dari survey tanpa kesalahan berarti;
2. Efek peubah bebas pada peubah tidak bebas merupakan penjumlahan, dan harus tidak
ada korelasi yang kuat antara sesama peubah bebas;
3. Nilai peubah bebas sebaiknya merupakan besaran yang mudah diproyeksikan;
4. Peubah tidak bebas (Y) harus mempunyai hubungan korelasi linier dengan peubah
bebas (X). Jika hubungan tersebut tidak linier, transformasi linier harus dilakukan,
meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam analisis residual;
5. Variansi peubah tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua nilai
peubah bebas;
6. Nilai peubah tidak bebas harus tersebar normal atau mendekati normal.

Tambahan peubah biasanya meningkatkan nilai koefisien determinasi (R2), untuk


mengatasinya digunakan R2 yang telah dikoreksi. Koefisien korelasi digunakan untuk
menentukan korelasi antara peubah tidak bebas dengan peubah bebas atau antara sesama
peubah bebas. Nilai korelasi +1 berarti bahwa korelasi antara peubah y dan x adalah
positif (meningkatnya nilai x akan mengakibatkan mening-katnya nilai y). Sebaliknya,
jika nilai -1, berarti korelasi antara peubah y dan x adalah negatif (meningkatnya nilai x
akan mengakibatkan menurunnya nilai y), dan Nilai korelasi = 0 menyatakan tidak ada
korelasi antar peubah. Setiap peubah dengan koefisien regresi yang tidak signifikan
maka harus dibuang dari model.

3.2 Sebaran
Pola sebaran pergerakan, yaitu dari mana menuju kemana beserta besar dan kapan
terjadinya suatu pergerakan. Hal ini digunakan untuk mengatasi suatu permasalahan
mengenai kemacetan yang disebabkan oleh pergerakan orang yang besar pada tujuan
yang sama dengan waktu yang sama.

3.2.1 Model Sebaran Pergerakan


1. Metode Analogi
Beberap metode telah dikembangkan oleh para peneliti, dan setiap metode
berasumsi bahwa pola pergerakan pada saat sekarang dapat diproyeksikan ke masa
mendatang dengan menggunakan tingkat pertumbuhan zona yang berbeda-beda.
Semua metode mempunyai persamaan umum seperti berikut:
T id = pergerakan pada masa mendatang dari zona asal I ke zona tujuan d
tid = pergerakan pada masa sekarang dari zona asal I ke zona tujuan d
E = tingkat pertumbuhan
Tergantung pada metode yang digunakan, tingkat pertumbuhan (E)dapat berupa 1
(satu) faktor saja atau kombinasi dari berbagai faktor, yang bisa didapat dari proyeksi
tata guna lahan atau bangkitan lalu lintas. Faktor tersebut dapat dihitung untuk semua
daerah kajian atau untuk zona tertentu saja yang kemudian digunakan untuk
mendapatkan MAT.
Metode analogi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok utama Tamin
(1997a,2000a,2003)
a. metode tanpa-batasan (metode seragam),
b. metode tanpa-batasan(metode seragam),
c. metode dengan-dua-batasan(metode rata-rata, metode Fratar, metode Detroit,
dan metode Furness).
Sedangkan, urutan pengembangannya secara kronologis adalah metode seragam,
metode batasan-bangkitan, metode batasan-tarikan, metode rata-rata, metode Fratar,
metode Detroit, dan metode Furness.Usaha pengembangan metode pada saat itu lebih
mengarah pada penyederhanaan proses perhitungan dan percepatanproses tercapainya
konvergensi.Hal ini disebabkan sangat terbatasnya kapasitas dan kemampuan alat
bantu hitungpada saat itu.
2. Metode Konvensional

yang menangani masalah transportasi yang dikeluarkan. Pola transaksi yang


dapat disetujui dalam bentuk MAT. Oleh sebab itu, memikirkan heran jika sampai
saat ini telah mengembangkan beberapa metode untuk mendapatkan MAT. Berikut
ini dibahas secara singkat beberapa metode konvensional yang lebih ditekankan pada
masing-masing kelebihan dan kekurangannya. Metode konvensional dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian utama, (Tamin, 1988abc) yaitu metode Langsung
dan metode Tidak Langsung. Disetujui secara lengkap. Tapi yang akan lebih
ditingkatkan, Hanya beberapa metode yang dikembangkan khusus untuk
mendapatkan MAT.
A. Metode Langsung
Pendekatan ini sudah digunakan langsung sejak lama sehingga dapat
digunakan untuk membahas beberapa yang muncul yang berkaitan dengan
penggunaannya. Informasi ini sangat tergantung dari hasil pengumpulan
data dan survei lapangan. Proses wawancara dapat membantu pengguna
jalan dan menimbulkan tundaan lalulintas. Kendala waktu dan biaya juga
mencapai jumlah wawancara sehingga galat timbul jika jumlah sampel tidak
bisa mencapai 100%. Selain itu, pemilihan metode survei pengumpulan
data juga sangat tergantung dari surveior. Dengan demikian. galat teknis
dan galat yang timbul karena faktor manusia sering terjadi, misalnya galat
dihapus dan menuntut. Oleh sebab itu, pertimbangan utama adalah
diperlukannya sumber daya manusia yang besar, misalnya pewawancara
untuk pengalihan data yang selanjutnya digunakan untuk proses kodifikasi,
penyortiran. dan akhirnya untuk proses analisis. Beberapa teknik tersedia
hingga saat ini diterima sebagai berikut (Willumsen. 1978a 1981ab: 1982).

1. Wawancara ditepi jalan


Survey ini biasanya digunakan pada inlet dan outlet dari daerah
kajian yang memiliki batas wilayah tertentu. Untuk kasus
transportasi barang antarkota, survei ini sangat berguna. Data
dikumpulkan dengan mewawancarai pengendara di jalan.
Wawancara membahas pertanyaan mengenai zona asal dan
tujuan pergerakan, jenis barang yang diangkut, beban memuat,
dan lain-lain. Survei lain kadang-kadang menanyakan hal yang
diminta dengan jenis kendaraan, misalnya jenis kendaraan dan
kapasitas angkutnya. Lokasi wawancara harus diatur agar semua
lalulintas antarzona bisa didapat. Ini membutuhkan
pendefinisian yang baik tentang sistem zona dan jaringan di
daerah penilaian. Lalulintas yang masuk dan keluar dari daerah
kajian juga harus disurvei. Jumlah wawancara pada setiap lokasi
ditentukan berdasarkan jumlah sampel yang diambil. Untuk
mendapatkan gambaran tentang banyaknya sampel, survei
pendahuluan perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi
komposisinya. Sesuai dengan ukuran sampel dan periode survei,
faktor koreksi harus digunakan terhadap data hasil survei untuk
mendapatkan MAT secara total. Persentase sampel sebesar 20%
sering digunakan, tetapi ini sangat tergantung dari arus lalulintas
dan ketersediaan tenaga kerja. Wawancara seperti ini dirasakan
mahal jika ditinjau dari sisi tenaga kerja, adanya tundaan, dan
gangguan arus lalulintas, serta membutuhkan waktu proses yang
lama.
2. Wawancara di rumah
[23:11, 9/23/2019] Pitih Anilawati: Survei wawancara di tepi
jalan sangat efektif jika digunakan untuk mendapatkan informasi
arus lalulintas menerus, tetapi tidak efektif untuk mendapatkan
informasi lalulintas yang terjadi dan bergerak hanya di dalam
daerah kajian (internal). Pergerakan internal susah dideteksi;
semakin besar suatu kota, semakin besar pula persentase
lalulintas internalnya. Oleh sebab itu, metode survei yang paling
cocok untuk mendapatkan informasi lalulintas internal adalah
dengan wawancara di rumah. Wawancara di rumah adalah jenis
survei asal-tujuan yang terbaik untuk daerah perkotaan dan
merupakan bagian yang terpenting dalam kebanyakan kajian
transportasi. Ukuran sampel merupakan hal yang paling
menentukan dan biasanya jumlah responden yang dibutuhkan
minimal 1.000 rumah. Untuk kota kecil, jumlah sampel yang
lebih besar dari 5% populasi masih dapat dipertimbangkan
karena alasan biaya. Tidak seperti wawancara di tepi jalan,
tujuan wawancara di rumah tidak hanya untuk mendapatkan
informasi MAT, tetapi juga untuk mendapatkan beberapa data
statistik lain seperti pemilikan kendaraan, jumlah anggota
keluarga, dan mungkin juga penghasilan. Survei wawancara di
rumah yang banyak berkaitan dengan pergerakan internal dapat
mengatasi kekurangan survei wawancara di tepi jalan.
3. Metode menggunakan Bendera
Metode ini membutuhkan beberapa pengamat yang mengambil
posisi pada beberapa lokasi inlet dan outlet daerah kajian.
Beberapa jenis tanda pengenal digunakan untuk mengidentifikasi
kendaraan, misalnya stiker. Biasanya stiker tersebut bernomor
dan berwarna yang ditempelkan pada kendaraan di setiap lokasi
masuk dan kemudian kendaraan tersebut dicatat pada beberapa
lokasi tertentu dan pada lokasi keluar. Nomor pelat mobil sering
juga digunakan untuk menggantikan stiker dan mempunyai
keuntungan, yaitu tidak mengganggu perjalanan. Untuk daerah
kajian yang kecil, hal lain yang dapat dilakukan adalah meminta
pengendara, pada saat masuk, menyalakan lampunya dalam
selang waktu tertentu. Pengamat pada beberapa lokasi mencatat
jumlah kendaraan yang lampunya menyala dalam selang waktu
itu.
4. Metode Foto Udara
Metode ini menggunakan beberapa foto udara di daerah kajian
yang diambil dari helikopter yang terbang pada koordinat dan
ketinggian tertentu. Proses pengumpulan data cukup cepat dan
tidak mahal jika dibandingkan dengan metode alternatif lainnya,
membutuhkan dana cukup besar. Metode ini membutuhkan
informasi mengenai setiap foto yang berurutan pengambilannya
untuk menentukan pergerakan setiap kendaraan dengan bantuan
alat digitasi. tetapi proses selanjutnya Keuntungan metode ini
adalah terjaminnya kontrol kualitas foto udara dan foto dapat
digunakan untuk kebutuhan lain. Akan tetapi, tentu ada batasan
mengenai ukuran daerah kajian yang bisa diambil. Metode ini
semakin baik jika proses identifikasi kendaraan dapat dilakukan
secara otomatis. Secara teori, 100% sampel bisa didapat dengan
menggunakan metode ini, tetapi secara sampel yang didapat
hampir sama dengan jika kita menggunakan survei wawancara di
jalan.

B. Metode Tidak Langsung

Pemodelan adalah penyederhanaan realita. Penyederhanaan


tersebut dilakukan dengan menggunakan suatu sistem dalam bentuk
unsur atau faktor yang dapat dipertimbangkan mempunyai kaitan
dengan situasi yang hendak digambarkan. Proses perencanaan
transportasi karena kebutuhan akan pergerakan baik pada masa
sekarang maupun pada masa mendatang berpengaruh besar pada
kebijakan transportasi dan kebutuhan akan sistem jaringan. Model
yang baik harus bisa menggambarkan semua faktor yang mewakili
perilaku manusia. Akan tetapi, kemampuan pemodelan yang dibatasi
waktu dan biaya menyebabkan tidak bisa dihasilkannya model yang
lengkap. Meskipun mungkin didapat model yang lengkap, pastilah
merupakan model yang sangat kompleks dan mahal untuk
digunakan. Jadi, secara praktis, dibutuhkan berbagai macam jenis
model untuk berbagai tujuan sehingga dapat dipilih model yang
paling cocok untuk tujuan tertentu atau untuk pemecahan masalah
tertentu. Sebaran pergerakan merupakan salah satu tahapan dalam
Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap. Pada tahapan ini,
jumlah pergerakan yang dibangkitkan dari suatu zona asal atau yang
tertarik ke suatu zona tujuan akan disebarkan pada setiap zona asal
dan zona tujuan yang ada. Hasil tahapan ini berbentuk MAT yang
diinginkan.

