SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan dan Strategi
Pengembangan Kawasan Wisata Bahari di Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
WIDIA NUR ULFAH. Direction and Strategy for Marine Tourism Area
Development in Kepulauan Seribu Administrative Regency. Supervised by
BOEDI TJAHJONO and FREDINAN YULIANDA.
Coastal region and small islands in Kepulauan Seribu have become favorite
marine tourism destination over the last decade. The escalating tourism visit could
eventually become threat to coastal environment in Kepulauan Seribu unless
administered under proper management. One of major issues concerning region in
Kepulauan Seribu is lack of integration in the marine tourism management
undertaken by multiple parties namely central government, regional government,
private sector and local community. Therefore it is necessary to elaborate a set of
strategy which will not only accommodate interests of relevant stakeholders but
also maintain coastal environment conservation.
Objectives of this study were (1) to map existing land cover/use in
Kepulauan Seribu Administrative Regency in 2014; (2) to analyze consistency of
land utilization compared to both Detailed Spatial Planning Document (RDTR)
map of Kepulauan Seribu Administrative Regency and Kepulauan Seribu National
Park (TNLKpS) zoning; (3) to classify regional hierarchy of Kepulauan Seribu
according to infrastructure comprehensiveness; and (4) to devise direction and
strategy for marine tourism management in Kepulauan Seribu Administrative
Regency. Data were analyzed using image data classification, overlay, descriptive
analysis, Scalogram analysis, and A’WOT analysis. Image data classification was
performed to produce existing land cover through supervised classification
technique on Landsat 8 image data. Prior to that, image transformation for water
region was conducted using Lyzenga model and for island’s land region using
image classification by visual interpretation. The existing land cover was then
overlayed with RDTR of Kepulauan Seribu Administrative Regency and
TNLKpS zoning to produce management consistency map. Scalogram analysis
was employed to answer the third objective of this study in which the data used
was village potency data (PODES). This would generate regional hierarchy in the
site of study based on facility and infrastructure. A’WOT analysis performed
using stakeholder perception data which was then processed and fitted with the
result from entire analysis to generate direction and strategy for marine tourism
development in the site of study.
The study discovered that there were eight classes of land cover consisted of
building, dock, helipad, road, pool, terrain, vegetation and beach sand, while for
the shallow seabed cover comprising five classes i.e. sand, reef and sand flat,
seagrass, lagoon and coral reef. Total of island cover derived from image
interpretation was 11.04 km2 whereas according to local government regulation it
was 8.7 km2, in other word there was an increase of island area up to 2.34 km2.
Such increase existed because of reclamation activity (mainly at settlement island)
whose policy was implemented according to an objective of Kepulauan Seribu
spatial planning i.e. to develop and to plan settlement area and govermental area
through environmentally sounded reclamation program and the supporting
facilities in settlement island. Many settlement island areas which were designated
as tourism destination had been densely covered with housing, it might be the
effect of the rise in tourism visit to the island. Newly built houses were
established as homestay to accommodate staying tourists. The rise of tourist
number has brought positive impact in economical facet but in the other hand has
led environmental deterioration and subsequently reduced convenience level and
carrying capacity of the area. Result of consistency analysis showed there were
inconsistencies between allotment area and the planning document, for example in
the northern part of Bira Besar Island in which the island classified as the sub
zone of trade and service in the island area as indicated in RDTR and the 2014
Zoning Regulation, in fact its northern part belonged into Core Zone III of
TNLKpS. Other than Bira Besar Island, inconsistency appeared also in Sebaru
Besar Island. This island was planned to be a tourism development area, yet in the
zoning determination it was included in the sub zone of inclusive green farming in
island area. Scalogram analysis showed that there were 2 (two) villages in each of
3 hierarchies i.e. hierarchy I (Untung Jawa Island Village and Panggang Island
Village), hierarchy II (Harapan Island Village and Pari Island Village), and
hierarchy III (Tidung Island Village and Kelapa Island Village). The highest
tourist number in 2013 on each district was found in the villages classified in
Hierarchy I. Consecutively the second was in the villages in Hierarchy II and
followed by Hierarchy III. In conclusion of aforementioned analysis, marine
tourism development in Kepulauan Seribu thus is suggested to be mainly
prioritized to tourism spots in the village in Hierarcy I of Scalogram analysis i.e.
Untung Jawa Island Village and Panggang Island Village. However, the
implementation of development program should always consider the zoning status
of both villages. Development pattern of tourism in Panggang Island Village
should be performed in different manner of that in Untung Jawa Island Village
because Panggang Island Village is part of TNLKpS area, therefore the type of
marine tourism developed in Panggang Island Village is suggested to be in
ecotourism package. While the main strategies to pursue above goals based on
A’WOT analysis result are through: (1) strengthening inter-sector coordination
between the policy maker and local community; (2) enacting land and water
zoning in integrated manner; (3) controlling tourist number corresponds to
carrying capacity and spatial capacity along with continuous service improvement,
rather than entirely following demand; (4) defining tourism zoning based on the
type of tourism.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ARAHAN DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI
DI KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Setia Hadi, MS.
Judul Tesis : Arahan dan Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Bahari di
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
Nama : Widia Nur Ulfah
NIM : A156130324
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis yang disusun ini
berjudul “Arahan dan Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Bahari di Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu”.
Penyusunan tulisan ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada :
1. Bapak Dr Boedi Tjahjono, MSc. dan Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc. selaku
pembimbing atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama ini.
2. Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan
masukan bagi penyempurnaan tesis ini
3. Bapak Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah atas masukannya demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
4. Kepala Pusbindiklatren BAPPENAS yang telah memberikan kesempatan dan dana
studi kepada penulis untuk menjalani studi.
5. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kepala Balai Besar
Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) yang telah memberikan ijin kepada
penulis untuk melanjutkan studi.
6. Kepala Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu beserta staf, Dinas Kelautan
dan Pertanian Prov. DKI, Dinas Tata Kota DKI Jakarta, Suku Dinas Kelautan
Perikanan, Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Adm. Kep. Seribu beserta
staf dan pihak-pihak lain yang telah meluangkan waktunya dan membantu penulis
selama pengumpulan data.
7. Suami, orang tua, adik-adik dan seluruh keluarga atas pengertian, do’a, dan kasih
sayangnya.
8. Rekan-rekan PWL 2013 dan rekan-rekan di TNTC atas persahabatan, dukungan,
dan semangatnya selama ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, karena itu saran
dan masukan untuk tesis ini sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 4
Pengembangan Ekowisata Bahari 6
Pengembangan Wilayah dan Perencanaan Wisata 9
3 METODE PENELITIAN 11
Lokasi dan Waktu Penelitian 11
Bahan dan Alat 11
Jenis dan Metode Pengumpulan Data 11
4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18
Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 18
Kondisi Demografi, Sosial Budaya dan Ekonomi 19
Kondisi Potensi Bahari Kepulauan Seribu 21
Kondisi Wisata di Kepulauan Seribu 22
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu 24
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 27
Penutupan/Penggunaan Lahan dan Perairan Tahun 2014 27
Konsistensi Pemanfaatan Lahan 36
Hirarki Wilayah Berdasarkan Kelengkapan Sarana Prasarana 40
Arahan dan Strategi Pengembangan Wisata Bahari 44
6 SIMPULAN DAN SARAN 50
Simpulan 50
Saran 51
DAFTAR PUSTAKA 52
LAMPIRAN 56
RIWAYAT HIDUP 59
DAFTAR TABEL
1. Kriteria stakeholder, instansi, dan jumlah responden 12
2. Tujuan penelitian, jenis, sumber/cara pengumpulan, metode analisis dan
keluaran 14
3. Pembobotan grup faktor SWOT 16
4. Matriks strategi hasil analisis SWOT 17
5. Urutan strategi SWOT 17
6. Indeks pembangunan manusia tahun 2006 – 2012 20
7. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha
tahun 2012 20
8. Jumlah pulau di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sesuai dengan
peruntukannya 23
9. Nama pulau resort di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 23
10. Nama pulau dan potensi wisata di Kepulauan Seribu 24
11. Pembagian luas wilayah kerja SPTN Wilayah lingkup BTNLKpS 25
12. Luas tutupan lahan dan dasar perairan dangkal hasil analisis dan luasan
menurut SK Gubernur DKI Jakarta nomor 1986 tahun 2000 27
13. Estimasi daya dukung wisata dan jumlah wisatawan tahun 2013 37
14. Hasil analisis hirarki pengembangan wilayah kelurahan 41
15. Pengaruh sektor/lapangan usaha terhadap nilai PDRB 43
16. Faktor-faktor internal dan eksternal 44
17. Bobot masing-masing faktor SWOT 45
18. Hasil analisis matriks SWOT 47
19. Urutan strategi pengembangan wisata bahari 48
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran penelitian 4
2. Struktur hirarki matriks A’WOT 16
3. Diagram alir kegiatan penelitian 18
4. Peta indikasi kerawanan gangguan di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu 26
5. Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (a) 28
6. Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (b) 29
7. Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (c) 30
8. Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (d) 31
9. Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (e) 32
10. Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (f) 33
11. Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (g) 34
12. Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (h) 35
13. Lahan reklamasi yang digunakan untuk kegiatan wisata 36
14. Peta konsistensi pengelolaan di Sekitar Pulau Sebaru Besar dan Bira Besar 39
15. Peta hirarki wilayah 42
DAFTAR LAMPIRAN
1. Variabel-Variabel yang digunakan dalam Analisis Skalogram 56
2. Contoh Perhitungan A’WOT 57
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kep. Seribu 2014a). Saat ini beberapa pulau telah dikembangkan menjadi resort-
resort wisata yang dikelola oleh pihak swasta. Infrastruktur seperti dermaga,
anjungan pengunjung, restoran dan pondok-pondok inap pun telah dibangun.
Gejala usaha pariwisata yang saat ini cukup berkembang adalah wisata di pulau-
pulau permukiman dimana pengelolaan wisata di wilayah ini juga dilakukan oleh
masyarakat setempat.
Fenomena pesatnya peningkatan aktivitas wisata ke Kepulauan Seribu
dewasa ini sesungguhnya cukup mengkhawatirkan jika dilihat dari sisi lain yaitu
dari kelestarian alam. Aktivitas wisata yang tidak mengindahkan kelestarian alam
akan mempengaruhi keberlanjutan wisata itu sendiri, hal ini dikarenakan
keindahan alam di wilayah Kepulauan Seribu merupakan daya tarik utama bagi
wisata bahari itu sendiri. Lebih jauh lagi sebagian besar wilayah perairan dan
sebagian kecil pulau di Kepulauan Seribu Utara merupakan bagian dari kawasan
Taman Nasional, sehingga aktivitas wisata yang ada di kawasan tersebut harus
memperhatikan benar kaidah konservasi, agar tujuan wisata dan konservasi dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya dan saling mendukung antara
kepentingan yang satu dengan yang lainnya.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
penggunaan eksisting dari lahan dan perairan dengan peta RDTR Kabupaten
Kepulauan Seribu dan zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Analisis
ini dimaksudkan untuk mengetahui secara spasial sejauh mana implementasi
perencanaan dengan pemanfaatan yang ada selama ini, apakah sudah dilaksanakan
dengan baik atau sebaliknya. Selain itu, analisis mengenai hierarki wilayah juga
diperlukan karena informasinya dapat digunakan untuk dasar pengembangan
wisata ke depan terutama dalam aspek infrastruktur. Hal ini patut menjadi
pertimbangan karena fasilitas wisata adalah salah satu daya tarik wisatawan untuk
datang ke lokasi wisata.
