Anda di halaman 1dari 15

TUGAS HUKUM SOSIOLOGI POLITIK

“RUANG LINGKUP SISIOLOGI POLITIK”

UNMAS DENPASAR

Oleh:

Made Reiza Maharani Augustiningsih 1904742010199


I Gusti Ngurah Made Sumantri 1904742010217
I Made Wahyu Adi Pranata 1904742010261
Ida Bagus Wahyu Kusuma 1904742010194

UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik
suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan
berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan
papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan
penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai
anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.
Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-
aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat
terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak
langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik
yang terjadi. Dan jika secara langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik
tertentu.
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar
warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah
menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-
praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, Dalam makalah ini kita
mencoba mengulas bagaimana perkembangan sosiologi politik di dalam masyarakat.Kegiatan
politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan
sosial secara luas.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka di rumuskan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian dari soiologi dan politik ?
2.      Apa itu sosilogi politik ?
3.      Apa titik pandang dari sosiologi politik ?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi sosiologi politik ?
5. Apa-apa saja tahap-tahap dari sosiologi politik ?
C.    TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas,maka tujuan penulisan ini antara lain adalah:
1.      Untuk mengetahui apa pengertian dari soiologi dan politik
2.      Untuk mengetahui bagaimana sosilogi politik itu
3.      Untuk mengetahui titik pandang dari sosiologi politik
4. Untuk mengetahui bagaimana faktor yang mempengaruhi sosiologi politik
5. Untuk mengetahui bagaimana proses tahap-tahap sosialisasi politik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sosiologi dan Politik


2.1.1 Sosiologi
Kata sosiologi berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius dan Logos. Socius berarti
kawan, teman. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi, sosiologi adalah ilmu pengetahuan
tentang masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri adalah sekelompok individu yang
mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi
mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan
mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga,
suku bangsa, negara dan berbagai organisasi politik, ekonomi, dan sosial.
Berikut ini adalah pengertian sosiologi menurut beberapa ahli :

- Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara
aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral),
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala
sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
- Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
- Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-
proses sosial termasuk perubahan sosial.

Menurut pengertian dari berbagai tokoh, dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah
ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola hubungan
masyarakat serta timbal balik antara gejala-gejala sosial dengan gejala nonsosial.

2.1.2 Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata yunani yaitu polis yang berarti kota atau
negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warga negara,
politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti
pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Aristoteles dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik
melalui pengamatannya tentang manusia ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin
menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang
atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Politik adalah suatu proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses
pembuatan keputusan, khususnya negara. Menurut Aristoteles, politik adalah usaha yang
ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Pada umumnya apa yang disebut politik itu berkaitan dengan bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan dan
pelaksanaan tujuan-tujuan. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan publik, tujuan-tujuan
masyarakat sebagai keseluruhan, dan bukan tujuan-tujuan pribadi seseorang. Politik adalah
proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain
perwujud proses pembuatan keputusan, khusus y dalam negara. Disamping itu politik juga
dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu antara lain :
- Politik adalah usaha yang tempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
(teori klasik Aristoteles)
- Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat.
- Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
politik
-
2.1.3 Keterikatan Sosiologi dan Politik
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh seluk beluk yang berhubungan
dengan sosial. Banyak aspek yang dipelajari dalam ilmu sosiologi dimana berkait dengan
kehidupan sosial, hubungan antar sesama, kekeluargaan, kasta, rumpun, bangsa, agama dan
asosiasi kebudayaan, ekonomi dan organisasi politik.
Pada dasarnya ilmu sosiologi sangat berkaitan erat dengan ilmu politik karena pada
dasarnya perlu dipahami mengenai ruang lingkup penelaahan masing-masing ilmu. Misal:
ilmu sosiologi mempelajari proses proses yang terjadi di antara masyarakat. Sedangkan
ilmu politik berhubungan dengan pembentukan kekuasaan dan alokasi kekuatan. Dari situ
bisa didapat gambaran bahwa kedua ilmu tersebut saling berkait. Misal, dalam sosiologi ada
penelaahan tentang profil sosial, nah hal itu digunakan dalam ilmu politik untuk menelaah
misalnya: kelompok sosial yag bersifat apatis terhadap politik, anomie terhadap politik,
kecenderungan suatu kelompok sosial untuk bereaksi terhadap suatu keputusan politik.
Karena pelaku Politik merupakan bagian dari masyarakat yang juga harus memiliki
rasa sosial, maka disinilah keterkaitan Sosiologi dan Politik. Dalam berpolitik kita akan
menghadapi berbagai masalah diantaranya pesaing. Maka agar kita dapat bersaing dengan
pesaing. Kita harus memiliki Ilmu Sosiologi yang cukup yang bertujuan untuk mengetahui
titik kelemahan pesaing kita baik dari sikapnya, tingkah lakunya dan lain sebagainya.
Pada intinya, pelaku politik adalah manusia yang merupakan bagian dari
masyarakat, sedangkan Ilmu Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang hampir
keseluruhan dari aspek-aspek yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karnanya
keterkaitan antara Sosiologi dan Politik itu sangat erat dan saling menimbulkan
ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.

