Anda di halaman 1dari 99

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam praktik kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas
sangat dibutuhkan. Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina
hubungan, baik sesama rekan sejawat ataupun dengan klien serta
keluarganya.Upaya meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan juga
ditentukan oleh keterampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan
melakukan konseling yang baik kepada klien. Karena melalui komunikasi yang
efektif serta konseling yang berhasil, kelangsungan dan kesinambungan
penggunaan jasa pelayanan bidan untuk kesehatan wanita selama siklus
kehidupan akan tercapai.Konseling kebidanan adalah suatu proses
pembelajaran, pembinaan hubungan baik, pemberian bantuan, dan bentuk kerja
sama yang dilakukan secara professional (sesuai dengan bidangnya) oleh bidan
kepada klien untuk memecahkan masalah, mengatasi hambatan perkembangan,
dan memenuhi kebutuhan klien. Dalam memberikan asuhan kebidanan, bidan
senantiasa menghadapi pasien yang memiliki kondisi yang sangat kompleks
sifatnya, baik ditinjau dari segi latar belakang sosial budayanya,
pendidikannya, cita-cita dan keinginannya. Gejolak emosional seperti ini harus
memperoleh respon yang positif dari seorang bidan selama memberikan
pelayanan kebidanan sehingga diperlukan sebuah straategi yang tepat dalam
memberikan asuhan kebidanan kepada pasien.

B. Tujuan
Mengetahui strategi membantu klien dalam mengambil keputusan
C. Rumusan
Apa sajakah strategi membantu klien dalam mengambil keputusan ?
D. Manfaat
Dapat mengetahui strategi membantu klien dalam mengambil keputusan

1
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Strategi membantu klien dalam pengambilan keputusan


Kemampuan dan ketrampilan dalam membuat keputusan, terutama
dalam masalah kedaruratan merupakan hal yang sangat penting. Dalam
konseling pengambilan keputusan mutlak ada di tangan klien, sedangkan
bidan membantu agar keputusan yang diambil klien tersebut tepat. Bila
masalah dan kebutuhan klien telah diketahui dengan jelas. Maka bantu klien
menyelesaikan masalahnya, terutama yang berkaitan dengan kebidanan.
Ada empat strategi yang dapat membantu klien mengambil keputusannya.
1. Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya. Beri kesempatan
klien untuk melihat lagi beberapa alternative pilihannya, agar tidak
menyesal atau kecewa terhadap pilihannya.
2. Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan, dengan
melihat kembali keiuntungan atau konsekuensi positif dan kerugiannya
atau konsekuensi negatif.
3. Membantu klien mengevaluasi pilihan. Setelah klien menetapkan pilihan,
bantu klien untuk mencermati pilihannya.
4. Membantu klien menyusun rencana kerja, untuk menyelesaikan
masalahnya.

B. Langkah dalam pembuatan keputusan yang baik


Dalam mengambil keputusan yang baik kita di kenalkan dengan 3K
dalam pengambilan keputusan yaitu mempertimbangkan kondisi, kehendak
dan konsekuensinya.
Adapun langkah dalam pembuatan keputusan yang baik antara lain:
1. Langkah pertama
Identifikasi kondisi yang dihadapi oleh klien
2. Langkah kedua
Susunlah daftar kehendak atau pilihan keputusan
3. Langkah ketiga
Untuk setiap pilihan, buatlah daftar konsekuensinya baik yang positif
maupun negative.

C. Teori Pengambilan Keputusan


Pola dasar berpikir dalam konteks organisasi meliputi:
1. Penilaian situasi (Situational Approach): untuk menghadapi pertanyaan
“apa yang terjadi?”.
2. Analisis persoalan (Problem Analysis): dari pola pikir sebab-akibat.
3. Analisis keputusan (Decision Analysis): didasarkan pada pola berpikir
mengambil pilihan.
4. Analisis persoalan potensial (Potential Problem Analysis): didasarkan pada
perhatian peristiwa masa depan, yang mungkin yang dapat terjadi.

2
D. Inti pengambilan keputusan
Proses komunikasi dalam masyarakat modern dihadapi dengan
proses pengambilan keputusan, artinya memilih antara lebih dari satu
kemungkinan, berarti memilih alternatif, alternatif yg terbaik (the best
alternative). Pengambilan keputusan terletak dlm perumusan berbagai
alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian & dalam
pemilihan alternatif yang tepat. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan
setelah evaluasi/ penilaian mengenai efektifitasnya dlm mencapai tujuan
yang dikehendaki pengambil keputusan.
TIFFIN dan McCORMICK dalam bukunya Industrial Psychology
dan khususnya IRWIN D.J BROSS dalam Design for Decision membahas
secara panjang lebar proses pengambilan keputusan.
Bagaimana keputusan diambil seseorang ditentukan sekali oleh :
a. Kemampuan/ keberanian/ watak individu yang bersangkutan yang
harus mengambil keputusan
b. Pendidikannya, yaitu pendidikan formil dan non formil
c. Jenis keputusan yang harus diambil
d. Cara bagaimana informasi tentang hal yang mengakibatkan individu
harus mengambil keputusan, disampaikan kepadanya.
Selanjutnya pengambilan keputusan akan mudah atau sukar
apabila :
a. Persoalan sudah sering dihadapi
b. Jumlah faktor yang membuat ia harus mengalami keputusan
Suatu pengambilan keputusan selalu didahului oleh :
a. Penyampaian dari sesuatu kepada sesorang melalui lambang
komunikasi
b. Adanya asumsi atau pernyataan tentang masalah
Sifat karakter setiap individu tidak mempunyai objek yang terlihat
jelas dan tertentu, tetapi berperan dalam menghadapi beragai situasi dan
kondisi hidup serta berbagai macam objek. Saat berkehendak, setiap
individu secara manusiawi dapat dibedakan menjadi beberapa aspek yang
masing-masing memiliki perbedaan sehingga muncullah perbedaan yang
tampak diantara karakter-karakter yang ada. Beberapa aspek tersebut
sebagai berikut:
a) Mempertimbangkan kemauan atau hasrat-hasrat yang ada. Hasrat psikis
adalah kecenderungan dalam alam sadar yang menimbulkan motif-motif,
yakni daya-daya penggerak untuk berbuat sesuatu demi mencapai tujuan. Jika
hasrat tersebut muncul bertentangan makan akan terjadi sesuatu yang disebut
pertarungan motif. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mempertimbangka
hasrat tersebut sangat bersifat individual, bergantung pada jumlah objek yang
menjadi hasrat serta pertimbangan mengenai keuntungan dan kerugian dari
hasrat tersebut.
b) Pengambilan keputusan. Setelah mempertimbangkan beberapa waktu untuk
menentukan motif pilihan dan hasrat yang akan menjadi aktif, hasrat yang
terpilih akan menjadi dasar bagi pengambilan tindakan. Pada pengambilan
keputusan terjadi beberapa perbedaan antara karakter-karakter yang dimiliki

3
setiap individu. Ada individu yang dalam mengambil keputusan
melakukannya secara wajar tanpa menunggu waktu terlalu lama serta tidak
tergesa-gesa, ada individu yang tidak kunjung mengambil keputusan sehingga
berlarut-larut, dan ada juga individu yang mengambil keputusan dengan
sangat cepat tanpa berfikir panjang.
Beberapa sifat individu dalam pengambilan keputusan yaitu seperti berikut :
1. Sifat pengambilan keputusan yang tergesa-gesa. Individu yang
mempunyai karakter ini, dalam pengambil keputusan kurang didukung
oleh hasrat dan motif yang kuat. Hal ini disebabkan karena individu
tersebut kurang memahami pentingnya keputusan dan akibat yang akan
didapatkan dari keputusan yang telah diambilnya atau individu tersebut
orang yang impulsive sehingga kurang berfikir panjang sebelum
mengambil keputusan dan ingin secepatnya bertindak, bahkan mungkin
selalu dilanda rasa khawatir yang berlebihan.
2. Sifat individu yang tidak dapat mengambil keputusan. Individu yang
mempunyai karakter seperti ini tidak akan kunjung berkeputusan dan tidak
mempunyai kepastian atau merasa ragu-ragu dalam pengambilan
keputusan.Individu ini sangan sulit dalam menentukan pilihan, dia ingin
kedua-duanya dan tetap berusaha untuk menyatukan alternative-alternatif
yang tidak dapat dipersatukan. Mungkin juga individu tersebut takut
memikul tangggung jawab dan menanggung risiko atau bisa juga
disebabkan adanya perasaaan depresif yang menghilangkan kemauan.
3. Sifat yang hanya mengikuti kehendak sendiri. Orang ini cenderung tidak
mau mengikuti pendapat atau keinginan orang lain, dia ingin memuktikan
bahwa dia mampu berbuat untuk dirinya sendiri. Demikian pula dalam
pengambilan keputusan, dia ingin melakukannya berdasarkan
pertimbangan motif dan hasratnya sendiri, dia hanya ingin menolak
pegaruh dari orang lain. Namun sebenarnya dia masih enggantungkan diri
terhadap kehendak orang lain hanya saja dengan arah yang berlawanan.
Hal ini menandakan manifestasi dari kepribadian yang lemah.
4. Sifat yang tidak mampu berdiri sendiri. Individu ini cenderung
menyerahkan pengambilan keputusan kepada orang lain, dia lebih memilih
mengikuti pendapat dan keputusan orang lain. Hal ini dilakukan karena
takut menanggung resiko dan tanggung jawab, sehingga ini menandakan
manifestasi dari kepribadian yang lemah.
c) Melaksanakan keputusan. Individu yang telah mengambil keputusan
mengenai motif yang diinginkan, dia harus bertindak konsekuen terhadap
keputusannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Apabila pelaksanaan
keputusan tidak sampai sasaran maka perlu diadakan tinjauan kembali
terhadap cara pelaksanaan keputusan atau terhadap keputusan yang
diambilnya. Dalam melaksanakan keputusan akan didapati berbagai perbedaan
karakter yang dimiliki setiapa individu sehingga akan mempengaruhi tujuan
yang dicapai.

4
E. Lingkungan Situasi Keputusan
Lingkungan eksternal meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi,
politik, alam dan pembatasan-pembatasan suatu negara berupa “quota”.
Sedangkan lingkungan internal meliputi mutu rendah, kurangnya promosi,
pelayanan konsumen tidak memuaskan dan sales/ agen tidak
bergairah.Pengambilan keputusan yang baik harus mempertimbangkan
kondisi, kehendak dan konsekuensinya.
F. Hal-hal yang perlu ditekankan kepada klien dalam pengambilan keputusan
1. Hati-hati dan bersikap bijaksana dalam pengambilan keputusan karena
berkaitan dengan masalah kehamilan, persalinan dan masa nifas.
Pengambilan keputusan dibuat setelah klien diberi informasi
secukupnya untuk menimbang pilihan sesuai dengan situasinya.
2. Bantu klien dalam pengambilan keputusan dengan memberikan saran
yang sesuai dengan riwayat kesehatannya, keinginan pribadi dan
situasi.
3. Keputusan merupakan hak dan menjadi tanggung jawab klien.
4. Konseling bukan proses informasi, melainkan informasi setelah
konselor memperoleh data atau informasi tentang keadaan dan
kebutuhan klien dan informasi yang diberikan sesuai dengan kondisi
klien dan kebutuhannya.
Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
1. Fisik
Pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan fisik (tidak berat
dan tidak memforsir tenaga).
Menghindari tingkah laku yg menimbulkan ketidaksenangan dan
memilih tingkah laku yg menimbulkan kesenangan.
2. Emosional
Biasa terjadi pada kaum perempuan.
Sikap subjektivitas akan mempengaruhi keputusan yang diambil.
3.Rasional
Biasa didasarkan pada pengetahuan (orang terpelajar dan intelektual).
Orang mendapat informasi, memahami situasi dan berbagai
konsekuensinya.
4. Praktikal
Didasarkan kepada keterampilan individu dan kemampuan
melaksanakannya (untuk menilai potensi diri dan kepercayaan diri)
5. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan social.
Hubungan antara satu orang dan orang lain mempengaruhi tindakan
individu.
6. Struktural
Didasarkan pada lingkup social, ekonomi dan politik.
Lingkungan bisa mendukung maupun mengkritik.

5
FUNGSI PEMERIKSAAN K1- K4
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia terkait dengan rendahnya kualitas
berbagai program dalam upaya penurunana AKI telah dilaksanakan oleh
pemerintah seperti dalam program Safe Motherhood (SM) yang dikenal 4 pilar
yaitu : keluarga berencana, persalinan bersih, penanganan masa nifas dan
antenatal care.

Tujuan Pelayanan Antenatal


1. Menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat.
2. Memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan merencanakan
penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi.
3.  Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal.           

A.     Jadwal kunjungan asuhan antenatal


Dalam bahasa program kesehatan ibu dan anak, kunjungan antenatal ini
diberi kode angka K yang merupakan singkatan dari kunjungan. Pemeriksaan
antenatal yang lengkap adalah K1, K2, K3 dan K4. Hal ini berarti, minimal
dilakukan sekali kunjungan antenatal hingga usia kehamilan 28 minggu, sekali
kunjungan antenatal selama kehamilan 28-36 minggu dan sebanyak dua kali
kunjungan antenatal pada usia kehamilan diatas 36 minggu.
Selama melakukan kunjungan untuk asuhan antenatal, para ibu hamil akan
mendapatkan serangkaian pelayanan yang terkait dengan upaya memastikan ada
tidaknya kehamilan dan penelusuran berbagai kemungkinan adanya penyulit
atau gangguan kesehatan selama kehamilan yang mungkin dapat mengganggu
kualitas dan luaran kehamilan. Identifikasi kehamilan diperoleh melalui
pengenalan perubahan anatomi dan fisiologi kehamilan seperti yang telah
diuraikan sebelumnya. Bila diperlukan, dapat dilakukan uji hormonal kehamilan
dengan menggunakan berbagai metoda yang tersedia.

Ada 6 alasan penting untuk mendapatkan asuhan antenatal, yaitu:


1. Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas kesehatan
2. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang
dikandungnya.
3. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya
4. Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan risiko tinggi
5. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga kualitas
kehamilan
6. Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan
membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.
Perencanaan
Jadwal pemeriksaan (usia kehamilan dari hari pertama haid terakhir) :
 sampai 28 minggu    : 4 minggu sekali
 28 – 36 minggu        : 2 minggu sekali
 di atas 36 minggu     : 1 minggu sekali

6
KECUALI jika ditemukan kelainan / faktor risiko yang memerlukan
penatalaksanaan medik lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif.
KUNJUNGAN / PEMERIKSAAN PERTAMA ANTENATAL CARE
1. menentukan diagnosis ada/tidaknya kehamilan
2. menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan
3. menentukan status kesehatan ibu dan janin
4. menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta ada/ tidaknya faktor
risiko kehamilan
5. menentukan rencana pemeriksaan/penatalaksanaan selanjutnya

Tujuan kunjungan K1
K1 Kehamilan adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas
kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan seorang ibu hamil sesuai
standar pada Trimester pertama kehamilan, dimana usia kehamilan 1 sampai 12
minggu dengan jumlah kunjungan minimal satu kali
 Meliputi :
1. Identitas/biodata
2.  Riwayat kehamilan
3. Riwayat kebidanan
4. Riwayat kesehatan
5. Pemeriksaan kehamilan
6. Pelayanan kesehatan
7. Penyuluhan dan konsultasi

serta mendapatkan pelayanan 7T yaitu :


1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur Tekanan Darah
3. Skrinning status imunisasi Tetanus dan berikan Imunisasi Tetanus
Toxoid (TT) bila diperlukan
4. Ukur tinggi fundus uteri
5. Pemberian Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan
6. Test Laboratorium (rutin dan Khusus)
7. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Atau yang terbaru 10T yaitu dengan menambahkan 7T tadi dengan:
8. Nilai status Gizi (ukur lingkar lengan atas)
9. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
10. Tata laksana kasus. 

Cakupan K1 yang rendah berdampak pada rendahnya deteksi dini kehamilan


berisiko, yang kemudian mempengaruhi tingginya AKB dan AKI.
Tujuan k1  :
a) Menjalin hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan klien
b) mendeteksi komplikasi-komplikasi/masalah yang dapat diobati sebelum
mengancam  jiwa ibu

7
c) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia karena
(-) Fe atau penggunaan praktek tradisional yang merugikan
d) Memulai mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan. Asuhan itu
penting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kalahiran berjalan normal
dan tetap demikian seterusnya.
e) Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan
sebagainya) bertujuan untuk mendeteksi dan mewaspadai.
f) Memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu maupun bayinya dengan
jalan menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu
g) Mengidentifikasi faktor risiko dengan mendapatkan riwayat detail kebidanan
masa lalu dan sekarang, riwayat obstetrik, medis, dan pribadi serta keluarga.
h) Memberi kesempatan pada ibu dan keluarganya mengekspresikan dan
mendiskusikan adanya kekhawatiran tentang kehamilan saat ini dan
kehilangan kehamilan yang lalu, persalinan, kelahiran atau puerperium.
K1 ini mempunyai peranan penting dalam program kesehatan ibu dan anak yaitu
sebagai indikator pemantauan yang dipergunakan untuk mengetahui jangkauan
pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat
(Depkes RI, 2001).

Tujuan Kunjungan k2
K2 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada trimester
II (usia kehamilan 12 – 28 minggu) dan mendapatkan pelayanan 7T atau 10T
setelah melewati K1.
Tujuan k2 :
a) Menjalin hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan klien
b) Mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa
c) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia
karena (-) Fe atau penggunaan praktek tradisional yang merugikan
d) Memulai mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan. Asuhan
itu penting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kalahiran berjalan
normal dan tetap demikian seterusnya
e) Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan
sebagainya) bertujuan untuk mendeteksi dan mewaspadai.
f) Kewaspadaan khusus mengenai PIH (Hipertensi dalam kehamilan),
tanyakan gejala, pantau TD (tekanan darah), kaji adanya edema dan
protein uria.
g) Pengenalan koplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
h) Penapisan pre-eklamsia, gameli, infeksi, alat rerproduksi dan saluran
perkemihan.
i) Mengulang perencanaan persalinan.
Tujuan Kunjungan k3 dan k4
K3 dan K4 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada
trimester III (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan.
akhir) dan mendapatkan pelayanan 7T setelah melewati K1 dan K2.
Tujuan k4
a) Sama dengan kunjungan I dan II

8
b) Palpasi abdomen
c) Mengenali adanya kelainan letak dan persentase yang memerlukan kehahiran
RS.
d) Memantapkan persalinan Mengenali tanda-tanda persalinan.
Menurut Muchtar (2005), jadwal pemeriksaan antenatal yang dianjurkan adalah :
a. Pemeriksaan pertama kali yang ideal yaitu sedini mungkin ketika haid
terlambat satu bulan
b. Periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan
c. Periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan
d. Pemeriksaan ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan
e. Periksa khusus bila ada keluhan atau masalah

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat strategi yang
dapat membantu klien mengambil keputusannya.
a. Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya. Beri kesempatan
klien untuk melihat lagi beberapa alternative pilihannya, agar tidak
menyesal atau kecewa terhadap pilihannya.
b. Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan, dengan
melihat kembali keiuntungan atau konsekuensi positif dan kerugiannya
atau konsekuensi negatif.
c. Membantu klien mengevaluasi pilihan. Setelah klien menetapkan pilihan,
bantu klien untuk mencermati pilihannya.
d. Membantu klien menyusun rencana kerja, untuk menyelesaikan
masalahnya.
Selain itu, dalam membantu klien mengambil keputusan, bidan
(konselor) memperhatikan :
a. Langkah dalam pembuatan keputusan yang baik
b. Teori pengambilan keputusan
c. Inti pengambilan keputusan
d. Lingkungan situasi keputusan
e. Hal-hal yang perlu ditekankan kepada klien dalam pengambilan
keputusan

B. Saran
1. Sebagai seorang bidan yang juga berperan sebagai konselor bagi klien,
maka diwajibkan memiliki strategi untuk membantu klien dalam
membuat keputusan
2. Setelah strategi itu dibuat, harus segera dilaksanakan sesuai dengan
kondisi dan permasalahan yang dihadapi klien
3. Bidan harus menyusun, menganalisa, dan menilai keefektifan strategi
yang dipilihnya sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapi
klien.