Keterpaduan antar pengelola dan pemangku kebijakan di Kepulauan Seribu
sangatlah diperlukan untuk pengembangan wilayah, khususnya pada sektor wisata
bahari, sedangkan informasi kondisi, potensi, peranan, serta keterkaitan wisata bahari
akan dapat memberikan gambaran perkembangan wisata bahari aktual dan potensial.
Informasi antara gambaran wisata bahari yang disintesiskan dengan persepsi
stakeholder dan kebijakan pemerintah akan menghasilkan arahan pembangunan dan
pengembangan wisata bahari untuk wilayah Kepulauan Seribu.
Ujung dari semua analisis di atas akan dapat digunakan untuk membangun
arahan pengelolaan dan pengembangan pesisir secara sinergis di Kepulauan
Seribu sebagai daerah tujuan wisata bahari. Kerangka penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 1.
2 TINJAUAN PUSTAKA
3 METODE PENELITIAN
Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 8,
citra Ikonos 2010, citra dari GoogleEarth, peta zonasi TNLKpS, potensi desa
(PODES) tahun 2011, hasil kuesioner, dokumen termasuk peta Rencana Detil
Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Provinsi DKI Jakarta tahun 2014, data
jumlah kunjungan wisata, laporan, dan dokumen-dokumen lain yang relevan.
Adapun alat yang digunakan adalah alat tulis, kamera, blanko kuesioner, dan
komputer laptop dengan software ArcGIS 10.1, ER Mapper 6.4, GoogleEarth,
Erdas Imagine 9.2, dan MS Office.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner kepada
beberapa responden. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan informasi
dari instansi terkait.
Data Primer
Data primer yang dikumpulkan adalah data faktor internal dan eksternal
pada analisis SWOT yang sekaligus analisis AHP (Analytical Hierarchy Process)
yang digunakan untuk mengetahui persepsi responden (analisis A’WOT).
Pengambilan data dilakukan secara langsung kepada stakeholders yang terdiri dari
penduduk lokal, pihak instansi terkait, baik dari Pemerintah Daerah, maupun dari
12
Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan antara lain mencakup informasi keadaan umum
lokasi, kondisi biofisik dan ekologis kawasan serta data lain berupa citra Landsat
8, citra Ikonos 2010, citra dari GoogleEarth, peta zonasi TNLKpS, potensi desa
(PODES) tahun 2011, dokumen termasuk peta Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)
dan Peraturan Zonasi Provinsi DKI Jakarta tahun 2014, data jumlah kunjungan
wisata, laporan, dan dokumen-dokumen lain yang relevan. Secara ringkas seluruh
jenis, sumber, dan teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini
dirangkum pada Tabel 2.
Metode Analisis Data
1. Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik bertujuan memperbaiki sistem proyeksi dan koordinat
dengan cara mengoreksi citra baru yang belum dikoreksi ke citra yang
sudah terkoreksi tahun 2013 pada lokasi yang sama. Koreksi geometrik
dilakukan dengan menggunakan empat titik kontrol medan (Ground
Control Point, GCP).
2. Penggabungan dan pemotongan Data Citra
Kedua scene data citra terkoreksi digabungkan, kemudian dilakukan
pemotongan data citra sesuai dengan batas administrasi Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu.
3. Penajaman Citra
Teknik penajaman citra dapat dilakukan salah satunya dengan algoritma
Lyzenga. Algoritma ini digunakan untuk mendapatkan band baru dengan
menggabungkan dua band tampak yang mampu melakukan penetrasi ke
dalam tubuh air hingga kedalaman tertentu sehingga bermanfaat untuk
mengidentifikasi objek-objek yang ada di dasar perairan. Software yang
digunakan adalah Er Mapper 6.4. Rumus Algoritma Lyzenga dalam
Kartika et al. (2011) adalah sebagai berikut :
ki
ln 1 ln 2
kj
Dimana :
Y = band baru
ki = koefisien atenuasi air pada panjang gelombang ke-i (X1)
kj = koefisien atenuasi air pada panjang gelombang ke-j (X2)
Tahap kedua identifikasi adalah untuk wilayah daratan pulau, menggunakan citra
Ikonos tahun 2010 untuk wilayah kepulauan seribu, dilakukan dengan interpretasi
14
visual menggunakan software ArcGIS 10.1. Prosesnya hampir mirip dengan tahap
pertama, namun pada tahap ini tidak dilakukan langkah penajaman citra dengan
menggunakan algoritma Lyzenga.
disusun dalam satu tabel. Data fasilitas umum tersebut didapatkan dari data
Potensi Desa (PODES) di 6 Kelurahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
tahun 2011 yang bersumber dari BPS (variabel yang digunakan dapat dilihat pada
Lampiran 1). Tahap-tahap dalam penyusunan skalogram dilakukan sebagai
berikut (Saefulhakim 2004 dalam Tar 2010):
1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di
dalam unit-unit wilayah.