2.2 Sosiologi Politik


1. Sosiologi politikcabang ilmu sosiologi yang memperhatikan sebab dan akibat sosial dari
distribusi kekuatan di dalam masyarakat, dan dengan konflik-konflik sosial dan politik
yang berakibat pada perubahan terhadap alokasi kekuatan tersebut. Fokus utama dari
sosiologi politik adalah deskripsi, analisis, dan penjelasan tentang suatu negara, suatu
lembaga yang mengklaim monopoli terhadap legitimasi pengunaan kekuatan terhadap
suatu wilayah di masyarakat. Sementara ilmu politik terutama berurusan dengan mesin
pemerintahan, mekanisme administrasi publik, dan bidang politik formal pada pemilihan
umum, opini publik, dan perilaku politik. Analisis sosiologi terhadap gejala politik lebih
menitikberatkan pada hubungan antara politik, struktur sosial, ideology, dan budaya
(Gordon Marshall, 1998).
2. Sosiologi politik adalah upaya untuk memahami dan campur tangan ke dalam hubungan
yang selalu berubah antara sosial dan politik. Intinya, ketidakmungkinan dalam sosiologi
politik membuat sosiologi politik itu penting.

Keberaadaan suatu kata tidak mengindikasikan keberadaan suatu konsep. Demikian juga,
ketiadaan suatu kata tidak mengindikasikan ketiadaan suatu konsep. Karenanya kata “social”
mungkin ada tanpa konsep dan sebaliknya. Ini diterapkan ke semua hubungan konsep kata
bahwa seseorang yang melakukan sosiologi politik akan menggunakan kata ras, gender,
kelas, bangsa, orang, kekuasaan, negara, tekanan, kekerasan, kekuatan, hukum, dan lain-lain.
Hubungan ketergantungan antara kata dan konsep memunculkan masalah definisi.
“hanya yang tidak memiliki sejarah yang dapat diuraikan.” Karenanya konsep inti dari
sosiologi politik tidak dapat diuraikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sosiologi politik adalah ilmu tentang
kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando di dalam semua masyarakat manusia, tidak
hanya di dalam masyarakat nasional. Pengertian tersebut pada dasarnya membedakan antara
pemerintah dengan yang diperintah. Di dalam suatu kelompok manusia terdapat orang yang
memerintah dan orang yang mematuhinya, terdapat mereka yang membuat keputusan dan
orang-orang yang menaati keputusan tersebut. Dapat dikatakan bahwa ilmu ini adalah
gabungan antara ilmu sosial dan politik yang berfokus pada hubungan antara masyarakat dan
pemerintah, dimana pemerintah lebih berperan untuk mengatur masyarakat melalui lembaga
kepemerintahannya.
Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh soerjono soekanto, Sosiologi Politik
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat
spekulasi (menduga-duga).
b. Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkrit
dilapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang
tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga
menjadi teori.
c. Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki,
diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.
d. Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk
masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara
mendalam.

