Anda di halaman 1dari 7

“Isu Keamanan Pangan”

1. Isu kontaminasi yang disengaja di Negara China


 Jenis bahaya (kimia)
Kasus yang terjadi terkait kontaminasi sengaja (intentional contamination) ini adalah
kasus kontaminasi melamin yang terjadi di China. Melamin adalah senyawa kimia organik
bahan baku untuk menghasilkan resin yang tahan panas dan api (Hariyadi dan Purwiyatno
2012). Menurut Liu et al., (2012) melamin memiliki rumus formula kimia C3H6N6 dan nama
IUPAC 1,3,5-triazine-2,4,6- triamine adalah triazina heterosiklik kaya nitrogen. Senyawa
kimia ini berbentuk kristal putih padat,mempunyai sifat sedikit larut dalam air (3,1 g/l pada
suhu 20 °C), sedikit larut dalam etanol, dan tidak larut dalam ditil eter.

gambar 1. Struktur kimia melamin.


Maka dari itu melamin sering digunakan untuk pembuatan plastik, bahan untuk alat-alat
dapur dan bahkan lantai yang tahan panas/api.
 Risiko yang berdampak pada kesehatan
Menurut Hariyadi dan Purwiyatno (2012) Isu kontaminasi melamin menjadi berita
di AS setelah ribuan anjing dan kucing mengalami gagal ginjal, bahkan kematian, karena
mengkonsumsi pakan yang diimpor dari China yang kemudian diketahui terkontaminasi
melamin. Isu kontaminasi melamin menjadi lebih mencuat karena kasus ini ternyata juga
ditemukan pada susu formula untuk bayi. Kasus ini dilaporkan menyebabkan paling tidak
6 bayi meninggal, 51,900 dirawat di rumah sakit, dan diperkirakan sekitar 294,000 sakit
di negara China, Taiwan, Macau, dan Hong Kong (Yang, 2009; WHO, 2009b). Badan
resmi AS (USFDA) menyatakan bahwa kontaminasi berasal dari salah satu ingredien pakan
yaitu protein gluten yang secara sengaja ditambahkan melamin untuk mendongkrak
kandungan nitrogennya (diekivalenkan dengan kandungan protein) dengan tujuan untuk
mendongkrak harga (WHO, 2009a). Maka dari itu kontaminasi melamin diyakini merupakan
salah satu bentuk kontaminasi sengaja dengan tujuan pemalsuan untuk keuntunganan
ekonomi. Walaupun permasalahan ini belum mencuat di Indonesia tetapi bagi Industri
yang harus melakukan ekspor ke beberapa negara maju seperti (Amerika, Australia dan
Eropa) harus mengikuti ketentuan-ketentuan tambahan yang berkaitan dengan mengurangi
kemungkinan terjadinya bioterorisme ini. Hal ini pula yang pada akhirnya pada mendorong
Amerika Serikat mengeluarkan Undang-Undang Modernisasi Keamanan Pangan (Food
Safety Modernization Act; Public Law 111-353, 2011). Dengan adanya Undang-Undang
Modernisasi Keamanan Pangan di AS ini jelas akan mempengaruhi operasional industri
pangan di Indonesia; terutama bagi industri yang melakukan ekspor ke AS. Undang-
undang baru ini diantaranya mensyaratkan industri untuk mempunyai dan mengaplikasikan
rencana keamanan pangan, manajemen rantai pasok, arsip dan catatan mengenai
pemeliharaan dan akses (keluar masuk orang).
 Langkah penyelesaian
Secara domestik, pemerintah Indonesia perlu juga mempersiapkan skema
manajemen keamanan yang lebih modern khususnya untuk menghadapi serbuan pangan
impor. Secara umum, antisipasi perlu dilakukan oleh pemerintah, industri (produsen),
maupun konsumen pangan Indonesia. Di tingkat pemerintah, dengan menempatkan diri
sebagai manajer risiko, pemerintah dapat menginisiasi suatu kajian risiko yang
dilaksanakan sepenuhnya oleh para pakar yang ahli di berbagai bidang mengenai suatu
patogen dan kontaminan baru baik ditinjau dari aspek klinis, epidemiologis, proses
pengolahan pangan serta data survei yang menunjang. Sebagai bagian dari proses
manajemen risiko maka pemerintah juga harus memantau penerapan opsi manajemen
yang dipilih, apakah telah membawa hasil seperti yang diharapkan. Jika tidak, maka
mungkin opsi lain harus ditetapkan. Di tingkat industri, Dengan menggunakan kerangka
pikir yang sama, industri pangan dapat juga melakukan kajian risiko spesifik untuk produk
yang diproduksinya, jika diketahui ada patogen dan kontaminan baru. Hasil kajian kemudian
diintegrasikan dalam penyusunan dan atau revisi rencana HACCP. Dalam kaitannya
dengan patogen dan kontaminan baru maka kemungkinan perubahan rencana HACCP dan
penjaminan keamanan, misalnya seperti pengendalian jumlah/ konsentrasi awai patogen
dan kontaminan baru, pengendalian jumlah/konsentrasi patogen dan kontaminan selama
penanganan dan menetapkan rencana sampling (sampling plan) baru. Di tingkat konsumen,
sebagaimana konsep keamanan pangan from farm to table maka konsumen memegang
peranan yang sangat penting khususnya di dalam pemilihan, penyimpanan dan
penanganan produk pangan di rumah tangga (Hariyadi dan Purwiyatno 2012).

