Pada waktu PT Semen Indonesia berhasil masuk dan memulai peletakan batu pertama
pendirian pabrik pada tanggal 16 Juni 2014. Gejolak muncul, sebagian masyarakat Gunem
yang tidak setuju pendirian pabrik melakukan pemblokiran jalan menuju lokasi tambang
sehingga menimbulkan kericuhan masyarakat yang sebagian besar ibu-ibu dengan aparat
Kepolisian dan TNI yang menjaga lokasi. Sejak peristiwa tersebut warga mendirikan tenda
dan menggelar doa bersama di tapak pabrik.
Penolakan dari masyarakat pada awalnya di lakukan oleh hanya sekitar 6 orang warga, itu
dilakukan pada akhir tahun 2011. Pada tahun 2012 ketika AMDAL PT Semen Indonesia
keluar barulah warga Gunem melakukan perlawanan secara massif. Seorang tokoh pemuda
petani rembang menceritakan bahwa, ketika mereka masih sedikit yang melakukan penolakan
sering kali mereka mendapat intimidasi baik dari polisi, TNI, preman bahkan pemerintah
desa. Mereka mendapat ancaman penculikan bahkan pembunuhan. (film dokumenter :
SAMIN vs SEMEN).
Beberapa hari yang lalu, jumat 20 maret 2014, puluhan massa dari masyarakat petani
Rembang dan aktivis Aliansi Mahasiswa peduli Rembang datang menggeruduk ke
Universitas Gadjah Mada (UGM). Mereka melakukan protes atas kesaksian 2 orang dosen
Fakultas Geografi yang bertindak sebagai saksi ahli untuk PT Semen Indonesia. Mereka
memberikan kesaksian bahwa kawasan Karst Bukit Kendeng memang layak untuk dijadikan
tambang. Perseteruan antara warga masyarakat Rembang dengan PT Semen Indonesia dan
Gubernur jawa Tengah sebagai pemberi izin untuk melakukan penambangan terus berlanjut
dan menunggu sidang putusan dari PTUN Semarang.