2. Mengurutkan unit wilayah yang mempunyai ketersediaan fasilitas paling
lengkap hingga yang paling tidak lengkap.
3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal.
4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal.
5. Mengurutkan wilayah yang mempunyai fasilitas terlengkap hingga yang
paling tidak lengkap.
suatu hirarki yang menggambarkan secara grafik bagaimana setiap elemen saling
berkaitan untuk membentuk suatu sistem (Saaty 1993). erangka A’WOT
disajikan pada Gambar 2.
S1 S1 S1 S1
S2 S2 S2 S2
S3 S3 S3 S3
S4 S4 S4 S4
S5 S5 S5 S5
Mengurutkan strategi
Setelah dianalisis SWOT, kemudian setiap strategi diurutkan sesuai urutan dari
nilai terbesar hingga terkecil, seperti tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5 Urutan strategi SWOT
Unsur SWOT Keterkaitan Jumlah Bobot Ranking
Strategi SO
SO1 S1, S2, S., Sn , O1, O2, On
SO2 S1, S2, Sn, O1, O2, On
SO3 S1, S2, S4, Sn, O1, O2, On
Strategi ST
ST1 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn
ST2 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn
ST3 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn
Strategi WO
WO1 W1, W2, Wn, O1, O2, On
WO2 W1, W2, Wn, O1, O2, On
WO3 W1, W2, Wn, O1, O2, On
Strategi WT
WT1 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn
WT2 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn
WT3 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn
18
Diagram alir secara keseluruhan dari tahapan penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 3.
Kuesioner
A’WOT Stakeholders
(Pulau Kelapa, Pulau Harapan, dan Pulau Panggang), meliputi 79 (tujuh puluh
sembilan) pulau, dimana enam di antaranya adalah pulau permukiman, yaitu
Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau
Harapan, dan Pulau Sebira. Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan terdiri dari tiga
kelurahan (kelurahan Pulau Tidung, Pulau Pari, dan Pulau Untung Jawa), meliputi
31 (tiga puluh satu) pulau, dimana lima diantaranya merupakan pulau
permukiman yaitu Pulau Payung, Pulau Tidung, Pulau Lancang, Pulau Pari, dan
Pulau Untung Jawa (BPS 2013).
Demografi
Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah 21.875 jiwa yang tersebar di
Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan sebanyak 8.712 jiwa, dan di Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara sebanyak 13.163 jiwa. Jumlah penduduk sedikit
meningkat pada tahun 2012, yaitu sebanyak 22.220 jiwa yang tersebar di
Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan sebanyak 8.913 jiwa, dan di Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara sebanyak 13.307 jiwa.
Kepadatan Penduduk di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu menurut
data BPS Kepulauan Seribu tahun 2012 adalah sebesar 2.555 jiwa/ km2.
Kepadatan penduduk per kecamatan adalah 2.929 jiwa/km2 untuk Kecamatan
Kepulauan Seribu Selatan dan sebesar 2.354 jiwa/km2 di Kecamatan Kepulauan
Seribu Utara.
Sosial Budaya
Menurut data BPS tahun 2012 mayoritas penduduk Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu beragama Islam yang memiliki 11 masjid dan 29 Musholla.
Jumlah puskesmas termasuk puskesmas kelurahan maupun keliling sebanyak 8
unit, sedangkan jumlah tenaga medis yang bertugas pada tahun 2012 sebanyak
178 orang. Terdapat 16 orang dokter (termasuk dokter gigi) dan tujuh orang bidan.
Pada tahun ajaran 2012/2013 jumlah bangunan Sekolah Dasar tercatat sebanyak
14 (empat belas) sekolah dengan jumlah murid sebanyak 2.591 siswa dan guru
sebanyak 181 orang. Selain itu terdapat tujuh bangunan sekolah tingkat Sekolah
Menengah Pertama dengan murid sebanyak 1.058 orang dan guru 79 orang.
20
Adapun untuk bangunan sekolah tingkat Sekolah Menengah Atas terdapat satu
sekolah dengan jumlah murid 421 orang dan jumlah guru 46 orang, untuk Sekolah
Menengah Kejuruan terdapat satu sekolah dan hanya memiliki 251 murid serta 29
guru. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu dari tahun 2006 hingga 2012 mengalami peningkatan, sebagaimana tersaji
pada Tabel 6.
Tabel 6 Indeks pembangunan manusia tahun 2006 – 2012
Tahun Indeks Pembangunan Manusia
2006 69,30
2007 69,76
2008 70,14
2009 70,50
2010 70,82
2011 71,16
2012 78,33
Sumber : BPS (2012)
Ekonomi
Struktur penduduk di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sesuai
dengan data distribusi usia tahun 2011 didominasi oleh usia produktif, yaitu pada
kelompok 15-59 sebesar 64,86%, sedangkan tahun 2012 sebesar 73,12% dari
jumlah penduduk. Penduduk paling banyak memiliki pekerjaan utama di bidang
jasa, kemudian di bidang pertanian/perikanan/kehutanan/perkebunan, kemudian
disusul pekerjaan lainnya. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tanpa sektor minyak dan gas (migas)
berdasarkan harga berlaku tahun 2012 adalah sebesar Rp. 452.328 juta, sedangkan
berdasarkan harga konstan adalah Rp. 187.739 juta, seperti tersaji pada Tabel 7.
Nilai PDRB non migas baik berdasar harga berlaku maupun harga konstan paling
besar adalah pada sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, sdangkan nilai PDRB
non migas paling kecil adalah pada sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih.
