SELAMAT MENGERJAKAN
Sumber
http://repository.unim.ac.id/311/2/jurnal%20diana.pdf
ANALISIS KASUS BISNIS
1. Jelaskan dan sebutkan yang mencakup audit ketaatan internal dan eksternal!
2. Kesadaran atas faktor keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada
SDM saat ini meningkat pada perusahaan, hal ini perusahaan mengubah
paradigma lama menjadi paradigma baru mengenai K3. Sebutkan dan
jelaskan disertai contoh perbandingan paradigma lama dan baru pada
perusahaan tempat anda bekerja atau yang anda diketahui!
1. Internal Audit
a. Dilaksanakan oleh auditor internal yang merupakan bagian dari
perusahaan.
b. Auditor internal dianggap tidak independen oleh pihak eksternal
perusahaan.
c. Internal audit memiliki tujuan pemeriksaan untuk membantu manajemen
dalam menjalankan tugasnya melalui cara memberikan saran dari analisa,
penilaian terkait aktivitas yang di audit.
d. Internal Audit Report memaparkan mengenai temuan pemeriksaan/audit
findings yang berkaitan dengan adanya penyimpangan dan
penyalahgunaan, kekurangan pengendalian internal yang disertai dengan
saran perbaikan.
e. Pelaksanaan internal audit mengacu pada Internal Audit Standards yang
ditetapkan oleh Institute of Internal Auditors atau Norma Pemeriksaan
Intern yang ditetapkan oleh BPKP maupun BPK serta Norma pemeriksaan
satuan pengawasan intern BUMN/BUMD oleh SPI (Standar Pemeriksaan
Intern belum disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia)
f. Keberjalanan pemeriksaan internal dilakukan lebih mendetail dan
membutuhkan waktu sepanjang tahun. Hal ini disebabkan internal auditor
memiliki kesediaan waktu yang lebih untuk perusahaannya.
g. Penanggungjawab internal auditor tidak harus sebagai akuntan yang
terdaftar.
h. Gaji maupun tunjangan yang diperoleh internal auditor diperoleh dari
perusahaan.
i. Pada tahap penyerahan laporan internal audit tidak perlu disertai dengan
“Surat Pernyataan Langganan”
j. Internal Auditor biasanya tertarik pada kesalahan material dan non-
material.
2. Eksternal Audit
a. Audit eksternal dilaksanakan oleh auditor eksternal yang berasal dari luar
perusahaan (Kantor Akuntan Publik).
b. Auditor Eksternal dianggap sebagai pihak yang independen.
c. Tujuan Eksternal audit adalah memberikan masukan terkait kewajaran
laporan finansial yang disusun manajemen perusahaan.
d. Isi dari external audit report yaitu pendapat tentang kewajaran financial
report. Selain laporan tersebut juga disetai management letter yang berisi
tentang kelemahan pengendalian internal dan saran perbaikannya yang
akan dilaporkan kepada manajemen perusahaan.
e. Standar yang digunakan pada audit eksternal adalah Standar Profesional
Akuntan Publik dari Ikatan Akuntan Indonesia.
f. Pelaksanaan audit eksternal dilaksanakan dengan sampling dikarenakan
waktu yang terbatas. Selain itu biaya pemeriksaan akan jauh lebih besar
bila dilaksanakan secara mendetail.
g. Pimpinan dari audit eksternal berasal dari akuntan publik yang terdaftar
dan memiliki register number/registered public accountant.
h. Auditor eksternal memperoleh fee atas jasa audit yang dilakukannya.
i. Sebelum memberikan laporan hasil audit, auditor harus menyertakan
“Surat Pernyataan Langganan/Client Representation Letter.
j. External Auditor hanya fokus dan tertarik pada kesalahan material yang
berpengaruh terhadap kewajaran laporan finansial perusahaan.
Sumber : https://jurnalmanajemen.com/audit-internal/
Perbandingan Paradigma lama dengan Paradigma baru dalam Perusahaan :
Paradigma Lama
Apa itu piramida kecelakaan? Piramida kecelakaan adalah segitiga yang
menggambarkan tingkatan jumlah kecelakaan yang berpotensi menyebabkan
kecelakaan yang lebih fatal atau serius. Para profesional K3 tentu sudah tidak
asing lagi dengan piramida kecelakaan Heinrich berikut ini:
Paradigma Baru :
Menanggapi teori piramida kecelakaan Heinrich, pendiri Behavioral
Science Technology (BST) dan penulis buku di bidang keselamatan dan
kepemimpinan, Thomas R. Krause menyatakan pendapatnya dalam konferensi
American Society of Safety Engineers (ASSE) bahwa pemahaman tradisional
tentang hubungan antara near miss, cedera ringan dan cedera serius/ fatal, yang
diwujudkan dalam piramida kecelakaan Heinrich, mungkin tidak berlaku lagi.
