Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERENCANAAN DAN PERMODELAN TRANSPORTASI DALAM


HUBUNGANNYA DENGAN TATA GUNA LAHAN

NAMA KELOMPOK :

Arwin Cloudius Toding : 219313051


Herson massang : 219213176
Yasdin Taruk Langi : 219213096

Lyam Ledy Salurante : 1220213340


Albinius Birana : 219213143

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA

2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan TME. Karena dengan rahmat dan karunianya,
kami dapat menyelesaikan tugas UJian Akhir Semester yaitu makalah Perencanaan Dan
Permodelan Transportasi Dalam Hubungannya Dengan Tata Guna Lahan tepat pada
waktunya. Terimakasih kepada Dosen pengampu, dan berbagai pihak yang turut membantu
baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian makalah kami ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan pembuatan
makalah selanjutnya

Langda, 30 Mei 2023


Daftar isi

KATA PENGANTAR .................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 4

A. LATAR BELAKANG ............................................................... 4


B. TUJUAN
C. MANFAAT ................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 5

A. Apa Itu Transportasi Dan Permasalahan Transportasi ......... 5


B. Pemilihan pendekatan model transportasi............................... 6
C. Tata Guna Lahan........................................................................ 7
D. Jenis, Manfaat dan Tujuan tata guna lahan ............................ 8
a. Jenis tata guna lahan ............................................................ 8
b. Tujuan tata guna lahan ........................................................ 9
c. Manfaat tata guna lahan ...................................................... 9
E. Hubungan Transportasi Dengan Tata Guna Lahan ............... 9

BAB III PENUTUP .................................................................................... 12

A. KESIPULAN ............................................................................. 12
B. SARAN ...................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 13


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tersedianya sarana transportasi yang memadai merupakan gambaran tersendiri bagaimana


padatnya dan bergeraknya kehidupan kota. Transportasi yang menjangkau seluruh wilayah
kota, beragam moda transportasi untuk bepergian, serta banyaknya moda transportasi
memberikan kemudahan dalam bertransportasi. Terciptanya sistem transportasi yang
menjamin pergerakan manusia dan barang secara lancar, cepat, aman, murah merupakan
tujuan utama dari transportasi. Akan tetapi sebaliknya, pemenuhan tuntutan akan transportasi
membuat kesemrawutan di jalan, hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk kota.
Pengembangan Berorientasi Transit (Transit Oriented Development - TOD) merupakan
konsep pengembangan atau pembangunan kota yang memaksimalkan penggunaan lahan yang
bercampur dan terintegrasi dengan mempromosikan gaya hidup yang sehat (berjalan kaki dan
bersepeda) dan penggunaan angkutan umum massal.Pengembangan berorientasi transit
dengan prinsip Berjalan kaki (Walk), Bersepeda (Cycle), Menghubungkan (Connect),
Angkutan umum (Transit), Pembauran (Mix), Merapatkan (Compact), Beralih (Shift),
akhirnya mendapatkan tantangan dalam pemecahan masalah transportasi. Tulisan ini bertujuan
ingin menganalisa apakah Pengembangan berorientasi dapat memecahkan masalah
transportasi termasuh hubungannya dengan perubahan/perkembangan tata guna lahan

B. TUJUAN
 Untuk mengetahui apa itu Transportasi dan beberapa permasalahan transportasi
 Untuk mengetahui pemilihan pendekatan model transportasi
 Untuk mengetahui apa Yang dimaksud dengan tata guna lahan
 Untuk mengetahui jenis, manfaat, serta tujuan dari tata guna lahan
 Untuk dapat mengetahui hubungan transportasi dan tata guna lahan

C. MANFAAT
 Dapat mengetahui dan menginformasikan apa itu transportasi dan beberapa permasalahan
transportasi
 Dapat mengetahui dan menginformasikan pemilihan pendekatan model transportasi
 Dapat mengetahui dan menginformasikan apa yang dimaksud dengan tata guna lahan
 Dapat mengetahui dan menginformasikan jenis manfaat serta tujuan dari tata guna lahan
 Dapat mengetahui dan menginformasikan hubungan antara transportasi dan tata guna
lahan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Apa itu Transportasi dan Permasalahan Transportasi