Pelindungan Laut (APL) sebagai areal perairan dangkal dan ekosistem terumbu
karang dengan kondisi tutupan karang hidup yang masih baik. Berdasarkan
kesepakatan bersama masyarakat setempat, APL ditetapkan sebagai areal tertutup
untuk dieksploitasi dan dilarang memasukkan biota atau material apapun ke dalam
areal tersebut dalam jangka waktu tertentu. Adapun tujuan penetapan DPL adalah
untuk mempertahankan populasi ikan dan menjaga keanekaragaman hayati
sumberdaya perairan laut dari eksploitasi manusia, sehingga kelimpahan
sumberdaya perairan laut tetap lestari secara alamiah.
Daerah perlindungan laut dikelola dan diawasi secara swadaya oleh
masyarakat setempat dan terus dikembangkan di setiap pulau permukiman dan
kawasan pemanfaatan wisata. Untuk penetapan luas APL sangat tergantung pada
kondisi keragaman biota, kelimpahan jenis, kondisi tutupan karang hidup serta
kemampuan kelompok masyarakat mengawasi areal perlindungan tersebut.
Sebagai penyangga keanekaragaman hayati dan populasi biota perairan laut, maka
APL dikelola dengan sistem zonasi, yaitu zona inti dengan luas 10.000 m2 dan
zona lindung 50.000 m2, serta dapat dimanfaatkan sebagai objek atraksi wisata
bahari, seperti; wisata selam (diving), rekreasi (snorkeling), dan wisata pancing.
Prinsip pengelolaan DPL/APL meliputi: 1) prinsip keseimbangan dan
berkelanjutan; 2) prinsip keterpaduan; 3) prinsip pengelolaan berbasis masyarakat;
4) prinsip pemberdayaan masyarakat pesisir; 5) prinsip akuntabel dan transparan;
dan 6) prinsip pengakuan terhadap kearifan tradisional masyarakat.
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa jumlah luas tutupan lahan dan
dasar perairan dangkal Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sesuai
dengan luas berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 1986 Tahun 2000
yaitu 4.754,32 km2, namun jika dilihat dari masing-masing luas daratan dan
perairan, menunjukkan luasan yang berbeda. Luasan daratan hasil interpretasi
citra adalah seluas 10,57 km2, sedangkan menurut Peraturan Daerah adalah 8,7
km2 atau terdapat penambahan luasan daratan seluas 1,87 km2. Penambahan luas
daratan ini disebabkan (terutama pada pulau-pulau permukiman) oleh kegiatan
reklamasi, dimana kebijakan reklamasi pantai dilakukan sesuai dengan salah satu
tujuan penataan ruang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yaitu
terwujudnya pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan kawasan
pemerintahan melalui reklamasi berwawasan lingkungan serta dilengkapi dengan
28
Gambar 5 Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (a)
29
Gambar 6 Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (b)
30
Gambar 7 Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (c)
31
Gambar 8 Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (d)
32
Gambar 9 Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (e)
33
Gambar 10 Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (f)
34
Gambar 11 Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (g)
35
Gambar 12 Peta tutupan lahan dan dasar perairan dangkal tahun 2014 (h)
36
Tabel 13 Estimasi daya dukung wisata dan jumlah wisatawan tahun 2013
Batas daya dukung/hari (orang) Wisata-
No Nama pulau pantai snorkeling selam penginapan sumber wan/hari
(orang)
1. Gugus Pari 2.572 2.787 1.287 - Triyono 4.212
(2013)
2. Pramuka, Yulianda 2.368
Panggang, dan
Karya, - 7.320 601 - Purwita
Gosong (2010)
Pramuka
3. Macan Besar 21-62 - - 66-590 Aziz 2
(2003)
4. Putri Barat 23-70 - - 13-110 Aziz 53
(2003)
5. Hantu Barat 26-79 - - 49-440 Aziz
(2003)
6. Hantu Timur 37-110 - - 122-1090 Aziz
(2003) 1.457
7. Kelapa,
Harapan, - - - - -
Bira Besar
komponen dan tidak dapat dipisahkan antara komponen yang satu dengan yang
lainnya. Dengan demikian kelangsungan pembangunan berkelanjutan di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dicapai. Jika dilihat dari letaknya, Zona Inti III
berbatasan langsung dengan zona pemanfaatan wisata dan terdapat sebagian
karang pada pulau wisata yang masuk ke dalam zona ini. Hal ini perlu mendapat
perhatian serius, karena menurut Yulianda (2007) zona inti harus berada jauh dari
sumber kegiatan manusia. Hal ini disebabkan dampak wisatawan terhadap pulau
kecil cukup besar karena keterbatasan sumberdaya dan wilayahnya yang kecil
sehingga dengan mudah mencapai level kritis. Oleh karena dalam pengembangan
wisata bahari di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus disertai dengan
manajemen wilayah pesisir yang baik (Wong 1998).
Pengelolaan dalam zona inti pada TNLKpS hanya dapat dilakukan untuk :
(1) kegiatan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; (2)
membangun sarpras untuk monitoring; dan (3) kegiatan yang tidak merubah
bentang alam. Sementara itu, Pulau Bira Besar dalam RDTR masuk ke dalam sub
zona perdagangan dan jasa di wilayah pulau. Padahal dalam RDTR dan Peraturan
Zonasi tahun 2014 disebutkan bahwa pulau yang termasuk sub zona ini mencakup
seluruh areal, termasuk rataan karang sampai ke garis tubir karang untuk
mengakomodasi kebutuhan pembangunan dermaga, areal tambat labuh kapal
angkutan dan kapal nelayan, serta fasilitas yang terkait dengan budidaya laut,
perikanan, dan pariwisata. Dengan demikian, pemanfaatan rataan karang dan pasir
di Pulau Bira besar sebelah utara yang masuk ke dalam zona inti sebaiknya diatur
lebih spesifik dalam RDTR dan peraturan Zonasi sehingga pemanfaatannya tidak
berlawanan dengan aturan yang terdapat pada zona inti TNLKpS.