2.2.1 Asal Mula Perkembangan Sosiologi Politik


Teori-teori yang dicetuskan oleh pemikir-pemikir terkemuka berpengaruh besar
terhadap studi-studi politik. Maka tidak mengherankan muncul studi-studi yang dapat
digolongkan dalam bidang “sosiologi politik” asal mula sosiologi politik sebaga bidang
suatu studi sulit ditetapkan secara pasti. Namun hal ini bisa ditelusuri dari karya-karya
sosiologi atau ilmuan politik mengenai tema-tema sosiologi politik. Dua tokoh besar yang
bisa dianggap sebagai “bapak pendiri” sosiologi politik karena karyanya yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan sosiologi politik, baik dalam hal teori atau konsep dan
metodologi ialah Karl Marx dan Max Weber
Sumbangan Mark sangat bervariasi, yang digolongkan dalam tiga bidang, yaitu teori
umum, teori khusus, dan teori metodologi. Teori umum Mark berbicara tentang
determinisme ekonomi dan dialektika materialisme. Teori khusus berbicara tentang
perjuangan kelas dan alienasi. Sumbangan metodologisnya tampak dari upaya untuk
mengembangkan sosialisme ilmiah.
- Sumbangan Weber
Menurut Weber, faktor-faktor non ekonomis, dan ide-ide merupakan faktor
sosiologis yang penting. Begitu juga status sosial dan posisi individual dalam struktur
kekuasaan menentukan strata masyarakat. Politik adalah sarana perjuangan untuk bersama-
sama melaksanakan politik, atau perjuangan untuk mempengaruhi pendistribusian
kekuasaan, baik di antara negara-negara maupun diantara kelompok-kelompok di dalam
suatu negara. Ada tipe legitimasi yaitu tradisional, karisnatik, legal-rasional. Menurut
Weber sosiologi harus bebas nilai. Sumbangan metodelogis yang diterapkan nya pada
sosiologi adalah pemahaman yang disebut Verstehen.

2.3 Titik Pandang Sosiologi Politik


Terdapat perbedaan pandangan di kalangan para pakar sosiologi politik, yang sulit
disatukan. Setidaknya ada dua pandangan tentang sosiologi politik yang cukup menonjol.
Pandangan yang satu melihat sosiologi politik sebagai studi tentang negara. Sedangkan
pandangan yang lain menjelaskan sosiologi politik sebagai studi tentang kekuasaan.