Dalam transportasi, sistem pergerakan yang terjadi diakibatkan oleh sistem kegiatan sistem
jaringan serta dipengaruhi sistem kelembagaan yang ada.
 Sistem Kegiatan, merupakan kegiatan masyarakat yang terjadi dalam suatu wilayah.
Perkotaan merupakan pusat kegiatan masyarakat yang tandai oleh tingginya
kepadatan, ragam, dan dinamika penduduknya, termasuk tingginya tingkat kegiatan
perdagangan dan industri.
 Sistem Jaringan, merupakan jaringan transportasi jalan yang meliputi jaringan jalan,
jaringan trayek angkutan umum, jaringan lintas angkutan barang, dan simpul/terminal.
 Sistem Pergerakan, merupakan wujud dari kebutuhan transportasi berupa distribusi
melalui jaringan jalan dengan menggunakan moda angkutan.
 Sistem Kelembagaan, sistem yang berfungsi untuk mengoptimalkan ketiga sistem
(sistem kegiatan, sistem jaringan, sistem pergerakan) dalam mewujudkan : peraturan,
perencanaan dan perwujudan rencana system transportasi, pendanaan, pengendalian
sistem.

Kota berkembang sedemikian rupa, tersedianya sarana transportasi yang memadai


merupakan gambaran tersendiri bagaimana padatnya dan bergeraknya kehidupan kota.
Transportasi yang menjangkau seluruh wilayah kota, beragam moda transportasi untuk
bepergian, serta banyaknya moda transportasi memberikan kemudahan dalam bertransportasi.
Terciptanya sistem transportasi yang menjamin pergerakan manusia dan barang secara lancar,
cepat, aman, murah merupakan tujuan utama dari transportasi. Akan tetapi sebaliknya,
pemenuhan tuntutan akan transportasi membuat kesemrawutan di jalan, hal ini dipengaruhi
oleh pertumbuhan penduduk kota. Beberapa permasalahan transportasi yang timbul
diantaranya adalah :