Selain pada pulau Bira Besar, hasil analisis konsistensi juga menunjukkan
adanya suatu ketidak konsistenan yang terjadi di Pulau Sebaru Besar (Gambar
14b). Pulau ini direncanakan sebagai pulau pengembangan wisata, namun pada
penetapan zonasi masuk ke dalam sub zona terbuka hijau budidaya di wilayah
pulau. Pengertian sub zona terbuka hijau budidaya di wilayah pulau pada
dokumen RDTR dan Peraturan Zonasi tahun 2014 adalah sub zona dengan
peruntukan sebagai ruang terbuka hijau atau berupa areal hamparan lahan yang
ditanami dengan pohon-pohon yang kompak dan rapat baik pada tanah negara
maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang
berwenang. Kegiatan di seluruh sub zona terbuka hijau budidaya di wilayah pulau
adalah kegiatan diizinkan bersyarat, yaitu :
1. kegiatan taman perkemahan dengan syarat tidak merusak dan/atau mengubah
bentangan alam.
2. kegiatan reklame dengan syarat pesan atau informasi disampaikan terkait
dengan program pemerintah dan/atau pemberdayaan masyarakat atau tidak
bersifat komersial.
Apabila memperhatikan ketentuan di atas dan jika pulau ini direncanakan
untuk dikembangkan menjadi pulau pengembangan wisata menjadi kurang sesuai
dengan ketentuan aktivitas yang boleh dilakukan di pulau tersebut. Berdasarkan
hal tersebut maka peraturan ini perlu ditinjau kembali (zonasi maupun rencana
pengembangan Pulau Sebaru Besar), agar pengembangan dan pemanfaatan wisata
bahari dapat berjalan dengan baik.
39
Gambar 14 Peta konsistensi pengelolaan di Sekitar Pulau Sebaru Besar dan Bira
Besar
Jakarta No. 1 Tahun 2014 dinyatakan bahwa sub zona PP1 merupakan kawasan
perairan yang dilindungi, dikelola untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya
ikan dan lingkungan secara berkelanjutan, sementara sub zona PP2 merupakan
kawasan perairan yang memiliki fungsi kegiatan perairan tangkap, pariwisata
bahari dan kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika
berdasarkan pernyataan tersebut maka pada sub zona PP1 tidak disebutkan secara
khusus mengenai pemanfaatannya terkait kegiatan wisata bahari, bahkan untuk
sub zona ini ditekankan pada upaya perlindungan kawasan perairan. Dengan
demikian peraturan ini menjadi kurang sejalan dengan pemanfaatannya, karena
daerah ini terutama pada perairan dangkalnya dimanfaatkan untuk objek wisata
bahari, bahkan pengaturan pada sub zona pulau-pulau yang berada di perairan sub
zona PP1 ada yang ditetapkan sebagai zona perkantoran, perdagangan dan jasa di
wilayah pulau, zona perumahan di wilayah pulau, serta zona pelayanan umum dan
sosial. Penetapan zona perairan dan pulau tampak tidak sinkron, padahal
penetapan zonasi keduanya seharusnya dapat ditetapkan secara terpadu.
Bagaimanapun pengelolaan wilayah darat dan perairan terutama di pulau-pulau
kecil haruslah berdasarkan kepada prinsip keterpaduan. Selain itu pulau-pulau
yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata tidak bisa lepas dari wilayah perairan,
karena aktivitas wisata bahari (contoh snorkeling dan menyelam) di lakukan di
wilayah perairan.
dijadikan tujuan wisata, yaitu Pulau Pramuka (16 ha), Pulau Panggang (9 ha), dan
Pulau Kotok Tengah (20,8 ha), sedangkan untuk Kelurahan Pulau Untung Jawa
terdapat tiga pulau wisata, yaitu Pulau Untung Jawa (40,1 ha), Pulau Ayer (6,5 ha),
dan Pulau Bidadari (6 ha). Kelurahan yang tergolong ke dalam hirarki II adalah
Kelurahan Pulau Harapan dan Kelurahan Pulau Pari. Kelurahan Pulau Harapan
mempunyai tiga pulau wisata, yaitu Pulau Harapan (6,7 ha), Pulau Sepa (3,1 ha),
dan Pulau Putri (6,5 ha). Adapun Kelurahan Pulau Pari terdiri dari dua pulau
wisata yaitu Pulau Pari (41,3 ha) dan Pulau Lancang Besar (15,1 ha). Kelurahan
yang tergolong kedalam hirarki III adalah Kelurahan Pulau Tidung dan Kelurahan
Pulau Kelapa. Kelurahan Pulau Tidung terdiri dari dua pulau tujuan wisata, yaitu
Pulau Tidung Besar (50,1 ha) dan Pulau Tidung Kecil (17,4 ha), sedangkan
Kelurahan Pulau Kelapa terdiri dari tiga pulau wisata, yaitu Pulau Kelapa (13,1
ha), Pulau Kelapa Dua (1,9 ha), dan Pulau Macan (6,1 ha).