2. Isu kontaminasi pada jajanan anak di sekolah


 Jenis bahaya (biologis)
Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) umumnya dikenal sebagai pangan siap saji
yang ditemui di lingkungan sekolah dan secara rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak
sekolah (Kementerian Kesehatan RI 2011). Hasil survei Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat 141
kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan terjadi (Syah et al. 2015). Dari 141 kejadian,
15% disebabkan oleh PJAS dengan tingkat kejadian tertinggi (69-79%) terjadi di Sekolah
Dasar (BPOM RI 2011). Produk pangan yang disurvei dalam kegiatan Aksi Nasional PJAS
dikelompokkan ke dalam kategori makanan (bakso, makanan ringan, mie). yang memiliki
resiko keamanan cukup tinggi. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya persentase mi dan
makanan ringan yang tidak memenuhi syarat adalah kadar air mi dan makanan ringan yang
cenderung lebih rendah daripada bakso. Parameter keamanan yang paling dominan
menyebabkan bakso tidak memenuhi syarat adalah angka lempeng total (ALT) dan koliform
yang melebihi batas maksimal sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2 (Syah et al. 2015).
Menurut Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.06.1. 52.4011 tahun 2009 tentang
Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan, batas cemaran
mikroba ALT pada bakso maksimal 1x105 koloni/g dan APM (angka paling mungkin) koliform
maksimal 10/g.

Gambar 2. Masalah utama keamanan Gambar 3. Masalah utama keamanan


pada bakso pada mie

Gambar 4. Masalah utama keamanan

Gambar 3 menunjukkan masalah keamanan pangan utama pada mie yaitu


penyalah gunaan formalin dan E. coli yang melebihi batas maksimal. E. coli yang ditemukan
pada produk akhir yang telah didiamkan beberapa lama setelah dimasak menandakan
bahwa kontaminasi berasal dari kontaminasi fekal pada tangan penjaja PJAS (Syah et al.
2015). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Pangan, formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai
BTP. Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 mengatur bahwa
kandungan maksimal APM E. coli baik pada mi kering, mi instan, maupun mi basah sebesar
10/g. Masalah keamanan pangan utama pada makanan ringan adalah penyalah gunaan
bahan tambahan berbahaya yaitu boraks dan rhodamin B sebagaimana ditunjukkan pada
diagram Pareto Gambar 4 (Syah et al. 2015). Penambahan boraks pada bahan pangan
dilarang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Pangan. Sedangkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
239/Men. Kes/ Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan sebagai Bahan
Berbahaya menyebutkan bahwa rhodamin B termasuk salah satu dari 30 zat warna yang
dilarang .
 Risiko yang berdampak pada kesehatan
Hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI)
pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat 141 kejadian luar biasa (KLB) keracunan
pangan terjadi (Syah et al. 2015). Dari 141 kejadian, 15% disebabkan oleh PJAS dengan
tingkat kejadian tertinggi (69-79%) terjadi di Sekolah Dasar (BPOM RI 2011). Keracunan
pangan tersebut dapat diakibatkan oleh tingginya konsumsi PJAS oleh anak sekolah yang
tidak diikuti dengan penerapan cara produksi pangan yang baik (CPPB) oleh para penjaja
pangan (Syah et al. 2015).
 Langkah pencegahan
Langkah perbaikan untuk mencegah terjadinya cemaran ini dilakukan oleh produsen
dan pedagang PJAS, pihak sekolah dasar, dan konsumen (siswa dan orang tua siswa)
(Syah et al. 2015).