 Tidak seimbangnya antara penambahan jaringan jalan dengan perkembangan jumlah


kendaraan.
 Kondisi dan jumlah kendaraan umum yang kurang memadai.
 Prasarana dan sarana angkutan tidak terintegrasi.
 Transportasi umum yang ada belum mampu menarik minat pemakai kendaraan pribadi
untuk beralih pada moda transportasi umum.
 Belum memaksimalkan pengelolaan angkutan umum sebagai transportasi utama
sebuah kota.
 Pertambahan penduduk yang tinggi, menuntut pertambahan aktivitas pergerakan yang
harus dilayani.
 Makin jauhnya jarak perjalanan harian masyarakat dari rumah ke tempat aktivitas, hal
ini imbas dari makin tingginya harga tanah di perkotaan.
 Perkembangan kota yang tidak diimbangi dengan perubahan perencanaan tata guna
lahan.
B. Pemilihan pendekatan model transportasi
Kebijakan transportasi yang akan diambil atau diputuskan oleh para pengambil
keputusan biasanya menggunakan hasil perencanaan dan pemodelan transportasi sebagai alat
bantu dalam mengambil keputusan. Oleh sebab itu, para pengambil keputusan lebih
mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan yang akan ditentukan dibandingkan
dengan para perencana transportasi. Hal ini karena para pengambil keputusan
memperhitungkan faktor yang lain, seperti lingkungan, keamanan, pertahanan, ekonomi, dan
sosial budaya yang mungkin tidak (pernah) terpikirkan oleh para perencana transportasi.
Model transportasi yang diabaikan oleh para pengambil keputusan bukan saja
merupakan pemborosan, tetapi dapat membuat frustrasi para perencana transportasi. Jadi,
dapat dikatakan bahwa hasil perencanaan dan pemodelan transportasi merupakan alat bantu
bagi para pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan yang akan diambil, bukan
sebagai penentu kebijakan.
Oleh karena itu, Tamin (1988a) dan Ortuzar and Willumsen (1994) mengusulkan
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendekatan analitis yang akan
dipakai, antara lain yang berikut ini.
1. Pengambilan keputusan Hal yang perlu diperhatikan di sini antara lain
apakah keputusan tersebut bersifat strategis, taktis, atau operasional. Sifat
keputusan tersebut dapat menentukan tingkat kedalaman analisis; apakah
hanya faktor transportasi saja atau ada faktor lain yang ikut mempengaruhi
atau ikut terpengaruh. Dari sisi sistem transportasi, apakah kita hanya tertarik
pada kebutuhan akan pergerakan saja atau termasuk juga sistem prasarananya
dan lain-lain? Pertanyaan mengenai berapa banyak pilihan yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan suatu kebijakan transportasi juga
merupakan hal yang perlu diperhatikan.
2. Persyaratan ketepatan Ketepatan hasil kajian perencanaan dan pemodelan
transportasi sangat diperlukan dan tergantung pada tujuan kajian tersebut.
Ketepatan data sangat menentukan ketepatan hasil pemodelan, sedangkan
ketepatan data sangat tergantung pada jumlah data yang dikumpulkan,
kualitas peralatan yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut serta
kualitas surveyor yang menggunakan peralatan tersebut. Menatar surveyor
sebelum melaksanakan survei dan penjelasan manual peralatan merupakan
suatu usaha yang tepat dalam meningkatkan ketepatan data.
3. Tersedianya data yang dibutuhkan Data merupakan permasalahan utama
dalam pemodelan. Terbatasnya data dari sisi kualitas dan kuantitas
menyebabkan hasil pemodelan tidak mempunyai ketepatan yang tinggi. Selain
itu, sistem transformasi data yang tidak begitu baik menyebabkan data
tersebut sangat susah didapat, meskipun sudah tersedia. Fasilitas faksimili
merupakan alat bantu utama dalam proses transformasi data. Pada saat
sekarang ini, fasilitas internet telah pula tersedia dan bisa didapat dengan
biaya yang sangat murah yang memungkinkan data bisa langsung didapatkan
pada saat yang bersamaan dengan kegiatan pengumpulan data (waktu-nyata).
4. Kemutakhiran pemodelan Pemodelan adalah pencerminan dan
penyederhanaan realita. Jadi, semakin kita dapat mencerminkan realita, dapat
dikatakan model tersebut menjadi semakin baik. Akan tetapi, untuk
mencapai hal tersebut biasanya dibutuhkan dana yang sangat besar dan data
yang sangat banyak. Karena keterbatasan biaya dan waktu, kemampuan
memilih model yang tepat sangat dibutuhkan yang harus sesuai dengan situasi
dan kondisi tertentu.
5. Sumber daya yang tersedia Hal ini menyangkut dana, data, perangkat
komputer, termasuk paket program yang tersedia, kemampuan peneliti, dan
seterusnya. Dua jenis sumber daya yang perlu digarisbawahi di sini adalah
waktu dan tingkat komunikasi dengan para pengambil keputusan dan
masyarakat. Waktu merupakan hal terpenting − jika hanya sedikit waktu yang
tersedia dalam penentuan kebijakan, maka melakukan pemodelan sesederhana
mungkin akan lebih baik daripada pemodelan yang menyeluruh. Selain itu,
adanya komunikasi yang baik dengan para pengambil keputusan serta
masyarakat sebagai pengguna akan mengurangi permasalahan.
6. Persyaratan proses data Mungkin salah satu pertanyaan yang timbul di sini
adalah seberapa besar kemampuan perangkat komputer yang diperlukan?
Jawabannya, mungkin tidak perlu terlalu besar karena satu komputer jinjing
sudah mempunyai kemampuan yang sangat besar dan kecepatan proses yang
sangat tinggi dengan harga yang cukup murah. Hambatan utama dalam
memproses data tersebut adalah kemampuan manusia dalam mengumpulkan,
mengkodefikasi, memasukkan data, menjalankan program, dan menafsirkan
keluaran dari program tersebut.
7. Tingkat kemampuan perencana dan peneliti Biaya pelatihan biasanya
cukup tinggi sehingga langkah yang terbaik adalah menggunakan model yang
ada seefisien mungkin sambil mempelajari dan memahami model lainnya
yang lebih baik. Jumlah perencana atau peneliti yang banyak serta berkualitas
baik sangat diperlukan. Peningkatan kemampuan para peneliti tidak perlu
dilakukan melalui pendidikan formal karena membutuhkan waktu yang cukup
lama dan biaya yang mahal. Pelatihan atau penyuluhan merupakan salah satu
hal yang sangat efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut.

