Anda di halaman 1dari 14

NEFROLITHIASIS

Disusun oleh :
Benediktus Kevin Andrien 1915001 Agnia Nursyifa Fitria 1915003
Milyani Azalia 1915018 Aulia Primavera 1915004
Namira Rahima H R 1915024 Helen Anastasya 1915010
Dikfairus Selman Haniar 1915026 Gavin Sava Livasya 1915016
Rahel Novianti 1915028 Herlina Sari Haloho 1915030
Annisa Nararya Hartono 1915033 Enny Yuliana Indah 1915032
Nurfitriyana 1915037 Nabila Salsabila 1915034
Shinta Yolavita 1915041 Silvia Saraswati Somya 1915038

Preceptor :
dr. Dono Pranoto, Sp. B., M.Kes.

BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT IMMANUEL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
MARANATHA
BANDUNG
2020
A. Subject

Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Usia : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Rancaanyar
Agama : Katolik
Pekerjaan : PNS
Status : Menikah

Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri pinggang sebelah kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pria, 52 tahun, datang dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kiri
sejak 1 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus dengan intensitas nyeri ringan
hingga sedang. Sebelumnya pasien sudah merasa nyeri pinggang sejak 1 tahun
terakhir namun nyeri dirasakan hilang timbul. Keluhan disertai buang air kecil yang
berwarna kemerahan dan nyeri saat berkemih. Keluhan tidak disertai demam, mual,
muntah. Pasien juga menyangkal buang air kecil berpasir, bernanah, buang air kecil
yang keluar sedikit-sedikit seperti tertahan, pancaran buang air kecil yang menjadi
lemah atau terputus, rasa tidak puas setelah berkemih maupun berkemih yang menjadi
sering. Pasien juga menyangkal mengedan saat berkemih, adanya benjolan di
pinggang, penurunan berat badan, maupun riwayat jatuh atau terbentur.
Pasien minum sekitar 1 botol air mineral besar perhari (1,5 L)
Riwayat penyakit Dahulu : Riwayat buang air kecil berpasir 5 tahun yang lalu.
Kencing manis disangkal, darah tinggi disangkal, tidak ada asam urat dan riwayat
operasi saluran kemih.
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan
serupa
Riwayat Pengobatan : pasien sudah mengonsumsi obat anti nyeri. Tidak ada riwayat
mengonsumsi obat dalam jangka waktu lama
Riwayat alergi : Tidak ada alergi

B. Object

Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Posisi : Terdapat letak paksa
Status gizi : Baik
B. Tanda-tanda Vital:
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, Regular, equal, isi cukup
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,8°C
C. Status Generalis
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : KGB tidak teraba pembesaran
Thorax
 Paru-paru
o Inspeksi : simetris, tidak ada napas tertinggal, tidak ada jejas,
tidak ada retraksi intercostal
o Palpasi : vocal fremitus simetris kanan dan kiri, nyeri tekan (-)
o Perkusi : sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri
o Auskultasi : VBS (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
o Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
o Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-)
Abdomen
o Inspeksi : datar
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Palpasi : soepel, hepar tidak teraba membesar, nyeri tekan LLQ (+)
o Perkusi : tympani, nyeri ketok CVA (-/+)

Ekstremitas : CRT < 2 detik, Akral hangat, oedem -/-

D. Status genitalis
o a/r suprapubik : buli-buli kosong, nyeri tekan (-)
o a/r genitalia eksterna :
- Penis dalam batas normal
- Skrotum : hiperemis (-), edema (-), nyeri tekan (-), benjolan (-)

Pemeriksaan Penunjang

• Hematologi rutin :
o HB : 12,0 g/dL
o HT : 37%
o Leukosit : 10.000/mm3
o Trombosit : 214.000/mm3

• Urinalisis :
o Warna : kuning pucat
o Bj : 1,015
o pH : 6,0
o glukosa : -
o protein : +
o darah : +
o leukosit : 7-8/lpb
o eritrosit : 16-17/lpb
o Crystal Oxalat : 03-04/lpb
• Elektrolit :
o Ureum : 34 mg/dL
o Creatinine : 1.2mg/dL
o Asam urat : 5.8mg/dL

 USG : Ginjal kiri dengan gambaran calculus dan acoustic shadows.