1. Sosiologi Politik sebagai studi tentang negara


Di sini kata “politik” dipakai dalam konotasinya yang biasa, yaitu yang berhubungan
dengan negara. Kata “negara “ mengacu pada kategori khusus dari kelompok-kelompok
manusia atau masyarakat. Terdapat dua arti negara yang patut diperhatikan. Pertama, negara
bangsa (nation-state), yang mengacu pada masyarakat nasional. Yang dimaksud adalah
komunitas yang muncul pada akhir abad pertengahan, yang dewasa ini kuat terorganisir
sekaligus paling utuh berintegrasi. Kedua, negara pemerintah (government-state), yang
mengacu pada penguasa dan pemimpin dari masyarakat nasional tersebut.
2. Sosiologi Politik sebagai studi tentang kekuasaan
Menurut pengertian yang lebih modern, sosiologi politik adalah ilmu tentang
kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando, di dalam semua masyarakat manusia, tidak
hanya di dalam masyarakat nasional. Konsep ini pada dasarnya, memfokuskan pada
perbedaaan antara pemerintah dan yang diperintah. Dalam setiap kelompok manusia, mulai
dari yang terkecil hingga yang terbesar, mulai dari yang rapuh hingga yang paling stabil
terdapat orang yang memerintah dan mereka yang mematuhinya, terdapat mereka yang
membuat keputusan dan orang-orang yang menaati keputusan yang bersangkutan.
Perbedaaan tersebut merupakan fenomena politik yang fundamental yang dijelaskan melalui
studi perbandingan pada setiap masyarakat dan pada setiap tingkatan sosial.
Kedua konsep di atas tidak dengan sendirinya memperjel as pengertian sosiologi
politik. Terdapat dua tafsiran umum tentang politik. Di satu pihak, politik secara hakiki
dipandang sebagai pergolakan, pertempuran. Kekuasaan memungkinkan kelompok-kelompok
dan individu yang berkuasa mempertahankan dominasi terhadap masyarakat dan
mengeksploitasinya. Sedangkan kelompok dan individu yag lain menentang dominasi dan
tidak eksploitatif tersebut. Di sini politik merupakan sarana untuk mempertahankan hak-hak
istimewa kelompok minoritas dari dominasi kelompok mayoritas.
Di lain pihak, politik dipandang sebagian suatu usaha untuk mengakkan ketertiban dan
keadilan. Disini kekuasaan dipakai untuk mewujudkan kemakmuran bersama dan melindungi
kepentingan umum dari tekanan kelompok-kelompok tertentu. Politik merupakan sarana
untuk mengintegrasikan setiap orang ke dalam komunitas dan menciptakan keadilan seperti
yang dicta-citakan oleh Aristoteles.
Di dalam kenyataan, apa yang disebut politik itu senantiasa ambivalen. Di satu sisi,
kekuasaaan dijadikan alat untuk mendominasi orang atau pihak lain. Di sisi yang lain,
kekuasaan dijadikan sarana untuk menjamin ketertiban sosial tertentu atau sebagai alat
pemersatu. Kedua paham ini merupakan dasar teoritis bagi pembicaraan tentang sosiologi
politik. Namun perlu dicatat, bahwa tidak ada suatu teori umum tentang sosiologi politik
yang dapat diterima oleh semua sarjana terkait. Oleh karena itu merumuskan teori umum
tentang sosiologi politik merupakan tantangan sekaligus peluang bagi sarjana sosiologi
politik kontemporer.
Titik pandang yang dimaksudkan di sini adalah sudut pandang atau pendekatan,
metode yang dipakai oleh para ahli sosiologi politik untuk mempelajari masalah-masalah
yang menjadi objek perhatian mereka. Umumnya para ahli sosiologi politik mempelajari
masalah-masalah seperti berikut :

a. Kondisi – kondisi apakah yang menimbulkan tertib politik atau kekacauan politik
dalam masyarakat?
b. Mengapa sistem-sistem politik tertentu dianggap sah atau tidak sah oleh warga negara?
c. Mengapa sistem-sistem politik tertentu stabil, sedangkan yang lainnya tidak ?
d. Mengapa ada pemerintahan yang demokratis, dan mengapa ada yang totaliter?
Mengapa pula ada pemerintahan yang merupakan kombinasi antara keduanya.
e. Faktor –faktor apakah yang menyebabkan variasi pada sistem kepartaian, taraf
partisipasi politik, dan angka rata-rata pemilihan suara?

Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, dipergunakan berbagai cara pendekatan


histeris, pendekatan komparatif, institusional, dan pendekatan histories, pendekatan
komparatif, instituusional, dan pendekatan behavioral. Melalui pendekatan histories kita
berusaha mencari karya para ahli sosiologi politik klasik untuk menemukan konsern-konsern
dan minat-minat tradisional dari sosiologi politik sebagai suatu dsiplin intelektual. Dengan
cara ini kita bisa menemukan bagaimana jawaban-jawaban mereka atas permasalahan-
permasalahan yang kita hadapi. Dengan kata lain, pendekatan ini memberikan suatu
perspektif yang diperlukan bagi studi-studi yang sama, baik dalam pengertian kontekstual
maupun temporal. (Maran, 2001)
Melalui pendekatan komparatif kita mempelajari gejala-gejala sosial politik dari suatu
masyarakat tertentu untuk menyoroti fenomena yang kita hadapi. Pendekatan semacam ini
dipergunakan antara lain oleh Ostogorski dan Michel dalam studi mereka tentang partai-
partai politik, dan diterapkan pada studi lingkungan oleh Almond dan kawan-kawan beserta
Lipset. (Rush dan Althoff, 2002)
Kedua pendekatan tersebut tidak dipersoalkan. Yang sering dipersoalkan adalah
pendekatan institusional. Pendekatan ini diangap tidak memadai dan realistis, sebab studi ini
mengabaikan realitas tingkah laku politik. Masalahnya ialah, bahwa pendekatan ini
mengkonsentrasikan diri pada faktor-faktor konstitusional dan legalistik. Dengan kata lain,
institusi-institusi sosial atau lembaga-lembaga sosial merupakan unit dasar analisis. Dengan
demikian orang memberikan tekanan yang berlebihan pada pandangan bahwa tingkah laku
politik itu selalu berlangsung dalam kerangka institusional. ( Alex Inkeles dalam Maran,
2001). Pakar sosiologi politik berusaha menyingkirkan kekeliruan-kekeliruan yang terdapat
pada pendekatan – pendekatan lainnya. Pendekatan behavioral menggunakan individu
sebagai dasar dari analisis. Di sini fakta dan nilai dipisahkan, dan orang membuat generalisasi
berdasarkan prinsip verifikasi.
Pendekatan ini dikritik berdasarkan dua alasan, pertama, para pengguna pendekatan ini
dianggap terlalu kaku dalam melakukan analisis politik dan sosial. Sikap kaku dipertahankan
demi standar-standar yang tinggi yang dipentingkan dalam pendekatan ini. Kedua,
pendekatan ini mengabaikan segi-segi yang merupakan kelebihan dari pendekatan-
pendekatan lain. Padahal tidak ada satu pendekatan yang paling baik sempurna.
Bagaimanapun setiap pendekatan adalah parsial. Karena itu berbagai pendekatan itu bisa
saling melengkapi. Dengan demikian dapat diperoleh suatu pengetahuan yang lebih utuh,
misalnya tentang suatu fenomena sosial politik.
Dalam bidang sosiologi politik terkenal teori sistem, yang beranggapan bahwa gejala
sosial merupakan bagian dari pola tingkah laku yang konsisten, internal, dan reguler, dapat
dilihat dan dibedakan. Inilah yang disebut sistem sosial yang terdiri dari subsistem-subsistem
yang paling saling bergantung, seperti halnya kaitan antara ekonomi dan politik. Salah satu
tokoh terkemuka dalam teori sistem adalah Talcott Parsons yang menulis buku The Social
System (1951). Parsons dan kawan-kawan, khususnya Marion Levy dan Robert K. Merton
mengembangkan pendekatan fungsional, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan
fungsionalisme-struktural. Menurut pandangan ini struktur-struktur sosial yang menentukan
peranan-peranan dengan pola-pola perilaku yang tetap, yang oleh masyarakat diharapkan dari
seorang dokter, politisi, petani, ibu rumah tangga, orang beragama, warga negara, dan
sebagainya.( Veeger, 1985).
Namun fungsionalisme struktural pun tidak luput dari kritik serta kecaman, karena
dianggap tidak mampu secara tepat memperhitungkan perubahan yang sistematik; dan secara
idiologis jadi bias, karena menjurus pada arah yang statis atau pada konservatisme. Alternatif
bagi fungsionalisme struktural ditawarkan oleh David Easton yang menulis buku The
Political System. A. Framework for Political Analistical and A Sistem Analysis of Political
Life (1965). Alternatif yang dimaksud berupa analisis input-output. Secara khusus Easton
memperhatikan masalah bagaimana caranya suatu sistem politik bisa bertahan hidup dan
faktor-faktor apakah yang menyebabkan perubahannya.
Metode yang sering diandalkan dalam studi sosiologi politik adalah metode kuantitatif.
Termasuk di sini penggunaan survei-survei statistik dan pengumpulan-pengumpulan data,
seperti yang digunakan pada studi-studi tentang ekologi politik. Para ahli sosiologi politik
berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan wawasan melalui survei-survei dan
wawancara intensif.
Penggunaan teori-teori dan model-model tentu saja sangat diperlukan untuk
memperoleh garis-garis pedoman bagi penelitian dan untuk menghasilkan penjelasan-
penjelasan yang memadai tentang gejala-gejala atau masalah – masalah yang sedang
dipelajari. Di sini teori dipakai sebagai suatu perlengkapan heuristik untuk mengorganisir
segala sesuatu yang kita ketahui, atau segala sesuatu yang kita duga kita ketahui, pada suatu
waktu tertentu, kurang lebih mengenai suatu pertanyaan atau isu yang diajukan secara
eksplisit. (Veeger, 1985). Dengan model tersebut maka dapat diketahui tentang konsepsi
umum tentang alam, dunia dimana seorang ilmuwan bekerja, suatu gambar mental tentang
“bagaimana dunia itu disatukan dan bagaimana dunia itu bekerja“. Di sini istilah model
mengacu pada suatu gambaran yang lebih umum tentang kerangka utama dari suatu
fenomena utama, yang mencakup ide-ide utama tentang hakikat dari unit-unit yang mencakup
dan pola relasi-relasi.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sosiologi Politik


Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan Sosiologi Politik antara lain :
1. Keluarga
Aspek-aspek kehidupan keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi partisipasi Politik seorang anak, diantaranya karena :
a. Tingkat daya tarik keluarga bagi seorang anak
b. Tingkat kesamaan pilihan (preferensi) Politik orang tua
c. Tingkat keutuhan (cohesiveness) keluarga
d. Tingkat minat orang tua terhadap Politik
e. Proses sosiologi Politik keluarga

2. Agama dan Ekonomi


Selain keluarga faktor yang mempengaruhi perilaku Politik individu adalah agama
yang dianutnya. Dalam kenyataan pendidikan anak dalam keluarga antara lain mengajarkan
tentang otoritas, yaitu otoritas orang tua. Otoritas ini merupakan perpaduan antara otoritas
politik dan agama. Sementara organisasi keagamaan diluar rumah pada kenyataannya juga
mensosiologikan ajaran yang mengandung pendidikan politik. Dengan demikian agama yang
memuat nilai-nilai dan ajaran-ajaran juga dapat mendorong individu untuk berpartisipasi
dalam kegiatan politik.
3. Stratifikasi serta Sistem Nilai dan Kepercayaan
Perbedaan kelas sosial dalam suatu masyarakat akan berpengaruh pada perbedaan
keyakinan dan pola perilaku individu diberbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan
politik. Perbedaan kelas akan tercermin pada praktik sosiologi, aktivitas budaya, dan
pengalaman sosialnya. Tingkat partisipasi individu dalan voting dilukiskan dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan, pendapatan, ras, jenis kelamin, situasi, dan status individu tersebut.
Dampak dari Sosiologi Politik
Sosiologi politik membawa dampak pada lahirnya dimensi-dimensi baru dalam konsep
pembangunan. Menurut Webster (1984), terdapat lima dimensi yang perlu untuk diungkap,
antara lain :
a. Posisi negara miskin dalam hubungan sosial dan ekonominya dengan negara-negara
lain.
b. Ciri khas atau karakter dari suatu masyarakat yang mempengaruhi pembangunan.
c. Hubungan antara proses budaya dan ekonomi yang mempengaruhi pembangunan.
d. Aspek sejarah dalam proses pembangunan atau perubahan sosial yang terjadi.
e. Penerapan berbagai teori perubahan sosial yang mempengaruhi kebijakan
pembangunan nasional pada negara-negara berkembang.