C. Tata Guna Lahan


Tata Guna Lahan adalah pengaturan penggunaan lahan. Tata Guna Lahan menurut
Undang-Undang Pokok Agraria adalah struktur dan pola pemanfaatan tanah, baik yang
direncanakan maupun tidak, yang meliputi persediaan tanah, peruntukan tanah, penggunaan
tanah dan pemeliharaannya.
Tata guna lahan merupakan pengaturan pemanfaatan lahan di suatu lingkup wilayah
(baik tingkat nasional, regional, maupun lokal) untuk kegiatan tertentu (Miro, 2005). Biasanya
terdapat interaksi langsung antara jenis dan intensitas tata guna lahan dengan penawaran
fasilitas-fasilitas transportasi yang tersedia. Salah satu tujuan utama perencanaan setiap tata
guna lahan dan sistem transportasi adalah untuk menjamin adanya keseimbangan yang efisien
antara aktifitas tata guna lahan dengan kemampuan transportasi (Khisty & Lall, 2006).
Kaiser et al. (1995) mengemukakan bahwa pola guna lahan diatur untuk memenuhi
aktivitas. Aktivitas sosial dan kehidupan yang berkelanjutan mengakibatkan jumlah kebutuhan
lahan, tipe dan lokasinya. Susunan guna lahan menentukan aksesibilitas sosial, kesempatan
ekonomi, pola pergerakan, dan kelangsungan hidup. Tawaran untuk mengubah pola
penggunaan lahan seharusnya memperhitungkan masalah-masalah yang akan timbul akibat
dari pembaharuan guna lahan.
Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah,
olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik,
pertokoan, rumah, dan lain-lain). Potongan lahan ini biasa disebut tata guna lahan. Untuk
memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan di antara tata guna lahan tersebut
dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus). Hal
ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang. Pergerakan arus manusia,
kendaraan, dan barang mengakibatkan berbagai macam interaksi. Terdapat interaksi antara
pekerja dan tempat mereka bekerja, antara ibu rumah tangga dan pasar, antara pelajar dan
sekolah, dan antara pabrik dan lokasi bahan mentah serta pasar. Beberapa interaksi dapat juga
dilakukan dengan telepon atau surat (sangat menarik untuk diketahui bagaimana sistem
telekomunikasi yang lebih murah dan lebih canggih dapat mempengaruhi kebutuhan lalulintas
di masa mendatang). Akan tetapi, hampir semua interaksi memerlukan perjalanan, dan oleh
sebab itu menghasilkan pergerakan arus lalulintas. Sasaran umum perencanaan transportasi
adalah membuat interaksi tersebut menjadi semudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan
transportasi untuk mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan
tentang hal berikut ini.
a. Sistem kegiatan Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah,
perumahan, pekerjaan, dan lain-lain yang benar) dapat mengurangi kebutuhan
akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih
mudah. Perencanaan tata guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama
dan tergantung pada badan pengelola yang berwewenang untuk melaksanakan
rencana tata guna lahan tersebut.
b. Sistem jaringan Hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapasitas
pelayanan prasarana yang ada: melebarkan jalan, menambah jaringan jalan
baru, dan lain-lain.
c. Sistem pergerakan Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan
manajemen lalulintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih
baik (jangka pendek dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka
panjang).

Intensitas tata guna lahan Makin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan, makin tinggi pula
tingkat kemampuannya dalam menarik lalulintas. Contohnya, pasar swalayan menarik arus pergerakan
lalulintas lebih banyak dibandingkan dengan rumah sakit untuk luas lahan yang sama (lihat tabel 2.6)
karena aktivitas di pasar swalayan lebih tinggi per satuan luas lahan dibandingkan dengan di rumah
sakit.

