Anda di halaman 1dari 2

Luka lecet

Gundulan kulit yang disebabkan oleh gesekan

6.
Dijelaskan pada pasal 134 ayat 1, bahwa :
Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban

JENIS OTOPSI
Berdasarkan tujuannya, dikenal dua jenis Autopsi, yaitu otopsi klinik dan Autopsi
Forensik/Autopsi Medikolegal

Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, dirawat di
Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal

Untuk otopsi klinik mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang bersangkutan.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yang terbaik adalah melakukan otopsi klinik yang
lengkap, meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada dan perut/panggul, serta melakukan
pemeriksaan terhadap seluruh alat-alat dalam/organ
Namun bila pihak keluarga berkeberatan untuk dilakukannya otopsi klinik lengkap, masih
dapat diusahakan untuk melakukan Autopsi klinik parsial, yaitu yang terbatas pada satu atau
dua rongga badan tertentu. Apabila ini masih ditolak, kiranya dapat diusahakan
dilakukannya suatu needle necropsy terhadap organ tubuh tertentu,

Sedangkan untuk melakukan otopsi forensik, diperlukan suatu surat permintaan


pemeriksaan/pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, dalam hal ini pihak
penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang yang menghalang-
halangi di lakukannya otopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan
undang-undang yang berlaku.

Dalam melakukan Autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap, meliputi
pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak, rongga dada dan rongga
perut/panggul Seringkali perlu pula dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain
pemeriksaan toksikologi forensik, histopatologi forensik, serologi forensik dan sebagainya
Pemeriksaan yang tidak lengkap, yaitu otopsi parsial atau needle necropsy dalam rangka
pemeriksaan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena tidak akan dapat mencapai
tujuan.

Sumber :
Dedi Affandi. Visum et Repertum.2017
Natasya A F. Gambaran Perubahan Luka Memar pada Suku Minahasa.2019
FK UI.Teknik Autopsi Forensik.2000
Alur
Persiapan sebelum tindakan
1. Melengkapi kelengkapan surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan
dilakukan
2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksudkan dalam surat
tersebut
3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian
selengkap mungkin
4. Periksa kelengkapan alat-alat yang akan digunakan untuk otopsi
Pemeriksaan otopsi
1. Mencatat perubahan tanatologi yang terjadi pada mayat, seperti lebam mayat, kaku
mayat,suhu tubuh mayat, pembusukan, mumifikasi, adisepora
2. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna
kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada
dinding perut
3. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut
4. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan,
kelainan
5. Memeriksa bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.Memeriksa
bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi
6. Memeriksa alat kelamin dan lubang pelepasan
7. Bila terdapat tanda - tanda kekerasan atau luka harus di catat lengkap.

Visum et Repertum
Dasar hukum Visum et Repertum adalah pasal 133 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), yang mana menyebutkan:4 (1). Dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2).
Permintaan keterangan ahli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu
disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat. Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan
penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik
yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik yang
pejabat Polisi Negara RI. Penyidik tersebut adalah penyidik
tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa
manusia.

Sumber :
FK UI . Teknik Autopsi Forensik.2000
Winda Trijayanthi Utama.Visum et Repertum: A Medicolegal Report As A Combination Of
Medical Knowledge and Skill with Legal Jurisdictio.2014

Anda mungkin juga menyukai