2.5 Tahap-Tahap Sosiologi Politik Pada Masyarakat


Tahap sosiologi politik pada masyarakat di mulai dari tingkat anak-anak, dan yang
dikaji pada makalah ini adalah pendekatannya lebih melihat dari aspek sosiologisnya,Easton
dan Dennis mengutarakan atau mengatakan bahwa ada empat tahap dalam sosiologi politik
pada diri anak-anak yaitu sebagai berikut:
1. Pengenalan otoritas melalui invidu tertentu,seperti orang tua anak,presiden,dan polisi
2. Perkembangan antara otoritas internal dan yang eksternal,yaitu misalnya anatara
pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
3. Pengenalan institusi-institusi politik yang impersonal,seperti Kongres,Mahkamah
Agung,dan pemungutan suara (pemilihan umum)
4. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik adan mereka yang terlibat
dalam aktivitas yang diasosiasikan dalam institusi-institusi ini,sehinnga gambaran
yang di idealisir mengenai pribadi-pribdi khusus seperti presiden atau seoranganggota
kongrestealh dialihkan kepada kepresidenan dan kongres.
Kemudian,proses sosiologi politik dilakukan berbagai tahap mulai dari tahap kanak-kanak
hingga pada tahap terakhir yaitu dewasa,dan sosiologi ini beroperasi atau berproses pada dua
tingkat yaitu:
1.      Tingkat komunitas
Dimana Sosiologi politik dipahami sebagai proses pewarisan kebudayaan, yaitu suatu
sarana bagi suatu generasi untuk mewariskan nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan-
keyakinan politik kepada generasi berikutnya.

2.      Tingkat individual
Proses sosiologi politik individual ini dapat dipahami sebagai proses suatu
warga Negara membentuk pandangan-padangan politik masyarakat.dalam konsep Freud,
individu dilihat sebagai objek sosilalisasi yang pasif sedangkan Mead memandang individu
sebagai aktor yang aktif, sehingga proses sosiologi politik merupakan proses yang beraspek
ganda. Di satu pihak, ia merupakan suatu proses tertutupnya pilihan-pilihan perilaku, artinya
sejumlah kemungkinan terbuka yang sangat luas ketika seorang anak lahir menjadi semakin
sempit sepanjang proses sosiologi.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Politik adalah suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang berwujud proses pembuatan kekuasaan, khususnya Negara. Sedangkan,
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh seluk beluk yang berhubungan dengan
sosial. Banyak aspek yang dipelajari dalam ilmu sosiologi dimana berkait dengan kehidupan
sosial, hubungan antar sesama, kekeluargaan, kasta, rumpun, bangsa, agama dan asosiasi
kebudayaan, ekonomi dan organisasi politik.
Sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando di
dalam semua masyarakat manusia, tidak hanya di dalam masyarakat nasional. Pengertian
tersebut pada dasarnya membedakan antara pemerintah dengan yang diperintah.
Titik pandang yang dimaksudkan di sini adalah sudut pandang atau pendekatan,
metode yang dipakai oleh para ahli sosiologi politik untuk mempelajari masalah-masalah
yang menjadi objek perhatian mereka. Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut,
dipergunakan berbagai cara pendekatan histeris, pendekatan komparatif, institusional, dan
pendekatan histories, pendekatan komparatif, instituusional, dan pendekatan behavioral
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan Sosiologi Politik antara lain :
1. Keluarga
2. Agama dan Ekonomi
3. Stratifikasi serta Sistem Nilai dan Kepercayaan

Anda mungkin juga menyukai