 BNO-IVP :

Tampak nodul opak disepanjang traktus urinarius setinggi L2 kiri


delayed secretion pada ginjal kiri, pelvokalises kiri tampak melebar (clubbing
sign), terdapat sisa kontras sedikit di blass dan pelvokalises kiri, tampak nodul
opak di pelvoureterojunction kiri.
Kesan = nefrolithiaasis pada pelvoureterojunction kiri.
Assesment
 Diagnosis Banding : Kolik renal sinistra ec suspek nephrolithiasis sinistra
Kolik renal sinistra ec suspek ureterolithiasis sinistra
Suspek pyelonefritis sinistra
 Diagnosis kerja : Kolik renal sinistra ec nephrolithiasis sinistra
 Dasar diagnosis kasus ini adalah :
Anamnesis :
 Nyeri pinggang sebelah kiri sejak 1 hari yang lalu.
 Nyeri dirasa terus menerus sejak kemarin.
 Keluhan disertai buang air kecil yang berwarna kemerahan dan nyeri
saat berkemih.
 Sebelumnya pasien sudah merasakan keluhan nyeri pinggang kanan
sejak 1 tahum yang lalu, dirasakan hilang timbul.
 Riwayat penyakit dahulu: riwayat buang air kecil berpasir 5 tahun yang
lalu
 Riwayat kebiasaan: Pasien minum sekitar 1 botol air mineral besar
perhari (1,5 L)
Pemeriksaan fisik :
 Nyeri tekan LLQ (+)
 Nyeri ketok CVA (-/+)
Pemeriksaan penunjang :
 Urinalisis :
o Warna : kuning pucat
o Bj : 1,015
o pH : 6,0
o glukosa : -
o protein : +
o darah : +
o leukosit : 7-8/lpb
o eritrosit : 16-17/lpb
o Crystal Oxalat : 03-04/lpb

 USG : Ginjal kiri dengan gambaran calculus dan acoustic shadows.

 BNO-IVP : Tampak nodul opak disepanjang traktus urinarius setinggi


L2 kiri.


 delayed secretion pada ginjal kiri, pelvokalises kiri tampak melebar
(clubbing sign), terdapat sisa kontras sedikit di blass dan pelvokalises
kiri, tampak nodul opak di pelvoureterojunction kiri.
Kesan = nefrolithiaasis pada pelvoureterojunction kiri.

Penatalaksanaan

fokus pengobatan yaitu memperbaiki dehidrasi, mengobati infeksi saluran kemih,


mencegah jaringan parut, mengidentifikasi pasien dengan ginjal fungsional soliter,
dan mengurangi risiko cedera ginjal akut dari kontras nefrotoksisitas, terutama pada
pasien dengan azotemia yang sudah ada sebelumnya (kreatinin> 2 mg / dL) , diabetes,
dehidrasi, atau multiple myeloma.

Keputusan untuk rawat inap biasanya dibuat berdasarkan alasan klinis daripada
temuan spesifik pada radiografi. Secara umum, rawat inap untuk serangan kolik ginjal
akut berdasarkan observasi karena sebagian besar pasien dapat pulang dalam waktu
24 jam. Tingkat hospitalisasi untuk pasien dengan kolik ginjal akut adalah sekitar
20%.

Kriteria rawat inap :

 Analgesik oral tidak cukup untuk mengatasi rasa sakit.


 Obstruksi ureter dari batu terjadi pada ginjal soliter atau transplantasi.
 Obstruksi ureter disertai infeksi saluran kemih (ISK), demam, sepsis, atau
pyonephrosis.

Non medikamentosa

1. Rawat inap
2. Infus RL
3. Rujuk ke spesialis bedah urologi
Batu < 5mm : konservatif yaitu minum air putih 2L/hari minimal,Diet gizi seimbang
dan pola hidup sehat
Batu ≥5mm : ESWL, Lithotripsy/laparoskopi
Emergensi hidronephrosis : Nephrostomi

1. ESWL

Prinsipnya menggunakan gelombang kejut tekanan tinggi


Tindakan ESWL hanya dapat dilakukan pada batu dengan lokasi ginjal dan ureter.
Lebih
dari 90% batu pada orang dewasa dapat ditatalaksana dengan ESWL. ESWL
merupakan pilihan utama terapi pada batu proksimal ureter dengan ukuran dibawah
10 mm dan 10-20 mm, baik pada ureter proksimal maupun distal. Tingkat kesuksesan
tindakan ESWL untuk batu dengan ukuran kurang dari 20 mm adalah 80-90%. Batu
yang terletak di lower calyx dan ureter memiliki tingkat fragmentasi 60-70%. Akan
tetapi, tingkat kesuksesan juga ditentukan oleh komposisi batu dan pelaksanaan
ESWL
Kontraindikasi ESWL :
oAbsolut : kehamilan, perdarahan diatesis, obstruksi di bawah batu.
oRelatif : kalsifikasi arteri dan atau aneurysma dan penggunaan pacu jantung.

Prosedur :
 Posisikan x-ray C-arm pada posisi 0° dan posisikan meja pasien pada posisi
ditengah tengah area penembakan. Turunkan tekanan pasien membrane. Setting
therapy source
pada posisi yang tepat sesuai dengan indikasi target penembakan.
 Pastikan kondisi pasien dalam kondisi nyamandan stabil serta badannya
menempel pada therapy source. Geser therapy head ke posisi fluoroscopy supaya
tindakan fluoroscopy bisa dilakukan dengan baik.
 Lakukan fluoroscopy pada posisi AP. Letakkan pasien pada posisi meja
horizontal. Sambil melakukan fluoroscopy AP geser target penembakan ke posisi
tanda silang pada gambar x-ray. Putar x-ray C-arm pada posisi 30°. Pastikan tidak
ada benda yang terbentur, kemudian lakukan fluoroscopy pada posisi 30°.
 Gerakkan meja pasien kearah vertikal untuk menempatkan target penembakan
pada posisi tanda silang pada gambar x-ray. Gerakkan x-ray C-arm pada posisi
AP dan 30° sambil dilakukan fluoroscopy dan pastikan target penembakan tepat
ditengah tanda
silang pada gambar x-ray.
 Berikan jeli ultrasound pada therapy source dan pastikan tidak ada gelembung
udara pada permukaan therapy source agar pasien membran menempel sempurna
kepada badan pasien. Geser therapy source pada posisi penembakan.
 Kembungkan pasien membrane sampai menempel sempurna pada badan pasien.
 Hindari penggunaan x-ray secara berlebihan dan gunakan pengamatan dengan
USG
selama penembakan berlangsung.
 Selama penembakan, mundurkan posisi probeUSG sejauh mungkin supaya
mengurangi penyerapan energy gelombang kejut pada dudukan probe USG.
Apabila gambar USG kurang baik, tambahkan jeli ultrasound dan kembungkan
pasien membran sampai menempel sempurna dengan pasien

2. Laparoskopi

Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan minimally invasive dengan


memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat ruang antara
dinding depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan akses endoskopi ke
dalam rongga peritoneum tersebut.

Prosedur
•Praoperasi laparoskopi
Pasien puasa 4 –  6 jam sebelumnya. Sebelum puasa pasien makan makanan cair /
bubur, makanan yang mudah diserap agar mengurangi jumlah kotoran.
•Setelah teranestesi
Tindakan yang pertama dilakukan adalah membuat sayatan di bawah lipatan pusar 10
mm, kemudian jarum veres disuntikkan memasukkan gas CO2 sampai batas 12-15
mmHg untuk menggembungkan perut pasien.
Tujuan supaya usus tertekan ke bawah dan menciptakan ruang di dalam perut. Setelah
perut terisi gas CO2, alat trocar dimasukkan, pipa dengan klep untuk akses kamera
dan alat-alat lain selama pembedahan.
•Ada empat trocar  yang dipasang di tubuh:
1.Terletak di pusar .
2.Kira-kira letaknya 2-4 cm dari tulang dada (antara dada dan pusar) selebar5-10 mm.
3.Dipasang di pertengahan trocar kedua agak ke sebelah kanan (di bawah costa),
selebar 2-3 atau 5 mm.
4.Bilamana diperlukan, akan dipasang di sebelah kanan bawah selebar 5 mm.

Penggunaan Gas CO2 dalam Laparoskopi


-Tidak mudah terbakar 
-Tidak membantu pembakaran
-Mudah berdifusi melewati membrane
-Mudah keluar dari paru-paru
-Mudah larut dalam darah dan risiko embolisasi CO2 kecil
-Level CO2 dalam darah mudah diukur

Indikasi
•Memeriksa atau mengobati pertumbuhan tumor di dalam perut atau panggul.
•Mengobati endometriosis, kehamilan ektopik, atau penyakit radang panggul.
•Mencari penyebab munculnya rasa sakit di bagian panggul.
•Mengambil sampel jaringan untuk pemeriksaan biopsi.
•Melakukan ligasi tuba.
•Mengobati hernia hiatus atau hernia inguinalis.
•Memeriksa kemungkinan adanya kista, perlengketan, fibroid, atau infeksi pada organ
reproduksi yang menyebabkan seorang wanita sulit hamil.
•Mengeluarkan organ tubuh yang bermasalah seperti rahim, limpa, kantong empedu,
ovarium, atau usus buntu.

3. Nefrostomi

Nefrostomi adalah suatu tindakan pembedahan untuk menyalurkan urin atau nanah
dari sistem pelvokalises melalui insisi kulit

Indikasi : uropati obsttruktif dan pielonefritis

Prosedur :
Nefostomi untuk uropati obstruktif dapat dilakukan dengan 2 cara:
1. Terbuka, ada 2 macam teknik:
a. Bila korteks masih tebal
b. Bila korteks sudah sangat tipis
2. Perkutan Secara singkat tehnik dari nefrostomi terbuka dapat dijelaskan sebagai
berikut: Dengan pembiusan umum, regional atau lokal.

Posisi lumbotomi.
Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik. Lapangan pembedahan
dipersempit dengan linen steril. Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI
sampai ke arah umbilikus sepanjang 10-15 cm, diperdalam lapis demi lapis dengan
memotong fasia eksterna, muskulus interkostalis di belakang dan muskulus oblikus
abdominis di depan sampai didapatkan fasia abdominis internus. Fasia abdominis
internus dibuka, kemudian peritoneum disisihkan dari fasia. Fasia gerota dibuka
sepanjang tepi ginjal.
Bila korteks masih tebal: ginjal harus dibebaskan sampai terlihat pelvis renalis. Pelvis
renalis dibuka dengan sayatan kecil 1-1,5 cm. Klem bengkok dimasukkan melalui
sayatan tersebut ke arah kaliks inferior atau medius menembus korteks sampai keluar
ginjal, kemudian dimasukkan kateter Foley Ch 20 ke dalam pelvis dengan cara
dijepitkan pada klem tersebut. Isi balon kateter dengan air 3-5 cc. Jahit pelvis renalis
dengan jahitan swatu-satu dengan benang yang dapat diserap.
Bila korteks sudah sangat tipis: korteks langsung dibuka dengan sayatan 1-1,5 cm dan
langsung dimasukkan kateter Foley Ch 20 atau 22. Sedapat mungkin ujung kateter
berada di dalam pyelum. Isi balon kateter dengan air 3-5 cc.
Buat jahitan fiksasi matras atau kantong tembakau pada tempat keluar kateter
(pada dinding ginjal) dengan benang yang dapat diserap.
Keluarkan pangkal kateter melalui insisi pada kulit, terpisah dari luka operasi,
dan difiksasi. Pasang drain vakum perirenal. Tutup lapangan operasi lapis demi lapis
dengan jahitan situasi.

Secara singkat tehnik dari nefrostomi perkutan dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Dilakukan dengan alat fluoroskopi.
 Dengan pembiusan umum, regional atau lokal.
 Posisi pronasi, perut sisi yang sakit diganjal bantal tipis.
 Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
 Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
 Dilakukan pungsi ke arah ginjal, bila yang keluar urin, masukkan kontras
secukupnya sehingga tampak gambaran sistem kolekting di monitor.
 Bila perlu lakukan pungsi kedua ke arah yang lebih tepat (biasanya kaliks
inferior atau medius).
 Mandrin (isi jarum pungsi bagian dalam) dikeluarkan, masukkan kawat penuntun
(guide wire) ke dalam bungkus (sheath) jarum pungsi.
 Lakukan dilatasi dengan dilator khusus, masukkan kateter Foley Ch 20 dengan
tuntunan kanula khusus. Kembangkan balon kateter dengan air 5-10 cc.
 Fiksasi kateter dengan kulit.
Medikamentosa

 Anti nyeri
Landasan penatalaksanaan kolik ginjal adalah analgesia, yang dapat dicapai
paling cepat dengan narkotika parenteral atau obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID). Jika asupan oral ditoleransi, kombinasi narkotika oral (misalnya,
kodein, oksikodon, hidrokodon, biasanya dalam bentuk kombinasi dengan
asetaminofen), NSAID, dan antiemetik, sesuai kebutuhan, merupakan pendekatan
manajemen rawat jalan yang baik untuk kolik ginjal.
Menurut guidelines 2018 dari EAU, NSAID direkomendasikan sebagai terapi
lini pertama untuk manajemen nyeri dibandingkan opioid.
NSAID satu-satunya yang disetujui oleh Administrasi Makanan dan Obat AS
(FDA) untuk penggunaan parenteral adalah ketorolak. Telah dibuktikan dalam
beberapa penelitian ketorolak sama efektifnya dengan analgesik opioid, dengan
efek samping yang lebih sedikit. Dosisnya adalah 30-60 mg IM atau 30 mg IV
awalnya diikuti oleh 30 mg IV atau IM setiap 6-8 jam. Dosis 15 mg
direkomendasikan pada pasien diatas 65 tahun.

 Anti emetik
Karena mual dan muntah sering menyertai kolik ginjal akut, antiemetik
sering berperan dalam terapi kolik ginjal. Beberapa antiemetik memiliki efek
sedasi yang sering bermanfaat.
Metoclopramide adalah satu-satunya antiemetik yang telah secara khusus
dipelajari dalam pengobatan kolik ginjal. Dosis umum pada orang dewasa adalah
10 mg IV atau IM setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
Obat lain yang biasa digunakan sebagai antiemetik adalah ondansetron,
promethazine, prochlorperazine, dan hydroxyzine.

 Anti diuretik
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa desmopresin (DDAVP), dapat
secara dramatis mengurangi rasa sakit kolik ginjal akut pada banyak pasien.
Tersedia dalam sedian nasal spray (dosis biasa 40 mcg, dengan 10 mcg per
semprot) dan sediaan IV (4 mcg / mL, dengan 1 mL dosis biasa). Umumnya,
hanya diberikan 1 dosis.
Saat ini penelitian pada manusia tidak memiliki kontrol yang memadai dan
penelitian lebih lanjut harus dilakukan, terapi desmopresin saat ini tampaknya
menjadi alternatif yang menjanjikan atau tambahan untuk obat analgesik pada
pasien dengan kolik ginjal akut, terutama pada pasien di mana narkotika tidak
dapat digunakan atau rasa sakit yang luar biasa resisten terhadap perawatan medis
standar.

 Antibiotik
Penggunaan antibiotik pada pasien dengan batu ginjal masih kontroversial.
Terlalu sering menggunakan agen yang lebih efektif hanya menyisakan bakteri
yang sangat resisten, tetapi kegagalan mengobati ISK dengan obstruksi kalkulus
dapat menyebabkan urosepsis dan pionefrosis yang berpotensi mengancam jiwa.
Penggunaan antibiotik jika batu ginjal atau obstruksi ureter telah didiagnosis
dan pasien memiliki bukti klinis ISK. Bukti kemungkinan ISK termasuk temuan
abnormal pada urinalisis mikroskopis, menunjukkan piuria 10 wbc / hpf (atau
lebih banyak leukosit dibanding eritrosit), bakteriuria, demam, atau leukositosis
yang tidak dapat dijelaskan dan jangan lupa untuk melakukan kultur urin.

Prognosis

- Quo ad vitam: ad bonam


- Quo ad funtionam: ad bonam
- Quo ad sanatioam: dubia ad bonam

Tingkat kekambuhan yang biasanya adalah 50% dalam 5 tahun dan 70% atau lebih
tinggi dalam 10 tahun, meskipun penelitian prospektif besar yang diterbitkan pada
tahun 1999 menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan mungkin agak lebih rendah
pada 25-30% dibandingkan 7,5- periode tahun. Tingkat kekambuhan setelah episode
awal ureterolithiasis juga telah dilaporkan 14%, 35%, dan 52% pada 1, 5, dan 10
tahun. Evaluasi dan pengobatan metabolik diindikasikan untuk pasien yang berisiko
lebih besar untuk kambuh. Evaluasi dan pengobatan yang optimal dengan evaluasi
yang tepat dan kepatuhan terhadap terapi dapat sepenuhnya menghilangkan batu baru
pada banyak pasien dan secara signifikan mengurangi pembentukan batu baru pada
kebanyakan pasien.

Anda mungkin juga menyukai