Mutu kredit tidak dapat berantakan begitu saja tanpa memberi tanda-tanda sebelumnya. Dengan
demikian, kredit bermasalah juga tidak muncul secara mendadak. Pada sebagaian besar kejadian,
berbagai macam kejala penurunan mutu kredit secara bertahap telah bermunculan jauh sebelum
kasus kredit bermasalah itu sendiri muncul ke atas permukaan. Para bankir yang secara cermat
memonitor perkembangan mutu kredit mereka dapat mendeteksi gejala-gejala tersebut.
Selanjutnya mereka dapat memutuskan tindakan apa yang harus diambil untuk menyelamatkan
dana yang telah mereka kreditkan kepada debitur.
Berbagai jenis gejala bakal munculnya kredit bermasalah itu dapat digolongkan menjadi tujuh
kelompok, yaitu:
Contoh penyimpangan dari ketentuan kredit yang serius adalah penunggakan pembayaran bunga
dan/atau angsuran kredit. Penyimpangan dari ketentuan kredit biasanya berkaitan erat dengan
penurunan kondisi keuangan debitur.
Gejala kredit bermasalah yang ke dua itu dapat dideteksi dengan jalan melakukan analisis daftar
keuangan debitur yang tersimpan dalam arsip dokumen kredit.
Penyampaian laporan keuangan secara tidak benar merupakan gejala bahwa debitur sedang
menghadapi kesulitan operasional dan/atau keuangan dan ingin menyembunyikan dari pengetahuan
bank. Kemungkinan perusahaan yang salah urus atau debitur tidak jujur menyajikan laporan
keuangan secara tidak benar, jauh lebih besar dari perusahaan biasa.
Menurunnya sikap kooperatif debitur akan mempersulit bank memonitor perkembangan mutu
kredit. Seperti halnya penyampaian laporan keuangan secara tidak benar, sikap kurang kooperatif
tadi biasanya muncul karena debitur ingin menyembunyikan informasi yang dapat merugikan
hubungan baik mereka dengan bank.
Nilai dan mutu barang jaminan dapat turun apabila kondisi keuangan debitur memburuk. Dalam
keadaan keuangan perusahaan kurang menguntungkan, debitur dapat menjual harta perusahaan
tertentu yang dijaminkan, atau tidak mampu memperbaiki jumlah nilai atau mutu jaminan yang
menurun.
Kondisi operasional dan keuangan perusahaan yang menurun dapat juga ditandai oleh frekuensi
pergantian tenaga inti yang cepat. Hal ini disebabkan karena kesulitan operasional dan keuangan
perusahaan menimbulkan suasana kerja yang kurang menguntungkan.
Problem pribadi debitur yang dapat menjadi sebab timbulnya kredit bermasalah adalah perceraian,
kematian, pemborosan, perkawinan baru, sakit berkepanjangan dan gangguan batin.
Langkah pertama yang harus diambil bank setelah mereka mengetahui adanya gejala yang
mengarah ke kredit bermasalah adalah menilai tingkat kegawatan gejala tadi.
Salah satu cara untuk menilai tingkat kegawatan gejala itu adalah melakukan verifikasi hasil analisis
laporan keuangan ke dalam dan ke luar.
Di samping itu, bank perlu mengadakan reevaluasi kapasitas bayar sumber dana intern pelunasan
kredit. Adapun sumber dana intern pelunasan kredit itu adalah laba sesudah pajak dan barang
jaminan.
Setelah bank berhasil mengumpulkan berbagai macam data dan informasi yang bersangkutan
dengan gejala yang muncul serta menganalisisnya, mereka dapat memutuskan mendiskusikan hal
itu dengan debitur. Ada kemungkinan debitur bersedia membicarakannya, ada pula kemungkinan
debitur tidak bersedia atau berusaha menghindari pertemuan dengan bank. Apabila debitur
kooperatif dan mau bekerja sama secara jujur dan professional, ada kemungkinan bank dapat
membantu mereka menunjukkan jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi.