10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertolongan persalinan oleh bidan merupakan salah satu strategi
dalam menangani masalah kesehatan ibu dan anak. Di Indonesia
pemanfaatan pertolongan persalinan oleh bidan dimasyarakat masih sangat
rendah di bandingkandenganindikator yang diharapkan. Penelitian ini
merupakan penelitian survey bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap pemilihan penolong
persalinan. Dalam praktik kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang
berkualitas sangat dibutuhkan. Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara
bidan membina hubungan, baik sesama rekan sejawat ataupun dengan
klien serta keluarganya. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan juga ditentukan oleh keterampilan bidan untuk berkomunikasi
secara efektif dan melakukan konseling yang melakukan konseling yang
baik kepada klien. Karena melalui komunikasi yang efektif serta konseling
yang berhasil, kelangsungan dan kesinambungan penggunaan jasa
pelayanan bidan untuk kesehatan wanita selama siklus kehidupan akan
tercapai. Konseling kebidanan adalah suatu  proses pembelajaran,
pembinaan hubungan baik, pemberian bantuan dan bentuk kerja sama
yang dilakukan secara professional (sesuai dengan bidangnya) oleh bidan
kepada klien untuk memecahkan masalah, mengatasi hambatan
perkembangan, dan erkembangan, dan memenuhi kebutuhan klien. Dalam
memberikan asuhan kebidanan, bidan senantiasa menghadapi pasien yang
memiliki kondisi yang sangat kompleks sifatnya, baik ditinjau dari segi
latar belakang sosial budayanya,  pendidikannya, cita-cita dan
keinginannya. Gejolak emosional seperti ini harus memperoleh respon
yang positif dari seorang bidan selama memberikan pelayanan kebidanan
sehingga diperlukan sebuah strategi yang tepat dalam memberikan asuhan
kebidanan kepada pasien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Strategi untuk membantu klien dalam pengambilan keputusan
persalinan ?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi tips pengambilan keputusa dalam
persalinan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui strategi membantu klien dalam pengambilan
keputusan.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tips pengambilan
keputusan dalam persalinan.

11
BAB II
PEMBAHASAN

A. Strategi Membantu Klien dalam Pengambilan Keputusan Persalinan


Kemampuan dan keterampilan dalam membuat keputusan,
terutama dalam masalah kedaruratan merupakan hal yang sangat penting.
Dalam konseling pengambilan keputusan mutlak ada di tangan klien,
sedangkan bidan membantu agar keputusan yang diambil klien tersebut
tepat. Bila masalah dan kebutuhan klien telah diketahui dengan jelas.
Maka bantu klien menyelesaikan masalahnya, terutama yang berkaitan
dengan kebidanan.
Ada empat strategi yang dapat membantu klien mengambil keputusannya.
5. Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya. Beri kesempatan
klien untuk melihat lagi beberapa alternative pilihannya, agar tidak
menyesal atau kecewa terhadap pilihannya.
6. Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan, dengan
melihat kembali keiuntungan atau konsekuensi positif dan
kerugiannya atau konsekuensi negatif.
7. Membantu klien mengevaluasi pilihan. Setelah klien menetapkan
pilihan, bantu klien untuk mencermati pilihannya.
8. Membantu klien menyusun rencana kerja, untuk menyelesaikan
masalahnya.

a. Langkah dalam pembuatan keputusan yang baik


Dalam mengambil keputusan yang baik kita di kenalkan
dengan 3K dalam pengambilan keputusan yaitu mempertimbangkan
kondisi, kehendak dan konsekuensinya.
Adapun langkah dalam pembuatan keputusan yang baik antara
lain:
4. Langkah pertama
Identifikasi kondisi yang dihadapi oleh klien
5. Langkah kedua
Susunlah daftar kehendak atau pilihan keputusan
6. Langkah ketiga
Untuk setiap pilihan, buatlah daftar konsekuensinya baik yang
positif maupun negative.

b. Teori Pengambilan Keputusan


Pola dasar berpikir dalam konteks organisasi meliputi:
5. Penilaian situasi (Situational Approach): untuk menghadapi
pertanyaan “apa yang terjadi?”.

12
6. Analisis persoalan (Problem Analysis): dari pola pikir sebab-akibat.
7. Analisis keputusan (Decision Analysis): didasarkan pada pola
berpikir mengambil pilihan.
8. Analisis persoalan potensial (Potential Problem Analysis):
didasarkan pada perhatian peristiwa masa depan, yang mungkin
yang dapat terjadi.

c. Inti pengambilan keputusan


Proses komunikasi dalam masyarakat modern dihadapi dengan
proses pengambilan keputusan, artinya memilih antara lebih dari satu
kemungkinan, berarti memilih alternatif, alternatif yg terbaik (the best
alternative). Pengambilan keputusan terletak dlm perumusan berbagai
alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian &
dalam pemilihan alternatif yang tepat. Pengambilan keputusan tersebut
dilakukan setelah evaluasi/ penilaian mengenai efektifitasnya dlm
mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan.
TIFFIN dan McCORMICK dalam bukunya Industrial
Psychology dan khususnya IRWIN D.J BROSS dalam Design for
Decision membahas secara panjang lebar proses pengambilan
keputusan.
Bagaimana keputusan diambil seseorang ditentukan sekali oleh :
e. Kemampuan/ keberanian/ watak individu yang bersangkutan yang
harus mengambil keputusan
f. Pendidikannya, yaitu pendidikan formil dan non formil
g. Jenis keputusan yang harus diambil
h. Cara bagaimana informasi tentang hal yang mengakibatkan
individu harus mengambil keputusan, disampaikan kepadanya.
Selanjutnya pengambilan keputusan akan mudah atau sukar apabila :
c. Persoalan sudah sering dihadapi
d. Jumlah faktor yang membuat ia harus mengalami keputusan
Suatu pengambilan keputusan selalu didahului oleh :
c. Penyampaian dari sesuatu kepada sesorang melalui lambang
komunikasi
d. Adanya asumsi atau pernyataan tentang masalah
Sifat karakter setiap individu tidak mempunyai objek yang
terlihat jelas dan tertentu, tetapi berperan dalam menghadapi beragai
situasi dan kondisi hidup serta berbagai macam objek. Saat
berkehendak, setiap individu secara manusiawi dapat dibedakan
menjadi beberapa aspek yang masing-masing memiliki perbedaan

13
sehingga muncullah perbedaan yang tampak diantara karakter-
karakter yang ada. Beberapa aspek tersebut sebagai berikut:
d) Mempertimbangkan kemauan atau hasrat-hasrat yang ada.
Hasrat psikis adalah kecenderungan dalam alam sadar yang
menimbulkan motif-motif, yakni daya-daya penggerak untuk
berbuat sesuatu demi mencapai tujuan. Jika hasrat tersebut
muncul bertentangan makan akan terjadi sesuatu yang disebut
pertarungan motif. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mempertimbangka hasrat tersebut sangat bersifat individual,
bergantung pada jumlah objek yang menjadi hasrat serta
pertimbangan mengenai keuntungan dan kerugian dari hasrat
tersebut.
e) Pengambilan keputusan. Setelah mempertimbangkan beberapa
waktu untuk menentukan motif pilihan dan hasrat yang akan
menjadi aktif, hasrat yang terpilih akan menjadi dasar bagi
pengambilan tindakan. Pada pengambilan keputusan terjadi
beberapa perbedaan antara karakter-karakter yang dimiliki
setiap individu. Ada individu yang dalam mengambil keputusan
melakukannya secara wajar tanpa menunggu waktu terlalu lama
serta tidak tergesa-gesa, ada individu yang tidak kunjung
mengambil keputusan sehingga berlarut-larut, dan ada juga
individu yang mengambil keputusan dengan sangat cepat tanpa
berfikir panjang.
Beberapa sifat individu dalam pengambilan keputusan
yaitu seperti berikut :
5. Sifat pengambilan keputusan yang tergesa-gesa. Individu
yang mempunyai karakter ini, dalam pengambil keputusan
kurang didukung oleh hasrat dan motif yang kuat. Hal ini
disebabkan karena individu tersebut kurang memahami
pentingnya keputusan dan akibat yang akan didapatkan dari
keputusan yang telah diambilnya atau individu tersebut orang
yang impulsive sehingga kurang berfikir panjang sebelum
mengambil keputusan dan ingin secepatnya bertindak,
bahkan mungkin selalu dilanda rasa khawatir yang
berlebihan.
6. Sifat individu yang tidak dapat mengambil keputusan.
Individu yang mempunyai karakter seperti ini tidak akan
kunjung berkeputusan dan tidak mempunyai kepastian atau
merasa ragu-ragu dalam pengambilan keputusan.Individu ini
sangan sulit dalam menentukan pilihan, dia ingin kedua-
duanya dan tetap berusaha untuk menyatukan alternative-
alternatif yang tidak dapat dipersatukan. Mungkin juga
individu tersebut takut memikul tangggung jawab dan

14
menanggung risiko atau bisa juga disebabkan adanya
perasaaan depresif yang menghilangkan kemauan.
7. Sifat yang hanya mengikuti kehendak sendiri. Orang ini
cenderung tidak mau mengikuti pendapat atau keinginan
orang lain, dia ingin memuktikan bahwa dia mampu berbuat
untuk dirinya sendiri. Demikian pula dalam pengambilan
keputusan, dia ingin melakukannya berdasarkan
pertimbangan motif dan hasratnya sendiri, dia hanya ingin
menolak pegaruh dari orang lain. Namun sebenarnya dia
masih enggantungkan diri terhadap kehendak orang lain
hanya saja dengan arah yang berlawanan. Hal ini
menandakan manifestasi dari kepribadian yang lemah.
8. Sifat yang tidak mampu berdiri sendiri. Individu ini
cenderung menyerahkan pengambilan keputusan kepada
orang lain, dia lebih memilih mengikuti pendapat dan
keputusan orang lain. Hal ini dilakukan karena takut
menanggung resiko dan tanggung jawab, sehingga ini
menandakan manifestasi dari kepribadian yang lemah.
f) Melaksanakan keputusan. Individu yang telah mengambil
keputusan mengenai motif yang diinginkan, dia harus bertindak
konsekuen terhadap keputusannya untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Apabila pelaksanaan keputusan tidak sampai sasaran
maka perlu diadakan tinjauan kembali terhadap cara
pelaksanaan keputusan atau terhadap keputusan yang
diambilnya. Dalam melaksanakan keputusan akan didapati
berbagai perbedaan karakter yang dimiliki setiapa individu
sehingga akan mempengaruhi tujuan yang dicapai.

e. Lingkungan Situasi Keputusan


Lingkungan eksternal meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi,
politik, alam dan pembatasan-pembatasan suatu negara berupa “quota”.
Sedangkan lingkungan internal meliputi mutu rendah, kurangnya promosi,
pelayanan konsumen tidak memuaskan dan sales/ agen tidak
bergairah.Pengambilan keputusan yang baik harus mempertimbangkan
kondisi, kehendak dan konsekuensinya.

Hal-hal yang perlu ditekankan kepada klien dalam pengambilan keputusan


5. Hati-hati dan bersikap bijaksana dalam pengambilan keputusan karena
berkaitan dengan masalah kehamilan, persalinan dan masa nifas.
Pengambilan keputusan dibuat setelah klien diberi informasi
secukupnya untuk menimbang pilihan sesuai dengan situasinya.
6. Bantu klien dalam pengambilan keputusan dengan memberikan saran
yang sesuai dengan riwayat kesehatannya, keinginan pribadi dan
situasi.

15
7. Keputusan merupakan hak dan menjadi tanggung jawab klien.
8. Konseling bukan proses informasi, melainkan informasi setelah
konselor memperoleh data atau informasi tentang keadaan dan
kebutuhan klien dan informasi yang diberikan sesuai dengan kondisi
klien dan kebutuhannya.

B. Faftor yang mempengaruhi tips pengambilan keputusan dalam persalinan


mencakup Kala I, II, III dan IV

a. Faktor power
Power adalah kekuatan yang mendorong janin lahir keluar.
Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan ialah : his,
kontraksi otot- otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligament,
dengan kerjasama yang baik dan sempurna.
1) His (kontraksi uterus)
His adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja
dengan baik dan sempurna dengan sifat- sifat : kontraksi simetris,
fundus dominan, kemudian diikuti relaksasi. Pada saat kontraksi
otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih
pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil mendorong janin dan
kantong amnion kerah bawah rahim dan serviks. Menurut
Yanti(2010), dalam melakukan observasi pada ibu bersalin, hal-hal
yang harus diperhatikan ibu bersalin adalah :
a) Frekuensi his : jumlah his dalam waktu tertentu biasanya
permenit atau per 10 menit
b) Intensitas his : kekuatan his (adekuat atau lemah)
c) Durasi lama his : lamanya setiap his berlangsung dan ditentukan
dengan detik, misalnya 50 detik.
d) Interval his : jarak antara his satu dengan his berikutnya .
e) Misal his datang tiap 2-3 menit
f) Datangnya his : apakah sering / teratur atau tidak.

2) Tenaga mengejan Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban


pecah tenaga yang mendorong anak keluar selain his, terutama
disebabkan oleh kontrkasi otot-otot dinding perut yang
mengakibatkan peninggian tekanan intra abdominal. Tenaga ini
serupa dengan tenaga mengejan waktu kita buang air besar tapi
jauh lebi kuat lagi. Saat kepala sampai pada dasar panggul timbul
suatu reflek yang mengakibatkan ibu menutup glottisnya,
mengkontraksikan otot-otot perutnya dan menekan diafragmanya
kebawah. Tenaga mengejan ini hanya akan dapat berhasil, bila
pembukaan sudah lengkap dan paling efektif suatu ada his (Yanti,
2010)

16
b. Passage (jalan lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat,
dasar panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun
jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul
menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan
dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya
terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan
bentuk panggul haris ditentukan , sebelum persalinan dimulai.
(Sumarah 2008).
c. Passenger (janin dan plasenta)
Passanger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir yang
merupakan akibat interaksi beberapa faktor yakni ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Karena plasenta juga
melewati jalan lahir, maka dianggap juga sebagai bagian dari
passanger yang menyertai jalan janin, namun plasenta jarang
menghambat proses persalinan pada kehamilan normal. Presentasi
adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu atas panggul
dan melalui jalan lahir persalinan. Tiga presentase janin yaitu kepala
(96%), bokong (3%), bahu (1%). Sedangkan letak janin ada dua
macam yaitu letak memanjang dan letak melintang. Letak memanjang
dapat berupa presentase kepala tauapun bokong. Presentase ini
tergantung pada struktur janin yang pertama memasuki panggul ibu.
d. Psikis
Keadaan psikologi ibu mempengaruhi proses persalinan, ibu
bersalin yang didampingi suami dan orang-orang yang dicintainya
cenderung mengalami proses persalinan yang lebih lancar
dibandingkan dengan ibu bersalin yang tanpa didampingi suami atau
orang-orang yang dicintainya. Ini menunjukan bahwa dukungan
mental berdampak positif bagi keadaan psikis ibu, yang berpengaruh
pada kelancaran proses persalinan (Asrinah 2010). Tingkat kecemasan
ibu selama bersalin akan meningkat jika ia tidak memahami apa yang
terjadi pada dirinya atau yang disampaikan kepadanya. Ibu bersalin
biasanya akan mengutarakan kekhawatirannya jika ditanya.
Membantu ibu berpartisipasi sejauh yang diinginkan dalam
melahirkan. Memenuhi harapan ibu akan hasil akhir persalinannya,
membantu ibu menghemat tenaga, mengendalikan rasa nyeri
merupakan suatu upaya dukungan dalam mengurangi kecemasan
pasien. Dukungan psikologi dari orangorang terdekat akan membantu
memperlancar proses persalinan yang sedang berlangsung. Kamar
bersalin, memberi sentuhan, memberi analgesia jika diperlukan dan
yang paling penting berada disisi pasien adalah dukungan psikologi
(Sumarah 2009).
Faktor psikis ibu tidak kalah pentingnya untuk lancarnya sebuah
proses persalinan. Ibu yang dalam kondisi stress, otot-otot tubuhnya
termasuk otot rahim mengalami spasme yang dapat meningkatkan rasa
nyeri persalinan sehingga menghambat proses persalinan (Yanti,

17
2010). Rasa takut dan cemas akan meningkatkan respon seseorang
terhadap sakit. Rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui.
e. Penolong
Perubahan psikologis ibu bersalin wajar terjadi pada setiap orang,
namun ibu memerlukan bimbingan dari keluarga dan penolong
persalinan agar dapat menerima keadaan yang terjadi selama
persalinan sehingga dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi
pada dirinya. Perubahan psikologis selama persalinan sehingga dapat
beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Perubahan
psikologis selama persalinan perlu diketahui oleh penolong persalinan
dalam melaksanakan tuganya sebagai pendamping atau penolong
persalinan. Tidah hanya itu, penolong yang sudah mendapat
kepercayaan dari ibu yang akan bersalin harus menunjukan keahlianya
maupun ketrampilannya, sehingga disini ibu yang akan bersalin
merasa nyaman dan tenang dalam menghadapi proses persalinannya
(Sumarah , 2008).