Pemisahan ruang dan intensitas tata guna lahan Daya tarik suatu tata guna lahan akan berkurang
dengan meningkatnya jarak (dampak pemisahan ruang). Tata guna lahan cenderung menarik
pergerakan lalulintas dari tempat yang lebih dekat dibandingkan dengan dari tempat yang lebih jauh.
Pergerakan lalulintas yang dihasilkan juga akan lebih banyak yang berjarak pendek daripada yang
berjarak jauh. Interaksi antardaerah sebagai fungsi dari intensitas setiap daerah dan jarak antara
kedua daerah tersebut

D. Jenis, Manfaat dan Tujuan tata guna lahan


a. Jenis Tata guna lahan
Jenis tata guna lahan Jenis tata guna lahan yang berbeda (permukiman, pendidikan, dan
komersial) mempunyai ciri bangkitan lalulintas yang berbeda:
 jumlah arus lalulintas;
 jenis lalulintas (pejalan kaki, truk, mobil);
 lalulintas pada waktu tertentu (kantor menghasilkan arus lalulintas pada pagi dan
sore hari, sedangkan pertokoan menghasilkan arus lalulintas di sepanjang hari).

Jumlah dan jenis lalulintas yang dihasilkan oleh setiap tata guna lahan merupakan
hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi; seperti contoh di Amerika Serikat
(Black, 1978):

 1 ha perumahan menghasilkan 60−70 pergerakan kendaraan per minggu;


 1 ha perkantoran menghasilkan 700 pergerakan kendaraan per hari; dan
 1 ha tempat parkir umum menghasilkan 12 pergerakan kendaraan per
hari.

b. Tujuan tata guna lahan


Mengutip dari Desaultel Law, dalam lingkup kota tata guna lahan memiliki berbagai
tujuan. Berikut adalah beberapa tujuannya.
 Sebagai perlindungan lingkungan sekitar.
 Menghindari lingkungan agar tertata dan dan tidak berantakan.
 Membangun sistem transportasi yang baik dan terintegrasi.
 Menyediakan tempat untuk berlangsungnya berbagai kegiatan publik.
 Untuk keselamatan dan keamanan penduduk.

c. Manfaat Tata Guna Lahan


Tujuan dari tata guna lahan tentunya akan menghasilkan berbagai manfaat yang bisa
diperoleh guna mendukung setiap kegiatan di dalam suatu lingkungan. Dengan adanya
tata guna lahan yang baik dan teratur, maka nantinya akan menimbulkan manfaat seperti.
 Mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah.
 Menjadikan pemerataan fungsi lahan yang baik sekaligus menjaga sumber daya
alam yang ada agar tidak rusak.
 Menciptakan sebuah lahan hunian yang tertata dengan baik sekaligus mengurangi
terjadinya kepadatan penduduk pada hunian tersebut.
 Dapat mengurangi kerugian apabila suatu waktu terjadi bencana alam yang
menimpa wilayah atau lingkungan tersebut.