Debitur tidak bersedia membicarakan dengan bank tentang kesulitan keuangan mereka karena
mereka takut diminta segera melunasi kredit yang terhutang atau karena mereka tidak jujur dan
tidak bertanggung jawab.
Tergantung dari hasil pendekatan bank kepada debitur, mereka dapat memutuskan untuk membawa
problem operasional dan keuangan debitur bermasalah mereka ke bank lain yang memberikan
kredit kepada debitur yang sama. Hasil pendekatan bank kepada bank yang lain dapat bermanfaat
bagi ke dua belah pihak, tetapi dapat pula memperparah keadaan yang sudah kurang
menguntungkan tersebut.
KONDISI INTERN BANK (Dari Sisi Bank), terdapat beberapa faktor penyebab kegagalan
pemberian kredit sebagai berikut:
1. Self Dealing (berusaha untuk diri sendiri)
Adanya keterlibatan pegawai bank dalam kegiatan usaha debitur
2. Anxiety for Income (haus akan laba)
Sebagian orang beranggapan bahwa menerima kredit sebagai keberhasilan
memperoleh income, sehingga mereka akan berlomba-lomba mencari kredit tanpa
memikirkan kemampuan pengembaliannya.
3. Compromise of Credit Principles (kompromi terhadap prinsip kehati-hatian)
Kadangkala pimpinan bank berkompromi untuk menerima kredit dengan resiko tinggi
karena faktor keeratan hubungan. Kuatnya persaingan juga dapat menyebabkan
terjadinya hal ini.
4. Non-Existance of Sound Lending Policies (kebijaksanaan perkreditan yang kurang
sehat)
Tidak adanya perencanaan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijaksanaan
perkreditan yang sehat.
5. Incomplete Credit Information (ketidaklengkapan informasi kredit)
Ketiadaan informasi yang lengkap merupakan salah satu penyebab dari kegagalan
dalam perkreditan.
6. Failure
to Obtain Enforce Liquidation Agreements (ketidakmampuan untuk
mengambil tindakan likuidasi sesuai perjanjian)
7. Complacency (menggampangkan)
Menggampangkan dalam mengelola debitur akan menimbulkan keteledoran dan
kelalaian dalam analisis kredit, pengawasan kredit, dsb.
8. Lack of Supervising (tidak terdapat pengawasan)
Banyak kredit yang sebetulnya bagus, tetapi karena kurangnya pengawasan dari bank
maka terjadi penyimpangan-penyimpangan.
9. Technical Incompetence (ketidakmampuan teknis)
Ketidakmampuan secara teknis dalam mengelola kredit oleh pegawai bank karena
kurangnya pengetahuan yang diperlukan sebagai pejabat kredit, sehingga
menimbulkan kesalahan pengelolaan kredit.
10. Poor Selection of Risk (ketidakmampuan melakukan seleksi resiko)
Setiap kegiatan mengandung risiko, begitu juga dalam perkreditan banyak sekali
risiko yang dihadapi. Ketidakmampuan dalam mendeteksi risiko yang mungkin
terjadi menyebabkan bank tidak lagi waspada dalam mengelola kreditnya terutama
dalam pengamanan dan penjagaan terhadap kredit-kredit yang telah diberikan.
Contoh: kredit pada usaha baru, kredit untuk membiayai kegiatan spekulatif, kredit
dengan jaminan yang tidak mencukupi dan lainnya.
11. Over/under lending (pemberian kredit yang kurang/melampaui batas)
Kredit yang besarnya melampaui batas dari kemampuan peminjam untuk melunasi
atau sebaliknya dapat mengakibatkan timbulnya kredit bermasalah.
12. Competition (persaingan)
Persaingan antar bank dalam memperebutkan debitur, khususnya dalam pemberian
kredit akan mengurangi kontrol dalam pemberian kredit itu sendiri.