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat empat strategi yang dapat membantu klien mengambil
keputusannya.
e. Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya. Beri kesempatan
klien untuk melihat lagi beberapa alternative pilihannya, agar tidak
menyesal atau kecewa terhadap pilihannya.
f. Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan, dengan
melihat kembali keiuntungan atau konsekuensi positif dan kerugiannya
atau konsekuensi negatif.
g. Membantu klien mengevaluasi pilihan. Setelah klien menetapkan pilihan,
bantu klien untuk mencermati pilihannya.
h. Membantu klien menyusun rencana kerja, untuk menyelesaikan
masalahnya.
Selain itu, dalam membantu klien mengambil keputusan dalam
persalinan, bidan (konselor) memperhatikan :
f. Langkah dalam pembuatan keputusan yang baik
g. Teori pengambilan keputusan
h. Inti pengambilan keputusan
i. Lingkungan situasi keputusan
j. Hal-hal yang perlu ditekankan kepada klien dalam pengambilan
keputusan

19
ANALISA JURNAL
METODE PICO

1. Pengaruh Postnatal Massage terhadap Proses Involusi dan Laktasi Masa


Nifas di Malang
Jiarti Kusbandiyah, Yuniar Angelia Puspadewi
Prodi Kebidanan Stikes Widyagama Husada Malang
Publikasi 05/04/2020

ABSTRAK
Masa Nifas merupakan masa kritis bagi ibu pasca melahirkan. Ketidaksiapan
secara fisik, psikis, mental dan spiritual dalam menghadapi masa ini akan
membuat masa nifas berjalan tidak normal. Parameter kesuksesan masa nifas
adalah proses involusi dan laktasi. Permasalahn involusi dilihat dari banyak-
nya perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteridi Kabupaten
Malang sebanyak 34%, sedangkan permasalahan laktasi dikaitkan dengan
pemberian ASI Eksklusif di Kota Malang masih rendah sekitar 60%. Salah
satu upaya yang bisa dilakukan adalah tindakan postnatal massage.Tindakan
tersebut dapat merelaksasikan ketegangan dan mengatasi keletihan pasca
melahirkan yang dapat memicu subinvolusi dan kegagalan laktasi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh postnatal massage terhadap proses
involusi dan laktasi pada masa nifas. Penelitian dilaksanakan di beberapa
Bidan Praktik Mandiri (PMB) di kota dan kabupaten Malang menggunakan
desain quasi experimental. Populasi adalah ibu postpartum 2 jam sampai
dengan 6 hari. Sampel diambil menggunakan purposive sampling sebanyak
masing-masing 21 ibu postpartum kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Data penelitian menggunakan data primer dan dianalisis secara
deskriptif dan analitik.Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney
menunjukkan hasil p-value 0,093 untuk involusi dan 0,369 untuk laktasi.
Kesimpulannya adalah tidak ada pengaruh signifikan antara postnatal
massage dengan involusi dan laktasi pada masa nifas. Postnatal massage lebih
berkaitan dengan efek jangka pendek dalam memberikan efek relasasi dan
mengurangi keletihan pasca melahirkan. Dukungan dan motivasi dalam
bentuk dukungan psikologis dan peran dalam merawat bayi sangat diperlukan
oleh ibu postpartum dalam menjaga proses involusi dan laktasi tetap lancar.

Kata Kunci : Involusi, Laktasi, Postnatal Masssage


Sumber : https://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk/article/view/510

20
Tabel 1. Pengaruh Postnatal Massage terhadap Proses Involusi dan
Laktasi Masa Nifas di Malang

ANALISA TELAAH KRITIS


Ibu postpartum 2 jam sampai dengan 6 hari.
 Penelitian ini dilakukan dengan deskriptif analitik
dengan desain quasi experimental.
P  Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling
( Populasi ) sebanyak masing-masing 21 ibu postpartum kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol.
 Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney dengan
SPSS 16.

Ibu postpartum yang diberikan perlakuan postnatal massage.


Postnatal massage dilakukan 24 jam pasca persalinan mulai
dari area ekstrimitas, punggung, pinggang abdomen dan
I bokong. Massage di lakukan 1 kali dalam 24 jam pasca
(Intervensi) persalinan membutuhkan waktu 30 menit. Proses involusi
dan laktasi di kaji saat 2 jam post partum dan di evaluasi 6
hari post partum.
Data penelitian menunjukkan :
 Pada 2 jam PP dan 6 hari PP penuruan TFU pada
kelompok perlakuan 66,7%.
 Data laktasi terlihat Sebagian besar ibu memerikan
ASI kepda bayinya pada kelompok perlakuan.

Ibu postpartum yang tidak diberikan perlakuan postnatal


C massage.
(Control/ Data penelitian menunjukkan :
Comparative)  Pada 2 jam PP dan 6 hari PP penuruan TFU pada
kelompok perlakuan 90%.
 Data laktasi terlihat sebagian besar ibu memerikan
ASI kepda bayinya pada kelompok kontrol.

Pengaruh postnatal massage terhadap proses involusi dan


O laktasi masa nifas.
(Outcome)  Setelah dilakukan analisis menggunakan uji mann-
whitney didapatkan hasil p-value 0,093 lebih besar
dari 0,05, artinya tidak terdapat pengaruh antara
postnatal massage dengan proses involusi. Involusi
pada kelompok kontrol hampir sama dengan
kelompok perlakuan.

21
 Setelah dilakukan analisis menggunakan uji mann-
whitney didapatkan hasil p-value 0,369 lebih besar
dari 0,05, artinya tidak terdapat pengaruh antara
postnatal massage dengan laktasi pada ibu nifas.
Jumlah ibu nifas yang memberikan ASI Ekslusif
antara yang diberikan postnatal massage dengan
kelompok kontrol hampir sama.

Postnatal massage tidak memberikan pengaruh signifikan


Kesimpulan terhadap involusi artinya ada faktor lain yang bisa
mempengaruhinya. Menurut Wahyuni dan Nurlatifah, 2017
bahwa involusi dipengaruhi oleh mobilisasi, nutrisi dan
laktasi tetapi tidak dipengaruhi oleh paritas. Nutrisi yang
baik akan meningkatkan energi untuk terjadi kontraksi otot
uterus dan didukung oleh mobilisasi yang juga memicu
kontraksi uterus. Produksi ASI juga di pengaruhi oleh
banyak hal antara lain nutrisi dan ketenangan psikologis.
Namun Postnatal massage ini merupakan solusi yang tepat
karena berbeda dengan oksitosin massage yang hanya di
area punggung saja untuk memicu kontraksi. Postnatal
massage ini memberikan sentuhan dan tekanan di seluruh
anggota badan ibu mulai dari punggung sampai dengan
kaki.Dari hasil wawan-cara pasca pemberian treatment
postnatal massage, sebagian besar ibu mengatakan merasa
lebih nya-man, rileks dan nyeri berkurang.

Saran yang bisa disampaikan adalah meskipun


Saran postnatal massage tidak mempunyai pengaruh sig-nifikan
terhadap involusi dan laktasi, tetapi punya pengaruh jangka
pendek terkait relaksasi dan me-ngurangi keletihan pasca
melahirkan. Petugas kese-hatan perlu memberikan edukasi
lebih terkait involusi dan dan laktasi, memberikan senam
nifas kepada ibu nifas dan memberikan KIE kepada
keluarga untuk memberikan dukungan dan motivasi kepada
ibu nifas terkait mobilisasi dan laktasi masa nifas. Dukungan
bisa berupa motivasi psikologis atau peran dalam merawat
bayi saat msa nifas.

2. Hubungan Sumber Informasi Dengan Keputusan Ibu Menyusui Memilih


Kontrasepsi Mal Di Desa Aek Nabara Kabupaten Padang Lawas Tahun
2018

Dalimawaty Kadir

22
Prodi Kebidanan, Akademi Kebidanan Helvetia Medan, Indonesia.

Abstrak
Pengetahuan yang rendah tentang kontrasepsi menyebabkan PUS takut
menggunakan alat kontrasepsi atau menunjukkan sikap yang negatif terhadap
kontrasepsi. Salah satunya adalah tentang MAL.Alat kontrasepsi alami
Metode Amenorhea Laktasi (MAL) sangat berpengaruh dengan minat ibu
nifas untuk menyusui bayinya selama 6 bulan tanpa makanan tambahan
apapun, serta diberikan secara berkala pada bayinya. Tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan sumber informasi dengan keputusan
ibu menyusui memilih kontrasepsi MAL di Desa Aek Nabara Kabupaten
Padang Lawas.Penelitian ini menggunakan survei analitik dengan pendekatan
Cross Sectional. Populasi berjumlah 38 orang, dengan teknik pengambilan
sampel menggunakan total population sehingga sampel dalam penilitian ini
sebanyak 38 orang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,008 (< 0,05).dari
penelitian ini menunjukkan ada hubungan sumber informasi dengan
keputusan ibu menyusui memilih kontrasepsi MAL di Desa Aek Nabara
Kabupaten Padang Lawas tahun 2018. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai sumber informasi bagi ibu menyusui yang menggunakan
MAL dan menyadari betapa pentingnya menggunakan alat kontrasepsi dan
keputusan memilih metode amenorhea lsktasi (MAL), supaya minat ibu-ibu
lain menggunakan metode amenorhea laktasi (MAL) aksemakin meningkat.
Kata Kunci: Sumber Informasi dan Metode Amenorhea Laktasi (MAL)
Sumber : http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk

Tabel 2. Hubungan Sumber Informasi Dengan Keputusan Ibu Menyusui


Memilih Kontrasepsi MAL di Desa Aek Nabara Kabupaten Padang Lawas
Tahun 2018

ANALISA TELAAH KRITIS


Seluruh ibu menyusui eksklusif yang memiliki bayi usia 0-6
bulan di desa Aek Nabara tahun 2018 pada bulan Agustus
P yaitu berjumlah 38 orang.
( Populasi )  Penelitian ini dilakukan dengan survei analitik dengan
desain cross sectional.
 Pengambilan sampel dengan teknik total population
 Analisis data menggunakan chi- square dengan program
SPSS.

Ibu yang mendapat informasi MAL dari tenaga kesehatan.

23
I  Dari hasil penelitian sebanyak 19 respoden yang
(Intervensi) mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan sebagian
besar memilih MAL yaitu sebanyak 13 orang (34,2%).
Sebanyak 2 responden yang mendapatkan informasi dari
media elektronik masing-masing keputusan sebanyak 1
orang (2,6%) ibu yang memilih MAL.

Ibu yang mendapat informasi dari MAL dari keluargda dan


C media cetak.
(Control/  Dari hasil penelitian sebanyak 16 responden yang
Comparative) mendapatkan informasi dari keluarga sebagian besar
tidak memilih metode MAL yaitu sebanyak 14 orang
(36,8%). Dan hanya 1 ibu yang mendapatkan informasi
dari media cetak dengan keputusan tidak memilih metode
MAL 2,6%.

Ada hubungan sumber informasi dengan keputusan ibu


O memilih MAL didesa Aek Nabara dengan nilai
(Outcome) p=0,008(<0,05)

Pengetahuan yang rendah tentang kontrasepsi menyebabkan


Kesimpulan ibu takut dalam menggunakan alat kontrasepsi sehingga ibu
sulit untuk mengambil keputusan dalam memilih alat
kontrasepsi. Sumber informasi sangat penting bagi ibu
dalam mengambil keputusan sehingga perlunya pemilihan
sumber informasi yang tepat dalam pengambilan keputusan.

Peran bidan sangatlah penting yaitu sebagai sumber


Saran informasi yang akurat dan terpercaya. Sehingga bidan perlu
mengembangkan inovasi yang menarik dalam memberikan
komunikasi, informasi, edukasi (KIE) agar ibu atau klien
dapat mudah memahami dan mengakses informasi
kesehatan dari sumber yang benar.

3. PERAN KELUARGA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN IBU


NIFAS UNTUK MELAKUKAN PRAKTIK PANTANG MAKANAN DI
KOTA PEKALONGAN
Indar Widowati, Afiyah Sri Harnany, Zaenal Amirudin
Poltekkes Kemenkes Semarang
Prodi Keperawatan Pekalongan
Email: indarwidowati@gmail.com
ABSTRAK

24
Latar belakang : berpantang makan adalah perilaku individu yang tidak boleh
dimakan makanan tertentu karena ada larangan budaya untuk bermanisan
generasi pada wanita kekanak-kanakan yang menyusui dengan menjauhkan
diri dari makanan tertentu, sangat dipengaruhi oleh beberapa factor termasuk
peran keluarga.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki peranan keluarga dalam
pengambilan keputusan membuat ibu bersalin untuk mempraktekkan
berpantang makan ibu post partum.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.Mengambil peserta
dengan metode PURPUSIVE SAMPLING, peserta adalah empat ibu bersalin
yang tidak makan, sementara itu Triangulasi terdiri dari dua ibu bersalin yang
tidak berpantang dari makanan, dua ibu atau ibu mertua POSTPARTUM ibu
yang berpantang makanan.Dua orang ibu atau ibu mertua POSTPARTUM
ibu-ibu yang tidak berpantang makanan,dan satu bidan.
Data dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam,data diproses dengan
THI metode induksi.
Hasilnya memperlihatkan bahwa praktek berpantang makanan pada ibu
bersalin dipengaruhi oleh anggota keluarga yang masih tinggal dalam satu
rumah terutama ibu kandung atau ibu mertua ,semantara suami dari peserta
tidak memiliki peran signifikan dalam praktek pantang makan.
Kesimpulan mempraktekkan berpantang makanan pada ibu POSTPARTUM
dipengaruhi oleh peran keluarga terutama ibu atau ibu mertua.
Kata kunci : Pantang Makan, Wanita kekanak-kanakan, Peran keluarga.
Sumber : https://jurnal.pekalongankota.go.id/index.php/litbang/issue/view/15

Tabel 3. Peran Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Ibu Nifas Untuk


Melakukan Praktik Pantang Makanan di Kota Pekalongan

ANALISA TELAAH KRITIS


Ibu nifas yang melakukan pantang makan tertentu yaitu
berjumlah 4 orang.
 Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif
 Pengambilan sampel dengan metode purposive
P sampling yang memenuhi kriteria bersedia menjadi
( Populasi ) responden dengan menandatangani informed consent,
ibu nifas tidak mengalami komplikasi atau penyakit
tertentu, ibu nifas yang melakukan pantang makan

25
tertentu
 Pengumpulan data dengan metode wawancara
mendalam (in depth interview)
 Data yang di kumpulkan antara lain data indentitas
partisipan, dan data wawancara mendalam tentang
praktik pantang makan ibu nifas, serta peran keluarga
 Instrument yang di gunakan meliputi peneliti sendiri,
asisten peneliti, pedoman wawancara mendalam,serta
alat perekam suara.
 Analisis data dilakukan melalui tahapan koding data,
reduksi data, kategorisasi, penyajian data serta
pengambilan keputusan dan verifikasi.

Ibu yang pantang makanan


Dari hasil wawancara mendalam ibu memiliki berbagai
I alasan tradisi, takut dengan ibu mertua, tetangga sekitar
(Intervensi) dan dukun bayi

Ibu yang tidak berpantang makanan


Dari hasil wawancara mendalam ibu memiliki alasan
C tidak merasa bebas, tidak ada manfaatnya jika melakukan
(Control/ pantang makan, mengetahui jika ibu nifas membutuhkan
Comparative) gizi yang baik untuk ibu dan bayinya, mengetahui
manfaat gizi bagi ibu dan bayi. Berat badan anak lebih
cepat naik, ASI lancar dan berlimpah, bayi dapat tidur
nenyak dan tidak gampang sakit, tali pusat cepat kering
dan lepas, luka pada jalan lahir menjadi cepat kering.

Peran orang tua (Ibu) atau Ibu mertua sangat berperan dalam
memberikan perintah atau anjuran untuk melakukan pantang
O makanan, sedangkan suami mengikuti keputusan istri
(Outcome) dengan menyerahkan sepenuhnya kepada istri dan ada pula
yang memberikan dukungan untuk melakukan pantang
makanan.

Pantang makanan merupakan perilaku individu untuk tidak


mengkonsumsi makanan tertentu karena terdapat larangan
Kesimpulan yang bersifat budaya yang di peroleh secara turun temurun.
Disadari atau tidak ibu nifas yang melakukan pantang
makanan akan berpengaruh terhadap lambatnya pemulihan
kesehatan seperti semula serta berpengaruh terhadap
produksi ASI. Secara tradisional, pembuatan keputusan
keluarga di lakukan oleh suami, namun keluarga besar
terutama ibu atau ibu mertua juga akan mempengaruhi
pengambilan keputusan khususnya tentang pemilihan

26
makanan yang boleh di konsumsi ibu nifas karena ibu atau
ibu mertua dianggap lebih tau tentang apa saja yang harus di
lakukan saat masa nifas.

Masalah pantang makanan pada ibu nifas merupakan


masalah yang selalu ada di seluruh wilayah Indonesia karena
Saran dengan budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam. Ini
menjadi tantangan tersendiri untuk bidan. Dengan masalah
ini di harapkan bidan dapat berperan aktif dalam pemberian
KIE kepada suami, keluarga dan ibu nifas itu sendiri
sehingga pengambilan keputusannya dapat tepat
berdasarkan ilmu gizi ibu nifas.

4. PENGARUH KONSELING TERHADAP AKSEPTOR KB DALAM


PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALAT KONTRASEPSI PADA MASA
NIFAS DI KLINIK PRATAMA NIAR TAHUN 2018
Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan
Jurusan Kebidanan Prodi D-IV
Skripsi Juli 2018 Rika Wita Sandi

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia, yang


menduduki peringkat ke-4 dengan jumah penduduk terbanyak di dunia.
Indonesia mempunyai kebijakan untuk mengendalikan pertumbuhan
penduduk diantaranya melalui program Keluarga Berencana (KB). Keluarga
Berencana adalah suatu upaya dilakukan manusia untuk mengatur secara
sengaja kehamilan dalam keluarga tidak melawan hukum dan moral pancasila
untuk kesejahteraan keluarga. Melalui program KB akan terjadi pengendalian
pertumbuhan jumlah penduduk sehingga dapat meningkatkan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan bagi keluarga.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh konseling terhadap terhapap akseptor KB dalam
pengambilan keputusan alat kontrasepsi pada masa nifas tahun 2018. Metode
saat ini adalah one grup pretest posttest design. Populasi calon akseptor KB di
Klnik Pratama Niar dengan sampel 26 responden. Data diambil dengan
menggunakan kuesioner konseling KB. Data dianalisis dengan uji T-Test (uji
paires sample T-test). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ada perbedaan
kelompok yang diberikan konseling dengan tidak diberikan dengan p <0,001.
Ada perbedaan yang signifikan antara tidak diberikan konseling dengan
diberikannya konseling dalam pengambilan keputusan alat kontrasepsi pada
masa nifas. Dengan demikian kedua perlakuan tersebut lebih efektif diberikan

27
konseling dengan nilai 18,19 sedangkan yang tidak diberikan konseling
sebesar 15,88. Hal inidisebabkan dengan konseling maka terjadi transfer
informasi mengenai kelebihan, kekurangan, efektivitas dan efesiensi masing-
masing alat kontrasepsi antara calon akseptor dengan petugas kesehatan.
Dapat disimpulkan bahwa konseling efektif untuk meningkatkan pengambilan
keputusan alat kontrasepsi pada calon akseptor. Disarankan agar petugas
kesehtan tetap memberikan konseling kepada setiap calon akseptor untuk
meningkatkan dalam pengambilan alat kontrasepsi.

Kata kunci : konseling, kontrasepsi

Sumber : http://jurnal.stikeswhs.ac.id/index.php/medika/article/view/89

Tabel 4. Pengaruh Konseling Terhadap Akseptor KB Dalam


Pengambilan Keputusan Alat Kontrasepsi Pada Masa Nifas Di Klinik
Pratama Niar Tahun 2018

ANALISA TELAAH KRITIS


Ibu bersalin di Klinik Pratama Niar Medan pada Mei- Juni
2018.
P  Penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi
( Populasi ) experiment) dengan desain one gretest pretest- posttest
design.
 Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling
dengan kriteria bersedia menjadi responden, ibu
multigravida (masa nifas), tidak mengalami gangguan
komunikasi, dapat berbahasa Indonesia.jumlah sampel
penelitian 30 ibu multi yang bersalin pada bukan Mei-
Juni 2018.
 Analisis data dengan uji T-test (uji paires sample T-test)
jika data berdistribusi normal.