3.3 Pemilihan Moda


Model pemilihan jenis kendaraan ( modal split ) digunakan untuk menghitung
distribusi perjalanan beserta moda yang digunakan. Ini dapat dilakukan apabila perjalanan
beserta moda yang digunakan. Ini dapat dilakukan apabila tersedia berbagai macam
kendaraan/moda yang menuju tempat tujuan, seperti kendaraan pribadi, serta angkutan
umum ( Munawar, 2005 ). Bruton ( 1970 ) dalam Wijaya dan Setiabudi (1997) berpendapat
bahwa pemilihan moda dipengaruhi oleh banyak factor seperti kecepatan, jarak perjalanan,
kenyamanan, kemudahan, biaya, kedalaman dari alternative mod, ketersediaan moda
tertentu, besarnya ukuran kota, dan status social ekonomi pelaku perjalanan. Model ini
bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda. Semakin
meningkat pendapatan, banyak orang cenderung menggunakan mobil pribadi. Dilain pihak
moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien daripada moda angkutan
pribadi. Model multinominal logit merupakan model pemilihan moda yang paling dan
sering digunakan. Model ini bisa didapat dengan mengasumsikan bahwa residu acak pada
persamaan (1), disebarkan dengan residu Gumbel yang tersebar bebas dan identic
(Independent and Identically Distributed / IID)

Logit model adalah suatu alat atau saranan statistic yang digunakan untuk
pembuatan model dengan menganalisa suatu keadaan yang berhubungan dengan pemilihan
dalam hal pemilihan moda transportasi.

Model Pemilihan Moda Transportasi (Mode Choice Models), yaitu pemodelan atau
tahapan proses perencanaan angkutan yang berfungsi untuk menentukan pembebanan
perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan
menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu
titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.( Tamin, 2000)
Faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)
kelompok (Fidel Miro, 2005), yaitu: 1. Kelompok faktor karekteristik si pelaku perjalanan
(traveler characteristics factor). 2. Kelompok faktor karakteristik perjalanan (travel
charecteristics factor). 3. Kelompok faktor karakteristik sistem transportasi (transportation
system characteristics factor). 4. Kelompok faktor karakteristik kota dan zona. Untuk
Indonesia pemilihan moda juga dipengaruhi oleh budaya dan tradisi. Misalnya pada hari
raya lebaran dan tahun baru, masyarakat dari kota cenderung melakukan perjalanan ke
daerah tempat tinggal orangtua atau keluarga peristiwa ini sering disebut dengan mudik
lebaran.
Model Logit Biner/Binomial Pada model logit binomial ini, konsumen dihadapkan
pada dua pilihan moda, dimana moda yang akan dipilih adalah berupa moda yang
mempunyai nilai utilitas yang paling tinggi dan utilitas dianggap sebagai variabel acak
dengan residu Gumbel yang tersebar bebas dan identik. Dalam penelitian ini, pengambil
keputusan dapat memilih moda angkutan kota atau memilih moda monorel. Selanjutnya
probabilitas memilih monorel disebut dengan PMR, sehingga probabilitas menggunakan
moda eksisting adalah PEKS = 1- PMR. Jika PMR dinyatakan sebagai kombinasi linier
antara peubah bebas (atribut pemilihan moda) (Ardiansah dan Adiputra, 2012 maka
persamaannya dapat dinyatakan sebagai berikut:

PMR = b0 + b1 (∆X1) + b2 (∆X2) … + bn(∆Xn)

dimana:

b0 = konstanta

b1,b2…bn = koefisen parameter model

∆X1, ∆X2,… ∆Xn = perbedaan atribut antara monorel dengan esksiting

Apabila harga peubahnya terlalu besar kemungkinan untuk menghasilkan nilai


probabilitas prediksi yang tidak terbatas dapat terjadi. Pertimbangan rasio logaritma
natural antar PMR dengan 1-PMR. Apabila PMR meningkat dari no ke satu maka ln
meningkat dari negatif ke arah positif tak hingga. Karena PMR dan ln tersebut
merupakan kombinasu tak linier dari peubah bebas, maka selanjutnya dapat ditulis
sebagai persamaan utilitas moda (Ardiansah dan Adiputra, 2012) :

ln = (UMR – UAK)

dimana:

(UMR – UAK) = perbedaan utilitas monorel dengan angkutan kota

sehingga:

(UMR – UAK) = b0 + b1 (∆X1)


ln = b0 + b1 (∆X1)

sehingga persamaan tersebut dapat dinyatakan:

• PMR = =

• PAK = 1 - PMR =

dimana: PMR = probabilitas pemilihan moda monorel PAK = probabilitas


pemilihan moda eksisting UMR = fungsi utilitas moda monorel UAK = fungsi utilitas
moda eskisting

Stated preference adalah sebuah pendekatan dengan menyampaikan pernyataan


pilihan (option) berupa sebuah hipotesa untuk dinilai oleh responden. Teknik Stated
Preference pertama kali dikembangkan pada akhir tahun 1970-an. Hasil dari Stated
Preference berupa respon atau jawaban dari responden untuk situasi yang berbeda.