E. Hubungan Transportasi Dengan Tata Guna Lahan


Hubungan antara jaringan transportasi dengan tata guna lahan di kawasan yang akan
diberikan akses ataupun dalam kaitannya dengan hubungan antar pusat pengembangan adalah
sangat erat. Oleh karena itu jaringan transportasi yang baik sangat mempengaruhi mobilitas
dan aksesibilitas pergerakan di dalam jaringan tersebut. Pendekatan yang biasanya digunakan
untuk perencanaan jaringan adalah pendekatan ekonomi, sosial, budaya dan tidak adanya
hambatan fisik. Jaringan merupakan serangkaian simpulsimpul, yang dalam hal ini merupakan
persimpangan/terminal yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek.
Perencanaan suatu kawasan sangat mempengaruhi pola pergerakan, dimana
penggunaan lahan dan rencana pergerakan spasialnya merupakan penentu dalam pengadaan
prasarana dan sarana transportasi menyebabkan terjadinya interaksi. Pergerakan manusia,
kendaraan, barang dan jasa akan mengakibatkan berbagai macam interaksi. Untuk mendukung
interaksi tersebut maka perlu dilakukan perencanaan transportasi terpadu dengan tujuan
kemudahan dan efisiensi.
Tata Guna Lahan (land use) adalah upaya merencanakan penggunaan lahan dan
pembagian wilayah dalam suatu kawasan untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, fungsi
pemukiman, perdagangan, industri, dan lainnya. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka
kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas, dan jadwal
pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman
dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Rencana tata guna lahan juga
merupakan kerangka kerja terkait dengan peruntukan lahan yang akan menentukan jenis
bangunan yang boleh didirikan pada sebuah lokasi. Peruntukan lahan akan menentukan jenis
bangunan yang boleh didirikan pada sebuah lokasi. (Acuan Peta Rencana Tata Ruang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP Nomor 8
Tahun 2013).
Perencanaan tata guna lahan yang baik dapat mengurangi keperluan akan perjalanan
yang panjang, sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Tiga komponen utama yang
berkaitan antara sistem transportasi dan tata guna lahan, yaitu :
 Tata guna lahan menimbulkan Transport Demand. Pembangunan suatu
kawasan dengan adanya penduduk dan berbagai macam kegiatan
membangkitkan lalu lintas, dimana orang akan melakukan interaksi.
 Prasarana transportasi berkaitan dengan Transport Supply. Yang termasuk
dalam prasarana transportasi ini adalah jaringan transportasi, simpul
transportasi, tempat parkir, prasarana pejalan kaki, jaringan trayek, kapasitas
pelayanan angkutan umum, frekuensi dan tarif.
 Lalu lintas yang berkaitan dengan arus kendaraan.
Hubungan dasar antara tata guna lahan, prasarana transportasi, dan lalu lintas biasanya
terlihat dalam :
 Aksesibilitas. Aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan bagaimana
suatu lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, serta bagaimana
mudah dan sukarnya lokasi tersebut. Tata guna lahan yang berbeda akan
mempunyai aksesibilitas yang berbeda karena aktivitas tata guna lahan
terdistribusi dalam ruang dan tidak merata dalam hal kuantitas dan kualitas
transportasi yang ada.
 Hirarki Sentra Kota. Pusat kota mempunyai beban aktifitas, fungsi dan
kegiatan yang sangat tinggi, untuk mengurangi hal ini maka
dibentuklah/dikembangkan sentra-sentra lainnya. Hirarki/klasifikasi sentra
tersebut adalah : Sentra primer, Sentra sekunder, Sentra tersier, dan Sentra
lokal.
Guna lahan memiliki keterkaitan yang erat dengan transportasi, hal ini dikarenakan guna lahan
baik dimasa sekarang maupun dimasa depan menjadi masukan bagi perencanaan transportasi yang
didesain untuk melayani orang, perusahaan, dan lembagalembaga lain dengan kata lain guna lahan
membuat keinginan untuk bergerak (Kaiser et al., 1995).

Pola tata guna lahan kota yang sesuai dengan fungsi dan kegiatan penduduk dapat digunakan
untuk mengetahui bentuk, karakter atau profil dari perjalanan penduduk kota. Profil atau karakter
perjalanan penduduk dapat digunakan untuk mengetahui dan memperkirakan kebutuhan akan
transportasi (demand transport). Demand transport merupakan basis (dasar) yang dipakai untuk
menetapkan berapa sarana (armada) angkutan yang harus disediakan dimasa yang akan datang dan
moda apa yang sesuai dengan suatu kegiatan tertentu yang harus diadakan (Miro, 2005).

Bagaimana orang dan barang bergerak dari tempat asal ke tempat tujuan sebenarnya
merupakan suatu pilihan (seseorang bisa saja memilih menggunakan angkutan kota, taksi atau mobil
pribadi ke pusat kota daripada menggunakan bus kota). Keputusan ini dibuat dengan
mempertimbangkan beberapa faktor seperti waktu, jarak, efisiensi, biaya, keamanan, dan kenyamanan.
Ahli geografi mengistilahkan perjalanan (trip) sebagai suatu peristiwa, sedangkan tindakan berjalan
(travel) sebagai suatu proses.

Tata guna lahan merupakan salah satu dari penentu utama pergerakan dan aktifitas. Aktifitas
ini dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan (trip generation), yang menentukan fasilitas-fasilitas
transportasi (bus, taksi, angkutan kota atau mobil pribadi) yang akan dibutuhkan untuk melakukan
pergerakan. Ketika fasilitas tambahan di dalam sistem telah tersedia, dengan sendirinya tingkat
aksesibilitas akan meningkat (Khisty & Lall, 2006).