Ibu bersalin yang di berikan konseling KB


 Sebelum diberikan konseling terdapat 15,88%
I bermanfaat dalam pengambilan keputusan alat
(Intervensi) kontrasepsi
 Setelah di berikan konseling terdapat 18,19% sangat
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan alat
kontrasepsi
 Berdasarkan rata-rata sebelum dan sesudah di
lakukannya konseling p< 0,000 , dengan demikian maka

28
dapat di simpulkan bahwa pemberian konseling
bermanfaat dalam pengambilan keputusan Alat
Kontrasepsi.

Ibu yang tidak di berikan konseling


C  Ada perbedaan signifikan antara tidak di berikan
(Control/ konseling dengan yang diberikan konseling dengan hasil
Comparative) 2,30.

Pengambilan keputusan alat kontrasepsi


O  Ada perbedaan antara kelompok diberi konseling dengan
(Outcome) kelompok yang tidak di beri konseling dengan p < 0, 001
 Dengan demikian perlakuan tersebut lebih efektif di
berikan konseling dengan nilai 18,19% sedangkan yang
tidak diberikan konseling sebesar 15,88%.

Konseling yang efektif dapat meningkatkan pengambilan


keputusan dalam memilih alat kontrasepsi pada calon
Kesimpulan akseptor KB. Hal ini disebabkan karena dengan konseling
maka terjadi transfer informasi mengenai kelebihan,
kekurangan, efektivitas dan efisiensi masing-masing alat
kontrasepsi antara calon akseptor dengan petugas Kesehatan

Dalam memberikan konseling disarankan agar petugas


Saran Kesehatan memberikan KIE yang komperhensip sehingga
calon akseptor benar- benar dapat mengambil keputusan
yang tepat untuk pemilihan alat kontrasepsi yang ingin di
gunakan.

5. Kejadian Postpartum Blues pada Ibu Postpartum di RS PKU


Muhammadiyah Yogyakarta
Dwi Ernawati, Wa Ode Merli, Ismarwati
Prodi Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Aisyiyah of Yogyakarta, Indonesia.
Publikasi 05/08/2020

ABSTRAK
Postpartum blues dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental ringan
yang sering dialami oleh wanita pasca persalinan sehingga sering tidak
dipedulikan, tidak terdiagnosa dan tidak tertangani, apabila postpartum blues
ini tidak sembuh selama 2 minggu maka akan berubah menjadi postpartum
depression dan postpartum psycosis.

29
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian postpartum
blues pada ibu postpartum. Desain penelitian yang digunakan deskriptif
kuantitatif dengan pendekatan waktu cross sectional. Tempat penelitian di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jumlah sampel 30 responden dengan
teknik pengambilan sampel quota sampling. Analisa data menggunakan
analisis univariate.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian responden mengalami
postpartum blues (53,3%) dengan resiko sedang mengalami depresi
postpartum (43,3%) dan resiko berat untuk mengalami depresi postpartum
(10%).Pada penelitian ini didapatkan 53,3% dari seluruh ibu postpartum di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta mengalami postpartum blues.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah adanya skrining postpartum blues oleh
tenaga kesehatan sebelum ibu nifas di perbolehkan pulang dan ada kunjungan
nifas bagi ibu ibu yang terdeteksi postpartum blues saat di rumah sakit.

Kata Kunci : Postpartum, Postpartum blues, Depresi


Sumber : https://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk/article/view/513

Tabel 5. Kejadian Postpartum Blues pada Ibu Postpartum di RS PKU


Muhammadiyah Yogyakarta

ANALISA TELAAH KRITIS


Ibu nifas hari ke 5- 14 sebanyak 30 orang, diminta
P persetujuannya dengan lembar informed consent. kemudian
( Populasi ) di bagikan kuesioner untuk mengetahui postpartum blues
dan tidak postpartum blues di RS PKU Muhammadiyah
Kota Yogyakarta.
 Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional.
 Jumlah sampel 30 responden dengan Teknik
pengambilan sampel quota sampling.
 Analisis data menggunakan analisis univariat.

Ibu Postpatum Blues


Dari data penelitian dihasilkan:
I  Dari 30 ibu postpartum yang memgalami postpartum
(Intervensi) blues sebanyak 16 responden (53,3%) dan sebanyak
3 responden (10%) yang mengalami postpartum
blues dengan resiko berat.
 Pada responden pertama yang mengalami
postpartum blues dengan resiko berat untuk terjadi
depresi postpartum memiliki jumlah hasil penilaian
EPDS 14 dengan tingkat kelelahan berat. Pada

30
responden ini mengalami postpartum blues dengan
gejala, menyalahkan diri sendiri, cemas, sulit me-
ngerjakan sesuatu, merasa tidak bahagia dan mudah
menangis.
 Pada responden kedua memiliki jumlah hasil
penilaian EPDS 13 dengan tingkat kelelahan sedang.
Pada responden ini mengalami postpartum blues
dengan gejala, menyalahkan diri sendiri, cemas, sulit
mengerjakan sesuatu, dan merasa tidak bahagia.
 Pada responden ketiga memiliki jumlah hasil
penilaian EPDS 14 dengan tingkat kelelahan berat.
Pada responden ini mengalami postpartum blues
dengan gejala, pesimis dengan masa depan, menya-
lahkan diri sendiri, cemas, merasa takut tanpa alasan
yang jelas, merasa tidak bahagia dan sulit tidur.

Ibu yang memiliki resiko postpartum blues


C Dari data penelitian dihasilkan:
(Control/  Postpartum blues dengan resiko sedang terjadi
Comparative) depresi postpartum sebanyak 13 responden (43,3%)

O Mengetahui gambaran kejadian postpartum blues pada ibu


(Outcome) postpartum.
 Presentasi terjadinya postpartum blues pada ibu
postpartum di RS PKU Muhammadiyah Yogya-karta
sebesar 53,3%.
 Berdasarkan karakteristik presentasi ibu postpartum
dengan usia 20-35 tahun sebesar 73,3%. Pada tingkat
pendidikan mayoritas bependidikan SMA sebesar
56,6%. Pekerjaan sebagian besar tidak bekerja atau
berstatus ibu rumah tangga (IRT) sebesar 56,6%.
Pendapatan keluarga UMK sebesar 83,3%.
 Berdasarkan paritas mayoritas ibu postpartum
multipara sebesar 66,6%.
 Presentasi ibu postpartum dengan jenis persalinan
pervaginam sebesar 63,3%.
 Presentasi ibu postpartum dengan tipe keluarga
nuclear family sebesar 83,3%.
 Tingkat kelelahan sedang sebesar 46,6%.

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini tenaga kesehatan di PKU


Muham-madiyah Yogyakarta diharapkan lebih memperha-
tikan kondisi psikologis ibu postpartum dan dapat
memberikan intervensi yang tepat untuk menurunkan
kejadian postpartum blues.

31
Untuk mencegah kejadian postpartum blues diharpkan
tenaga Kesehatan dapat melakukan skrining postpartum
Saran blues oleh sebelum ibu nifas di perbolehkan pulang dari
rumah sakit dan deteksi dini pada kunjungan nifas sehingga
diharapkan dapat di lakukan upaya pencegahan terhadap
risiko depresi nifas.

6. Peran Bidan Dalam Mendukung Capaian Pemberian Vitamin A Pada


Ibu Nifas Di Puskesmas Segeri Kabupaten Pangkep
Uliarta Marbun
Stikes Nani Hasanuddidin Makasar
Tahun 2018

ABSTRAK

Masa nifas merupakan hal penting untuk di perhatikan guna menurunkan


angka kematian ibu dan bayi di indonesia, kekurangan vitamin A dapat
meningkatkan resiko anak terhadap terjadinya infeksi seperti penyakit saluran
nafas dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak, serta
menyebabkan keterlambatan pertumbuhan. Tujuan Penelitian ini diketahuinya
Peran Bidan Dalam Mendukung Capaian Pemberian Vitamin A Pada Ibu
Nifas Di Puskesmas Segeri Kabupaten Pangkep. Jenis penelitian deskritif
kuantatif, pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan keusioner.
Jumlah populasi sebanyak 62 orang dengan Sampel 38 orang. Berdasarkan
penelitian, peran bidan dalam capaian pemberian vitamin A termasuk
kategori peran bidan aktif sebanyak 23 orang (100%), sedangkan ibu yang
tercapai pemberian vitamin A sebanyak 33 orang (86,8%) dan tidak tercapai
pemberian vitamin A sebanyak 5 orang (13,2%). Peran bidan aktif karena
bidan memberikan penyuluhan tentang manfaat vitamin A pada ibu sehingga
ibu bisa menghindari atau mencegah jika terjadinya penyakit rabun senja,
perubahan pada mata, infeksi, dan bisa menghindari penyakit pada bayinya
dari diare dan campak.

Kata Kunci : Peran Bidan, Caoaian Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas
Sumber : http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/784

32
Tabel 6. Peran Bidan Dalam Mendukung Capaian Pemberian Vitamin
A Pada Ibu Nifas Di Puskesmas Segeri Kabupaten Pangkep

ANALISA TELAAH KRITIS


Semua ibu nifas di bulan januari sampai maret 2017
sebanyak 62 orang di puskesmas segeri kabupaten pangkep,
P  Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.
( Populasi )  Teknik sampling menggunakan teknik simple random
sampling.
 Analisis data menggunakan analisis univariat.

Pemberian vitamin A pada ibu nifas dengan peran bidan


aktif
I  Dari data penelitian di hasilkan peran yang aktif
(Intervensi) sebesar 23 responden

Pemberian vitamin A pada ibu nifas dengan peran bidan


C tidak aktif
(Control/  Dari data penelitian di hasilkan peran yang tidak
Comparative) aktif sebesar 15 responden

Capaian Vitamin A
O  Berdasarkan hasil penelitian peran bidan dalam
(Outcome) capaian pemberian vitamin A dipuskesmas segeri
kab. Pangkep, ibu yang tercapai pemberian vitamin
A sebanyak 33 orang (86,8%) dan tidak tercapai
pemberian vitamin A sebanyak 5 orang (13,2%).

Tercapaianya pemberian vitamin A pada ibu karna bidan
memberikan sesuai dengan prosedur yang ada dalam
Kesimpulan puskesmas, maka ibu harus mengkumsumsi vitamin A pada
saat bidan memberikan vitamin A, sesudah setelah
melahirkan dan sesudah setelah 24 jam melahirkan.
Sedangkan yang tidak tercapainya vitamin A pada ibu
sebanyak 5 pasien karna status gizinya tercapai maka tidak
di berikan kapsul vitamin A.

Saran bagi petugas kesehatan untuk dapat meningkatkan


Saran pengetahuan ibu tentang kapsul vitamin A. petugas kesehtan
juga disarankan agar selalu memberikan kapsul vitamin A
kepada ibu nifas. Metode penyuluhan juga perlu dilakukan
inovasi yang menarik misal brosur, penyuluhan langsung
maupun melalui media elektronik agar informasi yang di
berikan mudah di mengerti dan di pahami ibu pada saat
ANC.

33
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam praktik kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas
sangat dibutuhkan. Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina
hubungan, baik sesama rekan sejawat ataupun dengan klien serta keluarganya.
Upaya meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan juga ditentukan oleh
keterampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan melakukan konseling
yang baik kepada klien. Karena melalui komunikasi yang efektif serta konseling
yang berhasil, kelangsungan dan kesinambungan penggunaan jasa pelayanan
bidan untuk kesehatan wanita selama siklus kehidupan akan tercapai.Konseling
kebidanan adalah suatu proses pembelajaran, pembinaan hubungan baik,
pemberian bantuan, dan bentuk kerja sama yang dilakukan secara professional
(sesuai dengan bidangnya) oleh bidan kepada klien untuk memecahkan masalah,
mengatasi hambatan perkembangan, dan memenuhi kebutuhan klien.
Dalam memberikan asuhan kebidanan, bidan senantiasa menghadapi pasien
yang memiliki kondisi yang sangat kompleks sifatnya, baik ditinjau dari segi latar
belakang sosial budayanya, pendidikannya, cita-cita dan keinginannya. Gejolak
emosional seperti ini harus memperoleh respon yang positif dari seorang bidan
selama memberikan pelayanan kebidanan sehingga diperlukan sebuah straategi
yang tepat dalam memberikan asuhan kebidanan kepada pasien.

34
Asuhan kebidanan, bidan juga memberikan asuhan dalam pengambilan
keputusan pada Bayi Baru Lahir. Masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir
salah satunya pemberian ASI. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) bagi bayi baru lahir
merupakan salah satu upaya untuk mencegah kematian dan masalah kekurangan
gizi pada bayi dan balita. World Health Organization(WHO) (2010)
merekomendasikan agar bayi baru lahir diberikan ASI hingga usia 6 bulan tanpa
memberikan makanan atau cairan lain, kecuali vitamin, mineral, dan obat yang
telah diijinkan karena adanya alasan medis. Menurut United Nations Childrens
Fund(UNICEF) (2012), sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta
kematian balita di dunia pada tiap tahunnya dapat dicegah melalui pemberian ASI
secara eksklusif.

B. Tujuan
1) Untuk mengetahui strategi seorang bidan membantu klien dalam
mengambil keputusan
2) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Strategi Membantu Klien Dalam Pengambilan Keputusan pada Bayi


Baru Lahir
Kemampuan dalam mengambil keputusan adalah sangat penting bagi klien
untuk menyelesaikan masalah kegawatdaruratan terutama yang berhubungan
dengan asuhan kebidanan Bayi Baru Lahir. Dalam konseling pengambilan
keputusan mutlak diambil oleh klien, bidan hanya membantu agar keputusan yang
diambil klien tepat.
1) Empat strategi membantu klien dalam mengambil keputusan :
a). Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya.beri kesempatan
klien untuk melihat lagi beberapa alternative pilihannya, agar tidak
menyesal atau kecewa terhadap pilihannya.
b). Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan, dengan
melihat kembali keuntungan atau konsekuensi positif dan kerugiannya
atau konsekuensi negative.
c). Membantu klien mengevaluasi pilihan. Setelah klien menetapkan
pilihan, bantu klien mencermati pilihannya.
d). Membantu klien menyusun rencana kerja, untuk menyelesaikan
masalahnya.

35
2) Teori Pengambilan Keputusan
Pola dasar berpikir dalam konteks organisasi meliputi:
a). Penilaian situasi (Situational Approach): untuk menghadapi
pertanyaan “apa yg terjadi?”.
b). Analisis persoalan (Problem Analysis): dari pola pikir sebab-akibat.
c). Analisis keputusan (Decision Analysis): didasarkan pada pola berpikir
mengambil pilihan.
d). Analisis persoalan potensial (Potential Problem Analysis): didasarkan
pada perhatian peristiwa masa depan, yang mungkin & dapat terjadi.

3) Inti Pengambilan Keputusan


Berarti memilih alternatif, alternatif yg terbaik (the best alternative).
Pengambilan keputusan terletak dlm perumusan berbagai alternatif tindakan
sesuai dengan yang sedang dalam perhatian & dalam pemilihan alternatif
yang tepat. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan setelah evaluasi/
penilaian mengenai efektifitasnya dlm mencapai tujuan yang dikehendaki
pengambil keputusan.

4) Langkah dalam pengambilan keputusan yang baik :


a). Identifikasi kondisi yang dihadapi oleh klien.
b). Susunlah daftar kehendak atau pilihan keputusan.
c). Untuk setiap pilihan, buatlah daftar konsekuensinya (POSITIF dan
NEGATIF)

B. Hal-hal yang perlu ditekankan kepada klien dalam pengambilan


keputusan Bayi Baru Lahir
1) Hati-hati dan bersikap bijaksana dalam pengambilan keputusan karena
berkaitan dengan masalah pada Bayi baru lahir. Pengambilan keputusan
dibuat setelah klien diberi informasi secukupnya untuk menimbang pilihan
sesuai dengan situasinya yang di alaminya.
2) Bantu klien dalam pengambilan keputusan dengan memberikan saran yang
sesuai dengan riwayat kesehatannya, keinginan pribadi dan situasi pada
bayi baru lahir.
3) Keputusan merupakan hak dan menjadi tanggung jawab klien terhadap
bayi baru lahir.
4) Konseling bukan proses informasi, melainkan informasi setelah konselor
memperoleh data atau informasi tentang keadaan dan kebutuhan klien dan
informasi yang diberikan sesuai dengan kondisi klien dan kebutuhannya.

C. Faktor - faktor yang mempengaruhi Tips pengambilan keputusan


pemberian ASI pada Bayi Baru Lahir mencakup KN 1, KN 2. KN 3

Table Kunjungan Neonatus


No KN Asuhannya
1. 6 sampai 48 jam setelah 1) Melakukan pengamatan sepintas pada pernafasan,
lahir warna kulit, dan aktifitas gerak bayi.
2) Pertahankan suhu tubuh bayi.

36
3) Melakukan pemeriksaan fisik pada bayi.
4) Berikan vitamin K atau Neo K untuk mencegah
terjadinya perdarahan pada otak bayi.
5) Indentifikasi bayi / memberikan felang pengenal
bayi.
6) Melakukan perawat bayi.

2. 3 sampai 7 hari setelah 1) Menjaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering
bayi lahir serta tidak ada menunjukkan tanda-tanda infeksi.
2) Menjaga kebersihan bayi.
3) Pemeriksaa/n tanda bahaya pada bayi.
4) Anjurkan ibu untuk memberikan ASI sesering
mungkin.
5) Menjaga kehangatan serta suhu pada bayi.
6) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk
memberikan ASI secara ekslusif untuk mencegah
hipotermi pada bayi dan melaksanakan perawatan
bayi baru lahir dirumah menggunakan buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

3. 8 sampai 28 hari setelah 1) Melakukan pemeriksaan fisik serta melihat keadaan


bayi lahir pusat bayi apabila sudah lepas.
2) Menjaga kebersihan bayi.
3) Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI
ekslusif sesering mungkin.
4) Memberitahu ibu tentang mengenai imunisasi dan
menganjurkan ibu untuk membawa bayi ke klinik
atau puskesmas untuk mendapatkan imunisasi BCG
dan POLIO pada saat bayi berumur 1 bulan.
1) Fisik
Seseorang yang akan mengambil keputusan didasarkan pada pertimbangan
fisik. Biasanya memilih hal – hal yang tidak berat dan memforsir tubuh
serta tenaga. Ini tentunya didasarkan pada rasa yang dialami oleh tubuh
seperti rasa sakit, tidak nyaman atau kenikmatan. Ada kecenderungan
menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang sebaliknya
memilih tingkah laku yang menimbulkan kesenangan.
2) Emosional
Pengambilan keputusan hanya didasarkan pada pengambilan keputusan
atau perasaan, biasanya hal ini terjadi pada kaum seorang wanita. Sikap
subyektifitas akan mempengaruhi sikap yang diambil, sehingga orang
akan bereaksi pada suatu situasi secara subyektif
3) Rasional
Pengambilan keputusan secara rasional biasanya didasarkan pada
pengetahuan dan dilakukan oleh orang-orang terpelajar dan intelektual.
4) Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan
melaksanakannya. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan
diri melalui kemampuannya dalam bertindak atau dalam mempraktikan.
5)  Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu
orang ke orang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.

37
6) Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan
mungkin memberi hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah
laku tertentu.