Dalam penelitian ini digunakan teknik choice experiment dimana jawaban dari
responden dinyatakan dalam skala numerik yaitu skala pilihan antara 1-5 yang
selanjutnya pilihan dari responden tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk
probabilitas.

3.4 Pemilihan Rute


Pemilhan rute adalah merupakan tahapan dari bangkitan perjalanan, dari suatu
zona asal ke zona tujuan.Pemodelan pemilihan rute dibuat untuk tujuan menentukan
jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i ke zona tujuan d dengan menggunakan
rute r (Tidr) dari jumlah total pergerakan yang terjadi antara setiap zona asal i ke zona
tujuan d (Tid). Konsep pemodelan pemilihan rute pada sudut pandang analisis jaringan
adalah analisis kebutuhan-sediaan sistem transportasi (pembebanan).
Faktor yang dapat mempengaruhi pengguna jalan dalam melakukan pemilihan
rute, antara lain: waktu tempuh, jarak, biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan
antrian, jenis manuver yang dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol, arteri), pemandangan,
kelengkapan rambu dan marka jalan, serta kebiasaan. Model pemilihan rute dapat
dikatakan ideal jika mengakomodasi semua faktor yang mempengaruhi prilaku pengguna
jalan dalam melakukan pemilihan rute. Tetapi jika mempertimbangkan semua faktor
pengaruh yang ada maka model akan menjadi rumit dan tidak praktis dalam
penggunaannya. Dengan alasan pertimbangan kepraktisan dalam pemodelan pemilihan
rute maka faktor yang sering dipertimbangkan sebagai biaya adalah waktu tempuh.
Pendekatan lainnya adalah dengan menggunakan dua faktor utama, yaitu biaya pergerakan
dan nilai waktu. Biaya pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh.Model
pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan dua faktor pertimbangan yang didasari
pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal yang menuju zona tujuan akan
memilih rute yang persis sama, yaitu: perbedaan persepsi pribadi tentang biaya perjalanan
karena adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat
mengenai kondisi lalulintas pada saat itu; dan peningkatan biaya karena adanya kemacetan
pada suatu ruas jalan yang menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi
sehingga meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut.

Merupakan hipotesis tentang pemilihan rute pemakai jalan yang harus mewakili
ciri sistem transportasi. Untuk angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan moda
transportasi (bus dan kereta api mempunyai rute yang tetap). Sedangkan untuk kendaraan
pribadi diasumsikan bahwa orang akan memilih moda transportasinya dulu, baru rutenya.
Pemilihan rute tergantung pada alternatif terpendek, tercepat, dan termurah, dan juga
diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang
kemacetan jalan) sehingga mereka dapat memilih rute yang terbaik.

Merupakan hipotesis tentang pemilihan rute pemakai jalan yang harus mewakili
ciri sistem transportasi. Untuk angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan moda
transportasi (bus dan kereta api mempunyai rute yang tetap). Sedangkan untuk kendaraan
pribadi diasumsikan bahwa orang akan memilih moda transportasinya dulu, baru rutenya.
Pemilihan rute tergantung pada alternatif terpendek, tercepat, dan termurah, dan juga
diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang
kemacetan jalan) sehingga mereka dapat memilih rute yang terbaik.

3.4.1 Model Pemilihan Rute


Dipergunakan untuk menjelaskan proses pemilihan rute dari setiap pergerakan
untuk masing-masing pasangan zona asal dan tujuan. Pada tahap pemilihan rute beberapa
prinsip digunakan untuk membebankan MAT pada jaringan jalan sehingga diperoleh
informasi arus lalu lintas pada setiap ruas jalan. Beberapa tingkat kondisi keseimbangan
pada sistem transportasi:

1. Keseimbangan Jaringan Jalan (Setiap pelaku pergerakan mencoba mencari rute


terbaik dengan meminimumkan biaya perjalanan)
2. Keseimbangan Jaringan Multimoda (Setiap pelaku pergerakan mencoba
meminimumkan biaya perjalanan dengan memilih moda dan rute tertentu)
3. Keseimbangan Sistem (Moda, Tujuan, Waktu) (Nilai biaya perjalanan
konsisten dengan arus yang terjadi pada semua sistem jaringan.)

