Anda di halaman 1dari 2

MASJID BIRU SULTAN AHMED

Masjid Biru Sultan Ahmed: Saksi Sejarah Kejayaan Islam dalam Kekaisaran Turki Usmani

Turki memang memiliki sejuta pesona. Tak heran jutaan wisatawan terus berdatangan ke
negeri dua benua ini. Ya, Turki memang di Eropa, tapi wilayahnya sangat dekat dengan Asia. Salah
satu keindahan yang memukau di Turki adalah Masjid Sultan Ahmed. Orang-orang mengenalnya
dengan Masjid biru atau Blue Mosque. Masjid yang gagah nan megah ini merupakan simbol kejayaan
Islam melalui Kekaisaran Utsmaniyah Turki dimasa lampau.
Letaknya di kota Istanbul dekat tepian laut marmara. Kota terbesar di Turki dan merupakan
ibukota Kesultanan Utsmaniyah (dari 1453 sampai 1923). Dikenal dengan nama Masjid Biru karena
pada masa lalu interiornya memang berwarna biru. Akan tetapi cat biru tersebut bukan merupakan
bagian dari dekor asli Masjid, maka cat tersebut pun dihilangkan. Warna kubahnya tidak tampak biru
jika dari kejauhan, tetapi warna kebiru-biruan itu akan terlihat dari dekat.Keindahan laut marmara
akan terlihat saat berada di masjid ini. Apalagi di saat langit mulai senja. Karena keindahannya,
masjid ini pun menjadi maskot atau ciri khas dari kota Istanbul. Blue Mosque saat ini merupakan
masjid yang terbesar di Turki.

SEJARAH MASJID BIRU


Masjid Biru didirikan antara tahun 1609 dan 1616 atas perintah Sultan Ahmed I, yang
kemudian menjadi nama masjid tersebut. Ia memberikan mandat kepada seorang arsitek bernama
Sedefhar Mehmet Aga untuk membangun masjid ini. Sedefhar juga diminta Sultan untuk tidak perlu
berhemat biaya dalam pembangunan tempat ibadah umat Islam yang besar dan indah ini.
Sedefhar Mehmet Aga sendiri merupakan murid dan asisten dari arsitektur terkenal Mimar
Sinan. Menurut informasi, Sultan Ahmed I menginginkan untuk dibuat menara yang terbuat dari
emas. Kata emas dalam bahasa Turki adalah ‘Altin’. Tapi sang arsitek memahaminya dengan ‘Alti’,
yang dalam bahasa Turki berarti 6. Sehingga jadilah sebuah masjid yg memiliki 6 menara. Namun
Sultan Ahmed pun terpukau dengan keenam menara masjid yang unik itu. Pembangunan
masjid ini memerlukan waktu 7 tahun atau selesai pada tahun 1616. Kabarnya, akibat jumlah
menara yang sama dengan Masjidil Haram di Makkah saat itu, Sultan Ahmed I mendapat kritikan
tajam sehingga akhirnya beliau menyumbangkan biaya pembuatan menara ketujuh untuk Masjidil
Haram. Sebuah rantai besi yang berat dipasang di atas pintu gerbang masjid sebelah
barat. Di masa lalu, hanya Sultan Ahmed I yang boleh memasuki halaman masjid dengan
mengendarai kuda. Rantai ini dipasang agar Sultan Ahmed I menundukkan kepalanya saat melintas
masuk agar tidak terantuk rantai tersebut. Ini dimaksudkan sebagai simbol kerendahan hati
penguasa di hadapan kekuasaan Ilahi.Sultan Ahmed I wafat saat berumur 27 tahun, atau 1 tahun
setelah selesainya pembangunan masjid ini. Kemudian dia dimakamkan di halaman masjid ini, begitu
juga istri dan ketiga puteranya. Masjid Biru ini dibangun Sultan Ahmed I untuk menandingi
bangunan Hagia Sophia (Kebijaksanaan Suci) buatan kaisar Byzantine yaitu Constantinople. Dulunya
bangunan ini adalah sebuah gereja Byzantine sebelum jatuh ke daulah Turki Ottoman pada tahun
1453 M. Sekarang diubah fungsinya menjadi museum. Hagia Sophia berada satu blok dari Masjid
Biru.

ARSITEKTUR
Struktur dasar bangunan ini hampir berbentuk kubus, berukuran 53 kali 51 meter. Seperti
halnya di semua masjid, masjid ini diarahkan sedemikian rupa sehingga orang yang melakukan Salat
menghadap ke Makkah, dengan mihrab berada di depan.
Masjid Biru memiliki 6 menara, diameter kubah 23,5 meter dan tinggi kubah 43 meter,
kolom beton berdiameter 5 meter. Jaraknya cukup dekat dengan Istana Topkapı, tempat kediaman
para Sultan Utsmaniyah sampai tahun 1853 dan tidak jauh dari pantai Bosporus. Dilihat dari laut,
kubah dan menaranya mendominasi cakrawala kota Istanbul.
Interior masjid ini dihiasi 20.000 keramik dari Iznik berwarna biru, hijau, ungu, dan
putih. Ornamen bunga-bungaan dan tanaman bersulur itu tampak sangat indah memendarkan
warna biru saat ditimpa cahaya matahari yang masuk lewat jendela 260 kaca patri.Terdapat pilar-
pilar marmer dan lebih dari 200 jendela kaca patri dengan berbagai desain yang memancarkan
cahaya dari luar dengan dibantu chandeliers. Dalam chandeliers diletakkan telur burung unta untuk
mencegah laba-laba membuat sarang di situ. Dekorasi lainnya adalah kaligrafi ayat-ayat Al Qur’an
yang sebagian besar dibuat oleh Seyyid Kasim Gubari, salah satu kaligrafer terbaik pada masa itu.
Elemen penting dalam masjid ini adalah mihrab yang terbuat dari
marmer yang dipahat dengan hiasan stalaktit dan panel incritive dobel di atasnya. Tembok
disekitarnya dipenuhi dengan keramik. Masjid ini didesain agar dalam kondisi yang paling penuh
sekalipun, semua yang ada di masjid tetap dapat melihat dan mendengar Imam.

Anda mungkin juga menyukai