D. Tipe-tipe/jenis-jenis Pengambilan Keputusan


1. Pengambilan keputusan untuk tidak berbuat apa-apa karena
ketidaksanggupan atau merasa tidak sanggup.
2. Pengambilan keputusan intuitif, sifatnya segera langsung diputuskan
karena keputusan tersebut dirasa paling tepat
3. Pengambilan keputusan yang terpaksa karena harus segera dilaksanakan.
4. Pengambilan keputusan yang reaktif. Sering kali dilaksanakan dalam
situasi marah-marah atau tergesa-gesa.
5. Pengambilan keputusan yang ditangguhkan, dialihkan pada orang lain
yang bertanggung jawab.
6. Pengambilan keputusan secara berhati-hati, berpikir baik-baik,
mempertimbangkan berbagai pilihan.
Contoh kasus dalam pengambilan keputusan secara berhati – hati, berfikir
baik – baik, mempertimbangkan berbagai pilihan :
Ny. S usia 25 tahun, P1A0M0 post partum 7 hari. Ibu mengatakan
ingin memeriksaan bayi dan ini kunjungan neonatus ke 2, bayi meminum
susu formula. Bidan melakukan pemeriksaan pada bayi, hasil pemeriksaan
BB : 2800 gram, panjang badan : 49 cm, lingkar kepala : 33 cm, lingkar
dada 32 cm, pernafasaan: 42 x/menit, frekuensi jantung : 142 x/ menit.
Bidan memberikan penjelasan pada ibu tentang pentingnya penmberian
ASI untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. namun ibu takut akan
perubahan bentuk tubuh terutama pada payudaranya karna memberikan
ASI. Bidan menjelaskan tentang perubaghan anatomi fisilogi payudara
ibu menyusui. Dan bidan menyerankan kepada ibu untuk memberikan
ASI secara eksklusif ,karna atas pertimbangan medis dan pertimbangan
ibu.

38
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kemampuan dalam mengambil keputusan adalah sangat penting bagi klien
untuk menyelesaikan masalah kegawatdaruratan terutama yang berhubungan
dengan kebidanan salah satunya pada bayi baru lahir Dalam konseling
pengambilan keputusan mutlak diambil oleh klien, bidan hanya membantu agar
keputusan yang diambil klien tepat. Oleh karena itu seorang bidan harus mampu
memahami keadaan klien, sehingga dalam pengambilan keputusan, klien bisa
mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya.

B. Saran
Diharapkan untuk menjadi seorang bidan (konselor ) yang baik, kita harus
memiliki kualitas pribadi serta pengetahuan yang luas,perilaku yangbaik,dan
keterampilan yang terapeutik agar dapat memegang peranan pentingdalam proses
KIP/K (komunikasi interpersonal/konseling) didalammenjalankan profesi untuk
menjadi seorang Bidan Profesional.

39
MAKALAH TENTANG STRATEGI MEMBANTU KLIEN DALAM
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KB DAN FAKTOR-FAKTOR DALAM
BER KB MENCAKUPI KONTRASEPSI IUD,IMPAN,SUNTIK,PIL

Mata Kuliah : Evidence Based Dan Critical Thinking Dalam Pelayanan


Kebidanan

Dosen Pengampu: Utin.SC.Sari,APP.,MPH

Disusun oleh

kelompok 5:

1. Anis Malinda 7. Juniarti

2. Asty Furyanita 8. Nova Daliani

3. Cindy Lestary 9. Lia Dwiyasari

40
4.Irmade Sinta 10. Ria Ardyanti

5.Dwi Raras A 11. Suseni

6. Jamaliah

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN PONTIANAK JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

TAHUN 2020

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena
atas Berkat dan Rahmat Nya. penulis dapat menyelesaikan makalah evidence
based dan critical thinking dalam pelayanan kebidanan untuk memenuhi tugas
mata kuliah.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat masukan dan


bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Utin,SC,Sari,APP.,MPH

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan serta penulisan makalah ini


masih terdapat banyak kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang dimiliki oleh penulis, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua yang membacanya.

41
Pontianak, November 2020

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

42
DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................1

B. Rumusan Maslaah...................................................................................1

C. Tujuan......................................................................................................1

BAB II LANDASAN TEORI..............................................................................2

1.1 Pengambilan Keputusan.........................................................................2

a. Pengertian..........................................................................................2

b. Strategi Membantu Klien dalam Pengambilan Keputusan KB.........4

1.2 Kontrasepsi.............................................................................................7

a. pengertian .........................................................................................7

b.Macam-macam Kontrasepsi...............................................................8

1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan..................9

BAB III PENUTUP.............................................................................................15

A. Kesimpulan.............................................................................................15

B. Saran........................................................................................................15

Daftar Pustaka

43
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses mengombinasikan
pendekatan yang rasional dimana prosesnya tidak dapat di formulasikan
secara lengkap. Pemahaman terhadap proses pengambilan keputusan pada
masalah yang kompleks sangatlah penting agar dapat mengambil
keputusan dengan baik dan menghadapi resiko yang bijak.

Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi dari suatu


masalah. Terdapat penyimpangan antara harapan dan kenyataan yang
menuntut pertimbangan alternatif. Semua keputusan menuntut
penafsiran dan evaluasi terhadap informasi.

Dalam praktik kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang


berkualitas sangat dibutuhkan. Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara
bidan membina hubungan, baik sesama rekan sejawat ataupun dengan
klien serta keluarganya.

Upaya meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan juga ditentukan


oleh keterampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan
melakukan konseling yang baik kepada klien. Karena melalui komunikasi
yang efektif serta konseling yang berhasil, kelangsungan dan
kesinambungan penggunaan jasa pelayanan bidan untuk kesehatan wanita
selama siklus kehidupan akan tercapai.

44
Konseling kebidanan adalah suatu proses pembelajaran, pembinaan
hubungan baik, pemberian bantuan, dan bentuk kerja sama yang
dilakukan secara professional (sesuai dengan bidangnya) oleh bidan
kepada klien untuk memecahkan masalah, mengatasi hambatan
perkembangan, dan memenuhi kebutuhan klien termasuk konseling KB.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana strategi seorang bidan membantu klien dalam mengambil
keputusan KB?

b. apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan


dalam ber-KB?

C. Tujuan
Tujuan dalam pembelajaran ini untuk mengetahui bagaimana seorang
bidan memberikan strategi kepada klien untuk mengambil keputusan
dalam ber-KB dan mengetahui apa saja faktor-faktir yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan.

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1 Pengambilan Keputusan

A. Pengertian

Pengambilan keputusan adalah proses komunikasi dan partisipasi


yang terus menerus yang merupakan pernyataan yang disetujui antar
alternatif atau antar prosedur untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan
(Suryadi, 2002).

45
Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang
harus dihadapi dengan tegas. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan
pengambilan keputusan (Decision Making) didefinisikan sebagai
pemilihan keputusan atau kebijakan yang didasarkan atas kriteria tertentu.

Proses ini meliputi dua alternatif atau lebih karena seandainya


hanya terdapat satu alternatif tidak akan ada satu keputusan yang akan
diambil. Menurut J.Reason, Pengambilan keputusan dapat dianggap
sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang
membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa
alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu
menghasilkan satu pilihan final.
Proses pengambilan keputusan adalah bentuk pemilihan dari
berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih melalui proses
mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan
yang terbaik. Prosedur pengambilan keputusan meliputi identifikasi
masalah yaitu proses menentukan masalah yang sebenarnya sedang
dihadapi, mengklasifikasikan tujuan-tujuan khususs yang diinginkan,
memeriksa berbagai kemungkinan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan cara memilih sesuatu yang akan dilakukan untuk
memecahkan masalah tersebut. Setiap alternatif yang dipilih membawa
konsekuensi yang berbeda baik dengan kelebihan dan kekurangan yang
ditimbulkan. Oilihan yang dituju harus dapat memberikan keputusan
merupakan salah satu aspek terpenting dalam pengambilan.keputusan.
(Suryadi, 2002) mengajukan tiga fase dari proses pengambilan keputusan :

1. Intelegence
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pengedentifikasian
masalah. Data diperoleh, diproses dan diuji untuk mengetahui masalah
yang ada. Data yang diperoleh merupakan data yang dapat digunakan
untuk membantu proses pengambilan keputusan.
2. Design
Tahap ini merupakan tahap dimana proses pemilihan metode
atau alat kontrasepsi dilakukan berdasarkan kriteria yang ada. Kriteria
tersebut nantinya akan diberikan bobot untuk menjadi patokan
pemilihan metode atau alat kontrasepsi. Kriteria yang tersedia adalah
umur, tingkat pendidikan, jumlah anak, dan sikap keberhasilan alat
dan kondisi kesehatan.
3. Tahap Pemilihan(choice)
Pada tahap ini merupakan tahap analisis dari kriteria pemilihan
metode atau alat kontrasepsi. Hasil dari analisis ini adalah metode atau
46
alat kontrasepsi yang sesuai dengan pilihan kriteria pengguna.
4. Tahap Implementasi(Implementation)
Tahap ini merupakan tahap penerapan dari ketiga fase yang telah
dirancang. Pengguna menggunakan fase ini untuk memilih metode
atau alat kontrasepsi.
Tahap ini merupakan tahap penerapan dari ketiga fase yang telah
dirancang. Pengguna menggunakan fase ini untuk memilih metode
atau alat kontrasepsi. Pembuatan keputusan merujuk pada proses
pencapaian persetujuan dan komitmen anggota keluarga melakukan
serangkaian tindakan. Dengan kata lain pembuatan keputusan
merupakan “alat untuk menyelesaikan segala sesuatu’ menurut
(marilyn m. Friedman 2005).
Kenyatanya, pasangan berkuasaan atau dominan adalah hasil dari
proses pembuatan keputusan. Pembuatan keputusan keluarga merujuk
pada “ teknik interaksi di mana anggota keluarga menggunakan upaya-
upaya mereka untuk meningkatkan kontrol dalam negosiasi atau
proses pengambilan keputusan” (Marilyn Friedman, 2005)

Keputusan untuk berkeluarga berencana merupakan keputusan


bersama suami istri, yang tertuang dalam ICPD (International
Conference Population and Development). Yaitu pasangan suami istri
mempunyai hak dan kewajiban serta kedudukan yang sederajat dalam
menentukan cara pengaturan dan jarak kelahiran anak. Pelayanan
keluarga berencana perlu ditingkatkan untuk menunjang hak dan
kewajiban pasangan suami istridengan memperbaiki penyediaan
metode kontrasepsi, mempertimbangkan perbedaan akan kebutuhan
pada pasangan dan pribadi berdasarkan usia, paritas, preferensi
besarnya keluarga serta suami istri mendapatkan informasi dan akses
terhadap pelayanan kb yang aman, efektif dalam melakukan pemilihan
yang bebas dan tepat.
Perasaan dan kepercayaan wanita mengenai tubuh dan
seksualitasnya tidak dapat dikesampingkan dalam pengambilan
keputusan untuk menggunakan kontrasepsi. Banyak wanita tidak
bersedia mengubah siklus normalnya, karena takut bahwa perdarahan
yang lama dapat mengubah pola hubungan seksual dan dapat
mendorong suami berhubungan seks dengan wanita lain. Oleh karena
itu, pendapat suami mengenai KB cukup kuat pengaruhnya untuk
menentukan penggunaan metode KB oleh istri. Karena wanita
mempunyai semacam kendali apabila mereka bertanggung jawab
dalam penggunaan kontrasepsi.

47
(Marilyn Friedman, 2005) menunjukan bahwa dalam domain
keluarga, wanita sesungguhnya memiliki kekuasaan yang terabaikan.
Kekuasaan mereka limpah, apabila kekuasaanmereka didefinisikan
sebagai kemampuan untuk mengasuh, mendidik menentukan
kepribadian, nilai dan keyakinan dari setiap umat manusia dalam
masyarakat. Kehidupan wanita jauh lebih berperan dalam kehidupan
rumah tangga daripada pria. Wanita akan merasa bahwa mereka dapat
mengontrol seksualitas dan kesehatan reproduksinya secara umum jika
dibantu dalam menentukan kebutuhan kontrasepsi dan mendapatkan
informasi tentang kontrasepsi yang tepat sesuai dengan kebutuhan
akseptor KB (Glasier et al,2006).
B. Strategi Membantu Klien dalam Pengambilan Keputusan KB

1. Konseling
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan
Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR). Dengan
melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih
dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan
pilihannya. Disamping itu dapat membantu klien merasa lebih puas.
Konseling yang baik jugaakan membantu klien dalam menggunakan
kontrasepsinya lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB.
Konseling juga akan mempengaruhi interaksi antara petugas dan klien
karena dapat meningkatkan hubungan dan kepercayaan yang sudah
ada.
Seringkali konseling diabaikan dan tidak dilaksanakan dengan baik
karena petugas tidak mempunyai waktu dan tidak menyadari
pentingnya konseling. Padahal dengan konseling klien akan lebih
mudah mengikuti nasihat provider. Konseling adalah proses yang
berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan Keluarga
Berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan
pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Teknik
konseling yang baik dan informasi yang memadai harus diterapkan dan
dibicarakan secara interaktif sepanjang kunjungan klien dengan cara
yang sesuai denagn budaya yang ada. Selanjutnya dengan informasi
yang lengkap dan cukup akan memberikan keleluasaan kepada klien
dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi (Informed Choice) yang
akan digunakannya.
Sikap petugas kesehatan dalam melakukan konseling yang baik
terutama bagi klien KB yang baru

48
1. Memperlakukan klien dengan baik
Petugas bersikap sabar, memperlihatkan sikap menghargai
setiap klien, dan menciptakan suatu rasa percaya diri sehingga
klien dapat berbicara secara terbuka dalam segala hal termasuk
masalah-masalah pribadi sekalipun. Petugas meyakinkan klien
bahwa ia tidak akan mendiskusikan rahasia klien dengan orang
lain.
2. Interaksi antara petugas dan klien
Petugas harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi
keadaan klien karena setiap klien mempunyai kebutuhan dan
tujuan reproduksi yang berbeda. Bantuan terbaik seorang petugas
adalah dengan cara memahami bahwa klien adalah manusia yang
membutuhkan perhatian dan bantuan. Oleh karena itu, petugas
harus mendorong agar klien berani berbicara dan bertanya.
3. Memberikan informasi yang baik dan benar kepada klien
Dengan mendengarkan apa yang disampaikan klien berarti
petugas belajar mendengarkan informasi apa saja yang
dibutuhkan oleh setiap klien. Sebagai contoh pasangan muda yang
baru menikah mungkin menginginkan lebih banyak informasi
menegnai masalah penjarangan kehamilan. Bagi perempuan
dengan usia dan jumlah anak cukup mungkin lebih menghendaki
informasi mengenai metode operasi (tubektomi dan vasektomi).
Sedangkan bagi pasangan muda yang belum menikah mungkin
yang dikehendaki adalah informasi mengenai infeksi menular
seksual (IMS). Dalam memberikan informasi petugas harus
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti klien dan
hendaknya menggunakan alat bantu visual (ABPK).
4. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan
Klien membutuhkan penjelasan yang cukup dan tepat untuk
menetukan pilihan (Informed Choice). Namun tidak semua klien
dapat menangkap semua informasi tentang berbagai jenis
kontrasepsi. Terlalu banyak informasi yang diberikan akan
menyebabkan kesulitan bagi klien dalam mengingat informasi
yang penting. Hal ini disebut kelebihan informasi. Pada waktu
memberikan informasi petugas harus memberikan waktu bagi
klien untuk berdiskusi, bertanya, dan mengajukan pendapat.
5. Membahas metode yang diingini klien

49
Petugas membantu klien membuat keputusan mengenai
pilihannya, dan harus tanggap terhadap pilihan klien meskipun
klien menolak memutuskan atau menangguhkan penggunaan
kontrasepsi. Didalam melakukan konseling petugas mengkaji
apakah klien sudah mengerti mengenai jenis kontrasepsi,
termasuk keuntungan dan kerugiannya serta bagaimana cara
penggunaanya.
Konseling mengenai kontrasespi yang dipilih dimulai dengan
mengenalkan berbagai jenis kontrasepsi dalam program Keluarga
Berencana. Petugas medorong klien untuk berpikir melihat
persamaan yang ada dan membandingkan antarjenis kontrasepsi
tersebut. Dengan cara ini petugas membantu klien untuk
membuat suatu pilihan (informed choice). Jika tidak ada halangan
dalam bidang kesehatan sebaiknya klien mempunyai pilihan
kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Bila memperoleh pelayanan
kontrasepsi sesuai dengan yang dipilihnya, klien akan
menggunakan kontrasepsi tersebut lebih lama dan lebih efektif.
6. Membantu klien untuk mengerti dan mengingat
Petugas memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan
pada klien agar memahaminya dengan memperlihatkan
bagaimana cara-cara penggunaannya. Petugas juga
memperlihatkan dan menjelaskan dengan flip charts, poster,
pamphlet, atau halaman bergambar. Petugas juga perlu
melakukan penilaian bahwa klien telah mengerti. Jika
memungkinkan, klien dapat membawa bahan-bahan tersebut ke
rumah. Ini akan membantu klien mengingat apa yang harus
dilakukan juga dapat memberi tahu kepada orang lain.
3. Langkah-langkah Konseling KB (SATU TUJU)
Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB
yang baru, hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah
dikenal dengan kata kunci SATU TUJU.
Penerapan SATU TUJU tersebut tidak perlu dilakukan secara
berurutan karena petugas harus menyesuaikan diri dengan
kebutuhan klien. Beberapa klien membutuhkan lebih banyak
perhatian pada langkah yang satu disbanding dengan langkah
yang lainnya. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagi berikut.
SA :SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan
perhatian sepenuhnya kepada mereka dan berbicara ditempat

50
yang nyaman serta terjamin privasinya. Yakinkan klien untuk
membangun rasa percaya diri. Tanyakan kepada klien apa yang
perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat
diperolehnya.
T :Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk
berbicara mengenai pengalaman Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi, tujuan, kepentingan, harapan, serta
keadaan kesehatan dan kehidupan keluarganya. Tanyakan
kontrasepsi yang diinginkan oleh klien. Berikan perhatian kepada
klien apa yang disampaikan klien sesuai dengan kata-kata, gerak
isyarat dan caranya. Coba tempatkan diri kita didalam hati klien.
Perlihatkan bahwa kita memahami. Dengan memahami
pengetahuan, kebutuhan dan keinginan klien, kita dapat
membantunya.
U :Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa
pilihan reproduksi yang paling mungkin, termasuk pilihan
beberapa jenis kontrasepsi. Bantulah klien pada jenis kontrasepsi
yang paling dia ingini, serta jelaskan pula jenis-jenis kontrasepsi
lain yang ada. Juga jelaskan alternatif kontrasepsi lain yang
mungkin diingini oleh klien. Uraikan juga mengenai risiko
penularan HIV/AIDS dan pilihan metode ganda.
TU : BanTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir
mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan
kebutuhannya. Doronglah klien untuk menunjukkan
keinginannya dan mengajukan pertanyaan. Tanggapilah secara
terbuka. Petugas membantu klien mempertimbangkan kriteria
dan keinginan klien terhadap setiap jenis kontrasepsi. Tanyakan
juga apakah pasangannya akan memberikan dukungan dengan
pilihan tersebut. Jika memungkinkan diksusikan mengenai pilihan
tersebut kepada pasangannya. Pada akhirnya yakinkan bahwa
klien telah membuat suatu keputusan yang tepat. Petugas dapat
menanyakan : Apakah anda sudah memutuskan pilihan jenis
kontrasepsi? Atau apa jenis kontrasepsi terpilih ynag akan
digunakan?
J :Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi
pilihannya. Setelah klien memilih jenis kontrasepsinya, jika
diperlukan, perlihatkan alat/obat kontrasepsinya. Jelaskan
bagaimana alat/obat kontrasepsi tersebut digunakan dan

51
bagaimana cara penggunaannya. Sekali lagi doronglah klien
untuk bertanya dan petugas menjawab secara jelas dan terbuka.
Beri penjelasan juga tentang manfaat ganda metode kontrasepsi,
misalnya kondom yang dapat mencegah infeksi menular seksual
(IMS). Cek pengetahuan klien tentang penggunaan kontrasepsi
pilihannya dan puji klien apabila dapat menjawab dengan benar.
U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah
perjanjian kapan klien akan kembali untuk melakukan
pemeriksaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi jika
dibutuhkan. Perlu juga selalu mengingatkan klien untuk kembali
apabila terjadi suatu masalah.