Perubahan aksesibilitas akan menentukan perubahan nilai lahan, dan perubahan ini akan
mempengaruhi penggunaan lahan tersebut. Jika perubahan seperti ini benar-benar terjadi, maka tingkat
bangkitan perjalanan akan berubah dan akan menghasilkan perubahan pada seluruh siklus. Perlu
dicatat bahwa siklus ini merupakan penyederhanaan dari kenyataan yang sebenarnya, dan kekuatan
pasar tidak diperlihatkan. Kendati demikian siklus ini memberikan ilustrasi tentang hubungan yang
fundamental antara Transportasi dan Tata Guna Lahan (Khisty & Lall, 2006).

Pendataan tata guna lahan merupakan hal pokok dalam telaah perangkutan kota sebagai
landasan untuk mengukur kaitan antara guna lahan dengan pembangkit lalu lintas. Pendataan juga
menyajikan berbagai keterangan yang sangat diperlukan untuk menaksir tata guna lahan dimasa depan.
Guna lahan (dalam kota) menunjukkan kegiatan perkotaan yang menempati suatu petak yang
bersangkutan. Setiap petak lahan dicirikan dengan tiga ukuran dasar, yaitu jenis kegiatan, intensitas
penggunaan lahan, serta hubungan antar guna lahan (Warpani, 1990)
BAB III.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hubungan dasar antara tata guna lahan, prasarana transportasi, dan lalu lintas biasanya terlihat
dalam :

 aksesibilitas. Aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan bagaimana suatu


lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, serta bagaimana mudah dan
sukarnya lokasi tersebut. Tata guna lahan yang berbeda akan mempunyai aksesibilitas
yang berbeda karena aktivitas tata guna lahan terdistribusi dalam ruang dan tidak
merata dalam hal kuantitas dan kualitas transportasi yang ada.
 Hirarki Sentra Kota. Pusat kota mempunyai beban aktifitas, fungsi dan kegiatan yang
sangat tinggi, untuk mengurangi hal ini maka dibentuklah/dikembangkan sentra-sentra
lainnya. Hirarki/klasifikasi sentra tersebut adalah : Sentra primer, Sentra sekunder,
Sentra tersier, dan Sentra lokal.

B. Saran

Adapun saran yang bisa penulis berikan yaitu Tata guna lahan berkembang/berubah secara
terus menerus, Untuk itu perubahan ini harus dikendalikan secara ketat agar dapat disesuaikan
dengan perencanaan transportasi. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengelompokkan
jenis penggunaan lahan yang sama dalam suatu kawasan yang sama/zone yang sama, dengan
aturan atau prinsip Menetapkan rencana zoning yang memisahkan penggunaan lahan berbeda
dan mengendalikan bangkitan lalu lintas. Tata guna lahan harus direncanakan dengan sasaran
agar perjalanan minimal dan aksesibilitas terhadap angkutan umum maksimal. Aktivitas yang
membangkitkan jumlah perjalanan besar ditempatkan dekat dengan jalan yang sesuai untuk
itu.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.binadarma.ac.id/5087/1/PER%2006-
10_Perencanaan%20dan%20Pemodelan%20Transportasi%282019-
2020%29Genap_UNIVERSITAS%20BINA%20DARMA.pdf

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/1440/05.3%20bab%203.pdf?sequence=7&is

TAMIN, Ofyar Z.; FRAZILA, Russ Bona. Penerapan Konsep Interaksi Tata Guna Lahan-Sistem
Transportasi Dalam Perencanaan Sistem Jaringan Transportasi. Jurnal Perencanaan Wilayah
dan Kata, 1997, 8.3: 11-18.

Tamin, O. Z., & Frazila, R. B. (1997). Penerapan Konsep Interaksi Tata Guna Lahan-Sistem
Transportasi Dalam Perencanaan Sistem Jaringan Transportasi. Jurnal Perencanaan Wilayah
dan Kata, 8(3), 11-18.

Tamin, Ofyar Z., and Russ Bona Frazila. "Penerapan Konsep Interaksi Tata Guna Lahan-Sistem
Transportasi Dalam Perencanaan Sistem Jaringan Transportasi." Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kata 8.3 (1997): 11-18.

Baja, Ir Sumbangan. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah. Penerbit Andi,
2012.

Anda mungkin juga menyukai