Piramida kecelakaan tersebut menyatakan bahwa penurunan pada near miss atau
cedera ringan akan menimbulkan penurunan secara proporsional pada cedera
serius/fatal atau kematian. Namun, dalam 10 tahun terakhir statistik cedera di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa jumlah cedera ringan atau cedera non fatal
terus-menerus mengalami penurunan sementara jumlah cedera serius/ fatal dan
kematian cenderung stabil (tidak berubah). Teori piramida kecelakaan Heinrich:
Semua cedera ringan berpotensi menimbulkan cedera serius/ fatal di waktu
mendatang
Cedera dengan tingkat keparahan berbeda memiliki penyebab yang sama
Jika persentase cedera ringan berkurang 20%, maka cedera serius/ fatal
juga akan berkurang 20%.
Krause pun merancang sebuah paradigma baru mengenai piramida
kecelakaan kerja, antara lain:
Tidak semua cedera ringan berpotensi menimbulkan cedera serius/ fatal
Cedera dengan tingkat keparahan berbeda-beda memiliki penyebab yang
berbeda pula
Upaya pencegahan untuk mengurangi jumlah cedera serius/ fatal akan
berbeda dengan upaya pencegahan untuk mengurangi jumlah cedera
ringan
Strategi untuk mengurangi cedera serius/ fatal harus menggunakan
prekursor, yang diambil dari semua sumber yang tersedia diantaranya data
kecelakaan, cedera, near miss, dan tingkat paparan di tempat kerja. Lihat
tabel berikut ini:
Paradigma baru Krause mengenai piramida kecelakaan kerja
Paradigma baru dari Krause ini menunjukkan bahwa strategi atau upaya
yang berbeda perlu dilakukan untuk mencegah cedera serius atau fatal (SIFs) dan
strategi optimal untuk melakukannya adalah dengan mengidentifikasi dan
mengatasi prekursor yang ada di tempat kerja. Hal ini dapat dicapai dengan
menganalisa paparan data pada laporan kecelakaan kerja, cedera, near miss,
melakukan observasi, dan audit K3.
Prekursor adalah situasi berisiko tinggi dimana pengawasan manajemen sangat
kurang, peraturan/ prosedur tidak efektif dan tidak dipatuhi, dan jika dibiarkan
secara terus-menerus atau terjadi berulang-ulang bisa mengakibatkan cedera
serius/ fatal atau kematian. Contoh prekursor adalah tidak tersedianya titik anchor
(anchor point) untuk menambatkan life line dan lanyard yang aman dan
disepakati saat seseorang bekerja di ketinggian atau prosedur kerja yang tidak
dipahami dan tidak praktis diikuti oleh pekerja.
Upaya pencegahan dengan menganalisa seluruh data harus dilakukan
selama beberapa tahun untuk menemukan kelemahan sistem di tempat kerja Anda
dan menemukan insiden mana saja yang bisa berpotensi mengakibatkan cedera
serius / fatal atau tidak.
Intinya, Krauser menyimpulkan bahwa tidak semua cedera ringan akan
menimbulkan cedera serius/ fatal di kemudian hari dengan kita membiarkannya.
Hanya kecelakaan dengan prekursor yang tidak dimitigasi dengan baiklah yang
kemungkinan besar bisa menimbulkan cedera serius/ fatal atau kematian. Dalam
melakukan upaya pencegahan kecelakaan kerja, sangat penting bagi Anda untuk
memperhatikan dan memastikan prekursor sudah dimitigasi dengan baik.
Ada lima langkah yang diusulkan Krause dalam menerapkan paradigma
baru pada program pencegahan kecelakaan di tempat kerja:
1. Memberikan edukasi kepada seluruh pekerja tentang pentingnya
paradigma baru untuk mengurangi jumlah cedera serius/ fatal di tempat
kerja
2. Mendokumentasikan tingkat cedera serius/ fatal di tempat kerja
3. Menghitung besaran kecelakaan kerja yang terjadi dengan cara jumlah
cedera serius/ fatal kemudian dibagi jumlah jam kerja. Kumpulkan data
SIFs selama dua atau tiga tahun terakhir
4. Menganalisa data SIFs dengan sistem K3 yang diterapkan sekarang.
Contohnya dengan melakukan investigasi insiden, obervasi dan
memberikan tanggapan terhadap hasil pengamatan, melakukan penilaian
risiko sebelum memulai pekerjaan, dan sistem analisis data
5. Mengembangkan mekanisme untuk identifikasi dan pencegahan
kecelakaan kerja berkelanjutan, mencakup remediasi prekursor SIFs
6. Mengembangkan dan mengukur efektivitas strategi pencegahan
kecelakaan kerja yang telah diterapkan.