4. Alat Bantu Pengambil Keputusan (ABPK)


Saat ini sudah tersedia lembar balik yang dikembangkan WHO dan
telah diadaptasi untuk Indonesia oleh STARH untuk digunakan dalam
konseling. ABPK membantu petugas melakukan konseling sesuai
standar dengan adanya tanda pengingat mengenai keterampilan
konseling yang perlu dilakukan dan informasi apa yang perlu diberikan
yang disesuaikan dengan kebutuhan klien. ABPK sekaligus mengajak
klien bersikap lebih partisipatif dan memutbantu klien untuk
mengambil keputusan.

1.2 Kontrasepsi

1. Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya


kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan permanen
(Wiknjosastro, 2007). Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur
oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang
telah dibuahi ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014).

2. Macam-macam Kontrasepsi

a. Metode Kontrasepsi Sederhana

Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode kontrasepsi


sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat. Metode
kontrasepsi tanpa alat antara lain: Metode Amenorhoe Laktasi
(MAL), Couitus Interuptus, Metode Kalender, Metode Lendir
Serviks, Metode Suhu Basal Badan, dan Simptotermal yaitu

52
perpaduan antara suhu basal dan lendir servik. Sedangkan metode
kontrasepsi sederhana dengan alat yaitu kondom, diafragma, cup
serviks dan spermisida (Handayani, 2010). 13 b. Metode Kontrasepsi
Hormonal Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi
menjadi 2 yaitu kombinasi (mengandung hormon progesteron dan
estrogen sintetik) dan yang hanya berisi progesteron saja.
Kontrasepsi hormonal kombinasi terdapat pada pil dan
suntikan/injeksi. Sedangkan kontrasepsi hormon yang berisi
progesteron terdapat pada pil, suntik dan implant (Handayani, 2010).
c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR) Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2
yaitu AKDR yang mengandung hormon sintetik (sintetik
progesteron) dan yang tidak mengandung hormon (Handayani,
2010). AKDR yang mengandung hormon Progesterone atau
Leuonorgestrel yaitu Progestasert (Alza-T dengan daya kerja 1
tahun, LNG-20 mengandung Leuonorgestrel (Hartanto, 2002). d.
Metode Kontrasepsi Mantap Metode kontrasepsi mantap terdiri dari
2 macam yaitu Metode Operatif Wanita (MOW) dan Metode
Operatif Pria (MOP). MOW sering dikenal dengan tubektomi karena
prinsip metode ini adalah memotong atau mengikat saluran tuba/tuba
falopii sehingga mencegah pertemuan antara ovum dan sperma.
Sedangkan MOP sering dikenal dengan nama vasektomi, vasektomi
yaitu memotong atau mengikat saluran vas deferens 14 sehingga
cairan sperma tidak dapat keluar atau ejakulasi (Handayani, 2010).

b. Kontrasepsi Hormonal

1. Definisi Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi dimana estrogen dan


progesteron memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis
melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap folikel dan
proses ovulasi (Manuaba, 2010).

2. Mekanisme Kerja

Kontrasepsi Hormonal Hormon estrogen dan progesteron


memberikan umpan balik, terhadap kelenjar hipofisis melalui
hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap perkembangan
folikel dan proses ovulasi. Melalui hipotalamus dan hipofisis,
estrogen dapat menghambat pengeluaran Folicle Stimulating
Hormone (FSH) sehingga perkembanagan dan kematangan Folicle

53
De Graaf tidak terjadi. Di samping itu progesteron dapat
menghambat pengeluaran Hormone Luteinizing (LH). Estrogen
mempercepat peristaltik tuba sehingga hasil konsepsi mencapai
uterus endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi
(Manuaba, 2010).

3. Macam-Macam Kontrasepsi Hormonal

a. Kontrasepsi Pil

Pil oral akan menggantikan produksi normal estrogen


dan progesteron oleh ovarium. Pil oral akan menekan hormon
ovarium 17 selama siklus haid yang normal, sehingga juga
menekan releasingfactors di otak dan akhirnya mencegah ovulasi.
Pemberian Pil Oral bukan hanya untuk mencegah ovulasi, tetapi
juga menimbulkan gejala-gejala pseudo pregnancy (kehamilan
palsu) seperti mual, muntah, payudara membesar, dan terasa nyeri
(Hartanto, 2002).

Efektivitas pada penggunaan yang sempurna adalah 99,5-


99,9% dan 97% (Handayani, 2010).

Jenis KB Pil menurut Sulistyawati (2013) yaitu:

a) Monofasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet


mengamdung hormon aktif estrogen atau progestin, dalam
dosisi yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif, jumlah
dan porsi hormonnya konstan setiap hari.

b) Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet


mengandung hormon aktif estrogen, progestin, dengan dua
dosis berbeda 7 tablet tanpa hormon aktif, dosis hormon
bervariasi.

c) Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet


mengandung hormon aktif estrogen atau progestin, dengan tiga
dosis yang berbeda 7 tablet tanpa hormon aktif, dosis hormon
bervariasi setiap hari. 18

Cara kerja KB Pil menurut Saifuddin (2010) yaitu:

54
a) Menekan ovulasi

b) Mencegah implantasi

c) Mengentalkan lendir serviks

d) Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi ovum akan


terganggu.

Keuntungan KB Pil menurut Handayani (2010) yaitu:

a) Tidak mengganggu hubungan seksual

b) Siklus haid menjadi teratur (mencegah anemia)

c) Dapat digunakam sebagai metode jangka panjang

d) Dapat digunakan pada masa remaja hingga menopouse

e) Mudah dihentikan setiap saat

f) Kesuburan cepat kembali setelah penggunaan pil dihentikan

g) Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker ovarium,


kanker endometrium, kista ovarium, acne, disminorhea.

Keterbatasan KB Pil menurut Sinclair (2010) yaitu:

a) Amenorhea

b) Perdarahan haid yang berat

c) Perdarahan diantara siklus haid

d) Depresi

e) Kenaikan berat badan

f) Mual dan muntah

g) Perubahan libido

h) Hipertensi i) Jerawat

j) Nyeri tekan payudara

k) Pusing l) Sakit kepala

m) Kesemutan dan baal bilateral ringan

55
n) Mencetuskan moniliasis

o) Cloasma p) Hirsutisme

q) leukorhea

r) Pelumasan yang tidak mencukupi

s) Perubahan lemak

t) Disminorea

u) Kerusakan toleransi glukosa

v) Hipertrofi atau ekropi serviks

w) Perubahan visual

x) Infeksi pernafasan

y) Peningkatan episode sistitis

z) Perubahan fibroid uterus.

b. Kontrasepsi Suntik

Efektivitas kontrasepsi Suntik. Menurut Sulistyawati (2013),


kedua jenis kontrasepsi suntik mempunyai efektivitas yang tinggi,
dengan 30% kehamilan per 100 perempuan per tahun, jika
penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah
ditentukan. DMPA maupun NET EN sangat efektif sebagai metode
kontrasepsi. Kurang dari 1 per 100 wanita akan mengalami
kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA dan 2 per 100 wanita
per tahun pemakain NET EN (Hartanto, 2002).

Jenis kontrasepsi Suntik Menurut Sulistyawati (2013), terdapat


dua jenis kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung
progestin, yaitu :

a) Depo Mendroksi Progesteron (DMPA), mengandung 150 mg


DMPA yang diberikan setiap tiga bulan dengan cara di suntik
intramuscular (di daerah pantat).

b) Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), mengandung 200


mg Noretindron Enantat, diberikan setiap dua bulan dengan cara
di suntik intramuscular (di daerah pantat atau bokong).

56
Cara kerja kontrasepsi Suntik menurut Sulistyawati (2013) yaitu:

a) Mencegah ovulasi

b) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan


kemampuan penetrasi sperma

c) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi

d) Menghambat transportasi gamet oleh tuba falloppii.

Keuntungan kontrasepsi Suntik Keuntungan pengguna


KB suntik yaitu sangat efektif, pencegah kehamilan jangka
panjang, tidak berpengaruh pada hubungan seksual, tidak
mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah, tidak
mempengaruhi ASI, efek samping sangat kecil, klien tidak perlu
menyimpan obat suntik, dapat digunakan oleh perempuan usia
lebih 35 tahun sampai perimenopause, membantu mencegah
kanker endometrium dan kehamilan ektopik, menurunkan
kejadian tumor jinak payudara, dan mencegah beberapa
penyebab penyakit radang panggul (Sulistyawati, 2013).

Keterbatasan Adapun keterbatasan dari kontrasepsi Suntik


menurut Sulistyawati (2013) yaitu:

a) Gangguan haid

b) Leukorhea atau Keputihan

c) Galaktorea

d) Jerawat

e) Rambut Rontok

f) Perubahan Berat Badan

g) Perubahan libido.

c. Kontrasepsi Implant

kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

a) Efektif 5 tahun untuk norplant, 3 tahun untuk Jedena,


Indoplant, atau Implanon

57
b) Nyaman

c) Dapat dipakai oleh semua ibu dalam usia reproduksi

d) Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan

e) Kesuburan segera kembali setelah implan dicabut

f) Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur,


perdarahan bercak, dan amenorea g) Aman dipakai pada masa
laktasi.

Jenis kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

a) Norplant: terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan


panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 3,6
mg levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.

b) Implanon: terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang


kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg
3- Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun. 23

c) Jadena dan indoplant: terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg.
Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.

Cara kerja kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010)


yaitu:

a. Lendir serviks menjadi kental


b. Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga
sulit terjadi implantasi
c. Mengurangi transportasi sperma
d. Menekan ovulasi.
Keuntungan kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010)
yaitu:

- Daya guna tinggi


- Perlindungan jangka panjang
- Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah
pencabutan
- Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
- Tidak mengganggu dari kegiatan senggama
- Tidak mengganggu ASI g) Klien hanya kembali jika ada keluhan
- Dapat dicabut sesuai dengan kebutuhan
58
- Mengurangi nyeri haid
- Mengurangi jumlah darah haid
- Mengurangi dan memperbaiki anemia
- Melindungi terjadinya kanker endometrium
- Melindungi angka kejadian kelainan jinak payudara
- Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang
panggul
- Menurunkan kejadian endometriosis.
Keterbatasan kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010)
yaitu:

Pada kebanyakan pasien dapat menyebabkan perubahan pola haid


berupa perdarahan bercak (spooting), hipermenorea atau
meningkatnya jumlah darah haid, serta amenorhea.

2. kontrasepsi AKDR

Sampai sekarang mekanisme kerja IUD belum diketahui


dengan pasti. Kini pendapat yang terbanyak ialah bahwa IUD dalam
kavum uteri menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang
disertai dengan sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista
atau sperma. Pada pemeriksaan cairan uterus pada pemakai IUD
seringkali dijumpai pula sel-sel makrofag (fagosit) yang mengandung
spermatozoa. Kar dan kawan-kawan selanjutnya menemukan sifat-sifat
dan isi cairan uterus yang mengalami perubahan-perubahan pada
pemakai IUD, yang menyebabkan blastokista tidak dapat hidup dalam
uterus, walaupun sebelumnya terjadi nidasi. Penelitian menemukan
sering adanya kontraksi uterus pada pemakai IUD, yang dapat
menghalangi nidasi. Diduga ini disebabkan oleh meningkatnya kadar
prostaglandin dalam uterus pada perempuan tersebut. Jenis-jenis IUD
yaitu Hingga kini telah terdapat berpuluh-puluh jenis IUD, yang paling
banyak digunakan dalam program keluarga berencan di Indonesia ialah
IUD jenis Lippes loop. IUD dapat dibagi dalam bentuk yang terbuka
linear dan bentuk tertutup sebagai cincin. Yang termasuk dalam
golongan bentuk terbuka dan linear antara lain, Lippesloop, Saf-T-coil,
DalkonShield, Cu-7, Cu-T.

1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi PengambilanKeputusan


Menurut Terry faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan
keputusan, yaitu :

59
a. Hal-hal yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang emosional
maupun yang rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan
keputusan.
b. Setiap keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan
Setiap keputusan jangan berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi
harus lebih mementingkankepentingan
c. Jarang sekali pilihan yang memuaskan, oleh karena itu buatlah altenatif-
alternatiftandingan.
d. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental dari tindakan ini
harus diubah menjadi tindakanfisik.
e. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup
lama.
f. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan
hasil yang lebihbaik.
g. Setiap keputusan hendaknya dilembagakan agar diketahui keputusan
itubenar.
h. Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari serangkaian
kegiatan mata rantaiberikutnya.
Adapun Faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan untuk
ber-KB adalah:

1. Keterlibatan suami dalam pengambilan keputusan untuk ber-KB.

Peran suami dalam hal kontrasepsi jarang sekali yang menjadi akseptor,
walaupun demikian beberapa suami tetap ikut andil dalam masalah KB,
misalkan dengan memberikan saran dan ikut memutuskan dalam
pemilihan kontrasepsi yang akan dipakai dan mengantarkan istri untuk
pergi ke pelayanan kesehatan. Untuk menentukan pilihan metode
kontrasepsi sebagian besar menggunakan musyawarah antara suami dan
istri. Keputusan penggunaan kontrasepsi memang menjadi keputusan
seorang suami, terkait kesehatan reproduksi pasangan dan memiliki anak
atau tidak adalah tanggung jawab bersama pasangan.

2. Umur

Umur merupakan hal yang sangat berperan dalam penentuan untuk


menggunakan alat kontrasepsi karena pada fase-fase tertentu dari umur
menentukan tingkat reproduksi seseorang. Umur yang terbaik bagi seorang
wanita adalah antara 20-30 tahun karena pada masa inilah alat-alat
reproduksi wanita sudah siap dan cukup matang untuk mengandung dan
melahirkan anak. Bila ditinjau pola dasar penggunaan kontrasepsi yang

60
rasional maka masa mencegah kehamilan (30 tahun) dianjurkan untuk
menggunakan kontrasepsi dengan urutan kontap, AKDR/ IUD, implant,
suntik, pil KB, dan kondom. Dengan demikian umur akan menentukan
dalam pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan.

3. Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan akan jelas mempengaruhi pribadi


seseorang dalam berpendapat, berpikir, bersikap, lebih mandiri dan
rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan. Hal ini juga akan
mempengaruhi secara langsung seseorang dalam hal pengetahuannya akan
orientasi hidupnya termasuk dalam merencanakan keluarganya.
Pendidikan juga akan meningkatkan kesadaran wanita terhadap manfaat
yang dapat dinikmati bila ia mempunyai jumlah anak sedikit. Tinggi
rendahnya tingkat sosial ekonomi yang dimiliki oleh responden, membuat
responden sangat susah untuk membiayai atau melanjutkan pendidikannya,
disatu sisi pemenuhan kebutuhan sehari-hari sangat penting untuk
dipenuhi.

4. Budaya

Tingkat kepercayaan yang kuat dan Kepercayaan religius dan budaya


merupakan tradisi dari nenek moyang yang terdiri dari budaya mengenai
anak, KB, dan wanita, hukum agama mengenai KB, dan keuntungan KB
alamiah. Kepercayaan religius dan budaya berdampak pada sikap seseorang
dalam menerima sesuatu.

Ketika responden mendapatkan informasi tentang pelaksanaan KB,


maka mereka akan menilai dan membandingkannya dengan norma-norma
yang terdapat dalam kepercayaan religius dan budaya mereka. Apabila tidak
terdapat pertentangan pelaksanaan KB dengan norma-norma dalam
kepercayaan religius mereka, maka mereka akan melaksanakannya dengan
sepenuh hati, namun jika bertentangan mereka akan mempertimbangkannya
dengan faktor-faktor lain seperti kemampuan ekonomi dan pengetahuan
mereka.tentang.KB.itu.sendiri.

61
62
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengambilan keputusan adalah proses komunikasi dan partisipasi
yang terus menerus yang merupakan pernyataan yang disetujui antar
alternatif atau antar prosedur untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan
(Suryadi, 2002). dalam pengambilan.keputusan. (Suryadi, 2002)
mengajukan tiga fase dari proses pengambilan keputusan, Intelegence,
Desain, choice, implementation.
Dengan demikian strategi dalam membantu klien mengambil
keputusan ber-KB dengan cara konseling menggunakan ABPK yang
memuat jenis-janis alat kontrasepsi hormonal seperti pil, suntik, IUD,dan
implant,dan Non hormonal. Dalam pengambilan keputusan ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi yaitu, keterlibatan suami dalam
pengambilan keputusan, umur, pendidikan, dan budaya.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan
maka dari itu diharapkan kritik dan saran nya agar dapat lebih baik lagi.

Strategi Membantu Klien Dalam Pengambilan Keputusan Nifas & Faktor yang
Mempengaruhi Tips Pengambilan Keputusan Dalam Masa Nifas Mencakup KF 1, KF 2, KF
3

Kerangka pengambilan keputusan

• Dalam asuhan kebidanan pengambilan keputusan memperhatikan hal-hal


sebagai berikut :

a. Bidan harus mempunyai responbility dan accountability.

63
b. Bidan harus menghargai wanita sebagai individu dan melayani dengan rasa
hormat.

c. Pusat perhatian pelayanan bidan adalah safety and wellbeing mother.

d. Bidan berusaha menyokong pemahaman ibu tentang kesejahteraan dan


menyatakan pilihannya pada pengalaman situasi yang aman.

e. Sumber proses pengambilan keputusan dalam kebidanan adalah : knowledge,


ajaran intrinsic, kemampuan berfikir kritis, kemampuan membuat keputusan
klinis yang logis.

Pemberian informasi efektif bila:

1. Informasi yg diberikan spesifik, dapat membantu klien dalam mengambil


keputusan.

2. Informasi disesuaikan dengan situasi klien, dan mudah dimengerti.

3. Diberikan dengan memperhatikan hal-hal berikut :

 Singkat dan tepat

 Menggunakan bahasa sederhana

 Gunakan alat bantu visual sewaktu menjelaskan

4. Beri kesempatan klien bertanya dan minta klien mengulang hal-hal penting.

Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui

Pengertian

Masa nifas adalah dimulai setelah persalinan selesai dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama 6
minggu (Prawirohardjo, 2009)

Tahapan pada masa nifas adalah sebagai berikut:

1. Periode immediate postpartum

• Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini
merupakan fase kritis, sering terjadi insiden perdarahan postpartum karena
atonia uteri. Oleh karena itu, bidan perlu melakukan pemantauan secara
kontinu, yang meliputi; kontraksi uterus, pengeluaran lochea, kandung kemih,
tekanan darah dan suhu.

2. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu)

64
• Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.

3. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu)

• Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan pemeriksaan sehari-hari
serta konseling perencanaan KB.

4. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama
bila selama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau komplikasi.

Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui

• 2. Tujuan asuhan kebidanan nifas dan menyusui, sebagai berikut:

• 1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun pisikologis dimana
dalam asuhan pada masa ini peranan keluarga sangat penting, dengan
pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi selalu
terjaga.
• 2) Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh)
3) Melakukan rujukan secara aman dan tepat waktu bila terjadi penyulit atau komplikasi
pada ibu dan bayinya, ke fasilitas pelayanan rujukan.

Beberapa komponen esensial dalam asuhan kebidanan pada ibu selama masa nifas
(Kemenkes RI, 2013), adalah sebagai berikut :

1. Anjurkan ibu untuk melakukan kontrol/ kunjungan masa nifas setidaknya 4 kali, yaitu:

a. 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)

b. 6 hari setelah persalinan

c. 2 minggu setelah persalinan

d. 6 minggu setelah persalinan

2. Periksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi perineum, tanda infeksi,


kontraksi uterus, tinggi fundus, dan temperatur secara rutin.

3. Nilai fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit kepala, rasa lelah dan
nyeri punggung.

4. Tanyakan ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang didapatkannya


dari keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk perawatan bayinya.

65
5. Tatalaksana atau rujuk ibu bila ditemukan masalah.

Beberapa komponen esensial dalam asuhan kebidanan pada ibu selama masa nifas
(Kemenkes RI, 2013), adalah sebagai berikut :

6. Lengkapi vaksinasi tetanus toksoid bila diperlukan.

7. Minta ibu segera menghubungi tenaga kesehatan bila ibu menemukan salah satu
tanda berikut:

a. Perdarahan berlebihan

b. Sekret vagina berbau

c. Demam

d. Nyeri perut berat

e. Kelelahan atau sesak nafas

f. Bengkak di tangan, wajah, tungkai atau sakit kepala atau pandangan kabur.

g. Nyeri payudara, pembengkakan payudara, luka atau perdarahan pada puting

8. Berikan informasi tentang perlunya melakukan hal-hal berikut.

a. Kebersihan diri

b. Istirahat

c. Latihan (exercise)

d. Gizi

e. Menyusui dan merawat payudara

f. Senggama

g. Kontrasepsi dan KB

Jelaskan kepada ibu mengenai pentingnya kontrasepsi dan keluarga berencana setelah
bersalin

Beberapa komponen esensial dalam asuhan kebidanan pada bayi baru lahir selama
masa nifas (Kemenkes RI, 2013) adalah sebagai berikut:

66
1. Pastikan bayi tetap hangat dan jangan mandikan bayi hingga 24 jam setelah
persalinan. Jaga kontak kulit antara ibu dan bayi (bonding attachment) pada saat inisiasi
menyusu dini serta tutup kepala bayi dengan topi.

2. Tanyakan pada ibu dan atau keluarga tentang masalah kesehatan pada ibu:

a. Keluhan tentang bayinya

b. Penyakit ibu yang mungkin berdampak pada bayi (TBC, demam saat persalinan, KPD >
18 jam, hepatitis B atau C, siphilis, HIV, AIDS, dan penggunaan obat).

c. Cara, waktu, tempat bersalin dan tindakan yang diberikan pada bayi jika ada.

d. Warna air ketuban.

e. Riwayat bayi buang air kecil dan besar.

f. Frekuensi bayi menyusu dan kemampuan menghisap.

3. Lakukan pemeriksaan fisik dengan prinsip sebagai berikut:

a. Pemeriksan dilakukan dalam keadaan bayi tenang (tidak menangis).

b. Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai pernapasan dan tarikan


dinding dada bawah, denyut jantung serta perut.

ANALISA JURNAL

METODE PICO

1. Pengaruh Postnatal Massage terhadap Proses Involusi dan Laktasi Masa Nifas di
Malang

Jiarti Kusbandiyah, Yuniar Angelia Puspadewi

Prodi Kebidanan Stikes Widyagama Husada Malang

Publikasi 05/04/2020

ABSRAK

Masa Nifas merupakan masa kritis bagi ibu pasca melahirkan. Ketidaksiapan secara fisik,
psikis, mental dan spiritual dalam menghadapi masa ini akan membuat masa nifas
berjalan tidak normal. Parameter kesuksesan masa nifas adalah proses involusi dan
laktasi. Permasalahn involusi dilihat dari banyak-nya perdarahan postpartum yang
disebabkan oleh atonia uteridi Kabupaten Malang sebanyak 34%, sedangkan
permasalahan laktasi dikaitkan dengan pemberian ASI Eksklusif di Kota Malang masih
rendah sekitar 60%. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah tindakan postnatal

67
massage.Tindakan tersebut dapat merelaksasikan ketegangan dan mengatasi keletihan
pasca melahirkan yang dapat memicu subinvolusi dan kegagalan laktasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh postnatal massage terhadap proses involusi dan
laktasi pada masa nifas. Penelitian dilaksanakan di beberapa Bidan Praktik Mandiri
(PMB) di kota dan kabupaten Malang menggunakan desain quasi experimental. Populasi
adalah ibu postpartum 2 jam sampai dengan 6 hari. Sampel diambil menggunakan
purposive sampling sebanyak masing-masing 21 ibu postpartum kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol. Data penelitian menggunakan data primer dan dianalisis secara
deskriptif dan analitik.Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney menunjukkan hasil
p-value 0,093 untuk involusi dan 0,369 untuk laktasi. Kesimpulannya adalah tidak ada
pengaruh signifikan antara postnatal massage dengan involusi dan laktasi pada masa
nifas. Postnatal massage lebih berkaitan dengan efek jangka pendek dalam memberikan
efek relasasi dan mengurangi keletihan pasca melahirkan. Dukungan dan motivasi dalam
bentuk dukungan psikologis dan peran dalam merawat bayi sangat diperlukan oleh ibu
postpartum dalam menjaga proses involusi dan laktasi tetap lancar.

 Tabel 1. Pengaruh Postnatal Massage terhadap Proses Involusi dan Laktasi Masa Nifas
di Malang

68
2. Hubungan Sumber Informasi Dengan Keputusan Ibu Menyusui Memilih Kontrasepsi
Mal Di Desa Aek Nabara Kabupaten Padang Lawas Tahun 2018

Dalimawaty Kadir

Prodi Kebidanan, Akademi Kebidanan Helvetia Medan, Indonesia.

ABSTRAK

Pengetahuan yang rendah tentang kontrasepsi menyebabkan PUS takut menggunakan


alat kontrasepsi atau menunjukkan sikap yang negatif terhadap kontrasepsi. Salah
satunya adalah tentang MAL.Alat kontrasepsi alami Metode Amenorhea Laktasi (MAL)
sangat berpengaruh dengan minat ibu nifas untuk menyusui bayinya selama 6 bulan
tanpa makanan tambahan apapun, serta diberikan secara berkala pada bayinya. Tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sumber informasi dengan
keputusan ibu menyusui memilih kontrasepsi MAL di Desa Aek Nabara Kabupaten
Padang Lawas.Penelitian ini menggunakan survei analitik dengan pendekatan Cross
Sectional. Populasi berjumlah 38 orang, dengan teknik pengambilan sampel
menggunakan total population sehingga sampel dalam penilitian ini sebanyak 38 orang.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,008 (< 0,05).dari penelitian ini menunjukkan ada
hubungan sumber informasi dengan keputusan ibu menyusui memilih kontrasepsi MAL
di Desa Aek Nabara Kabupaten Padang Lawas tahun 2018. Hasil penelitian ini diharapkan

69
dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi ibu menyusui yang menggunakan MAL
dan menyadari betapa pentingnya menggunakan alat kontrasepsi dan keputusan
memilih metode amenorhea lsktasi (MAL), supaya minat ibu-ibu lain menggunakan
metode amenorhea laktasi (MAL) aksemakin meningkat.

Tabel 2. Hubungan Sumber Informasi Dengan Keputusan Ibu Menyusui Memilih


Kontrasepsi MAL di Desa Aek Nabara Kabupaten Padang Lawas Tahun 2018

70
2. PERAN KELUARGA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN IBU NIFAS UNTUK
MELAKUKAN PRAKTIK PANTANG MAKANAN DI KOTA PEKALONGAN
Latar belakang : berpantang makan adalah perilaku individu yang tidak boleh
dimakan makanan tertentu karena ada larangan budaya untuk bermanisan
generasi pada wanita kekanak-kanakan yang menyusui dengan menjauhkan diri
dari makanan tertentu, sangat dipengaruhi oleh beberapa factor termasuk
peran keluarga.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki peranan keluarga dalam


pengambilan keputusan membuat ibu bersalin untuk mempraktekkan
berpantang makan ibu post partum.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.Mengambil peserta dengan


metode PURPUSIVE SAMPLING, peserta adalah empat ibu bersalin yang tidak
makan, sementara itu Triangulasi terdiri dari dua ibu bersalin yang tidak
berpantang dari makanan, dua ibu atau ibu mertua POSTPARTUM ibu yang
berpantang makanan.Dua orang ibu atau ibu mertua POSTPARTUM ibu-ibu yang
tidak berpantang makanan,dan satu bidan.
Data dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam,data diproses dengan
THI metode induksi.
Hasilnya memperlihatkan bahwa praktek berpantang makanan pada ibu bersalin
dipengaruhi oleh anggota keluarga yang masih tinggal dalam satu rumah
terutama ibu kandung atau ibu mertua ,semantara suami dari peserta tidak
memiliki peran signifikan dalam praktek pantang makan.

71
Kesimpulan mempraktekkan berpantang makanan pada ibu POSTPARTUM
dipengaruhi oleh peran keluarga terutama ibu atau ibu mertua.
Kata kunci : Pantang Makan, Wanita kekanak-kanakan, Peran keluarga.

Tabel 3. Peran Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Ibu Nifas Untuk


Melakukan Praktik Pantang Makanan di Kota Pekalongan

  Ibu yang tidak berpantang makanan

  Dari hasil wawancara mendalam ibu memiliki alasan tidak merasa bebas, tidak ada manf
pantang makan, mengetahui jika ibu nifas membutuhkan gizi yang baik untuk ibu dan ba
C manfaat gizi bagi ibu dan bayi. Berat badan anak lebih cepat naik, ASI lancar dan berlimp
(Control/ nenyak dan tidak gampang sakit, tali pusat cepat kering dan lepas, luka pada jalan lahir m
Comparative)  
 

72
  Peran keluarga dalam pengambilan keputusan ibu nifas untuk melakukan pantang makan

  Peran orang tua (Ibu) atau Ibu mertua sangat berperan dalam memberikan perintah atau
melakukan pantang makanan, sedangkan suami mengikuti keputusan istri dengan menye
O kepada istri dan ada pula yang memberikan dukungan untuk melakukan pantang makana
(Outcome)  

  Pantang makanan merupakan perilaku individu untuk tidak mengkonsumsi m


karena terdapat larangan yang bersifat budaya yang di peroleh secara turun
  Disadari atau tidak ibu nifas yang melakukan pantang makanan akan berpen
Kesimpulan lambatnya pemulihan kesehatan seperti semula serta berpengaruh terhada
Secara tradisional, pembuatan keputusan keluarga di lakukan oleh suami, na
besar terutama ibu atau ibu mertua juga akan mempengaruhi pengambilan
khususnya tentang pemilihan makanan yang boleh di konsumsi ibu nifas kar
mertua dianggap lebih tau tentang apa saja yang harus di lakukan saat masa

  Masalah pantang makanan pada ibu nifas merupakan masalah yang selalu a
wilayah Indonesia karena dengan budaya dan adat istiadat yang beraneka ra
  tantangan tersendiri untuk bidan. Dengan masalah ini di harapkan bidan dap
Saran dalam pemberian KIE kepada suami, keluarga dan ibu nifas itu sendiri sehing
keputusannya dapat tepat berdasarkan ilmu gizi ibu nifas.

73
3. PENGARUH KONSELING TERHADAP AKSEPTOR KB DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ALAT KONTRASEPSI PADA MASA NIFAS DI KLINIK PRATAMA NIAR
TAHUN 2018

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia, yang menduduki


peringkat ke-4 dengan jumah penduduk terbanyak di dunia. Indonesia mempunyai
kebijakan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk diantaranya melalui program
Keluarga Berencana (KB). Keluarga Berencana adalah suatu upaya dilakukan manusia
untuk mengatur secara sengaja kehamilan dalam keluarga tidak melawan hukum dan
moral pancasila untuk kesejahteraan keluarga. Melalui program KB akan terjadi
pengendalian pertumbuhan jumlah penduduk sehingga dapat meningkatkan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan bagi keluarga.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh konseling terhadap terhapap akseptor KB dalam pengambilan
keputusan alat kontrasepsi pada masa nifas tahun 2018. Metode saat ini adalah one
grup pretest posttest design. Populasi calon akseptor KB di Klnik Pratama Niar dengan
sampel 26 responden. Data diambil dengan menggunakan kuesioner konseling KB. Data
dianalisis dengan uji T-Test (uji paires sample T-test). Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan ada perbedaan kelompok yang diberikan konseling dengan tidak diberikan
dengan p <0,001. Ada perbedaan yang signifikan antara tidak diberikan konseling
dengan diberikannya konseling dalam pengambilan keputusan alat kontrasepsi pada
masa nifas. Dengan demikian kedua perlakuan tersebut lebih efektif diberikan konseling
dengan nilai 18,19 sedangkan yang tidak diberikan konseling sebesar 15,88. Hal
inidisebabkan dengan konseling maka terjadi transfer informasi mengenai kelebihan,
kekurangan, efektivitas dan efesiensi masing-masing alat kontrasepsi antara calon
akseptor dengan petugas kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa konseling efektif untuk
meningkatkan pengambilan keputusan alat kontrasepsi pada calon akseptor. Disarankan
agar petugas kesehtan tetap memberikan konseling kepada setiap calon akseptor untuk
meningkatkan dalam pengambilan alat kontrasepsi.

Kata kunci : konseling, kontrasepsi

74
Tabel 4. Pengaruh Konseling Terhadap Akseptor KB Dalam Pengambilan Keputusan
Alat Kontrasepsi Pada Masa Nifas Di Klinik Pratama Niar Tahun 2018

ANALISA TELAAH KRITIS

  Ibu bersalin di Klinik Pratama Niar Medan pada Mei- Juni 2018.

   Penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan de

P  Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dengan krite


tidak mengalami gangguan komunikasi, dapat berbahasa Indonesia.ju
( Populasi ) Mei- Juni 2018.

 Analisis data dengan uji T-test (uji paires sample T-test) jika data berd

  Ibu bersalin yang di berikan konseling KB

   Sebelum diberikan konseling terdapat 15,88% bermanfaat dalam pen

I  Setelah di berikan konseling terdapat 18,19% sangat berpengaruh te

(Intervensi)  Berdasarkan rata-rata sebelum dan sesudah di lakukannya konseling


pemberian konseling bermanfaat dalam pengambilan keputusan Alat

  Ibu yang tidak di berikan konseling

C  Ada perbedaan signifikan antara tidak di berikan konse

(Control/ Comparative)

75
  Pengambilan keputusan alat kontrasepsi

O  Ada perbedaan antara kelompok diberi konseling deng

(Outcome)  Dengan demikian perlakuan tersebut lebih efektif di be


konseling sebesar 15,88%.

  Konseling yang efektif dapat meningkatkan pengambilan keput


disebabkan karena dengan konseling maka terjadi transfer info
  masing-masing alat kontrasepsi antara calon akseptor dengan p
Kesimpulan

  Dalam memberikan konseling disarankan agar petugas Kesehat


benar- benar dapat mengambil keputusan yang tepat untuk pe
Saran

. Kejadian Postpartum Blues pada Ibu Postpartum di RS PKU Muhammadiyah


Yogyakarta

Dwi Ernawati, Wa Ode Merli, Ismarwati

Prodi Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Aisyiyah of Yogyakarta, Indonesia.

Publikasi 05/08/2020

abstrak

Postpartum blues dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental ringan yang sering
dialami oleh wanita pasca persalinan sehingga sering tidak dipedulikan, tidak
terdiagnosa dan tidak tertangani, apabila postpartum blues ini tidak sembuh selama 2
minggu maka akan berubah menjadi postpartum depression dan postpartum psycosis.

76
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian postpartum blues pada
ibu postpartum. Desain penelitian yang digunakan deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan waktu cross sectional. Tempat penelitian di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Jumlah sampel 30 responden dengan teknik pengambilan sampel quota
sampling. Analisa data menggunakan analisis univariate.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian responden mengalami postpartum


blues (53,3%) dengan resiko sedang mengalami depresi postpartum (43,3%) dan resiko
berat untuk mengalami depresi postpartum (10%).Pada penelitian ini didapatkan 53,3%
dari seluruh ibu postpartum di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta mengalami
postpartum blues. Rekomendasi dari penelitian ini adalah adanya skrining postpartum
blues oleh tenaga kesehatan sebelum ibu nifas di perbolehkan pulang dan ada
kunjungan nifas bagi ibu ibu yang terdeteksi postpartum blues saat di rumah sakit.

ANALISA TELAAH KRITIS

  Ibu nifas hari ke 5- 14 sebanyak 30 orang, diminta persetujuannya


kuesioner untuk mengetahui postpartum blues dan tidak postpart
P
 Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendek
( Populasi )
 Jumlah sampel 30 responden dengan Teknik pengambilan

 Analisis data menggunakan analisis univariat.

  Ibu Postpatum Blues

  Dari data penelitian dihasilkan:

I  Dari 30 ibu postpartum yang memgalami postpartum blue


responden (10%) yang mengalami postpartum blues deng
(Intervensi)
 Pada responden pertama yang mengalami postpartum blu
memiliki jumlah hasil penilaian EPDS 14 dengan tingkat ke
postpartum blues dengan gejala, menyalahkan diri sendiri
bahagia dan mudah menangis.

 Pada responden kedua memiliki jumlah hasil penilaian EPD


ini mengalami postpartum blues dengan gejala, menyalah
merasa tidak bahagia.

77
 Pada responden ketiga memiliki jumlah hasil penilaian EPD
mengalami postpartum blues dengan gejala, pesimis deng
merasa takut tanpa alasan yang jelas, merasa tidak bahagi
 

  Ibu yang memiliki resiko postpartum blues

C Dari data penelitian dihasilkan:

(Control/ Comparative)  Postpartum blues dengan resiko sedang terjadi dep

   

O Mengetahui gambaran kejadian postpartum blues pada ibu

(Outcome)  Presentasi terjadinya postpartum blues pada ibu po

 Berdasarkan karakteristik presentasi ibu postpartum


bependidikan SMA sebesar 56,6%. Pekerjaan sebag
Pendapatan keluarga ³UMK sebesar 83,3%.

 Berdasarkan paritas mayoritas ibu postpartum mul

 Presentasi ibu postpartum dengan jenis persalinan

 Presentasi ibu postpartum dengan tipe keluarga un

 Tingkat kelelahan sedang sebesar 46,6%.