Model pemilihan rute antara lain :

1. Model all or nothing


Asumsiproporsi pelaku perjalanan dalam memilih rute tidak dipengaruhi
oleh tingkat kemacetan.
AsumsiShortest-Path Sesuai untuk jaringan jalan sederhana.
2. Model Capacity-Restrain
Memperhitungkan faktor perubahan waktu tempuh berdasarkan besarnya arus
lalulintas. Dan Hubungan antara biaya dan arus lalulintas.
3. Model Stochastic
Mengabaikan hubungan antara arus lalulintas dan biaya. Dan
Memperhitungkan variasi antara persepsi perseorangan terhadap waktu
tempuh.
4. Model Equilibrium
Asumsipada kondisi tidak macet setiap pelaku perjalanan akan berusaha
meminimumkan biaya perjalanannya dengan beralih menggunakan rute
alternatif. Jika tidak satupun pelaku perjalanan dapat memperkecil biaya
tersebut, maka sistem dikatakan telah mencapai kondisi keseimbangan. Pada
model ini sistem jaringan jalan mencapai keseimbangan menurut persepsi
pelaku perjalanan, sehingga model ini adalah salah satu model pemilihan rute
yang terbaik untuk kondisi macet.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat adanya
aktifitas ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Dalam kerangka makro ekonomi,
transportasi merupakan tulang punggung perekonomian baik di tingkat nasional, regional
maupun lokal, untuk wilayah perkotaan maupun pedesaan. Mobilitas manusia telah
dilaksanakan sejak jaman dahulu kala untuk berbagai tujuan. Semakin banyaknya
mobilitas yang dilakukan oleh manusia maka akan semakin meningkat pula kebutuhan
akan saranan transportasi.

Menurut Tamin & Soegondo (1997), menyatakan pergerakan arus manusia,


kendaraan dan barang akan mengakibatkan berbagai macam interaksi.Akan terdapat
interaksi antara kota sebagai pasar dengan daerah industri, kota sebagai konsumen hasil
pertanian dengan daerah pertanian, kota dengan daerah pariwisata dan antara pabrik
dengan lokasi bahan mentah dan pasar.

Model yang banyak digunakan dalam perencanaan transportasi adalah model


perencanaan transportasi 4 (empat) tahap, masing-masing sub model dilakukan secara
terpisah dan hasil keluaran dari sub model merupakan masukan bagi sub model
berikutnya. Model 4 (empat) tahap ini didasarkan pada pelaku perjalanan akan
melakukan beberapa rangkaian keputusan atau pertimbangan, antara lain keputusan untuk
melakukan perjalanan, keputusan untuk memilih tujuan, keputusan untuk memilih moda,
keputusan untuk memilih rute.
DAFTAR PUSTAKA

 Dennis, Ron. 1998. Rural Transport and Accessibility: A Synthesis Paper.


Geneva: International Labour Office.
 Donnges, Chris. 1999. Rural Acces and Employment: The Laos Experience.
Geneva: Development Policies Departement, International Labour Office.
 Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi kedua).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
 Dusseldorp, Van D.B.W.M. dan Staveren, Van J.M. 1980. Framework for
Regional Planning in Developing Countries. Netherland: International Institute
for Land Reclamation and Improvement/ILRI, Wagenigen.
 Edmonds, Geoff. 1998. Wasted Time: The Price of Poor Access. Geneva:
Development Policies Departement, International Labour Office.
 Hine, J.L. 1982. Road Planning for Rural Development in Developing Countries:
A Review of Current Practice. TRRL Laboratory Report 1046. Berkshire:
Transport and Road Research Laboratory, Cowthorne.
 Howe, John. 1997. Transport for The Poor or Poor Transport? Geneva:
International Labour Organization.
 Mantra, Ida Bagoes. 1999. Mobilitas Penduduk Sirkuler dari Desa ke Kota di
Indonesia (edisi kelima). Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas
Gadjah Mada.
 Tamin, Ofyar Z. 1997. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung:
Institut Teknologi Bandung

Anda mungkin juga menyukai