13. Timidity (takut) Keengganan bank untuk menuntut debiturnya agar berkinerja secara
optima
Apa itu kredit?
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak
peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (sumber: UU no 7 tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU no 10 tahun 1998).
Kredit merupakan bisnis utama dari sebuah bank dan merupakan sumber pendapatan
utama bagi bank. Adanya kredit bermasalah tentu akan mempengaruhi pendapatan
bagi bank. Kredit bermasalah tidak saja berpengaruh terhadap tidak diperolehnya
pendapatan bunga, melainkan juga dapat menyebabkan biaya ekstra untuk
menangani kredit bermasalah tersebut, bahkan bisa jadi pokok pinjaman yang
diberikan tidak kembali, sehingga bank bisa mengalami kerugian.
Kualitas Kredit
Secara umum, kualitas kredit dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kredit lancar
(performing loan) dan kredit bermasalah (non performing loan). Kredit bermasalah
adalah kredit yang sudah berpotensi tidak memberikan pendapatan atau bahkan
menimbulkan kerugian. Kualitas kredit terdiri dari:
1. Bagi Bank Perkreditan Rakyat
Lancar
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
2. Bagi Bank Umum
Lancar
Dalam Perhatian Khusus
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
Penyebab Kredit Bermasalah
1. Faktor Kelemahan
Kelemahan bank dalam menganalisis, sehingga salah dalam membuat keputusan
pemberian kredit;
Kelemahan bank dalam melakukan pengawasan;
Kelemahan nasabah dalam menggunakan dana pinjaman.
2. Faktor Moral
Tindakan internal bank yang dengan sengaja tidak menerapkan prinsip kehati-
hatian;
Tindakan internal bank yang dengan sengaja tidak menerapkan praktek
perbankan yang sehat;
Tindakan nasabah yang dengan sengaja untuk merugikan bank.
3. Faktor Keadaan
1. Permohonan kredit;
2. Analisa kredit;
3. Keputusan kredit;
4. Pencairan kredit;
5. Administrasi kredit;
6. Pengawasan kredit;
7. Penyelesaian kredit bermasalah.
Kredit yang baik dimulai dari seleksi nasabah yang baik. Tentu bank yang sehat dalam
pemberian kredit hanya akan memberikan kredit kepada nasabah yang punya
kemauan dan kemampuan. Nasabah yang terseleksi adalah nasabah yang memiliki
kemampuan dan kemauan berusaha serta kemampuan dan kemauan mengembalikan
kredit berikut bunganya.
Aspek kemampuan dan kemauan dapat diketahui apabila bank melakukan analisa
dengan lengkap dan baik. Keputusan yang baik dapat diambil apabila tersaji informasi
yang lengkap dari hasil analisa kredit dan mengacu pada kebijakan kredit yang baik.
Bank terlalu mengejar target penyaluran kredit sehingga mengabaikan aspek analisa
yang baik atau menurunkan tingkat kehati-hatiannya.
3. Riwayat nasabah
Bank hanya melihat agunan sebagai dasaar keputusan pemberian kredit, sehingga
faktor-faktor analisa yang lainnya terabaikan.
Keputusan dan pencairan kredit yang terlalu lama, menyebabkan nasabah tidak dapat
mengalokasikan dananya sesuai dengan kebutuhannya.
Plafon kredit yang terlalu kecil menyebabkan nasabah tidak dapat menggunakan
dananya dengan optimal, sehingga mungkin akan menghambat usahanya.
Plafon kredit yang terlalu besar menyebabkan nasabah tidak dapat memenuhi
kewajibannya, nasabah tidak dapat menggunakan seluruh dananya secara produktif
atau bahkan tergoda untuk membelanjakannya dalam bentuk yang tidak produktif.
https://zinsari.wordpress.com/2013/10/20/kredit-bermasalah/
Sedangkan faktor eksternal penyebab timbulnya kredit macet adalah kegagalan usaha
debitur, musibah terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur, serta
menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit.
1. Kelemahan dalam analisa kredit, ini bisa disebabkan oleh berbagai hal diantaranya
yaitu lemahnya kebijakan dan sop analisa kredit, kurangnya kemampuan pegawai
dalam menganalisa kredit dan kurangnya informasi yang diterima bank.
2. Bank terlalu ekspansif, untuk mengejar target penyaluran kredit bank mengabaikan
aspek analisa yang baik atau menurunkan tingkat kehati-hatiannya.
4. Asal ada agunan, bank hanya melihat agunan sebagai dasar keputusan pemberian
kredit, sehingga faktor-faktor analisa yang lainnya terabaikan.
5. Realisasi kredit yang tidak tepat waktu, keputusan dan pencairan kredit yang terlalu
lama, menyebabkan nasabah tidak dapat mengalokasikan dananya sesuai dengan
kebutuhannya.
6. Plafon kredit yang tidak sesuai kebutuhan nasabah. Plafon kredit yang terlalu kecil
menyebabkan nasabah tidak dapat menggunakan dananya dengan optimal, sehingga
mungkin akan menghambat usahanya. Sedangkan plafon kredit yang terlalu besar
menyebabkan nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Sedangkan bank dampaknya jauh lebih serius karena selain dana yang disalurkan
untuk kredit berasal dari masyarakat, kredit macet juga mengakibatkan bank
kekurangan dana sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank.
Yaitu perubahan persyaratan kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan
jangka waktu kredit. Kredit yang memperoleh fasilitas rescheduling hanyalah debitur
yang memenuhi persyaratan tertentu antra lain, usaha debitur memeiliki prospek untuk
bangkit kembali dan debitur menunjukan itikad baik
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada
perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan persyaratan lainya sepanjang tidak
menyangkut perubahan maksimal saldo kredit.
Dalam reconditioning ini dapat pula diberikan kepada debitur keringanan berupa
pembebasan sebagian bunga tertunggak atau penghentian perhitungan bunga bagi
debitur yang bersifat jujur, terbuka dan kooperatif serta usahanya masih potensial
dapat beroperasi dengan menguntungkan namun mengalami kesulitan keuangan.
3. Penataan kembali (restructuring)
Selain cara di atas penyelesaian kredit bermasalah bisa juga melalui lembaga hukum.
Yang dimaksud dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui
Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa
https://kreditgogo.com/artikel/Kredit-Tanpa-Agunan/Penyebab-Kredit-Macet-dan-
Penyelesaiannya.html
Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar
pada pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank di
dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total aset perbankan Indonesia adalah
berupa kredit yang disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain pihak, penyaluran kredit
mengandung resiko bisnis terbesar dalam dunia perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan
kegiatan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.
Dalam tulisan ini kami akan menguraikan secara ringkas tentang kredit bermasalah, khususnya kredit macet,
mulai dari pengertian, indikasi kredit macet, bagaimana mengantisipasi sampai pada cara-cara penanganan
dan penyelesaiannya.
2. Pengertian Kredit Macet
Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan
kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga,
yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan
oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya
kegiatan usaha bank.
Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor
atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993, hal: 220).
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331)
Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau
Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa
penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau
Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri
atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada
perusahaan asuransi kredit.
Sejak krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997,
penyelesaian kredit macet bank-bank di Indonesia ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN).
Berkaitan dengan kasus kredit macet di Indonesia Menko Ekuin, Kwik Kian Gie mengatakan bahwa sampai
saat ini jumlahnya sudah mencapai Rp 600 trilyun (InfoBank, Edisi Nomor 245, Januari 2000, hal:14). Menurut
hemat kami hal ini tampaknya lebih disebabkan karena faktor kesengajaan. Betapa tidak, sebagian besar dana
kredit yang dimiliki bank disalurkan kepada debitur kelompok usahanya sendiri, yang disebut perusahaan
terafiliasi. Dimana dalam penyalurannya kurang atau mungkin tidak didasarkan pada studi kelayakan
(feasibility study), dan bahkan besarnya kredit yang mereka ajukan jumlahnya telah di mark up terlebih
dahulu. Sebagai contoh adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN),
yang masing-masing secara berurutan menyalurkan 90,7% dan 78,4% (Kwik Kian Gie, 1999, hal: 124) untuk
kepentingan kelompok usahanya sendiri.
3. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Kredit Bermasalah/Macet
Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba,
melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank)
maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditur adalah:
1. Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan;
2. Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas
tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;
3. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi;
4. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman;
5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian
kredit;
6. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;
7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk
mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur lama;
Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216)
Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara lain:
Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau
bidang usaha dimana mereka beroperasi;
1. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang
berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani;
2. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau
pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur;
3. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain;
4. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;
5. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam;
6. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan
mengembalikan kredit). (Sutojo, 1999, hal: 334)
4. Indikasi Kredit Macet
Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet sedini mungkin, dapat
dilakukan dengan memperhatikan gejala-gejala sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal: 220-221)
Terjadinya penundaan yang tidak normal dalam penerimaan laporan keuangan, pemayaran cicilan atau
dokumen lainnya;
Adanya penyelidikan yang tidak terduga dari lembaga-lembaga keuangan lainnya mengenai nasabah tersebut;
1. Keluarnya anggota eksekutif perusahaan;
2. Terjadi perubahan kegiatan usaha misalnya masuknya pesaing baru atau produk baru yang
sejenis;
3. Meningkatnya penggunaan fasilitas overdraft;
4. Perusahaan nasabah mengalami kekacauan;
5. Ditemukannya kegiatan ilegal atas usaha nasabah;
6. Permintaan tambahan kredit;
7. Permohonan perpanjangan atau penjadwalan kembali kredit;
8. Usaha nasabah yang terlalu ekspansif;
Kreditur lain melakukan proteksi atas kredit yang diberikan dengan meminta tambahan jaminan atau
melakukan pengikatan notaris atas barang jaminan.
Dengan mencermati gejala-gejala terjadinya kredit macet tersebut, maka bukanlah sesuatu yang mustahil untuk
mencegah terjadinya kredit macet, atau paling tidak dapat mengurangi/menekan sekecil mungkin kasus-kasus
kredit macet yang ada.
5. Mengurangi atau Mencegah Kemungkinan Terjadinya Kredit Macet
Setiap penyaluran kredit oleh bank tentu mengandung resiko, karena adanya keterbatasan kemampuan manusia
dalam memprediksi masa yang akan datang. Apalagi dalam situasi dan kondisi lingkungan yang cepat
berubah dan penuh ketidakpastian seperti sekarang ini. Beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh bank
dalam menekan atau mengurangi seminimal mungkin resiko pemberian kreditnya, adalah:
1. Penilaian/Analisis terhadap Permohonan Kredit
Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, tentu harus dilakukan penilaian secara seksama
oleh pejabat bank. Terlebih lagi untuk pemberian kredit jangka panjang, seperti kredit investasi misalnya.
Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin tinggi faktor ketidakpastiannya, sehingga semakin
besar pula resiko yang dihadapi bank.
Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C, yang meliputi:
1. Character
Character atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk membayar kembali kredit yang telah
diterimanya. Namun demikian, untuk mengetahui character seseorang itu tidak mudah. Oleh karena itu,
penilaian atas character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat mungkin. Informasi dari
keluarga dan teman-teman dekat dari debitur, serta informasi dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah
sangat penting.
Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini, dapat dilakukan
usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur; meneliti daftar riwayat hidupnya,
mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari lingkungan usahanya, serta meneliti kegiatan
dan pengalaman-pengalaman usahanya.
2. Capacity
Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya. Dengan demikian, capacity
berkaitan erat dengan kemampuan calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang dinilai untuk
mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian terhadap:
http://munadi01.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-kredit-macet-penyebab-dan.html