 

78
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini tenaga kesehatan di PKU Mu
ibu postpartum dan dapat memberikan intervensi yang tepa

  Untuk mencegah kejadian postpartum blues diharpkan tena


nifas di perbolehkan pulang dari rumah sakit dan deteksi din
  pencegahan terhadap risiko depresi nifas.
Saran  

6. Peran Bidan Dalam Mendukung Capaian Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas Di
Puskesmas Segeri Kabupaten Pangkep

ABSTRAK

Masa nifas merupakan hal penting untuk di perhatikan guna menurunkan angka
kematian ibu dan bayi di indonesia, kekurangan vitamin A dapat meningkatkan resiko
anak terhadap terjadinya infeksi seperti penyakit saluran nafas dan diare, meningkatkan
angka kematian karena campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan.
Tujuan Penelitian ini diketahuinya Peran Bidan Dalam Mendukung Capaian Pemberian
Vitamin A Pada Ibu Nifas Di Puskesmas Segeri Kabupaten Pangkep. Jenis penelitian
deskritif kuantatif, pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan keusioner.
Jumlah populasi sebanyak 62 orang dengan Sampel 38 orang. Berdasarkan penelitian,
peran bidan dalam capaian pemberian vitamin A termasuk kategori peran bidan aktif
sebanyak 23 orang (100%), sedangkan ibu yang tercapai pemberian vitamin A sebanyak
33 orang (86,8%) dan tidak tercapai pemberian vitamin A sebanyak 5 orang (13,2%).
Peran bidan aktif karena bidan memberikan penyuluhan tentang manfaat vitamin A

79
pada ibu sehingga ibu bisa menghindari atau mencegah jika terjadinya penyakit rabun
senja, perubahan pada mata, infeksi, dan bisa menghindari penyakit pada bayinya dari
diare dan campak.

Kata Kunci : Peran Bidan, Caoaian Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas

ANALISA TELAAH KRITIS

  Semua ibu nifas di bulan januari sampai maret 2017 sebanyak 62 or

   Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.

P  Teknik sampling menggunakan teknik simple random samp

( Populasi )  Analisis data menggunakan analisis univariat.

  Pemberian vitamin A pada ibu nifas dengan peran bidan aktif

   Dari data penelitian di hasilkan peran yang aktif sebesar 23

I  

(Intervensi)

  Pemberian vitamin A pada ibu nifas dengan peran bidan tidak aktif

C  Dari data penelitian di hasilkan peran yang tidak aktif sebes


 
(Control/ Comparative)

  Capaian Vitamin A

O  Berdasarkan hasil penelitian peran bidan dalam capaian pem


pemberian vitamin A sebanyak 33 orang (86,8%) dan tidak
(Outcome)
  

80
  Tercapaianya pemberian vitamin A pada ibu karna bidan member
harus mengkumsumsi vitamin A pada saat bidan memberikan vit
  melahirkan. Sedangkan yang tidak tercapainya vitamin A pada ibu
Kesimpulan berikan kapsul vitamin A.

  Saran bagi petugas kesehatan untuk dapat meningkatkan penget


disarankan agar selalu memberikan kapsul vitamin A kepada ibu n
Saran menarik misal brosur, penyuluhan langsung maupun melalui med
di pahami ibu pada saat ANC.

Strategi Membantu Klien Dalampengambilan Keputusan KB


Dan Factor-factor Dalam Ber KB Mencakupi Kontrasepsi
IUD,IMPLANT,SUNTIK,PIL
Pengambilan Keputusan

 Pengambilan keputusan adalah proses komunikasi dan partisipasi yang terus


menerus yang merupakan pernyataan yang disetujui antar alternatif atau antar
prosedur untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan (Suryadi, 2002).

Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus dihadapi
dengan tegas. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan pengambilan keputusan (Decision

81
Making) didefinisikan sebagai pemilihan keputusan atau kebijakan yang didasarkan atas
kriteria tertentu.

Strategi Membantu Klien dalam Pengambilan Keputusan KB

Konseling

Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana
(KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR). Dengan melakukan konseling berarti petugas
membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan
sesuai dengan pilihannya. Disamping itu dapat membantu klien merasa lebih puas.
Konseling yang baik jugaakan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih
lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Konseling juga akan mempengaruhi interaksi
antara petugas dan klien karena dapat meningkatkan hubungan dan kepercayaan yang
sudah ada.

Pengambilan Keputusan

 Pengambilan keputusan adalah proses komunikasi dan partisipasi yang terus


menerus yang merupakan pernyataan yang disetujui antar alternatif atau antar
prosedur untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan (Suryadi, 2002).

Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus dihadapi
dengan tegas. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan pengambilan keputusan (Decision
Making) didefinisikan sebagai pemilihan keputusan atau kebijakan yang didasarkan atas
kriteria tertentu.

Strategi Membantu Klien dalam Pengambilan Keputusan KB

Konseling

Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana
(KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR). Dengan melakukan konseling berarti petugas
membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan
sesuai dengan pilihannya. Disamping itu dapat membantu klien merasa lebih puas.
Konseling yang baik jugaakan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih
lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Konseling juga akan mempengaruhi interaksi
antara petugas dan klien karena dapat meningkatkan hubungan dan kepercayaan yang
sudah ada.

Sikap petugas kesehatan dalam melakukan konseling yang baik terutama bagi klien KB
yang baru :

1. Memperlakukan klien dengan baik

2. Interaksi antara petugas dan klien

82
3. Memberikan informasi yang baik dan benar kepada klien

4. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan

5. Membahas metode yang diingini klien

6. Membantu klien untuk mengerti dan mengingat

Langkah-langkah Konseling KB (SATU TUJU)

Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB yang baru, hendaknya
dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU :

 SA :SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan

 T :Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya.

 U :Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan


reproduksi yang paling mungkin, termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi.

 TU : BanTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai


apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.

 J :Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya.


Setelah klien memilih jenis kontrasepsinya, jika diperlukan, perlihatkan alat/obat
kontrasepsinya.

 U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang

Alat Bantu Pengambil Keputusan (ABPK)

 ABPK membantu petugas melakukan konseling sesuai standar dengan adanya


tanda pengingat mengenai keterampilan konseling yang perlu dilakukan dan
informasi apa yang perlu diberikan yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.
ABPK sekaligus mengajak klien bersikap lebih partisipatif dan memutbantu klien
untuk mengambil keputusan.

 Kontrasepsi

 Definisi Kontrasepsi

 Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya


kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan permanen
(Wiknjosastro, 2007). Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh
sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah
dibuahi ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014).

 Macam-macam Kontrasepsi

 a. Metode Kontrasepsi Sederhana

83
 Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode kontrasepsi
sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat. Metode kontrasepsi
tanpa alat antara lain: Metode Amenorhoe Laktasi (MAL), Couitus Interuptus,
Metode Kalender, Metode Lendir Serviks, Metode Suhu Basal Badan, dan
Simptotermal yaitu perpaduan antara suhu basal dan lendir servik. Sedangkan
metode kontrasepsi sederhana dengan alat yaitu kondom, diafragma, cup
serviks dan spermisida

 b. Metode Kontrasepsi Hormonal Metode kontrasepsi hormonal pada


dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu kombinasi (mengandung hormon progesteron
dan estrogen sintetik) dan yang hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi
hormonal kombinasi terdapat pada pil dan suntikan/injeksi. Sedangkan
kontrasepsi hormon yang berisi progesteron terdapat pada pil, suntik dan
implant.

 c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu AKDR yang
mengandung hormon sintetik (sintetik progesteron) dan yang tidak mengandung
hormon (Handayani, 2010).

 Kontrasepsi Hormonal

 1. Definisi Kontrasepsi Hormonal

 Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi dimana estrogen


dan progesteron memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui
hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap folikel dan proses ovulasi
(Manuaba, 2010).

2. Mekanisme Kerja

Kontrasepsi Hormonal Hormon estrogen dan progesteron memberikan


umpan balik, terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi
hambatan terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi. Melalui
hipotalamus dan hipofisis, estrogen dapat menghambat pengeluaran Folicle
Stimulating Hormone (FSH) sehingga perkembanagan dan kematangan Folicle
De Graaf tidak terjadi. Di samping itu progesteron dapat menghambat
pengeluaran Hormone Luteinizing (LH). Estrogen mempercepat peristaltik tuba
sehingga hasil konsepsi mencapai uterus endometrium yang belum siap untuk
menerima implantasi (Manuaba, 2010).

 3. Macam-Macam Kontrasepsi Hormonal

a. Kontrasepsi Pil

b. Kontrasepsi Suntik

c. Kontrasepsi Implant

84
Faktor-faktor yang mempengaruhi PengambilanKeputusan

Menurut Terry faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan


keputusan, yaitu :

• Hal-hal yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang emosional maupun
yang rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.

• Setiap keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan Setiap
keputusan jangan berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi harus lebih
mementingkankepentingan

• Jarang sekali pilihan yang memuaskan, oleh karena itu buatlah altenatif-
alternatiftandingan.

• Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental dari tindakan ini harus


diubah menjadi tindakanfisik.

• Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama.

• Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang


lebihbaik.

• Setiap keputusan hendaknya dilembagakan agar diketahui keputusan itubenar.

• Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan


mata rantai berikutnya.

• 1. Pengaruh Konseling Antenatal terhadap Tingkat Penerimaan IUD PASCA


SALIN

Abstrak

Masa nifas merupakan masa dimana seorang wanita memiliki motivasi yang
tinggi untuk menggunakan alat kontrasepsi. Data saat ini menunjukkan bahwa
penggunaan IUD hanya sekitar 7,75% dari seluruh penggunaan kontrasepsi.
Konseling yang dilakukan selama masa antenatal care yang dilanjutkan selama
persalinan dini diyakini dapat meningkatkan penerimaannya. Untuk
membandingkan efek konseling antenatal yang dilanjutkan selama persalinan
awal versus konseling pada persalinan awal hanya pada penerimaan AKDR
postpartum

Lanjutan.....
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Sardjito dan beberapa Puskesmas di Provinsi
Yogyakarta selama periode enam bulan dari Januari sampai Juni 2015. Uji coba
terkontrol tidak acak (quasi eksperimental design) digunakan. Wanita hamil
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang diberi konseling selama
kunjungan antenatal dilanjutkan selama persalinan awal mereka ditetapkan

85
sebagai kelompok terpapar. Mereka yang diberi konseling selama persalinan
awal hanya dimasukkan ke dalam kelompok kontrol. Konseling dilakukan dengan
menggunakan kartu berdesain khusus yang diperkenalkan oleh BKKBN. Hasil
utama yang menarik adalah pemasangan IUD pascapersalinan yang sebenarnya.
Uji chi square, risiko relatif dan regresi logistik digunakan untuk analisis statistik.
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pengaruh+konseling+antenatal+terhadap+tingkat+pen
erimaan+iud+paska+salin&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p%3Dzqa35cTOJ0MJ

Sebanyak 144 subjek direkrut yang terdiri dari 72 subjek sebagai kelompok
terpapar dan 72 sebagai kontrol. Kedua kelompok sebanding dalam hal usia,
paritas, pendidikan, cara melahirkan, dan riwayat penggunaan IUD sebelumnya.
Tingkat pemasangan IUD pada kelompok terpapar adalah 52,8% dibandingkan
dengan 26,4% pada kontrol (RR 2.00; 95% CI 1.28-3.12). Faktor lain yang
berkontribusi terhadap penerimaan AKDR postpartum adalah cara persalinan
dan penggunaan IUD sebelumnya. Regresi logistik menunjukkan bahwa faktor
yang paling dominan berkontribusi terhadap penerimaan AKDR postpartum
adalah riwayat penggunaan IUD sebelumnya, (OR 8,42; 95% CI 1,68-42,27)
diikuti oleh cara persalinan (OR 4,96; 95% CI 1,86-13,26), sedangkan waktu
konseling adalah yang ketiga (RR 2.93; 95% CI 1.36-6.32). Kesimpulan: Konseling
yang dilakukan selama ANC berlanjut pada masa persalinan dini meningkatkan
penerimaan AKDR postpartum secara signifikan. Faktor lain yang berkontribusi
terhadap penerimaan penggunaan IUD adalah riwayat penggunaan IUD
sebelumnya dan cara persalinan. Kata kunci: IUD postpartum; Waktu Konseling;
Perawatan antenatal; Tingkat Penerimaan

86
2. PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN
KEPUTUSAN (ABPK) TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI IMPLAN

Keluarga berencana merupakan program pemerintah di Indonesia yang masih menjadi


polemik. Kota Tangerang menjadi peringkat kelima pengguna implant di
kota/kabupaten di provinsi Banten. Salah satu cara untuk meningkatkan pemilihan
kontrasepsi implant yaitu memberikan konseling dengan menggunakan ABPK untuk
membantu pasien dalam proses pengambilan keputusan sehingga pasien lebih mudah
untuk menentukan metode Keluarga Berencana (KB) yang paling tepat. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat pengaruh konseling menggunakan alat bantu pengambilan
keputusan (ABPK) terhadap pemilihan kontrasepsi implant. Sampel penelitian yang
digunakan sebanyak 104 orang dengan teknik total sampling.

87
Metode yang digunakan quasi eksperimen intack group comparison. Pengumpulan data
menggunakan instrument penelitian berupa lembar ceklist. Teknik Analisa data yang
digunakan adalah uji Ttidak berpasangan, dengan Teknik pengambilan sampel total
sampling hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada pengaruh konseling mengunakan
ABPK terhadap pemilihan kontrasepsi implant dimana (Pvalue

=0.092>0,05). Dalam meningkatkan kualitas pelayanan KB, hendaknya petugas


kesehatan khususnya bidan memberikan konseling KB dengan menggunakan ABPK
sehingga dapat memberikan kemudahan kepada klien dalam menentukan pemilihan
kontrasepsi yang sesuai

3. Hubungan Sumber Informasi Dengan Keputusan Ibu Menyusui Memilih Kontrasepsi


Mal Di Desa Aek Nabara

Kabupaten Padang Lawas Tahun 2018

88
Pengetahuan yang rendah tentang kontrasepsi menyebabkan PUS takut menggunakan
alat kontrasepsi atau menunjukkan sikap yang negative terhadap kontrasepsi. Salah
satunya adalah tentang MAL.Alat kontrasepsi alami Metode Amenorhea Laktasi (MAL)
sangat berpengaruh dengan minat ibu nifas untuk menyusui bayinya selama 6 bulan
tanpa makanan tambahan apapun,serta diberikan secara berkala pada bayinya. Tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
sumberinformasidengankeputusan ibu menyusui memilih kon

trasepsi MAL di Desa Aek Nabara Kabupaten Padang Lawas

Penelitian ini menggunakan survei analitik dengan pendekatan CrossSectional.Populas


iberjumlah 38 orang,dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total population
sehingga sampel dalam penilitian ini sebanyak 38 orang. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0,008(<0,05).dari penelitian ini menunjukkan ada hubungan sumber informasi dengan
keputusan ibu menyusui memilih kontrasepsi MAL di Desa Aek Nabara Kabupaten
Padang Lawas tahun 2018.Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
sumber informasi bagi ibu menyusui yang menggunakan MAL dan menyadari betapa
pentingnya menggunakan alat kontrasepsi dan keputusan memilih metode
amenorhealsktasi (MAL), supaya minat ibu-ibu lain menggunakan metode amenorhea
laktasi (MAL) semakin meningkat.

89
4.PENGGUNAAN KONTRASEPSI DAN PERUBAHAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB

Kontrasepsi adalah upaya mencegah kehamilan yang bersifat sementara ataupun


menetap, yang didasarkan pada tujuan penggunaan yaitu menunda kehamilan,
menjarangkan kehamilan dan mengakhiri kesuburan. Kontrasepsi selain memiliki tingkat
keefektifan yang tinggi, namun tenyata juga memiliki efek samping, salah satunya yaitu
perubahan berat badan. Perubahan berat badan merupakan efek samping yang
terbanyak yang dialami oleh Akseptor KB selama tahun 2015.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan kontrasepsi


terhadap berat badan pada akseptor KB. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh
aktivitas fisik dan pola makan dengan berat badan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas
Kamonji Kota Palu.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan


Quasi Eksperimen dan Cross Sectional. Jumlah Populasi sebanyak 8377 orang dan sampel
sebanyak 99 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara Proportional Stratified
Random Sampling. Analisis statistik dilakukan dengan uji Chi Square dan T-test dengan

90
hasil terdapat tiga variabel yang mempunyai pengaruh yakni jenis kontrasepsi (ρ=0.030),
lama penggunaan (ρ=0.000), aktivitas fisik (ρ=0.025) dengan berat badan. Sementara itu
pola makan (ρ=1.000) tidak mempunyai pengaruh dengan berat badan. Diharapkan
kepada petugas kesehatan khususnya penyuluh KB untuk memberikan penyuluhan
tentang kontrasepsi baik keuntungan maupun efek samping sehingga para calon
akseptor KB dapat mengetahui jenis kontrasepsi yang tepat bagi mereka.

91
92
5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURANGNYA PEMINAT PENGGUNAAN
ALAT KONTRASEPSI IMPLAN PADA PASANGAN USIA SUBUR DI DESA TAMALATEA
KECAMATAN MANUJU KABUPATEN GOWA TAHUN 2017

faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya peminat penggunaan alat kontrasepsi


implan pada pasangan usia subur di Desa Tamalatea Kecamatan Manuju Kabupaten
Gowa. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional. Jumlah sampel 30 pasangan usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi di
Desa Tamalatea. Hasil uji analisis menggunakan uji chi-square dengan tingkat signifikasi
0,05, terdapat pengaruh pengetahuan dengan kurangnya peminat penggunaan alat
kontrasepsi implan pada pasangan usia subur dengan nilai p-value: 0,01, terdapat
pengaruh dukungan suami dengan kurangnya peminat penggunaan alat kontrasepsi
implan pada pasangan usia subur dengan nilai p-value: 0,002,

terdapat pengaruh informasi dari petugas kesehatan dengan kurangnya peminat


penggunaan alat kontrasepsi implan pada pasangan usia subur dengan nilai p-value:
0,01. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pengetahuan, dukungan suami dan
informasi dari petugas kesehatan dengan kurangnya peminat penggunaan alat
kontrasepsi implan pada pasangan usia subur. Saran bagi peneliti selanjutnya untuk
lebih memperhatikan faktor- faktor yang memepengaruhi kurangnya peminat
penggunaan alat kontrasepsi implan pada pasangan usia subur

93
94
95
6. GAMBARAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD
KEPADA IBU AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS DANUREJAN I KOTA YOGYAKARTA

Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pengambilan keputusan dalam


pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB di Puskesmas Danurejan I Kota Yogyakarta.
Metode penelitian deskriptif dengan populasi 352 akseptor IUD di Puskesmas Danurejan
1 Kota Yogyakarta. Teknik sampel menggunakan random sampling berjumlah 70
akseptor. Alat pengumpulan data menggunakan koesioner dan analisis data
menggunakan descriptive.

Hasil prevalensi kontrasepsi IUD adalah 22%. Responden mayoritas mengambil


keputusan sendiri 42,9%, berusia 26-30 55,7%, pendidikan SMA 42,9%, IRT 87,1%,
penghasilan < UMR 72, 9% tidak ada dukungan suami 67,1%, persepsi positif 57,1%,
pengetahuan kurang 52, 9% sumber informasi dari tenaga kesehatan 40% .

http://digilib.unisayogya.ac.id/4562/1/NASKAH%20PUBLIKASI-%20ARMILA%20SOFIAH
%201710104328.pdf

96
97
98
99

Anda mungkin juga menyukai