1. Produsen dan pedagang PJAS :


- meningkatkan sanitasi terhadap pekerja, alat dan mesin, bahan baku dan
lingkungan produksi
- menggunakan bahan tambahan pangan yang diijinkan oleh BPOM
- menerapkan cara produksi pangan yang baik (CPPB)
2. Pihak Sekolah Dasar
Sekolah dasar dapat mengedukasi siswanya tentang rirsiko melalui kegiatan belajar
mengajar dikelas
- Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan dengan (memahami gizi dan menu
seimbang dalam menjaga kesehatan tubuh)
- Bahasa Indonesia (memiliki kepedulian dan tanggung jawab terhadap makanan dan
rantai makanan serta kesehatan melalui pemanfaatan bahasa Indonesia.
3. Konsumen (siswa dan orang tua siswa)
- Orang tua siswa memiliki peran untuk mengawasi kebiasaan jajan anaknya,
mengarahkan, memberikan pemahaman dan memberikan contoh kepada anak.
- Mencuci tangan sebelum makan karena cemaran mikroorganisme dapat berasal
dari konsumen yang kurang memperhatikan kebersihan.

3. Foodborne disease
 Jenis bahaya
foodborne disease: merupakan sumber energy utama bagi manusia. tanpa makanan
manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhan energi yang telah digunakan untuk
melakukan aktivitas sehari hari (Wibisono 2015). foodborne disease merupakan penyakit
yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. foodborne
disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau mikroba pathogen yang
mengkontaminasi makanan. Selain itu zat kimia beracun atau zat berbahaya lainnya yang
dapat menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut terdapat dalam makanan. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi penularan foodborne disease, antara lain adalah
hygiene perorangan yang buruk, cara penangan makanan yang tidak sehat dan
perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih (Wibisono 2015).
 Risiko yang berdampak pada kesehatan
Jumlah penduduk semakin lama semakin padat, hal ini akan berpengaruh kepada
beberapa sektor kehidupan, tidak terkecualikan kebutuhan bahan pangan. Dengan
meningkatkan jumlah penduduk maka akan semakin meningkatkan kebutuhan makanan
yang tidak hanya sehat, melainkan makanan yang bergizi dan juga aman untuk dikonsumsi.
Namun, pada kenyataannya belum semua penduduk dapat menikmati makanan yang aman
untuk dikonsumsi. Hal ini ditandai dengan banyaknya kasus kesakitan dan kematian
disebabkan oleh makanan (foodborne disease). Menurut UU No. 16 tahun 1967 Zoonosis
merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya atau
disebut dengan Anthropozoonosis. Pengertian zoonosis yang diberikan WHO adalah suatu
penyakit atau infeksi yag secara alami ditularkan dari hewan vertebrate ke manusia.
penyakit yang tergolong dalam zoonosis dengan penyebaran penyakit tersebar ke seluruh
penjuru dunia dan yang sering ditemukan di Indonesia yaitu antraks, rebies, leptospirosis,
brucellosis, toxoplasmosis, tuberkolosis, avian influenza, salmonellosis, colibacillosis dan
sebagainya (Wibisono 2015).
 Langkah pencegahan
Pencegahan foodborne disease menurut Deptan RI (2007) diantaranya :
1. Kebersihan ketika sudah dari kamar mandi, sebelum makan atau menyiapkan makanan,
cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan kuncuran air setidaknya 15 detik,
kemudian keringkan denga handuk bersih.
2. Pemantauan suhu, penyimpanan makanan dengan suhu yang keliru bisa menyebabkan
berkebangbiaknya kuman yang menyebabkan racun makanan, yang tumbuh diantara
suhu 50C dan 600C.
3. cara menyimpan daging, ikan, unggas dan sayur yang mentah bisa mengandung banyak
kuman, sehingga bisa encemari makanan yang sudah siap jika tidak disimpan atau
ditangani dengan cermat.

Referensi :
Hariyadi, R,D dan Purwiyatno, H. Antisipasi Terhadap Isu-Isu Baru Keamanan Pangan. 21 (1) :
85-99.
Syah, D., Mazaya,G., Suratmono, Roy, A, S dan Nurheni, S, P. 2015. Akar Masalah Keamanan
Pangan Jajanan Anak Sekolah Studi Kasus pada Bakso Makanan Ringan dan Mi. Jurnal
Mutu Pangan. 2 (1) : 18-25
Wibisono, F,J. 2015. Potensi Eschericia Coli sebagai Foodborne Disease.
Yanuartono., Alfarisa, N., Soedarmanto, I., Harry, P dan Slamet, R. 2019. Melamine Asam
Sianurat dan Melamin-Sianurat Kaitan dengan Penyakit Saluran Perkencingan Hewan.
Jurnal Sains Veteriner. 37 (2) : 193-205.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai