Anda di halaman 1dari 234

BUKU AJAR

MANAJEMEN PERKREDITAN

PENYUSUN :
DRS.TOTOK ISMAWANTO,MM.Pd./NIDN.0023046207

JURUSAN : AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN
TAHUN 2017
HALAMAN PENGESAHAN
BUKU AJAR

MATA KULIAH : MANAJEMEN PERKREDITAN


PENYUSUN : DRS.TOTOK ISMAWANTO,MM.Pd.
NIDN : 0023046207
JURUSAN : AKUNTANSI

Balikpapan, 30 Juni 2017

Menyetujui,
Ketua Jurusan Akuntansi Penyusun

Nurvita Opu,SE.,MM. Drs.Totok Ismawanto,MM.Pd


NIP.197305222006042015 NIDN.0023046207

Mengetahui,
Wakil Direktur I,

Ida Bagus Dharmawan, S.T.,M.Si


NIDN.0031127417
Kata Pengantar

Andai Buku Ajar mata kuliah Manajemen Perkreditan untuk mahasiswa program
studi Keuangan dan Perbankan, jurusan Akuntansi semester IV ini dapat diselesaikan oleh
penulis, hanyalah karena ridho, rahmat, hidayah dan inayah dari Allah SWT Tuhan Yang
Maha Kuasa semata. Untuk itu sudah selayaknya bila penulis memanjadkan puja dan puji
syukur ke hadirad Nya.
Dalam Buku Ajar Manajemen Perkreditan ini, terdiri atas 9(sembilan) modul,
dimana untuk setiap modul dilengkapi dengan beberapa soal berbentuk multiple choice
untuk latihan serta soal test Formatif berbentuk essey guna memperdalam pemahaman
mahasiswa terhadap materi mata kuliah Manajemen Perkreditan.
Penulis menyadari bila Buku Ajar Manajemen Perkreditan yang telah tersusun ini,
masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis merasa tidaklah berlebihan jika
mengharap saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak demi sempurnanya Buku
Ajar ini.
Selain kepada istri dan anak – anakku tercinta, dalam kesempatan ini, tak lupa
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Direktur Politeknik Negeri Balikpapan.


2. Wakil I Direktur Politeknik Negeri Balikpapan.
3. Ketua Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Balikpapan.
4. Sekretaris Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Balikpapan.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Keuangan dan Perbankan Jurusan
Akuntansi Politeknik Negeri Balikpapan.

serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu, yang telah
dengan tulus ikhlas membantu penulis baik secara moril maupun materiil demi
terselesaikannya Buku Ajar Manajemen Perkreditan ini. Semoga semua amal baik dari
bapak dan ibu serta semua pihak yang membantu terselesaikannya buku ajar ini mendapat
balasan dan ganjaran yang setimpal dari Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa.
Akhirul kalam penulis berharap, materi perkuliahan yang terangkum dalam Buku
Ajar Manajemen Perkreditan ini, dapat memberikan sumbangsih bagi peningkatan mutu
pendidikan, khususnya untuk mahasiswa Program Studi Keuangan dan Perbankan Jurusan
Akuntansi Politeknik Negeri Balikpapan semester IV, walaupun ibaratnya hanyalah setitik
air di areal padang luas yang tandus.
Semoga Allah SWT Tuhan Seru Sekalian Alam, berkenan untuk memberkahi
setiap langkah kita agar tidak terlalu jauh menyimpang dari jalan yang lurus. Amien.

Balikpapan, 30 Juni 2017


Salam dari penulis.
Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian Perkreditan, Prosedur Perkreditan, Jenis-jenis Kredit,
Bentuk-bentuk Perjanjian Jaminan Kredit, Hak-hak Atas Tanah, Perencanaan Kredit, Administrasi
kredit, Analisa kredit, Pengawasan kredit, Pembinaan kredit, Penyebab kredit macet,
Penyelamatan kredit, dan Penghitungan Bunga Kredit.

Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu


memahami dan menjelaskan memahami tentang analisa memahami dan
Jenis-jenis kredit dan bentuk kredit dan aspek-aspek menjelaskan tentang
– bentuk perjanjian kredit. perusahaan. penghitungan bunga
(3) (6) kredit, yang meliputi
penetapan based lending
rate, penghitungan
dengan flat rate, sliding
rate, floating rate, dan
discounted rate.
(9)

Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu


memahami dan mengenal dan memahami mengetahui dan
menjelaskan prosedur tentang penyusunan memahami gambaran
kredit pada umumnya, rencana kredit, realisasi yang jelas tentang
meliputi tahap kredit, dan Pembinaan kredit dan
permohonan, penilaian, keadministrasian kredit. (5) penyelamatan kredit.
pelaksanaan, pengawasan (8)
dan tahap penyelamatan
kredit.
(2)

Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu


mengetahui dan memahami menjelaskan bentuk – mengetahui gambaran
pengertian kredit, sasaran, bentuk jaminan kredit dan yang jelas tentang
jenis kredit, prinsip prinsip hak-hak atas tanah. pengawasan kredit,
kredit serta kolekbilitas (4) proses,aspek, sasaran
kredit. dan pelaksanaan
(1) pengawasan serta
reorganisasi kredit.
(7)
DAFTAR GAMBAR
Prosedur Penyaluran Kredit ………………………………………………………………30
Daftar Tabel

Keterkaitan antara Tujuan Pokok Kredit dengan Rentabilitas dan Likuiditas ……………13
Tingkat Kolekbilitas Kredit ………………………………………………………………22
Dokumen Pengjuan Kredit ……………………………………………………………….32
Perbandingan Hasil Taksasi Jaminan Kredit Berdasarkan Market Value
dan Liquidity Value ……………………………………………………………………….89
Menentukan Titik Kritis …………………………………………………………………152
Penghitungan Bunga Cara Flat Rate …………………………………………………….202
Pengitungan Bunga Kredit Cara Sliding Rate …………………………………………..209
Perbedaan Pendekatan Total untuk Flat Rate dengan Sliding Rate …………………….210
Daftar Isi

Halaman Judul ………………………………………………………………………………i


Halaman Pengesahan ………………………………………………………………………ii
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………iii
Daftar Gambar …………………………………………………………………………….iv
Daftar Tabel ……………………………………………………………………………….v
Peta Kompetensi ………………………………………………………………………….vi
Daftar Isi ………………………………………………………………………………….vii
Modul 1 Manajemen Kredit.………………………………………………………………1
Kegiatan Belajar 1 ………………………………………………………………2
Kegiatan Belajar 2 ……………………………………………………………...18
Modul 2 Prosedur Penyaluran Kredit …………………………………………………….29
Kegiatan Belajar 1 ………………………………………………………………31
Modul 3 Jenis – Jenis Kredit dan Bentuk – Bentuk Perjanjian Kredit …………………..51
Kegiatan Belajar 1 ……………………………………………………………...53
Kegiatan Belajar 2 ……………………………………………………………...71
Modul 4 Bentuk – Bentuk Jaminan Kredit dan Hak – Hak Atas Tanah …………………83
Kegiatan Belajar 1 ………………………………………………………………83
Kegiatan Belajar 2 ……………………………………………………………..101
Modul 5 Perkreditan Obyektif, Asusmsi Perencanaan Kredit, Resiko Kredit dan
Kebijaksanaan Kredit ………………………………………………………….114
Kegiatan Belajar 1 …………………………………………………………….116
Kegiatan Belajar 2 …………………………………………………………….127
Modul 6 Analisa Kredit dan Aspek – Aspek Perusahaan ………………………………141
Kegiatan Belajar 1 …………………………………………………………….143
Modul 7 Pengawasan Kredit dan Reorganisasi Kredit ………………………………….162
Kegiatan Belajar 1 …………………………………………………………….163
Modul 8 Pembinaan Kredit dan Penyelamatan Kredit …………………………………176
Kegiatan Belajar 1 …………………………………………………………….177
Modul 9 Perhitungan Bunga Kredit …………………………………………………….191
Kegiatan Belajar 1 …………………………………………………………….191
Kegiatan Belajar 2 …………………………………………………………….200
Kegiatan Belajar 3 …………………………………………………………….207
Kegiatan Belajar 4 …………………………………………………………….214
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………..222
Program Studi:
Buku Ajar :
Keuangan dan Perbankan
Manajemen Perkreditan
Semester: 4 Politeknik Negeri
Balikpapan

MODUL 1
MANAJEMEN KREDIT

PENDAHULUAN
Perkembangan perekonomian secara umum dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal
ini bisa dilihat dari semakin banyaknya bermunculan perusahaan – perusahaan baru di
masyarakat. Baik perusahaan yang berskala kecil, menengah, maupun yang berskala
besar. Untuk mengoperasionalkan perusahaan – perusahaan tersebut, tentu dibutuhkan
dana yang bisa dikatakan tidak sedikit. Untuk itu pemilik perusahaan harus berpikir
dengan cepat bagaimana mendapatkan dana untuk operasional perusahaan miliknya.
Langkah yang biasanya akan diambil oleh pemilik perusahaan adalah dengan
mengajukan pinjaman kepada lembaga keuangan, baik Lembaga Keuangan Bank
maupun Lembaga Keuangan Non Bank.
Sesuai dengan peranan dan fungsi yang dimiliki oleh Lembaga Keuangan Bank,
maka aktifitas bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana
yang dihimpun tersebut kepada masyarakat. Pemberian kredit merupakan usaha pokok
dari bank, yakni sesuai dari salah satu fungsi yang dimiliki untuk menyalurkan dana
yang dihimpun dari masyarakat.
Dalam negara – negara yang sedang berkembang, kredit yang merupakan usaha
pokok dari bank sampai saat ini memiliki kedudukan yang istimewa dimata para
wirausahawan. Mengapa demikian? Karena volume permintaan akan dana / modal
untuk mengembangkan usaha jauh lebih besar disbanding penawaran yang ada di
masyarakat. Sesuai dengan hukum permintaan, jika penawaran lebih kecil dibanding
permintaan, akan menyebabkan tingginya kedudukan kredit tersebut dimata para
pengusaha.
KEGIATAN BELAJAR 1
A. PENGERTIAN KREDIT
Banyak ahli yang memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan kata
kredit. Meskipun pendapat dari para ahli tersebut bermacam – macam, namun isi
substansinya adalah sama. Untuk itulah dalam modul ini akan dipaparkan pengertian
kredit dari berbagai ahli, maupun dari peraturan Undang – Undang yang mengatur
tentang perkreditan di Indonesia.
Kata kredit berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti “kepercayaan”.
Dalam bahasa Latin kata kredit disebut “Creditum” yang berarti “kepercayaan” atau
“kebenaran”. Dengan memperhatikan arti kata kredit tersebut, berarti bahwa antara
kredit dan kepercayaan adalah ibarat sekeping mata uang logam yang tidak dapat
dipisahkan. Karena tidak akan mungkin terjadi pemberian pinjaman, jika tidak ada
kepecayaan.
Demikian juga halnya yang terjadi pada bank. Saat bank memberikan kredit kepada
nasabah, berarti bank memberikan kepercayaan kepada nasabah tersebut, demikian
pula sebaliknya jika bank tidak memberikan kredit atau pinjaman kepada nasabah,
berarti bank tidak berani memberikan kepercayaan atau membeli kepercayaan kepada
nasabah tersebut. Jika dilihat dari sisi nasabah, maka bagi masyarakat penerima kredit,
berarti nasabah tersebut menjual kepercayaannya kepada bank, dan menerima
kepercayaannya jika nasabah tersebut menyimpan uangnya di bank.
Terkait dengan masalah perkreditan, dikalangan perbankan sudah menjadi rahasia
umum bahwa sangatlah tidak sulit bagi bank untuk menyalurkan atau memberikan
pinjaman kepada nasabah, namun akan sangat sulit bagi bank untuk menarik kembali
dana yang disalurkan kepada nasabah tersebut. Bahkan dibutuhkan seni tertentu untuk
dapat menarik pinjaman yang telah disalurkan tersebut.
Berikutnya, dalam modul ini juga akan disajikan tentang pengertian kredit dari
beberapa ahli maupun peraturan atau undang – undang yang berlaku di Indonesia.
Kredit menurut Eric L.Kohler dalam bukunya yang berjudul “Dictionary For
Accountns” adalah “kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau
mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan ditangguhkan
pada jangka waktu yang disepakati”.
Teguh Pudjo Muljono berpendapat, bahwa yang dimaksud kredit adalah kemampuan
untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu peminjaman dengan
janji pembayarannya akan dilakukan / ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang
disepakati.(Teguh:9:1990). Adapun Muchdarsyah Sinungan menjelaskan, bahwa yang
dimaksud dengan kredit adalah sebagai suatu pemberian prestasi oleh satu pihak
kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada masa yang akan
datang, disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga. (M.Sinungan:3:1993).
Selain pendapat dari para tokoh ekonomi tersebut terdahulu, berikut akan disajikan
pengertian kredit menurut peraturan atau undang – undang yang berlaku di Indonesia.
Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok – Pokok Perbankan,
menjelaskan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan pinjam meminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal
mana peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga yang ditentukan.
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, mendefinisikan kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain dalam hal mana peminjam berkewajiban untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan bunga atau pembagian hasil.
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu Perubahan Undang – Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dibedakan antara pengertian kredit yang
merupakan istilah bagi Bank Konvensional dengan pembiayaan yang merupakan istilah
bagi Bank Syariah. Kredit menurut Undang – Undang tersebut adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana
peminjam berkewajiban untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan bunga.
Adapun Pembiayaan menurut Undang – Undang tersebut adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana
peminjam berkewajiban untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan bagi hasil keuntungan.
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), pada tahun 2001, mendefinisikan
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam (debitur) untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.

B. MANAJEMEN KREDIT
Setelah kita memahami pengertian dari kredit, maka dalam langkah selanjutnya kita
juaga harus memahami apa yang dimaksud dengan Manajemen Kredit. Hal ini penting
karena, pengelolaan kredit dalam dunia perbankan, pasti berkaitan dengan manajemen
perkreditan.
Manajemen kredit adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu institusi
atau lembaga, dengan mempergunakan sumberdaya yang dimilikinya untuk
merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), mengendalikan (controlling)
dan memimpin sehubungan dengan ruang lingkup dan berbagai kebijakan yang
berhubungan dengan kredit beserta aturan – aturannya.
Manajemen perkreditan, yang ada pada dunia perbankan, selalu berkaitan dengan 4
(empat) fungsi manajemen, yakni :
1. Fungsi Personalia.
2. Fungsi Keuangan.
3. Fungsi Produksi
4. Fungsi Pemasaran.
Keempat fungsi dalam manajemen kredit tersebut saling terkait dalam mendukung
kinerja perusahaan perbankan dalam pengelolaan kredit. Pemahaman tentang
manajemen kredit tidak bisa hanya dikaitkan dengan fungsi keuangan saja, atau fungsi
pemasaran saja, melainkan keempat fungsi tersebut saling terkait dalam melaksanakan
pengelolaan kredit di bank tersebut. Untuk lebih jelasnya, bisa dijabarkan dalam
penjelasan berikut :
 Bagian Personalia (Human Resource), yang mengurusi administrasi perusahaan
di bank yang bersangkutan, juga berhubungan dengan kredit. Misalnya, pada
kondisi tertentu, ada seorang karyawan yang mengambil pinjaman di perusahaan
yang bersangkutan dan tidak bisa mengembalikan pinjaman tersebut karena satu
dan lain hal, sehingga pihak manajer personalia tentu memiliki peran yang besar
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Penyelesaian yang dilakukan bisa
berupa teguran lisan atau teguran tertulis, bahkan mungkin berupa sanksi seperti
penundaan kenaikan jabatan maupun sanksi yang lain sesuai dengan aturan yang
berlaku di bank tersebut.
 Bagian produksi (production), tentu saja juga memiliki hubungan atau keterkaitan
dengan kredit, khususnya pada saat pemesanan barang serta menghitung kapan saat
yang tepat untuk memesan barang. Untuk efisiensi dan efektifitas biaya maupun
faktor yang lain, pemesanan barang harus seiring dengan habisnya barang yang
tersedia di gudang. Pemesanan barang baru juga harus memperhatikan apakah
barang yang lama di gudang sudah terjual semuanya. Penghitungan pemesanan
barang di bagian produksi, tentu sangat berkaitan dengan turnover dari barang yang
akan terjual. Tentu dapat dipahami bahwa dengan adanya penjualan yang
meningkat, maka stock/persediaan barang di gudang harus selalu tersedia, termasuk
jika pembelian barang tersebut dilakukan secara kredit. Hal ini tentu dapat
dipahami, karena tugas utama bagian produksi adalah selalu mempersiapkan
pesanan yang datang tepat setiap waktu, tidak dilihat apakah pembelian dilakukan
secara tunai atau secara kredit.
 Terkait dengan tugas bagian keuangan (finance), tentu dapat dipahami dengan
jelas, karena semua data – data keuangan, termasuk tentunya pembelian maupun
penjualan barang baik secara tunai maupun secara kredit, akan masuk ke bagian
keuangan, serta akan diproses dan diidentifikasi dengan jelas. Jadi bagian keuangan
juga ada keterkaitan dengan perkreditan.
 Bagian pemasaran (marketing), tentu harus paham dengan benar tentang
bagaimana menjual barang secara promosi, secara kredit, serta juga harus paham
bagaimana menagih penjualan secara kredit. Penagihan barang yang dijual secara
angsuran bisa terjadi , pada saat bagian marketing ingin meningkatkan penjualan,
yang mana penjualan tersebut dilakukan dengan menetapkan discount tertentu saat
pembayarannya, misalnya dengan perhitungan 5/10; n/30. Artinya jika barang yang
dijual secara angsuran tersebut, dilunasi dalam jangka waktu maksimal 10 hari
setelah transaksi akan mendapatkan potongan sebesar 5 %, dan jika pelunasan
lewat 10 hari dan maksimal 30 hari tentu saja tidak mendapatkan diskon.
Dengan memperhatikan penjelasan tersebut diatas, jelaslah bahwa manajemen
perkreditan mengaitkan semua komponen yang ada dalam perusahaan / bank.
Manajemen kredit tidak hanya menyangkut dengan bagian keuangan saja, namun juga
menyangkut pada fungsi – fungsi manajemen yang lain, baik produksi, pemasaran
maupun personalia.

C. UNSUR – UNSUR YANG TERKANDUNG DALAM FASILITAS KREDIT


Setelah kita memahami dengan jelas pengertian kredit serta pengertian dari
manajemen perkreditan, berikut akan dibahas unsur – unsur yang terkandung dalam
fasilitas kredit.
Unsur – unsur tersebut yaitu :
1. Kepercayaan.
Dalam fasilitas kredit terkandung adanya suatu keyakinan dari pemberi
kredit/kreditur, bahwa kredit yang diberikan akan benar – benar diterima kembali
dimasa yang akan datang sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati.
Kepercayaan (trust) merupakan unsur yang paling utama dari unsur lain yang ada
pada pemberian fasilitas kredit. Hal ini bisa kita pahami, karena tanpa ada saling
percaya antara pihak pemberi kredit dan pihak yang akan menerima kredit, maka
jelas akan sulit terwujud suatu sinergi kerjasama yang baik. Harus juga dipahami,
bahwa antara pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur) adalah
merupakan mitra bisnis yang saling memerlukan.
2. Resiko.
Pemberian fasilitas kredit pasti mengandung suatu resiko dengan tingkat tertentu,
dimana masa tenggang kredit adalah masa yang abstrak. Semakin panjang jangka
waktu kredit akan semakin besar tingkat resiko kredit yang diberikan untuk tidak
tertagih, demikian juga sebaliknya. Resiko ini tentu menjadi tanggungan bank, baik
resiko yang disengaja maupun resiko yang tidak disengaja. Unsur resiko dalam hal
ini menyangkut persoalan “degree of risk”. Hal yang perlu mendapat
perhatian/pengkajian yang paling utama adalah munculnya keadaan terburuk dari
pemberian fasilitas kredit, yakni saat terjadi kredit macet atau kredit yang diberikan
tidak kembali. Dalam kajian resiko ini, juga diperlukan adanya jaminan (collateral)
dalam pemberian fasilitas kredit.
3. Jangka waktu.
Setiap pemberian fasilitas kredit yang disalurkan kepada debitur, pasti mempunyai
jangka waktu tertentu. Jangka waktu ini berkaitan dengan berapa lama masa
pengembalian kredit yang telah disepakati bersama. Waktu (time) juga merupakan
bagian yang penting untuk dikaji oleh analis kredit di perusahaan / bank yang akan
memberikan fasilitas kredit. Selain batas waktu yang sudah disepakati bersama
dalam perjanjian kredit, analis kredit juga memperhitungkan “calculation of time
value of money” (hitungan nilai waktu dari uang), yakni nilai uang pada saat
fasilitas kredit diberikan dengan nilai uang saat batas akhir pelunasan kredit pasti
berbeda.
4. Prestasi dan Kontra Prestasi.
Prestasi yang dimaksud dalam hal ini adalah fasilitas kredit yang diberikan oleh
bank, dalam bentuk uang, barang, atau tagihan lain dalam jangka waktu tertentu.
Akibat dengan adanya fasilitas kredit dari bank, tentu saja bank selaku pemberi
kredit mengharapkan suatu keuntungan dalam jumlah tertentu. Keuntungan yang
diterima oleh bank ini, kita kenal dengan istilah “bunga kredit” untuk bank
konvensional, dan “balas jasa” atau “bagi hasil” bagi bank syariah. Prestasi dalam
pemberian fasilitas kredit juga terkait dengan bagaimana tindakan dari debitur
(penerima kredit) dalam mengelola pinjaman yang telah diterimanya. Jika pihak
debitur dapat mengelola pinjaman yang diberikan dengan sebagaimana yang
seharusnya, maka kontra prestasi yang diharapkan oleh pihak kreditur (pemberi
pinjaman) pasti akan lancar diterima.
5. Kreditur.
Yang dimaksud kreditur dalam hal ini adalah pihak yang memiliki uang, atau
barang atau juga jasa dan bersedia untuk meminjamkannya kepada pihak lain.
Kreditur dalam modul ini adalah bank. Kreditur pasti berharap, dengan
diberikannya pinjaman kepada debitur, maka kreditur akan memperoleh
keuntungan dalam bentuk “interest” (bunga) sebagai balas jasa pemberian fasilitas
kredit tersebut.
6. Debitur.
Yang dimaksud debitur dalam hal ini adalah pihak yang memerlukan atau yang
meminjam uang dari kreditur. Jadi jelasnya debitur adalah nasabah kredit dari bank
yang bersangkutan. Dalam pemberian fasilitas kredit, jelas diperlukan adanya
komitmen dari debitur untuk mampu mengembalikan pinjaman yang diterimanya,
sesuai batas waktu yang telah disepakati bersama. Selain itu juga perlu ada
komitmen dari debitur untuk menanggung resiko jika terjadi keterlambatan dalam
pengembalian kredit, sesuai dengan ketentuan administrasi yang sudah disepakati
bersama.
Dengan memperhatikan penjelasan terdahulu, jelaslah bahwa unsur – unsur dari
pemberian fasilitas kredit ada 6 (enam). Semua unsur tersebut saling terkait satu sama
lain. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka dapat dipastikan bahwa pemberian
fasilitas kredit tidak akan terlaksana.

D. SASARAN, FUNGSI, MANFAAT DAN TUJUAN KREDIT


 Sasaran Kredit
Dalam pemberian fasilitas kredit kepada nasabahnya, tentu bank yang bersangkutan
memiliki sasaran yang hendak dicapai. Sasaran yang hendak dicapai ini terkait
dengan adanya keputusan dari bank yang bersangkutan untuk sepakat memberikan
fasiltas kredit kepada nasabah yang sudah terseleksi dalam analisis yang dilakukan
oleh bank yang bersangkutan.
Sasaran kredit secara umum ada 3 (tiga), yakni :
1. Aman.
Aman, berarti bahwa dengan penyaluran kredit kepada nasabah, bank akan
menerima kembali uang/barang/jasa yang telah diserahkan sesuai dengan nilai
ekonomi yang diharapkan.
2. Terarah.
Terarah, berarti bahwa penggunaan fasilitas kredit oleh nasabah sesuai dengan
perencanaan kredit yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Sasaran
terarah ini, juga terkait untuk menghindari resiko terjadinya kredit macet.
3. Menghasilkan.
Menghasilkan, berarti bahwa dalam pemberian fasilitas kredit kepada nasabah
tersebut, harus bisa memberikan kontribusi pendapatan bagi bank yang
bersangkutan. Selain itu pemberian fasilitas kredit tersebut juga diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang positip juga bagi debitur yang bersangkutan,
serta bagi masyarakat pada umumnya.

 Fungsi Kredit
Seperti yang sudah kita pahami, bahwa kegiatan perekonomian di masyarakat pasti
berkaitan dengan kredit baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemberian
fasilitas kredit sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas, untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dalam kaitannya dengan menggerakkan roda pembangunan
di masyarakat.
Secara umum, fungsi kredit adalah sebagai berikut :
1. Utility Of Money.
Dengan adanya pemberian fasilitas kredit, dapat meningkatkan daya guna uang.
Uang akan lebih berdaya guna jika dimanfaatkan untuk kegiatan usaha dibidang
perekonomian, daripada uang tersebut hanya disimpan di rumah atau di bank
saja.
2. Utility Of Goods.
Dengan adanya pemberian fasilitas kredit, diharapkan dapat meningkatkan daya
guna dan peredaran barang. Jelasnya dengan adanya fasilitas kredit, berarti ada
kesempatan untuk membeli barang atau jasa, sehingga peredaran barang atau
jasa dapat menjadi lebih meningkat.
3. Kredit dapat meningkatkan peredaran uang dan lalu lintas uang.
Dengan pemberian fasilitas kredit berarti uang yang beredar di masyarakat
menjadi bertambah. Dengan banyaknya uang yang beredar dengan sendirinya
perputaran uang / lalu lintas uang juga semakin meningkat.
4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.
Dengan pemberian fasilitas kredit, akan menggairahkan perekonomian
masyarakat. Dengan bergeliatnya perekonomian masyarakat, maka
pertumbuhan ekonomi sekaligus stabilitas ekonomi akan terjaga.
5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.
Dengan adanya pemberian fasilitas kredit, dengan sendirinya arus kas / cash
flow dari suatu perusahaaan akan terjaga. Dengan terjaganya cash flow
perusahaan membuat manajemen perusahaan kembali bergairah untuk terus
berusaha.
6. Kredit dapat meningkatkan pendapatan.
Dengan pemberian fasilitas kredit, maka perusahaan bisa menggiatkan kembali
usaha yang ditekuninya. Dengan bergeliatnya usaha perusahaan, maka
keuntungan perusahaan pun bisa dimaksimalkan. Hal ini tentu berimbas pada
pendapatan pemilik perusahaan tersebut. Jadi kredit dapat meningkatkan
pendapatan.
7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.
Dengan pemberian fasilitas kredit, secara tidak langsung juga akan
meningkatkan hubungan internasional. Hal ini bisa terjadi, karena dengan
fasilitas kredit yang diterima pengusaha, maka akan meningkatkan arus barang
dan jasa. Dengan meningkatnya arus barang dan jasa, tidak tertutup
kemungkinan arus ekspor import pun akan meningkat. Maka tentu dapat
dipahami, jika dengan pemberian fasilitas kredit, hubungan internasional juga
akan meningkat.

 Manfaat Kredit
Seperti yang sudah dipahami sebelumnya, bahwa fungsi dari penyaluran fasilitas
kredit antara lain dapat menggerakkan perekonomian serta meningkatkan
pendapatan. Dengan adanya fungsi dari penyaluran kredit, tentu banyak manfaat
baik langsung maupun tidak langsung yang bisa diperoleh dari penyaluran kredit
oleh bank.
Berikut akan diuraikan beberapa manfaat dari penyaluran kredik kepada
masyarakat. Pihak yang mempunyai manfaat secara langsung dengan adanya
penyaluran kredit adalah :
1. Bank selaku kreditur.
2. Nasabah selaku debitur.
Sedangkan pihak yang mempunyai manfaat secara tidak langsung dengan adanya
penyaluran kredit kepada masyarakat tersebut adalah :
1. Pemerintah selaku otoritas moneter.
2. Masyarakat luas disekitar lokasi proyek/perusahaan.

Berikut akan diuraikan manfaat penyaluran kredit bagi bank, nasabah, pemerintah
dan masyarakat sekitar proyek.
Manfaat perkreditan bagi bank adalah :
1. Bank memperoleh bunga kredit, yanag merupakan pendapatan dan juga
keuntungan.
2. Bank dapat menjaga solvabilitas usahanya.
3. Merupakan diversifikasi produk/jasa dari bank yang bersangkutan.
4. Merupakan cross selling bagi bank yang bersangkutan.
5. Bank dapat memperluas market share / pangsa pasarnya.
6. Untuk mempertahankan dan pengembangan usaha bank yang bersangkutan.
7. Dapat digunakan untuk pengembangan pengetahuan atau ketrampilan dari
karyawan bank yang bersangkutan.

Manfaat perkreditan bagi debitur / nasabah adalah :


1. Relatip mudah diperoleh jika usaha yang dijalankan benar – benar feasible.
2. Biaya untuk memperoleh kredit telah dapat diperhitungkan dengan tepat, terkait
bunga kredit, provisi, maupun biaya administrasi dan lain – lain.
3. Banyak lembaga perkreditan yang mapan di masyarakat, misalnya bank dan
lain – lain.
4. Banyak pilihan jenis kredit yang telah disediakan oleh bank, sesuai dengan
kebutuhan nasabah.
5. Rahasia keuangan debitur akan lebih terjaga, karena terlindungi dengan rahasia
bank.
6. Debitur dapat memperluas dan mengembangkan usahanya dengan adanya
fasilitas kredit yang diterima.
7. Proses pemberian kredit berlandaskan pada ketentuan – ketentuan yang jelas,
akan diminimalkan kemungkinan terjadinya sengketa dikemudian hari.
8. Debitur dapat menyesuaikan kebutuhan dana dan jangka waktu pengembalian
kredit yang diterimanya.
9. Dengan memperoleh fasilitas kredit, debitur juga dapat memperoleh manfaat
lain terkait dengan fasilitas pengembangan usahanya.

Manfaat perkreditan bagi pemerintah :


1. Perkreditan dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan perekonomian secara
umum, maupun hanya untuk sektor – sektor tertentu.
2. Perkreditan dapat digunakan sebagai alat dalam pengendalian kegiatan moneter.
3. Perkreditan dapat digunakan sebagai alat untuk menciptakan lapangan kerja.
4. Perkreditan sebagai alat untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan
masyarakat.
5. Perkreditan merupakan sumber pendapatan Negara yang berupa pajak.
6. Perkreditan dapat menciptakan pasar.
7. Perkreditan dapat mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat.
8. Perkreditan dapat memperluas kegiatan usaha.
9. Perkreditan dapat meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa untuk
Negara.

Manfaat perkreditan bagi masyarakat luas :


1. Perkreditan dapat meningkatkan pendapatan dan pemerataan di masyarakat
luas.
2. Perkreditan dapat memperluas lapangan usaha maupun kegiatan berusaha bagi
kalangan professional di masyarakat luas.
3. Perkreditan dapat memobilisasi dana masyarakat kearah yang lebih produktif,
baik bagi pemilik dana maupun pengguna dana di masyarakat.
4. Masyarakat luas dapat dengan mudah, cepat, serta biaya yang relatip terjangkau
untuk mendapatkan faktor produksi modal untuk kepentingan usahanya.
5. Bagi para supplier bahan baku, maupun para relasi bisnis akan merasa lebih
terjamin pembayarannya, karena biasanya bank non cash loan, berupa bank
garansi atau letter of credit.

 Tujuan Kredit
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa mempelajari masalah kredit kita
juga harus memahami tentang manajemen prekreditan. Demikian juga untuk
mengetahui apa tujuan dari kredit. Tujuan dari perkreditan mempunyai cakupan
yang luas. Tujuan perkreditan dapat ditinjau dari sudut bank, perusahaan, maupun
dari sudut masyarakat / negara. Namun juga harus kita pahami, bahwa sebenarnya
ada 2 (dua) tujuan pokok dari perkreditan yang saling terkait.
Kedua tujuan pokok dari perkreditan tersebut adalah :
1. Profitabiliy, yakni merupakan tujuan untuk memperoleh hasil dari penyaluan
kredit itu sendiri, yang berupa keuntungan dari bunga kredit (spread income).
2. Safety, yakni merupakan jaminan keamanan dari prestasi atau fasilitas yang
diberikan kepada nasabah debitur, sehingga tujuan profitability dapat benar –
benar tercapai tanpa ada hambatan yang berarti.
Tentu dapat dipahami, bahwa mendapatkan keuntungan yang optimal dengan aman
adalah merupakan tujuan dari setiap badan usaha dalam menjalankan usahanya,
tidak terkecuali dengan bank. Bank selaku salah satu lembaga perkreditan yang ada
di masyarakat dalam melepaskan uangnya tentu untuk kedua tujuan tersebut. Maka
dalam rangka mencapai tujuan tersebut, kredit yang disalurkan ke nasabah pastilah
untuk menjamin rentabilitas dan posisi likuiditas dari bank tersebut tetap terjaga.
Keterkaitan antara tujuan pokok dari penyaluran kredit dengan rentabilitas dan
likuiditas bank, dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1.
Keterkaitan antara Tujuan Pokok Kredit dengan Rentabilitas dan Likuiditas
TUJUAN POKOK KREDIT RENTABILITAS LIKUIDITAS
PROFITABILITAS Baik Buruk
SAFETY Buruk Baik
PROFITABILITAS DAN SAFETY Baik Baik

Dengan memperhatikan tabel tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut :


1. Jika bank hanya memfokuskan pada tujuan pokok profitabilitas saja, maka
rentabilitas bank yang bersangkutan akan baik, namun disisi likuiditas bank
yang bersangkutan akan buruk.
2. Jika bank hanya memfokuskan pada tujuan pokok safety saja, maka likuiditas
bank tersebut akan baik, namun sebaliknya disisi rentabilitas dari bank yang
bersangkutan akan buruk.
3. Jika bank memfokuskan tujuan pokoknya pada profitabilitas dan safety secara
bersamaan, maka baik rentabilitas maupun likuiditas dari bank yang
bersangkutan akan tetap baik dan terjaga.

Berikut akan diurakan tujuan dari penyaluran kredit ditinjau dari berbagai pihak.
Tujuan kredit bagi bank, adalah :
1. Kredit dapat digunakan oleh bank sebagai instrumen dalam menjaga kondisi
likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas dari bank yang bersangkutan.
2. Kredit dapat dijadikan pendorong dalam meningkatkan penjualan produk lain
dari bank yang bersangkutan.
3. Kredit diharapkan menjadi sumber utama pendapatan bank yang bersangkutan,
untuk kelangsungan operasional bank.
Tujuan kredit bagi perusahaan/debitur, adalah :
1. Kredit dapat digunakan untuk memperlancar usaha dan selanjutnya dapat
meningkatkan gairah usaha perusahaan yang bersangkutan, sehingga
kontinuitas usaha perusahaan tetap terjaga.
2. Kredit akan meningkatkan minat untuk berusaha dan meraih keuntungan.

Tujuan kredit bagi negara, adalah :


1. Kredit dapat digunakan sebagai instrument moneter.
2. Kredit dapat dijadikan instrument oleh pemerintah dalam restriksi/pembatasan,
maupun ekspansi/perluasan kredit terkait dengan kebijakan moneter dan
perbankan.

Tujuan kredit bagi masyarakat, adalah :


1. Kredit dapat menggerakkan perekonomian masyarakat.
2. Kredit dapar meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat.
3. Kredit dapat menyerap tenaga kerja yang pada akhirnya dapat mensejahterakan
masyarakat.

LATIHAN 1
Pilihlah jawaban yang benar dari alternatif jawaban yang tersedia, dengan
memberikan tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Kata kredit berasal dari bahasa latin “creditum”, yang berarti :
a. Saya yakin.
b. Kebenaran.
c. Pemberian.
d. Penyalahgunaan.
e. Ketidakpercayaan.
2. Bentuk kredit dari perbankan dapat berupa :
a. Wesel
b. Promes
c. Barang
d. Deposito
e. Tabanas
3. Berikut ini merupakan unsur – unsur dari perkreditan, kecuali :
a. Jangka waktu.
b. Resiko.
c. Kepercayaan.
d. Kontra Prestasi.
e. Payment.
4. Bentuk resiko kredit, antara lain adalah :
a. Tidak terbayarnya pokok pinjaman.
b. Kekayaan debitur meningkat tajam.
c. Debitur bersedia membayar kewajibannya.
d. Kreditur dan debitur membuat kesepakatan baru.
e. Nilai uang semakin lama semakin turun.
5. Pada bank konvensional, kontra prestasi yang diharapkan disebut :
a. Pembiayaan.
b. Balas jasa.
c. Obligasi.
d. Bunga
e. Penyertaan modal.
6. Dalam Manajemen Perkreditan, penyaluran kredit selalu berkaitan dengan
fungsi – fungsi pokok manajemen, kecuali :
a. Fungsi Finansial.
b. Fungsi Marketing.
c. Fungsi Keuangan.
d. Fungsi Balas Jasa.
e. Fungsi Produksi.
7. Dua tujuan pokok dari perkreditan adalah :
a. Profitability dan Safety.
b. Safety dan Income.
c. Profitability dan Income.
d. Income dan Return.
e. Risk dan Modal.
8. Berikut adalah merupakan tujuan kredit bagi masyarakat, kecuali :
a. Kredit dapat menggerakkan perekonomian masyarakat.
b. Kredit dapat mensejahterakan masyarakat.
c. Kredit dapat menciptakan lapangan kerja.
d. Kredit dapat meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat.
e. Kredit dapat memotivasi masyarakat untuk hidup konsumtip.
9. Yang dimaksud Utility Of Goods, adalah :
a. Kegunaan kredit demi kebaikan.
b. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang.
c. Kredit membantu masyarakat untuk berusaha.
d. Kredit mempunyai fungsi yang beraneka ragam.
e. Kredit dapat menciptakan lapangan kerja.
10. Berikut adalah keterkaitan antara tujuan pokok kredit dari bank dengan
rentabilitas dan likuiditas bank yang bersangkutan, kecuali :
a. Bank fokus pada safety, maka rentabilitas bank menjadi buruk, namun
likuiditas bank menjadi baik.
b. Bank fokus pada profitability, maka rentabilitas bank menjadi baik, namun
likuiditas bank menjadi buruk.
c. Bank fokus pada safety, maka likuiditas bank akan menjadi baik, sedangkan
rentabilitas bank menjadi buruk.
d. Bank fokus pada rentability dan safety, baik rentabilitas dan likuiditas bank
menjadi baik.
e. Bank fokus pada profitability dan safety, maka baik rentabilitas maupun
likuiditas bank yang bersangkutan menjadi baik.

RANGKUMAN
1. Kata kredit berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti “kepercayaan”,
dan dalam bahasa Latin kata kredit disebut “Creditum” yang berarti
kepercayaan atau kebenaran.
2. Pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
(debitur) untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah
bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
3. Penyaluran kredit berhubungan erat dengan manajemen perkreditan.
4. Penyaluran kredit juga terkait dengan fungsi – fungsi manajemen, yakni fungsi
personalia, fungsi keuangan, fungsi produksi dan fungsi pemasaran.
5. Unsur – unsur yang terkandung dalam perkreditan adalah, kepercayaan, resiko,
jangka waktu, prestasi dan kontra prestasi, kreditur dan debitur.
6. Sasaran kredit adalah aman, terarah dan menghasilkan.
7. Fungsi kredit meliputi, utility of money, utility of goods, meningkatkan
peredaran uang, alat stabilitas ekonomi, meningkatkan kegairahan berusaha,
meningkatkan pemerataan pendapatan, dan merupakan alat untuk meningkatkan
hubungan internasional.
8. Kredit sangat bermanfaat baik bagi kreditur (bank), debitur (nasabah),
masyarakat luas dan pemerintah.
9. Dua tujuan pokok dari perkreditan adalah untuk profitabilitas dan safety.
10. Tujuan perkreditan dapat dilihat dari pihak bank, debitur maupun masyarakat
luas.

TEST FORMATIF 1
1. Jelaskan pengertian kredit menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia !
2. Jelaskan secara singkat bahwa penyaluran suatu kredit pasti berhubungan
dengan manajemen perkreditan dari bank yang bersangkutan !
3. Sebut dan jelaskan secara singkat 6 (enam) unsur yang terkandung dalam
penyaluran fasilitas kredit !
4. Jelaskan secara singkat bahwa profitability dan safety merupakan 2 (dua) tujuan
pokok dari perkreditan yang saling terkait !
5. Jelaskan dengan memberikan contoh keterkaitan antara tujuan pokok dari
perkreditan dengan rentabilitas dan likuiditas perusahaan / bank yang
bersangkutan !
6. Jelaskan manfaat perkreditan bagi masyarakat luas !
7. Jelaskan secara singkat dan berikan contohnya bahwa salah satu fungsi kredit
adalah Utility Of Goods !
8. Jelaskan dengan memberikan contoh bahwa kredit dapat meningkatkan
peredaran uang dan lalu lintas uang !
9. Jelaskan dengan memberikan contoh bahwa sasaran kredit adalah aman, terarah
dan menghasilkan !
10. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan perkreditan merupakan alat
untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat !

KEGIATAN BELAJAR 2
A. PRINSIP – PRINSIP KREDIT
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian terdahulu, bahwa sebelum kredit
disalurkan oleh bank ke nasabah debiturnya, maka bank harus yakin akan safety /
keamanan akan dana yang disalurkan tersebut. Keyakinan bank tersebut, tentu
diperoleh setelah pihak bank melakukan penelitian dan analisis yang mendalam tentang
kondisi calon nasabah debiturnya.
Penelitian dan analisis dari bank terkait dengan kredit yang akan disalurkan kepada
calon nasabah debiturnya, dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan
keyakinan akan keamanan dana yang disalurkan. Penilaian dari pihak bank untuk
mendapatkan keyakinan akan keamanan dari dana yang disalurkan, tidak terlepas dari
prinsip – prinsip dalam perkreditan. Prinsip – prinsip tersebut umumnya dikenal
dengan prinsip 5 C atau juga 7 P. Selain itu, juga dikenal adanya prinsip – prinsip yang
lain dalam memperoleh keayakinan akan keamanan sebelum dana disalurkan.
Berikut akan diuraikan prinsip – prinsip dari perkreditan tersebut.
 Prinsip 5 C
Prinsip 5 C dalam kredit meliputi :
1. Character.
Karakter, adalah sifat dan watak seseorang yang akan diberi fasilitas kredit oleh
bank. Karakter dari calon nasabah debitur ini harus dapat dipercaya. Dalam hal
ini bank harus yakin, bahwa calon debitur memiliki reputasi yang baik, selalu
menepati janji, dan tidak terlibat dengan hal – hal yang berkaitan dengan
tindakan yang melanggar hukum. Pihak bank dalam melihat karakter calon
nasabah debiturnya ini, bisa dilihat dari latar belakang hidupnya. Baik dari latar
belakang pekerjaannya, maupun latar belakang pribadinya, seperti cara atau
gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi, maupun mungkin jiwa
sosial dari calon nasabah debitur tersebut. Selain itu pihak bank yang
bersangkutan juga bisa mencari informasi terkait karakter ini, dari kalangan
perbankan, maupun kalangan asosiasi pengusaha atau perusahaan yang sejenis
dengan calon nasabah debitur tersebut.
2. Capacity.
Capacity adalah merupakan analisis yang dilakukan oleh bank untuk
mengetahui kemampuan calon nasabah debitur dalam membayar kredit yang
akan disalurkan. Sebelum kredit benar – benar disalurkan, bank harus
mengetahui secara pasti atas kemampuan dari calon nasabah debitur dalam
menjalankan usahanya. Kemampuan calon nasabah debitur ini juga dilihat dari
kemungkinan pendapatan atau keuntungan yang akan diperoleh dari usaha yang
akan dibiayai oleh kredit yang diajukan. Jika bank melihat bahwa pendapatan
dari usaha calon nasabah debitur meningkat dari waktu ke waktu, berarti
kemampuan dari calon nasabah untuk mengembalikan dana kredit yang
dipinjamnnya atau membayar kewajibannya akan semakin besar.
3. Capital.
Capital adalah merupakan modal atau kondisi kekayaan yang dimiliki oleh
calon nasabah debitur sebelum kredit dari bank disalurkan. Bank harus meneliti
modal yang dimiliki calon nasabah debitur, baik terkait besarnya maupun
struktur dari permodalan yang ada. Untuk efektifnya pihak bank dapat melihat
modal calon nasabah debitur ini dari laporan keuangan perusahaan yang
bersangkutan, baik Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Modal, maupun
Neraca dari perusahaan calon nasabah debitur yang bersangkutan. Hal ini perlu
dilakukan untuk melihat likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, maupun ukuran
kelancaran usaha yang lainnya.

4. Condition Of Economy.
Karena kredit menyangkut proyeksi ke masa yang akan datang, maka kondisi
perekonomian secara regional, nasional, maupun global juga harus
diperhatikan. Kondisi ekonomi ini bisa dilihat dari sektor ekonomi terkait
dengan usaha yang akan dimintakan kredit, maupun ketergantungan usaha
tersebut terhadap bahan baku yang ada. Selain itu, prinsip condition of economy
ini juga harus memperhatikan tentang peraturan pemerintah yang berlaku
terkait usaha dari calon nasabah debitur yang bersangkutan.
5. Collateral.
Yang dimaksud collateral dalam hal ini adalah bentuk jaminan yang diberikan
oleh calon nasabah debitur kepada bank, baik berupa jaminan fisik, maupun
jaminan non fisik. Dari pihak bank, adanya jaminan mencerminkan adanya
prinsip kehati – hatian. Hal ini perlu untuk mengantisipasi kemungkinan
gagalnya nasabah dalam mengelola usahanya, juga untuk mendorong calon
nasabah lebih serius dalam menjalankan usahanya. Jaminan ini bagi bank,
merupakan penggantian biaya dari calon nasabah debitur, jika nasabah tersebut
tidak mampu melaksanakan kewajibannya.
Dalam perkembangannya, prinsip kredit 5C ini oleh bank ditambah lagi dengan
1C, yakni “Constrain”. Constrain yang dimaksud adalah faktor hambatan atau
rintangan sosial psykhologis yang ada pada suatu daerah atau masyarakat
tertentu, sehingga suatu proyek/usaha akan sulit untuk dijamin keberhasilannya
jika tetap dilaksanakan. Misalnya adalah usaha peternakan babi di wilayah yang
mayoritas masyarakatnya adalah memeluk agama Islam.
 Prinsip 7 P
Prinsip 7P terdiri atas personality, party, purpose, prospect, payment, profitability,
dan protection. Berikut akan diuraikan masing – masing prinsip dalam 7P tesebut.
1. Personality.
Prinsip personality, hampir sama dengan prinsip carakter dalam 5C. Dalam hal
ini bank sebelum menyalurkan kreditnya, harus menilai nasabah dari segi
kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari – hari maupun masa lalu dari calon
nasabah debitur tersebut. Prinsip personality ini, juga mencakup segi sikap,
emosi, dan tingkah laku, maupun tindakan dari nasabah dalam menghadapi
masalah yang dihadapinya. Dalam hal ini juga dilihat bagaimana calon nasabah
debitur tersebut dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
2. Party.
Yang dimaksud prinsip party dalam hal ini adalah upaya dari bank dalam
mengklasifikasikan calon nasabah debitur kedalam klasifikasi atau golongan
tertentu. Pengklasifikasian atau penggolongan calon nasabah debitur ini
biasanya berdasarkan modal, loyatitas, juga karakter dari calon nasabah yang
bersangkutan. Penggolongan dari bank ini terkait dengan fasilitas kredit yang
akan diberikan oleh bank.
3. Purpose.
Prinsip purpose, adalah upaya dari bank untuk mengetahui dan menilai apa
tujuan dari calon nasabah debitur untuk mengambil kredit, termasuk juga jenis
kredit yang diinginkan oleh calon nasabah debitur tersebut. Seperti yang kita
ketahui tujuan pengambilan kredit bisa bermacam – macam, untuk tujuan
konsumtif, tujuan produktif, atau tujuan perdagangan. Selain itu mungkin untuk
tujuan modal usaha, investasi, atau mungkin tujuan yang lain.
4. Prospect.
Prinsip prospect adalah upaya bank untuk menilai usaha dari calon nasabah
debitur dimasa yang akan datang. Apakah usaha yang dilakukan calon nasabah
tersebut menguntungkan atau justru merugikan di masa yang akan datang. Hal
ini penting dilakukan, sebab jika fasilitas kredit yang disalurkan kepada usaha
yang tidak mempunyai prospek dimasa depan, jelas bukan hanya bank yang
rugi, namun calon nasabah debitur yang bersangkutan juga akan mengalami
kerugian.
5. Payment.
Prinsip payment, adalah merupakan upaya dari bank untuk menilai bagaimana
cara calon nasabah debitur tersebut mengembalikan kredit yang telah
diambilnya. Juga untuk mengetahui dari sumber mana saja calon nasabah
debitur tersebut dalam mengembalikan kewajibannya. Jika ternyata banyak
sumber penghasilan dari calon nasabah debitur, tentu akan semakin baik
penghasilan nya, yang berimbas pada lancarnya pengembalian kredit dari bank
yang bersangkutan. Hal ini tentu bisa dipahami, jika salah satu usaha dari calon
nasabah debitur merugi, tentu dapat ditutupi oleh usaha debitur yang lainnya.
6. Profitability.
Prinsip profitability adalah upaya dari bank untuk menganalisis bagaimana
calon nasabah debitur untuk mendapatkan keuntungan dari usahanya.
Profitability perusahaan, diukur dari periode ke periode berikutnya, apakah
keuntungan yang didapat tetap sama, semakin meningkat atau justru semakin
menurun. Apalagi dengan adanya tambahan dana dari kredit yang diajukan
tingkat keuntungan dari usaha tersebut juga dianalisis.
7. Protection.
Prinsip protection, adalah upaya dari bank dalam menganalisis baimana kredit
yang akan disalurkan tetap mendapat perlindungan. Perlindungan dalam hal ini
adalah adanya jaminan dari calon nasabah debitur tentang kredit yang diajukan.
Jaminan dari calon nasabah debitur ini bisa berupa jaminan barang, orang atau
mungkin asuransi. Prinsip protection ini juga salah satu upaya dari bank untuk
menghindari kredit bermasalah atau kredit macet.

B. KOLEKBILITAS KREDIT
Kolekbilitas kredit atau penggolongan kualitas kredit adalah merupakan upaya dari
bank untuk mengklasifikasikan / menggolongkan setiap nasabah kredit dari bank yang
bersangkutan berdasarkan tingkat kelancaran dari nasabah yang bersangkutan dalam
memenuhi kewajibannya.
Tujuan dari penggolongan/kolekbilitas kredit ini bisa dilihat dari pihak bank
maupun dari pihak debitur. Tujuan kolekbilitas kredit dari pihak bank adalah untuk
menghitung cadangan potensi kerugian akibat kredit yang telah disalurkan. Akibat dari
kerugian tersebut tentu juga berpengaruh pada portofolio yang dimiliki oleh bank yang
bersangkutan. Hal ini juga menjadi salah satu penilaian bagi Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan untuk dalam penilaian kesehatan bank yang bersangkutan.
Adapun tujuan dari kolekbilitas kredit bagi pihak debitur adalah untuk sarana
edukasi/pembelajaran bagi nasabah debitur dalam memenuhi kewajibannya dalam
membayar angsurannya agar tepat waktu, dan tetap digolongkan dalam kualitas 1 (satu)
yakni kualitas lancar. Kolekbilitas ini juga terkait dengan konsekuensi kemudahan dari
nasabah debitur untuk mengajukan kembali permohonan kreditnya, jika kewajibannya
telah selesai.
Berikut adalah tabel penggolongan atau kolekbilitas kredit berdasarkan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No:31/147/KEP/DIR, tanggal 12 November 1998,
yang masih menjadi pedoman sampai saat ini, tentang kualitas aktiva produktif.
Tabel 2.
Tingkat Kolekbilitas Kredit
Lama Tunggakan (hari) Kolekbilitas Keterangan
0 1 Lancar
1-90 2 Dalam Perhatian Khusus
91-120 3 Kurang Lancar
121-180 4 Diragukan
>180 5 Macet

Dari tabel 2 tersebut dapat dijelaskan, bila dalam memenuhi kewajibannya, nasabah
tergolong, dalam kolekbilitas 2,3,4, atau bahkan 5, tentu akan mengalami kesulitan
dalam pengajuan kredit ke bank manapun. Bahkan nasabah yang bersangkutan
kemungkinan besar akan ditolak.

LATIHAN 2
Pilihlah jawaban yang benar dari pernyataan – pernyataan berikut dengan
memberikan tanda (X) pada huruf didepan alternatif jawaban yang tersedia.
1. Sebelum bank menyalurkan fasilitas kredit kepada calon nasabah debiturnya,
bank akan menganalisis latar belakang calon debitur baik terkait dengan
kepribadian maupun latar belakang pekerjannya, merupakan prinsip dari :
a. Collateral.
b. Capital.
c. Character.
d. Condition Of Economy.
e. Capacity.
2. Dalam prinsip 5C, bank biasanya juga menambah 1C lagi yakni memperhatikan
constrain, yang berarti :
a. Hambatan psikhologis masyarakat sekitar.
b. Attensi masyarakat sekitar perusahaan.
c. Contra attensi dari masyarakat sekitar.
d. Dukungan luas dari pejabat dan tokoh masyarakat sekitar.
e. Peraturan dan Undang – Undang yang berlaku di daerah tersebut.
3. Prinsip 5C yang mencerminkan kehati – hatian dari pihak bank untuk
mengantisipasi gagalnya usaha dari calon nasabah debitur adalah :
a. Condition Of Economy.
b. Character.
c. Capacity.
d. Capital.
e. Collateral.
4. Upaya dari bank dalam menganalisis bagaimana calon nasabah debitur dalam
mengupayakan keuntungan untuk memperlancar dalam kewajiban membayar
angsuran, disebut :
a. Payment.
b. Protection.
c. Purpose.
d. Profiability.
e. Party.
5. Untuk menghimdari kredit bermasalah atau kredit macet, bank sebelum
menyalurkan kreditnya kepada calon nasabah debitur, selalu meminta jaminan
baik fisik maupun non fisik. Tindakat bank tersebut dalam prinsip 7P
dinamakan :
a. Party.
b. Purpose.
c. Payment.
d. Protection.
e. Prospect.
6. Tindakan dari bank untuk menganalisis kemungkinan yang terjadi pada usaha
calon nasabah debitur di masa yang akan datang, dinamakan :
a. Party.
b. Prospect.
c. Personality.
d. Protection.
e. Payment.
7. Kolekbilitas, adalah :
a. Penggolongan nasabah kredit berdasarkan besar kecilnya modal perusahaan.
b. Penggolongan nasabah kredit berdasarkan character manajer perusahaan.
c. Penggolongan nasabah kredit berdasarkan kelancaran membayar
kewajibannya.
d. Penggolongan nasabah kredit berdasarkan tingkat keuntungannya.
e. Penggolongan nasabah kredit berdasarkan lokasi perusahaannya.
8. Tujuan diadakan kolekbilitas bagi bank penyalur kredit, adalah :
a. Merupakan salah satu unsur penilaian dalam melihat kesehatan dari bank
yang bersangkutan oleh Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan.
b. Merupakan unsur edukasi bagi manajemen bank yang bersangkutan.
c. Merupakan sarana untuk mencegah pemborosan.
d. Sarana untuk meneliti kepribadian calon nasabah debitur.
e. Sarana memproteksi bank penyalur dari gangguan masyarakat sekitar.
9. Tujuan diadakannya kolekbilitas bagi nasabah debitur adalah :
a. Membantu debitur untuk mengembangkan usahanya.
b. Membantu debitur untuk membayar tanggung jawabnya.
c. Sarana dari Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan laporan ke Bank
Indonesia.
d. Sarana bagi debitur untuk mempermudah mencari pinjaman baru.
e. Sarana edukasi bagi debitur agar memperlancar membayar angsuran yang
menjadi kewajibannya.
10. Kreditur yang mempunyai tunggakan dalam membayar kewajibannya selama 5
(lima) bulan, digolongkan sebagai nasaba kreditur yang :
a. Lancar.
b. Diragukan.
c. Macet.
d. Kurang lancar.
e. Dalam perhatian khusus.

RANGKUMAN
1. Prinsip – prinsip dalam penyaluran kredit merupakan upaya dari bank untuk
meyakinkan bahwa dana yang dsalurkan kepada para calon nasabah debiturnya
dalam kondisi aman.
2. Prinsip dalam penyaluran kredit yang umun digunakan adalah prinsip 5 C ,
yaitu Character, Capasity, Capital, Condition Of Economy, dan Collateral.
3. Dalam perkembangannya prinsip 5C dilengkapi dengan tambahan1C, yakni
Contrain, yang merupakan hambatan factor psykhologis masyarakat sekitar.
4. Prinsip lainnya dalam penyaluran kredit adalah prinsip 7P, yakni personality,
party, purpose, prospect, payment, profitability dan protection.
5. Kolekbilitas kredit merupakan penggolongan atau pengklasifikasian nasabah
kredit berdasarkan kelancaran dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar
angsuran.
6. Kolekbilitas kredit terdiri atas 5 (lima) golongan, yaitu lancar, dalam perhatian
khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet.

TEST FORMATIF 2
1. Sebut dan jelaskan secara singkat yang dimaksud dengan 5C dalam prinsip
perkreditan sebelum fasilitas kredit disalurkan kepada calon nasabah !
2. Jelaskan mengapa faktor Constrain perlu juga diperhatikan dalam prinsip 5C
untuk menyalurkan fasilitas kredit ke calon nasabah debitur !
3. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan prinsip protection dalam
penyaluran fasilitas kredit !
4. Jelaskan secara singkat dan berikan contohnya apa yang dimaksud dengan
kolekbilitas kredit !
5. Jelaskan perbedaan antara “kredit diragukan” dengan “kredit perlu mendapat
perhatian khusus” dalam kolekbilitas kredit !
6. Jelaskan mengapa “Prospect” dari usaha yang akan dibiayai oleh fasilitas
kredit juga menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan oleh bank sebelum
kredit disalurkan !
7. Apakah yang dimaksud dengan “Payment” dalam prinsip 7P untuk penyaluran
fasilitas kredit !
8. Jelaskan bahwa “kolekbilitas” juga terkait dengan konsekuensi kemudahan dari
nasabah debitur untuk mengajukan kembali permohonan kreditnya !
9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kredit macet !
10. Jelaskan yang dimaksud dengan “purpose” dalam prinsip 7P untuk penyaluran
fasilitas kredit !

KUNCI JAWABAN LATIHAN 1


1. B.
2. C.
3. E.
4. A.
5. D.
6. D.
7. A.
8. E.
9. B.
10. D.

KUNCI JAWABAN LATIHAN 2


1. C.
2. A.
3. E.
4. D.
5. D.
6. B.
7. C.
8. A.
9. E.
10. B.
Program Studi:
Buku Ajar :
Keuangan dan Perbankan
Manajemen Perkreditan
Semester: 4 Politeknik Negeri
Balikpapan

MODUL 2
PROSEDUR PENYALURAN KREDIT

PENDAHULUAN
Sebelum bank menyalurkan kredit kepada calon nasabah debiturnya, tentu bank
harus mengikuti aturan – aturan atau langkah – langkah yang merupakan prosedur yang
telah ditetapkan dalam bank yang bersangkutan. Prosedur yang harus diikuti itu,
dinamakan prosedur kredit. Sebelum kita memahami apa yang dimaksud dengan prosedur
kredit, kita sebaiknya memaknai dulu arti kata dari prosedur kredit. Prosedur kredit, terdiri
atas 2 (dua) kata, yakni “prosedur” dan “kredit”.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, edisi ketiga, dijelaskan, yang dimaksud
prosedur adalah tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas, atau metode langkah
demi langkah secara pasti dalam menyelesaikan suatu masalah. Sedangkan prosedur
menurut Ardiyos (2004:73) dalam Putri (2010), menjelaskan bahwa “prosedur adalah
suatu bagian system yang merupakan rangkaian tindakan yang menyangkut beberapa
orang dalam satu atau beberapa bagian yang ditetapkan untuk menjamin agar suatu
kegiatan usaha atau transaksi dapat terjadi berulangkali dan dilaksanakannya secara
seragam”. Jadi dapat disimpulkan bahwa prosedur adalah serangkaian tahapan yang
dilakukan oleh beberapa orang secara berulang dan seragam dalam menyelesaikan suatu
masalah.
Adapun arti kata kredit adalah kepercayaan dari pihak kreditur kepada pihak
debitur atas dana yang telah diberikan dapat dikembalikan baik pokok pinjaman maupun
bunganya yang telah disepakati bersama.
Dengan memperhatikan pengertian dari prosedur dan kredit tersebut terdahulu, dapat
kita pahami, bahwa yang dimaksud dengan prosedur pemberian kredit, adalah tahapan –
tahapan yang harus dilalui dalam penyaluran kredit dari pihak kreditur / bank kepada
debitur / calon nasabah, agar kredit yang disalurkan dapat kembali berserta dengan
bunganya sesuai kesepakatan sebelumnya. Prosedur penyaluran kredit untuk tiap bank
berbeda. Namun secara umum diawali dari permohonan kredit, baik dari pembicaraan lisan
maupun dengan permohonan tertulis. Untuk lebih jelasnya prosedur penyaluran kredit
dapat dilihat pada bagan penyaluran kredit berikut ini.

GAMBAR : BAGAN PROSEDUR PENYALURAN KREDIT


PERMOHONAN KREDIT T

O
LLayak Diteruskan tTIDAK
L
PENGUMPULAN DATA USAHA DAN WAWANCARA
A

K
ANALISIS KREDIT

LLayak Diteruskan tTIDAK P


E
DaData Kurang R
PENYUSUNAN PROPOSAL KREDIT
M
O
H
O
DaData Kurang N
DISETUJUI
A
N

K
PENGUMPULAN DATA PELENGKAP
tTidak dapat R
DaData Kurang ADA MASALAH HUKUM
diselesaikan E
PENGIKATAN KREDIT DAN JAMINAN ((Membahayakan
Bank) D
I
ADMINISTRASI KREDIT T

PENCAIRAN DANA ATAU PEMBUKAAN FASILITAS


(Sumber : Jopie Jusuf”134:2003)
Dengan memperhatikan bagan penyaluran kredit tersebut terdahulu, dapat dilihat
bahwa dalam prosedur penyaluran kredit terdiri atas beberapa tahapan. Tahapan – tahapan
tersebut diawali dengan tahapan permohonan kredit, diikuti dengan pengumpulan data
usaha dan wawancara, berikutnya tahapan penilaian kredit, tahapan pelaksanaan kredit.
Setelah tahapan pelaksanaan kredit, yang berarti permohonan dari calon nasabah debitur
tersebut disetujui, maka tahapan berikutnya adalah tahapan supervisi atau pengawasan
kredit serta tahapan penyelamatan kredit.

KEGIATAN BELAJAR 1
A. TAHAP PERMOHONAN KREDIT
Tahap permohonan kredit merupakan tahapan pertama dalam prosedur penyaluran
kredit. Tahap permohonan kredit adalah tahap dimana bank menerima permohonan yang
diajukan oleh calon nasabah debitur beserta proposal usaha yang akan dimintakan kredit
kepada bank.
Pengajuan permohonan kredit diajukan secara tertulis dalam suatu proposal kredit,
yang sekurang – kurangnya meliputi :
1. Surat Permohonan Kredit dari calon nasabah debitur.
2. Riwayat / profil perusahaan dari calon nasabah debitur.
3. Tujuan penggunaan kredit yang diajukan.
4. Berapa besar plafond kredit yang diajukan.
5. Jangka waktu pengembalian kredit.
6. Jaminan kredit yang diajukan.

Dalam proposal pengajuan kredit tersebut, biasanya dilampiri dengan fotocopy


dokumen – dokumen, yang terdiri atas :
1. Akte Pendirian perusahaan.
2. Bukti Diri (KTP) dari pemohon maupun para pengurus perusahaan.
3. Tanda Daftar Perusahaan.
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan maupun NPWP para pengurus
perusahaan.
5. Neraca Perusahaan dalam 3 (tiga) tahun terakhir.
6. Laporan Laba/Rugi Perusahaan 3 (tiga) tahun terakhir.
7. Laporan Perubahan Modal Perusahaan 3 (tiga) tahun terakhir.
8. Laporan Arus Kas Perusahaan.
9. Fotocopy Sertifikat barang yang dijadikan jaminan.
Dalam praktiknya, persyaratan pengajuan kredit kepada bank, secara umum dibedakan
antara kredit perseorangan dengan kredit yang diajukan oleh perusahaan. Demikian juga,
umumnya dibedakan syarat yang diminta berdasarkan dari sisi kemanfaatan tujuan
penggunaan kredit, apakah kredit yang diminta untuk konsumtip ataukah kredit yang
diminta untuk tujuan produktif.

Berikut secara umun persyaratan dokumen yang diminta oleh bank bagi pemohon
kredit perseorangan, yang meliputi :
1. Surat Permohonan Kredit.
2. Bukti Diri (KTP) pemohon.
3. Kartu Keluarga (KK) pemohon.
4. Daftar penghasilan per bulan.
5. Surat Keterangan dari Perusahaan / kantor yang pemohon bekerja.
6. Kartu Pegawai (Karpeg).
7. Tabungan Asuransi Pensiun (TASPEN) bagi Aparatus Sipil Negara.
8. Sertifikat barang jaminan.

Untuk lebih jelasnya dokumen yang dilampirkan dalam pengajuan permohonan kredit,
bisa dilihat dalam tebel berikut ini :
Tabel 1.
Dokumen Pengajuan Kredit
Jenis Dokumen Pemohon
Pribadi Perusahaan Firma/CV/PT (Selain
Perorangan Perusahaan
Perorangan)
Fotocopy V Suami istri untuk Susunan Pengurus dan
Identitas Diri yang telah Pengawas Perusahaan
(KTP) menikah
Fotocopy NPWP V (Bila karyawan V V
diminta NPWP
tempat ybs bekerja)
Fotocopy Kartu V V -
Keluarga (KK)
Fotocopy Akte - - V
Pendirian
Perusahaan dan
Perubahannya
Fotocopy - V V
SIUP/SITU/TDP
Fotocopy - V V
Rekening Koran
Fotocopy - V V
Laporan
Keuangan
minimum 3
(tiga) tahun
terakhir
Fotocopy V V V
Dokumen
Jaminan
Dokumen Tambahan yang dianjurkan untuk Debitur Pengusaha Perorangan dan
Perusahaan
Laporan Penilaian Jaminan dari Terutama untuk jaminan yang nilainya relatip
Perusahaan Penilai Independent besar dan kompleks
Study Kelayakan Proyek Terutama untuk jaminan yang nilainya relatip
besar dan kompleks
Proposal Kredit Terutama untuk jaminan yang nilainya relatip
besar dan kompleks

Bila permohonan kredit yang telah ditandatangani oleh pemohon tersebut telah
diterima oleh bank, maka bank akan memulai menginvestigasi kelengkapannya.
Permohonan tertulis dari calon nasabah debitur tadi, biasanya ditujukan kepada pimpinan
bank yang bersangkutan. Namun untuk bank yang besar, dimana pembagian kerja dan
pendelegasian wewenang di bank tersebut sudah berjalan dengan baik, maka untuk
efisiensi dan efektifitas kerja, permohonan pengajuan kredit tersebut dapat ditujukan
kepada Direktur Bagian Kredit.

B. TAHAP PENILAIAN KREDIT


Penilaian atau analisis kredit adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh bank yang
meliputi kegiatan pemeriksaan, penelitian, serta analisa tentang kelengkapan, keabsahan
juga kelayakan dari berkas / data yang diajukan oleh pemohon yang merupakan calon
nasabah debitur, hingga dikeluarkannya suatu keputusan tentang diterima atau ditolaknya
permohonan kredit tersebut.
Dalam melaksanakan penilaian kredit, bank harus mempertimbangkan berbagai hal
yang terkait, agar kredit yang akan disalurkan dapat memberikan manfaat, tidak hanya bagi
bank selaku pemberi kredit, namun juga bagi debitur selaku penerima kredit.
Dari beberapa literatur menyebutkan, bahwa ada beberapa hal yang harus selalu
menjadi pertimbangan pihak bank sebelum kredit disalurkan, adalah :
1. Safety, yakni keamanan dari kredit tersebut.
Artinya adalah bank harus benar – benar yakin, bahwa kredit yang disalurkan
kepada calon nasabah debitur tersebut akan benar – benar kembali baik pokok
pinjaman maupun bunganya sesuai kesepakatan yang sudah ditandatangani
bersama.
2. Suitabiliy, yakni terarahnya tujuan penggunaan kredit.
Artinya dalam hal ini adalah kredit yang disalurkan benar – benar akan digunakan
untuk tujuan seperti yang sudah tercantum dalam proposal permohonan kredit,
yakni untuk tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat luas, setidak –
tidaknya tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
3. Profitable, yakni mendatangkan keuntungan.
Artinya adalah kredit yang disalurkan tersebut, akan benar – benar mendatangkan
keuntungan baik bagi bank selaku penyalur kredit maupun bagi nasabah yang
menerima saluran kredit tersebut. Keuntungan bagi bank adalah kredit yang
disalurkan tersebut, dapat benar – benar mendatangkan keuntungan baik bagi bank
selaku penyalur kredit maupun bagi nasabah yang menerima saluran kredit
tersebut. Keuntungan bagi bank adalah mendapatnya bunga atau balas jasa dari
kredit yang telah disalurkan. Adapun keuntungan bagi nasabah penerima kredit
adalah semakin berkembangnya usaha yang dibiayai oleh fasilitas kredit tersebut,
yang pada akhirnya meningkatkan laba dari perusahaannya.

Tahap penilaian atau analisa kredit merupakan tahap yang sangat penting bagi
bank. Hal ini bisa dipahami, karena dengan analisa yang benar, akan dapat
diminimalkan kemungkinan terjadinya penyaluran kredit yang salah sasaran. Dengan
analisa yang benar kemungkinan terjadinya kredit macet paling tidak dapat dihindari.
Di kalangan dunia perbankan analisa kredit mempunyai berbagai fungsi.
Sutoyo (1997:69), menjelaskan bahwa fungsi dari analisa kredit adalah :
1. Sebagai dasar bagi bank dalam mene tukan tingkat suku bunga kredit serta jaminan
yang disyaratkan untuk dapat dipenuhi oleh calon nasabah debitur.
2. Sebagai sarana untuk pengendalian resiko dalam penyaluran kredit yang dihadapi
oleh bank.
3. Sebagai syarat kredit dan sarana untuk menentukan struktur, jumlah plafond kredit,
jangka waktu kredit, sifat kredit, tujuan kredit dan sebagainya.
4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan / direksi bank dalam proses
pengambilan keputusan.
5. Sebagai alat informasi yang diperlukan untuk bahan evaluasi kredit.

Dalam tahap penilaian ini, ada beberapa aspek yang perlu dinilai untuk menentukan
layak tidaknya calon nasabah debitur diberikan fasilitan kredit.
Kasmir (2002:120), menjelaskan bahwa ada 7 (tujuh) aspek yang perlu dinilai, dalam
menentukan kelayakan pemberian fasilitas kredit. Tujuh aspek tersebut adalah :
1. Aspek Yuridis (Hukum).
Penilaian dalam aspek hukum ini, dilakukan dengan melihat dan meneliti dokumen
– dokumen yang diajukan oleh calon nasabah kredit saat mengajukan permohonan
untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Penilaian yang terkait dengan aspek
hukum ini dimaksudkan agar jangan sampai dokumen yang diajukan diragukan
keabsahannya, sehingga akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Tujuan dari
penilaian dalam aspek hukum ini adalah untuk menilai keaslian dan keabsahan dari
dokumen yang diajukan. Dalam penilaian aspek hukum ini, pihak bank akan
berkoordinasi dengan lembaga – lembaga yang berwenang dalam pengeluaran
dokumen – dokumen yang dimaksud.
2. Aspek Marketing (Pemasaran).
Penilaian terhadap aspek pemasaran ini, berkaian dengan usaha yang akan
dimintakan fasilitas kredit oleh calon nasabah debitur. Bank harus mengetahui
dengan pasti, bagaimana pangsa pasar serta target pasar dari produk yang akan
dihasilkan oleh usaha yang dimintakan fasilitas kredit. Selain itu bank juga harus
mengetahui dan meneliti, bagaimana strategi pemasaran yang akan digunakan oleh
calon nasabah debitur tersebut. Hal tersebut harus dilakukan untuk melihat
bagaimana prospek dari usaha yang akan dilakukan oleh calon nasabah debitur
tersebut, baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
3. Aspek Financial (Keuangan).
Analisa dalam aspek financial ini terkait dengan bagaimana kondisi keuangan dari
perusahaan calon nasabah debitur, serta ada tidaknya kemungkinan perusahaan
tersebut untuk berkembang. Dalam analisa aspek keuangan ini, juga dimaksudkan
untuk dapat mengetahui secara pasti berapa kebutuhan keuangan yang layak untuk
membiayai usaha yang diajukan oleh calon nasabah debitur. Hal ini juga terkait
dengan kemampuan dari calon nasabah debitur tersebut dalam membayar
kewajibannya untuk melunasi fasilitas kredit yang telah dikucurkan oleh bank.
4. Aspek Teknis.
Tujuan utama dari penilaian aspek teknis ini adalah untuk mengetahui bagaimana
segi fisik serta lingkungan sekitar usaha dari calon nasabah debitur yang akan
dibiayai dengan fasilitas kredit yang diberikan. Dalam analisis aspek teknis ini juga
dimaksudkan agar usaha dari calon nasabah debitur selalu sehat dan tentunya akan
dapat berkembang serta produk yang dihasilkan mampu bersaing di pasaran.
Dengan kemampuan bersaing dari produk yang dihasilkan, tentu usaha yang
dilakukan akan mendatangkan keuntungan, dan berimbas pada lancarnya
pengembalian fasilitas kredit yang telah diberikan.
5. Aspek Manajemen.
Dapat berkembang atau tidaknya usaha yang dilakukan, juga tergantung pada
manajemen dari perusahaan yang mengelola usaha tersebut. Penilaian dalam aspek
manajemen, dimaksudkan melihat dan menilai struktur organisasi dari perusahaan
yang mengelola usaha yang dimaksud. Bank harus bisa menilai, bagaimana sumber
daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan calon nasabah debitur. Penilaian
sumber daya manusia ini, terkait dengan latar belakang pendidikan, serta
pengalaman dari manajemen dalam mengelola usaha yang akan dimintakan fasilitas
kredit. Dengan pengalaman yang dimiliki oleh sumber daya manusia dalam usaha
tersebut, kemungkinan usaha tersebut untuk dapat berkembang menjadi semakin
besar.
6. Aspek Sosial Ekonomi.
Penilaian dalam aspek social ekonomi ini, dimaksudkan untuk melihat dan
menganalisis dampak yang mungkin akan timbul terhadap masyarakat sekitar
setelah usaha yang dimintakan fasilitas kredit telah berjalan. Apakah dengan
adanya usaha yang akan dijalankan dapat menggairahkan perekonomian
masyarakat sekitar atau justru ada penolakan dari masyarakat sekitar terkait usaha
tersebut. Jika ada penolakan dari masyarakat sekitar, tentu perkembangan dari
usaha yang dibiayai dengan fasilitas kredit kecil kemungkinan untuk dapat
berkembang.
7. Aspek AMDAL.
Analisis mengenai dampak lingkungan, harus dilakukan oleh bank sebelum fasilitas
kredit diberikan. Analisis mengenai AMDAL ini, terkait dengan ada tidaknya
pencemaran lingkungan baik darat, laut, maupun udara setelah usaha yang dibiayai
dengan fasilitas kredit betul – betul dilaksanakan. Hal ini berhubungan dengan
kesehatan dari masyarakat sekitar setelah usaha dijalankan. Intinya dalam analisis
aspek AMDAL ini, jangan sampai ada pencemaran lingkungan baik darat, laut,
maupun udara setelah usaha yang dibiayai dengan fasilitas kredit berjalan.

C. TAHAP PELAKSANAAN KREDIT


Tahap pelaksanaan kredit, dilakukan setelah permohonan kredit yang diajukan oleh
calon nasabah debitur dinilai dan dianalisis kelayakannya oleh pejabat bank yang
terkait dalam penyaluran kredit. Melalui proses analisis, kemudian akan diberikan
rekomendasi untuk mengambil keputusan dari pihak bank, apakah kredit yang
dimohonkan diterima atau ditolak. Jika permohonan kredit ditolak, maka bank akan
mengirimkan surat penolakan kepada calon nasabah debitur disertai alasan – alasan,
mengapa permohonan ditolak. Sebaliknya, jika permohonan kredit dari calon nasabah
debitur disetujui, bank akan membuat surat persetujuan permohonan kredit.
Dalam persetujuan kredit yang dibuat oleh bank tersebut, biasanya menjelaskan
hal– hal antara lain :
1. Jenis kredit yang diberikan.
2. Jumlah / palfond kredit yang akan disalurkan.
3. Jangka waktu pengembalian kredit.
4. Biaya – biaya yang harus dibayar oleh nasabah debitur.
5. Besar bunga yang ditetapkan.
6. Jaminan kredit yang harus diserahkan oleh nasabah debitur.
7. Serta ketentuan – ketentuan lain yang berlaku dalam bank penyalur fasilitas
kredit yang bersangkutan.

Hal – hal yang tercantum dalam persetujuan kredit tersebut, akan dijelaskan dalam
struktur kredit setelah penandatanganan perjanjian kredit beserta lampiran –
lampirannya oleh kedua belah pihak dilaksanakan. Pada umumnya bagian – bagian
dalam struktur kredit adalah :
1. Nama Debitur.
2. Jumlah kredit yang disetujui.
3. Jenis kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Tujuan pengajuan kredit.
5. Jangka waktu pengembalian kredit.
6. Agunan yang dipakai untuk pengajuan kredit.
7. Ketersediaan dana terkait dengan pencairan kredit yang telah disetujui.
8. Tingkat suku bunga kredit dan denda yang dikenakan bila terjadi keterlambatan
dalam pembayaran angsuran.
9. Provisi, atau jasa bank sebagai penyedia kredit.
10. Commitment fee, yang merupakan jasa atas jenis kredit tertentu yang ditetapkan
oleh bank yang bersangkutan.

D. TAHAP PENGAWASAN / SUPERVISI KREDIT


Seperti yang sudah dipahami sebelumnya, bahwa dalam penyaluran kredit
terkandung unsur resiko yang dihadapi oleh bank selaku kreditur. Karena adanya
resiko yang dihadapi oleh bank, maka tahap pengawasan / supervise kredit mutlak
harus dilakukan. Sebenarnya, pengawasan/supervisi kredit ini merupakan upaya dari
bank untuk menjaga dan mengamankan kredit yang disalurkan dan bersifat preventif.
Selain itu tahap pengawasan kredit ini juga merupakan suatu system dalam pengelolaan
kredit, yang berfungsi sebagai penutup kelemahan dalam proses penyaluran kredit.
Tahap pengawasan kredit adalah tahap dimana dilakukan suatu proses penilaian
dan pemantauan kredit sejak analisis kredit dilakukan sampai dengan kredit yang
disalurkan dipergunakan oleh debitur sesuai dengan rencana yang telah disepakai oleh
kedua belah pihak. Karena itu dalam pengawasan kredit ini, diharapkan mampu
memberikan feedback khususnya kepada debitur maupun kreditur agar tindak lanjut
perbaikan dapat dilaksanakan. Institut Bankir Indonesia, menjelaskan bahwa yang
dimaksud pengawasan kredit adalah “upaya dari bank untuk melakukan pengamatan
dan penilaian secara sadar dan terus menerus terhadap keadaan kredit yang diberikan
kepada peminjam, sehingga setiap saat pemberi pinjaman dapat mengetahui tingkat
kelancaran usaha serta tingkat kemampuan pelunasan dari peminjam”.

Berdasarkan pengertian dari pengawasan kredit tersebut, beberapa literatur yang


ada menjelaskan bahwa perdasarkan tujuannya, pengawasan kredit dapat dibagi menjadi 2
(dua), yaitu :
1. Prefentif Control.
Yakni pengawasan kredit yang dilakukan, sebelum pencairan kredit, dengan
tujuan untuk mencegah kemungkinan terjadi penyimpangan dalam penggunaan
kredit.
2. Represif Control.
Yakni pengawasan kredit yang dilakukan setelah kredit dicairkan dan saat
penggunaan kredit, dengan tujuan untuk mengawasi setiap penyimpangan yang
terjadi.

Tujuan pengawasan kredit ada 4 (empat), yaitu :


1. Untuk menghindari penyelewengan – penyelewengan dalam penyaluran kredit
baik dari intern bank maupun pihak ekstern bank.
2. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran dari data administrasi bidang
perkreditan, serta penyusunan dokumentasi perkreditan yang lebih baik.
3. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan dan tata
laksana bidang perkreditan dan mendorong tercapainya rencana usaha yang
diajukan dalam permohonan kredit.
4. Untuk memastikan bahwa kebijakan perkreditan yang telah ditetapkan, meliputi
manual perkreditan, yakni surat – surat edaran yang terkait perkreditan dapat
dipatuhi serta dilaksanakan dengan baik.

Dengan memperhatikan tujuan dari pengawasan kredit tersebut terdahulu, dapat


dipahami bahwa pelaksanaan tahap pengawasan kredit mempunyai ruang lingkup yang
luas, dan tidak semata – mata hanya untuk mencari penyimpangan – penyimpangan atau
penyelewengan – penyelewengan saja.

Namun dalam tahap pengawasan kredit ini, juga merupakan pengendalian terhadap
beberapa hal, yakni :
1. Keamanan kredit.
Maksudnya adalah nilai ekonomi dari kredit yang telah disalurkan akan dapat
diterima kembali dengan wajar sesuai jangka waktu yang telah disepakati
bersama.
2. Terarahnya penggunaan kredit.
Dengan dilakukan pengawasan kredit, penggunaan kredit menjadi lebih terarah,
sehingga dapat sesuai dengan perencanaan penggunaan kredit yang telah
disepakati.
3. Produktifitas asset.
Dengan pengawasan kredit, menjadikan asset yang dimiliki menjadi lebih
produktif, dalam arti asset yang ada dapat menghasilkan baik bagi bank,
pengusaha maupun bagi masyarakat sekitar.
4. Tertib administrasi.
Pengawasan kredit menjadikan kegiatan administrasi perkreditan dalam hal
pencatatan akuntansi dapat menjadi lebih tertib.
5. Feedback unit kerja terkait.
Dengan dilaksanakannya pengawasan kredit, hasil temuan dalam tahap
pengawasan dapat dijadikan input atau masukan bagi unit kerja terkait untuk
perbaikan dalam penyaluran kredit berikutnya.
E. TAHAP PENYELAMATAN KREDIT
Tahap penyelamatan kredit adalah tahap dimana bank selaku penyalur kredit
melakukan upaya – upaya untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kerugian bagi
bank dan menyelamatkan kembali kredit yang telah disalurkan. Tahap penyelamatan
kredit oleh bank dilakukan kepada nasabah debitur yang mengalami kredit bermasalah,
namun masih mempunyai prospek dan kinerja yang memungkinkan untuk mampu
membayar kewajibannya dimasa mendatang.

Tindakan penyelamatan kredit yang dilakukan oleh bank, dapat berupa :


1. Restrukturisasi kredit.
2. Tindakan penyelamatan kredit lainnya.

 Restrukturisasi Kredit.
Restrukturisasi kredit adalah upaya penyelamatan kredit yang dilakukan oleh bank
terhadap debitur yang berpotensi atau mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya
untuk membayar angsuran kredit yang telah ditetapkan dan disetujui bersama.
Restrukturisasi kredit dilakukan kepada debitur yang memenuhi kriteria, antara lain :
1. Debitur mengalami kesulitan pembayaran kewajiban pokok dan atau bunga
kredit.
2. Debitur memiliki itikad baik dan kooperatif untuk memenuhi kewajibannya.
3. Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan diproyeksikan mampu
memenuhi kewajibannya setelah kredit direstrukturisasi.

Tujuan dari restrukturisasi kredit adalah adanya perbaikan secara simultan, baik
terhadap portofolio bank maupun debitur. Dengan dilakukan restrukturisasi, usaha debitur
diharapkan menjadi sehat kembali sehingga dapat memenuhi kewajibannya. Selain itu
diharapkan kualitas produktif menjadi semakin baik, sehingga tingkat kesehatan bank
menjadi lebih meningkat.
Kredit yang akan direstrukturisasi wajib dianalisa berdasarkan prospek usaha
debitur dan kemampuan membayar angsuran sesuai proyeksi arus kas. Dalam praktiknya
keputusan untuk melakukan restrukturisasi kredit dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi
dari pejabat yang berwenang dalam pemberian fasilitas kredit. Berdasarkan peraturan Bank
Indonesia nomor : 7/2/PBI/2005, dijelaskan bahwa upaya perbaikan yang dilakukan oleh
bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk
memenuhi kewajibannya, dapat dilakukan melalui :
1. Penurunan suku bunga kredit.
2. Perpanjangan jangka waktu pengembalian kredit.
3. Pengurangan tunggakan bunga kredit.
4. Pengurangan tunggakan pokok kredit.
5. Penambahan fasilitas kredit.
6. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut terdahulu, tindakan restrukturisasi


kredit dapat dilakukan antara lain melalui :
1. Reschedulling.
Yaitu strategi atau langkah penyelamatan kredit oleh bank dengan melakukan
perubahan jangka waktu pelunasan, jumlah setoran pelunasan dan atau
pembayaran bunga.
2. Reconditioning.
Yaitu strategi atau langkah penyelamatan kredit oleh bank dengan melakukan
perubahan syarat – syarat kredit atau membuat persyaratan baru.
3. Bentuk restrukturisasi lainnya, seperti penurunan suku bunga kredit,
pengurangan tunggakan bunga kredit, penambahan kredit, konversi valuta, atau
konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.

 Tindakan Penyelamatan Kredit Lainnya.


Selain restrukturisasi, tindakan penyelamatan kredit lainnya adalah dengan
pengambil alihan agunan atau asset debitur, yang sering dikenal dengan istilah AYDA
(Agunan Yang Diambil Alih). AYDA adalah aktiva yang diperoleh bank, baik melalui
pelelangan maupun diluar pelelangan berdasarkan penyerahan sukarela oleh pemilik
agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual diluar lelang dari pemilik agunan dalam hal
nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank.
Proses pengambilalihan atas agunan dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu :
1. Mekanisme lelang.
2. Mekanisme penjualan dibawah tangan dengan persetujuan fari pemilik agunan,
LATIHAN
Pilihlah jawaban yang benar dari alternative jawaban yang tersedia, dengan
memberikan tanda (X) pada huruf di depan alternative jawaban yang ada.
1. Pengajuan permohonan kredit diajukan secara tertulis dalam suatu proposal
kredit, yang sekurang – kurangnya meliputi hal berikut, kecuali :
a. Riwayat / profil perusahaan calon nasabah debitur.
b. Jaminan kredit yang diajukan.
c. Tujuan dalam membuka lapangan pekerjaan.
d. Surat permohonan kredit dari calon nasabah debitur.
e. Besar plafond kredit yang diajukan.
2. Dalam prosedur penyaluran kredit, secara umum tahap – tahap yang dilakukan
oleh bank pemberi fasilitas kredit adalah berikut ini, kecuali :
a. Tahap Pemutakhiran Data.
b. Tahap Permohonan.
c. Tahap Analisis.
d. Tahap Supervisi.
e. Tahap penyelamatan kredit.
3. Dalam Tahap Penilaian Kredit, sebelum bank menyalurkan fasilitas kredit
kepada calon nasabah debitur, 3 (tiga) hal yang harus menjadi pertimbangan
bank yang bersangkutan adalah :
a. Safety, Profitability, dan Continuity.
b. Profitability, Safety, dan Suitability.
c. Suitability, Continuity, dan Profitability.
d. Continuity, Safety, dan Suitability.
e. Profitability, Suitability, dan Marketability.
4. Fungsi dari dilaksanakannya analisa kredit adalah berikut ini, kecuali :
a. Sebagai syarat kredit dan sarana untuk menentukan struktur, jumlah plafond
kredit, jangka waktu kredit, sifat kredit, tujuan kredit dan sebagainya.
b. Sebagai sarana untuk pengendalian resiko dalam penyaluran kredit yang
dihadapi oleh bank.
c. Sebagai dasar bagi bank dalam menetukan tingkat suku bunga kredit serta
jaminan yang disyaratkan untuk dapat dipenuhi oleh calon nasabah debitur.
d. Sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan / direksi bank dalam proses
pengambilan keputusan.
e. Sebagai sarana untuk meningkatkan profitability bagi bank dan nasabah
yang bersangkutan.
5. Berikut adalah aspek – aspek yang perlu dinilai / dianalisa untuk menentukan
layak tidaknya fasilitas kredit disalurkan :
a. AMDAL, Finansial, Manajemen, Teknis, Party.
b. Manajemen, Profitabiliy, Yuridis, AMDAL, Finansial.
c. Yuridis, Profitability, Teknis, Finansial, Sosial Ekonomi.
d. Sosial Ekonomi, AMDAL, Manajemen, Yuridis, Teknis.
e. Marketing, Sosial Ekonomi, AMDAL, Yuridis, Party.
6. Tujuan dari Tahap Pengawasan Kredit, adalah berikut ini kecuali :
a. Untuk memastikan bahwa kebijakan perkreditan yang telah ditetapkan,
meliputi manual perkreditan, yakni surat – surat edaran yang terkait
perkreditan dapat dipatuhi serta dilaksanakan dengan baik.
b. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan dan tata
laksana bidang perkreditan dan mendorong tercapainya rencana usaha yang
diajukan dalam permohonan kredit.
c. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran dari data administrasi bidang
perkreditan, serta penyusunan dokumentasi perkreditan yang lebih baik.
d. Untuk menghindari penyelewengan – penyelewengan dalam penyaluran
kredit baik dari intern bank maupun pihak ekstern bank.
e. Untuk meningkatkan keuntungan dari perusahaan calon nasabah kreditur
maupun bank penyalur fasilitas kredit.
7. Strategi atau langkah penyelamatan kredit oleh bank dengan melakukan
perubahan jangka waktu pelunasan, jumlah setoran pelunasan dan atau
pembayaran bunga, disebut :
a. Reconditioning.
b. Reschedulling.
c. Remarketing.
d. Reprofitabiliting.
e. Reparenting.
8. Strategi atau langkah penyelamatan kredit oleh bank dengan melakukan
perubahan syarat – syarat kredit atau membuat persyaratan baru, disebut :
a. Reconditioning.
b. Reschedulling.
c. Remarketing.
d. Reprofitabiliting.
e. Reparenting.
9. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia nomor : 7/2/PBI/2005, dijelaskan bahwa
upaya perbaikan yang dilakukan oleh bank dalam kegiatan perkreditan terhadap
debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, dapat
dilakukan melalui hal berikut, kecuali :
a. Penambahan fasilitas kredit.
b. Penurunan suku bunga kredit.
c. Perpanjangan jangka waktu pengembalian kredit.
d. Penambahan tunggakan pokok kredit.
e. Pengurangan tunggakan pokok kredit.
10. Dengan dilaksanakannya pengawasan kredit, hasil temuan dalam tahap
pengawasan dapat dijadikan input atau masukan bagi unit kerja terkait untuk
perbaikan dalam penyaluran kredit berikutnya. Hal ini merupakan bentuk
pengendalian dalam pengawasan kredit, yakni :
a. Tertib administrasi.
b. Produktivitas asset.
c. Feedback unit kerja terkait.
d. Terarahnya penggunaan kredit.
e. Keamanan kredit.

RANGKUMAN
1. Prosedur penyaluran kredit selalu dimulai dengan adanya permohonan kredit
dari calon nasabah debitur, baik dari percakapan lisan, maupun pengajuan
permohonan secara tertulis.
2. Prosedur penyaluran kredit untuk setiap bank berbeda tergantung kebijakan dari
masing – masing bank yang bersangkutan, namun secara umum meliputi :
a. Tahapan permohonan kredit.
b. Tahapan penilaian kredit (analisa kredit).
c. Tahapan pelaksanaan kredit.
d. Tahapan supervise atau pengawasan kredit.
e. Tahapan penyelamatan kredit.
3. Pengajuan permohonan kredit diajukan secara tertulis dalam suatu proposal
kredit, yang sekurang – kurangnya meliputi :
a. Surat Permohonan Kredit dari calon nasabah debitur.
b. Riwayat / Profil Perusahaan calon nasabah debitur.
c. Tujuan dari penggunaan kredit yang diajukan.
d. Berapa besar plafond kredit yang diajukan.
e. Jangka waktu pengembalian kredit.
f. Jaminan kredit yang diajukan.
4. Dalam tahap penilaian kredit, sebelum bank menyalurkan fasilitas kredit kepada
calon nasabah debitur, 3 (tiga) hal yang harus menjadi pertimbangan bank yang
bersangkutan adalah :
a. Safety.
b. Suitability.
c. Profitability.
5. Fungsi dari dilaksanakannya tahap analisa kredit adalah :
a. Sebagai dasar bagi bank dalam menetukan tingkat suku bunga kredit serta
jaminan yang disyaratkan untuk dapat dipenuhi oleh calon nasabah debitur.
b. Sebagai sarana untuk pengendalian resiko dalam penyaluran kredit yang
dihadapi oleh bank.
c. Sebagai syarat kredit dan sarana untuk menentukan struktur, jumlah plafond
kredit, jangka waktu kredit, sifat kredit, tujuan kredit dan sebagainya.
d. Sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan / direksi bank dalam proses
pengambilan keputusan.
e. Sebagai alat informasi yang diperlukan untuk bahan evaluasi kredit.
6. Tujuh aspek yang perlu dinilai untuk menentukan layak tidaknya fasilitas kredit
diberikan adalah :
a. Aspek Yuridis.
b. Apek Marketing..
c. Aspek Finansial.
d. Aspek Teknis.
e. Aspek Manajemen.
f. Aspek Sosial Ekonomi.
g. Aspek AMDAL
7. Dalam tahap pelaksanaan kredit, dibuat persetujuan kredit oleh bank , biasanya
menjelaskan hal – hal antara lain :
a. Jenis kredit yang diberikan.
b. Jumlah / palfond kredit yang akan disalurkan.
c. Jangka waktu pengembalian kredit.
d. Biaya – biaya yang harus dibayar oleh nasabah debitur.
e. Besar bunga yang ditetapkan.
f. Jaminan kredit yang harus diserahkan oleh nasabah debitur.
g. Serta ketentuan – ketentuan lain yang berlaku dalam bank penyalur fasilitas
kredit yang bersangkutan.
8. Berdasarkan tujuannya, tahap pengawasan kredit, merupakan tindakan preventif
control dan represif control dari bank terhadap nasabah debitur yang mendapat
penyaluran fasilitas kredit.
9. Tujuan dari tahap pengawasan kredit adalah :
a. Untuk menghindari penyelewengan – penyelewengan dalam penyaluran
kredit baik dari intern bank maupun pihak ekstern bank.
b. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran dari data administrasi bidang
perkreditan, serta penyusunan dokumentasi perkreditan yang lebih baik.
c. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan dan tata
laksana bidang perkreditan dan mendorong tercapainya rencana usaha yang
diajukan dalam permohonan kredit.
d. Untuk memastikan bahwa kebijakan perkreditan yang telah ditetapkan,
meliputi manual perkreditan, yakni surat – surat edaran yang terkait
perkreditan dapat dipatuhi serta dilaksanakan dengan baik.
10. Tahap penyelamatan kredit yang dilakukan oleh bank dapat berupa :
a. Restrukturisasi Kredit.
b. Tindakan penyelamatan kredit lainnya.
11. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia, tindakan restrukturisasi kredit dapat
dilakukan antara lain melalui :
a. Resechedulling.
b. Reconditioning.
c. Bentuk Restrukturisasi lainnya.

TEST FORMATIF
Jawablah pertanyaan – pertanyaan berikut dengan memberikan penjelasan yang
diperlukan !
1. Sebut dan jelaskan secara singkat 6 (enam) hal yang sekurang – kurangnya
harus ada dalam proposal pengajuan kredit !
2. Sebut dan jelaskan secara singkat 5 (lima) tahapan dalam prosedur penyaluran
kredit !
3. Apakah yang dimaksud dengan AYDA dalam tindakan penyelamatan kredit
oleh bank ? Jelaskan dengan memberikan contoh !
4. Sebut dan jelaskan secara singkat 3 (tiga) kriteria dari debitur yang bisa
diberikan Restrukturisasi kredit oleh bank !
5. Jelaskan dengan memberikan contoh perbedaan antara Prefentif control dengan
represif control dalam pengawasan kredit !
6. Sebut dan jelaskan secara singkat 7 (tujuh) aspek yang perlu dinilai, dalam
menentukan kelayakan pemberian fasilitas kredit oleh bank !
7. Dalam tahap penilaian kredit, sebelum bank menyalurkan fasilitas kredit kepada
calon nasabah debitur, ada 3 (tiga) hal yang harus menjadi pertimbangan bank
yang bersangkutan. Sebut dan jelaskan secara singkat !
8. Jelaskan bahwa dalam tahap pengawasan kredit ini, juga merupakan
pengendalian terhadap produktifitas asset bank atau perusahaan !
9. Jelaskan apa yang dmaksud dengan Reconditioning dalam tindakan
restrukturisasi kredit menurut Bank Indonesia !
10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Reschedulling dalam tindakan
penyelamatan kredit menurut Bank Indonesia !
KUNCI JAWABAN LATIHAN
1. C.
2. A.
3. B.
4. E.
5. D.
6. E.
7. B.
8. A.
9. D.
10. C.
Daftar Pustaka

Hadiwijaya, (1991).Analisis Kredit, Jakarta. Penerbit Pionir Jaya.

Fahmi, Irham,S.E.,M.Si. (2014). Manajemen Perkreditan, Bandung, Penerbit Alfabeta.

Jopie Jusuf (2003). Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, Jakarta, Penerbit PT Elex Media
Komputindo.

Kasmir, (2001).Manajemen Perbankan, Jakarta. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.

Pudjo Muljono, Teguh, (2001).Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Cetakan Ke-
3, Yogyakarta. Penerbit BPFE.

Sinungan, Mucdharsyah, (1983).Dasar – Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Jakarta.


Penerbit PT.Bina Aksara.

Sutojo, Siswanto, (2000).Strategi Umum Kredit Bank Umum, Jakarta. PT.Damar Mulia
Puskata.

Suyatno,Thomas, dkk.,(1990).Dasar – Dasar Perkreditan, Jakarta. PT.Gramedia.

Undang – Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perubahan UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Program Studi:
Buku Ajar :
Keuangan dan Perbankan
Manajemen Perkreditan
Semester: 4 Politeknik Negeri
Balikpapan

MODUL 3
JENIS – JENIS KREDIT DAN BENTUK – BENTUK PERJANJIAN
KREDIT

PENDAHULUAN
Sesuai dengan perkembangan perekonomian saat ini, dapat dipahami bila
kebutuhan masyarakat akan dana untuk mengembangkan usahanya maupun untuk
kebutuhan pribadinya semakin meningkat. Bank sesuai dengan fungsinya sebagai
“financial intermediary”, yakni sebagai lembaga perantara yang menghimpun dana dari
masyarakat dan kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit
perbankan, dapat menjawab akan kebutuhan masyarakat tersebut. Keberadaannya banyak
membantu masyarakat dalam penyediaan kebutuhan dana masyarakat baik untuk usaha
maupun untuk konsumtip pribadi..
Berbagai alasan bagi anggota masyarakat untuk memperoleh fasilitas kredit
perbankan, yakni :
1. Kegiatan Konsumtip.
Masyarakat memerlukan fasilitas kredit untuk memenuhi kebutuhan konsumtipnya,
misalnya membeli mobil, rumah, mesin atau peralatan, computer dan mungkin barang
lainnya. Melalui fasilitas kredit yang diperoleh dari bank, masyarakat tidak perlu
menyediakan seluruh uang untuk mendapat barang yang diinginkan. Masyarakat cukup
menyediakan sejumlah uang tertentu sebagai uang muka (down payment), dan sisanya
dapat diperoleh dari bank.
2. Membuka usaha baru.
Tentunya dapat dipahami, bahwa untuk memulai dan membuka usaha baru
dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut, kecil kemungkinannya untuk dapat
dipenuhi seluruhnya oleh si pengusaha. Karena itu, dengan berbekal sejumlah dana
tertentu, reputasi bisnis, serta didukung dengan pengalaman dan kemampuan yang
dimiliki, pengusaha tersebut dapat mengajukan kredit ke bank untuk mencukupi
kebutuhannya.
3. Ekspansi Usaha.
Bila usaha yang dilaksanakan oleh si pengusaha dapat berkembang, dalam artian
produknya diterima oleh pasar, tentu ada keinginan dari si pengusaha untuk melakukan
ekspansi usaha. Ekspansi pasar yang dilakukan oleh si pengusaha, tentu memerlukan dana
tambahan. Dana tambahan tersebut bisa didapatkan oleh pengusaha dengan mengajukan
fasilitas kredit ke bank. Ekspansi usaha yang dilakukan si pengusaha, bisa dalam bentuk
ekspansi vertical maupun ekspansi horizontal. Yang dimaksud dengan ekspansi vertical
adalah ekspansi perusahaan dengan menambah variasi keguatan usaha. Adapun yang
dimaksud dengan ekspansi horizontal adalah ekspansi perusahaan dengan menambah
kapasitas produksi.
4. Rehabilitasi.
Seiring dengan berjalannya waktu, tentu perusahaan memerlukan dana untuk
melakukan perawatan atau perbaikan bahkan mungkin penyempurnaan beberapa bagian
bangunan dan peralatannya. Jika dana yang diperlukan tidak tersedia di perusahaan, maka
tentu si pengusaha akan mencari dana pinjaman ke pihak lain untuk mendapatkannya.
Untuk hal tersebut pengusaha bisa mengajukan pinjaman kredit ke bank.
5. Modernisasi.
Perusahaan dapat memanfaatkan fasilitas kredit bank, untuk melakukan
modernisasi peralatan perusahaannya. Modernisasi peralatan jelas dibutuhkan oleh
perusahaan agar tidak ketinggalan teknologi dengan perusahaan pesaing. Untuk
memodernisasi peralatan, tentu perusahaan memerlukan dana yang tidak sedikit. Untuk
itulah pengusaha dapat mengajukan fasilitas kredit kepada bank untuk memenuhi
kebutuhan dananya.
6. Memenuhi kebutuhan dana sesaat (Modal Kerja Darurat).
Dalam mengajukan fasilitas kredit, pengusaha mempunyai alasan yang berbeda –
beda. Salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan dana dalam keadaan darurat.
Misalnya adalah kebutuhan untuk membayar gaji karyawan mingguan. Bila kebetulan pada
saat yang bersamaan, dana yang dibutuhkan belum tersedia di kas perusahaan, maka
perusahaan dapat mengajukan pinjaman fasilitas kredit ke bank.
KEGIATAN BELAJAR 1
A. JENIS – JENIS KREDIT
Seperti yang sudah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa antara kemampuan
finansial yang dimiliki seorang pengusaha dengan kebutuhan untuk mengoperasikan dan
mengembangkan perusahaan tidak sebanding, maka untuk memenuhi kebutuhan dana
perusahaan, seorang pengusaha senantiasa berhubungan dengan lembaga keuangan,
khususnya bank untuk mengajukan fasilitas kredit demi memenuhi kebutuhan finansial
perusahaannya. Kredit merupakan solusi keuangan untuk menjembatani kebutuhan
finansial perusahaan yang relative tidak terbatas dengan kemampuan finansial perusahaan
yang terbatas.
Jenis – jenis kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan, khususnya bank ada
bermacam – macam. Berikut merupakan jenis – jenis kredit perbankan berdasarkan
pengelompokan yang dilakukan oleh bank.
1. Kredit berdasarkan sifat kegunaannya.
Pada dasarnya kredit yang diajukan oleh calon nasabah debitur memiliki tujuan dan
kegunaan yang berbeda – beda. Bisa untuk kegiatan konsumtip, bisa juga untuk
kegiatan produktif. Berdasarkan sifat kegunaannya, kredit dapat dibedakan menjadi 4
(empat), yakni :
a. Kredit Modal Kerja (Working Capital Credit).
Kredit modal kerja adalah kredit yang diajukan oleh calon nasabah debitur yang
tujuannya digunakan sebagai modal kerja atau kegiatan usaha, baik untuk
memulai usaha maupun memperluas usaha. Berdasarkan kegunaannya jenis
kredit ini termasuk jenis kredit produktif. Dinamakan kredit produktif karena
sesuai dengan tujuannya, kredit ini digunakan untuk menciptakan kegiatan
usaha untuk menghasilkan sebuah produk barang dan jasa. Kredit modal kerja
ini biasanya digunakan untuk membeli bahan baku (material) atau membeli
kebutuhan suku cadang (spare part).
b. Kredit Investasi (Investment Credit).
Kredit Investasi adalah kredit yang diajukan oleh calon nasabah debitur
digunakan untuk kegiatan investasi. Kredit investasi sifatnya produktif, karena
diharapkan dengan kegiatan investasi ini dapat menghasilkan keuntungan bagi
pengusaha yang bersangkutan. Dana yang diperoleh oleh nasabah dari kredit
investasi ini, biasanya digunakan untuk membeli barang – barang modal
(capital goods).
c. Kredit Perdagangan (Trade Credit).
Kredit perdagangan adalah kredit yang diajukan oleh calon nasabah kredit
dimana dana yang akan diperolehnya digunakan untuk keperluan perdagangan.
Kredit ini dibuat dengan tujuan agar barang yang telah diproduksi menjadi lebih
berguna dan bisa dipakai oleh semua orang yang memerlukan. Dengan kata lain
kredit perdagangan ini digunakan untuk meningkatkan utility of place
(kegunaan tempat dari barang yang bersangkutan). Umumnya kredit
perdagangan ini dibagi menjdai 2 (dua), yakni :
1. Kredit perdagangan dalam negeri.
2. Kredit perdagangan luar negeri.
d. Kredit Konsumtip (Consumptive Credit).
Kredit Konsumtip adalah kredit yang diajukan oleh calon nasabah debitur untuk
keperluan pribadi dari si pemohon. Jadi kredit konsumtip digunakan untuk
mencukupi kebutuhannya yang sifatnya pribadi/personal, misalnya untuk
membeli perlengkapan rumah, renovasi rumah, mobil, motor atau kebutuhan
yang lain.
2. Kredit berdasarkan jangka waktu pengembalian.
Salah satu unsur dari kredit adalah adanya jangka waktu. Jangka waktu dalam hal
ini terkait dengan kesanggupan dari si debitur untuk mengembalikan fasilitas kredit
yang diterimanya. Biasanya jangka waktu ini terkait dengan besarnya pinjaman kredit
yang diberikan oleh bank. Berdasarkan jangka waktu pengembaliannya, kredit dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yakitu :
a. Kredit Jangka Pendek (Short Term Credit).
Kredit jangka pendek adalah kredit dimana jangka waktu pengembalian dari
kredit yang bersangkutan adalah selama – lamanya atau maksimum 1 (satu)
tahun. Kredit jenis ini biasanya diberikan kepada nasabah yang kegiatan
usahanya dapat menghasilkan keuntungan yang relative singkat, misalnya
kredit untuk usaha pertanian. Umumnya usaha pertanian dapat menghasilkan
panen lebih dari 1 (satu) kali dalam satu tahun / musim.
b. Kredit Jangka Menengah (Medium Term Loan).
Kredit Jangka Menengah adalah kredit dimana jangka waktu pengembalian dari
kredit yang diterimanya adalah maksimal 3 tahun. Artinya jangka waktu
pengembalian dari kredit ini adalah antara 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun.
Kredit ini biasanya digunakan untuk membantu permodalan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM), dengan nilai plafond kredit yang tidak terlalu besar.
Umumnya plafond kredit yang diberikan adalah dibawah 100 juta rupiah. Dana
yang didapat oleh debitur dalam kredit jenis ini biasanya digunakan untuk
keperluan membeli bahan baku (material), membayar upah buruh, membeli
suku cadang (spare part), dan lain – lain.
c. Kredit Jangka Panjang (Long Term Loan).
Kredit Jangka Panjang adalah kredit dimana jangka waktu pengembalian dari
kredit yang diterimanya adalah lebih dari 3 (tiga) tahun, bahkan kadang –
kadang bisa lebih dari 5 (lima) tahun. Kredit jangka panjang ini biasanya
diberikan untuk membiayai kegiatan usaha yang membutuhkan pengembalian
modal berdasarkan perhitungan cukup lama dalam memberikan keuntungan.
Misalnya kredit yang diberikan untuk industri kelapa sawit ataupun industri
karet. Selain itu, kredit jenis, bila didapatkan dananya oleh debitur, biasanya
juga digunakan untuk memperluas usaha dengan membuka kantor cabang baru
baik di luar negeri maupun di daerah yang lain, juga bisa untuk mengerjakan
proyek baru.
3. Kredit berdasarkan cara pemberiannya.
Berdasarkan mekanisme serta aliran dana yang diberikan antara pihak pemberi
pinjaman dengan pihak peminjam, kredit dapat dibedakan menjdi 3 (tiga) jenis, yaitu :
a. Kredit Aksep.
Kredit aksep adalah kredit yang terjadi antara pihak bank selaku pemberi
pinjaman dengan pihak debitur sebagai penerima pinjaman. Kredit jenis ini
merupakan kredit yang paling umum dikenal dimasyarakat. Dilihat dari sudut
perbankan, kredit ini merupakan kegiatan perbankan yang memberikan
keuntungan terbesar bagi usahanya. Sehingga pada umumnya kredit merupakan
kegiatan yang pokok dari kegiatan perbankan secara keseluruhan.
b. Kredit Penjual.
Kredit penjual adalah kredit yang terjadi antara pihak penjual dengan pihak
pembeli. Dimana penjual bertindak selaku pemberi pinjaman, sedangkan
pembeli merupakan pihak yang menerima pinjaman. Dalam kredit penjual ini,
umumnya barang diterima terlebih dahulu oleh pembeli, sedangkan cara
pebayarannya dapat dilakukan secara bertahap. Kredit penjual ini biasanya
terjadi antara pihak supplier dan pihak distributor, dan terjadi di pasar grosir.
c. Kredit Pembeli.
Berkebalikan dengan kredit penjual, dalam kredit pembeli, pihak pembeli
melakukan pembayaran di awal, yang umumnya disebut dengan pembayaran
uang muka, sedangkan barang yang dibeli akan diserahkan dikemudian hari.
Kredit jenis ini, umumnya dilakukan untuk pembelian barang – barang impor,
atau juga untuk barang – barang dalam program pre order atau produk soft
launching.
4. Kredit berdasarkan sektor perekonomian.
Kredit berdasarkan sektor perekonomian adalah kredit yang diberikan kepada calon
nasabah debitur dengan tujuan untuk menggerakkan kegiatan perekonomian di sektor
tertentu. Dengan adanya kredit ini diharapkan produktivitas perusahaan calon nasabah
debitur dapat meningkat, dan biasanya ditujukan untuk kegiatan ekspor. Kredit
berdasarkan sektor perekonomian, dibedakan menjadi 7 (tujuh) jenis, yaitu :
a. Kredit pertanian.
Kredit pertanian adalah kredit yang diberikan untuk kegiatan pertanian,
perkebunan, peternakan dan perikanan. Biasanya kredit jenis ini dikucurkan
bersamaan dengan dlaksanakannya program pemerintah, yakni program
penyuluhan, perbaikan kualitas atau program peningkatan kemampuan
masyarakat.
b. Kredit Perindustrian.
Kredit perindustrian adalah kredit yang diberikan untuk kegiatan industri. Baik
itu industri skala kecil, skala menengah, maupun industri skala besar. Tujuan
dari penggunaan kredit industri adalah untuk perluasan kegiatan usaha ataupun
produksi. Selain itu, kredit industri ini juga digunakan untuk membuka usaha
yang baru.
c. Kredit Pertambangan.
Kredit pertambangan adalah kredit yang diberikan digunakan untuk membiayai
kegiatan pertambangan. Kredit pertambangan ini jangka waktunya relatif lama,
misalnya kredit untuk pertambangan emas, pertambangan minyak, ataupun
untuk pertambangan batu bara.
d. Kredit Ekspor Impor.
Kredit Ekspor Impor adalah kredit yang diberikan kepada nasabah untuk
kegiatan ekspor impor. Kredit ini dimana bank memberikan fasilitas kredit /
dana kepada eksportir maupun kepada importir untuk menghasilkan barang
yang mempunyai permintaan yang tinggi. Dengan adanya demand yang tingggi
diharapkan dapat memberikan keuntungan kepada para nasabah yang
melakukan kegiatan eksportir maupun kegiatan importer.
e. Kredit Koperasi.
Kredit Koperasi adalah kredit yang diberikan kepada berbagai jenis koperasi.
Kredit ini diberikan dalam rangka menggerakkan fungsi pendanaan kepada
anggota koperasi yang bersangkutan. Selain itu kredit koperasi juga
dimaksudkan untuk membantu permodalan baru sehingga koperasi dapat
menambah pelayanannya kepada anggota khususnya maupun kepada
masyarakat luas pada umumnya.
f. Kredit Profesi.
Kredit Profesi adalah kredit yang diberikan kepada para professional, misalnya
guru, dokter, tenaga akuntan, atau juga kepada para karyawan swasta. Biasanya
kredit profesi ini ada desain atau aturan khusus dari pemerintah, karena
prinsipnya kredit jenis ini adalah membantu para tenaga professional dengan
memberikan subsidi.
g. Kredit Perumahan.
Kredit perumahan adalah kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membantu
para nasabah untuk mendapatkan rumah. Jenis kredit ini biasanya dikenal
dengan KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Kredit jenis ini paling banyak dicari
oleh masyarakat/keluarga baru, karena dengan fasilitas kredit ini keluarga baru
dapat memiliki pembiayaan untuk mendapatkan rumah atau membangun
rumah baru.
5. Kredit berdasarkan bentuk jaminan atau agunan.
Seperti yang sudah diuraikan dibagian sebelumnya, bahwa salah satu unsur dari
pemberian fasilitas kredit adalah adanya unsur risk atau unsur resiko. Karena adanya
unsur resiko dalam pemberian fasilitas kredit, maka untuk memberikan rasa aman
dalam penyaluran fasilitas kredit, dibutuhkan adanya jaminan agar pihak penerima
kredit maupun pihak yang memberikan kredit memiliki rasa tanggungjawab terhadap
kewajibannya masing – masing.
Berdasarkan bentuk jaminan yang diberikan saat penyaluran fasilitas kredit, maka
jenis kredit dapat dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu :
a. Kredit dengan jaminan orang.
Kredit dengan jaminan orang, maksudnya adalah kredit disalurkan karena
adanya seseorang yang menjamin bahwa dana yang telah disalurkan akan
kembali sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati bersama. Pemberian
kredit semacam ini biasanya bersifat kekeluargaan, dimana masing – masng
pihak memberikan kepercayaan yang penuh bahwa akan bertanggungjawab
sesuai dengan kewajibannya masing – masing.
b. Kredit dengan jaminan Commercial paper (Surat Berharga).
Kredit dengan jaminan commercial paper, maksudnya adalah kredit yang
disalurkan jaminannya berupa saham, obligasi (bond) atau surat berharga
tertentu yang didaftarkan dan diperdagangkan di bursa efek.
c. Kredit dengan jaminan barang.
Kredit dengan jaminan barang, maksudnya adalah kredit disalurkan karena
adanya jaminannya berbentuk barang yang diserahkan oleh pihak debitur.
Jaminan barang ini bisa berupa barang bergerak, barang tidak bergerak / barang
tetap, dan juga logam mulia.
d. Kredit tanpa jaminan (Insecured Loan).
Kredit tanpa jaminan ini sering disebut dengan kredit blanko. Kredit blanko ini
diberikan kepada debitur tanpa adanya jaminan, namun atas dasar kepercayaan
saja, dari kreditur, bahwa debitur dianggap mampu untuk mengembalikan
pinjaman tersebut.
6. Kredit berdasarkan tingkat golongan ekonomi.
Kredit berdasarkan tingkat golongan ekonomi, maksudnya adalah dalam
penyaluran fasilitas kredit, pihak bank terlebih dahulu melihat kemampuan finansial
atau asset yang dimiliki oleh calon nasabah debitur.
Berdasarkan tingkat golongan ekonomi, kredit dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
jenis, yaitu :
a. Kredit Golongan Ekonomi Lemah.
Kredit golongan ekonomi lemah, adalah kredit yang diberikan kepada
pengusaha yang memiliki jumlah kekayaan total dibawah 600 juta rupiah.
Kekayaan si pengusaha yang dimaksud tidak termasuk nilai dari kekayaan
property. Contoh kredit ini adalah Kredit Usaha Kecil (KUK), dan Kredit
Usaha Tani (KUT).
b. Kredit Golongan Ekonomi Menengah dan Konglomerat.
Kredit jenis ini biasanya diberikan kepada pengusaha yang memiliki jumlah
kekayaan diatas 600 juta rupiah. Kredit golongan ekonomi menengah dan
konglomerat umumnya diberikan kepada para pengusaha besar, juga kepada
para developer.
7. Kredit berdasarkan cara penarikan dan pelunasan.
Berdasarkan mekanisme dalam proses penarikan maupun pelunasannya, kredit
jenis ini ada 2 (dua) macam, yaitu :
a. Kredit Rekening Koran.
Kredit Rekening Koran adalah kredit yang memiliki fleksibilitas tinggi dalam
penarikan maupun pelunasan. Kredit Rekening Koran pembayarannya dapat
dilakukan sewaktu-waktu. Cara penarikannya juga bisa dengan cara cek , bilyet,
giro, dan pemindah bukuan. Adapun cara pelunasannya dapat dilakukan dengan
cara pembayaran secara berangsur-angsur. Perhitungan bunga disesuaikan
dengan jumlah pinjaman per harinya dan penarikannya harus mendapat
persetujuan plafond kredit terlebih dahulu.
b. Kredit Berjangka.
Kredit berjangka dalam penarikannya, besar nilai yang akan ditarik disesuaikan
dengan jenis plafond nya. Cara pelunasannya pun diatur dalam perjanjian yang
disepakati bersama. Umumnya pelunasan kredit dilakukan setelah tenggang
waktu kredit telah berakhir. Pembayarannya pun dapat dilakukan secara tunai
maupun secara angsuran, sesuai kesepakatan antara pihak kreditur dan debitur.
8. Kredit berdasarkan kualitas kelancaran pembayaran angsuran.
Saat kredit disalurkan kepada nasabah debitur / masyarakat, hal ini berarti bahwa
bank telah melakukan kebijakan perputaran piutang (receivable turnover), dalam
jumlah tertentu dan siap untuk melakukan penarikan receivable tersebut dengan
ditambah keuntungan yang berupa bunga (interest). Pastinya dari receivable
turnover tersebut, akan diketahui mana debitur yang lancar membayar cicilan dan
bunganya, serta mana debitur yang tidak tepat waktu dalam membayar
kewajibannya. Karenanya berdasarkan kualitas dalam membayar cicilan pokok
beserta bunga yang sudah menjadi kesepakatan, kredit jenis ini dibedakan menjadi
2 (dua), yaitu :
a. Kredit Performing.
Kredit performing (performing credit), adalah kredit dimana debitur dalam
melunasi kewajibannya tergolong lancar atau harus mendapat perhatian khusus.
Yang tergolong kredit performing ada 2 (dua), yaitu :
1. Kredit dengan kualitas lancar, jika debitur tidak pernah melakukan
tunggakan dalam membayar kewajibannya, baik pokok pinjaman maupun
bunganya.
2. Kredit dengan kualitas harus mendapat perhatian khusus, jika debitur
dalam melunasi kewajibannya untuk membayar pokok pinjaman dan
bunganya terdapat tunggakan antara 1 (satu) sampai dengan 90 (Sembilan
puluh) hari dari tanggal yang sudah disepakai bersama.
b. Kredit Nonperforming.
Kredit nonperforming (nonperforming credit), adalah kredit dimana debitur
dalam melunasi kewajibannya tergolong kurang lancar, diragukan atau macet.
Yang tergolong kredit nonperforming ada 3 (tiga), yaitu :
1. Kredit dikatakan dengan kualitas kurang lancar, jika debitur dalam
melunasi kewajibannya untuk membayar pokok pinjaman maupun bunga
terdapat tunggakan antara 91 (Sembilan puluh satu) sampai dengan 120
(seratus dua puluh) hari dari tanggal yang sudah disepakati bersama.
2. Kredit dengan kualitas diragukan, jika debitur dalam melunasi
kewajibannya untuk membayar pokok pinjaman dan bunga terdapat
tunggakan antara 121 (seratus dua puluh satu) sampai dengan 180 (seratus
delapan puluh) hari dari tanggal yang sudah disepakati bersama.
3. Kredit dengan kualitas macet, jika debitur dalam melunasi kewajibannya
untuk membayar pokok pinjaman dan bunga terdapat tunggakan lebih dari
180 (seratus delapan puluh) hari dari tanggal yang sudah disepakati
bersama.

B. Kredit Sindikasi
Selain jenis – jenis kredit yang sudah diuraikan pada bagian terdahulu, dalam
praktiknya, kadang – kadang suatu bank mengalami kendala atau ketidakmampuan
dalam menyiapkan dana yang dibutuhkan oleh calon nasabah debitur. Hal ini bisa
terjadi, karena pada saat calon nasabah debitur mengajukan permohonan kredit kepada
bank yang bersangkutan, secara kebetulan saat itu bank tersebut belum memiliki dana
cash (tunai) dalam jumlah yang memungkinkan, namun bank yang bersangkutan punya
keyakinan bahwa calon nasabah debitur tersebut layak (feasible) untuk menerima
kredit yang diajukan. Dalam keadaan yang demikian biasanya bank yang bersangkutan
melakukan kebijakan berupa kredit sindikasi (syndicate loans).
 Pengertian Kredit Sindikasi.
Berdasarkan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), yang dimaksud
dengan kredit sindikasi (syndicate loans) adalah kredit yang diberikan secara
bersama – sama oleh 2 (dua) bank atau lebih atau perusahaan pembiayaan lainnya
kepada calon nasabah debitur, dengan pembagian dana, resiko dan pendapatan
(baik bunga dan provisi/komisi) sesuai dengan porsi kepesertaan masing – masing
anggota sindikasi.
 Ciri – ciri Kredit Sindikasi.
Secara umum, kredit sindikasi memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1. Melibatkan lebih dari 1 (satu) bank atau lembaga keuangan.
2. Mempunyai syarat – syarat dan ketentuan yang sama bagi masing – masing
bank atau lembaga pembiayaan yang menjadi peserta kredit sindikasi.
3. Hanya ada 1 (satu) dokumentasi yang menjadi pegangan dari masing – masing
bank atau lembaga keuangan peserta.
4. Kerjasama dalam kredit sindikasi ini diadministrasikan oleh 1 (satu) agen yang
sama bagi semua bank / lembaga keuangan peserta.
 Keterlibatan bank dalam Kredit Sindikasi.
Berdasarkan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), mengacu pada
aktivitas masing – masing bank dalam kredit sindikasi, bank yang terlibat dalam
pemberian kredit sindikasi, dapat bertindak sebagai :
1. Arranger, yakni bank yang mensponsori / memfasilitasi terbentuknya kelompok
“Bank Sindikasi”.
2. Agent, yakni bank yang bertindak sebagai pemimpin kelompok bank peserta
sindikasi, yang sering disebut sebagai Bank Induk.
3. Participant, yakni bank yang ikut serta mendanai pemberian kredit sindikasi
tersebut.

C. BENTUK – BENTUK PERJANJIAN KREDIT


Berdasarkan Undang – Undang No.10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undng –
Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 pasal 1 ayat 11, menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan Perjanjian Kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara pemberi
kredit dan penerima kredit. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara
pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit.

Pasal 1313 Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan perjanjian adalah


suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum antara dua
pihak pembuatnya yang dinamakan perikatan. Hubungan hukum yaitu hubungan yang
menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila
salah satu pihak tidak memenuhi hak dan kewajiban secara sukarela maka salah satu
pihak dapat menuntut melalui pengadilan.

Sedangkan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak
yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut sesuatu
disebut kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut
debitur.

 Syarat Sah Perjanjian Kredit


Berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata, ada 4 (empat) syarat yang menentukan sah
nya suatu perjanjian. Karena perjanjian kredit elemen pembentuknya adalah perjanjian
pada umumnya, maka perjanjian kredit dinyatakan sah jika memenuhi 4 (empat) syarat
seperti yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata tersebut.
Syarat – syarat tersebut adalah :
1. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.
Yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa kedua belah pihak yang membuat
perjanjian, setuju atau sepakat dengan hal – hal pokok yang tercantum dalam surat
kontrak / surat perjanjian yang telah ditandatangani. Pasal 1320 KUHPerdata juga
menentukan bahwa, kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena adanya
paksaan, penipuan ataupun kekhilafan dari pihak manapun.
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
Yang dimaksud dengan kata cakap dalam melakukan perbuatan hukum adalah
setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Yang dimaksud dengan
sudah dewasa menurut KUHPerdata adalah untuk laki – laki telah berumur 21
tahun, dan untuk wanita telah berumur 19 tahun.
Berdasarkan pasal 1330 KUHPerdata, orang – orang yang tidak cakap dalam
melakukan perjanjian adalah :
a. Orang – orang yang belum dewasa.
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.
c. Orang – orang perempuan yang telah kawin. Namun ketentuan ini menjadi
hapus / hilang dengan berlakunya Undang – Undang No.1 Tahun 1974 tentang
perkawinan. Dimana dalam pasal 31 Undang – Undang No 1 tahun 1974,
menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang, dan
masing – masing berhak melakukan perbuatan hukum.
3. Adanya Obyek.
Yang dimaksud dengan obyek dalam hal ini adalah bahwa sesuatu yang
diperjanjikan dalam perjanjian yang dibuat haruslah suatu hal atau barang yang
jelas. Terkait dengan obyek ini, dijelaskan dalam pasal 1332 KUHPerdata, yakni
“hanya barang – barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok
suatu perjanjian”. Adapun pada pasal 1333 KUHPerdata menjelaskan bahwa,
“suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling
sedikit ditentukan jenisnya”.
4. Adanya kausa yang halal.
Dalam pasal 1335 KUHPerdata menjelaskan bahwa, “suatu perjanjian yang tidak
memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau
terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum”.
 Pihak – Pihak Dalam Perjanjian Kredit.
Pihak – pihak yang telibat dalam perjanjian kredit, ada 2 (dua), yaitu :
1. Kreditur.
Kreditur (pihak pemberi kredit) dalam perjanjian kredit adalah bank atau
lembaga pembiayaan lainnya selain bank, misalnya lembaga pegadaian atau
lembaga keuangan lainnya. Khusus dalam perjanjian pinjam meminjam biasa,
pemberi pinjaman bisa saja perseorangan atau individu.
2. Debitur.
Yang dimaksud debitur (penerima kredit), dalam hal ini adalah pihak yang
dapat bertindak sebagai subyek hukum, baik perseorangan (individu), atau juga
badan hukum.
 Pengakhiran Perjanjian Kredit.
Suatu perjanjian kredit dapat berakhir, karena hal – hal berikut ini, yaitu :
1. Pembayaran/pelunasan.
Yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya tindakan sukarela dari debitur
untuk memenuhi kewajibannya.
2. Subrogasi.
Yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya penggantian hak – hak dari
kreditur oleh pihak ketiga. Hal ini diatur dalam pasal 1400 KUHPerdata.
3. Novasi.
Yang dimaksud dengan novasi adalah pembaruan utang. Ada 3(tiga) bentuk
novasi, yaitu :
a. Mengganti kreditur.
b. Mengganti debitur.
c. Merubah obyek/isi perjanjian.
4. Kompensasi.
Yang dimaksud kompensasi dalam hal ini adalah kedua belah pihak
memperhitungkan utang piutang diantara keduanya, dan dengan sendirinya
perjanjian kredit menjadi hapus.
 Bentuk – Bentuk Perjanjian Kredit.
Perjanjian kerdit secara umum ada 2 (dua) bentuk, yaitu :
1. Perjanjian kredit dibuat dibawah tangan.
Perjanjian kredit yang demikian ini, dinamakan akta dibawah tangan, yang
maksudnya adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya,
hanya dibuat sepengetahuan kreditur dan debitur tanpa sepengetahuan notaris.
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan sepengetahuan notaris.
Perjanjian kredit yang demikian ini dinamakan akta otentik atau akta notariil,
dimana perjanjian kredit antara pihak kreditur dan pihak debitur dilakukan dan
disyahkan oleh notaris yang ditunjuk dan disepakati oleh kedua belah pihak.
 Fungsi Perjanjian Kredit.
Fungsi dari perjanjian kredit ada 3(tiga), yaitu :
1. Sebagai perjanjian pokok.
Yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa perjanjian kredit merupakan
sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang
mengikutinya, misalnya perjanjian tentang pengikatan jaminan.
2. Sebagai alat bukti mengenai batasan – batasan hak dan kewajiban diantara
pihak kreditur dan pihak debitur.
3. Sebagai alat untuk monitoring kredit.

 Komposisi Perjanjian Kredit.


Secara umum, komposisi perjanjian kredit terdiri atas 4(empat) bagian, yaitu :
1. Judul dari perjanjian kredit yang bersangkutan.
2. Komparisi, yaitu bagian dari suatu akta yang memuat keterangan tentang
orang/pihak yang bertindak mengadakan perbuatan hokum.
3. Isi, yaitu bagian dari perjanjian kredit yang memuat hal – hal yang
diperjanjikan para pihak termasuk pula bentuk jaminan yang diberikan oleh
nasabah debitur.
4. Penutup.

 Klausul – Klausul Perjanjian Kredit Yang Memberatkan Nasabah Debitur.


Berikut ini adalah beberapa klausul dalam perjanjian kredit yang memberatkan
nasabah debitur, yaitu :
1. Kewenangan bank untuk sewaktu – waktu tanpa alasan apapun dan tanpa
pemberitahuan sebelumnya secara sepihak menghentikan izin tarik kredit.
2. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang agunan
dalam hal penjualan barang agunan, karena kredit nasabah debitur macet.
3. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan
bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian oleh bank.
4. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk
dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank.
5. Pencantuman klausul – klausul eksemsi yang membebaskan bank dari tuntutan
ganti kerugian oleh nasabah denitur atas terjadinya kerugian yang diderita
olehnya sebagai akibat tindakan bank.
6. Pencantuman klausul eksemsi mengenai tidak adanya hak nasabah debitur
untuk dapat menyatakan keberatan atas pembebanan bank terhadap
rekeningnya.

LATIHAN 1
Pilihlah jawaban yang benar dari alternative jawaban yang tersedia, dengan
memberikan tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Berikut ini adalah berbagai alasan bagi anggota masyarakat untuk memperoleh
fasilitas kredit perbankan, kecuali :
a. Untuk kegiatan konsumtip.
b. Untuk ekspansi usaha.
c. Untuk swastanisasi usaha.
d. Untuk modernisasi.
e. Untuk memenuhi kebutuhan darurat.
2. Working Capital Credit adalah :
a. Kredit yang diajukan oleh calon nasabah debitur yang tujuannya digunakan
sebagai modal kerja atau kegiatan usaha, baik untuk memulai usaha maupun
memperluas usaha.
b. Kredit yang diajukan oleh calon nasabah debitur dengan tujuan memperoleh
modal yang besar.
c. Kredit yang diajukan oleh calon nasabah debitur dengan tujuan mengurangi
utang modal.
d. Kredit yang diajukan oleh calon nasabah debitur dengan tujuan
melipatgandakan modal perusahaan.
e. Kredit yang diajukan oleh calon nasabah debitur dengan tujuan menambah
capital baru sebanyak – banyaknya.
3. Yang di maksud dengan kredit blanko, adalah :
a. Kredit dengan jaminan sindikasi bank.
b. Kredit tanpa jaminan.
c. Kredit dengan jaminan surat saham.
d. Kredit tanpa angsuran.
e. Kredit tanpa perjanjian notaris.
4. Kredit yang diberikan kepada para professional, misalnya guru, dokter, tenaga
akuntan, atau juga kepada para karyawan swasta, merupakan kredit :
a. Kredit Guru dan Dokter.
b. Kredit Aparatur Sipil Negara.
c. Kredit Tenaga Profesional.
d. Kredit Profesi.
e. Kredit Subsidi.
5. Menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), berdasarkan
aktivitas masing – masing bank dalam kredit sindikasi, bank yang terlibat dalam
pemberian kredit sindikasi, dapat bertindak sebagai :
a. Aranger, Agent, Sindikasi.
b. Agent, Participant, Sindikasi.
c. Participant, Aranger, Subrogasi.
d. Agent, Aranger, Subrogasi.
e. Aranger, Agent, Participant.
6. Secara umum, kredit sindikasi memiliki ciri – ciri sebagai berikut, kecuali :
a. Melibatkan lebih dari 1 (satu) bank atau lembaga keuangan.
b. Mempunyai syarat – syarat dan ketentuan yang sama bagi masing – masing
bank atau lembaga pembiayaan yang menjadi peserta kredit sindikasi.
c. Hanya ada 1 (satu) dokumentasi yang menjadi pegangan dari masing –
masing bank atau lembaga keuangan peserta.
d. Kerjasama dalam kredit sindikasi ini diadministrasikan oleh 1 (satu) agen
yang sama bagi semua bank / lembaga keuangan peserta.
e. Kerjasama dalam kredit sindikasi ini didokuemntasikan oleh 1 (satu) agen
dan 1 (satu) participant yang sama bagi semua bank / lembaga keuangan
peserta.
7. Perjanjian kredit antara pihak kreditur dan pihak debitur dilakukan dan
disyahkan oleh notaris yang ditunjuk dan disepakati oleh kedua belah pihak,
dinamakan bentuk perjanjian kredit :
a. Perjanjian Kredit dibawah tangan.
b. Perjanjian Kredit Akta Otentik.
c. Perjanjian Kredit Non Notariil.
d. Perjanjian Kredit Akta Non Otentik.
e. Perjanjian Kredit Resmi.
8. Berikut ini adalah beberapa klausul dalam perjanjian kredit yang memberatkan
nasabah debitur, kecuali :
a. Pencantuman klausul – klausul eksemsi yang membebaskan bank dari
tuntutan ganti kerugian oleh nasabah denitur atas terjadinya kerugian yang
diderita olehnya sebagai akibat tindakan bank.
b. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk
dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank.
c. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan
peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudia
oleh bank.
d. Bank tidak berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang
agunan dalam hal penjualan barang agunan, karena kredit nasabah debitur
macet.
e. Pencantuman klausul eksemsi mengenai tidak adanya hak nasabah debitur
untuk dapat menyatakan keberatan atas pembebanan bank terhadap
rekeningnya.
9. Suatu perjanjian kredit dapat berakhir, karena hal – hal berikut ini, kecuali :
a. Pembayaran / pelunasan.
b. Degradasi.
c. Kompensasi.
d. Novasi.
e. Subrogasi.
10. Syarat sah nya suatu perjanjian kredit adalah adanya berikut ini, kecuali :
a. Adanya obyek.
b. Adanya kausa yang halal.
c. Adanya kepastian untuk melakukan perbuatan hukum.
d. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.
e. Adanya kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

RANGKUMAN
1. Berdasarkan pengelompokkan yang dilakukan oleh kalangan perbankan, jenis –
jenis kredit dapat dikelompokkan menjadi 8 (delapan) kelompok, yakni :
a. Kredit berdasarkan sifat kegunaan.
b. Kredit berdasarkan jangka waktu pengembalian.
c. Kredit berdasarkan cara pemberian.
d. Kredit berdasarkan sektor perekonomian.
e. Kredit berdasarkan bentuk jaminan.
f. Kredit berdasarkan golongan ekonomi.
g. Kredit berdasarkan cara penarikan dan pelunasan.
h. Kredit berdasarkan kualitas kelancaran pengembalian ansuran.
2. Berdasarkan sifat kegunaan, ada 4 (empat) macam jenis kredit, yaitu :
a. Kredit Modal Kerja.
b. Kredit Investasi.
c. Kredit Perdagangan.
d. Kredit Konsumtip.
3. Berdasarkan jangka waktu pengembalian, ada 3 (tiga) macam jenis kredit, yaitu
:
a. Kredit Jangka Pendek.
b. Kredit Jangka Menengah.
c. Kredit Jangka Panjang.
4. Berdasarkan cara pemberian, ada 3 (tiga) macam jenis kredit, yaitu :
a. Kredit Aksep.
b. Kredit Penjual.
c. Kredit Pembeli.
5. Berdasarkan sektor perekonomian, ada 7 (tujuh) macam jenis kredit, yaitu :
a. Kredit Pertanian.
b. Kredit Perindustrian.
c. Kredit Pertambangan.
d. Kredit Ekspor Import.
e. Kredit Koperasi.
f. Kredit Profesi.
g. Kredit Perumahan.
6. Berdasarkan Bentuk Jaminan, ada 4 (empat) macam jenis kredit, yaitu :
a. Kredit dengan Jaminan Orang.
b. Kredit dengan Jaminan Surat Berharga.
c. Kredit dengan Jaminan Barang.
d. Kredit tanpa jaminan.
7. Berdasarkan tingkat Golongan Ekonomi, ada 2 (dua) macam jenis kredit, yaitu :
a. Kredit untuk golongan ekonomi lemah.
b. Kredit untuk golongan ekonomi menengah dan konglomerat.
8. Berdasarkan cara penarikan dan pelunasan, ada 2 (dua) macam jenis kredit,
yaitu :
a. Kredit Rekening Koran.
b. Kredit Berjangka.
9. Berdasarkan kualitas kelancaran dalam pembayaran angsuran, ada 2 (dua)
macam jenis kredit, yaitu :
a. Kredit Performing.
b. Kredit Nonperforming.
10. Kredit Sindikasi (SyndicateLloans) adalah kredit yang diberikan secara
bersama – sama oleh 2 (dua) bank atau lebih atau perusahaan pembiayaan
lainnya kepada calon nasabah debitur, dengan pembagian dana, resiko dan
pendapatan (baik bunga dan provisi/komisi) sesuai dengan porsi kepesertaan
masing – masing anggota sindikasi.
11. Bentuk perjanjian kredit ada 2 (dua), yaitu :
a. Perjanjian kredit dibawah tangan.
b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan sepengetahuan notaris.
12. Perjanjian kredit akan berakhir, karena :
a. Pembayaran pelunasan.
b. Subrogasi.
c. Novasi.
d. Kompensasi.

TEST FORMATIF 1
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan yang lengkap !
1. Jelaskan perbedaan antara Kredit Modal Kerja dengan Kredit Investasi !
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Kredit Sindikasi ! Mengapa bank perlu
melakukan Kredit Sindikasi ?
3. Jelaskan dengan memberikan contoh perbedaan antara Performing Credit dengan
Non Performing Credit !
4. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan arranger, agent dan participant
dalam Kredit Sindikasi !
5. Jelaskan dengan memberikan contoh perbedaan antara Kredit Berjangka dengan
Kredit Rekening Koran !
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Komparisi dalam perjanjian kredit !
7. Sebut dan jelaskan secara singkat 3 (tiga) fungsi dari perjanjian kredit !
8. Berakhirnya perjanjian kredit salah satunya karena adanya “Novasi”. Jelaskan apa
yang dimaksud dengan novasi dan sebutkan 3 (tiga) bentuk novasi !
9. Sebutkan 3 (tiga) dari 6 (enam) klausul dalam perjanjian kredit yang memberatkan
pihak debitur !
10. Sebut dan jelaskan secara singkat 4 (empat) ciri dari kredit sindikasi !

KEGIATAN BELAJAR 2
A. KREDIT BIMAS INMAS
Bimbingan Massal, adalah suatu kegiatan penyuluhan secara massal dengan cara
intensifikasi dan ekstensifikasi, yang bertujuan untuk meningkatkan produksi
pertanian. Bimbingan Massal ini dilakukan dengan cara menetapkan panca usaha tani,
yaitu penggunan bibit unggul, ketepatan dalam penggunan pupuk, cara bercocok tanam
yang baik, penggunaan obat pemberantas hama sesuai takaran, dan perbaikan system
pengairan.
Penyuluhan tersebut merupakan bimbingan bersama dari berbagai instansi dan
lembaga pemerintah/swasta kearah swadaya masyarakat petani yang sekaligus
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya.
(Suyatno:2007).
INMAS (Instruksi Massal), adalah suatu program intensifikasi yang dilaksanakan
melalui pemberian program kredit usaha bagi petani sebagai langkah lanjutan bagi
peserta Bimbingan Massal.

 Mengenal Sejarah BIMAS


Sejak tahun 1966 pemerintah menetapkan kebijakan Bimbingan Massal, dimana
kebijakan ini diawali dengan adanya kegiatan demonstrasi massal yang dilakukan oleh
mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kerawang pada sekitar tahun tersebut.
Dalam pelaksanaan BIMAS tersebut, Perguruan Tinggi terlibat secara aktif, meskipun
keberadaan mahasiswa sebagai tenaga penyuluh bersifat sementara. Biasanya
berlangsung selama satu musim.
Kebijakan BIMAS ini dalam perjalanannya mengalami beberapa penyempurnaan,
seperti :
1. Pada musim tanam 1968/1969 dilaksanakan BIMAS Gotong Royong, dimana
dalam pelaksanaannya bekerjasama dengan pihak swasta, utamanya dalam
pegadaan sarana produksi, yakni penyediaan pupuk dan pestisida.
2. Mulai tahun 1969/1970 diubah menjadi Bimas Nasional Yang Disempurnakan
(BNYD). Pada masa ini terjadi perubahan pada paket sarana produksi yang
semula mewajibkan petani untuk mengambil paket kredit, maka pada masa ini
petani diberi kebebasan sesuai dengan kebutuhannya. Bagi petani yang sama
sekali tidak mengambil kredit, maka mereka digolongkan pada peserta
Intensifikasi Massal.
3. Mulai tahun 1970/1971, dikenalkan konsep “Catur Sarana Unit Desa”, yaitu
disediakannya “Agri Support Services” pada setiap unit desa, yang terdiri dari :
a. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang berstatus Pegawai Negeri Sipil,
sebagai pengganti mahasiswa.PPL ini berperan untuk melakukan pengujian
dan penyuluhan.
b. Lembaga Kredit (BRI Unit Desa), yang berperan dalam penyaluran dan
penarikan kredit produksi.
c. Kios Sarana Produksi.
d. Koperasi Unit Desa (KUD), yang berperan dalam pengolahan dan
pemasaran produk.

Pada masa pelaksanaan BIMAS, dikenalkan beberapa metode, system kerja dan
kelembagaan penyukhan sebagai berikut :
1. Memasuki musim tanam 1969/1970, mulai dikenalkan beberapa metode
penyuluhan, yakni Demonstrasi Cara Menanam yang dibarengi dengan
Demonstrasi Hasil dalam bentuk penyelenggaraan Farmers Field Day (FFD).
2. Mulai musim tanam 1976/1977, dikenalkan system kerja Latihan dan Kunjungan
(LAKU).
3. Mulai 1979, dikenalkan inovasi social berupa Intensifikasi Khusus, yaitu usaha tani
kelompok seluas 1.000 ha, sebagai pendukung teknologi.
4. Mulai 1987, dilaksanakan Supra Insus, yaitu pelaksanaan INSUS.
5. Penataan kelembagaan penyuluhan :
a. Sampai dengan 1976, kegiatan penyuluhan pertanian ditingkat propinsi dan
kabupaten dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab Dinas Pertanian sebagai
Ketua Harian BIMAS.
b. Mulai 1976 – 1991, penyuluhan pertanian ditingkat propinsi dan kabupaten
dilaksanakan dan menjadi tanggungjawab Sekretariat Pembina / Pelaksana
BIMAS.
c. Khusus tentang pelaksanaan system kerja LAKU, meskipun pertukaran
pengetahuan berlangsung linier, tetapi terbukti mampu meningkatkan efektifitas
dan efisiensi penyuluhan pertanian.

B. KREDIT USAHA TANI


Pemerintah melalui Bank Indonesia, menyediakan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) untuk mendukung pelestarian swasembada pangan dan
pengembangan koperasi. Termasuk dalam mendukung swasembada pangan tersebut,
diluncurkan Kredit Usaha Tani (KUT), pada awal masa tanam 1985 untuk
menggantikan kredit BIMAS (Bimbingan Massal).
Kredit Usaha Tani (KUT) adalah kredit modal kerja bagi petani yang disalurkan
melalui Koperasi Unit Desa (KUD). Kredit Usaha Tani tersebut disalurkan dalam
rangka intesifikasi padi, palawija dan holtikultura, membantu peningkatan pendapatan
taraf hidup petani, serta untuk meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan
teknologi baru. Selain itu, Kredit Usaha Tani disalurkan juga bertujuan untyk
meningkatkan peranan Koperasi Unit Desa (KUD) dalam pemberian pelayanan kredit,
sarana produksi bagi petani, juga untuk mendorong partisipasi aktif petani dan
medukung pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD).
Untuk memperoleh Kredit Usaha Tani (KUT), petani yang tergabung dalam
kelompok tani harus menempuh beberapa prosedur. Prosedur tersebut adalah, dimulai
dari penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK), hingga
memperoleh dan mengembalikan kredit yang diterimanya.
Keberhasilan suatu program kredit, tidak hanya terbatas pada perencanaan dan
penyaluran kredit tersebut, tetapi juga menyangkut penyukuhan, pembinaan dan
pengawasan, sampai pengembalian dan penyaluran kredit tersebut pada periode
selanjutnya. Dalam penyaluran Kredit Usaha Tani (KUT) ini, juga melibatkan lembaga
/ instansi seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Tenaga Teknis Administrasinya,
agar kredit yang disalurkan dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan semula yang
diharapkan.
Selain itu lembaga – lembaga / instansi yang terlibat dalam keberhasilan
penyaluran kredit usaha tani adalah, Kementerian Koperasi melalui Koperasi Unit Desa
dan Petugas Konsultasi Lapangan, Kementerian Pertanian melalui Petugas Penyulu
Lapangan (PPL), Badan Pengendalian BIMAS dari tingkat pusat sampai desa,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta kelompok tani dan petani sebagai pihak
yang menerima bantuan.
Dalam penyaluran Kredit Usaha Tani (KUT) tersebut, lembaga – lembaga yang
terkait seperti tersebut terdahulu, mempunyai fungsi dan tugas yang berlainan.
Keberhasilan program penyaluran Kredit Usaha Tani (KUT) ini, sangat ditentukan oleh
lancar tidaknya pelaksanaan di lapangan.
Kredit Usaha Tani (KUT), sebagaimana kredit bersubsidi lainnya, diperuntukkan
bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan, sehingga perlu ditunjang dengan
lembaga pinjaman. Lembaga ini berfungsi sebagai penghubung dana dari luar kedalam
sektor pertanian, dengan demikian pembiayaan usaha tani adalah sekedar pinjaman
yang diberikan untuk peningkatan produksi pertanian.
Dalam perjalanan kredit bersubsidi, Kredit Usaha Tani (KUT) juga banyak
mengalami kegagalan. Program Kredit Usaha Tani (KUT) yang diluncurkan pada awal
tahun 1985 mengalami kegagalan karena tingginya tunggakan kredit, sehingga pada
tahun 1997, pemerintah merubah program KUT ini dengan system KUT Baru, yakni
salah satunya dengan memindahkan fungsi Executting Agent Bank Umum menjadi
Chanelling Agent. Fungsi Executting Agent dipegang oleh Kementerian Koperasi,
Pengusaha Kecil dan Menengah.
Dengan adanya perubahan system kredit ini, ternyata masih juga timbul kegagalan,
sehingga pada bulan Oktober 2000, pemerintah mengganti Kredit Usaha Tani menjadi
program Kredit Ketahanan Pangan (KKP).

C. KREDIT KELAYAKAN USAHA


Permasalahan usaha berskala kecil, telah sejak lama diangkat ke permukaan, baik
oleh kalangan pemerintah, perbankan, KADIN (Kamar Dagang dan Industri), lembaga
pendidikan dan sebagainya. Meski demikian, nampaknya usaha – usaha tersebut belum
memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan oleh berbagai pihak.
Sebagai reaksi dari keinginan untuk membangkitkan sektor usaha kecil, termasuk
juga dalam hal ini adalah usaha menengah, koperasi, usaha informal dan tradisional,
pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan, telah menggulirkan Kredit
Kelayakan Usaha (KKU) yang mulai digulirkan pada tanggal 2 Oktober 1995 yang
lalu. Kredit Kelayakan Usaha (KKU) tersebut disalurkan melalui bank – bank
pemerintah di seluruh Indonesia. Tahap pertama dalam penyaluran Kredit Kelayakan
Usaha (KKU) serta Kredit Usaha Kecil (KUK) ini, akan disalurkan sebesar Rp 500
milyar, yang diharapkan dapat menjangkau sekitar satu juta pengusaha kecil, dengan
plafon kredit ditetapkan sebesar Rp 50 juta untuk setiap pengusaha.
Yang menarik dari penyaluran Kredit Usaha Kecil maupun Kedit Kelayakan Usaha
ini adalah dengan disederhanakannya prosedur pengajuan serta proses analisis KUK
(Kredit Usaha Kecil) maupun KKU (Kredit Kelayakan Usaha). Bahkan untuk plafon
kredit Rp 50 juta, tidak diperlukan jaminan agunan tambahan berupa barang,
melainkan adalah proyek yang dibiayai dengan kredit tersebut. Atau penerimaan hak
tagih dari kegiatan yang dibiayai tersebut.
Dalam hal prosedur administratifnya, Kredit Kelayakan Usaha (KKU) diupayakan
sesederhana mungkin, sehinga mudah dipahami dan mudah dimasyarakatkan kepada
khalayak pengusaha kecil. Misalnya jumlah formulir yang digunakan dikurangi, format
formulir disederhanakan, dan data serta dokumen – dokumen pendukung diusahakan
dikurangi baik macam maupun jumlahnya.
Hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa dalam program Kredit Kelayakan
Usaha maupun Kredit Usaha Kecil, tersebut tetap pada jalur bisnis yang lazim, artinya
pengusaha yang memanfaatkan kredit tersebut tetap harus membayar kewajiban bunga
seperti yang dituntut oleh Bank pemberi kredit.

D. PERMASALAHAN USAHA KECIL


Dalam perkembangannya, usaha kecil dan kelemahan merupakan rangkaian kata
yang ibaratnya adalah dua sisi dalam keeping mata uang yang tidak terpisahkan.
Dengan lain perkataan, keberadaan sektor tersebut erat berkaitan dengan segala
kelemahan, mulai dari kelemahan modal, kelemahan teknologi, hingga kelemahan
dalam pemasaran.
Disatu pihak usaha kecil bersifat lemah, tetapi dalam pihak lain usaha kecil
merupakan bagian yang paling besar dari seluruh kegiatan usaha secara nasional. Dari
data yang ada di Indonesia, kegiatan usaha kecil berjumlah lebih kurang 23 juta
pengusaha. Maka jika seluruh kegiatan berskala kecil tersebut dapat diangkat menjadi
kegiatan yang bersifat mandiri, kekuatan ekonomi Indonesia niscaya akan sangat besar.
Ketidak berdayaan sektor usaha kecil telah dimanfaatkan oleh usaha besar dengan
konglomerasinya. Pasar – pasar tradisional sudah mulai terancam akan hadirnya
superstore, industri kecil dimakan industri besar, rumah makan tradisional diterjang
oleh rumah makan modern yang dimiliki pemodal kuat, dan sebagainya.
Pada umumnya hambatan pengusaha kecil dalam memperoleh fasilitas kredit
terletak pada ketiadaannya agunan tambahan serta akses untuk berhubungan dengan
bank, dibandingkan dengan kesulitannya dalam membayar bunga pinjaman yang
tinggi. Kenyataan ini telah ikut menyudutkan posisi pengusaha kecil ketempat yang
lebih tersudut lagi.
Hambatan lain yang muncul di permukaan adalah adanya ketidakjelasan prosedur
serta kerumitan proses yang harus dijalani dalam upaya memperoleh tambahan modal
dari kredit bank.
Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Kredit
Kelayakan Usaha (KKU).
1. Bagi Bank Pemberi Kredit.
a. Keterbatasan perangkat organisasi dan personalia bank untuk menangani
Kredit Kelayakan Usaha (KKU).
b. Beberapa bank berorientasi pada “Coorporate Lending” dan kurang
berpengalaman dalam menngani “Smallscale Lending”.
c. Kurangnya penyebaran jaringan Kantor Cabang membatasi ekspansi Kredit
Kelayakan Usaha (KKU).
d. Biaya transaksi Kredit Kelayakan Usaha (KKU), pengawasan dan
pembiayaannya tinggi, sedangkan umumnya kelayakan usaha debitur
rendah.
2. Bagi Pengusaha Kecil.
a. Potensi permintaan tinggi, tetapi hanya sedikit yang efektif disertai kesiapan
akses ke bank.
b. Kelemahan struktural usaha kecil antara lain adalah dalam hal manajemen,
pemasaran dan kualitas produk.
c. Kelemahan untuk memenuhi syarat teknis perbankan, antara lain adalah
pembuatan proposal kelayakan usaha.

LATIHAN 2
Pilihlah jawaban yang benar dari alternatif jawaban yang tersedia, dengan
memberikan tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Suatu kegiatan penyuluhan secara massal dengan cara intensifikasi dan
ekstensifikasi, yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian, disebut :
a. Bimbingan Masyarakat.
b. Bimbingan Massal.
c. Intensifikasi Masyarakat.
d. Intensifikasi Massal.
e. Bimbingan Intensif Pertanian.
2. Berikut ini yang bukan termasuk Panca Usaha Tani, adalah :
a. Penggunan Bibit Unggul.
b. Ketepatan dalam penggunan pupuk.
c. Cara bercocok tanam yang baik.
d. Penggunaan obat pemberantas hama sesuai takaran.
e. Pembiaran system pengairan.
3. Suatu program intensifikasi yang dilaksanakan melalui pemberian program
kredit usaha bagi petani sebagai langkah lanjutan bagi peserta Bimbingan
Massal, dinamakan :
a. Intensifikasi Massal.
b. Intensifikasi Masyarakat.
c. Instruksi Massal.
d. Instruksi Masyarakat.
e. Instruksi Bimbingan Massal.
4. Mulai tahun 1970/1971, dikenalkan konsep “Catur Sarana Unit Desa”, yaitu
disediakannya “Agri Support Services” pada setiap unit desa, yang terdiri dari :
a. Tenaga PNS, Bank, Kios Sarana Produksi, Koperasi Unit Desa.
b. Tenaga PPL, Bank Unit Desa, Kios Sarana Produksi, Lembaga Swadaya
Masyarakat.
c. Tenaga PNS, Lembaga Kredit, Kios Pupuk, KUD.
d. Tenaga PPL, Lembaga Kredit, Kios Sarana Produksi, Koperasi Unit Desa.
e. Tenaga PPL, Lembaga Kredit, Kios Sarana Produksi, Lembaga Swadaya
Masyarakat.
5. Dalam Bimas Nasional Yang Disempurnakan (BNYD), bagi petani yang sama
sekali tidak mengambil kredit, maka mereka digolongkan pada peserta :
a. Intensifikasi Massal.
b. Intensifikasi Masyarakat.
c. Bimbingan Massal.
d. Bimbingan Masyarakat.
e. Bimbingan Intensifikasi.
6. Kredit yang disalurkan dalam rangka intesifikasi padi, palawija dan
holtikultura, membantu peningkatan pendapatan taraf hidup petani, serta untuk
meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan teknologi baru, dinamakan :
a. Kredit Pertanian.
b. Kredit Usaha Tani.
c. Kredit Panca Usaha Tani.
d. Kredit Subsidi Tani.
e. Kredit Modal Petani.
7. Karena masih juga timbul kegagalan, pada bulan Oktober 2000, pemerintah
mengganti Kredit Usaha Tani menjadi program Kredit bersubsidi yang lain,
yaitu :
a. Kredit Usaha Pangan.
b. Kredit Modal Pangan.
c. Kredit Ketahanan Pangan.
d. Kredit Modal Kerja Pangan.
e. Kredit Usaha Ketahanan Pangan.
8. Dalam program Kredit Kelayakan Usaha maupun Kredit Usaha Kecil, proses
penyalurannya tetap pada jalur bisnis yang lazim, artinya adalah :
a. Pengusaha yang memanfaatkan kredit tersebut tetap harus membayar
kewajiban bunga seperti yang dituntut oleh Bank pemberi kredit.
b. Pengusaha yang memanfaatkan kredit tersebut memperoleh subsidi yang
besar dari pemerintah.
c. Pemerintah tetap menuntut pengembalian kredit sebagai keuntungan bank.
d. Pemerintah tetap menetapkan pajak kepada pengusaha.
e. Pengusaha wajib membayar pajak sesuai ketentuan.
9. Pada umumnya hambatan pengusaha kecil dalam memperoleh fasilitas kredit
terletak pada :
a. Kesulitan membuat Proposal Kredit.
b. Kesulitan membuat Studi Kelayakan Usaha.
c. Ketiadaan persediaan modal tambahan.
d. Ketiadaan agunan tambahan serta akses untuk berhubungan dengan bank.
e. Kesulitan dalam membayar bunga pinjaman yang tinggi.
10. Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
Kredit Kelayakan Usaha (KKU), bagi Bank pemberi kredit, kecuali :
a. Keterbatasan perangkat organisasi dan personalia bank untuk menangani
Kredit Kelayakan Usaha (KKU).
b. Beberapa bank berorientasi pada “Coorporate Lending” dan kurang
berpengalaman dalam menngani “Smallscale Lending”.
c. Kurangnya penyebaran jaringan Kantor Cabang membatasi ekspansi Kredit
Kelayakan Usaha (KKU).
d. Biaya transaksi Kredit Kelayakan Usaha (KKU), pengawasan dan
pembiayaannya tinggi, sedangkan umumnya kelayakan usaha debitur
rendah.
e. Kelemahan struktural usaha kecil antara lain adalah dalam hal manajemen,
pemasaran dan kualitas produk.

RANGKUMAN
1. Bimbingan Massal, adalah suatu kegiatan penyuluhan secara massal dengan
cara intensifikasi dan ekstensifikasi, yang bertujuan untuk meningkatkan
produksi pertanian.
2. INMAS (Instruksi Massal), adalah suatu program intensifikasi yang
dilaksanakan melalui pemberian program kredit usaha bagi petani sebagai
langkah lanjutan bagi peserta Bimbingan Massal.
3. Kredit Usaha Tani (KUT) adalah kredit modal kerja bagi petani yang
disalurkan melalui Koperasi Unit Desa (KUD).
4. Dalam penyaluran Kredit Usaha Kecil maupun Kedit Kelayakan Usaha ini
adalah prosedur pengajuan serta proses analisis KUK (Kredit Usaha Kecil)
maupun KKU (Kredit Kelayakan Usaha) disederhanakan.
5. Pada umumnya hambatan pengusaha kecil dalam memperoleh fasilitas
kredit terletak pada ketiadaannya agunan tambahan serta akses untuk
berhubungan dengan bank, dibandingkan dengan kesulitannya dalam
membayar bunga pinjaman yang tinggi.

TEST FORMATIF 2
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan yang lengkap !
1. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan BIMAS dan INMAS !
2. Sebut dan jelaskan apa yang dimaksud dengan Catur Sarana Unit Desa !
3. Sebut dan jelaskan lembaga / instansi yang terlibat dalam keberhasilan
penyaluran Kredit Usaha Tani !
4. Jelaskan apa sebenarnya keinginan dari pemerintah dalam hal ini adalah
Kementerian Keuangan, menggulirkan Kredit Kelayakan Usaha (KKU) !
5. Jelaskan perbedaan antara fungsi Executting Agent dan Chanelling Agent
Bank Umum !
6. Jelaska apa yang dimaksud bahwa usaha kecil dan kelemahan merupakan
rangkaian kata yang ibaratnya adalah dua sisi dalam keeping mata uang
yang tidak terpisahkan !
7. Apakah yang dimaksud dengan system kerja LAKU dalam BIMAS !
8. Jelaskan secara singkat yang dimaksud dengan Panca Usaha Tani !
9. Sebutkan beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Kredit
Kelayakan Usaha (KKU) bagi bank pemberi kredit !
10. Sebutkan beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Kredit
Kelayakan Usaha (KKU) bagi pengusaha kecil !

KUNCI JAWABAN LATIHAN 1


1. C.
2. A.
3. B.
4. D.
5. E.
6. E.
7. B.
8. D.
9. B.
10. C.

KUNCI JAWABAN LATIHAN 2


1. B.
2. E.
3. C.
4. D.
5. A.
6. B.
7. C.
8. A.
9. D.
10. E.
Daftar Pustaka

Hadiwijaya, (1991).Analisis Kredit, Jakarta. Penerbit Pionir Jaya.

Fahmi, Irham,S.E.,M.Si. (2014). Manajemen Pernokreditan, Bandung, Penerbit Alfabeta.

Jpoi Jusuf, (2003). Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, Jakarta, Perebit PT Elex Media
Komputindo.

Kasmir, (2001).Manajemen Perbankan, Jakarta. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.

Pudjo Muljono, Teguh, (2001).Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Cetakan Ke-
3, Yogyakarta. Penerbit BPFE.

Sinungan, Mucdharsyah, (1983).Dasar – Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Jakarta.


Penerbit PT.Bina Aksara.

Sutojo, Siswanto, (2000).Strategi Umum Kredit Bank Umum, Jakarta. PT.Damar Mulia
Puskata.

Suyatno,Thomas, dkk.,(1990).Dasar – Dasar Perkreditan, Jakarta. PT.Gramedia.

Undang – Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perubahan UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Program Studi:
Buku Ajar :
Keuangan dan Perbankan
Manajemen Perkreditan
Semester: 4 Politeknik Negeri
Balikpapan

MODUL 4

BENTUK – BENTUK JAMINAN KREDIT DAN HAK – HAK ATAS


TANAH

PENDAHULUAN
Seperti yang sudah diuraikan pada modul sebelumnya, bahwa dalam bisnis
perkreditan selalu terkandung adanya resiko. Resiko tersebut bisa karena timbulnya
bencana alam, bisa juga karena debitur tidak mampu atau tidak mau membayar
kewajibannya dalam mengsur pinjaman kredit yang telah diterimanya. Untuk menghindari
resiko yang mungkin akan terjadi, bank sebelum fasilitas kredit disalurkan kepada nasabah,
perlu meminta jaminan untuk mencover semua resiko kredit.
Dalam dunia perbankan, khususnya dalam pemberian fasilitas kredit dikenal
adanya semacam “hukum” yang disepakati bersama. Hukum yang dimaksud adalah
bahwa dalam pemberian fasilitas kredit harus terdapat 2 (dua) jalan penyelesaian. Jalan
penyelesaian yang pertama adalah adanya “dana tunai” dan jalan penyelesaian yang kedua
adalah adanya “jaminan”. Karenanya dalam dunia perbankan ada istilah “ the first way out
of credit is cash, and the second way out of credit is collateral”. Artinya adalah bahwa
untuk penyelesaian kredit harus dibayar tunai melalui kewajiban membayar angsuran,
namun jika tidak dibayar melalui angsuran, maka barang jaminan sebagai penggantinya.

KEGIATAN BELAJAR 1
A. PERANAN JAMINAN KREDIT
Sebelum pemberian fasilitas kredit kepada calon nasabah direalisasikan, bank selalu
melakukan tahapan analisis kredit untuk menilai kelayakan bisnis dari calon nasabah
tersebut diberi fasilitas atau tidak. Namun kenyataannya, kadang – kadang masih ditemui
adanya penyimpangan / kesalahan dari penilaian tersebut, sehingga usaha nasabah yang
dibiayai dengan fasilitas kredit tersebut mengalami kerugian. Akibatnya nasabah debitur
tersebut tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran dari kredit yang
diterimanya.
Untuk mencegah bank penyalur fasilitas kredit tersebut mengalami kerugian, maka
bank yang bersangkutan pasti meminta jaminan kepada calon nasabah kredit. Jaminan
tersebut untuk mengantisipasi jangan sampai bank menderita kerugian.
Berdasarkan uraian tersebut terdahulu, dapat dilihat bahwa peranan dari jaminan kredit
adalah :
1. Untuk melindungi bank dari kerugian.
Dengan adanya jaminan kredit yang diserahkan oleh calon nasabah debitur, bank
akan merasa aman dan terhindar dari resiko kerugian yang mungkin akan diderita.
Hal ini bisa dipahami, karena umumnya jaminan yang diserahkan oleh calon
nasabah debitur, nilainya pasti lebih besar dari fasilitas kredit yang diberikan.
Apabila debitur kesulitan membayar atau menunggak angsuran yang sudah
disepakati bersama, maka bank yang bersangkutan bisa menjual barang jaminan
yang ada tentu saja setelah melalui proses hukum sesuai aturan yang berlaku.
Penjualan ini bisa dilakukan melalui lelang atau bank mengekskusi langsung atas
barang jaminan yang ada.
2. Sebagai dana alternatif pelunasan kredit.
Usaha yang dilakukan oleh nasabah debitur dengan pembiayaan dana kredit dari
bank tidak selamanya akan berhasil. Jika usaha dari nasabah debitur belum
menghasilkan keuntungan, tentu nasabah yang bersangkutan akan kesulitan untuk
membayar angsuran kredit yang telah diterimanya. Akibatnya akan terjadi kredit
macet. Jika hal ini benar – benar terjadi pada nasabah debitur tersebut, bank dapat
mengekskusi jaminan yang ada untuk menutup kerugian yang diderita. Meskipun
pada umumnya, bank tidak menginginkan hal tersebut dilakukan.
3. Jaminan kredit akan melindungi bank dari nasabah yang nakal.
Nasabah kredit pasti mempunyai character yang berbeda – beda. Karena itu unsur
character menjadi salah satu prinsip yang harus dianalisa oleh bank sebelum kredit
dicairkan. Tidak sedikit nasabah kredit yang semestinya mampu membayar
angsuran pembayaran kredit yang telah disepakati, namun tidak mau melunasinya.
Bila hal ini terjadi bank dapat mengekskusi jaminan yang ada untuk menutupi
kerugian yang diderita. Jadi bank akan terlindungi dari nasabah debitur yang nakal
tersebut.
4. Mengikat nasabah debitur untuk segera melunasi hutangnya.
Dengan adanya jaminan kredit yang diserahkan oleh calon nasabah debitur kepada
bank, secara tidak langsung nasabah punya tanggung jawab moral untuk segera
melunasi kreditnya sesuai jangka waktu yang telah disepakati bersama. Hal ini
berarti bank dapat “memaksa” nasabah debitur untuk patuh dengan perjanjian
kredit yang sudah ditandatangai bersama, jika nasabah debitur tidak menginginkan
barang jaminan nya disita oleh bank penyalur kredit.
5. Sebagai pengaman uang deposan yang dipakai nasabah.
Dana yang disalurkan kepada nasabah kredit, berasal dari dana masyarakat yang
dihimpun bank melalui simpanan tabungan, deposito, dan giro. Dengan simpanan
tersebut nasabah kreditur pada bank yang bersangkutan, berharap ada imbal hasil
yang mereka terima. Mereka tidak peduli dan tidak mau tahu apakah dana mereka
disalurkan oleh bank kepada nasabah kredit, dan terjadi kredit macet. Sehingga jika
terjadi keadaan yang demikian, maka bank akan menggunakan jaminan yang ada
untuk membayar imbal hasil yang seharusnya diterima oleh nasabah kreditur.

B. JENIS – JENIS JAMINAN KREDIT


Menurut Undang – Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada pasal 8,
dijelaskan bahwa “dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang
diperjanjikan”. Demikian juga dalam Undang – Undang No.10 Tahun 1998, tentang
Perubahan Undang – Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pada pasal 8 ayat 1,
dijelaskan bahwa “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam
atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.
Dengan memperhatikan penjelasan dalam Undang – Undang No.7 Tahun 1992,
maupun Undang – Undang No.10 Tahun 1998, bisa dipahami, bahwa setiap penyaluran
kredit oleh bank, harus ada jaminan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank yang
bersangkutan. Yang dimaksud dengan jaminan adalah segala sesuatu, baik berupa tanah,
bangunan, kendaraan atau lainnya, yang dapat dijual menjadi uang.
Pengklasifikasian jaminan menurut legalitas kepemilikannya, dapat dibagi menjadi 2
(dua) golongan, yakni :
1. Jaminan yang berbentuk Material (Material Collateral).
2. Jaminan yang berbentuk Non Material (Non Material Collateral).

 Jaminan Kebendaan (Material Collateral).


Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata pasal 509, dijelaskan bahwa jaminan yang
bersifat material ada 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Benda Bergerak.
Yang dimaksud dengan kebendaan bergerak karena sifatnya adalah kebendaan
yang dapat berpindah atau dipindahkan. Contoh dari benda bergerak adalah :
a. Kendaraan bermotor.
b. Mesin / Peralatan.
c. Persediaan Barang.
d. Perhiasan / Logam Mulia.
e. Kapal yang ukuran beratnya < 20 ton.
f. Surat Wesel.
g. Promes.
h. Obligasi / Saham.
i. Sertifikat Deposito.
2. Benda Tidak Bergerak.
Yang dimaksud dengan benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya
tidak dapat berpindah atau dipindahkan ke tempat lain. Contoh dari benda tak
bergerak adalah :
a. Tanah dengan atau tanpa bangunan atau tanaman di atasnya.
b. Bangunan rumah susun berikut tanah tempat bangunan.
c. Mesin/peralatan yang melekat pada tanah atau bangunan dan merupakan satu
kesatuan.
d. Kapal laut dengan ukuran beratnya > 20 ton.
e. Hak milik atas satuan rumah susun.

 Jaminan Non Material


Dalam penyaluran kredit, jaminan yang diberikan tidak hanya berupa barang atau
benda. Apabila bank merasa jaminan kebendaan yang diberikan oleh calon nasabah
debitur kurang memadai, biasanya bank yang bersangkutan meminta pihak ketiga,
yakni orang / badan yang ditunjuk calon nasabah debitur dan diseujui oleh bank yang
bersangkutan, bertindak sebagai penjamin dalam pembayaran kredit.
Jaminan Non Material yang bisa diterima oleh bank biasanya meliputi :
1. Jaminan Pribadi (Personal Guarantee).
Yang dimaksud dengan Personal Guarantee adalah kemampuan dan bonafiditas
seseorang dalam memberikan jaminan kredit dengan kapasitasnya untuk
mengcover kredit tersebut. Jaminan pribadi atau personal guarantee ini biasanya
adalah para memegang saham.
2. Jaminan Perusahaan (Corporate Guarantee).
Yang dimaksud dengan Corporate Guarantee adalah jaminan dari suatu
perusahaan yang dianggap bonafide dalam kapasitasnya untuk mengembalikan
pinjaman yang telah diterima dari bank. Apabila terjadi kredit macet, maka
perusahaan yang menjamin itulah yang wajib dimintai pertanggungjawaban.
Jaminan perusahaan / Corporate Guarantee ini biasanya adalah perusahaan induk,
3. Jaminan Bank (Bank Guarantee).
Yang dimaksud dengan Bank Guarantee adalah suatu jaminan dimana bank
bertindak sebagai penjamin dari kredit yang diterima oleh calon nasabah debitur
tersebut. Bank Guarantee dalam hal ini adalah bank non kreditur, artinya bank lain
yang bukan memberikan fasilitas kredit kepada nasabah debitur yang bersangkutan.
Untuk bertindak sebagai bank guarantee, bank non kreditur akan mendapatkan
balas jasa yang disebut guarantee fee.
4. Jaminan Asuransi (Insurance Guarantee).
Yang dimaksud dengan Insurance Guarantee adalah, bank penyalur fasilitas kredit
menjaminkan kredit tersebut kepada pihak asuransi. Yang diasuransikan dalam hal
ini adalah phisik obyek kredit, misalnya gedung, kendaraan, atau barang jaminan
lainnya. Apabila terjadi kemacetan dalam pembayaran kredit oleh nasabah debitur,
atau misalnya nasabah debitur mengalami musibah kebakaran atau kehilangan,
maka pihak asuransi yang akan menanggung kerugiannya.
C. TAKSASI NILAI JAMINAN
Taksasi nilai jaminan adalah taksiran nilai dari jaminan barang yang diagunkan
dalam perjanjian kredit. Taksasi nilai jaminan ini harus dilakukan, agar bank tidak
mengalami kerugian akibat nilai jaminan barang lebih kecil dari jumlah kredit yang
disalurkan. Untuk menghindari kerugian tersebut bank harus cermat dalam menghitung
taksasi nilai jaminan saat dilakukan analisis kredit maupun saat credit review. Hal
tersebut harus dilakukan agar bank tidak menderita kerugian bila kredit yang
disalurkan kepada nasabah berkembang menjadi kredit bermasalah atau macet, yang
mana barang jaminan harus diekskusi. Jumlah hasil penjualan barang jaminan melalui
lelang, harus dapat menutupi pokok pinjaman maupun bunga yang masih tertunggak.
Karena itulah nilai barang jaminan hasil taksasi harus lebih besar dari nilai kredit yang
disalurkan, atau paling tidak setara dengan nilai kredit yang disalurkan tersebut
(Collateral Marginal).
Dalam menentukan berapa besar jumlah pinjaman yang layak diberikan kepada
pemohon kredit, biasanya bank mendasarkan pada penghitungan taksasi nilai jaminan
dengan Cover Ratio. Cover Ratio adalah perbandingan antara jumlah fasilitas kredit
yang diusulkan dengan nilai wajar dari jaminan kredit yang diberikan.
Dalam pelaksanaannya, nilai wajar taksasi jaminan kedit yang biasa dilakukan oleh
bank, dapat ditinjau dari 2 (dua) sisi, yaitu :
1. Market Value (Harga Pasar).
Yakni penghitungan nilai wajar jaminan yang ada berdasarkan harga pasaran
dari barang jaminan tersebut apabila akan dijual.
2. Liquidity Value (Harga Lelang).
Yaitu penghitungan nilai wajar jaminan yang ada berdasarkan harga likuidasi
apabila barang jaminan tersebut akan dijual. Umumnya nilai likuidasi berkisar
nilainya sekitar 70 % – 80 % , dari nilai sebenarnya harga barang (Ruddy Tri
Santoso :48:1996).
Jadi dalam memberikan fasilitas kredit kepada calon nasabah debiturnya,
bank dalam menentukan besar - kecilnya tergantung pada hasil taksasi / taksiran /
penilaian barang jaminan tersebut.
Berikut perbandingan hasil taksasi jaminan kredit berdasarkan Market
Value dan Liquidity Value.
Tabel 4.1.: Perbandingan Hasil Taksasi Jaminan Kredit Berdasarkan Market Value
dan Liquidity Value
JENIS HARGA MARKET LIQUIDITY
N JAMINAN VALUE VALUE (80%)
O
1 TANAH &
BANGUNAN
A Tanah 800 M2 Rp Rp Rp 320.000.000,00
500.000,00/M2 400.000.000,00
B Bangunan 400 Rp Rp Rp 480.000.000,00
M2 1.500.000,00/M2 600.000.000,00
TOTAL Rp Rp 800.000.000,00
1.000.000.000,00

Dengan memperhatikan perhitungan pada tebel tersebut terdahulu, maka penentuan


besarnya fasilitas kredit yang dapat diberikan kepada calon nasabah debitur, dengan
menggunkan 2 (dua) pendekatan, adalah sebagai berikut :
 Pendekatan Market Value
Jika Credit Policy bank yang bersangkutan menggunakan Market Value, dengan
menetapkan Cover Ratio sebesar 120 % terhadap nilai jaminan, maka besarnya
fasilitas kredit yang bisa diberikan adalah :
Cover Ratio = (Market Value) : Fasilitas Kredit
120 % = Rp 1.000.000.000,00 : Fasilitas Kredit
Fasilitas Kredit = Rp 1.000.000.000,00 X 100 : 120 = Rp 833.333.333,00
dibulatkan maksimal adalah Rp 833.000.000,00
 Pendekatan Liquidity Value
Bila Credit Policy bank yang bersangkutan menggunakan Liquidity Value dan
menetapkan Cover Ratio sebesar 120 %, terhadap nilai jaminan, maka besarnya
fasilitas kredit yang dapat diberikan kepada calon nasabah debitur, adalah sebagai
berikut :
Cover Ratio = (Liquidity Value) : (Fasilitas Kredit)
120 % = Rp 800.000.000,00 : Fasilitas Kredit
Fasilitas Kredit = Rp 800.000.000,00 X 100 : 120
= Rp 666.666.666,67 dibulatkan menjadi Rp 666.000.000,00

D. PENGIKATAN BARANG JAMINAN KREDIT


Pengikatan jaminan kredit di Indonesia, harus tunduk kepada Kitab Undang –
Undang Hukum Perdata dan Peraturan Pemerintah lainnya maupun Surat Edaran
dari Bank Indonesia. Seperti yang sudah diuraikan pada modul sebelumnya, bahwa
pengikatan jaminan/bentuk perjanjian kredit dapat dilakukan secara Akta Notaris,
maupun secara Akta Dibawah Tangan.
Bentuk – bentuk pengikatan jaminan kredit perbankan, secara umum dapat
berupa :
1. Fidusia (Fiduciare Eigendom Overdraght).
2. Hypotek.
3. Cessie.
4. Crediet Verband.
5. Gadai.

 Fidusia (Fiduciare Eigendom Overdraght).


Fidusia adalah Surat perjanjian antara debitur dan kreditur yang isinya penyerahan
hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitur kepada kreditur.
Jadi dalam hal ini adalah penyerahan hak milik atas benda bergerak milik debitur
kepada kreditur sebagai jaminan kredit.
Barang – barang yang dapat diikat dengan fidusia adalah :
1. Stock barang – barang yang akan/sedang diproduksi maupun barang – barang
yang akan diperdagangkan.
2. Inventaris Kantor.
3. Inventaris Pabrik.
4. Mesin – mesin
5. Peralatan.
6. Kendaraan Bermotor.
7. Dll.
Syarat minimum dalam pengikatan Fidusia adalah :
1. Adanya penyebutan secara terperinci terhadap benda – benda yang akan
dipindah tangankan.
2. Ketergantungan dari debitur bahwa ia berwenang untuk menguasai dan
berwenang untuk menyerahkan hak milik atas benda – benda tersebut.
3. Adanya pembatasan – pembatasan terhadap perbuatan debitur yang dapat
merugikan.
 Hypotek.
Hypotek adalah instrument hutang dengan pemberian hak tanggungan atas property
dari debitur kepada kreditur sebagai jaminan atas kredit yang menjadi
kewajibannya. Hak tanggungan atas property akan gugur setelah kewajiban dari
debitur dibayar.
Unsur – unsur dari Hypotek adalah :
1. Harus ada benda yang dijaminkan
2. Benda yang dijaminkan adalah benda tak bergerak.
3. Dilakukan oleh orang yang berhak untuk memindah tangankan benda jaminan.
4. Ada sejumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan ditetapkan dalam suatu
akta.
5. Benda obyek jaminan bukan untuk dimiliki, namun hanya sebagai jaminan
hutang saja.
Azas – azas dari hypotek adalah :
1. Azas Publisitas.
Artinya Hypotek harus didaftarkan dalam register umum, agar masyarakat
khususnya pihak ketiga dapat mengetahui adanya barang yang dijaminkan
tersebut.
2. Azas Spesialitas.
Artinya benda – benda yang dijaminkan, ditunjuk secara khusus, maksudnya
benda tersebut letaknya dimana, luasnya berapa, dan berbatasan dengan apa dan
siapa saja.
3. Azas Tak Dapat Dibagi – Bagi.
Artinya bahwa hypotek ini berlaku untuk seluruh benda/obyek yang
dihypotekkan, dalam keseluruhan atas setiap bagian dari benda tak bergerak
tersebut. Dengan dibayarnya sebagian dari hutang, tidak
mengurangi/meniadakan sebagian dari benda yang dijaminkan/menjadi
tanggungan.
Jenis – jenis barang jaminan yang dapat diikat dengan Hypotek adalah :
1. Tanah Hak Milik.
2. Tanah Hak Guna Bangunan.
3. Tanah Hak Guna Usaha.
4. Kapal Laut dan Pesawat Terbang dengan persyaratan – persyaratan tertentu
yang telah ditetapkan oleh undang – undang.
 Cessie.
Cessie adalah pengalihan hak atas kebendaan tak berwujud (intangible goods)
kepada pihak ketiga. Kebendaan tak berwujud ini berupa piutang atas nama kepada
pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak tagihnya kepada orang lain.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa Cessie adalah bentuk
pengalihan piutang bukan pengalihan utang. Hal ini jelasnya bahwa konsekuensi
dari Cessie adalah penggantian Kreditur. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
Cessie merupakan penggantian orang yang berpiutang lama dengan seseorang
berpiutang baru. Contoh jelasnya adalah Tuan A berpiutang kepada Tuan B, tetapi
karena satu dan lain hal, Tuan A menyerahkan piutangnya atas Tuan B kepada
Tuan C. Dengan demikian Tuan C lah yang berhak menagih piutangnya kepada
Tuan B.
Obyek dari Cessie adalah penyerahan “tagihan atas nama” , yang berarti
pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud, yang biasanya berupa
piutang atas nama kepada pihak ketiga dimana seseorang menjual hak tagihnya
kepada orang lain.
Subyek dalam akta Cessie ada 3 (tiga) pihak, yang meliputi :
1. Ceddent (Kreditur Awal), yaitu orang yang menyerahkan tagihan atas nama.
2. Cessionaries, yaitu Kreditur baru.
3. Cessus, yaitu Debitur atas piutang – piutang yang dialihkan.

Pada dasarnya dalam suatu Akta Cessie, harus memuat :


1. Hak Tagih yang dialihkan.
2. Nama – nama dari para pihak, diantaranya Ceddent, Cessionaries, dan Cessus
atau Debitur.
3. Keterangan atau pernyataan.
Perlu diketahui, bahwa dalam Akta Cessie, memuat hak dan kewajiban dari masing
– masing pihak. Serta yang harus digarisbawahi adalah, apabila dalam Akta Cessie
ini tidak disetujui atau diakui secara tertulis oleh pihak Cessus, maka akan
ditentukan pula siapa yang akan melakukan pemberitahuan terkait hal tersebut.
Suatu Akta Cessie dinyatakan syah, apabila memenuhi syarat – syarat sebagai
berikut :
1. Dilakukan melalui Akta Otentik atau Akta Bawah Tangan.
2. Memberitahukan rencana Cessie tersebut kepada pihak terhutang (Debitur)
untuk disetujui dan diakui.
3. Menyerahkan surat – surat piutang atau benda tak berwujud lainnya disertai
dengan endosmen kepada kreditur baru (Cessionaries).

 Crediet Verband.
Kredit Verband adalah suatu jaminan atas tanah milik adat. Sesuai peraturan
perundang – undangan lembaga yang diberikan wewenang untuk memberikan
pinjaman dengan jaminan kredit verband hanyalah bank milik pemerintah, serta
proses pengikatan dalam kredit verband harus dilakukan dimuka Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT).
Perbedaan Kredit Verband dengan Hypotek adalah :
1. Hanya untuk tanah yang memiliki status tanah milik adat.
2. Dilarang memindahkan ketangan orang lain, atas tanah yang telah dibebani oleh
Kredit Verband.
3. Hanya diperbolehkan 1(satu) Kredit Verband atas sebidang tanah milik adat
tersebut.
 Gadai.
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh seorang Kreditur atas suatu barang
bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang Debitur atau orang lain atas
namanya.
Sifat – sifat umum Gadai, adalah :
1. Gadai adalah untuk benda bergerak.
Artinya obyek gadai adalah benda bergerak baik berwujud, maupun tidak
berwujud (Hak tagihan).
2. Sifat Kebendaan.
Artinya memberikan jaminan bagi pemegang gadai, bahwa dikemudian hari
piutangnya pasti dibayar dari nilai barang jaminan.
3. Benda Gadai dikuasai oleh pemegang gadai.
Artinya benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang
gadai.
4. Hak menjual sendiri benda gadai.
Artinya hak untuk menjual sendiri benda gadai oleh pemegang gadai.
5. Hak yang didahulukan.
Artinya hak untuk mendapat prioritas pertama dari pemberi gadai saat
pelunasan.
6. Hak Accessoir.
Artinya hak gadai tergantung pada perjanjian pokok.

Hak bagi pemegang gadai adalah :


1. Menjual gadai dengan kekuasaan sendiri dan atau dengan perantaraan hakim.
2. Atas izin hakim, tetap menguasai benda gadai.
3. Mendapat ganti rugi.
4. Restorsi dan hak sesuai undang – undang untuk didahulukan.

Kewajiban pemegang gadai adalah :


1. Bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan barang gadai karena
kelalaiannya.
2. Memberitahukan kepada pemberi gadai apabila barang gadai itu dijual.
3. Bertanggungjawab terhadap hasil penjualan barang gadai tersebut.

Barang – barang yang dapat digadaikan, antara lain adalah :


1. Barang – barang perhiasan.
2. Elektronik.
3. Peralatan Rumah Tangga.
4. Mesin.
5. Tekstil.
6. Dll.
Barang – barang yang tidak dapat digadaikan adalah :
1. Barang Milik Pemerintah.
2. Surat – surat berharga.
3. Hewan dan tanaman.
4. Bahan makanan dan benda yanag mudah busuk.
5. Benda – benda yang kotor.
6. Benda – benda yang untuk menguasai dan memindahkan dari satu tempat
ketempat lain memerlukan izin.
7. Barang yang karena ukurannya yang besar maka tidak dapat disimpan
dipegadaian.
8. Barang yang tidak tetap harganya.

E. MELIKUIDASI JAMINAN KREDIT


Likuidasi jaminan kredit akan dilakukan oleh bank, jika bank tidak lagi mempunyai
rasa kepercayaan kepadan nasabah debiturnya, karena si nasabah debitur melakukan
wanprestasi. Yang dimaksud dengan wanprestasi dalam hal ini adalah, nasabah debitur
tidak lagi melakukan pembayaran angsuran kreditnya, atau dengan kata lain terjadi
kredit macet. Apabila terjadi keadaan yang demikian, maka bank yang bersangkutan
pasti akan segera melikuidasi jaminan kredit yang disertakan oleh nasabah debitur saat
mengajukan pinjaman kreditnya.
Alternatif melakukan likuidasi jaminan oleh bank, dilakukan untuk meminimalisir
kerugian yang akan diderita oleh bank yang bersangkutan.
Langkah melikuidasi jaminan ini dilakukan apabila :
1. Debitur tidak menunjukkan itikad baik dalam kredit yang diberikan, utamanya saat
terjadi kredit macet.
Itikad tidak baik tersebut ditandai dengan tidak terciptanya kerjasama dalam
menangani kredit macet tersebut, misalnya :
- Debitur susah ditemui.
- Debitur mengingkari janji yang telah disepakati bersama.
- Debitur tidak bersedia mengemukakan masalah yang dihadapi.
- Debitur berusaha mengelabui bank dengan menyertakan data fiktif.
2. Debitur sama sekali tidak memiliki sumber penghasilan lain.
Sumber penghasilan lain itu diharapkan akan dapat menutup kredit macet, karena
usaha yang dijalankan sudah tidak dapat diharapkan untuk mendatangkan
keuntungan. Apalagi jika yang bersangkutan adalah debitur perorangan, misalnya
yang bersangkutan sudah tidak bekerja lagi, atau belum mempunyai pekerjaan yang
baru.

Dalam melaksanakan likuidasi barang jaminan, secara prosedural hukum telah


diatur melalui suatu lembaga/badan yang ditunjuk oleh undang – undang. Bagi bank –
bank pemerintah, ekskusi jaminan kredit dilakukan oleh Badan Urusan Piutang Negara
(BUPN), yang berada dibawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Adapun untuk bank – bank milik swasta, biasanya dilakukan melalui Pengadilan
Negeri setempat.
Hanya kadang kala, bank kreditur dapat memberikan keleluasaan kepada debitur
untuk mencari jalan keluarnya sendiri, seperti halnya penjualan barang jaminan
dibawah tangan. Debitur biasanya diperkenankan untuk menjual barang jaminan
tersebut apakah kepada keluarganya atau kenalan dekatnya. Alternatif ini biasanya
diambil oleh bank, apabila bak selaku kreditur masih menaruh kepercayaan kepada
pihak manajemen dari debitur untuk dapat dan mampu mengambil langkah – langkah
yang dapat mengamankan pinjaman yang diberikan. Meskipun demikian langkah yang
diambil oleh bank kreditur seperti ini pasti diikuti oleh pengamanan dan pengawasan
yang intensif dari bank yang bersangkutan.

LATIHAN 1
Pilihlah jawaban yang benar dari alternative jawaban yang tersedia, dengan
memberikan tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Berikut adalah peranan strategis dari jaminan kredit, kecuali :
a. Mengikat nasabah debitur untuk segera melunasi hutangnya.
b. Sebagai dana alternatif bagi bank dalam pelunasan kredit.
c. Melindungi bank dari nasabah yang nakal.
d. Pengaman uang deposan yang dipakai oleh nasabah debitur.
e. Mengikat nasabah kreditur untuk segera mencairkan fasilitas kreditnya.
2. Perbandingan antara jumlah fasilitas kredit yang diusulkan dengan nilai
wajar dari jaminan kredit yang diberikan, disebut :
a. Cover Ratio.
b. Credit Ratio.
c. Collateral Ratio.
d. Marketable Ratio.
e. Liquidity Ratio.
3. Nasabah kredit pasti mempunyai character yang berbeda – beda, karena itu
unsur character menjadi salah satu prinsip yang harus dianalisa oleh bank
sebelum kredit dicairkan, selain adanya jaminan. Hal ini berkaitan dengan
peranan dari jaminan kredit, yakni :
a. Mengikat nasabah debitur untuk segera melunasi hutangnya.
b. Melindungi bank dari nasabah yang nakal.
c. Sebagai dana alternative dalam pelunasan kredit.
d. Mengikat nasabah debitur untuk segera melunasi hutangnya.
e. Pengaman uang deposan yang dipakai oleh nasabah debitur.
4. Jaminan Non Material meliputi hal – hal berikut ini, kecuali :
a. Jaminan Perorangan.
b. Jaminan Perusahaan.
c. Jaminan Badan.
d. Jaminan Bank.
e. Jaminan Asuransi.
5. Jika nilai barang jaminan hasil taksasi setara dengan nilai kredit yang
disalurkan tersebut, dinamakan :
a. Collateral Ratio.
b. Collateral Market.
c. Liquidity Collateral.
d. Collateral Marginal.
e. Personal Collateral.
6. Guarantee Fee adalah :
a. Balas jasa dari debitur kepada kreditur karena penyaluran kreditnya
disetujui.
b. Balas jasa yang diterima oleh Bank Non Kreditur karena menjadi penjamin
kredit untuk nasabah debitur.
c. Balas jasa yang diterima nasabah debitur karena meminta bank sebagai
penjamin kredit.
d. Balas jasa untuk Bank Kreditur karena menjadi penjamin kredit untuk
nasabah debitur.
e. Balas jasa dari asuransi kepada bank non kreditur karena sebagai penjamin
kredit.
7. Subyek dalam Akta Cessie, adalah :
a. Cessus, Ceddent, Creditur.
b. Cessionaries, Ceddent, Creditur.
c. Ceddent, Cessionaries, Cessus.
d. Creditur, Debitur, Ceddent.
e. Cessionaries, Cessus, Creditur.
8. Yang dimaksud dengan Hak Assesoir adalah :
a. Hak untuk didahulukan dalam perjanjaian gadai.
b. Hak Gadai harus dilakukan dibawah notaris.
c. Hak Notaris harus didahulukan dalam perjanjian Gadai.
d. Hak Debitur menjadi lemah dihadapan Notaris.
e. Hak Gadai tergantung pada perjanjian pokok.
9. Berikut ini yang bukan unsur – unsur dari Hypotek adalah :
a. Harus ada benda yang dijaminkan.
b. Benda yang dijaminkan adalah benda tak bergerak.
c. Dilakukan oleh orang yang berhak untuk memindah tangankan benda
jaminan.
d. Ada sejumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan ditetapkan dalam
suatu akta.
e. Benda obyek jaminan untuk dimiliki, dan sebagai jaminan hutang.
10. Salah satu syarat minimum dalam pengikatan Fidusia, adalah :
a. Tidak adanya penyebutan secara terperinci terhadap benda – benda yang
akan dipindah tangankan.
b. Ketergantungan dari kreditur bahwa ia berwenang untuk menguasai dan
berwenang untuk menyerahkan hak milik atas benda – benda tersebut.
c. Ketergantungan dari debitur bahwa ia berwenang untuk menguasai dan
berwenang untuk menyerahkan hak milik atas benda – benda tersebut.
d. Tidak adanya pembatasan – pembatasan terhadap perbuatan debitur yang
dapat merugikan.
e. Adanya pembatasan – pembatasan terhadap perbuatan kreditur yang dapat
merugikan.

RANGKUMAN
1. Peranan dari jaminan kredit sangat strategis dalam penyelamatan kredit yang
telah disalurkan, yakni :
a. Melindungi bank selaku kreditur dari kerugian.
b. Sebagai dana alternatif bagi bank dalam pelunasan kredit.
c. Melindungi bank dari nasabah yang nakal.
d. Mengikat nasabah debitur untuk segera melunasi hutangnya.
e. Pengaman uang deposan yang dipakai nasabah debitur.
2. Jenis – jenis jaminan kredit dapat dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok besar,
yakni :
a. Jaminan Material.
b. Jaminan Non Material.
3. Jaminan Material meliputi :
a. Jaminan Benda Bergerak.
b. Jaminan Benda Tak Bergerak.
4. Jaminan Non Material meliputi :
a. Jaminan Perorangan.
b. Jaminan Perusahaan.
c. Jaminan Bank.
d. Jaminan Asuransi.
5. Taksasi atau penilaian jaminan kredit oleh bank dapat dilakukan dengan
berpedoman pada :
a. Market Value.
b. Liquidity Value.
6. Demi adanya kepastian kekuatan hukum, sebaiknya pengikatan jaminan kredit
dilakukan secara Notariil (dihadapan Notaris).
7. Beberapa bentuk pengikatan barang jaminan, yang lazim digunakan oleh
perbankan di Indonesia adalah :
a. Fidusia.
b. Hypotek.
c. Cessie.
d. Credit Verband.
e. Gadai (biasanya dengan Lembaga Pegadaian).
8. Meliquidasi jaminan kredit akan dilakukan oleh bank untuk meminimalisir
kerugian yang mungkin akan diderita.

TEST FORMATIF 1
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan yang lengkap !
1. Tn.Atmadja Widhy seorang pengusaha property mengajukan pinjaman kredit
ke Bank “Prima” dengan jaminan Sertifikat tanah dan bangunan gedung kantor.
Luas tanah 600 m2, dan bangunan kantor 400 m2. Harga pasar untuk tanah
adalah Rp 750.000,00/m2 dan bangunan Rp 1.500.000,00/m2. Jika Bank Prima
menetapkan Liquidity value sebesar 75% dan Cover Ratio sebesar 125%,
hitung besar fasilitas kredit untuk Tn.Atmadja Widhy dengan pendekatan
market value !
2. Nn.Puspita Sari seorang pengusaha Salon Kecantikan, mengajukan pinjaman
kredit ke Bank”Prima”, dengan jaminan sertifikat tanah dan gedung salon. Luas
tanah 350 m2 dan luas banguan salon 250m2. Harga pasar untuk tanah adalah
Rp 650.000,00/m2 dan bangunan Rp 1.350.000,00/m2. Jika Bank Prima
menetapkan Liquidity Value 80% dan Cover Ratio 120%, hitung besar fasilitas
kredit untuk Nn.Puspita Sari dengan pendekatan Liquidity Value !
3. Sebut dan jelaskan secara singkat 3 (tiga) azas dari Hypotek !
4. Jelaskan secara singkat perbedaan antara Credit Verband dengan Hypotek !
5. Syarat minimum pengikatan Fidusia ada 3 (tiga). Sebut dan jelaskan secara
singkat !
6. Jelaskan perbedaan antara Market Value dengan Liquidity Value dalam taksasi
jaminan kredit !
7. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan “meliquidasi jaminan
kredit” !
8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Cessionaries, Ceddent dan Cessus !
9. Sebutkan 8(delapan) contoh barang yang tidak dapat digadaikan !
10. Sebut dan jelaskan secara singkat 3(tiga) kewajiban bagi pemegang gadai !

KEGIATAN BELAJAR 2
A. PENDAHULUAN
Undang – Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok
Agraria, khususnya pada pasal 16, disebutkan bahwa, hak atas tanah di Indonesia, meliputi
:
1. Hak Milik.
2. Hak Guna Usaha.
3. Hak Guna Bangunan.
4. Hak Pakai.
5. Hak Sewa.
6. Hak membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan.
Selain itu pada pasal 53 Undang – Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok – Pokok Agraria, juga disebutkan adanya hak – hak lain yang bersifat
sementara. Hak – Hak Lain yang bersifat sementara tersebut adalah :
1. Hak Gadai.
2. Hak Usaha bagi Hasil.
3. Hak Menumpang.
4. Hak Sewa Tanah Pertanian.

B. HAK MILIK
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai
orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pada pasal 6 Undang – Undang No 5 Tahun
1960 tersebut. Dalam pasal 6 dijelaskan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial. Dalam Undang – Undang Tentang Pokok – Pokok Agraria, hak milik atas tanah
diatur dalam pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasal 25, pasal 26, dan pasal
27. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain. Sesuai dengan Undang –
Undang No 5 Tahun 1960 tentang Pokok – Pokok Agraria, ditegaskan bahwa hanya warga
Negara Indonesia saja yang berhak dan dapat mempunyai Hak Milik.
Pemerintah Indonesia menetapkan badan – badan hukum yang dapat mempunyai
hak milik serta syarat – syaratnya. Badan – badan hukum tersebut antara lain adalah Bank
Milik Negara, Perkumpulan Koperasi, Badan Keagamaan, dan Badan Sosial. Terjadinya
Hak Milik bisa dikarenakan oleh Hukum Adat dan Penetapan Pemerintah, serta karena
adanya ketentuan undang – undang. Hak Milik atas tanah, harus didaftarkan di Kantor
Pertanahan Setempat. Demikian juga saat pengalihan hak milik kepada orang lain,
hapusnya hak milik serta pembebanannya dengan hak lain, harus didaftarkan pada Kantor
Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud untuk mendapatkan pembuktian yang kuat
atas Hak Milik tersebut.

C. HAK GUNA USAHA


Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan taanah yang dikuasai langsung
oleh Negara dalam jangka waktu yang ditentukan untuk perusahaan pertanian, perikanan
dan peternaan. Berdasarkan Undang – Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok – Pokok
Agraria, Hak Guna Usaha diatur dalam pasal 28 sampai dengan pasal 34 serta dalam
Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 18.
Jangka waktu Hak Guna Usaha adalah 35 tahun dan dapat diperpanjang lagi jangka
waktunya paling lama 25 tahun. Setelah jangka waktu pengusahaan dan jangka waktu
perpanjangan berakhir, kepada pemegang hak guna usaha dapat diberikan pembaharuan
Hak Guna Usaha lagi di atas tanah yang sama. Pengusahaan tanah dalam Hak Guna Usaha
paling sedikit 5 (lima) hektar. Jika luas tanah yang diusahakan lebih dari 25 hektar,
pemerintah mensyaratkan harus dikelola dengan investasi modal yang layak dengan teknik
perusahaan yang baik, dan sesuai dengan perkembangan jaman. Seperti halnya dengan Hak
Milik, Hak Guna Usaha juga dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Tanah Hak
Guna Usaha dapat dimiliki oleh warga Negara Indonesia, dan Badan Hukum yang
didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Tanah yang dapat
diberikan Hak Guna Usaha adalah tanah Negara.
Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan pemerintah. Setiap peralihan, hapus dan
pembebanan Hak Guna Usaha dengan Hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan
setempat. Pendaftaran ini dimaksudkan untuk pembuktian yang kuat akan syahnya Hak
Guna Usaha yang dimiliki. Tanah dengan status Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan
utang di bank dengan dibebani Hak Tanggungan.

D. HAK GUNA BANGUNAN


Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bagunan di atas
tanah yang bukan miliknya, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan
dapat diperpanjang lagi selama – lamanya 20 (dua puluh) tahun. Dalam Undang – Undang
No 5 Tahun 1960 Tentang Pokok – Pokok Agraria, Hak Guna Bangunan diatur pada pasal
35 sampai dengan pasal 40. Demikian juga dalam peraturan Pemerintah No. 40 Tahun
1996, Hak Guna Bangunan diatur dalam pasal 19 sampai dengan pasal 38.
Sama halnya dengan Hak Guna Usaha, dalam Hak Guna Bangunan juga diberikan
pembaharuan atas Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama, jika jangka waktu
pengusahaannya dan jangka waktu perpanjangannya telah berakhir. Hak Guna Bangunan
dapat beralih dan dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain. Hak Guna Bangunan dapat
dipunyai oleh warga Negara Indonesia, dan Badan Hukum yang didirikan berdasarkan
hukum yang berlaku di Indonesia.
Hak Guna Bangunan terjadi karena penetapan pemerintah. Setiap peralihan, hapus
dan pembebanan Hak Guna Bangunan dengan Hak lain, harus didaftarkan di Kantor
Pertanahan setempat. Pendaftaran ini dimaksudkan untuk pembuktian yang kuat akan
syahnya Hak Guna Bangunan yang dimiliki. Tanah dengan status Hak Guna Bangunan
dapat dijadikan jaminan utang di bank dengan dibebani Hak Tanggungan.

E. HAK PAKAI
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain dengan jangka waktu yang tidak
tertentu. Penjelasan tentang Hak Pakai tersebut diatur dalam pasal 41 Undang – Undang
No 5 Tahun 1960 Tentang Pokok – Pokok Agraria.
Hak Pakai dapat diberikan dengan ketentuan :
1. Selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan ungtuk
keperluan tertentu.
2. Dengan Cuma – Cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa
apapun.
3. Pemberian Hak Pakai tidak boleh disertai syarat – syarat yang mengandung
unsur pemeasan.

Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah :


1. Warga Negara Indonesia.
2. Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia.
3. Badan Hukum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
4. Badan Hukum Asing yanag mempunyai perwakilan di Indonesia.

Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, maka Hak Pakai
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan seizing pejabat yang berwenang. Hak
Pakai atas tanah hak milik, hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal tersebut
dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan dan telah disetujui bersama.

F. HAK SEWA UNTUK BANGUNAN


Hak Sewa adalah hak untuk menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan
bangunan dengan membayar sewa kepada pemilik tanah. Hak Sewa untuk Bangunan ini
diatur dalam Undang – Undang No 5 Tahun 1960 tentang Pokok – Pokok Agraria dalam
pasal 44.
Pembayaran uang sewa dapat dilakukan dengan ketentuan :
1. Satu kali atau pada tiap – tiap waktu tertentu.
2. Sebelum atau sesudah tanahnya digunakan.
3. Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dimaksudkan dalam pasa 44 Undang
– Undang Pokok – Pokok Agraria ini tidak boleh disertai dengan syarat – syarat
yang mengandung unsur pemerasan.

Yang dapat menjadi pemegang Hak Sewa adalah :


1. Warga Negara Indonesia.
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
3. Badan Hukum yang idirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
4. Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

G. HAK MEMBUKA TANAH DAN MEMUNGUT HASIL HUTAN


Hak Membuka Tanah dan memungut Hasil Hutan adalah hak yang berasal dari
hokum adat sehubungan adanya hak ulayat. Berdasarkan pasal 46 Undang – Undang
Pokok – Pokok Agraria, Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasl Hutan hanya dapat
dipunyai oleh warga Negara Indonesia yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan
mempergunakan Hak Memungut Hasil Hutan secara syah, tidak dengan sendirinya
diperoleh Hak Milik atas tanah tersebut.

H. HAK – HAK YANG BERSIFAT SEMENTARA


Hak – Hak yang bersifat sementara adalah hak – hak atas tanah yang diatur pada
pasal 53 Undang – Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok – Pokok Agraria. Hak atas
tanah yang bersifat sementara ini sebenarnya adalah hak yang sangat merugikan bagi
pemilik tanah gadai dan penggarap tanah.
Berikut ini adalah macam – macam hak atas tanah yang bersifat sementara :
1. Hak Gadai.
Hak Gadai tanah pertanian merupakan pengertian dari “jual gadai” tanah yang
berasal dari hukum adat. Jual gadai adalah penyerahan sebidang tanah oleh
pemiliknya kepada pihak lain dengan membayar uang kepada pemilik tanah,
dengan perjanjian bahwa tanah akan dikembalikan kepada pemiliknya apabila
pemilik mengembalikan uang yang diterimanya kepada pemegang tanah gadai.
Sifat pemerasan pada hak gadai adalah :
a. Lamanya gadai tidak terbatas.
b. Tanah baru dapat kembali ke pemilik tanah apabila sudah ditebus oleh
pemiliknya.
2. Hak Usaha Bagi Hasil.
Hak Usaha Bagi Hasil adalah hak yang asalnya sama dengan hak gadai, yaitu
berasal dari hokum adat. Sifat – sifat dan ciri – ciri dari Hak Usaha Bagi Hasil
adalah :
a. Perjanjian bagi hasil waktunya terbatas.
b. Perjanjian bagi hasil tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, tanpa izin
pemilik tanahnya.
c. Perjanjian bagi hasil tidak hapus dengan berpindahnya hak milik atas tanah
yang bersangkutan kepada pihak lain.
d. Perjanjian bagi hasil juga tidak hapus jika penggarap meninggal dunia,
tetapi hak itu hapus jika pemilik tanahnya meninggal dunia.
e. Perjanjian bagi hasil diatur menurut peraturan khusus.
3. Hak Menumpang.
Hak Menumpang adalah hak yang mengijinkan seseorang untuk mendirikan
bangunan dan menempati tanah pekarangan orang lain, dengan tidak membayar
sejumlah uang kepada pemilik pekarangan. Sifat – sifat dan ciri – ciri Hak
menumpang adalah sebagai berikut :
a. Tidak mempunyai jangka waktu yang pasti, karena sewaktu – waktu dapat
dihentikan.
b. Hubungan hukumnya lemah, yaitu sewaktu – waktu dapat diputuskan oleh
pemilik tanah, jika ia memerlukan tanah tersebut.
c. Pemegang Hak menumpang tidak wajib membayar sesuatu uang sewa
kepada pemilik tanah.
d. Hanya terjadi pada tanah pekarangan.
e. Tidak wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan.
f. Bersifat turun – temurun, artinya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
g. Tidak dapat dialihkan kepada pihak lain yang bukan ahli warisnya.
4. Hak Sewa Tanah Pertanian.
Hak Sewa Tanah Pertanian sebagai salah satu hak yang bersifat sementara
dalam kenyataannya di masyarakat masih sering terjadi. Dimana dalam
masyarakat Hak Sewa Tanah Pertanian, dikenal ada 2 (dua) macam, yaitu :
1. Sewa untuk tanah sawah.
2. Sewa untuk kebun.
Yang membedakan antara kedua sewa tanah pertanian tersebut biasa dari segi
pembayaran uang sewa tanahnya. Dimana sewa untuk sawah dibayar depan
sedangkan sewa untuk kebun dibayar belakang atau pembayaran dilakukan
setelah panen, mirip dengan perjanjian bagi hasil dan dalam hukum adat dikenal
dengan sewa tanah hasil pertanian.
Di beberapa daerah di Indonesia, sewa tanah pertanian dikenal dengan beberapa
istilah yang berbeda. Di Tapanuli Selatan disebut "mengasi", di Sumatera
Selatan disebut "sewa bumi", di Kalimantan disebut "cukai" di Ambon disebut
"sewa ewang" dan di Bali disebut "ngupetenin". Untuk daerah Sulawesi
Selatan, sewa tanah pertanian dikenal dengan istilah "paje’".
Umumnya praktek sewa menyewa tanah pertanian ini masih terjadi di daerah
pedesaan dan pelaksanaannya didasarkan pada hukum adat masing-masing.
Hubungan antara penyewa dan pemberi sewa lebih banyak didasarkan pada
adanya rasa saling percaya dan kejujuran antara keduanya, jadi tidak melalui
suatu proses formal untuk terjadinya suatu perjanjian sewa menyewa tanah
pertanian.
Hapusnya Hak atas Tanah karena :
1. Jangka waktu yang berakhir.
2. Dibatalkan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuati syarat yang tidak
terpenuhi.
3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir.
4. Dicabut untuk kepentingan umum.
5. Diterlantarkan.
6. Tanahnya musnah.
7. Beralih ke warga Negara asing (khusus hak milik), atau badan hukum asing
(khus HGU dan HGB).
Peralihan Hak atas Tanah dapat terjadi karena :
1. Jual Beli.
2. Tukar Menukar.
3. Penyertaan Dalam Modal.
4. Hibah.
5. Pewarisan.

LATIHAN 2
Pilihlah jawaban yang benar dari alternative jawaban yang tersedia, dengan
memberikan tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Dalam Undang – Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok –
Pokok Agraria, khususnya pada pasal 16, disebutkan bahwa, hak atas tanah di
Indonesia, meliputi hal berikut, kecuali :
a. Hak Milik.
b. Hak Guna Usaha.
c. Hak Guna Bangunan.
d. Hak Pakai.
e. Hak Menempati.
2. Berikut ini yang bukan Hak – Hak Lain Atas Tanah Yang Bersifat Sementara,
adalah :
a. Hak Pakai.
b. Hak Gadai.
c. Hak Usaha Bagi Hasil.
d. Hak Menumpang.
e. Hak Sewa Tanah Pertanian.
3. Berikut ini yang bukan merupakan penyebab terjadinya peralihan Hak Atas
Tanah, adalah :
a. Jual beli.
b. Jaminan Kredit.
c. Tukar menukar.
d. Penyertaan dalam modal.
e. Pewarisan.
4. Hapusnya Hak Atas Tanah terjadi, karena :
a. Jangka waktu yang belum berakhir.
b. Dibatalkan setelah jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang
tidak terpenuhi.
c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhir.
d. Dicabut untuk kepentingan pribadi.
e. Beralih ke warga Negara Indonesia (khusus hak milik), atau badan hukum
asing (khus HGU dan HGB).
5. Perbedaan antara Hak Sewa Tanah Pertanian dan Hak Sewa Tanah Kebun,
adalah :
a. Uang sewa untuk tanah pertanian dibayar di belakang, sedangkan uang
sewa untuk tanah kebun di bayar di depan.
b. Uang sewa untuk tanah pertanian lebih mahal disbanding uang sewa untuk
tanah kebun.
c. Uang sewa untuk tanah pertanian lebih murah daripada uang sewa untuk
tanah kebun.
d. Uang sewa untuk tanah pertanian dibayar di depan, sedangkan uang sewa
untuk tanah kebun dibayar di belakang.
e. Uang sewa untuk tanah pertanian dibayar dengan uang tunai, sedangkan
uang sewa untuk tanah kebun dibayar dengan hasil kebun.
6. Hak turun temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah,
dengan mengingat ketentuan pada pasal 6 Undang – Undang No 5 Tahun 1960,
dinamakan :
a. Hak Sewa.
b. Hak Milik.
c. Hak Usaha Bangunan.
d. Hak Guna Bangunan.
e. Hak Menyewa.
7. Penyerahan sebidang tanah oleh pemiliknya kepada pihak lain dengan
membayar uang kepada pemilik tanah, dengan perjanjian bahwa tanah akan
dikembalikan kepada pemiliknya apabila pemilik mengembalikan uang yang
diterimanya, disebut :
a. Beli Gadai.
b. Hak Milik Gadai.
c. Jual Gadai.
d. Hak Sewa Gadai.
e. Hak Menukar Gadai.
8. Di beberapa daerah di Indonesia, sewa tanah pertanian dikenal dengan beberapa
istilah yang berbeda. Di Kalimantan sewa tanah pertanian, disebut :
a. Paje.
b. Ngupetenin.
c. Sewa Bumi.
d. Cukai.
e. Sewa Ewang.
9. Berikut ini yang bukan sifat – sifat dan ciri – ciri Hak Menumpang adalah :
a. Tidak mempunyai jangka waktu yang pasti, karena sewaktu – waktu dapat
dihentikan.
b. Hubungan hukumnya lemah, yaitu sewaktu – waktu dapat diputuskan oleh
pemilik tanah, jika ia memerlukan tanah tersebut.
c. Pemegang Hak menumpang tidak wajib membayar sesuatu uang sewa
kepada pemilik tanah.
d. Hanya terjadi pada tanah pekarangan.
e. Dapat dialihkan kepada pihak lain yang bukan ahli warisnya.
10. Berikut ini adalah sifat – sifat dan ciri – ciri dari Hak Usaha Bagi Hasil, kecuali
:
a. Perjanjian bagi hasil waktunya terbatas.
b. Perjanjian bagi hasil tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, tanpa izin
pemilik tanahnya.
c. Perjanjian bagi hasil juga hapus jika penggarap meninggal dunia, tetapi hak
itu tidak hapus jika pemilik tanahnya meninggal dunia.
d. Perjanjian bagi hasil tidak hapus dengan berpindahnya hak milik atas tanah
yang bersangkutan kepada pihak lain.
e. Perjanjian bagi hasil diatur menurut peraturan khusus.

RANGKUMAN
1. Undang – Undang yang mengatur tentang hak – hak atas tanah di Indonesia
Undang – Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok
Agraria.
2. Hak atas tanah di Indonesia meliputi :
a. Hak Milik.
b. Hak Guna Usaha.
c. Hak Guna Bangunan.
d. Hak Pakai.
e. Hak Sewa.
f. Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan.
3. Hak – Hak Lain atas tanah Yang Bersifat Sementara, meliputi :
a. Hak Gadai.
b. Hak Usaha Bagi Hasil.
c. Hak Menumpang.
d. Hak Sewa Tanah Pertanian.
4. Peralihan Hak atas tanah dapat terjadi karena :
a. Jual beli.
b. Tukar Menukar.
c. Penyertaan Dalam Modal.
d. Hibah.
e. Pewarisan.
5. Hapusnya Hak Tanah terjadi, karena :
a. Jangka waktu yang berakhir.
b. Dibatalkan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang
tidak terpenuhi.
c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhir.
d. Dicabut untuk kepentingan umum.
e. Diterlantarkan.
f. Tanahnya musnah.
g. Beralih ke warga Negara asing (khusus hak milik), atau badan hokum asing
(khus HGU dan HGB).

TEST FORMATIF 2
Jawablah pertanyaan – pertanyaan di bawah ini dengan diberi penjelasan secara
singkat !
1. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Hak Milik Atas Tanah !
2. Jelaskan perbedaan antara Hak Guna Usaha dengan Hak guna Bangunan !
3. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Hak Pakai, dan siapa saja
yang dapat memperoleh Hak Pakai Atas Tanah di Indonesia !
4. Sebutkan sifat – sifat dan ciri – ciri dari Hak menumpang di Indonesia !
5. Jelaskan mengapa Hak Atas Tanah yang dimiliki seseorang bisa hapus !
6. Jelaskan perbedaan antara Hak Guna Bangunan dengan Hak Sewa Untuk
Bangunan !
7. Jelaskan perbedaan antara Hak Sewa Untuk Pertanian tanah sawah dengan
tanah kebun !
8. Apakah yang dimaksud dengan Hak menumpang menurut Undang – Undang
No 5 Tahun 1960 ?
9. Jelaskan mengapa Hak atas tanah yang bersifat sementara ini sebenarnya
adalah hak yang sangat merugikan bagi pemilik tanah gadai dan penggarap
tanah !
10. Sebut dan jelaskan secara singkat sifat pemerasan yang ada pada Hak Gadai !
KUNCI JAWABAN LATIHAN 1
1. E.
2. A.
3. B.
4. C.
5. D.
6. B.
7. C.
8. E,
9. E.
10. C.

KUNCI JAWABAN LATIHAN 2


1. E.
2. A.
3. B.
4. C.
5. D.
6. B.
7. C.
8. D.
9. E.
10. C.
Daftar Pustaka

Hadiwijaya, (1991).Analisis Kredit, Jakarta. Penerbit Pionir Jaya.

Fahmi, Irham,S.E.,M.Si. (2014). Manajemen Perkreditan, Bandung, Penerbit Alfabeta.

Jopie Jusuf, (2003). Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, Jakarta, Penerbit PT Elex Media
Komputindo.

Kasmir, (2001).Manajemen Perbankan, Jakarta. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.

Pudjo Muljono, Teguh, (2001).Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Cetakan Ke-
3, Yogyakarta. Penerbit BPFE.

Ruddy Tri Santoso, (1996).Kredit Usaha Perbankan.Yogyakarta. Penerbit Andi.

Sinungan, Mucdharsyah, (1983).Dasar – Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Jakarta.


Penerbit PT.Bina Aksara.

Sutojo, Siswanto, (2000).Strategi Umum Kredit Bank Umum, Jakarta. PT.Damar Mulia
Puskata.

Suyatno,Thomas, dkk.,(1990).Dasar – Dasar Perkreditan, Jakarta. PT.Gramedia.

Undang – Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Hukum Dasar Pokok Agraria.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perubahan UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Program Studi:
Buku Ajar :
Keuangan dan Perbankan
Manajemen Perkreditan Politeknik Negeri
Semester: 4
Balikpapan

MODUL 5

PERKREDITAN OBYEKTIF, ASUMSI PERENCANAAN KREDIT,


RESIKO KREDIT DAN KEBIJAKAN KREDIT

PENDAHULUAN
Karena perkreditan merupakan kegiatan yang utama untuk menghasilkan keuntungan
dari bank, maka rencana kredit adalah hal yang mutlak harus dilakukan dalam rangka
penentuan melengkapi policy perkeditan secara menyeluruh. Tanpa adanya rencana kredit,
maka polcy perkreditan dari bank yang bersangkutan tidak akan lengkap dan tidak berarti.
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penyusunan
rencana kredit yang mantab dan terarah. Aspek – aspek tersebut adalah :
1. Kondisi perekonomian dan perdagangan.
Dalam penyusunan rencana perkreditan, bank harus memperhatikan kondisi
perekonomian dan perdagangan saat itu. Hal ini mutlak harus dilakukan, karena
sebagai lembaga keuangan, bank tidak akan terlepas dari kegiatan perekonomian
dan perdagangan. Bank harus memperhitungkan bagaimana kemungkinan –
kemungkinan yang akan timbul, selama rencana perkreditan disusun, serta selama
rencana perkreditan dari bank tersebut dilaksanakan.
2. Line Of Business.
Dalam rencana perkreditan yang akan disusun, harus diperhitungkan dalam sektor
ekonomi mana bank akan bergerak dan bermain didalamnya. Bank harus
menentukan, dalam rencana perkreditan tersebut apakah dikhususkan pada sektor
pertanian, sektor perekonomian masyarakat bawah, sector industry, sektor
perdagangan umum, atau mungkin pada sektor real estate. Bank harus
mempertimbangkan beberapa indikator ekonomi yang berhubungan erat dengan
line of business yang yang sudah ditetapkan dengan melakukan penelitian dan
analisa yang mendalam terkait hal tersebut.
3. Keadaan nasabah yang ada.
Dalam perencanaan perkreditan, bank harus memiliki catatan terkait nasabah yang
akan dibidik dalam policy perkreditan yang disusun. Tidak ada salahnya jika bank
melakukan pengelompokan nasabah berdasarkan kelancaran usaha secara lengkap.
Keadaan kelancaran usaha nasabah tersebut, kemudian dihubungkan dengan sektor
usaha yang menjadi line of business bank. Dari data terkait kelancaran usaha
tersebut, secara tidak langsung akan diketahui bagaimana keadaan nasabah yang
akan dibidik dalam policy perkreditan yang sedang disusun.
4. Keadaan Keuangan Bank.
Keadaan keuangan bank, menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan
dalam penyusunan rencana perkreditan. Karena kekuatan keuangan bank yang
bersangkutan, akan menentukan langkah – langkah nyata, dari rencana perkreditan,
jelasnya adalah berapa jumlah dana dari bank yang akan dioperasikan untuk
kegiatan perkreditan. Hal ini harus menjadi pertimbangan yang prinsip bagi bank
yang bersangkutan, karena sesuai dengan peraturan dari bank sentral, setiap bank
harus memelihara cash ratio, yang merupakan suatu reserve dari bank tersebut
untuk memenuhi atau menutupi kewajiban – kewajiban dari bank yang
bersangkutan yang sewaktu – waktu dapat timbul.
5. Organisasi Bank.
Rencana perkreditan yang akan disusun harus mempertimbangkan besar kecilnya
bank yang bersangkutan. Hal ini sangat besar pengaruhnya, terkait dengan
pemberian wewenang dan tanggungjawab yang dipikulnya. Bila organisasi dari
bank yang bersangkutan besar, dalam arti memiliki beberapa cabang yang tersebar
di beberapa wilayah, perlu ada pengaturan tentang wewenang dalam mengambil
keputusan terkait kredit yang akan disalurkan. Pengaturan dalam pemberian
wewenang serta tanggung jawab tersebut dimaksudkan agar kredit yang disalurkan
dapat lancar dan menguntungkan, sehingga dapat menunjang kegiatan operasi bank
selanjutnya.
6. Skill dari personil – personil kredit di seluruh organisasi bank.
Dalam penyusunan rencana perkreditan, bank harus mempertimbangkan
ketrampilan / skill serta kompetensi dari pejabat kredit yang ada. Jika perlu bank
harus mengadakan spesialisasi.
Intensitas pengaruh dari 6 (enam) faktor tersebut dalam penyusunan rencana
perkreditan bebeda satu sama lain. Oleh karena itu, dalam penyusunan rencana perkreditan,
bank perlu menyusun asumsi perencanaan, misalnya terkait dengan pola permintaan
masyarakat untuk tahun yang akan datang, tingkat suku bunga acuan yang ditetapkan oleh
bank sentral, atau juga kemungkinan perkembangan ekonomi mendatang yang makin
cerah. Dalam menetapkan asumsi perencanaan tersebut perlu dilakukan dengan teknik
analisa yang sistematis.

KEGIATAN BELAJAR 1
A. PERKREDITAN OBYEKTIF
Setelah diketahui faktor – faktor yang mempengaruhi dalam penyusunan rencana
perkreditan, maka bank perlu menetapkan apakah sebenarnya obyektif yang ingin dicapai
oleh bank yang bersangkutan dalam kegiatan operasionalnya. Obyektif dari bank yang
bersangkutan antara lain, tergambar dari pertanyaan – pertanyaan berikut :
- Apakah bank ingin mengejar laba yang setinggi – tingginya ?
- Apakah operasional bank dilakukan untuk focus pada penetrasi pasar ?
- Apakah rencana perkreditan yang akan disusun difokuskan dalam pengembangan
bisnis bank ?
- Apakah rencana perkreditan yang akan disusun digunakan untuk memajukan
perekonomian Negara ?
- Apakah kredit yang akan disalurkan untuk melaksanakan kebijakan moneter dari
pemerintah ?
- Apakah kredit yang akan disalurkan oleh bank digunakan untuk memasarkan dana
yang ideal ?

Bank harus mempelajari masing – masing obyektif tersebut secara seksama tentang
tingkat keterlaksanaannya dengan membandingkan terhadap faktor – faktor kredit yang
mungkin menjadi kendala. Dengan demikian penetapan obyektif dari perencanaan kredit
akan tergantung pada kendala yang paling kritis yang dihadapi oleh bank yang
bersangkutan. Hal ini dapat dipahami, karena antara faktor – faktor perencanaan kredit satu
sama lain mempunyai hubungan yang sangat erat juga mempunyai hubungan timbal balik
dengan obyektif yang akan dicapai oleh bank yang bersangkutan. Jadi jelasnya, setelah
obyektif perkreditan dari bank yang bersangkutan ditetapkan, maka perlu dinilai atau
disaring lagi dengan berbagai resiko yang akan dihadapi untuk mencapai obyektif
perkreditan tersebut.
B. ASUMSI PERENCANAAN KREDIT
Asumsi adalah scenario untuk mensimulasikan realitas yang berbeda atau situasi
yang mungkin terjadi tanpa menghiraukan faktor – faktor yang kompleks dan
menyeluruh. Asusmsi kerapkali dihubungkan dengan aturan – aturan yang praktis.
Asumsi perencanaan kredit berarti bank dalam menyusun perencanaan kredit harus
memikirkan kemunkinan – kemungkinan yang akan terjadi setelah perencanaan kredit
dari bank yang bersangkutan disusun dan dilaksanakan.
Dengan kata lain, pihak manajemen bank sedini mungkin harus sudah memikirkan
dampak yang akan timbul baik bagi operasional bank secara keseluruhan maupun
terhadap tingkat keuntungan yang akan diperoleh jika perencanaan kredit yang disusun
akan diaplikasikan.

C. RESIKO KREDIT
Setiap usaha pasti akan dihadapkan pada resiko walaupun mempunyai bobot yang
berbeda. Demikian juga halnya dalam pemberian kredit, pasti akan terkandung adanya
resiko yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam proses perencanaan kredit yang
dibuat oleh bank.
Berbagai bentuk resiko yang perlu dipahami oleh bank adalah :
1. Resiko dari Sifat Usaha.
Dalam dunia perekoomian, akan terdapat ribuan jenis usaha yang bisa kita jumpai.
Masing – masing jenis usaha tersebut tentu mempunyai sifat yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Hal ini bisa dipahami karena masing – tentu mempunyai
ciri khusus dalam melaksanakan kegiatannya. Dan tentu saja karena adanya
perbedaan sifat dan ciri khusus dari masing – masing usaha tersebut, maka tingkat
resiko yang dikandungnya pun tentu akan berbeda.
2. Resiko Geografis.
Tentu dapat dipahami, bahwa besar kecilnya suatu kegiatan usaha juga dipengaruhi
oleh faktor geografis. Resiko geografis ini sangat erat hubungannya dengan
bencana alam yang sering terjadi pada suatu lokasi usaha tertentu. Namun juga
harus dipahami, bahwa dalam resiko geografi ini, selain resiko bencana alam, juga
karena faktor lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi kelancaran usaha yang dilakukan oleh nasabah debitur.
3. Resiko Politik.
Sering kita jumpai bahwa, kegagalan perkreditan karena tidak adanya
kebijaksanaan politik yang jelas. Kejelasan dalam kebijakan politik yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat sangat dibutuhkan oleh setiap
pengusaha. Hal ini demi keberlangsungan usaha dari si pengusaha yang
bersangkutan. Karenanya kestabilan politik dalam suatu daerah atau bahkan Negara
menjadi faktor yang cukup menentukan dalam keberhasilan kegiatan usaha.
4. Resiko Uncertanty.
Faktor uncertainty atau faktor ketidakpastian pasti akan menimbulkan spekulasi
dalam kegiatan usaha. Bisa kita pahami, bahwa setiap usaha yang berupa spekulasi
pasti akan mengandung resiko yang tinggi dalam usaha tersebut kaitannya dalam
upaya mencapai tujuan. Resiko uncertainty ini mengandung resiko yang tinggi,
karena segala sesuatunya yang bersifat spekulasi jelas tidak dapat direncanakan
dahulu dengan sebaik – baiknya.
5. Resiko Inflasi.
Inflasi adalah turunnya nilai uang, dimana biasanya ditandai dengan naiknya harga
– harga barang khususbya kebutuhan pokok. Dalam dunia perekonomian,
khususnya perkreditan, resiko karena adanya inflasi sifatnya abstrak. Walaupun
hutang pokok beserta bunganya telah dibayar lunas oleh nasabah debitur, tetapi
pada masa inflasi yang tinggi, bank tetap akan menderita kerugian, akibat turunnya
daya beli dari rupiah yang telah dipinjamnkan kepada nasabahnya melalui fasilitas
kredit. Resiko inflasi ini jelas merupakan ancaman terhadap modal bank, karena
dengan adanya inflasi tersebut laba yang diperoleh bank akan overstated. Laba
yang overstated tentu akan mengakibatkan pembayaran pajak dan pembagian laba
kepada pemilik saham yang semakin tinggi, yang pada akhirnya akan
mengakibatkan terjadinya kanibalisme modal bank.
6. Resiko Persaingan.
Tentu dapat dipahami, bila untuk memasuki pasar setiap pengusaha harus siap
bersaing denan lawan – lawan bisnisnya. Resiko persaingan bisa berupa persaingan
terhadap sesama bank sendiri dengan membiayai proyek yang sama, atau juga
persaingan antara perusahaan – perusahaan sejenis yang menjadi obyek
perkreditan. Dengan sendirinya, agar dapat memenangkan persaingan tentu dituntut
adanya system kerja yang efektif dan efisien, termasuk dalam perencanaan
perkreditan.

D. PENDEKATAN DALAM PERENCANAAN KREDIT


Seperti yang sudah diketahui bersama, bahwa dalam melaksanakan analisa kredit,
ada beberapa alternatif pendekatan yang bisa digunakan oleh pihak bank. Pendekatan
dalam analisa kredit tersebut juga berlaku dalam perencanaan kredit.
Beberapa pendekatan yang biasanya digunakan oleh bank dalam perencanaan
kredit, adalah :
1. Pendekatan Jaminan (Collateral Approach).
Dalam pendekatan jaminan ini, bank akan memberikan kredit kepada nasabah
debiturnya dengan memperhitungkan jaminan yang akan diberikan. Jelasnya
adalah, fasilitas kredit akan diberikan kepada calon nasabah debiturnya, jika calon
debitur mempunyai jaminan yang memadai, baik ditinjau dari segi nilai ekonomis,
maupun dari segi yuridisnya. Hal ini berarti, dalam perencanaan kredit yang akan
disusun oleh bank yang bersangkutan, difokuskan pada nilai jaminan yang akan
diserahkan oleh calon nasabah debitur.
2. Pendekatan Karakter (Character Approach).
Dalam pendekatan karakter, perencanaan kredit difokuskan pada penilaian terhadap
karakter dari calon nasabah debitur. Pada intinya, dalam pendekatan ini, proses
pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan bank terhadap reputasi karakter
bisnis calon nasabah debitur yang bersangkutan. Informasi terkait reputasi bisnis
dari calon nasabah debitur, biasanya bank mendapatkannya dari asosiasi pengusaha
dari calon nasabah debitur. Selain itu informasi tersebut juga bisa didapat dari Bank
Indonesia selaku bank sentral di Indonesia.
3. Pendekatan atas dasar Kemampuan Pelunasan Kredit.
Dalam pendekatan ini, penyusunan perencanaan kredit oleh bank difokuskan pada
kemampuan calon nasabah debitur dalam melunasi hutang – hutangnya. Jelasnya
fasilitas kredit akan diberikan oleh bank kepada nasabah debiturnya jika calon
nasabah debitur tersebut mempunyai riwayat yang baik dalam pelunasan hutang –
hutangnya selama menjadi nasabah kredit.
4. Pendekatan atas dasar Tingkat Keterlaksanaan Proyek Usaha Calon Debitur
(Feasibility Approach).
Dalam pendekatan Feasibiliy Approach, pihak bank menilai sampai sejauh mana
proyek usaha calon nasabah debitur tersebut dapat melunasi kewajibannya dengan
sumber – sumber dana yang dapat dihimpun oleh usaha yang dapat dilakukannya.

E. PENYUSUNAN RENCANA KREDIT


Langkah yang perlu dilakukan dalam penyusunan rencana kredit adalah
mendiagnosa kondisi keuangan perusahaan/bank pada saat itu. Yang perlu diperhatikan
dalam mendiagnosa kondisi keuangan perusahaan adalah dengan melihat besarnya total
pendapatan, besarnya total pengeluaran, besarnya total asset, serta total
kewajiban/hutang perusahaan saat rencana kredit akan disusun. Seperti yang sudah
dipahami sebelumnya, bahwa sebelum memberikan fasilitas kreditnya, bank
mempunyai berbaai analisis untuk menentukan apakah layak atau tidaknya seseorang
calon nasabah debitur mendapatkan kreditnya.
Berikut beberapa analisis yang dilakukan oleh bank sebelum kredit diberikan, yaitu
:
- Bank melihat kepada siapa kredit akan diberikan.
- Untuk tujuan apa kredit diberikan.
- Bank akan melihat kemampuan si calon nasabah debitur untuk membayar /
mengembalikan kreditnya.
- Berapa jumlah limit kredit yang akan diberikan dengan memperhatikan resiko yang
ada.

Analisis yang dilakukan oleh bank tersebut umumnya akan menjadi dasar
pertimbangan dalam menyusun rencana kredit.
Proses penyusunan perencanaan kredit yang dilakukan oleh bank, dapat ditempuh
dalam beberapa cara, antara lain adalah :
1. Top Down Approach.
Maksudnya adalah proses perencanaan dimulai dari pimpinan atas dan diteruskan
ke pimpinan bawah, sampai dengan staff. Jelasnya penyusunan perencanaan kredit
diawali dari ide – ide dan masukan dari pimpinan bank, selanjutnya pihak staff
menterjemahkan ide – ide tersebut kedalam perencanaan kredit yang akan disusun
dan akan menjadi acuan dari bank yang bersangkutan.
2. Bottom Up Approach.
Penyusunan perencanaan kredit dengan pendekatan Bottom Up Approach,
merupakan kebalikan dari pendekatan Top Down Approach. Maksudnya adalah
proses penyusunan perencanaan kredit dimulai dari ide – ide para bawahan / staff,
untuk selanjutnya diteruskan kepada para pimpinan perusahaan/bank. Jika pihak
pimpinan/manajemen bank menyetujui poin – poin yang diusulkan oleh para
staff/bawahan, maka perencanaan kredit dapat disusun berdasarkan ide – ide
tersebut.
3. Perpaduan antara atas dan bawah.
Maksudnya adalah dalam proses penyusunan perencanaan kredit, ide – ide terkait
point – point yang akan dituangkan dalam perencanaan kredit merupakan
perpaduan dari ide pimpinan dan ide dari para staff/karyawan bank. Selanjutnya ide
– ide tersebut dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan
perencanaan kredit bank yang bersangkutan.
Proses penyusunan perencanaan kredit, akan melalui beberapa tahapan – tahapan.
Tahapan dalam penyusunan perencanaan kredit, umumnya adalah sebagai berikut :
1. Menyusun tugas pokok dari bank yang bersangkutan (mission bank).
2. Menyusun premises/keinginan dari pemilik ank.
3. Menyusun tujuan – tujuan (obyektive bank).
4. Menyusun strategi.
5. Menyusun program / target.
6. Pelaksanaan dan pengawasan.

F. REALISASI PERKREDITAN
Realisasi kredit adalah merupakan persetujuan pihak bank untuk mencairkan
permohonan kredit dari pemohon, sesuai dengan kesepakatan – kesepakatan yang
sudah disetujui sebelumnya antara kedua belah pihak. Penilaian terhadap permohonan
kredit harus didasarkan pada ketentuan – ketentuan yang didasarkan pada strategi
perencanaan yang sudah disusun oleh bank. Demikian juga dalam penetapan alokasi
kredit harus berdasarkan pada batas – batas jumlah sesuai dengan program yang ada.
Dalam praktik perbankan di Indonesia, dengan memperhatikan ketentuan –
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, penentuan besarnya kredit yang akan
disalurkan oleh bank selaku kreditur, dipengaruhi oleh hal – hal sebagai berikut :
1. Reserve Requirement (RR).
Reserve Requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum, untuk menyisihkan
sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro
wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank
Indonesia.
2. Loan to Deposit Ratio (LDR).
Loan to Deposit Ratio adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang
disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber.
3. Batas Maksimum Pemberian Kredit.
Batas maksimum pemberian kredit adalah ketentuan tentang tidak
diperbolehkannya suatu bank untuk memberikan kredit (baik kepada nasabah
tunggal maupun kepada nasabah group) yang besarnya melebihi 20% dari besarnya
modal bank yang bersangkutan.
4. Portfolio Investment.
Portfolio investment adalah komitment untuk mengikatkan asset bank pada surat –
surat berharga yang diterbitkan oleh penerbitnya. Surat berharga ini bisa berupa
saham, obligasi maupun reksadana. Prioritas terakhir didalam alokasi dana bank
adalah dengan mengalokasikan sejumlah dana tertentu pada investasi portofolio
(Portfolio Investment). Alokasi dana bank kedalam kategori ini adalah dana sisa
(residual fund) setelah penanaman dana dalam bentuk pinjaman (kredit), telah
memenuhi kriteria atau target tertentu.

LATIHAN 1
Pilihlah jawaban yang benar dari alternative jawaban yang tersedia, dengan
memberikan tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Bank harus menentukan, dalam rencana perkreditan tersebut apakah
dikhususkan pada sektor pertanian, sektor perekonomian masyarakat
bawah, sektor industry, sektor perdagangan umum, atau mungkin pada
sekctor real estate. Hal ini merupakan aspek dari :
a. Line Of Business.
b. Organisasi Bank.
c. Kondisi Perekonomian dan Perdagangan.
d. Keadaan Nasabah yang ada.
e. Keadaan Keuangan Bank.
2. Bila organisasi dari bank yang bersangkutan besar, dalam arti memiliki
beberapa cabang yang tersebar di beberapa wilayah, perlu ada
pengaturan tentang wewenang dalam mengambil keputusan terkait
kredit yang akan disalurkan. Hal ini merupakan aspek :
a. Keadaan Keuangan Bank.
b. Keadaan Nasabah yang ada.
c. Organisasi Bank.
d. Line Of Business.
e. Kondisi Perekonomian dan Perdagangan.
3. Bank harus memperhitungkan bagaimana kemungkinan – kemungkinan
yang akan timbul dalam dunia perdagangan, selama rencana perkreditan
disusun, serta selama rencana perkreditan dari bank tersebut
dilaksanakan. Hal ini perupakan aspek :
a. Keadaan Keuangan Bank.
b. Organisasi Bank.
c. Keadaan Nasabah yang ada.
d. Line Of Business.
e. Kondisi Perekonomian dan Perdagangan.
4. Obyektif dari bank yang bersangkutan antara lain, tergambar dari
pertanyaan – pertanyaan berikut, kecuali :
a. Apakah bank ingin mengejar laba yang setinggi – tingginya ?
b. Apakah rencana perkreditan yang akan disusun difokuskan dalam
pengembangan bisnis bank ?
c. Apakah operasional bank dilakukan untuk focus pada penetrasi pasar ?
d. Apakah rencana perkreditan yang akan disusun digunakan untuk
memajukan perekonomian Negara ?
e. Apakah kredit yang akan disalurkan untuk menghambat kebijakan moneter
dari pemerintah ?
5. Pihak manajemen bank sedini mungkin harus sudah memikirkan
dampak yang akan timbul baik bagi operasional bank secara
keseluruhan maupun terhadap tingkat keuntungan yang akan diperoleh
jika perencanaan kredit yang disusun akan diaplikasikan, adalah
merupakan pengertian dari :
a. Obyektif Perkreditan.
b. Asumsi Perkreditan.
c. Premise Perkreditan.
d. Subyektif Perkreditan.
e. Tujuan Perkreditan.
6. Resiko yang sangat erat hubungannya dengan bencana alam yang sering
terjadi pada suatu lokasi usaha tertentu, serta pengaruh lingkungan
sekitar, adalah merupakan resiko dari :
a. Resiko Politik.
b. Resiko Persaingan.
c. Resiko Sifat Usaha.
d. Resiko Geografis.
e. Resiko Inflasi.
7. Resiko yang erat kaitannya dengan tuntutan agar memiliki system kerja
yang efektif dan efisien, termasuk dalam perencanaan perkreditan, agar
dapat memenangkan persaingan usaha, adalah resiko dari :
a. Resiko Politik.
b. Resiko Sifat Usaha.
c. Resiko Inflasi.
d. Resiko Persaingan.
e. Resiko Geografis.
8. Penyusunan perencanaan kredit diawali dari ide – ide dan masukan dari
pimpinan bank, selanjutnya pihak staff menterjemahkan ide – ide
tersebut kedalam perencanaan kredit yang akan disusun dan akan
menjadi acuan dari bank yang bersangkutan, merupakan penyusunan
perencanaan kredit secara :
a. Top Down Approach.
b. Bottom Up Approach.
c. Gabungan Top Down dan Bottom Up Approach.
d. Colaterall Approach.
e. Character Approach.
9. Komitment untuk mengikatkan asset bank pada surat – surat berharga
yang diterbitkan oleh penerbitnya, dan bisa berupa saham, obligasi
maupun reksadana, dinamakan :
a. Reserve Requirement.
b. Loan to Deposit Ratio.
c. Portfolio Investment.
d. Batas Maksimum Pemberian Kredit.
e. Creditur Investment.
10. Ketentuan bagi setiap bank umum, untuk menyisihkan sebagian dari
dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib
minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank
Indonesia, dinamakan :
a. Reserve Requirement.
b. Loan to Deposit Ratio.
c. Portfolio Investment.
d. Batas Maksimum Pemberian Kredit.
e. Creditur Investment.

RANGKUMAN
1. Ada 6 (enam) aspek yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam
penyusunan rencana kredit dari suatu bank, yaitu :
a. Kondisi perekonomian dan perdagangan.
b. Line of Business.
c. Keadaan Nasabah yang ada.
d. Keadaan Keuangan Bank.
e. Organisasi Bank.
f. Skill dari masing – masing pegawai yang ada didalam organisasi bank.
2. Penetapan obyektif dari perencanaan kredit akan tergantung pada kendala
yang paling kritis yang dihadapi oleh bank yang bersangkutan.
3. Berbagai bentuk resiko yang perlu dipahami oleh bank meliputi :
a. Resiko dari Sifat Usaha.
b. Resiko Geografis.
c. Resiko Politik.
d. Resiko Uncertainty.
e. Resiko Inflasi.
f. Resiko Persaingan.
4. Beberapa pendekatan yang biasanya digunakan oleh bank dalam
perencanaan kredit, adalah :
a. Pendekatan Jaminan (Collateral Approach).
b. Pendekatan Karakter (Character Approach).
c. Pendekatan atas dasar Kemampuan Dalam Pelunasan Kredit.
d. Pendekatan atas dasar Keterlaksanaan Proyek Usaha Calon Nasabah
Debitur (Feasibility Approach).
5. Proses Penyusunan Perencanaan Kredit dapat dilakukan dengan cara :
a. Top Down Approach.
b. Bottom Up Approach.
c. Perpaduan antara Top Down dan Bottom Up Approach.
6. Sesuai dengan peraturan dari Bank Indonesia, penentuan besarnya kredit
yang akan disalurkan oleh bank selaku kreditur, dipengaruhi oleh hal – hal
sebagai berikut, yaitu :
a. Reserve Requirement.
b. Loan to Deposit Ratio.
c. Batas Maksimum Pemberian Kredit.
d. Portfolio Investment.

TEST FORMATIF 1
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan yang lengkap !
1. Jelaskan mengapa Skill dari personil – personil kredit di seluruh organisasi
bank, juga menjadi salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam
penyusunan perencanaan kredit dari suatu bank !
2. Jelaskan perbedaan antara Top Down Approach dengan Bottom Up
Approach dalam penyusunan perencanaan kredit !
3. Jelaskan perbedaan antara pendekatan jaminan dengan pendekatan karakter
dalam penyusunan perencanaan perkreditan dalam suatu bank !
4. Sebutkan 6 (enam) Tahapan dalam penyusunan perencanaan kredit, yang
umum digunakan oleh bank !
5. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Loan to Deposit Ratio !
6. Jelaskan mengapa resiko inflasi harus menjadi pertimbangan dalam
penyusunan perencanaan perkreditan !
7. Sebut dan jelaskan beberapa analisis yang dilakukan oleh bank sebelum
kredit diberikan kepada nasabah debiturnya !
8. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Feasibility Approach !
9. Jelaskan mengapa Line Of Business dari bank yang bersangkutan harus ikut
menjadi pertimbangan dalam penyusunan rencana perkreditan !
10. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan asumsi rencana
perkreditan!

KEGIATAN BELAJAR 2
A. PENDAHULUAN
Dalam menetapkan kebijakan perkreditan, suatu bank harus berpedoman kepada
kebijakan prekreditan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang biasanya melalui
paket – paket kebijakan yang telah dikeluarkan. Jadi jelaskan kebijakan perkreditan
yang ditetapkan oleh suatu bank haruslah mengacu dan tidak boleh bertentangan
dengan Credit Policy yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kebijakan perkreditan antara satu bank dengan bank lain umumnya berbeda / tidak
sama persis, meskipun berada dalam satu payung perusahaan yang sama. Kemungkinan
bisa saja secara garis besar kebijakan perkreditan dari bank – bank sejenis akan sama,
namun untuk kebijakan yang lebih terperinci kemungkinan akan berbeda. Hal ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan lingkungan intern maupun
ekstern dari bank yang bersangkutan.

B. PERANAN KEBIJAKAN PERKREDITAN (CREDIT POLICY) BANK


Kemampuan bank dalam mengelola resiko kredit secara aman, efektif dan efisien,
serta mengawasi mutu kredit yang telah disalurkan secara cermat merupakan fondasi
dari kegiatan bisnis bank yang bersangkutan khususnya dalam perkreditan. Ibarat
bangunan rumah, tanpa pondasi yang kuat, tentulah rumah yang didirikanakan mudah
roboh diterjang angin badai. Demikian juga halnya dengan bisnis perkreditan yang
dilakukan oleh bank, tanpa pondasi yang kuat kegiatan operasi bank yang bersangkutan
tidak mungkin dapat berkembang secara cepat dan sehat.
Beberapa kesalahan dasar, yang sering dilakukan oleh bank – bank umum sebagai
penyebab mutu kredit yang disalurkan mengarah kepada kredit bermasalah, adalah
sebagai berikut :
1. Bank kurang perhatian dalam penyusunan kebijakan kredit (Credit Policy).
2. Bank terlalu bermurah hati kepada debitur dalam menentukan jangka waktu dan
persyaratan kredit.
3. Bank sering mengabaikan pelaksanaan kebijakan kredit yang mungkin telah
disusun.
4. Bank mengkonsentrasikan penyaluran kredit pada sektor – sektor yang rawan
kondisinya, demi mengejar keuntungan yang besar.
5. Lemahnya supervisi dan pengawasan dari pimpinan bank terhadap para petugas
kredit pada bank yang bersangkutan.
6. Jumlah kredit yang disalurkan jauh diatas kemampuan bank untuk
menanganinya.
7. Lemahnya kemampuan bank dalam mendeteksi gejala timbulnya kredit
bermasalah dari kredit yang telah disalurkan.
8. Minimnya pengetahuan bank atas perkembangn kondisi keuangan debitur,
khususnya terkait dengan likuiditas keuangan debitur. (Siswanto Sutojo :15).

Agar bank dapat menjaga mutu kredit yang akan dan telah disalurkan, maka bank
yang bersangkutan harus mempunyai kebijakan kredit secara tertulis (written loan policy)
yang disusun secara professional, dan harus selalu disesuaikan dengan perkembangan
situasi bisnis dan moneter Negara.
Sebagai lembaga kredit, bank harus dapat menentukan kebijakan umum terkait
credit policy nya, yang akan ditempuhnya. Pimpinan bank harus dapat menyelami dengan
sungguh – sungguh kondisi perekonomian dan perdagangan yang merupakan landasan bagi
usahanya. Pimpinan bank juga harus mengetahui dengan jelas bagaimana kondisi bank
yang bersangkutan, terutama yang menyangkut dengan bidang atau gerak usaha bank (Line
of Bankink Business).
Agar semua pihak yang telibat dalam bank, dapat bekerja secara bersinergi dan
serasi khususnya dalam perkreditan, maka harus ada pegangan/pedoman secara garis besar
dalam bidang perkreditan baik tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini juga terkait dengan
upaya tercapainya kegiatan kerja yang efektif dan efisien.
Pedoman tersebut dapat dikatakan sebagai suatu rangkaian peraturan – peraturan
yang ditetapkan terlebih dahulu untuk menganalisa berbagai kendala serta upaya agar
kegiatan perkreditan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Rangkaian peraturan / pedoman
inilah yang disebut dengan Kebijakan Kredit / Credit Policy.
Kebijakan kredit / Credit Policy suatu bank pada dasarnya merupakan suatu
pernyataan/Statement secara garis besar tentang arah dan tujuan perkreditan yang
didilaksanakan di bank tersebut. Dengan adanya kebijakan perkreditan yang tertulis dan
dipahami oleh semua petugas di bagian perkreditan pada bank yang bersangkutan, maka
secara tidak langsung akan menjamin mutu dari kredit yang disalurkan serta memperlancar
usaha kegiatan kredit dari bank tersebut.

C. TUJUAN PENETAPAN KEBIJAKAN KREDIT


Penetapan kebijakan kredit dalam suatu bank, secara umum bertujuan untuk :
1. Sebagai sarana untuk penjagaan atau pengamanan terhadap asset bank dan dana
yang disimpan oleh deposan secara memadai.
Hal ini berarti agar dana yang telah ditanamkan ke dalam bank dapat
dikembangkan sehingga memperoleh “return” / imbal hasil yang memadai.
2. Sebagai dasar pedoman kerja dalam menghadapi perkembangan perekonomian,
khususnya yang menyangkut kegiatan perbankan.
3. Sebagai pedoman bagi para pejabat kredit bank yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugasnya.
Jelasnya dalam hal ini adalah agar tugas – tugas dalam mengelola perkreditan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien atau tepat guna dan tepat arah sesuai dengan
yang diharapkan.
4. Sebagai dasar dalam melaksanakan pengawasan, karena “policy” merupakan
“decision made in advance” maka kebijaksanaan “policy” ini merupakan tolok
ukur dari apa yang seharusnya dilaksanakan oleh para petugas perkreditan di
lapangan.
Agar kebijakan kredit tersebut betul – betul dapat berfungsi dengan baik sebagai
pedoman kerja, maka kebijakan kredit tersebut haruslah :
1. Kebijaksanaan Kredit yang merupakan pedoman tersebut harus disebarluaskan dan
dipahami oleh setiap petugas kredit secara memadai sesuai dengan jenjang
jabatannya.
2. Kebijaksanaan kredit tersebut hendaknya diformulasikan secara tertulis dengan
redaksi yang baik, agar mudah dipahami, dan tidak menimbulkan salah tafsir dalam
pelaksanaannya.
3. Kebijaksanaan kredit tersebut haruslah bersifat stimulatif bukan restriktif.
Jelasnya kebijaksanaan kredit yang tertulis tersebut jangan sampai menimbulkan
sentralisasi pada satu tangan. Selain itu kebijaksanaan kredit tersebut harus benar –
benar dapat bermanfaat untuk menjadi pedoman bagi para pelaksana di lapangan,
serta memperhatikan umpan balik yang terjadi untuk perbaikan.
4. Kebijaksanaan kredit yang sehat harus mampu meletakkan dasar – dasar pemberian
wewenang kepada pejabat pemberi kredit/komite kredit secara memadai, sehingga
yang bersangkutan dapat mengambil keputusan dengan cepat dan benar.
5. Agar kebijaksanaan kredit yang telah ditetapkan dapat tetap bermanfaat secara
optimal, haruslah di review secara berkala agar sesuai dengan situasi dan kondisi
perkreditan yang sedang berlaku.

D. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI “CREDIT POLICY”


BANK
Seperti yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa kebijakan perkreditan
yang berlaku antara satu bank dengan bank lain tentulah tidak sama, meskipun bank
terebut jenisnua sama atau berada pada satu payung perusahaan yang sama. Perbedaan
atau ciri – ciri dari kebijakan kredit tersebut dipengaruhi oleh antara lain
jumlah/banyaknya faktor, jenis faktor, ataupun intensitas dari faktor – faktor yang
dipertimbangkan.
Beberapa faktor yang menjadi kunci keberhasilan dari manajemen kredit dalam
menentukan kebijakan kredit adalah :
1. Pengembangan budaya penyaluran kredit secara sehat.
2. Tujuan yang ingin dicapai.
3. Organisasi penyaluran kredit.
4. Kriteria evaluasi kelayakan permintaan kredit.
5. Prosedur persetujuan pemberian kredit.
6. Pengawasan dan supervisi kredit.
7. Penanganan kredit bermasalah.
8. Peningkatan sumber daya manusia.
9. Dokumentasi dan administrasi kredit.
Oleh karena penyaluran kredit merupakan kegiatan bank yang syarat dengan
ketentuan pemerintah, sudah barang tentu dalam menyusun kebijakan kredit, bank tidak
dapat mengesampingkan peraturan dan ketentuan pemerintah. (Siswanto Sutojo :16:2000).
Dalam penentuan kebijakan kredit, setiap bank tentu mempunyai faktor – faktor sendiri
yang menjad pertimbangan. Secara umum terdapat 2 (dua) faktor yang menjadi
pertimbangan, yakni faktor intern dan faktor ekstern dari bank yang bersangkutan. Lebih
jelasnya akan diuraikan sebagai berikut :
1. Faktor Ekstern.
Faktor ekstern yang turut menentukan kebijakan perkreditan suatu bank adalah
faktor – faktor yang penguasaannya di luar jangkauan bank itu sendiri
(Uncontrollable Bank). Faktor – faktor ekstern meliputi :
a. Kebijaksanaan pemerintah.
Peraturan / kebijaksanaan pemerintah atau Bank Indonesia baik langsung
maupun tidak langsung berkenaan dengan usaha / aktivitas perbankan akan
mempengaruhi penetapan kebijakan perkreditan bank yang bersangkutan.
b. Keadaan perekonomian dan moneter.
Kebijaksanaan kredit pada masa perekonomian yang sedang membaik
(prosperity) tentu akan berbeda dengan kebijakan kredit pada masa resesi.
Misalnya untuk sektor – sektor ekonomi yang mengandung resiko tinggi
(high risk) dalam pengembalian kreditnya, pada masa perekonomian lesu
tentu akan semakin berat. Sehingga pemberia kredit pada sektor tersebut
haruslah dikurangi dialihkan pada sektor yang lain. Jika tidak tentu bank
akan menanggung resiko kerugian.
c. Jumlah dan kualitas saingan.
Lembaga perkreditan yang beroperasi di Indonesia tidak hanya bank. Masih
banyak lembaga lain yang secara formal boleh menyalurkan kreditnya
kepada masyarakat. Lembaga tersebut antara lain, Pegadaian, Koperasi,
Lembaga Pembiayaan / Leasing, dan lain – lain. Keberadaan dari lembaga –
lembaga ini tentu harus menjadi perhatian dari bank dalam menentukan
kebijakan perkreditannya.
d. Kebijaksanaan dan Adat Istiadat masyarakat setempat.
Kebiasan atau agat istiadat masyarakat setempat yang menjadi dbitur dari
bank yang bersangkutan, tentu harus menjadi perhatian bank dalam
penetapan kebijakan perkreditannya. Misalnya, masyarakat yang memegang
teguh agamanya dimana kalau meninggal dunia tidak boleh meninggalkan
hutang, maka pembayaran kreditnya relative akan lancar. Dengan demikian
bank tidak perlu repot – repot memilih jenis – jenis kredit yang akan
diberikan, baik jangka waktu maupun penggunaannya.
e. Hubungan yang dijalin dengan bank – bank lain yang sejenis.
Hubungan dengan bank – bank yang mempunyai line of business yang sama
perlu dijaga kelanjutannya serta diadakan evaluasi terus menerus. Misalnya
terkait dengan “joint financing” nya maupun merger.
2. Faktor Intern.
Faktor intern adalah faktor yang datangnya dari dalam bank sendiri serta dapat
dikuasai oleh bank (Controllable Bank), terdiri dari :
a. Visi dan Misi Bank.
Yaitu apa yang menjadi tujuan “ideal” dari pemilik bank. Bank milik
pemerintah, mempunyai visi yang bobotnya cenderung lebih besar kepada
aspek social daripada aspek keuntungan
b. Keadaan keuangan bank saat ini.
c. Kemampuan dan pengalaman organisasi perkreditan dari bank yang
bersangkutan.
d. Pengalaman bank dalam beberapa tahun.
e. Kondisi Bank yang bersangkutan.
Kondisi bank yang bersangkutan meliputi :
- Besar / kecilnya bank, terkait system perbankan yang dianut.
- Jenis bank.
- Bank devisa atau bukan.
- Struktur permodalan/status kepemilikan bank.
- Kemampuan bank menciptakan uang.
- Ruang lingkup kegiatan usaha.
- Wilayah kerja.
- Tradisi bank yang bersangkutan.

E. RUANG LINGKUP KEBIJAKSANAAN KREDIT BANK


Kebijaksanaan kredit (Credit Policy) suatu bank, pada umumnya meliputi :
1. Jenis kredit yang disalurkan.
Dalam penentuan kebijakan kredit, bank harus menetapkan jenis – jenis kredit
yang akan disalurkan untuk masa kerja yang akan datang, dimana pilihan
tersebut juga harus memperhatikan sumber dana yang dimiliki oleh bank yang
bersangkutan. Bank juga harus menyesuaikan dengan kebijakan yang diambil
oleh pemerintah, khususnya Bank Indonesia. Bank harus tepat menentukan
jenis kredit yang akan disalurkan, apakah kredit modal kerja, kredit investasi,
kredit sektor tertentu, atau jeis kredit yang lain.
2. Arah / Sasaran Kredit.
a. Golongan masyarakat manakah yang akan menjadi sasaran kredit bank yang
bersangkutan, apakah pengusaha besar, pengusaha kecil atau campuran.
b. Sektor ekonomi manakah yang menjadi prioritas dalam penyaluran kredit
dari bank yang bersangkutan. Apakah sektor industri, sektor perkebunan,
sektor pertambangan atau setor perdagangan.
c. Bentuk Badan Usaha manakah yang akan menjadi sasaran kredit dari bank
yang bersangkutan. Misalnya : Perusahaan Perseorangan, Firma, CV, PT,
Yayasan, Koperasi, dan lain – lain.
d. Apakah kredit hanya diberikan untuk tujuan pendirian perusahaan, ekspansi,
rehabilitasi, modernisasi dan lain – lain.
3. Jaminan kredit.
4. Perjanjian Kredit.
5. Penilaian Kredit.
6. Organisasi Perkreditan.
7. Plafond Kredit (Credit Ceiling).
8. Tingkat Bunga Kredit.
9. Prosedur Pemberian Kredit.
10. Pendelegasian Wewenang.
11. Self Financing.
12. Pengawasan Kredit.
13. Penanganan Kredit Bermasalah.
14. Dokumentasi dan Administrasi Kredit.
15. Biaya – Biaya Kredit.
16. Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia.

LATIHAN 2
Pilihlah jawaban yang benar dari alternative jawaban yang tersedia, dengan memberikan
tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Suatu rangkaian peraturan – peraturan yang ditetapkan terlebih dahulu untuk
menganalisa berbagai kendala serta upaya agar kegiatan perkreditan tersebut dapat
berjalan dengan lancar, dan dijadikan pedoman oleh seluruh petugas kredit dari
bank yang bersangkutan, dinamakan :
a. Bank Policy.
b. Credit Policy.
c. Debitur Policy.
d. Creditur Policy.
e. Money Policy.
2. Beberapa kesalahan dasar, yang sering dilakukan oleh bank – bank umum sebagai
penyebab mutu kredit yang disalurkan mengarah kepada kredit bermasalah, adalah
sebagai berikut, kecuali :
a. Bank mengkonsentrasikan penyaluran kredit pada sektor – sektor yang rawan
kondisinya, demi mengejar keuntungan yang besar.
b. Kuatnya supervisi dan pengawasan dari pimpinan bank terhadap para petugas
kredit pada bank yang bersangkutan.
c. Jumlah kredit yang disalurkan jauh diatas kemampuan bank untuk
menanganinya.
d. Lemahnya kemampuan bank dalam mendeteksi gejala timbulnya kredit
bermasalah dari kredit yang telah disalurkan.
e. Minimnya pengetahuan bank atas perkembangn kondisi keuangan debitur,
khususnya terkait dengan likuiditas keuangan debitur.
3. Berikut ini yang bukan merupakan tujuan dari penetapan kebijakan kredit dalam
suatu bank, adalah :
a. Sebagai sarana untuk penjagaan atau pengamanan terhadap asset bank dan dana
yang disimpan oleh deposan secara memadai.
b. Sebagai dasar pedoman kerja dalam menghadapi perkembangan perekonomian,
khususnya yang menyangkut kegiatan perbankan.
c. Sebagai pedoman bagi para pejabat kredit bank yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugasnya.
d. Sebagai sarana untuk meningkatkan keuntungan dalam penjualan asset bank
serta mengamankan dana yang disimpan oleh deposan secara ketat.
e. Sebagai dasar dalam melaksanakan pengawasan, karena “policy” merupakan
“decision made in advance” maka kebijaksanaan “policy” ini merupakan tolok
ukur dari apa yang seharusnya dilaksanakan oleh para petugas perkreditan di
lapangan.
4. Agar kebijakan kredit dapat berfungsi dengan baik sebagai pedoman kerja, maka
kebijakan kredit dari suatu bank haruslah :
a. Kebijaksanaan Kredit yang merupakan pedoman tersebut harus disimpan
dengan sebaik - baiknya oleh setiap petugas kredit secara memadai sesuai
dengan jenjang jabatannya.
b. Kebijaksanaan kredit tersebut hendaknya diformulasikan secara lisan dengan
bahasa tutur yang baik, agar mudah dipahami, dan tidak menimbulkan salah
tafsir dalam pelaksanaannya.
c. Kebijaksanaan kredit tersebut haruslah bersifat restriktif bukan stimulatif.
d. Kebijaksanaan kredit yang sehat harus mampu meletakkan dasar – dasar
pemberian wewenang kepada pejabat pemberi kredit/komite kredit secara
memadai, sehingga yang bersangkutan dapat mengambil keputusan dengan
cepat dan benar.
e. Kebijaksanaan kredit yang telah ditetapkan dapat tetap dimanfaatkan selamanya
secara optimal, tanpa di review secara berkala agar sesuai dengan situasi dan
kondisi perkreditan yang sedang berlaku.
5. Berikut ini merupakan beberapa faktor yang menjadi kunci keberhasilan dari
manajemen kredit dalam menentukan kebijakan kredit, kecuali :
a. Pengembangan budaya penyaluran kredit secara sehat.
b. Kriteria evaluasi kelayakan permintaan kredit.
c. Tujuan yang telah dicapai.
d. Prosedur persetujuan pemberian kredit.
e. Dokumentasi dan administrasi kredit.
6. Faktor yang turut menentukan kebijakan perkreditan suatu bank dan
penguasaannya di luar jangkauan bank itu sendiri, dinamakan :
a. Faktor ekstern.
b. Faktor intern.
c. Faktor terkontrol.
d. Faktor tidak terkontrol.
e. Faktor spekulasi.
7. Faktor – faktor yang penguasaannya di luar jangkauan bank itu sendiri
(Uncontrollable Bank), antara lain meliputi berikut ini, kecuali :
a. Kebijaksanaan Pemerintah.
b. Keadaan perekonomian dan moneter.
c. Jumlah dan kualitas saingan.
d. Hubungan yang dijalin dengan bank – bank lain yang sejenis.
e. Kebijaksanaan dan Adat Istiadat masyarakat luas.
8. Berikut ini yang bukan factor - faktor yang datangnya dari dalam bank sendiri serta
dapat dikuasai oleh bank (Controllable Bank), adalah :
a. Kondisi Bank – bank yang menjadi saingan.
b. Visi dan Misi Bank.
c. Keadaan keuangan bank saat ini.
d. Kemampuan dan pengalaman organisasi perkreditan dari bank yang
bersangkutan.
e. Pengalaman bank dalam beberapa tahun.
9. Kondisi bank yang bersangkutan, yang merupakan faktor intern dalam penentuan
kebijakan kredit, meliputi hal – hal berikut, kecuali :
a. Besar / kecilnya bank, terkait system perbankan yang dianut.
b. Bank dalam negeri atau luar negeri.
c. Struktur permodalan/status kepemilikan bank.
d. Kemampuan bank menciptakan uang.
e. Ruang lingkup kegiatan usaha.
10. Berikut ini yang bukan ruang lingkup dari kebijaksanaan kredit (Credit Policy)
suatu bank, pada umumnya, adalah :
a. Jenis kredit yang disalurkan.
b. Arah / Sasaran Kredit.
c. Prosedur Pemotongan Kredit.
d. Plafond Kredit (Credit Ceiling).
e. Self Financing.

RANGKUMAN
1. Kebijakan kredit / Credit Policy suatu bank pada dasarnya merupakan suatu
pernyataan/Statement secara garis besar tentang arah dan tujuan perkreditan yang
didilaksanakan di bank tersebut.
2. Kemampuan bank dalam mengelola resiko kredit secara aman, efektif dan efisien,
serta mengawasi mutu kredit yang telah disalurkan secara cermat merupakan
fondasi dari kegiatan bisnis bank yang bersangkutan khususnya dalam perkreditan.
3. Penetapan kebijakan kredit dalam suatu bank, secara umum bertujuan untuk :
a. Sebagai sarana untuk penjagaan atau pengamanan terhadap asset bank dan dana
yang disimpan oleh deposan secara memadai.
b. Sebagai dasar pedoman kerja dalam menghadapi perkembangan perekonomian,
khususnya yang menyangkut kegiatan perbankan.
c. Sebagai pedoman bagi para pejabat kredit bank yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugasnya.
d. Sebagai dasar dalam melaksanakan pengawasan, karena “policy” merupakan
“decision made in advance” maka kebijaksanaan “policy” ini merupakan tolok
ukur dari apa yang seharusnya dilaksanakan oleh para petugas perkreditan di
lapangan.
4. Faktor yang mempengeruhi dalam penetapan Credit Policy, terdiri dari faktor
ekstern dan faktor intern.

TEST FORMATIF 2
Jawablah pertanyaan – pertanyaan berikut disertai dengan penjelasan seperlunya !
1. Sebut dan jelaskan secara singkat apa yang menjadi ruang lingkup dari kebijakan
perkreditan suatu bank !
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan :
a. Uncontrollable bank.
b. Controllable bank.
c. Credit Policy.
3. Jelaskan secara singkat peranan dari Credit Policy bagi suatu bank !
4. Sebut dan jelaskan secara singkat tujuan ditetapkannya kebijakan perkreditan bagi
suatu bank !
5. Berikan contoh dan jelaskan secara singkat 4 (empat) factor ekstern dalam
penetapan kebijakan kredit !
6. Jelaskan secara singkat dan berikan 4 (empat) contoh factor intern dalam penetapan
kebijakan kredit.
7. Sebut dan jelaskan secara singkat 5 (lima) faktor yang menjadi kunci keberhasilan
dari manajemen kredit dalam menentukan kebijakan kredit !
8. Sebut dan jelaskan secara singkat 5 (lima) kesalahan dasar, yang sering dilakukan
oleh bank – bank umum sebagai penyebab mutu kredit yang disalurkan mengarah
kepada kredit bermasalah !
9. Jelaskan secara singkat mengapa jenis kredit yang akan disalurkan oleh bank yang
bersangkutan juga menjadi bagian dari ruang lingkup Credit Policy !
10. Mengapa arah / sasaran kredit juga menjadi bagian dari ruang lingkup Credit Policy
? Jelaskan secara singkat !

KUNCI JAWABAN LATIHAN 1


1. A.
2. C.
3. E.
4. E.
5. B.
6. D.
7. D.
8. A.
9. C.
10. A.
KUNCI JAWABAN LATIHAN 2
1. B.
2. B.
3. D.
4. D.
5. C.
6. A.
7. E.
8. A.
9. B.
10. C.
Daftar Pustaka

Hadiwijaya, (1991).Analisis Kredit, Jakarta. Penerbit Pionir Jaya.

Fahmi, Irham,S.E.,M.Si. (2014). Manajemen Pernokreditan, Bandung, Penerbit Alfabeta.

Jopie Jusuf, (2003). Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, Jakarta, Penerbit PT Elex Media
Komputindo.

Kasmir, (2001).Manajemen Perbankan, Jakarta. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.

Pudjo Muljono, Teguh, (2001).Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Cetakan Ke-
3, Yogyakarta. Penerbit BPFE.

Sinungan, Mucdharsyah, (1983).Dasar – Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Jakarta.


Penerbit PT.Bina Aksara.

Sutojo, Siswanto, (2000).Strategi Umum Kredit Bank Umum, Jakarta. PT.Damar Mulia
Puskata.

Suyatno,Thomas, dkk.,(1990).Dasar – Dasar Perkreditan, Jakarta. PT.Gramedia.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perubahan UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Program Studi:
Buku Ajar :
Keuangan dan Perbankan
Manajemen Perkreditan
Semester: 4 Politeknik Negeri
Balikpapan

MODUL 6

ANALISA KREDIT DAN ASPEK – ASPEK PERUSAHAAN

PENDAHULUAN
Berdasarkan data yang telah terkumpul, selanjutnya tim analis kredit yang ada pada
bank yang bersangkutan akan melakukan analisis terhadap permohonan kredit yang
diajukan oleh calon nasabah debitur.
Prof. Sam N.Basu PhD.,CMA., menyatakan bahwa analisis kredit mempunyai 2 (dua)
tujuan yang utama, yaitu :
1. Membantu para bankir memutuskan pemberian kredit secara benar, dalam arti
menciptakan kredit yang sehat untuk bank mereka.
2. Membantu para bankir untuk tidak berbuat salah dalam memutuskan kredit, dalam
arti tidak menciptakan kredit yang tidak sehat untuk bank mereka. (Siswanto Sutojo
:51:2000).

Dalam melakukan analisis kredit, apabila data yang diterima oleh tim analisis masih
belum sesuai dengan yang dibutuhkan, pihak bank/tim analisis dapat meminta kepada
calon nasabah debitur untuk melengkapi data – data yang dibutuhkan. Agar analisis kredit
dapat membantu pihak ban/bankir memutuskan penyaluran kredit secara benar, maka
kegiatan analisis kredit harus dilakukan menurut prosedur yang benar. Analisa kredit
adalah inti dari semua tahapan/prosedur dalam pemberian kredit. Kesalahan dalam
melakukan analisis akan membawa dampak negatip yang berkepanjangan bagi bank yang
bersangkutan. Oleh karena itu dalam analisis kredit, keakuratan data – data yang
disampaikan oleh calon nasabah debitur, tidak terlepas dari kejelian para tim analisis dalam
melihat kebenaran data tersebut.
Seperti yang diketahui bersama, bahwa pada dasarnya terdapat 2 (dua) jenis data yang
harus dianalisis oleh tim analisis kredit pada bank yang bersangkutan, yakni :

1. Analisis Data Kuantitatif, yang meliputi :


a. Menganalisis penghitungan keseluruhan modal kerja dari calon nasabah
debitur.
b. Menganalisis kemampuan calon nasabah debitur dalam membayar angsuran
bunga dan pokok pinjaman.
c. Menganalisis Laporan Keuangan dari perusahaan calon nasabah debitur.
d. Menganalisis ratio – ratio keuangan dari perusahaan calon nasabah debitur.
2. Analisis Data Kualitatif, yang meliputi :
a. Menganalisis strategi yang akan ditempuh oleh calon nasabah debitur dalam
menghadapi persaingan.
b. Menganalisis kemampuan manajemen dalam perusahaan calon nasabah debitur
dalam mengelola bisnisnya.
c. Menganalisis kebenaran dan keaslian berkas yang telah disampaikan oleh calon
nasabah debitur, yang meliputi antara lain Akte Pendirian Perusahaan, Tanda
Daftar Perusahaan, Kartu Tanda Penduduk dari calon nasabah debitur, Surat
Izin Pendirian Perusahaan, maupun surat – surat jaminan, baik itu sertifikat
tanah, BPKB Mobil/kendaraan, dan lain – lain.

Pada tahap analisis/penilaian ini, Tim Analis Kredit harus mampu memberikan suatu
jawaban yang pasti, apakah calon nasabah kredit tersebut feasible atau tidak untuk diberi
fasilias kredit.
Siswanto Sutoyo (53:2000), menjelaskan bahwa tolok ukur kelayakan penggunaan
kredit atau yang menjadi ukuran kelayakan (feasibilitas) suatu proyek, adalah :
1. Penggunaan kredit dalam proyek yang tidak melanggar hukum atau peraturan
pemerintah.
2. Kredit yang diterima tidak digunakan untuk spekulasi.
3. Penggunaan kredit tiak menyimpang dari kebijakan kredit bank.
4. Penggunaan kredit tidak menyimpang dari standart umum yang berlaku.
5. Dalam penggunaan kredit, untuk menanganinya tidak memerlukan keahlian khusus.
Adapun Thomas Suyatno (39:1990), menyatakan bahwa suatu proyek atau usaha
dikatakan dapat memenuhi kelayakan, apabila :
1. Proyek tersebut memberikan kemanfaatan pada masyarakat dan sesuai dengan
kebijakan pemerintah.
2. Proyek tersebut mampu untuk terus hidup/beroperasi dan berkembang.
3. Proyek tersebut mampu memberikan keuntungan yang wajar bagi pemiliknya.
4. Proyek tersebut mampu mengembalikan hutang pokok dan membayar bunga, serta
biaya – biaya lain dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan disepakati
bersama.

KEGIATAN BELAJAR 1
A. LANGKAH – LANGKAH DALAM ANALISA KREDIT
Dalam praktik pemberian kredit, bank pada dasarnya harus berpedoman pada pola
umum pemberian kredit yang baik, yaitu dengan cara memperhatikan antara lain adalah
prinsip – prinsip dalam pemberian kredit tanpa mengabaikan suatu pelayanan. Hal ini
dimaksudkan sebagai upaya untuk meminimalisasi timbulnya kredit yang berkualitas
kurang baik. Maka dalam setiap proses pemberian kredit, diperlukan adanya pertimbangan
– pertimbangan tertentu agar kepercayaan yang merupakan unsur utama dari kredit benar –
benar terwujud. Dengan demikian kredit yang diberikan dapat mengenai sasarannya dan
sekaligus akan terjamin pembayaran angsuran bunga serta pokok pinjamannya.
Sebelum melaksanakan kegiatan analisis kredit, yakni membahas aspek – aspek yang
mempengaruhi kegiatan usaha secara detil dan secara kritis, maka beberapa langkah /
prosedur yang perlu dipedomani adalah :
1. Penetapan metodhe / pendekatan yang akan digunakan.
2. Pengumpulan informasi yang lengkap.
3. Penetapan titik kritis proyek yang akan dibiayai.

B. PENETAPAN METODHE / PENDEKATAN YANG AKAN


DIGUNAKAN
Dalam penetapan metodhe/ pendekatan yang akan digunakan untuk menganalisis layak
tidaknya fasilitas kredit diberikan kepada calon nasabah debitur, ada beberapa metodhe
yang sering digunakan di kalangan perbankan.
Metodhe – metodhe tersebut adalah :
1. Past Performance Approach.
Dalam metodhe Past Performance Approach, tim analis kredit melakukan penilaian
berdasarkan hasil – hasil yang telah dicapai oleh perusahaan si calon nasabah
debitur dimasa lampau. Dengan cara menilai hasil – hasil dimasa lampau, tim
pemutus/analis kredit dapat segera mengambil keputusan untuk meluluskan
permohonan atau menolaknya, yaitu dengan memperhatikan perkembangan usaha
sebelumnya. Misalnya jika rata – rata usaha dari calon nasabah debitur berkembang
25 %, maka pihak analis kredit dapat memberikan fasilitas kreditnya meningkat
menjadi misalnya 125 % dari pagu sebelumnya. Cara seperti ini, akan sangat efektif
untuk kredit berskala kecil. Seperti halnya yang dilakukan oleh umumnya Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), maupun BRI Unit Desa, dimana jumlah pemohon kredit
cukup banyak, namun umumnya mereka mengajukan plafond kredit yang relative
kecil.
Metodhe Past Performance Approach, akan sangat mungkin dan efektif dilakukan,
jika :
1. Pemohon kredit telah dikenal baik oleh bank.
2. Tujuan pengajuan kredit adalah untuk modal kerja.
3. Jangka waktu pengembalian kredit relative jangka pendek.
4. Jaminan kredit yang diberikan lengkap dan telah diikat.
2. Metodhe 6C.
Pendekatan analisis kredit dengan menggunakan 6C ini, merupakan pendekatan
yang konvensional dan telah cukup lama dipergunakan dikalangan perbankan.
Meskipun pendekatan ini adalah pendekatan konvensional, namun sampai saat ini
masih banyak bank yang mempergunakannya. Pendekatan 6 C ini terdiri dari :
a. Character.
Bank harus mempunyai suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang –
orang yang diberikan fasilitas kredit benar – benar dapat dipercaya. Character
dari calon nasabah debitur ini tercermin dari latar belakang si nasabah, baik
latar belakang pekerjaan, maupun latar belakang yang bersifat pribadi. Latar
belakang yang bersifat pribadi ini misalnya :
- Cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya.
- Keadaan keluarga.
- Hobi si calon nasabah debitur.
- Social Standing dari si calon nasabah debitur.

b. Capacity.
Dalam hal ini tim analis akan melihat kemampuan calon nasabah debitur dalam
bidang bisnis, yang biasanya dihubungkan dengan latar belakanag bidang
pendidikannya. Selain itu tim analis juga akan melihat kemampuan bisnis dari
calon nasabah debitur dengan mengukur bagaimana kemampuan si calon
nasabah dalam memahami tentang ketentuan – ketentuan pemerintah terkait
bidang usaha yang akan digelutinya. Tim analis kredit juga pasti akan melihat
bagaimana kemampuan calon nasabah debitur dalam menjalankan usahanya,
yang pada akhirnya akan terlihat kemampuan calon nasabah debitur dalam
mengembalikan kredit yang telah diterimanya.
c. Capital.
Terkait dengan Capital, tim analis kredit akan melihat penggunaan modal dari
calon nasabah debitur. Tim analis akan melihat apakah efektif atau tidak
penggunaan modalnya, dengan memperhatikan Laporan Keuangan, khususnya
Laporan Neraca dan Laporan Rugi / Laba dari perusahaan calon nasabah
debitur. Dalam hal ini tim analisis kredit akan melakukan pengukuran dari segi
likuiditas, solvabilitas, maupun rentabilitas, serta dengan pengukuran –
pengukuran lainnya. Selain itu tim analis juga harus melihat, modal yang
dimiliki calon nasabah debitur saat ini, dari mana sumbernya dan bagaimana
cara mendapatkannya.
d. Collateral.
Collateral merupakan jaminan yang diberikan oleh calon nasabah debitur
kepada bank, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat non fisik.
Umumnya tim analis akan menilai jaminan yang diberikan, dan meminta nilai
jaminan yang lebih besar daripada fasilitas kredit yang akan disalurkan. Dalam
menganalisis jaminan ini, tim analisis juga akan meneliti keabsahan dari
jaminan yang diberikan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
masalah di kemudian hari. Jika kredit yang telah disalurkan ternyata terjadi
kemacetan dalam pembayaran angsuran pokok maupun bunganya oleh nasabah
debitur, maka jaminan yang ada akan dapat dipergunakan untuk menutupinya.
e. Condition of Economy.
Dalam menilai kredit yang akan disalurkan, tim analis kredit pasti juga melihat
kondisi ekonomi saat ini, maupun kemungkinan yang akan terjadi dimasa yang
akan datang. Khususnya terkait dengan sektor ekonomi yang berhubungan
dengan usaha dari calon nasabah debitur. Dengan memperhatikan kondisi
perekonomian yang terjadi maupun yang akan terjadi, tim analis kredit akan
menilai ada tidaknya serta seberapa besar prospek dari usaha calon nasabah
debitur yang akan dibiayai oleh fasilitas kredit dari bank yang bersangkutan.
f. Constraint.
Yang dimaksud dengan constraint dalam hal ini, adalah faktor hambatan atau
rintangan sosial psikhologis yang ada pada suatu daerah atau wilayah tertentu.
Hambatan atau rintangan sosial psikhologis tersebut akan sangat berpengaruh
jika proyek atau usaha tersebut tetap dilaksanakan. Contoh constraint, dalam hal
ini adalah :
- Usaha peternakan babi yang akan diadakan di wilayah Aceh, atau wilayah
yang mayoritas penduduknya merupakan muslim yang taat, pasti tidak akan
berhasil.
- Usaha mendirikan pabrik obat antibiotic dan vitamin, yang juga
merencanakan untuk mengolah ganja atau extacy, pasti akan berhadapan
dengan peraturan pemerintah.
- Usaha mendirikan benkel las disekitar jalur pipa gas atau pipa minyak, pasti
akan membahayakan kelangsungan usaha yang dilakukan maupun
masyarakat sekitar.
3. Metodhe 3 R.
Metodhe / pendekatan 3 R ini, terdiri dari aspek – aspek :
a. Risk Bearing Ability.
Dalam hal ini, tim analis kredit dari bank yang bersangkutan harus mengetahui
dan menilai sampai sejauh mana perusahaan pemohon kredit mampu
menanggung resiko kegagalan andaikata terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Jelasnya tim analis kredit akan melihat apa upaya dari calon nasabah debitur
untuk mempertanggungjawabkan kredit yang telah diterimanya, jika usaha yang
dilakukannya ternyata mengalami kegagalan.
b. Return.
Yang dimaksud return dalam hal ini adalah penilaian atas hasil yang akan
dicapai oleh perusahaan calon nasabah debitur setelah dibantu dengan fasilitas
kredit dari bank. Jelasnya tim analis kredit akan menilai kelayakan dari usaha
yang akan dibiayai oleh fasilitas kredit dari bank.
c. Repayment.
Repayment adalah kemampuan untuk membayar kembali. Dalam hal ini tim
analis kredit dari bank akan meilai berapa lama perusahaan pemohon kredit
dapat membayar kembali pinjamannya, baik angsuran pokok maupun
bunganya. Tim analis kredit akan melihat berapa lama jangka waktu untuk
membayar atau mengangsur kewajibannya, ataukah akan diangsur setiap bulan
atau mungkin akan dilunasi sekaligus pada akhir periode yang telah menjadi
kesepakatan bersama.
4. Metodhe 7 P.
Metodhe / pendekatan 7 P ini, terdiri atas aspek – aspek :
a. Personality.
Dalam hal ini tim analis kredit akan menilai calon nasabah debitur dari segi
kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari – hari. Juga akan dinilai oleh tim
analis kredit bagaimana masa lalu dari si calon nasabah debitur yang
bersangkutan. Sifat serta kepribadian dari calon nasabah debitur akan menjadi
dasar yang kuat untuk memberi pertimbangan apakah permohonan kreditnya
disetujui atau justru akan ditolak.
b. Party.
Yang dimaksud dengan party, dalam hal ini adalah tim analis kredit akan
menggolong – golongkan atau mengklafikasikan calon nasabah debitur
berdasarkan modal yang dimiliki, atau berdasarkan loyalitas serta karakter dari
masing – masing calon nasabah debitur. Dengan pengklasifikasian ini, tim
analis kredit dari ank yang bersangkutan akan mendapat kemudahan dalam
mengambil kesimpulan atau keputusan atas permohonan kredit yang diajukan.
c. Purpose.
Purpose dalam hal ini dimaksudkan tim analis kredit ingin mengetahui apa
tujuan dari si calon nasabah debitur mengambil / mengajuka permohonan
kredit. Selain itu tim juga akan menilai jenis kredit apa yang diinginkan oleh si
pemohon untuk membiayai usahanya.
d. Prospect.
Dalam hal ini, tim analis kredit akan melihat apakah usaha yang akan
dimintakan fasilitas kredit dapat menguntungkan dimasa mendatang atau tidak.
Jelasnya apakah usaha yang akan dilakukan oleh calon nasabah debitur tersebut
mempunyai prospek yang baik atau tidak dimasa yang akan datang.
e. Payment.
Payment adalah merupakan ukuran bagaimana cara nasabah akan
mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Tim analis kredit akan menilai
bagaimana cara calonnasabah debitur tersebut untuk membayar angsuran kredit
yang telah diterimanya, serta juga dinilai dari sumber mana saja dana yang
digunakan oleh si pemohon dalam membayar kewajibannya.
f. Profitability.
Yang dimaksud dalam hal ini adalah tim analis kredit akan menilai, bagaimana
kemampuan calon nasabah debitur ini untuk mendapatkan laba / keuntungan
perusahaannya, yang tentunya akan berimbas pada kelancaran dalam
pembayaran angsuran pokok maupun bunga dari kredit uang telah diterimanya.
g. Protection.
Tujuan dari protection ini adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan
dan jaminan yang telah diserahkan mendapat jaminan akan digunakan
sebagimana mestinya. Perlindungan dalam hal ini adalah jaminan yang
dibetikan, dapat berupa barang, orang maupun asuransi.
5. Metodhe Study Kelayakan (7 Aspek Usaha).
Penilaian / analisis kredit dengan menggunakan metodhe study kelayakan, meliputi
aspek – aspek :
a. Aspek Hukum.
Dalam aspek hukum, pihak analis bank melakukan analisis menyangkut
dokumen – dokumen yang disampaikan oleh calon nasabah debitur mengenai
identitas diri pemohon, legalitas perizinan usaha menyangkut SIUP, SITU,
TDP, Izin Gangguan juga NPWP. Selain itu juga akan dilihat keabsahannya
terkait Akte Pendirian untuk calon debitur yang berbentuk badan hokum,
seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi maupun Firma. Pengesahan Akte Pendirian
ini biasanya dilakukan / diberikan oleh Kemenkumham maupun dari
Pengadilan Negeri.
b. Aspek Manajemen.
Berkaitan dengan aspek umum, tim analis kredit akan menganalisis aspek
manajemen dari perusahaan yang bersangkutan, seperti halnya bagaimana
pengalaman usaha dari si pemohon. Juga akan dinilai siapa pengendali usaha
(Key Person), berapa jumlah tenaga kerjanya, bagaimana regenerasi serta
struktur organisasi dari perusahaan milik calon nasabah debitur.
c. Aspek Produksi / Teknis.
Dalam analisis aspek teknis, maka pihak bank akan melakukan analisis
mengenai ketersediaan bahan baku, lokasi usaha (pabrik), proses produksi
maupun layout pabrik.
d. Aspek Pemasaran.
Dalam analisis aspek pemasaran, maka tim analisis dari ank yang bersangkutan
akan melakukan analisis mengenai barang yang akan dipasarkan, luas daerah
pemasaran dan besarnya pangsa pasar. Selain itu juga akan dianalisis berapa
jumlah pesaing, bagaimana strategi menghadapi persaingan, serta bagaimana
strategi rencana penjualannya.
e. Aspek Keuangan.
Dalam aspek keuangan, maka tim analis kredit dari bank yang bersangkuan,
perlu melakukan analisis mengenai Liquidity, Leverage, Activity, Profitability,
serta melakukan analisis sumber dan penggunaan dana yang ada.
f. Aspek Jaminan.
Dalam aspek ini, tim analis dari bank yang bersangkutan akan menganalisis
berapa nilai jaminan/barang yang diagunkan untuk mendapatkan plafond kredit
tersebut. Jika nilai barang yang diagunkan lebih rendah dari plafon kredit yang
dimohonkan, dengan sendirinya permohonan fasilitas kredit akan ditolak.
g. Aspek Sosial Ekonomi /AMDAL.
Dalam aspek ini, maka tim analis kredit dari bank yang bersangkutan akan
menganalisis dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan calon debitur. Tim
analis kredit akan melihat apakah perusahaan telah memilik amdal atau belum,
juga bagaimana pengaruh dengan adanya perusahaan tersebut terhadap
penyediaan lapangan kerja.
C. PENGUMPULAN INFORMASI
Dalam rangka memperlancar kegiatan analisis kredit, maka pengumpulan informasi
/ data yang diperlukan sangatlah penting. Berbagai informasi yang penting untuk
disiapkan guna mempermudah proses analisis kredit.
Informasi tersebut antara lain, adalah :
1. Data / informasi baik formal maupun informal mengenai reputasi calon nasabah
debitur yang dapat diperoleh dari asosiasi pengusaha sejenis.
2. Bank to bank information , untuk mendukung informasi bonafiditas dan reputasi
calon nasabah yang bersangkutan.
3. Informasi tentang pemasaran produk / jasa dari calon nasabah.
4. Informasi terkait aspek sosial ekonomi dari proyek yang akan dibiayai dengan
fasilitas kredit.
5. Data statistik dari Biro Pusat Statistik.
6. Informasi terkait ketentuan perundang – undangan dan peraturan pemerintah
lainnya yang menyangkut permasalahan proyek yang akan dibiayai.
7. Informasi data teknis terkait proyek calon nasabah.
8. Informasi dari mass media.
9. Informasi tentang data intern bank.
10. Informasi terkait Daftar Hitam/Black List dari Bank Indonesia.
11. Informasi data tenaga kerja, dan lain – lain.

Agar informasi / data yang diperoleh benar – benar dapat menggambarkan keadaan
yang sebenarnya dari proyek yang akan dibiayai, maka langkah terbaik yang harus
dilakukan oleh tim analis kredit adalah mencarinya dari berbagai sumber. Sebab jika
informasi yang diperoleh hanya dari satu sumber, akan bersifat tidak obyektif dan mungkin
juga akan menyesatkan dalam pelaksanaan penilaian kredit. Dengan mengumpulkan
berbagai sumber informasi, maka pihak tim analis kredit dari bank yang bersangkutan
dapat memperbandingkan sumber informasi yang satu dengan yang lainnya.
Sumber – sumber informasi yang dapat dimanfaatkan secara efektif oleh tim analis
kredit, antara lain adalah :
1. Formulir permohonan dari calon nasabah.
2. Project Proposal dari pemohon yang disampaikan ke bank.
3. Hasil wawancara kredit kepada pemohon.
4. Organisasi / Asosiasi Usaha dimana calon nasabah bergabung.
5. Instansi Pemerintah, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian,
dan lain – lain.
6. Pemerintah Daerah setempat.
7. Tokoh – tokoh masyarakat.
8. Mass Media.
9. Masyarakat disekitar tempat tinggal calon nasabah atau disekitar lokasi proyek.

D. PENETAPAN TITIK KRITIS PROYEK


Dalam penetapan titik kritis (critical point) suatu proyek yang akan dibiayai sering
terjadi kekeliruan yang dilakukan oleh tim analis kredit, khususnya untuk analis kredit
yang belum berpengalaman. Tim analis kredit banyak yang berpandangan bahwa aspek
pemasaran adalah aspek yang paling penting dalam keberlangsungan suatu perusahaan.
Oleh karena itu menurut mereka proses analisis harus dimulai dari aspek pemasaran
terlebih dahulu, baru kemudian aspek – aspek lain setelah aspek pemasaran feasible.
Alasan dari pendapat ini adalah bahwa kegiatan produksi tidak aka nada artinya bagi
keberhasilan suatu proyek, apabila produk/ jasa yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan.
Tentu saja argument ini dapat diterima akal, namun akibatnya adalah pengukuran aspek –
aspek yang lain akan selalu tergantung pada aspek pemasaran saja.

Padahal seharusnya dapat kita pahami bahwa keseluruhan aspek dalam perusahaan
tersebut mempunyai peranan yang masing – masing penting dan tidak dapat diabaikan.
Berdasarkan hal ini, maka proses analisis harus dimulai dari titik kritis proyek yang akan
dibiayai oleh fasilitas kredit. Titik kritis (critical point) ini dapat diketahui dari factor
produksi yang paling menentukan / dominan terhadap keberhasilan proyek tersebut.
Setelah titik kritis dapat diketahui, baru dilanjutkan ke analisis lainnya yang paling relevan
dengan aspek yang dianggap sebagai titik kritis tersebut. Dalam menetukan titik kritis yang
seharusnya dilakukan oleh tim analis kredit, dapat dilihat dari contoh berikut .
Misalkan seorang nasabah mengajukan permohonan kredit untuk mendirikan pabrik
gula dengan kapasitas “X” ton di pulau Jawa. Kesimpulan sementara yang dapat ditarik
dari proses analisis yang dilakukan adalah terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 6.1. Menentukan Titik Kritis
ASPEK KESIMPULAN SEMENTARA
Aspek Pemasaran Tidak ada masalah, karena semua hasil produksi dapat diserap
oleh BULOG dan DOLOG.
Aspek Produksi Mesin – mesin yang dibutuhkan dapat diimpor.
Kebutuhan akan tenaga kerja tersedia sehingga dapat terpenuhi
Aspek Manajemen Kebutuhan manajemen dapat disediakan oleh pasar tenaga kerja
di kota – kota besar di pulau Jawa.
Aspek Keuangan Dapat dipenuhi oleh Bank – Bank komersial.
Aspek Material Penyediaan lahan masih tanda Tanya.
Dll.

Berdasarkan kesimpulan sementara tersebut terdahulu, dapat diketahui bahwa titik


kritis proyek yang akan dibiayai bukan terletak pada aspek pemasaran, aspek produksi,
aspek manajemen, maupun pada aspek keuangan. Akan tetapi titik kritis terletak pada
aspek material, yakni penyediaan lahan yang cukup luas untuk penanaman tebu. Tim
analis harus berpikir dengan kritis, apakah tersedia lahan yang cukup luas di wilayah
pulau Jawa / tempat lokasi pabrik, untuk memenuhi kapasitas produksi sebesar “X” ton
tersebut.
Jadi jelasnya, dalam kasus ini urutan critical point dalam analisis terhadap aspek –
aspek usaha harus dimulai dari :
1. Kemampuan dalam penyediaan lahan.
2. Kapasitas produksi.
3. Tenaga Kerja.
4. Keuangan.
5. Pemasaran.
6. Dan seterusnya.
Dengan urutan tersebut, tim analis kredit dapat mengambil kesimpulan yang tepat
apakah permohonan kredit dari calon nasabah debitur bisa diterima atau ditolak.
E. ASPEK – ASPEK PERUSAHAAN
Dalam analisi kredit, aspek – aspek perusahaan yang dianalisis, antara lain adalah :
1. Aspek Pemasaran.
Dalam aspek pemasaran ini, tim analis kredit harus menganalisis hal – hal sebagai
berikut :
a. Produk / jasa yang dipasarkan terkait dengan :
- Deskripsi produk/ jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
- Bagaimana ketersediaan produk / jasa yang dihasilkan.
- Bagaimana positioning dari produk / jasa tersebut di pasar.
- Bagaimana analisis SWOT terkait produk / jasa yang akan dihasilkan.
b. Segmentasi dan targeting dari produk / jasa yang akan dihasilkan.
c. Faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan, khususnya terkait factor
pendukung maupun factor penghambatnya.
2. Aspek Produksi / Operasional.
Yang perlu dianalisis oleh tim analis kredit terkait aspek operasional, adalah :
a. Sistem dan prosedur operasi, menyangkut :
- Proses dan design produk.
- Penjadwalan produksi.
b. Kapasitas produksi.
c. Manajemen persediaan, yang meliputi :
- Ketersediaan bahan baku, umumnya dalam satu tahun.
- Bagaimana dengan pemasok utamanya apakah sudah siap.
- Bahan baku utama dan bahan baku pendukungnya apakah selalu tersedia.
d. Fasilitas dan sarana produksi, yang meliputi :
- Kebutuhan – kebutuhan pegawai.
- Tata ruang dan denah.
- Alat – alat yang diperlukan.
- Ketersediaan fasilitas pendukung.
3. Aspek Sumber Daya Manusia.
Yang perlu dianalisis dalam aspek sumber daya manusia, antara lain adalah :
a. Jenis pekerjaan dan deskripsi pekerjaan yang diperlukan, meliputi :
- Jenis pekerjaan yang diperlukan untuk mendukung bisnis yang akan
dibiayai oleh fasilitas kredit.
- Deskripsi pekerjaan yang diperlukan, terkait dengan pendidikan formal,
pengalaman kerja, persyaratan fisik dan lain – lain.
b. Struktur Organisasi yang digunakan, meliputi :
- Cakupan rincian semua pekerjaan.
- Cakupan pendistribusian beban kerja.
- Penyusunan mekanisme koordinasi dan sinergi antar anggota organisasi.
c. Rekruitment sumber daya manusia, meliputi :
- Kebutuhan sumber daya manusia.
- Ketersediaan pasar tenaga kerja.
- Proses recruitment sumber daya manusia.
- Pemberhentian tenaga kerja.
d. Pola Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, meliputi :
- Program pendidikan dan pelatihan.
- Program promosi jabatan / perencanaan karier.
- Sistem penggajian.
e. Keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Aspek Keuangan.
Yang perlu dianalisis dalam aspek keuangan, meliputi :
a. Jumlah kebutuhan dana.
b. Sumber pembiayaan dan pilihan investasi, yaitu :
- Beli.
- Sewa.
- Kerjasama.
c. Proyeksi Laba Rugi dan Proyeksi Neraca, yaitu :
- Proyeksi Laba Rugi.
- Proyeksi Neraca.
5. Aspek Pendukung.
Yang perlu dianalisis dalam aspek pendukung, meliputi :
a. Hukum, yaitu :
- Bentuk Badan Hukum.
- Izin Usaha.
- Prosedur Pendirian.
b. Lingkungan, yaitu :
- Dampak Pencemaran Lingkungan (AMDAL).
- Penyerapan Tenaga Kerja.
- Dampak sosial, ekonomi, dan budaya.

LATIHAN
Pilihlah jawaban yang benar dari alternative jawaban yang tersedia, dengan
memberikan tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Membantu para bankir untuk tidak berbuat salah dalam memutuskan
kredit, dalam arti tidak menciptakan kredit yang tidak sehat untuk
bank mereka, adalah merupakan tujuan dari :
a. Penyaluran kredit.
b. Analisis Kredit.
c. Penentuan titik kritis kredit.
d. Taksasi jaminan kredit.
e. Pembuatan perjanjian kredit.
2. Berikut ini adalah tolok ukur kelayakan penggunaan kredit atau
yang menjadi ukuran kelayakan (feasibilitas) suatu proyek menurut
Siswanto Sutoyo, kecuali :
a. Penggunaan kredit dalam proyek yang melanggar hukum atau peraturan
pemerintah.
b. Kredit yang diterima tidak digunakan untuk spekulasi.
c. Penggunaan kredit tiak menyimpang dari kebijakan kredit bank.
d. Penggunaan kredit tidak menyimpang dari standart umum yang berlaku.
e. Dalam penggunaan kredit, untuk menanganinya tidak memerlukan keahlian
khusus.
3. Thomas Suyatno (39:1990), menyatakan bahwa suatu proyek atau
usaha dikatakan dapat memenuhi kelayakan, apabila memenuhi hal
berikut, kecuali :
a. Proyek tersebut memberikan kemanfaatan pada masyarakat dan sesuai
dengan kebijakan pemerintah.
b. Proyek tersebut mampu untuk terus hidup/beroperasi dan berkembang.
c. Proyek tersebut mampu memberikan keuntungan yang wajar bagi
pemiliknya.
d. Proyek tersebut mampu mengembalikan hutang pokok dan membayar
bunga, serta biaya – biaya lain dalam jangka waktu yang telah ditentukan
dan disepakati bersama.
e. Proyek tersebut belum mampu mengembalikan hutang pokok dan
membayar bunga, serta biaya – biaya lain dalam jangka waktu yang telah
ditentukan dan disepakati bersama.
4. Dalam membahas aspek – aspek yang mempengaruhi kegiatan usaha
secara detil dan secara kritis, maka beberapa langkah / prosedur
yang perlu dipedomani adalah :
a. Penetapan metodhe / pendekatan yang sering diperdebatkan.
b. Pengumpulan informasi yang lengkap.
c. Penetapan metodhe / pendekatan yang akan dijaminkan.
d. Penetapan titik kritis proyek yang akan dibiayai.
e. Penetapan titik kritis proyek yang akan diagunkan.
5. Jika tim analis kredit melakukan penilaian berdasarkan hasil – hasil
yang telah dicapai oleh perusahaan si calon nasabah debitur dimasa
lampau, dinamakan :
a. After Performance Approach.
b. Past Aftered Approach.
c. Past Performance Approach.
d. 3 R Approach.
e. 7 P Approach.
6. Metodhe Past Performance Approach, akan sangat mungkin dan
efektif untuk dilakukan, jika memenuhi hal – hal berikut, kecuali :
a. Pemohon kredit telah dikenal baik oleh bank.
b. Tujuan pengajuan kredit adalah untuk modal kerja.
c. Jangka waktu pengembalian kredit relative jangka pendek.
d. Tujuan pengajuan kredit adalah untuk investasi.
e. Jaminan kredit yang diberikan lengkap dan telah diikat.
7. Bank harus mempunyai suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari
orang – orang yang diberikan fasilitas kredit benar – benar dapat
dipercaya. Hal ini adalah analisis dari :
a. Collateral.
b. Capital.
c. Capacity.
d. Constraint.
e. Character.
8. Jika tim analis dari bank yang bersangkutan akan menganalisis
berapa nilai jaminan/barang yang diagunkan untuk mendapatkan
plafond kredit yang akan disalurkan merupakan analisis terhadap :
a. Repayment.
b. Collateral.
c. Risk Bearing Ability.
d. Return.
e. Constraint.
9. Sumber – sumber informasi yang tidak dapat dimanfaatkan secara
efektif oleh tim analis kredit, adalah :
a. Formulir permohonan dari calon nasabah.
b. Project Proposal dari pemohon yang belum disampaikan ke bank.
c. Hasil wawancara kredit kepada pemohon.
d. Organisasi / Asosiasi Usaha dimana calon nasabah bergabung.
e. Instansi Pemerintah, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perindustrian, dan lain – lain.
10. Yang perlu dianalisis dalam aspek sumber daya manusia, antara lain
adalah sebagai berikut, kecuali :
a. Jenis pekerjaan dan deskripsi pekerjaan yang diperlukan.
b. Struktur Organisasi yang digunakan.
c. Pemutusan Hubungan Kerja.
d. Pola Pemberdayaan Sumber Daya Manusia.
e. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

RANGKUMAN
1. Terdapat 2 (dua) jenis data yang harus dianalisis oleh tim analisis kredit pada
bank yang bersangkutan, yaitu analisis data kuantitatif dan analisis data
kualitatif.
2. Sebelum melaksanakan kegiatan analisis kredit ada beberapa langkah / prosedur
yang perlu dipedomani, yaitu :
a. Penetapan metodhe / pendekatan yang akan digunakan.
b. Pengumpulan informasi yang lengkap.
c. Penetapan titik kritis proyek yang akan dibiayai.
3. Beberapa metodhe / pendekatan yang sering digunakan dalam analisis kredit
adalah :
a. Past Performance Approach.
b. Metodhe 6 C.
c. Metodhe 3 R.
d. Metodhe 7 P.
e. Metodhe Studi Kelayakan (7 Aspek Usaha).
4. Dalam rangka memperlancar kegiatan analisis kredit, maka pengumpulan
informasi / data yang diperlukan sangatlah penting.
5. Sumber – sumber informasi yang dapat dimanfaatkan secara efektif oleh tim
analis kredit, antara lain adalah :
a. Formulir permohonan dari calon nasabah.
b. Project Proposal dari pemohon yang disampaikan ke bank.
c. Hasil wawancara kredit kepada pemohon.
d. Organisasi / Asosiasi Usaha dimana calon nasabah bergabung.
e. Instansi Pemerintah, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perindustrian, dan lain – lain.
f. Pemerintah Daerah setempat.
g. Tokoh – tokoh masyarakat.
h. Mass Media.
i. Masyarakat disekitar tempat tinggal calon nasabah atau disekitar lokasi
proyek.
6. Dalam penetapan titik kritis (critical point) suatu proyek yang akan dibiayai
sering terjadi kekeliruan yang dilakukan oleh tim analis kredit, khususnya untuk
analis kredit yang belum berpengalaman.
7. Dalam analisi kredit, aspek – aspek perusahaan yang dianalisis, antara lain
adalah :
a. Aspek Pemasaran.
b. Aspek Produksi.
c. Aspek Sumber Daya Manusia.
d. Aspek Keuangan.
e. Aspek Pendukung.

TEST FORMATIF
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan yang lengkap !
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Critical Point dalam analisis kredit !
2. Jelaskan dengan memberikan contoh perbedaan antara data kualitatif dan data
kuantitatif dalam analisis kredit !
3. Jelaskan mengapa aspek pemasaran perlu dianalisis jika bank akan memberikan
fasilitas kredit kepada calon nasabah debitur !
4. Jelaskan dengan memberikan contoh yang dimaksud dengan Constrain dalam
pendekatan 6 C !
5. Sebutkan 7 (tujuh) aspek yang perlu dianalisis menurut metodhe kelayakan
usaha !
6. Jelaskan mengapa segmentasi dan targeting dari produk / jasa yang dihasilkan
perusahaan perlu dianalisis oleh tim analis kredit !
7. Jelaskan mengapa aspek hukum perlu dianalisis oleh tim analis kredit sebelum
fasilitas kredit dikucurkan !
8. Sebutkan 8 (delapan) sumber – sumber informasi yang dapat dimanfaatkan
secara efektif oleh tim analis kredit !
9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan AMDAL dalam metodhe 7 aspek
kelayakan usaha !
10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Past Performance Approach dalam analisis
kredit !
KUNCI JAWABAN LATIHAN
1. B.
2. A.
3. E.
4. D.
5. C.
6. D.
7. E.
8. B.
9. B.
10. C.
Daftar Pustaka

Hadiwijaya, (1991).Analisis Kredit, Jakarta. Penerbit Pionir Jaya.

Fahmi, Irham,S.E.,M.Si. (2014). Manajemen Perkreditan, Bandung, Penerbit Alfabeta.

Jopie Jusuf, (2003). Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, Jakarta, Penerbit PT Elex Media
Komputindo.

Kasmir, (2001).Manajemen Perbankan, Jakarta. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.

Pudjo Muljono, Teguh, (2001).Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Cetakan Ke-
3, Yogyakarta. Penerbit BPFE.

Sinungan, Mucdharsyah, (1983).Dasar – Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Jakarta.


Penerbit PT.Bina Aksara.

Sutojo, Siswanto, (2000).Strategi Umum Kredit Bank Umum, Jakarta. PT.Damar Mulia
Puskata.

Suyatno,Thomas, dkk.,(1990).Dasar – Dasar Perkreditan, Jakarta. PT.Gramedia.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perubahan UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Program Studi:
Buku Ajar :
Keuangan dan Perbankan
Manajemen Perkreditan Politeknik Negeri
Semester: 4 Balikpapan

MODUL 7

PENGAWASAN KREDIT DAN REORGANISASI KREDIT

PENDAHULUAN
Seperti yang telah kita pelajari sebelumnya, bahwa salah satu fungsi dari
manajemen secara umum, maupun secara khusus dalam manajemen perkreditan, adalah
pengawasan atau controlling. Jika hal ini kita kaitkan dalam proses kegiatan perkreditan,
jelas fungsi pengawasan memiliki kedudukan yang sangat penting, sehubungan kredit
adalah risk assets bagi bank. Kegiatan pengawasan jelas merupakan penjagaan dan
pengamanan terhadap kekayaan bank yang disalurkan dalam arti diinvestasikan dalam
bidang perkreditan, sehingga dapat diketahui jika terjadi penyimpangan sedini mungkin.
Jelaslah bahwa fungsi pengawasan harus dilakukan terhadap kegiatan perkredtan,
karena “assets bank” tersebut dikuasai oleh pihak luar bank, yakni pihak nasabah debitur /
nasabah kredit. Untuk peningkatan efisiensi dan penjagaan / pengamanan terhadap harta
bank tersebut perlu dilakukan kegiatan pengawasan. Dalam kegiatan pengawasan juga
dapat dilakukan correction program dan implementasinya terhadap kredit yang telah
disalurkan, agar tidak menjadi kredit bermasalah di kemudian hari. Jika hal tersebut terjadi
tentunya akan berdampak timbulnya kerugian bagi bank yang bersangkutan.
Secara umum, banyak faktor yang menjadi sebab terjadinya kredit macet / kredit
bermasalah. Faktor tersebut bisa berasal dari bank sendiri, maupun yang berasal dari luar
bank, antara lain adalah :
1. Self Dealing, yakni upaya mencari keuntungan pribadi.
2. Anxiety for income, yang berarti haus akan keuntungan / laba.
3. Compromise of Credit Principles, yaitu kompromi terhadap prinsip – prnsip kredit.
4. Non-Existance of Sound Lending Polities, yakni kebijakan perkreditan yang kurang
sehat.
5. Incomplete Credit Information, yakni ketidaklengkapan atas informasi kredit.
6. Failure to Obtion or Enforce Liquidation Agreements, yakni ketidakmampuan
untuk memperoleh atau mengambil tindakan likuidasi sesuai kesepakatan /
perjanjian.
7. Complacency, yakni menggampangkan suatu permasalahan.
8. Lack of Supervising, yakni lemahnya kegiatan pengawasan.
9. Technical Imcompetency, yakni ketidakmampuan teknis.
10. Poor Selection of Risk, yakni ketiakmampuan menyeleksi resiko.
11. Over Lending, yakni pemberian kredit yang melampaui batas.
12. Competition, yakni persaingan (Teguh Pudjo Muljono:19:1999)

KEGIATAN BELAJAR 1
A. PENGERTIAN PENGAWASAN KREDIT
Pengawasan kredit merupakan proses penilaian dan pemantauan kredit sejak analisis
kredit dan merupakan suatu upaya untuk menjaga agar apa yang dilaksanakan dapat
berjalan sesuai dengan rencana kredit yang telah ditetapkan. Tjoukam (1999:220)
menyatakan bahwa “pengawasan kredit adalah usaha untuk mengetahui dan menyusun
strategi perbaikan secara dini terhadap indikasi – indikasi penyimpangan (deviation) dari
kesepakatan bank dan debitur dalam proses kegiatan perkreditan, yang kemudianmenjadi
penyebab kredit bermasalah dan mendatangkan kerugian bagi bank dan debitur”.
Sedangkan menurut Abdullah (2005:95) pengawasan kredit adalah “suatu proses penilaian
dan pemantauan kredit sejak analisis, bukanlah aktivitas untuk mencari kesalahan /
penyimpangan debitur khususnya dalam menggunakan kredit”. Adapun Institut Bankir
Indonesia (IBI), memberikan pengertian pengawasan kredit adalah “suatu upaya
melakukan pengamatan dan penilaian (evaluasi) secara sadar dan terus menerus terhadap
keadaan kredit yang diberkan kepada peminjam, sehingga setiap saat pemberi pinjaman
dapat mengetahui tingkat kelancaran usaha serta tingkat kemampuan pelunasan kredit
peminjam”.
Dengan memperhatikan pengertian dari pengawasan kredit seperti dijelaskan terdahulu,
dapat dipahami bahwa pengawasan kredit ini lebih merupakan upaya untuk menjaga dan
mengamankan kredit yang bersifat preventif. Pengawasan kredit ini juga merupakan suatu
system dalam pengelolaan kredit yang berfungsi sebagai penutup kelemahan dalam proses
perkreditan. Oleh karena itu, pengawasan kredit harus mampu memberikan feedback agar
tindak lanjut perbaikan dapat segera dilaksanakan. Pengawasan kredit merupakan suatu
feedback process, sedangkan planning/perencanaan kredit merupakan forward-looking
process, sehingga ketidakpastian masih dalam jangkauan dalam suatu perencanaan. Harus
dapat diakui, bahwa actual performance tidak akan pernah sama betul dengan perencanaan
yang telah dibuat, karena deviasi timbul disebabkan oleh adanya factor – factor yang tidak
dapat dprediksi (unpredictable) dan tidak dapat diawasi (uncontrollable) di sekitar
organisasi. Selain itu juga karena kelemahan dalam pelaksanaan atau karena tidak baiknya
perencanaan yang telah dibuatnya. Untuk itulah perlunya adanya pengawasan.

B. TUJUAN PENGAWASAN KREDIT


Abdullah (2005:95) menjelaskan, bahwa berdasarkan tujuannya, pengawasan kredit
dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Preventif Controll.
Preventif Controll adalah merupakan pengawasan kredit yang dilakukan sebelum
pencairan atau sebelum kredit diberikan kepada nasabah debitur. Tujuan dari
preventif control adalah untuk mencegah kemungkinan terjadi penyimpangan –
penyimpangan penggunaan kredit, serta adanya kesalahan fatal di kemudian hari.
Jadi dalam preventif control, akan dilihat mulai dari kelengkapan berkas yang
diajukan hingga survey ke lapangan seperti jaminan dan bentuk usaha yang akan
dilakukan.
2. Represif Controll.
Represif Controll adalah merupakan pengawasan kredit yang dilakukan setelah
pencairan kredit kepada debitur, serta saat penggunaan kredit oleh debitur. Tujuan
dari represif control adalah agar debitur tersebut terbangun kedisiplinannya untuk
melunasi setiap pinjamannya secara tepat waktu. Selain itu represif control juga
dimaksudkan untuk mengawasi setiap penyimpangan yang terjadi.

Dalam perkreditan kegiatan pengawasan merupakan kegiatan yang memegang


peranan penting. Hal ini dikarenakan pengawasan merupakan penjagaan dan pengamanan
terhadap kekayaan yang disalurkan atau diinvestasikan dibidang perkreditan.
Secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dari pengawasan perkreditan adalah :
1. Menjaga dan mengawasi pengelolaan kekayaan bank serta menghindari adanya
penyelewengan yang mungkin terjadi.
2. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran administrasi bidang perkreditan yang
lebih baik.
3. Untuk memajukan efisiensi dalam pengelolaan dan pelaksanaan usaha dibidang
perkreditan serta mendorong tercapainya rencana yang ada.
4. Untuk menjaga kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pihak bank yang
bersangkutan.

Masing – masing tujuan tersebut terdahulu mempunyai kaitan yang erat antara satu
dengan yang lainnya. Contohnya adalah administrasi perkreditan yang dijalankan secara
benar dan teliti dapat membantu untuk mempermudah dalam menemukan penyelewrngan –
penyelewengan yang terjadi. Begitu pula halnya dengan adanya system dokumentasi yang
baik terhadap arsip – arsip perkreditan akan memajukan efisiensi pengelolaan dibidang
perkreditan.
Jika kita perhatikan dari masing – masing tujuan tersebut, menandakan bahwa
pelaksanaan pengawasan perkreditan tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.
Pengawasan perkreditan tidak semata – mata hanya untuk mencari – cari atau menemukan
adanya penyimpangan atau penyelewengan, akan tetapi juga tindakan pengendalian
terhadap hal – hal sebagai berikut :
1. Keamanan kredit.
Hal ini dapat diartikan bahwa nilai ekonomi kredit dapat diterima kembali dengan
wajar.
2. Penggunaan kredit menjadi lebih terarah.
Yang dimaksud dalam hal ini adalah penggunaan kredit sesuai dengan yang telah
direncanakan.
3. Kredit menjadi asset yang produktif.
Hal ini berarti kredit dapat menghasilkan keuntungan bagi pengusaha, bank dan
masyarakat sekitarnya.
4. Penertiban kegiatan akuntansi.
Hal ini dimaksudkan atas semua transaksi perkreditan harus sesuai dengan standart
akuntansi yang berlaku.
5. Hasil temuannya menjadi input untuk unit kerja terkait.
Hal ini dimaksudkan dengan adanya hasil temuan akan menjadi bahan perbaikan
bagi unit kerja terkait.
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian terdahulu, bahwa tujuan atau sasaran
dijalankannya fungsi pengawasan / controlling bukan hanya untuk mencari – cari
kesalahan, akan tetapi untuk mencari cara penyelesaian yang setepat – tepatnya (corrective
action). Pemahaman terhadap sebab – sebab terjadinya kegagalan perkreditan akan
mempermudah bagi tim analis kredit untuk menemukan cara penyelesaian yang baik dan
tepat serta akan dapat mengidentifikasi secara jelas penyebab terjadinya kegagalan
perkreditan tersebut.
Sebab – sebab terjadinya kegagalan dalam pemberian kredit antara lain adalah :
1. Masalah intern bank sendiri.
Faktor intern bank sendiri ini meliputi :
- Adanya self dealing atau tindak kecurangan dari tim pengelola kredit.
- Kurangnya pengetahuan atau ketrampilan para pengelola kredit.
- Kurang baiknya management information system yang dibangun pada bank
tersebut.
- Lemahnya organisasi dan manajemen dari bank yang bersangkutan.
- Tidak adanya kebijakan perkreditan yang baik pada bank yang bersangkutan.
- Kurang baiknya pengawasan kredit yang dilakukan oleh bank yang
bersangkutan terhadap nasabah debiturnya.
- Adanya sikap yang ceroboh, lalai, dan menggampangkan segala cara dari
pengelola perkreditan.
2. Masalah ekstern bank / Masalah perekonomian secara makro.
Faktor ekstern bank, meliputi :
- Keiatan ekonomi makro / kegiatan politik / kebijakan pemerintah yang diluar
jangkauan bank untuk diperkirakan.
- Adanya bencana alam dan kejadian – kejadian lain yang diluar dugaan.
- Adanya persaingan yang cukup tajam diantara perbankan itu sendiri, sehingga
bank yang bersangkutan tidak mampu untuk melakukan seleksi resiko usahanya
dibidang perkreditan.
- Tekanan – tekanan dari berbagai kekuatan politis diluar bank sehingga
menimbulkan kompromi terhadap prinsip – prinsip perkreditan yang sehat.
- Adanya kesulitan / kegagalan dalam proses likuidasi dari perjanjian kredit yang
telah disepakati antara nasabah dengan pihak bank.

3. Masalah nasabah sendiri.


Faktor nasabah sendiri, meliputi :
- Adanya itikad tidak baik dari dalam diri debitur.
- Kurang mampunya pihak pengelola perusahaan menjalankan usahanya secara
professional.
- Tidak mampu bersaing dengan perusahaan pesaing.
- Tidak adanya ketrampilan / skill yang dimiliki oleh tenaga kerja maupun
pengelola dalam perusahaan.

C. BENTUK – BENTUK PENGAWASAN KREDIT


Bentuk – bentuk pengawasan kredit dapat dilakukan dalam beberapa kegiatan, yang
meliputi antara lain adalah :
1. On Desk Monitoring.
Kegiatan pengawasan dalam bentuk On Desk Monitoring mengutamakan penelitian
dan pemeriksaan kredit secara administratif. Kegiatan pengawasan dilakukan
melalui instrument administrative seperti laporan – laporan, catatan – catatan,
dokumen – dokumen dan informasi – informasi dari pihak ketiga. Dalam model
monitoring ini tim analis kredit ingin mengetahui kebenaran, keakuratan, dan
ketepatan atas isi laporan, misalnya :
- Neraca Perusahaan.
- Laporan Rugi Laba.
- Produksi.
- Pembelian / penjualan yang dilakukan oleh perusahaan.
- Statistik kegiatan usaha.
2. On Site Monitoring.
Jika setelah dilaksanakannya kegiatan pengawasan secara administrative, tim analis
masih menemukan keragu – raguan, maka harus dilakukan konfirmasi dengan
meneliti / memerilsa langsung ke lapangan (on the sopt inspection). Tindakan untuk
melakukan konfirmasi ini sifatnya bisa menyeluruh, sebagian, atau khusus atas hal
– hal tertentu yang memerlukan pembuktian, kebenaran dan ketepatan pelaksanaan.
3. Credit Audit.
Kegiatan pengawasan ini mengutamakan penelitian dan pemeriksaan atas
kelengkapan dokumen dan pemenuhan persyaratan kredit. Selain itu juga
ditekankan pada kemampuan dari perusahaan debitur dalam pencapaian target
usaha yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit yang disepakati bersama.
4. Credit Examination.
Kegiatan pengawasan ini mengutamakan pada penelitian dan pemeriksaan atas
kebijakan kredit yang diberikan kepada debitur. Apakah kebijakan yang diberikan
masih rekevan atau tidak. Atau mungkin perlu adanya peninjauan kembali
sehubungan dengan kondisi ekonomi / moneter dan kemampuan nasabah debitur
yang bersangkutan.
5. Credit Review.
Adalah suatu kegiatan pengawasan yang mengutamakan atas penelitian dan
pemeriksaan kredit baik perorangan/individual maupun portfolio bank secara
menyeluruh. Kegiatan pengawasan ini untuk mengetahui kemampuan dan kemauan
nasabah debitur untuk menyelesaikan semua kewajiban – kewajibannya.

D. OBYEK PENGAWASAN KREDIT


Obyek pengawasan kredit / monitoring kredit disesuaikan dengan kebutuhan untuk
memperoleh informasi / data / fakta yang benar, tepat dan akurat mengenai
pelaksanaan kegiatan perkreditan baik oleh bank sendiri maupun oleh nasabah.
Informasi / data / fakta yang dicari adalah yang relevansinya ada hubungan kuat
dengan mutu / kualitas kredit dan kegiatan perkreditan bank yang bersangkutan. Obyek
pengawasan kredit dapat banyak dan luas.
Secara umum dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu :
1. Informasi Umum.
Yang menjadi obyek pengawasan dalam informasi umum ini antara lain adalah :
a. Para pemegang saham serta jumlah saham yang ada.
b. Susunan pengurus perusahaan.
c. Riwayat perusahaan.
d. Bidang usaha.
e. Hubungan dengan perbankan.
f. Group perusahaan.
g. Obyek kredit dan proyek.
h. Trade checking.
i. Informasi dari asosiasi.
2. Data Historis.
Yang menjadi obyek pengawasan dalam data historis, meliputi :
a. Jenis dan jumlah kredit yang dinikmati.
b. Baki Debet (saldo pokok dari plafon pinjaman yang telah disepakati dalam
perjanjian kredit dan biasanya berkurang sesuai dengan angsuran pinjaman
yang telah dilakukan) dan tujuan penggunaannya.
c. Rencana dan realisasi pembelian / produksi.
d. Rencana dan realisasi penjualan / eksport.
e. Neraca dan Laporan Laba Rugi.
f. Performance / kualitas kredit.
3. Data Proyeksi.
Yang menjadi obyek pengawasan dalam data proyeksi, adalah :
a. Data proyek dan pembiayaan.
b. Estimasi Cash Budget (penggunaan dana cash yang ada).
c. Estimasi Cash Flow (sumber dana cash yang ada).
d. Estimasi kemampuan manajemen.
e. Estimasi produksi dan pemasaran.
f. Analisis sumber dan penggunaan dana.
g. Inventory manajemen (manajemen persediaan).
h. Daftar Hutang dan Piutang.
i. Hal – hal yang relevan dengan kredit.
4. Data Jaminan.
Yang menjadi obyek pengawasan dalam data jaminan, adalah :
a. Jenis jaminan (Cash atau Fisik).
b. Status pemilik dan lokasi.
c. Bentuk pengikatan.
d. Nilai Yuridis dan Nilai Ekonomis.
e. Likuid atau Illikuid.
f. Marketability dan Pricing.
LATIHAN
Pilihlah jawaban yang benar dari alternative jawaban yang tersedia, dengan memberikan
tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Banyak faktor yang menjadi sebab terjadinya kredit macet /
kredit bermasalah, satu diantaranya adalah self dealing, yang
artinya :
a. Haus akan keuntungan / laba.
b. Kompromi terhadap prinsip – prinsip kredit.
c. Upaya mencari keuntungan pribadi.
d. Kebijakan perkreditan yang kurang sehat.
e. Pemberian kredit yang melampaui batas.
2. Yang dimaksud dengan Non-Existance of Sound Lending
Polities, adalah :
a. Ketidakmampuan menyeleksi resiko.
b. Kebijakan perkreditan yang kurang sehat.
c. Pemberian kredit yang melampaui batas.
d. Kompromi terhadap prinsip – prinsip kredit.
e. ketidaklengkapan atas informasi kredit.
3. Salah satu penyebab timbulnya kredit macet adalah
ketidakmampuan pihak bank dalam menyeleksi resiko.
Ketidakmampuan dalam menyeleksi resiko ini dalam perkreditan
dikenal dengan istilah :
a. Lack of Supervising.
b. Incomplete Credit Information.
c. Failure to Obtion or Enforce Liquidation Agreements.
d. Complacency.
e. Poor Selection of Risk.
4. Pengertian pengawasan kredit menurut Institut Bankir Indonesia
(IBI) adalah :
a. Suatu proses penilaian dan pemantauan kredit sejak analisis, bukanlah
aktivitas untuk mencari kesalahan / penyimpangan debitur khususnya dalam
menggunakan kredit.
b. Usaha untuk mengetahui dan menyusun pedoman kredit terhadap indikasi –
indikasi penyimpangan (deviation) dari kesepakatan bank dan debitur dalam
proses kegiatan perkreditan, yang kemudian menjadi penyebab kredit
bermasalah dan mendatangkan kerugian bagi bank dan debitur”.
c. Suatu proses penilaian dan pemantauan kredit sejak permohonan kredit,
bukanlah aktivitas untuk mencari kesalahan / penyimpangan debitur
khususnya dalam menggunakan kredit.

d. Suatu upaya melakukan pengamatan dan penilaian (evaluasi) secara sadar


dan terus menerus terhadap keadaan kredit yang diberikan kepada
peminjam, sehingga setiap saat pemberi pinjaman dapat mengetahui tingkat
kelancaran usaha serta tingkat kemampuan pelunasan kredit peminjam.
e. Usaha untuk mengetahui dan menyusun strategi perbaikan secara dini
terhadap indikasi – indikasi penyimpangan (deviation) dari kesepakatan
bank dan debitur dalam proses kegiatan perkreditan, yang kemudianmenjadi
penyebab kredit bermasalah dan mendatangkan kerugian bagi bank dan
debitur”.
5. Pengawasan perkreditan tidak semata – mata hanya untuk
mencari – cari atau menemukan adanya penyimpangan atau
penyelewengan, akan tetapi juga tindakan pengendalian terhadap
hal – hal sebagai berikut, kecuali :
a. Kelancaran pencairan kredit.
b. Penggunaan kredit menjadi lebih terarah.
c. Kredit menjadi asset yang produktif.
d. Penertiban kegiatan akuntansi.
e. Hasil temuannya menjadi input untuk unit kerja terkait.
6. Yang bukan menjadi obyek pengawasan dalam data jaminan,
adalah :
a. Jenis jaminan (Cash atau Fisik).
b. Status pemilik dan lokasi.
c. Bentuk jaminan.
d. Nilai Yuridis dan Nilai Ekonomis.
e. Marketability dan Pricing.
7. Untuk mencegah kemungkinan terjadi penyimpangan –
penyimpangan penggunaan kredit, serta adanya kesalahan fatal
di kemudian hari, adalah merupakan tujuan dari :
a. Represif Control.
b. Preventif Control.
c. Collateral.
d. Nilai Yuridis jaminan.
e. Nilai Ekonomis jaminan.
8. Yang bukan menjadi obyek pengawasan dalam data proyeksi,
adalah :
a. Estimasi Cash Budget (penggunaan dana cash yang ada).
b. Estimasi Cash Flow (sumber dana cash yang ada).
c. Daftar Hutang dan Piutang.
d. Inventory manajemen (manajemen persediaan).
e. Hal – hal yang tidak relevan dengan kredit.
9. Berikut ini menjadi obyek pengawasan dalam data historis,
kecuali :
a. Rencana dan realisasi pembelian / produksi.
b. Rencana dan realisasi penjualan / eksport.
c. Neraca dan Laporan Laba Rugi.
d. Status pemilik dan lokasi.
e. Performance / kualitas kredit.
10. Obyek pengawasan kredit secara umum dapat dikelompokkan
dalam beberapa kategori berikut, kecuali :
a. Data Nasabah.
b. Informasi Umum.
c. Data Historis.
d. Data Proyeksi.
e. Data Jaminan.

RANGKUMAN
1. Faktor – faktor penyebab kredit macet, secara umum adalah :
a. Self Dealing, yakni upaya mencari keuntungan pribadi.
b. Anxiety for income, yang berarti haus akan keuntungan / laba.
c. Compromise of Credit Principles, yaitu kompromi terhadap prinsip – prnsip
kredit.
d. Non-Existance of Sound Lending Polities, yakni kebijakan perkreditan yang
kurang sehat.
e. Incomplete Credit Information, yakni ketidaklengkapan atas informasi kredit.
f. Failure to Obtion or Enforce Liquidation Agreements, yakni ketidakmampuan
untuk memperoleh atau mengambil tindakan likuidasi sesuai kesepakatan /
perjanjian.
g. Complacency, yakni menggampangkan suatu permasalahan.
h. Lack of Supervising, yakni lemahnya kegiatan pengawasan.
i. Poor Selection of Risk, yakni ketidakmampuan menyeleksi resiko.
j. Over Lending, yakni pemberian kredit yang melampaui batas.
k. Competition, yakni persaingan.
2. Kegiatan pengawasan merupakan penjagaan dan pengamanan terhadap kekayaan
bank yang disalurkan / diinvestasikan dibidang perkreditan, sehingga dapat
diketahui jika ada penyimpangan sedini mungkin.
3. Menurut Institut Bankir Indonesia (IBI), pengawasan kredit adalah upaya
melakukan pengamatan dan penilaian (evaluasi) secara sadar dan terus menerus
terhadap keadaan kredit yang diberikan kepada peminjam, sehingga setiap saat
memberi pinjaman dapat diketahui tingkat kelancaran usaha serta tingkat
kemampuan pelunasan kredit peminjam.
4. Tujuan atau sasaran dari pengawasan kredit adalah :
a. Menjaga dan mengawasi pengelolaan kekayaan bank serta menghindari adanya
penyelewengan yang mungkin terjadi.
b. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran administrasi bidang perkreditan
yang lebih baik.
c. Untuk memajukan efisiensi dalam pengelolaan dan pelaksanaan usaha dibidang
perkreditan serta mendorong tercapainya rencana yang ada.
d. Untuk menjaga kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pihak bank yang
bersangkutan.
5. Bentuk – bentuk pengawasan kredit yang lazim digunakan oleh bank, antara lain
adalah :
a. On Desk Monitoring.
b. On Site Monitoring.
c. Credit Audit.
d. Credit Examination.
e. Credit Reviu.
6. Obyek pengawasan kredit secara umum dapat dikelompokkan dalam beberapa
kategori, yaitu :
a. Informasi Umum.
b. Data Historis.
c. Data Proyeksi.
d. Data Jaminan.

TEST FORMATIF
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan yang lengkap !
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Represif Control !
2. Jelaskan secara singkat perbedaan antara Cash Flow dengan
Cash Budget !
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lack of Supervising !
4. Jelaskan perbedaan antara bentuk pengawasan On Desk
Monitoring dengan On Site Monitoring !
5. Sebutkan sebab – sebab terjadinya kegagalan dalam
pemberian kredit yang disebabkan oleh nasabah !
6. Sebutkan sebab – sebab terjadinya kegagalan dalam
pemberian kredit yang disebabkan oleh faktor intern bank
sendiri !
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Credit Examination !
8. Sebutkan tujuan dan sasaran dari pengawasan kredit !
9. Sebutkan arti pengawasan kredit menurut Institut Bankir
Indonesia !
10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Failure to Obtion or
Enforce Liquidation Agreements !

KUNCI JAWABAN LATIHAN


1. C.
2. B.
3. E.
4. D.
5. A.
6. C.
7. B.
8. E.
9. D.
10. A.

Daftar Pustaka

Hadiwijaya, (1991).Analisis Kredit, Jakarta. Penerbit Pionir Jaya.

Fahmi, Irham,S.E.,M.Si. (2014). Manajemen Perkreditan, Bandung, Penerbit Alfabeta.

Jopie Jusuf, (2003). Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, Jakarta, Penerbit PT Elex Media
Komputindo.

Kasmir, (2001).Manajemen Perbankan, Jakarta. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.

Pudjo Muljono, Teguh, (2001).Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Cetakan Ke-
3, Yogyakarta. Penerbit BPFE.

Sinungan, Mucdharsyah, (1983).Dasar – Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Jakarta.


Penerbit PT.Bina Aksara.

Sutojo, Siswanto, (2000).Strategi Umum Kredit Bank Umum, Jakarta. PT.Damar Mulia
Puskata.

Suyatno,Thomas, dkk.,(1990).Dasar – Dasar Perkreditan, Jakarta. PT.Gramedia.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perubahan UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Program Studi:
Buku Ajar :
Keuangan dan Perbankan
Manajemen Perkreditan Politeknik Negeri
Semester: 4 Balikpapan

MODUL 8

PEMBINAAN KREDIT DAN PENYELAMATAN KREDIT

PENDAHULUAN
Seperti yang sudah dibahas pada bagian sebelumnya, bahwa kredit merupakan risk
assets dari bank, karena asset milik bank dikuasai oleh debitur karena diinvestasikan dalam
bentuk kredit. Untuk itulah, bank pasti berusaha sedemikian rupa untuk mengamankan
assetnya, agar assetnya dapat kembali pada waktu yang telah ditentukan dengan
persetujuan bersama. Salah satu upaya yang dilakukan oleh bank adalah melakukan
pembinaan kredit kepada nasabah debiturnya.
Usaha pembinaan yang dilakukan oleh bank kepada debitur dalam rangka pembinaan
antara lain adalah :
1. Pemberian bimbingan.
2. Pengawasan.
3. Pemberian petunjuk.
Hal ini dilakukan agar debitur dapat terhindar dari kemungkinan kemacetan kredit yang
diperoleh oleh bank yang bersangkutan.
Dalam perbankan nasional , aktiva produktif berupa kredit memberikan pendapatan
yang terbesar dibandingkan dengan aktiva produktif lainnya. Dengan demikian menjaga
kualitas kredit merupakan hal utama yang harus dilakukan oleh bank, agar bank yang
bersangkutan dapat menerima pendapatan dan keuntungan sesuai dengan yang diharapkan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas kredit tersebut adalah dengan
melaksanakan pengawasan dan pembinaan kredit secara berkesinambungan.
Dengan pengawasan dan pembinaan kredit, bank dapat mengetahui perkembangan
debitur setiap saat, dan dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan kondisi tiap
debiturnya. Keputusan yang diambil tentu sebagai upaya untuk penyelamatan kredit,
karena dengan penyelamatan kredit berarti asset bank yang dikuasai oleh pihak ketiga yaitu
nasabah kredit, bisa diselamatkan.
KEGIATAN BELAJAR 1
A. PENGERTIAN PEMBINAAN KREDIT
Pembinaan kredit adalah upaya pembinaan yang dilakukan secara berkesinambungan
oleh pejabat kredit yang berwenang terhadap fasilitas kredit yang menyangkut penilaian
perkembangan usaha debitur, penggunaan kredit maupun perlindungan kepentingan bank,
baik yang dilakukan secara administrative maupun lapangan. Pengawasan dan pembinaan
kredit selain merupakan tuntutan bisnis yang memang harus dilakukan untuk menjaga
kualitas kredit, juga dapat digunakan untuk memenuhi informasi kredit yang dibutuhkan
oleh baik pihak intern maupun pihak ekstern. Pihak intern adalah pihak bank itu sendiri,
sedangkan pihak ekstern adalah pihak di luar bank yang bersangkutan.
Seperti Bank Indonesia, jelas memerlukan informasi kredit yang disalurkan oleh bank,
dalam fungsinya untuk menilai tingkat kesehatan bank yang bersangkutan dan untuk
pengawasan serta pembinaan terhadap bank tersebut. Pihak ekstern lainnya antara lain
adalah Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, Auditor, serta pihak – pihak
lain yang terkait dengan dunia perbankan.

B. TUJUAN PEMBINAAN KREDIT


Tujuan dilakukan pembinaan kredit adalah untuk menjaga kredit yang telah dicairkan
dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana semula sehingga dapat memberikan keuntungan
baik kepada debitur, bank maupun masyarakat sekitar.
Secara tegas dapat dinyatakan bahwa tujuan dari pembinaan kredit adalah :
1. Pelaksanaan pencairan kredit dapat sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan.
2. Penggunaan kredit sesuai dengan rencana atau tujuan dari kredit yang
bersangkutan.
3. Surplus dan Cashflow nasabah benar – benar dipergunakan untuk membayar
kembali kreditnya.
4. Untuk mengikuti perkembangan usaha nasabah dan membantu memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.
5. Untuk mengamankan agunan kredit sehingga dapat menghindarkan terjadinya
penurunan nilai dari agunan yang bersangkutan.

C. BENTUK – BENTUK PEMBINAAN KREDIT


Pembinaan kredit dapat dilakukan melalui :
6. Pembinaan secara administratif.
7. Pembinaan secara langsung di lapangan.

Pembinaan secara administratif merupakan pembinaan yang dilakukan oleh bank


kepada nasabah kreditnya berdasarkan pada laporan – laporan atau surat menyurat dari
nasabah debitur. Pembinaan secara administratif ini dilakukan di belakang meja
maksudnya adalah tim yang melakukan pembinaan tidak secara langsung terjun ke
lapangan.
Pembinaan secara administratif ini mencakup :
1. Analisis laporan yang diterima dari nasabah kredit.
2. Mengambil langkah – langkah untuk bahan kegiatan di lapangan.
3. Memberikan informasi perkembangan kreditnya dan meminta tindakan segera jika
diketahui ada hal yang berpotensi terjadinya penyimpangan.

Adapun pembinaan di lapangan dilakukan dengan mengadakan kunjungan ke tempat


usaha debitur. Pembinaan di lapangan ini meliputi :
1. Penelitian apakah kredit yang diberikan telah dipergunakan sesuai dengan syarat
dan tujuan yang telah disepakati bersama.
2. Mengadakan pengamatan apakah manajemen perusahaan terpelihara dengan baik.
3. Meneliti sampai seberapa jauh kemungkinan pengembangan perkreditan di sektor
usaha nasabah yang bersangkutan.

Dalam melakukan pembinaan di lapangan, selain melakukan identifikasi permasalahan


yang dihadapi oleh nasabah kredit. Pembinaan dilakukan dengan melakukan monitoring
dan pendampingan pasca penerimaan kredit. Identifikasi dimaksudkan adalah menemukan
dan mengenali permasalahan yang sedang dihadapi oleh nasabah kredit. Hasil akhir dari
proses identifaksi tersebut adalah terkumpulnya informasi untuk tindak lanjut kegiatan
dalam rangka pengembangan usaha yang telah dibiayai oleh kredit dari bank.
Adapun monitoring dan pendampingan pasca penerimaan kredit, dapat dilakukan
dengan 2 (dua) cara, yakni monitoring secara pasif dan monitoring secara aktif.
Dalam monitoring secara pasif, parameter – parameter yang dapat dianalisa dan
dijadikan tanda – tanda peringatan dini dalam melakukan monitoring adalah :
1. Neraca.
Dalam monitoring ini, yang perlu diperhatikan terkait dengan neraca perusahaan
penerima kredit yang sedang dibina adalah :
a. Periode penagihan piutang apakah stabil atau mulai melambat.
b. Bagaimana periode perputaran persediaan apakah ada peningkatan atau tidak.
c. Apakah piutang perusahaan terkonsentrasi pada pihak tertentu, atau bersifat
kompromi pada piutang sehingga penagihan memerlukan waktu yang lama.
d. Apakah terjadi kenaikan piutang kepada karyawan/direksi secara cepat.
e. Apakah timbul piutang afiliasi (piutang yang sebelumnya tidak ada).
f. Apakah terjadi kenaikan Aktiva Tetap secara cepat atau tidak.
g. Perlu dilihat timbulnya Hutang Jangka Pendek / Jangka Panjang, yang
sebelumnya tidak muncul dalam neraca.
h. Apakah timbul kenaikan Hutang pada pihak lain.
2. Laporan Rugi / Laba.
Dalam monitoring ini, yang perlu diperhatikan terkait dengan Laporan Rugi / Laba
perusahaan penerima kredit yang sedang dibina adalah :
a. Terjadinya penurunan atau peningkatan penjualan dan laba kotor.
b. Terjadinya peningkatan biaya – biaya secara drastis atau tidak proporsional
yang berakibat penurunan profit margin.
c. Terjadi pengambilan prive tanpa persetujuan bank, khususnya untuk kredit yang
dalam persyaratannya dilarang mengambil prive.
d. Terjadi biaya penghapusan Piutang Tidak Tertagih dalam jumlah besar.
e. Terjadi peningkatan persediaan yang rusak dalam jumlah besar.
f. Usaha mulai merugi.

Untuk monitoring secara aktif, yakni melakukan pendampingan untuk memantau


kualitas dan prospek usaha nasabah debitur, meliputi :
1. Manajemen.
Dalam monitoring ini, yang perlu diperhatikan terkait dengan Manajemen
perusahaan penerima kredit yang sedang dibina adalah :
a. Apakah ada perubahan sikap dari pengurus atau pemilik perusahaan terhadap
pihak bank, terutama itikhad untuk bekerjasama.
b. Pejabat bank kesulitan atau tidak untuk menemui pengurus / pemilik
perusahaan.
c. Apakah terjadi perpecahan pengurus, sehingga pengurus saling melempar
tanggung jawab termasuk tanggung jawab pemenuhan kepada bank.
d. Apakah fungsi pengawasan dalam perusahaan sudah berjalan dengan baik.
e. Apakah pengurus / pemilik perusahaan berjalan terlalu ekspansif dalam
pengembangan usahanya tanpa didukung oleh pengalaman yang cukup.
f. Apakah penempatan tenaga kerja telah didasarkan pada keahlian personal, dan
bukan atas dasar hubungan kekeluargaan.
g. Apakah terjadi permasalahan perburuhan di perusahaan yang bersangkuan.

2. Kebijakan Pemerintah.
Dalam monitoring ini, yang perlu diperhatikan terkait dengan Kebijakan
pemerintah terhadap perusahaan penerima kredit yang sedang dibina adalah :
a. Adanya Peraturan Pemerintah Pusat / Daerah yang mengatur tata niaga produk
yang dihasilkan oleh perusahaan yang sedang dibina.
b. Apakah ada perubahan peraturan yang berakibat / berdampak positip atau
negatip terhadap kelangsungan usaha perusahaan yang sedang dibina.
c. Apakah ada izin baru dari pemerintah setempat untuk pendirian Grosir Ritel
yang berdampak / mengancam kelangsungan usaha dari perusahaan yang
sedang dibina.

3. Kualitas Kredit.
Dalam monitoring ini, yang perlu diperhatikan terkait dengan Kualitas Kredit
terhadap perusahaan penerima kredit yang sedang dibina adalah :
a. Kinerja kredit yang bersangkutan.
b. Kelancaran dan ketertiban debitur dalam membayar angsuran pinjaman kredit.
c. Apakah penggunaan kredit sudah sesuai dengan tujuan semula seperti yang
yang telah disepakati bersama.
d. Apakah struktur, type dan syarat kredit yang diberikan telah cocok dan sesuai
dengan krakteristik sifat bisnis nasabah debitur.
e. Apakah jumlah plafond kredit telah memadai.

4. Pendampingan Pasca Kredit.


Pendampingan pasca kredit adalah merupakan pembinaan lanjutan kuhususnya
untuk pengebangan usaha dari perusahaan penerima kredit. Pendampingan pasca
kredit ini jika dilihat dari sisi bank adalah sebagai sarana untuk mengadakan
pengawasan terhadap pengembalian kredit. Dalam hal pembinaan lanjutan, bank
dapat menjalin kerjasama dengan Lembaga Konsltan Keuangan untuk melakukan
pemamtauan penggunaan kredit, penagihan angsuran, pengumpulan tabungan,
maupun pembinaan – pembinaan lainnya sehubungan dengan permasalahan
keuangan perusahaan penerima kredit yang sedang dibina.

Tujuan pembinaan dan pendampingan kredit yakni memastikan pengembalian kredit tepat
waktu, yang akan berdampak pada :
1. Terciptanya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan bekembangnya usaha dari
perusahaan penerima kredit.
2. Terwujudnya usaha dari perusahaan penerima kredit, menjadi usaha yang efisien,
sehat dan memiliki pertumbuhan yang tinggi, sehingga mampu menjadi kekuatan
ekonomi kerakyatan yang memberikan sumbangsih besar bagi pembangunan
ekonomi nasional.
3. Perusahaan yang dibina dapat berperan maksimal dalam penyerapan enaga kerja
dan sumber pendapatan.
4. Terciptanya bentuk – bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan
perusahaan yang dibina dalam kompetisi ditingkat wilayah, nasional maupun
intternasional.

D. CARA PENYELESAIAN/PENYELAMATAN
KREDIT MACET
Setelah dilaksanakan pembinaan kredit, ternyata kredit yang telah disalurkan kepada
nasabah kemungkinan untuk dikembangkan agar dapat mendatangkan keuntungan bagi
nasabah kredit maupun bagi bank yang bersangkutan tidak ada, maka bank perlu
melakukan penyelamatan kredit.
Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, bank dapat
menempuh usaha – usaha sebagai berikut :
1. Reschedulling.
Reschedulling atau penjadwalan ulang adalah upaya penyelamatan kredit dengan
melakukan perubahan syarat kredit khususnya menyangkut pada jadwal
pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan
perubahan besarnya angsuran kredit. Penyelamatan dengan cara ini tidak dilakukan
kepada semua debitur, namun hanya kepada debitur yang menunjukkan itikad dan
karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar dan melunasi kreditnya
(willingness to pay). Selain itu juga dimungkinkan bahwa usaha debitur tidak
memerlukan tambahan dana dan likuiditas.
2. Reconditioning.
Reconditioning atau persyaratan ulang adalah merupakan upaya penyelamatan
kredit dengan melakukan perubahan sebagian atau seluruh syarat kredit yang tidak
terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga,
penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya.
Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan
konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi “equity” perusahaan. Debitur yang
bersifat jujur, terbuka, dan kooperatif, yang usahanya mengalami kesulitan
keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan,
kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
3. Restructuring.
Restructuring atau penataan ulang adalah upaya penyelamatan kredit dengan
menata ulang syarat kredit yang telah ditetapkan. Restructuring juga berarti
perubahan persyaratan kredit. Perubahan syarat kredit ini biasanya menyangkut :
a. Penambahan dana bank.
b. Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru.
c. Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau
mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan.
4. Liquidation.
Liquidation atau likuidasi adalah uapay penyelamatan kredit melalui penjualan
barang – barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang.
Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar –
benar menurut bank sudah tidak dapat dibantu lagi untuk disehatkan kembali atau
usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek lagi. Proses likuidasi ini dapat
dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang jaminan tersebut kepada nasabah
yang bersangkutan. Untuk bank umum milik Negara, proses penjualan barang
jaminan dan asset bank diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan
ekskusi atau pelelangan.
5. Management Assistancy.
Managemen Assistancy adalah upaya penyelamatan kredit dengan memberikan
bantuan konsultasi dan manajemem professional yang diberikan kepada pihak
nasabah yang masih mempunyai prospek dan mempunyai itikad baik untuk
melunasi kewajibannya, namun lemah dalam pengelolaan perusahaannya. Tindakan
yang dilakukan biasanya dengan cara menempatkan petugas bank maupun meminta
bantuan pihak ketiga sebagai anggota manajemen.
Dari kelima cara untuk mengatasi kredit macet/bermasalah tersebut, cara likuidasi
dilakukan jika bank menganggap bahwa usaha dari nasabah sudah tidak mempunyai
prospek untuk dilanjutkan, dan tidak ada itikad baik untuk melunasi pinjamannya. Selain
cara likuidasi, untuk menghadapi nasabah yang tidak mempunyai itikad baik dalam
penyelesaian pinjamannya, bank dapat melakukan cara lain, yaitu :
1. Novasi.
Novasi adalah perjanjian yangmenyebabkan hapusnya suatu perikatan dan pada
saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya sebagai pengganti perikatan
sebelumnya.
2. Kompensasi.
Kompensasi merupakan salah satu cara hapusnya perikatan yang disebabkan oleh
keadaan dimana 2 (dua) orang/pihak masing – masing merupakan nasabah satu
terhadap nasabah lainnya dalam satu bank, yang bersedia untuk menjadi pengganti
nasabah yang bermasalah tadi.
3. Subrogasi.
Subrogasi adalah penggantian hak – hak bank oleh pihak ketiga karena adanya
pembayaran utang nasabah oleh pihak ketiga tersebut kepada bank dimaksud.
Dengan adanya subrogasi, perikatan utang piutang dengan nasabah tidak hapus,
demikian pula semua jaminan yang melekat pada perikatan lama tetap utuh namun
berpindah kepada bank baru yang melakukan pembayaran kepada bank lama
tersebut.

LATIHAN
Pilihlah jawaban yang benar dari alternative jawaban yang tersedia, dengan memberikan
tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Usaha pembinaan yang dilakukan oleh bank kepada debitur antara lain berupa :
a. Pemberian bimbingan, pengawasan, penyitaan jaminan.
b. Pemberian bimbingan, penyitaan jaminan, pemberian petunjuk.
c. Pemberian bimbingan, pengawasan, pemberian petunjuk.
d. Penyitaan jaminan, menghubungkan dengan bank, pemberian bimbingan.
e. Penyitaan jaminan, menghubungkan dengan bank, pemberian petunjuk.
2. Dalam perbankan nasional , aktiva produktif yang memberikan pendapatan yang
terbesar dibandingkan dengan aktiva produktif lainnya :
a. Tabungan
b. Kredit
c. ONH
d. Rekening Koran
e. Wesel
3. Berikut ini adalah pihak ekstern dari bank yang memerlukan informasi terkait
kredit yang disalurkan oleh bank adalah :
a. Bank Indonesia, Auditor Internal, Badan Pemeriksa Keuangan
b. Badan Pemeriksa Keuangan, Auditor Eksternal, Bagian Keuangan
c. Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Bagian Sumber Daya Manusia
d. Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Auditor Eksternal
e. Bagian Sumber Daya Manusia, Auditor Ekternal, Kementerian Keuangan
4. Berikut ini yang bukan merupakan tujuan dari pembinaan kredit adalah :
a. Pelaksanaan pencairan kredit dapat sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan.
b. Penggunaan kredit sesuai dengan rencana atau tujuan dari kredit yang
bersangkutan.
c. Surplus dan Cashflow nasabah benar – benar dipergunakan untuk membayar
kembali kreditnya.
d. Untuk mengikuti perkembangan usaha nasabah dan membantu memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.
e. Untuk mentaksasi agunan kredit sehingga dapat melunasi kredit yang
diterimanya.
5. Pembinaan kredit dapat dilakukan melalui :
a. Pembinaan administrative dan pembinaan langsung di lapangan.
b. On Desk Monitoring dan Pembinaan pembuatan neraca prusahaan.
c. Pembinaan Administratif dan On Desk Monitoring.
d. Pembinaan Langsung di lapangan dengan On Site Monitoring.
e. On Site Monitoring dan Pembuatan Laporan Laba / Rugi.
6. Penggantian hak – hak bank oleh pihak ketiga karena adanya pembayaran utang
nasabah oleh pihak ketiga tersebut kepada bank dimaksud, dinamakan :
a. Novasi.
b. Kompensasi.
c. Subrogasi.
d. Reschedulling.
e. Reconditioning.
7. Upaya penyelamatan kredit dengan memberikan bantuan konsultasi dan
manajemem professional yang diberikan kepada pihak nasabah yang masih
mempunyai prospek dan mempunyai itikad baik untuk melunasi kewajibannya,
namun lemah dalam pengelolaan perusahaannya, dinamakan :
a. Restructuring.
b. Reschedulling.
c. Liquidation.
d. Management Assistancy.
e. Reconditioning.
8. Tujuan pembinaan dan pendampingan kredit yakni memastikan pengembalian
kredit tepat waktu, yang akan berdampak pada hal berikut ini, kecuali :
a. Terciptanya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan bekembangnya usaha dari
perusahaan penerima kredit.
b. Perusahaan yang dibina tidak dapat berperan maksimal dalam penyerapan
enaga kerja dan sumber pendapatan
c. Terwujudnya usaha dari perusahaan penerima kredit, menjadi usaha yang
efisien, sehat dan memiliki pertumbuhan yang tinggi, sehingga mampu menjadi
kekuatan ekonomi kerakyatan yang memberikan sumbangsih besar bagi
pembangunan ekonomi nasional.
d. Perusahaan yang dibina dapat berperan maksimal dalam penyerapan enaga
kerja dan sumber pendapatan.
e. Terciptanya bentuk – bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan
perusahaan yang dibina dalam kompetisi ditingkat wilayah, nasional maupun
intternasional.
9. Dalam monitoring Kualitas Kredit, yang perlu diperhatikan dalam perusahaan
penerima kredit yang sedang dibina adalah hal – hal berikut ini, kecuali :
a. Kinerja kredit yang bersangkutan.
b. Kelancaran dan ketertiban debitur dalam membayar angsuran pinjaman kredit.
c. Apakah penggunaan kredit sudah sesuai dengan tujuan semula seperti yang
yang telah disepakati bersama.
d. Apakah jumlah plafond kredit telah dicairkan.
e. Apakah struktur, type dan syarat kredit yang diberikan telah cocok dan sesuai
dengan krakteristik sifat bisnis nasabah debitur.
10. Dalam monitoring Manajemen Perusahaan, yang tidak perlu diperhatikan terkait
dengan Manajemen perusahaan penerima kredit yang sedang dibina adalah :
a. Pengurus atau pemilik perusahaan tidak mengindahkan peringatan dari pihak
bank, terkait gagal dalam mengembalikan kredit.
b. Pejabat bank kesulitan atau tidak untuk menemui pengurus / pemilik
perusahaan.
c. Apakah terjadi perpecahan pengurus, sehingga pengurus saling melempar
tanggung jawab termasuk tanggung jawab pemenuhan kepada bank.
d. Apakah fungsi pengawasan dalam perusahaan sudah berjalan dengan baik.
e. Apakah penempatan tenaga kerja telah didasarkan pada keahlian personal, dan
bukan atas dasar hubungan kekeluargaan.

RANGKUMAN
1. Kredit merupakan Risk Assets bagi bank, maka diperlukan upaya untuk menjaga
kualitas kredit dengan melaksanakan pengawasan dan pembinaan kredit secara
berkesinambungan.
2. Usaha pembinaan yang dilakukan oleh bank kepada debitur dalam rangka menjaga
kualitas kredit antara lain adalah :
a. Pemberian bimbingan.
b. Pengawasan.
c. Pemberian Petunjuk.
3. Tujuan pembinaan kredit adalah :
a. Pelaksanaan pencairan kredit dapat sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan.
b. Penggunaan kredit sesuai dengan rencana atau tujuan dari kredit yang
bersangkutan.
c. Surplus dan Cashflow nasabah benar – benar dipergunakan untuk membayar
kembali kreditnya.
d. Untuk mengikuti perkembangan usaha nasabah dan membantu memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.
e. Untuk mengamankan agunan kredit sehingga dapat menghindarkan terjadinya
penurunan nilai dari agunan yang bersangkutan.
4. Pembinaan kredit dapat dilakukan melalui :
a. Pembinaan secara administratif.
b. Pembinaan secara langsung di lapangan.
5. Pembinaan secara administrative ini mencakup :
a. Analisis laporan yang diterima dari nasabah kredit.
b. Mengambil langkah – langkah untuk bahan kegiatan di lapangan.
c. Memberikan informasi perkembangan kreditnya dan meminta tindakan segera
jika diketahui ada hal yang berpotensi terjadinya penyimpangan.
6. Pembinaan di lapangan ini meliputi :
a. Penelitian apakah kredit yang diberikan telah dipergunakan sesuai dengan
syarat dan tujuan yang telah disepakati bersama.
b. Mengadakan pengamatan apakah manajemen perusahaan terpelihara dengan
baik.
c. Meneliti sampai seberapa jauh kemungkinan pengembangan perkreditan di
sektor usaha nasabah yang bersangkutan.
7. Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, bank
dapat menempuh usaha – usaha, yaitu :
a. Reschedulling.
b. Reconditioning.
c. Restructuring.
d. Liquidation.
e. Management Assistancy.
8. Selain cara likuidasi, untuk menghadapi nasabah yang tidak mempunyai itikad baik
dalam penyelesaian pinjamannya, bank dapat melakukan cara lain, yaitu :
a. Novasi.
b. Kompensasi.
c. Subrogasi.

TEST FORMATIF
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan yang lengkap !
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pembinaan
Kredit !
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
Pendampingan pasca kredit !
3. Sebutkan 3 (tiga) tujuan dari pembinaan kredit !
4. Sebut dan jelaskan secara singkat 2 (dua) bentuk
pembinaan kredit !
5. Sebutkan hal – hal yang perlu diperhatikan /
dicakup dalam pembinaan secara administratif !
6. Sebutkan hal – hal yang perlu diperhatikan /
dicakup dalam pembinaan secara langsung di
lapangan !
7. Sebutkan 4 (empat) dampak yang diharapkan
dapat terwujud jika tujuan pembinaan dan
pendampingan kredit yakni memastikan
pengembalian kredit tepat waktu berhasil seperti
yang diharapkan !
8. Jelaskan dengan memberikan contoh mengapa
kebijakan pemerintah perlu dimonitoring secara
aktif terkait dengan pembinaan kredit !
9. Jelaskan secara singkat perbedaan antara
Restructuing dengan Reconditioning !
10. Jelaskan perbedaan antara Novasi dengan
Subrogasi dalam penyelamatan kredit macet !
KUNCI JAWABAN LATIHAN
1. C.
2. B.
3. D.
4. E.
5. A.
6. C.
7. D.
8. B.
9. D.
10. A.

Daftar Pustaka

Hadiwijaya, (1991).Analisis Kredit, Jakarta. Penerbit Pionir Jaya.

Fahmi, Irham,S.E.,M.Si. (2014). Manajemen Perkreditan, Bandung, Penerbit Alfabeta.

Jopie Jusuf, (2003). Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, Jakarta, Penerbit PT Elex Media
Komputindo.

Kasmir, (2001).Manajemen Perbankan, Jakarta. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.

Pudjo Muljono, Teguh, (2001).Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Cetakan Ke-
3, Yogyakarta. Penerbit BPFE.

Sinungan, Mucdharsyah, (1983).Dasar – Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Jakarta.


Penerbit PT.Bina Aksara.
Sutojo, Siswanto, (2000).Strategi Umum Kredit Bank Umum, Jakarta. PT.Damar Mulia
Puskata.

Suyatno,Thomas, dkk.,(1990).Dasar – Dasar Perkreditan, Jakarta. PT.Gramedia.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perubahan UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Program Studi:
Buku Ajar :
Keuangan dan Perbankan
Manajemen Perkreditan Politeknik Negeri
Semester: 4
Balikpapan

MODUL 9

PERHITUNGAN BUNGA KREDIT

PENDAHULUAN
Selain sebagai Risk Assets bagi bank yang bersangkutan, kredit merupakan aktiva
produktif yang memberikan keuntungan paling besar dibanding aktiva produktif lainnya.
Untuk itulah bagian kredit dari bank yang bersangkutan, salah satu tugas utamanya adalah
menentukan berapa tingkat bunga yang akan dibebankan kepada nasabah debiturnya.
Selain itu juga harus menentukan jangka waktu pengembalian, berapa angka/nilai kredit
yang akan disalurkan. Semua hal tersebut pasti dihubungkan dengan berbagai syarat yang
telah ditentukan dalam kebijakan kredit bank yang bersangkutan.
Pada setiap kegiatan pinjam meminjam, khususnya di dunia perbankan pasti
terkandung adanya pembebanan atau pemungutan biaya yang biasa kita kenal dengan
bunga. Demikian juga halnya dalam penyaluran kredit kepada nasabahnya, bank pasti
membebankan bunga pada nasabahnya.

KEGIATAN BELAJAR 1
A. PENGERTIAN BUNGA KREDIT
Dalam dunia perbankan, kita mengenal istilah “bunga kredit” dan “tingkat bunga
kredit”. Bunga kredit adalah sejumlah nilai uang yang diwajibkan kepada pihak yang
meminjamnya dengan perhitungan berdasarkan persentase dan dilakukan berdasarkan
periode atau waktu yang ditentukan. Adapun yang dimaksud dengan tingkat bunga kredit
adalah harga jual kredit yang ditetapkan oleh bank bagi nasabah calon debiturnya.
Dari pengertian bunga kredit dan tingkat bunga kredit tersebut terdahulu, dapat dilihat
bahwa dalam bunga kredit terdapat suatu bentuk balas jasa (contra prestasi) atas
penyerahan prestasi yang dimiliki oleh bank, yakni dalam hal ini adalah uang. Akibat dari
penyerahan prestasi yang dimiliki oleh bank kepada pihak lain, yakni calon nasabah kredit,
akan membawa akibat bagi bank berupa hilangnya kesempatan untuk memperoleh sesuatu,
dalam beberapa masa waktu.
Karena hilangnya kesempatan bagi bank tersebut, maka wajarlah bagi bank jika
menuntut “sesuatu” bagi pihak yang menggunakan uang tersebut, yakni calon nasabah
kredit yang bersangkutan. Contohnya adalah jika bank menetapkan tingkat bunga yang
dibebankan kepada calon nasabah kredit sebesar 20%, berarti harga jual kredit dari bank
tersebut adalah sebesar pokok pinjaman ditambah bunga, yaitu 100% ditambah 20% sama
dengan 120%.
Dari contoh tersebut, jika calon nasabah menerima fasilitas kredit dari bank sebesar Rp
1.000.000,00 dengan jangka waktu 1 (satu) tahun, sehingga bunga yang harus dibayar oleh
calon nasabah kredit tersebut sebesar Rp 200.000,00. Adapun bunga per bulannya adalah
20% dibagi 12 (duabelas) bulan sama dengan 0,20 dibagi 12 sama dengan 0,017 atau
1,67%.
Ada beberapa alasan yang mendasar, mengapa bank harus membebankan bunga kredit
kepada nasabah debiturnya. Alasan – alasan tersebut adalah :
1. Sumber dana yang dimiliki oleh bank merupakan sumber dana yang berbiaya (Cost
of Fund).
2. Adanya biaya pengelolaan kredit (Overhead Cost).
3. Resiko dari kredit itu sendiri (Credit Risk).
4. Profit yang diinginkan oleh bank (Spread).
5. Tingkat inflasi.

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


TINGKAT BUNGA KREDIT
Dalam menentukan tungkat bunga kredit, bank harus memperhatikan dan
mempertimbangkan banyak faktor. Faktor – faktor tersebut oleh bank pasti tidak akan
diabaikan, agar bank yang bersangkutan dapat bersaing dengan bank – bank lain, dibarengi
dengan dominasi resiko dari berbagai ancaman terhadap operasional bank.
Faktor – faktor yang secara makro akan mempengaruhi dalam penetapan bunga kredit
adalah :
1. Biaya dana itu sendiri, baik dalam pengertian COF (Cost of Fund/Biaya Dana),
COLF (Cost of Loanable Fund/Biaya Dana Produktif), COM (Cost of
Money/Biaya uang), maupun OHC (Overhead Coast/Biaya Pengelolaan Kredit).
2. Resiko jenis usaha yang akan dibiayai (Degree of Risk).
3. Faktor Nasabah.
4. Bank Pesaing.
5. Keadaan Ekonomi dan Keuangan.
6. Mutu Pelayanan Nasabah.
7. Nilai Uang (Time Value of Money).

C. CARA MENETAPKAN BASED


LENDING RATE
Dalam rangka menentukan “harga pokok” dan “harga jual” dari pada “uang” sebagai
komoditas yang diperjual belikan oleh bank, maka terlebih dahulu dihitung apa yang lazim
disebut dengan COF, COLF, COM. OHC, yang kemudian baru dihitung “Lending Rate”
(Tingkat Bunga Kredit) yang akan dikenakan terhadap para nasabah debitur sebagai harga
jual. Penghitungannya adalah sebagai berikut :
1. Cost of Fund (Dana Berbiaya).
Cost of Fund adalah jenis dana yang dalam penghimpunannya perlu diberikan balas
jasa langsung berupa bunga atau biaya lainnya, seperti jasa Giro dan lain – lainnya.
Biaya bunga ini harus dibayar oleh bank dalam keadaan apapun, apakah situasi
bank saat itu dalam keadaan membaik atau dalam keadaan mengalami kerugian.
Yang perlu kita kita ketahui, bahwa selain dana berbiaya, bank juga memiliki
sumber dana yang tidak berbiaya. Jenis dana tidak berbiaya yang dimiliki oleh bank
terdiri atas 2 (dua) macam, yakni :
a. Dana yang dihimpun benar – benar tidak perlu dibayar bunga atau balas jasa
lainnya, misalnya Dana Setoran Jaminan, Dana Wesel, Dana Transfer, dan lain
– lain.
b. Dana yang untuk penghimpunannya tidak perlu dibayar bunganya secara
langsung, akan tetapi sebagai penggantinya akan dibayar manakala bank dalam
keadaan mendapat laba, perlu diberi imbalan jasa misalnya pembagian deviden
bagi dana saham.

Berikut ini adalah contoh dana berbiaya dan dana tidak berbiaya.
Dana berbiaya, antara lain adalah :
- Tabungan.
- Giro / rekening Koran.
- Deposito.
- Pinjaman dari bank lain.
- Obligasi.
- BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), yang merupakan fasilitas pinjaman
dari Bank Indonesia.

Dana tidak berbiaya, antara lain :


- Modal saham.
- Dana Cadangan.
- Laba Ditahan.
- Setoran Jaminan.
- Setoran Wesel / Kiriman Uang.

2. Cost of Loanable Fund (Biaya Dana Produktif).


Cost of Loanable Fund adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh bank dan
dibebankan kepada pihak lain, akibat adanya penggunaan dana yang dihimpun dari
pihak ketiga, namun digunakan oleh bank untuk membeli asset tetap bank dan
sbank. Cost of Loanable Fund yang dibebankan kepada debitur pasti lebih besar
dari pada Cost of Loanable Fund yang ditawarkan kepada masyarakat saat
penghimpunan dana. Loanable Fund adalah bagian dana yang berhasil
dikumpulkan dari masyarakat yang siap untuk dipergunakan atau dipinjamkan
kepada masyarakat untuk diproduktifkan. Loanable Fund ini disebut juga Total
Earning Assets, yang terdiri dari dana perkreditan dan secondary reserve. Dari total
dana yang berhasil dihimpun oleh bank yang bersangkutan, sesuai peraturan Bank
Indonesia tidak boleh semuannya digunakan sebagai Earning Assets / Assets
Produktif. Harus ada sebagian, minimal 5%, dana tersebut wajib tinggal di bank
sebagai penjaga likuiditas dari bank yang bersangkutan. Selain itu, sebagian dari
dana tersebut juga dipergunakan oleh bank untuk membeli asset tetap, sebagai
penunjang operasional bank. Berhubung dana yang ada tadi wajib tinggal di bank,
serta digunakan untuk membeli asset tetap, yang notabene dana tersebut sama
sekali tidak menghasilkan, maka biayanya harus dibebankan kepada dana yang
menghasilkan (Loanable Fund).

3. Cost of Money (Biaya Uang).


Cost of Money adalah biaya dari dana yang dikumpulkan oleh bank, yang terdiri
dari bunga yang dibayarkan oleh bank ditambah dengan biaya overhead. Dalam
penghitungan Cost of Money lazimnya dihitung secara global dari total beban
bunga ditambah dengan beban yang berkaitan dengan pengumpulan dana, dibagi
dengan dana rata – rata pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan dalam satu
peripode yang sama, misalnya periode 1 (satu) tahun.

4. Overhead Cost (Biaya Pengelolaan Kredit).


Overhead Cost adalah biaya tidak langsung yang turut diperhitungkan dalam
penetapan Based Lending Rate. Biaya ini sering dikenal dengan biaya pengelolaan,
yakni biaya – biaya pengelolaan kredit yang disalurkan kepada calon nasabah
debitur.
Yang termasuk dalam biaya pengelolaan kredit adalah :
a. Biaya – biaya personalia, yang meliputi :
- Upah
- Gaji
- Honorarium
- Jaminan – jaminan sosial.
b. Biaya – biaya administrasi umum.
c. Biaya – biaya penyusutan.
d. Biaya promosi.
e. Biaya pajak.
f. Biaya perawatan peralatan.
g. Biaya sewa.
5. Based Lending Rate (Dasar Penetapan Tingkat Bunga).
Dalam menghitung dasar penetapan tingkat bunga, yang dibebankan kepada
nasabah debiturnya, maka dapat digunakan formula sebagai berikut :
a. Based Lending Rate = COLF + OHC + Risk + Spread.
b. COLF = Bunga yang dibebankan : (100% - Cadangan Wajib)
c. COM = COLF + OHC
d. BEP = COM + Risk
e. Spread adalah profit / keuntungan yang dikehendaki.
Contoh soal penghitungan Based Lending Rate :
Pt.Bank Cahyaning menentukan suku bunga deposito sebesar 8% PA kepada para
deposannya. Cadangan wajib yang ditetapkan oleh pemerintah adalah 5%. Biaya operasi
yang dikeluarkan sebesar 6% dan Cadangan Resiko Kredit Macet adalah 1%. Jika laba
yang diinginkan adalah 5% dan pajak sebesar 20% hitunglah berapa tingkat suku bunga
kredit yang dibebankan kepada nasabah debitur nya !
Jawab :
COLF = Bunga yang dibebankan : (100% - Cadangan Wajib)
= 8% : 95% = 8,42% dibulatkan menjadi 9%
Jadi Based Lending Rate = 9% + 6% + 1% + 5% + (20% X 5%) = 22%
Jadi tingkat bunga yang dibebankan kepada nasabah kredit adalah sebesar 22%.

LATIHAN 1
Pilihlah jawaban yang benar dari alternatif jawaban yang tersedia, dengan memberikan
tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Sejumlah nilai uang yang diwajibkan kepada pihak yang meminjamnya dengan
perhitungan berdasarkan persentase dan dilakukan berdasarkan periode atau waktu
yang ditentukan, disebut :
a. Harga Jual Kredit.
b. Bunga Kredit.
c. Nilai Kredit.
d. Jaminan Kredit.
e. Pembayaran Kredit.
2. Berikut ini yang bukan merupakan alasan yang mendasar mengapa bank harus
membebankan bunga kredit kepada nasabah debiturnya, adalah :
a. Sumber dana yang dimiliki oleh bank merupakan sumber dana yang berbiaya.
b. Adanya biaya pengelolaan kredit.
c. Resiko dari kredit itu sendiri.
d. Profit yang diinginkan oleh Bank.
e. Tingkat Deflasi.
3. Faktor – faktor yang secara makro akan mempengaruhi dalam penetapan bunga
kredit adalah :
a. Biaya dana itu sendiri, Inflasi dan Deflasi.
b. Resiko jenis usaha yang akan dibiayai, Keadaan Ekonomi dan Nilai uang.
c. Faktor Nasabah, Deflasi, dan Bank Pesaing.
d. Bank Pesaing, Deflasi, dan Nilai Uang.
e. Mutu Pelayanan Nasabah, Deflasi, dan Inflasi.
4. Berikut ini yang merupakan dana berbiaya adalah :
a. Tabungan, Giro, Dana Cadangan.
b. Rekening Koran, Setoran Jaminan, BLBI.
c. Deposito, BLBI, Rekening Koran.
d. BLBI, Laba Ditahan, Pinjaman dari Bank lain.
e. Pinjaman dari Bank lain, BLBI, Dana Cadangan.
5. Berikut ini yang merupakan Dana tak berbiaya dalam penghimpunannya, adalah :
a. Modal Saham, Laba Ditahan, BLBI.
b. Dana Cadangan, BLBI, Rekening Koran.
c. Laba Ditahan, Dana Cadangan, Giro.
d. Setoran Wesel, Dana Cadangan, Laba Ditahan.
e. Setoran Jaminan, Rekening Koran, Laba Ditahan.
6. Yang termasuk dalam biaya pengelolaan kredit adalah :
a. Biaya Personalia, Biaya Sewa, Pajak.
b. Biaya Penyusutan, Prive, Gaji.
c. Biaya Administrasi Umum, Dana Sosial, Pengambilan Pribadi.
d. Pajak, Gaji, Prive.
e. Biaya Promosi, Dana Sosial, Biaya Penyusutan.
7. Jika bank menetapkan bunga deposito sebesar 10% PA, sedangkan wajib ditahan
berdasarkan peraturan dari Bank Indonesia sebesar 5%, berapa persen besarnya
Cost of Fund ?
a. 15%
b. 14%
c. 13%
d. 12%
e. 11%
8. Jika bank menetapkan bunga deposito sebesar 10% PA, sedangkan wajib ditahan
berdasarkan peraturan dari Bank Indonesia sebesar 5%, Biaya operasi yang
dikeluarkan sebesar 8% dan laba yang diinginkan adalah 10% berapa tingkat suku
bunga yang dibebankan kepada pemohon kredit ?
a. 29%
b. 28%
c. 27%
d. 26%
e. 25%
9. Jika bank menetapkan bunga deposito sebesar 7%PA, sedangkan dana wajib
ditahan berdasarkan peraturan dari Bank Indonesia sebesar 5%, biaya operasional
yang dikeluarkan sebesar 6%. Jika Cadangan Resiko Kredit macet sebesar 1%, dan
laba yang diinginkan adalah 10%, serta pajak yang harus dibayar 20%, hitunglah
berapa tingkat suku bunga kredit yang dibebankan kepada nasabah debitur nya !
a. 23%
b. 24%
c. 25%
d. 26%
e. 27%
10. Biaya tidak langsung yang turut diperhitungkan dalam penetapan Based Lending
Rate, yang sering dikenal dengan biaya pengelolaan, dinamakan :
a. Overhead Cost.
b. Loanable Cost.
c. Fixed Cost.
d. Cost of Money.
e. Based Lending Cost.

RANGKUMAN
1. Bunga kredit adalah sejumlah nilai uang yang diwajibkan kepada pihak yang
meminjamnya dengan perhitungan berdasarkan persentase dan dilakukan
berdasarkan periode atau waktu yang ditentukan.
2. Tingkat bunga kredit adalah harga jual kredit yang ditetapkan oleh bank bagi
nasabah calon debiturnya.
3. Alasan yang mendasar mengapa bank harus membebankan bunga kredit kepada
nasabah debiturnya, adalah :
a. Sumber dana yang dimiliki oleh bank merupakan sumber dana yang berbiaya
(Cost of Fund).
b. Adanya biaya pengelolaan kredit (Overhead Cost).
c. Resiko dari kredit itu sendiri (Credit Risk).
d. Profit yang diinginkan oleh bank (Spread).
e. Tingkat inflasi.
4. Faktor – faktor yang secara makro akan mempengaruhi dalam penetapan bunga
kredit adalah :
a. Biaya dana itu sendiri, baik dalam pengertian COF (Cost of Fund/Biaya Dana),
COLF (Cost of Loanable Fund/Biaya Dana Produktif), COM (Cost of
Money/Biaya uang), maupun OHC (Overhead Coast/Biaya Pengelolaan
Kredit).
b. Resiko jenis usaha yang akan dibiayai (Degree of Risk).
c. Faktor Nasabah.
d. Bank Pesaing.
e. Keadaan Ekonomi dan Keuangan.
f. Mutu Pelayanan Nasabah.
g. Nilai Uang (Time Value of Money).
5. Cara menghitung Based Lending Rate = COLF + OHC + Risk + Spread.

TEST FORMATIF 1
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan seperlunya !
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Cost of Money !
2. Sebutkan 4 (empat) alasan mendasar mengapa bank menetapkan bunga kredit
kepada calon nasabah debiturnya !
3. Sebutkan 5 (lima) faktor yang secara makro akan mempengaruhi dalam penetapan
bunga kredit suatu bank !
4. Sebut dan berikan contoh 2 (dua) macam sumber dana tidak berbiaya yang dimiliki
oleh bank !
5. Sebutkan 5 (lima) sumber dana berbiaya yang umumnya dimiliki oleh bank !
6. Jelaskan mengapa setiap bank harus menetapkan Cost of Loanable Fund !
7. Sebutkan 7(tujuh) jenis biaya yang termasud Overhead Cost pada suatu bank !
8. Saat terjadi resesi ekonomi Bank “PINUNJUL” menetapkan bunga deposito
sebesar 18% PA, sedangkan dana yang wajib ditahan berdasarkan peraturan dari
Bank Indonesia sebesar 6%, berapa persen besarnya Cost of Fund ?
9. Jika Bank “PINUNJUL” menetapkan bunga deposito sebesar 8,50% PA, sedangkan
dana wajib ditahan berdasarkan peraturan dari Bank Indonesia sebesar 5%, biaya
operasional yang dikeluarkan sebesar 9%. Jika Cadangan Resiko Kredit macet
sebesar 2,5%, dan laba yang diinginkan adalah 10%, serta pajak yang harus dibayar
20%, hitunglah berapa tingkat suku bunga kredit yang dibebankan kepada nasabah
debitur nya !
10. Bank “PINUNJUL” menginginkan laba untuk penjualan kredit sebesar 8,5%. Biaya
operasional diperkirakan akan keluar sebesar 10%. Cadangan Kredit tak tertagih
sebesar 2,5%. Jika Bank “PINUNJUL” menetapkan bunga deposito sebesar 9,5%
PA, dan dana wajib ditahan berdasarkan peraturan dari Bank Indonesia sebesar 5%,
serta pajak yang harus dibayar 20%, hitunglah berapa tingkat suku bunga kredit
yang dibebankan kepada nasabah debitur Bank “PINUNJUL” !

KEGIATAN BELAJAR 2
A. PENGHITUNGAN BUNGA KREDIT SECARA FLAT RATE
Dalam perhitungan bunga kredit secara Flat Rate, sifatnya adalah bahwa besar bunga
yang dibebankan tetap setiap bulan. Hal ini berarti penghitungan terhadap bunga pinjaman
adalah tetap setiap periodenya. Jumlah bunga dan cicilan pokok akan sama. Sedangkan
saldo pokok pinjaman adalah mengikuti perubahan jumlah yang ada, yang otomatis
semakin lama akan semakin berkurang.
Mekanisme penghitungan bunga kredit secara Flate Rate adalah sebagai berikut :
1. Cara menghitung Pokok Pinjaman (PPj) perbankan adalah :
PPj = (Jumlah Pinjaman) : Jangka Waktu
Misal : Tn.Wishnu meminjam kredit ke Bank sebesar Rp 360.000.000,00 dengan
jangka waktu 3 (tiga) tahun, maka Pokok Pinjaman dari Tn.Wishnu adalah
360.000.000 dibagi 36 = 10.000.000. Jadi Pokok Pinjaman yang menjadi beban
Tn.Wishnu setiap bulan sebesar Rp 10.000.000,00
2. Cara menghitung Bunga Perbankan (BG) adalah :
BG = (Bunga X Nominal Pinjaman) : 12 bulan.
Misal : Nn.Cahyaning meminjam uang ke bank sebesar Rp 100.000.000,00. Jika
tingkat bunga yang dibebankan oleh bank sebesar 10% per tahun, berapakah bunga
yang harus dibayar oleh Nn.Cahyaning, serta berapa tingkat bunganya ?
Berdasarkan contoh soal tersebut, maka Nn.Cahyaning harus membayar bunga
selama setahun sebesar 10% X Rp 100.000.000,00 = Rp 10.000.000,00. Sedangkan
tingkat bunga per bulannya adalah 10% : 12 = 8,334% atau 0,10 : 12 = 0,8334
3. Cara menghitung Angsuran Perbulan (AP) adalah :
AP = PPj + BG
Mekanisme untuk menghitung angsuran per bulan, adalah merupakan gabungan
dari pokok pinjaman dengan bunga. Misal : Diketahui jumlah pinjaman Rp
100.000.000,00 dengan suku bunga 6% pertahun dan jangka waktu 2 (dua) tahun.
Maka besar angsuran pinjaman adalah (100.000.000 : 24) + (6% X 100.000.000 :
24) = 4.166.666,67 + 250.000 = Rp 4.416.666,67
4. Cara menghitung Saldo Pinjaman :
Saldo Pinjaman = Jumlah Pinjaman – Pokok Pinjaman
Misal : Diketahui jumlah pinjaman Rp 100.000.000,00 dengan suku Bungan 6%
per tahun dan jangka waktu pinjaman 2 (dua) tahun. Berapakah saldo pinjaman
pada bulan pertama ? Maka saldo pinjamannya adalah Rp 100.000.000,00 – Rp
4.166.666,67 = Rp 95.833.333,33

B. CONTOH PENGHITUNGAN BUNGA DENGAN CARA FLAT RATE


Berikut ini adalah contoh soal penghitungan bunga kredit dengan cara Flat Rate. Misal
Tuan Wishnu, seorang pengusaha di bidang Photografi, mengajukan pinjaman ke Bank
Mayapada sebesar Rp 100.000.000,00 dengan jangka waktu 2 (dua) tahun. Jika Bank
Mayapada menetapkan tingkat bunga sebesar 18% dengan cara Flat Rate, tentukan
besarnya Saldo Pinjaman, Bunga dan Besar Angsuran yang harus dilunasi oleh Tuan
Wishnu.
Jawab :
1. Untuk menghitung besar Pokok Pinjaman (PPj) dari Tn.Wishnu adalah :
PPj = 100.000.000 : 24 = 4.166.666,67
Jadi besar Pokok Pinjaman Tn.Wishnu per bulan adalah Rp 4.166.666,67
2. Untuk menghitung besar Bunga (BG) pinjaman Tn.Wishnu adalah :
BG = (18% X 100.000.000) : 24 = 18.000.000 : 24 = 750.000,00
Jadi besar bunga pinjaman Tn.Wishnu per bulan adalah Rp 750.000,00
3. Untuk menghitung Angsuran Pinjaman (AP) Tn.Wishnu adalah :
AP = 4.166.666,67 + 750.000 = 4.916.666,67
Jadi besar Angsuran Pinjaman Tn.Wishnu tiap bulan sebesar Rp 4.916.666,67
4. Untuk menghitung Saldo Pinjaman dari Tn.Wishnu setelah bulan pertama adalah :
SP1 = 100.000.000 – 4.916,666,67 = 95.083.333,33
Jadi besar saldo pinjaman dari Tn.Wishnu setelah bulan pertama adalah Rp
95.083.333,33
Untuk lebih jelasnya penghitungan tersebut dengan menggunakan tabel, akan terlihat
sebagai berikut :
Tabel : 9.1
Penghitungan Bunga cara Flate Rate

Bulan Saldo Pinjaman Jumlah Pokok Bunga Total


ke- Pinjaman Angsuran
1 95.833.333,33 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
2 91.666.666,66 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
3 87.499.999,99 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
4 83.333.333,32 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
5 79.166.666,65 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
6 74.999.999,98 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
7 70.833.333,31 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
8 66.666.666,64 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
9 62.499.999,97 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
10 58.333.333,33 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
11 54.166.666,63 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
12 49.999.999,96 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
13 45.833.333,29 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
14 41.666.666,62 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
15 37.499.999,95 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
16 33.333.333,28 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
17 29.166.666,61 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
18 24.999.999,94 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
19 20.833.333,27 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
20 16.666.666,60 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
21 12.499.999,93 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
22 8.333.333,26 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
23 4.166.666,59 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
24 0 4.166.666,67 750.000,00 4.916.666,67
Total 100.000.000 18.000.000 118.000.000

LATIHAN 2
Pilihlah jawaban yang benar dari alternatif jawaban yang tersedia, dengan memberikan
tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Tn. Wishnu Atmadja, seorang pengusaha di bidang perkebunan Kelapa sawit,
mengajukan pinjaman ke Bank “MATAHARI TERBIT” sebesar Rp
720.000.000,00 dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Jika Bank “MATAHARI
TERBIT” menetapkan tingkat bunga sebesar 12% dengan cara Flat Rate, tentukan
besarnya Bunga yang harus dibayar oleh Tuan Wishnu Atmadja setiap bulan !
a. Rp 3. 500.000,00
b. Rp 3. 400.000,00
c. Rp 2.500.000,00
d. Rp 2.400.000,00
e. Rp 1.500.000,00
2. Tn. Wishnu Atmadja, seorang pengusaha di bidang perkebunan Kelapa sawit,
mengajukan pinjaman ke Bank “MATAHARI TERBIT” sebesar Rp
720.000.000,00 dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Jika Bank “MATAHARI
TERBIT” menetapkan tingkat bunga sebesar 12% dengan cara Flat Rate, tentukan
besarnya Angsuran yang harus dilunasi oleh Tuan Wishnu Atmadja pada bulan ke -
2!
a. Rp 22.400.000,00
b. Rp 21.400.000,00
c. Rp 20.400.000,00
d. Rp 19.400.000,00
e. Rp 18.400.000,00
3. Tn. Wishnu Atmadja, seorang pengusaha di bidang perkebunan Kelapa sawit,
mengajukan pinjaman ke Bank “MATAHARI TERBIT” sebesar Rp
720.000.000,00 dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Jika Bank “MATAHARI
TERBIT” menetapkan tingkat bunga sebesar 12% dengan cara Flat Rate, tentukan
besarnya Saldo Pinjaman yang harus dilunasi oleh Tuan Wishnu Atmadja pada
bulan ke - 1 !
a. Rp 640.000.000,00
b. Rp 660.000.000,00
c. Rp 680.000.000,00
d. Rp 700.000.000,00
e. Rp 720.000.000,00
4. Nn. Cahyaning Sari, seorang pengusaha di bidang jasa salon, mengajukan pinjaman
ke Bank “BULAN MERINDU” sebesar Rp 480.000.000,00 dengan jangka waktu 2
(dua) tahun. Jika Bank “BULAN MERINDU” menetapkan tingkat bunga sebesar
18% dengan cara Flat Rate, tentukan besarnya bunga yang harus dilunasi oleh Nn.
Cahyaning Sari pada bulan ke – 5 !
a. Rp 3.800.000,00
b. Rp 3.600.000,00
c. Rp 3.400.000,00
d. Rp 3.200.000,00
e. Rp 3.000.000,00
5. Nn. Cahyaning Sari, seorang pengusaha di bidang jasa salon, mengajukan pinjaman
ke Bank “BULAN MERINDU” sebesar Rp 480.000.000,00 dengan jangka waktu 2
(dua) tahun. Jika Bank “BULAN MERINDU” menetapkan tingkat bunga sebesar
18% dengan cara Flat Rate, tentukan besarnya angsuran yang harus dilunasi oleh
Nn. Cahyaning Sari pada bulan ke – 5 !
a. Rp 23.200.000,00
b. Rp 23.400.000,00
c. Rp 23.600.000,00
d. Rp 23.800.000,00
e. Rp 24.000.000,00
6. Nn. Cahyaning Sari, seorang pengusaha di bidang jasa salon, mengajukan pinjaman
ke Bank “BULAN MERINDU” sebesar Rp 480.000.000,00 dengan jangka waktu 2
(dua) tahun. Jika Bank “BULAN MERINDU” menetapkan tingkat bunga sebesar
18% dengan cara Flat Rate, tentukan besarnya Saldo Pinjaman yang harus dilunasi
oleh Nn. Cahyaning Sari pada bulan ke – 5 !
a. Rp 460.000.000,00
b. Rp 440.000.000,00
c. Rp 420.000.000,00
d. Rp 400.000.000,00
e. Rp 380.000.000,00
7. CV.ATMADJA SARI, milik Nn. Cahyaning dan Tn.Wishnu, yang bergerak
dibidang real estate, mengajukan pinjaman ke Bank “BERBUNGA RINDU”
sebesar Rp 12.000.000.000,00 dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun dengan jaminan
sertifikat tanah dan rumah. Jika Bank “BERBUNGA RINDU” menetapkan tingkat
bunga sebesar 18% dengan cara Flat Rate, tentukan besarnya bunga yang harus
dilunasi oleh Nn. Cahyaning Sari pada bulan ke – 8 !
a. Rp 60.000.000,00.
b. Rp 80.000.000,00
c. Rp 100.000.000,00
d. Rp 120.000.000,00
e. Rp 140.000.000,00
8. CV.ATMADJA SARI, milik Nn. Cahyaning dan Tn.Wishnu, yang bergerak
dibidang real estate, mengajukan pinjaman ke Bank “BERBUNGA RINDU”
sebesar Rp 12.000.000.000,00 dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun dengan jaminan
sertifikat tanah dan rumah. Jika Bank “BERBUNGA RINDU” menetapkan tingkat
bunga sebesar 18% dengan cara Flat Rate, tentukan besarnya angsuran yang harus
dilunasi oleh Nn. Cahyaning Sari pada bulan ke – 8 !
a. Rp 333.333.333,00
b. Rp 393.333.333,00
c. Rp 493.333.333,00
d. Rp 493.393.333,00
e. Rp 593.393.333,00
9. CV.ATMADJA SARI, milik Nn. Cahyaning dan Tn.Wishnu, yang bergerak
dibidang real estate, mengajukan pinjaman ke Bank “BERBUNGA RINDU”
sebesar Rp 12.000.000.000,00 dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun dengan jaminan
sertifikat tanah dan rumah. Jika Bank “BERBUNGA RINDU” menetapkan tingkat
bunga sebesar 18% dengan cara Flat Rate, tentukan besarnya Saldo Pinjaman yang
harus dilunasi oleh Nn. Cahyaning Sari pada bulan ke – 8 !
a. Rp 9.333.333.333,33
b. Rp 10.550.000.000,00
c. Rp 11.250.000.000,00
d. Rp 11.520.000.000,00
e. Rp 11.550.000.000,00
10. Tn. Atmadja, seorang pengusaha di bidang rental mobil, mengajukan pinjaman ke
Bank “MATAHARI” sebesar Rp 360.000.000,00 dengan jangka waktu 3 (tiga)
tahun. Jika Bank “MATAHARI” menetapkan tingkat bunga sebesar 12% dengan
cara Flat Rate, berapakah besarnya bunga yang sudah dilunasi oleh Tuan Atmadja
sampai dengan bulan ke – 5 !
a. Rp 1.200.000,00
b. Rp 2.400.000,00
c. Rp 3.600.000,00
d. Rp 6.000.000,00
e. Rp 7.200.000,00

RANGKUMAN
1. Dalam perhitungan bunga kredit secara Flat Rate, sifatnya adalah bahwa besar
bunga yang dibebankan tetap setiap bulan.
2. Cara menghitung Pokok Pinjaman (PPj) perbankan adalah : PPj = (Jumlah
Pinjaman) : Jangka Waktu.
3. Cara menghitung Bunga Perbankan (BG) adalah : BG = (Bunga X Nominal
Pinjaman) : 12 bulan.
4. Cara menghitung Angsuran Perbulan (AP) adalah : AP = PPj + BG
5. Cara menghitung Saldo Pinjaman : Saldo Pinjaman = Jumlah Pinjaman – Pokok
Pinjaman.

TEST FORMATIF 2
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan yang lengkap !
1. FA.CAHYANING WIDHY, milik Tn.Wishnu dan Nn. Cahyaning , yang bergerak
dibidang pertambangan, mengajukan pinjaman ke Bank “SEDAP MALAM”
sebesar Rp 750.000.000,00 dengan jangka waktu 5 (lima) tahun dengan jaminan
sertifikat tanah dan gedung kantor. Jika Bank “SEDAP MALAM” menetapkan
tingkat bunga sebesar 15% dengan cara Flat Rate, tentukan dengan menggunakan
tabel besarnya Saldo Pinjaman, Jumlah Pokok Pinjaman, Bunga dan Angsuran
yang harus dilunasi oleh FA.CAHYANING WIDHY pada setiap bulan sampai
dengan lunas !
2. Nn. Dyah Cahyaning , seorang pengusaha di bidang jasa catering, mengajukan
pinjaman ke Bank “BINTANG KEJORA” sebesar Rp 500.000.000,00 dengan
jangka waktu 4 (empat) tahun. Jika Bank “BINTANG KEJORA” menetapkan
tingkat bunga sebesar 12,5% dengan cara Flat Rate, tentukan besarnya Saldo
Pinjaman, Jumlah Pokok Pinjaman, Bunga dan Angsuran yang harus dilunasi oleh
Nn. Dyah Cahyaning dari bulan ke – 1 sampai dengan bulan ke – 48 dengan
menggunakan tabel !

KEGIATAN BELAJAR 3
A. PENGHITUNGAN BUNGA KREDIT SECARA SLIDING RATE
Menghitung bunga kredit secara Sliding Rate, maka jumlah bunga yang dibayar
didasarkan kepada jumlah sisa pinjamannya. Dengan demikian, maka jumlah bunga yang
dibayarkan setiap bulan akan semakin menurun, sedangkan jumlah pokok pinjamannya
tetap. Karena jumlah bunga yang dibayar semakin mengecil, maka dengan sendirinya
jumlah angsuran setiap bulan yang harus dibayar juga semakin menurun. Dalam
penghitungan dengan cara Sliding Rate, jelas lebih menguntungkan peminjam, untuk
tingkat bunga yang sama. Sehingga biasanya pihak bank jika menggunakan cara Sliding
Rate, pasti bunga yang dibebankan kepada calon nasabah lebih tinggi dibanding dengan
cara Flat Rate.
Mekanisme penghitungan bunga kredit secara Sliding Rate adalah sebagai berikut :
1. Cara menghitung Pokok Pinjaman (PPj) perbankan dengan cara Sliding Rate
prinsipnya adalah sama dengan cara Flat Rate, yaitu :
PPj = (Jumlah Pinjaman) : Jangka Waktu
Misal : Tn.Wishnu meminjam kredit ke Bank sebesar Rp 240.000.000,00 dengan
jangka waktu 2 (dua) tahun, maka Pokok Pinjaman dari Tn.Wishnu adalah
240.000.000 dibagi 24 = 10.000.000. Jadi Pokok Pinjaman yang menjadi beban
Tn.Wishnu setiap bulan sebesar Rp 10.000.000,00.
2. Cara menghitung Bunga Perbankan (BG) dengan cara Sliding Rate berbeda dengan
cara Flat Rate. Penghitungan bunga pada bulan ke -1, adalah :
BG = (Bunga X Nominal Pinjaman) : 12 bulan. Adapun untuk penghitungan bunga
pada bulan – bulan berikutnya, penghitungan bunga adalah tingkat bunga dikalikan
dengan saldo pinjaman. Misal : Nn.Cahyaning meminjam uang ke bank sebesar Rp
120.000.000,00, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika tingkat bunga yang
dibebankan oleh bank sebesar 10% per tahun, berapakah bunga yang harus dibayar
oleh Nn.Cahyaning pada bulan ke – 1 dan bulan ke - 2 ? Berdasarkan contoh soal
tersebut, maka Nn.Cahyaning pada bulan pertama harus membayar bunga sebesar
(10% X Rp 120.000.000,00) : 12 = Rp 1.000.000,00. Sedangkan besar bunga pada
bulan ke – 2 adalah :10 % X (120.000.000 – 10.000.000 ) : 12 = Rp 916.666,67 .
3. Cara menghitung Angsuran Perbulan (AP) cara Sliding Rate adalah sama dengan
cara Flat Rate, yaitu : AP = PPj + BG. Hanya saja karena besar bunga yang harus
dibayar setiap bulan menurun pada bulan berikutnya, maka besar angsurannya juga
semakin kecil. Mekanisme untuk menghitung angsuran per bulan, adalah
merupakan gabungan dari pokok pinjaman dengan bunga. Misal : Nn.Cahyaning
meminjam uang ke bank sebesar Rp 120.000.000,00, dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun. Jika tingkat bunga yang dibebankan oleh bank sebesar 10% per tahun,
berapakah angsuran yang harus dibayar oleh Nn.Cahyaning pada bulan ke – 1 dan
bulan ke – 2 ? Berdasarkan contoh soal tersebut, maka angsuran yang dibayar oleh
Nn.Cahyaning pada bulan ke – 1 sebesar Rp 10.000.000,00 + Rp 1.000.000,00 =
Rp 11.000.000,00. Adapun angsuran pada bulan ke – 2 adalah Rp 10.000.000,00 +
Rp 916.666,67 = Rp 10.916.666,67
4. Cara menghitung Saldo Pinjaman cara Sliding Rate sama dengan cara Flat Rate,
yaitu : Saldo Pinjaman = Jumlah Pinjaman – Pokok Pinjaman. Misal : Diketahui
jumlah pinjaman Rp 120.000.000,00 dengan suku Bungan 10% per tahun dan
jangka waktu pinjaman 1 (satu) tahun. Berapakah saldo pinjaman pada bulan ke – 1
dan ke - 2 ? Berdasarkan soal tersebut maka saldo pinjaman pada bulan ke – 1
adalah Rp 120.000.000,00 – Rp 10.000.000,00 = Rp 110.000.000,00. Adapun saldo
pinjaman pada bulan ke – 2 adalah Rp 110.000.000,00 – Rp 10.000.000,00 = Rp
100.000.000,00

B. CONTOH PENGHITUNGAN BUNGA DENGAN CARA SLIDING RATE


Berikut ini adalah contoh soal penghitungan bunga kredit dengan cara Sliding Rate. Misal
Tuan Wishnu, seorang pengusaha di bidang Photografi, mengajukan pinjaman ke Bank
Mayapada sebesar Rp 100.000.000,00 dengan jangka waktu 2 (dua) tahun. Jika Bank
Mayapada menetapkan tingkat bunga sebesar 18% dengan cara Sliding Rate, tentukan
besarnya Saldo Pinjaman, Bunga dan Besar Angsuran yang harus dilunasi oleh Tuan
Wishnu.
Jawab :
1. Untuk menghitung Pokok Pinjaman (PPj) adalah :
PPj = 100.000.000 : 24 = 4.166.666,67 / per bulan.
2. Untuk menghitung Bunga (BG) adalah :
BG = (18% X 100.000.000) : 24 = 750.000 / per bulan.
3. Untuk menghitung Angsuran Pinjaman pada bulan pertama adalah :
AP1 = 4.166.666,67 + 750.000 = 4.916.666,67
4. Untuk menghitung Saldo Pinjaman setelah bulan pertama adalah :
SP1 = 100.000.000 – 4.166.666,67 = 95.833.333,33
5. Untuk menghitung Angsuran pada bulan kedua adalah :
AP2 = PPj + BG2 = 4.166.666,67 + {(18% X 95.833.333,33) : 24 } = 4.166.666,67
+ 718.749,99 = 4.885.416,66
6. Untuk menghitung Angsuran pada bulan ketiga adalah :
AP3 = PPj + BG3 = 4.166.666,67 + {(18% X 91.666.666,66) : 24} = 4.166.666,67
+ 687.499,99 = 4.854.166,66
7. ……………dan seterusnya.
Untuk lebih jelasnya penghitungan tersebut dengan menggunakan tabel, akan terlihat
sebagai berikut :
Tabel : 9.2
Penghitungan Bunga Kredit dengan cara Sliding Rate
Bulan Saldo Pinjaman Jumlah Pokok Bunga Total
ke Pinjaman Angsuran
1 95.833.333,33 4.166.666,67 750.000 4.916.666,67
2 91.666.666,66 4.166.666,67 718.749,99 4.885.416,66
3 87.499.999,99 4.166.666,67 687.499,99 4.854.166,66
4 83.333.333,32 4.166.666,67 656.249,99 4.822.916,66
5 79.166.666,65 4.166.666,67 624.999,99 4.791.666,66
6 74.999.999,98 4.166.666,67 593.749,99 4.760.416,66
7 70.833.333,31 4.166.666,67 562.499,99 4.729.166,66
8 66.666.666,64 4.166.666,67 531.249,99 4.697.916,66
9 62.499.999,97 4.166.666,67 499.999,99 4.666.666,66
10 58.333.333,33 4.166.666,67 468.749,99 4.635.416,66
11 54.166.666,63 4.166.666,67 437.499,99 4.604.166,66
12 49.999.999,96 4.166.666,67 406.249,99 4.572.916,66
13 45.833.333,29 4.166.666,67 374.999,99 4.541.666,66
14 41.666.666,62 4.166.666,67 343.749,99 4.510.416,66
15 37.499.999,95 4.166.666,67 312.499,99 4.479.166,66
16 33.333.333,28 4.166.666,67 281.249,99 4.447.916,66
17 29.166.666,61 4.166.666,67 249.999,99 4.416.666,66
18 24.999.999,94 4.166.666,67 218.749,99 4.385.416,66
19 20.833.333,27 4.166.666,67 187.499,99 4.354.166,66
20 16.666.666,6 4.166.666,67 156.249,99 4.322.916,66
21 12.499.999,93 4.166.666,67 124.999,99 4.291.666,66
22 8.333.333,26 4.166.666,67 93.749,99 4.260.416,66
23 4.166.666,59 4.166.666,67 62.499,99 4.229.166,66
24 0 4.166.666,67 31.249,99 4.197.916,66
Total 100.000.000 9.374.999,77 109.374.999,77

Dengan melihat tabel perhitungan bunga dengan cara Flat Rate dan Sliding Rate, dapat kita
simpulkan bahwa penghitungan dengan cara Sliding Rate akan lebih rendah pada saat
dijumlah untuk total bunga maupun total angsuran.
Hal ini bisa dilihat pada tabel berikut :

Tabel : 9.3
Perbedaan pendekatan total untuk Flat Rate dengan Sliding Rate
Metode Penghitungan Bunga Total Angsuran
Bunga Kredit
Flat Rate 18.000.000 118.000.000
Sliding Rate 9.374.999,77 109.374.999,77
Perbedaan / Selisih 8.625.000,23 8.625.000,23

Dengan memperhatikan tabel tersebut, secara sederhana dapat disimpulkan, bahwa banyak
calon nasabah debitur menginginkan penghitungan bunga dengan cara Sliding Rate, serta
jangka waktu yang panjang. Hal ini tentunya dapat dipahami, karena jelas lebih
menguntungkan, serta memiliki selisih yang cukup besar dibandingkan dengan
penghitungan secara Flat Rate.

LATIHAN 3
Pilihlah jawaban yang benar dari alternatif jawaban yang tersedia, dengan memberikan
tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
sebesar 12% dengan cara Sliding Rate, berapakah Bunga yang harus dibayar oleh
Tn.Atmadja pada bulan ke – 2 !
a. Rp 2.000.000.00
b. Rp 2.100.000,00
c. Rp 2.200.000,00
d. Rp 2.300.000,00
e. Rp 2.400.000,00
2. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
sebesar 12% dengan cara Sliding Rate, berapakah total angsuran yang harus dibayar
oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 2 ?
a. Rp 21.200.000,00.
b. Rp 22.000.000,00
c. Rp 22.100.000,00
d. Rp 22.200.000,00
e. Rp 23.200.000,00
3. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
sebesar 12% dengan cara Sliding Rate, berapakah jumlah Pokok Pinjaman yang
harus dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 2 ?
a. Rp 24.000.000,00
b. Rp 22.200.000,00
c. Rp 22.000.000,00
d. Rp 20.200.000,00
e. Rp 20.000.000,00
4. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
sebesar 12% dengan cara Sliding Rate, berapakah Saldo Pinjaman yang harus
dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 2 ?
a. Rp 240.000.000,00
b. Rp 220.000.000,00
c. Rp 200.000.000,00
d. Rp 180.000.000,00
e. Rp 160.000.000,00
5. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
sebesar 12% dengan cara Sliding Rate, berapakah Angsuran yang harus dibayar
oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 3 ?
a. Rp 20.000.000,00
b. Rp 22.000.000,00
c. Rp 24.000.000,00
d. Rp 26.000.000,00
e. Rp 28.000.000,00
6. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
sebesar 12% dengan cara Sliding Rate, berapakah pokok pinjaman yang harus
dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 3 ?
a. Rp 24.000.000,00
b. Rp 22.000.000,00
c. Rp 20.000.000,00
d. Rp 18.000.000,00
e. Rp 16.000.000,00
7. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
sebesar 12% dengan cara Sliding Rate, berapakah besar bunga pinjaman yang harus
dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 3?
a. Rp 2.600.000,00
b. Rp 2.400.000,00
c. Rp 2.200.000,00
d. Rp 2.000.000,00
e. Rp 1.800.000,00
8. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
sebesar 12% dengan cara Sliding Rate, berapakah besar saldo pinjaman yang harus
dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 3 ?
a. Rp 240.000.000,00
b. Rp 220.000.000,00
c. Rp 200.000.000,00
d. Rp 180.000.000,00
e. Rp 160.000.000,00
9. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
sebesar 12% dengan cara Sliding Rate, berapakah Bunga yang harus dibayar oleh
Tn.Atmadja pada bulan ke – 5 ?
a. Rp 1.600.000,00
b. Rp 2.000.000,00
c. Rp 2.200.000,00
d. Rp 2.400.000,00
e. Rp 2.600.000,00
10. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
sebesar 12% dengan cara Sliding Rate, berapakah pokok pinjaman yang harus
dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 5 ?
a. Rp 24.000.000,00
b. Rp 23.500.000,00
c. Rp 22.000.000,00
d. Rp 21.500.000,00
e. Rp 20.000.000,00

RANGKUMAN
1. Dalam perhitungan bunga kredit secara Sliding Rate, sifatnya adalah bahwa besar
bunga yang dibebankan tetap setiap bulan menurun.
2. Cara menghitung Pokok Pinjaman (PPj) perbankan adalah : PPj = (Jumlah
Pinjaman) : Jangka Waktu.
3. Cara menghitung Bunga Perbankan (BG) adalah : BG = (Bunga X Saldo Pinjaman)
: 12 bulan.
4. Cara menghitung Angsuran Perbulan (AP) adalah : AP = PPj + BG.
5. Cara menghitung Saldo Pinjaman : Saldo Pinjaman = Jumlah Pinjaman – Pokok
Pinjaman.

TEST FORMATIF 3
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan yang lengkap !
1. FA.CAHYANING WIDHY, milik Tn.Wishnu dan Nn. Cahyaning , yang bergerak
dibidang pertambangan, mengajukan pinjaman ke Bank “SEDAP MALAM”
sebesar Rp 648.000.000,00 dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun dengan jaminan
sertifikat tanah dan gedung kantor. Jika Bank “SEDAP MALAM” menetapkan
tingkat bunga sebesar 15% dengan cara Sliding Rate, tentukan dengan
menggunakan tabel besarnya Saldo Pinjaman, Jumlah Pokok Pinjaman, Bunga dan
Angsuran yang harus dilunasi oleh FA.CAHYANING WIDHY pada setiap bulan
sampai dengan lunas !
2. Nn. Dyah Cahyaning , seorang pengusaha di bidang jasa catering, mengajukan
pinjaman ke Bank “BINTANG KEJORA” sebesar Rp 900.000.000,00 dengan
jangka waktu 5 (lima) tahun. Jika Bank “BINTANG KEJORA” menetapkan tingkat
bunga sebesar 12,5% dengan cara Flat Rate, tentukan besarnya Saldo Pinjaman,
Jumlah Pokok Pinjaman, Bunga dan Angsuran yang harus dilunasi oleh Nn. Dyah
Cahyaning dari bulan ke – 1 sampai dengan bulan ke – 60 dengan menggunakan
tabel !

KEGIATAN BELAJAR 4
A. PENGHITUNGAN BUNGA KREDIT SECARA FLOATING RATE
Penghitungan bunga dengan cara Floating Rate, sifatnya mengambang, atau penetapan
tingkat suku bunganya ditetapkan dengan melihat berapa tingkat bunga yang berlaku di
pasaran, khususnya di pasar uang. Dengan mengikuti kondisi yang berlaku di pasar uang,
jelaslah bahwa penentuan bunga kredit sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro,
baik di pasar domestik, regional, maupun internasional.
Dalam penghitungan bunga dengan cara Floating Rate, pihak bank juga harus
memperhatikan permainan dari para spekulan di pasar uang, karena para spekulan pun juga
berperan dalam pembentukan nilai pasar uang. Biasanya pihak perbankan mengenakan
penghitungan bunga dengan cara Floating Rate, adalah kepada para calon nasabah yang
melakukan peminjaman uang dalam jumlah besar dan jangka waktu yang lama. Misalnya
pinjamannya lebih dari Rp 1.000.000.000,00 dengan jangka waktu lebih dari 5 (lima)
tahun.
Jadi jelasnya dalam penghitungan bunga kredit secara Floating Rate, tingkat bunga
yang dibebankan berubah – ubah sesuai dengan kondisi di pasar. Misalnya, untuk tahun
pertama sampai dengan tahun kelima dikenakan Bungan kredit sebesar 15%, sedangkan
untuk tahun keenam dan seterusnya sampai selesai jangka waktunya dikenakan bunga
sebesar 18%. dan sebagainya.

B. PENGHITUNGAN BUNGA KREDIT SECARA DISCOUNTED RATE


Penghitungan bunga kredit dengan system Discounted Rate, adalah merupakan
kebijakan yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan, pada kondisi dan situasi tertentu.
Hal ini dilakukan dengan alasan yang didasarkan karena adanya faktor – faktor tertentu,
dimana perbankan / bank yang bersangkutan mempunyai keinginan untk memberikan
Discounted Rate pada debitur yang bersangkutan.
Contohnya adalah pada saat seorang debitur melunasi pinjamannya lebih cepat dari
waktu yang telah ditentukan, sehingga bank yang bersangkutan merasa perlu
menanggapi/mengapresiasi hal ini dengan memberikan fasilitas berupa discounted rate.
Jelasnya penghitungan dengan cara Discounted Rate ini dilakukan oleh bank untuk
mengapresiasi niat baik dari nasabah atas pelunasan kreditnya yang lebih cepat dari yang
seharusnya.

LATIHAN
Pilihlah jawaban yang benar dari alternatif jawaban yang tersedia, dengan memberikan
tanda (X) pada huruf di depan alternatif jawaban yang ada.
1. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
dengan cara Floating Rate, yakni pada bulan pertama sampai dengan ke delapan
besar bunga 12%, dan bulan sisanya besar bunga adalah 15% berapakah bunga
yang harus dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 6 ?
a. Rp 2.400.000,00
b. Rp 2.300.000,00
c. Rp 2.200.000,00
d. Rp 2.100.000,00
e. Rp 2.000.000,00
2. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
dengan cara Floating Rate, yakni pada bulan pertama sampai dengan ke delapan
besar bunga 12%, dan bulan sisanya besar bunga adalah 15% berapakah Saldo
Pinjaman yang harus dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 6 ?
a. Rp 200.000.000,00
b. Rp 180.000.000,00
c. Rp 120.000.000,00
d. Rp 100.000.000,00
e. Rp 80.000.000,00
3. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
dengan cara Floating Rate, yakni pada bulan pertama sampai dengan ke delapan
besar bunga 12%, dan bulan sisanya besar bunga adalah 15% berapakah pokok
pinjaman yang harus dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 6 ?
a. Rp 26.000.000,00
b. Rp 24.000.000,00
c. Rp 22.000.000,00
d. Rp 20.000.000,00
e. Rp 18.000.000,00
4. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
dengan cara Floating Rate, yakni pada bulan pertama sampai dengan ke delapan
besar bunga 12%, dan bulan sisanya besar bunga adalah 15% berapakah besar
angsuran yang harus dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 6 ?
a. Rp 20.240.000,00
b. Rp 20.400.000,00
c. Rp 21.400.000,00
d. Rp 22.240.000,00
e. Rp 22.400.000,00
5. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
dengan cara Floating Rate, yakni pada bulan pertama sampai dengan ke delapan
besar bunga 12%, dan bulan sisanya besar bunga adalah 15% berapakah besar
angsuran yang harus dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 10 ?
a. Rp 23.000.000,00
b. Rp 24.000.000,00
c. Rp 25.000.000,00
d. Rp 26.000.000,00
e. Rp 27.000.000.00
6. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
dengan cara Floating Rate, yakni pada bulan pertama sampai dengan ke delapan
besar bunga 12%, dan bulan sisanya besar bunga adalah 15% berapakah besar
bunga yang harus dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 10 ?
a. Rp 7.000.000,00
b. Rp 6.000.000,00
c. Rp 5.000.000,00
d. Rp 4.000.000,00
e. Rp 3.000.000,00
7. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
dengan cara Floating Rate, yakni pada bulan pertama sampai dengan ke delapan
besar bunga 12%, dan bulan sisanya besar bunga adalah 15% berapakah besar
pokok pinjaman yang harus dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 10 ?
a. Rp 18.000.000,00
b. Rp 20.000.000,00
c. Rp 22.000.000,00
d. Rp 24.000.000,00
e. Rp 26.000.000,00
8. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
dengan cara Floating Rate, yakni pada bulan pertama sampai dengan ke delapan
besar bunga 12%, dan bulan sisanya besar bunga adalah 15% berapakah besar sisa
pinjaman yang harus dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 10 ?
a. Rp 100.000.000,00
b. Rp 80.000.000,00
c. Rp 60.000.000,00
d. Rp 40.000.000,00
e. Rp 20.000.000,00
9. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
Discounted Rate, yakni sebesar 12% untuk bulan pertama sampai dengan bulan ke
8, sedangkan bulan kesembilan sebesar 10%, berapakah Saldo Pinjaman yang harus
dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 9 ?
a. Rp 40.000.000,00
b. Rp 60.000.000,00
c. Rp 80.000.000,00
d. Rp 100.000.000,00
e. Rp 120.000.000,00
10. Tuan Admadja mengajukan pinjaman ke Bank Merpati sebesar Rp 240.000.000,00
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika Bank Merpati menetapkan tingkat bunga
Discounted Rate, yakni sebesar 12% untuk bulan pertama sampai dengan bulan ke
8, sedangkan bulan kesembilan sebesar 10%, berapakah bunga Pinjaman yang
harus dibayar oleh Tn.Atmadja pada bulan ke – 9 ?
a. Rp 2.400.000,00
b. Rp 2.200.000,00
c. Rp 2.000.000,00
d. Rp 1.800.000,00
e. Rp 1.600.000,00

RANGKUMAN
1. Penghitungan bunga dengan cara Floating Rate, sifatnya mengambang, atau
penetapan tingkat suku bunganya ditetapkan dengan melihat berapa tingkat bunga
yang berlaku di pasaran, khususnya di pasar uang.
2. Penghitungan bunga kredit dengan system Discounted Rate, adalah merupakan
kebijakan yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan, pada kondisi dan situasi
tertentu.
3. Cara menghitung Pokok Pinjaman (PPj) perbankan adalah : PPj = (Jumlah
Pinjaman) : Jangka Waktu.
4. Cara menghitung Bunga Perbankan (BG) adalah : BG = (Bunga X Saldo Pinjaman)
: 12 bulan.
5. Cara menghitung Angsuran Perbulan (AP) adalah : AP = PPj + BG.
6. Cara menghitung Saldo Pinjaman : Saldo Pinjaman = Jumlah Pinjaman – Pokok
Pinjaman.

TEST FORMATIF
Jawablah soal – soal berikut ini dengan diberi penjelasan yang lengkap !
1. Tuan Cahyaning Wishnu, seorang
pengusaha di bidang perkebunan
Kelapa Sawit mengajukan pinjaman
ke Bank Mayapada sebesar Rp
600.000.000,00 dalam jangka waktu 5
(lima) tahun. Jika bank menetapkan
tingkat bunga Floating Rate sebesar
18% untuk tahun pertama sampai
dengan tahun keempat, dan pada tahun
terakhir sebesar 20%, tentukan
besarnya Saldo Pinjaman, pokok
pinjaman, bunga dan angsuran yang
harus dibayar oleh Tn.Cahyaning
Wishnu dengan menggunakan tabel !
2. Tuan Cahyaning Wishnu, seorang
pengusaha di bidang perkebunan
Kelapa Sawit mengajukan pinjaman
ke Bank Mayapada sebesar Rp
600.000.000,00 dalam jangka waktu
2(dua) tahun. Jika bank menetapkan
tingkat bunga secara Discounted Rate,
yakni sebesar 18% pada bulan ke 1
sampai dengan bulan ke 18, dan 12%
untuk bulan sisanya, tentukan
besarnya jumlah Pokok Pinjaman, sisa
pinjaman, bunga dan angsuran yang
harus dibayar oleh Tn.Cahyaning
Wishnu dengan menggunakan tabel !

KUNCI JAWABAN LATIHAN 1


1. B.
2. E.
3. B.
4. C.
5. D.
6. A.
7. E.
8. A.
9. D.
10. A.

KUNCI JAWABAN LATIHAN 2


1. D.
2. A.
3. D.
4. B.
5. C.
6. E.
7. A.
8. B.
9. A.
10. D.

KUNCI JAWABAN LATIHAN 3


1. C.
2. D.
3. E.
4. C.
5. B.
6. C.
7. D.
8. D.
9. A.
10. E.

KUNCI JAWABAN LAGTIHAN 4


1. A.
2. C.
3. D.
4. E.
5. A.
6. E.
7. B.
8. D.
9. B.
10. C.

Daftar Pustaka

Hadiwijaya, (1991).Analisis Kredit, Jakarta. Penerbit Pionir Jaya.

Fahmi, Irham,S.E.,M.Si. (2014). Manajemen Perkreditan, Bandung, Penerbit Alfabeta.

Jopie Jusuf, (2003). Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, Jakarta, Penerbit PT Elex Media
Komputindo.

Kasmir, (2001).Manajemen Perbankan, Jakarta. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.

Pudjo Muljono, Teguh, (2001).Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Cetakan Ke-
3, Yogyakarta. Penerbit BPFE.
Sinungan, Mucdharsyah, (1983).Dasar – Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Jakarta.
Penerbit PT.Bina Aksara.

Sutojo, Siswanto, (2000).Strategi Umum Kredit Bank Umum, Jakarta. PT.Damar Mulia
Puskata.

Suyatno,Thomas, dkk.,(1990).Dasar – Dasar Perkreditan, Jakarta. PT.Gramedia.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perubahan UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Biografi Penulis

Drs.Totok Ismawanto,MM.Pd., lahir di Madiun tanggal 23 April


1962, putra dari Bapak Prawito Admodjo dengan Ibu Isminah.
Penulis menyelesaikan S-1 di Universitas Mulawarman
Samarinda Kalimantan Timur pada tahun 1986 di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan
Koperasi. Menyelesaikan S-2 di Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto Jawa Tengah pada tahun 2002 di Program Magister Manajemen dengan
Konsentrasi Manajemen Pendidikan. Karier sebagai Aparatur Sipil Negara diawali
pada tahun 1988 sebagai Guru di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri
Balikpapan sampai dengan tahun 1991. Mulai tahun 1991 sampai dengan tahun 2002
ditugaskan menjadi Guru di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 5 Balikpapan.
Pada bulan April tahun 2002 diberi dipercaya untuk melaksanakan tugas sebagai
Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 7 Balikpapan sampai dengan bulan
September tahun 2004. September 2004 sampai dengan Agustus 2012 bertugas
sebagai Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Balikpapan. Tahun 2012
sampai dengan 2016 menjadi pegawai negeri sipil pada Pemerintah Kota Balikpapan,
dan sejak awal 2017 menjadi Dosen tetap di Politeknik Negeri Balikpapan.
Penulis beristrikan Hj.Endang Purwaningsih dan mempunyai 2 (dua) orang
putra/putri, yaitu Wisnu Widiatmadja,S.Si., dan Cahyaningdyah Puspitasari,S.KM.

Anda mungkin juga menyukai