Kelurahan Pulau Panggang dan Kelurahan Untung Jawa merupakan
kelurahan dengan fasilitas sarana dan prasarana paling lengkap dibandingkan
dengan kelurahan lainnya. Berdasarkan hasil analisis tersebut juga dapat
disimpulkan bahwa kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Untung Jawa
merupakan pusat pelayanan pendukung wisata bagi kelurahan-kelurahan lainnya
di masing-masing kecamatan.
Tabel 14 Hasil analisis hirarki pengembangan wilayah kelurahan
Bagaimanapun jika suatu pulau tujuan wisata dilengkapi dengan beragam fasilitas,
namun daya tarik utamanya tidak dijaga, maka usaha wisata bahari tersebut akan
menurun. Hal ini sejalan dengan pendapat Jurado et al. (2011) yang menyebutkan
bahwa pertumbuhan daerah tujuan wisata yang tinggi (dalam hal penduduk,
penginapan, infrastuktur, dan fasilitas lain) tidaklah selalu positif bagi industri
wisata, karena pertumbuhan yang melampaui batas daya dukung dapat
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan, sosial, dan ekonomi dari daerah
tujuan wisata.
dan swasta (sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi, perorangan, dan rumah
tangga).
2. Jenis objek wisata yang memiliki ciri 2. Sarana dan prasarana wisata kurang
khas. memadai.
3. Partisipasi aktif masyarakat dalam 3. Belum ada pengelolaan limbah domestik.
kegiatan wisata. 4. Daya dukung wisata pulau kecil yang
4. Keramahan masyarakat. terbatas.
5. Akomodasi dan transportasi mudah. 5. SDM masih rendah.
Peluang/ Opportunities (O) Ancaman/ Threats (T)
1. Meningkatnya minat wisatawan 1. Jumlah wisatawan yang terlalu tinggi
terhadap wisata bahari. melebihi daya dukung kawasan.
2. Peran investor dan operator wisata. 2. Pengaruh budaya luar yang negatif.
Eksternal
Setelah diurutkan, kemudian dari seluruh strategi ini dipilih empat strategi
dengan urutan teratas. Pemilihan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya
dapat dilakukan secara fokus, meskipun tidak menutup kemungkinan pula bagi
strategi-strategi dengan urutan selanjutnya untuk dilakukan. Keempat strategi
prioritas tersebut adalah :
Membatasi jumlah wisatawan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
serta meningkatkan kualitas pelayanan, tidak hanya mengikuti jumlah permintaan.
Wisata di Kepulauan Seribu merupakan suatu alternatif tujuan wisata yang
murah, dekat dengan kota Jakarta, transportasi mudah, dan unik karena berbeda
dengan lokasi-lokasi wisata lain di wilayah perkotaan pada umumnya. Oleh
karena itu, antusiasme masyarakat untuk berkunjung ke lokasi ini tak dapat
dihindari. Dampak positif dengan adanya kegiatan wisata ini adalah membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, seperti sebagai pemandu wisata,
pengelola katering, penyedia sewa homestay, penyedia sewa alat-alat snorkeling,
penyedia sewa kapal, bahkan sebagai agen wisata yang mengkoordinir seluruh
kegiatan dan aktivitas wisatawan.
Dampak positif secara ekonomi cukup baik, namun seperti yang telah
dibahas pada sub bab sebelumnya bahwa secara umum jumlah wisatawan saat ini
telah melebihi daya dukung wisata. Padatnya jumlah wisatawan bisa dikatakan
tidak sejalan dengan kualitas pelayanan yang diberikan pada wisatawan. Jika daya
tampung sarana dan prasarana tersebut dilampaui, maka akan terjadi kemerosotan
sumberdaya, menurunnya kepuasaan pengunjung, dan akhirnya merugikan
terhadap masyarakat, ekonomi, dan budaya (Simon et al. 2004). Adanya
fenomena harga paket wisata yang lebih murah jika jumlah wisatawan pada satu
50
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Clark JR. 1996. Coastal Zone Management Handbook. Florida (USA) : Lewis
Publisher.
Gunn CA. 1994. Tourism Planning: Basics, Concepts, Cases. Third Edition.
Washington : Taylor & Francis Publisher.
Dahuri R, Rais J, Ginting, SP, Sitepu MJ. 2004. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Edisi Revisi. Jakarta (ID) :
Pradnya Paramita.
Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi.
Yogyakarta (ID) : Penerbit Andi.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tata Guna Lahan. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press.
Jurado EN, Tejada MT, Gracia FA, Gonzalez JC, Macia RC, Pena JD, Gutierrez
FF, Fernandez GG, Gallego ML, Garcia GM, Gutierrez OM, Concha FN,
De La Rua, FR, Sinoga JR, Becerra FS. 2011. Carrying Capacity
Assessment for Tourist Destinations. Methodology for the Creation of
Synthetic Indicators Applied in a Coastal Area. Tourism Management :
1337 – 1346.
Kangas J, Pesonen M, Kurttila M, Kajanus M. 2001. A’WOT: Integrating The
AHP With SWOT Analysis. ISAHP 6th. 2001 Agustus 2-4. Berne,
Switzerland.
Kartika T, Harini S, Asriningrum W. 2011. Modul Pengolahan Data
Menggunakan ER Mapper untuk Interpretasi Mangrove dan Terumbu
Karang. Workshop Pengelolaan Wilayah Konservasi Ekosistem Pantai.
September. Jakarta (ID) : Massma Publishing.
[PPJ] Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. 2005. Penuntun Praktikum
Penginderaan Jauh Erdas Imagine. Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
McClanahan TR, Marnane MJ, Cinner JE, Kiene WE. 2006. A Comparison of
Marine Protected Areas and Alternative Approaches to Coral-Reef
Management. New York (USA) : Current Biology : 1409 – 1413.
Osuna E, Aranda A. 2007. Combinating SWOT and AHP Techniques for
Strategic Planning. ISAHP : 1 – 8.
Panuju DR, Rustiadi E. 2012. Teknik Analisis Perencanaan Pengembangan
Wilayah, Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pemerintah Republik Indonesia. 2005. Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2005
Tentang Pengelolaan Pulau Terluar. Jakarta (ID) : Pemerintah Republik
Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil. Jakarta (ID) : Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang
No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil. Jakarta (ID) : Pemerintah Republik Indonesia.
54
No Variabel
1 Jumlah Penduduk (jiwa)
2 Jarak ke Pelabuhan Jakarta terdekat
3 jarak ke RS terdekat (km)
4 jarak ke RS bersalin terdekat (km)
5 jarak ke poliklinik terdekat (km)
6 jarak ke praktek dokter terdekat (km)
7 jarak ke praktek bidan terdekat (km)
8 jarak ke pos kesehatan desa terdekat (km)
9 jarak ke pondok bersalin desa terdekat (km)
10 jarak ke apotek terdekat (km)
11 jarak ke kantor camat (km)
12 jarak ke kantor bupati (km)
13 jarak ke pertokoan terdekat (km)
14 jarak ke pasar terdekat (km)
15 jarak ke bank umum terdekat (km)
16 jarak ke pos polisi terdekat (km)
17 jumlah rumah sakit
18 jumlah RS bersalin
19 jumlah puskesmas
20 jumlah praktek dokter
21 jumlah pos kesehatan desa
22 jumlah posyandu
23 jumlah bidan yang menetap
24 jumlah tenaga kesehatan lainnya
25 jumlah masjid
26 jumlah surau
27 jumlah perkumpulan hobi
28 jumlah industri kecil dan mikro dari kayu
29 jumlah industri kecil dan mikro dari anyaman
30 jumlah industri kecil dan mikro dari gerabah
31 jumlah industri kecil dan mikro dari kain
32 jumlah industri kecil dan mikro dari makanan minuman
33 jumlah toko/warung kelontong
34 jumlah warung makanan
35 jumlah restoran
36 jumlah hotel
37 jumlah penginapan
38 jumlah koperasi
39 jumlah bank umum
57
Faktor Kekuatan
Tingkat rata-rata
KRITERIA Ratting
kepentingan nilai
1. Potensi Keindahan SDA 9 026 4
2. Jenis objek wisata khas 7 0,20 4
3. Partisipasi masyarakat 5 0,14 4
4. Keramahan masyarakat 6 0,17 4
5. Akomodasi dan Transportasi 8 0,23 2
JUMLAH 35 1
tingkat kepentingan 7
Rata-rata nilai (ȳ) = = 0,20
∑ tingkat kepentingan 35
Potensi Akomodasi
Jenis objek Partisipasi Keramahan
KRITERIA Keindahan dan
wisata khas masyarakat masyarakat
SDA transportasi
1. Potensi Keindahan SDA 1,00 1.23 1.27 1.11 1.03
2. Jenis objek wisata khas 0,81 1.00 1.04 0.91 0.84
3. Partisipasi masyarakat 0,79 0.97 1.00 0.87 0.81
4. Keramahan masyarakat 0,90 1.10 1.14 1.00 0.93
5. Akomodasi dan
0,97 1.19 1.24 1.08 1.00
Transportasi
JUMLAH 4,47 5.49 5.69 4.97 4.60
Rekap perbandingan antar kriteria 2 dan 1(ȳ p21 )
1
= p21-1 ) x p21-2 )x p21-3 )x...... p21-n ) n
= 0,81
Keterangan : p21-1 ) : Perbandingan antar kriteria 2 dan 1 orang ke-1
n : orang ke-n
58
Dinormalkan
Potensi Akomodasi faktor
Jenis objek Partisipasi Keramahan
KRITERIA Keindahan dan prioritas
wisata khas masyarakat masyarakat
SDA transportasi dalam grup
1. Potensi Keindahan
0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22
SDA
2. Jenis objek wisata khas 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18
3. Partisipasi masyarakat 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18
4. Keramahan masyarakat 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20
5. Akomodasi dan
0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22
Transportasi
p21 0,81
Perbandingan antar kriteria 2 dan 1 yang dinormalkan = = = 0,18
p 4,47
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cimahi pada tanggal 29 Agustus 1986, sebagai anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Nang Yoyo dan Ibu Yuhaeni,
kemudian menikah pada tahun 2012 dengan Handito Prihandono. Pendidikan
formal diawali di SDN 5 Cimahi hingga lulus tahun 1998, lalu di tahun yang sama
diterima di SMPN 1 Cimahi dan menyelesaikan studi tahun 2001. Penulis
melanjutkan studi di SMAN 2 Cimahi hingga tahun 2004, kemudian diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan dan lulus pada tahun 2009.
Sejak tahun 2009 hingga saat ini penulis bekerja sebagai Pengendali
Ekosistem Hutan (PEH) di Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih,
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA),
Kementerian Kehutanan (saat ini menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan). Pada tahun 2013 penulis mendapatkan beasiswa dari Pusat
Pendidikan, Pembinaan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Nasional
(Pusbindiklatren BAPPENAS) untuk melanjutkan pendidikan strata dua (S-2)
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.