Anda di halaman 1dari 5

Kasus Vinil Klorida di Industri Produksi PVC “Angiosarcoma of the Liver

Among Polyvinyl Chloride Workers – Kentucky”


Kasus ini memaparkan adanya suatu penyakit langka yakni angiosarcoma hati yang
terjadi pada 4 pekerja bagian polimerisasi polivinil klorida di pabrik kimia B.F. Goodrich,
Kentucky, Amerika Serikat. Penyakit angiosarcoma merupakan suatu penyakit kanker yang
terdapat di pembuluh darah pada organ jaringan lunak hati dan sangat jarang ditemukan. Empat
kasus yang terjadi pada 4 pekerja di pabrik PVC ini kemungkinan disebabkan adanya hubungan
paparan monomer vinil klorida (VCM) terhadap pekerja bagian polimerisasi PVC tersebut.  
Polivinil klorida merupakan suatu polimer yang stabil dan tidak mudah terdegradasi oleh bakteri
di alam. Namun, dalam kondisi asam dan suhu tinggi polivinil klorida memiliki kemampuan
melepaskan monomernya berupa vinil klorida yang reaktif dan berbahaya bagi tubuh. Bahaya
dari monomer vinil klorida adalah dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA yang
menyebabkan DNA-adduct dan berpotensi menimbulkan kanker pada manusia.

Berdasarkan data dari IARC (International of Agency Research on Cancer) monomer


vinil klorida berada pada Group 1 yang berarti terbukti karsinogen terhadap manusia. Hal itu
karena vinil klorida yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan timbulnya tumor maupun
kanker pada organ otak, paru-paru maupun hati akibat faktor DNA-adduct  seperti yang
dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini, vinil klorida terisolasi dalam DNA sehingga
menyebabkan mutasi DNA.

Berdasarkan data Badan Standar Nasional Indonesia nomor 19-0232-2005 tentang Nilai
Ambang Batas zat kimia di udara tempat kerja, nilai ambang batas paparan vinil klorida di udara
bagi pekerja adalah 13 mg/m3 atau 5 ppm dengan jangkauan waktu tidak lebih dari 8 jam per hari
atau 40 jam seminggu. Sedangkan berdasarkan data ACGIH (American Conference of
Governmental Industrial Hygienists) tentang TLVs (Threshold Limit Values) atau batas ambang
vinil klorida bagi pekerja adalah 1 ppm dalam TWA (Time Work Average) atau 8 jam kerja per
hari. Selain itu, indikator lain adalah PELs (Permissible Exposure Limits) atau batas paparan
yang diperbolehkan, yang dikeluarkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health
Administration), untuk vinil klorida sebesar 1 ppm dalam TWA, dan 5 ppm dalam STEL (Short
Time Exposure Limit) atau selama 15 menit kerja.
Dalam kasus ini, pekerja tersebut bekerja di bagian polimerisasi polivinil klorida yang
menggunakan bahan dasar monomer vinil klorida. Hal itu, merupakan potensi besar bagi para
pekerja bagian polimerisasi PVC terhadap adanya paparan monomer vinil klorida melalui jalur
paparan inhalasi yang sangat berbahaya bagi tubuh. Selain itu, berdasarkan penelitian
epidemiologi terhadap 4 kasus penyakit yang dialami 4 pekerja pabrik tersebut, menunjukkan
bahwa adanya sirosis ekstensif dari jenis non-alkohol selain angiosarcoma. Dan berdasarkan
hasil wawancara, tidak ada diantara keempat pekerja yang memiliki riwayat penggunaan alkohol
berkepanjangan atau paparan hepatotoxin dari luar tempat kerja. Secara khusus, tidak ada yang
pernah terpapar dioksida atau arsenik yang merupakan dua bahan yang dikenal dapat
menyebabkan angiosarcoma pada hati manusia. Oleh karena itu, diduga kuat penyebab
timbulnya penyakit angiosarcoma pada organ hati keempat pekerja tersebut adalah paparan
monomer vinil klorida yang berasal dari tempat kerjanya.

Untuk suatu industri PVC, paparan vinil klorida terhadap para pekerja khususnya yang
bekerja di bagian polimerisasi akan sangat memungkinkan adanya resiko paparan yang lebih
besar dibanding dari masyarakat umum karena adanya intens berkepanjangan terhadap paparan
inhalasi di tempat kerja. Dalam kasus ini yang terjadi pada 1973, ketika itu monomer vinil
klorida belum diketahui berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga belum ada indikator
paparan vinil klorida di udara atau alat pelindung diri bagi pekerja yang dapat mengurangi resiko
paparan yang besar. Setelah kejadian kasus yang menghebohkan ini, pemerintah khususnya
Amerika dari OSHA baru mengeluarkan ambang batas bagi pekerja vinil klorida.  

Menurut saya, solusi yang baik dalam menangani kasus vinil klorida ini bagi pemerintah
adalah dengan mengeluarkan peraturan yang ketat terhadap ambang batas paparan untuk pekerja
di industri kimia, industri plastik maupun industri lain yang menggunakan monomer vinil
klorida. Selain itu, harus dilakukan juga monitoring setiap bulannya terhadap konsentrasi
monomer vinil klorida yang ada di udara lingkungan kerja maupun limbah yang dihasilkan oleh
industri tersebut untuk mencegah adanya monomer vinil klorida yang mungkin terbawa pada
limbah pabrik dan mengurangi resiko paparan yang luas ke area sekitar lingkungan kerja.
Sedangkan untuk masyarakat umum, untuk mencegah adanya paparan terhadap monomer vinil
klorida adalah dengan meminimalisasi penggunaan wadah makanan yang terbuat dari polivinil
klorida karena polivinil klorida (PVC) memiliki manfaat yang baik dalam material pembangunan
namun ketika digunakan sebagai wadah untuk makanan maka akan memungkinkan adanya
resiko paparan monomer vinil klorida melalui jalur ingesti ke masyarakat umum.

Solusi bagi tiap industri adalah menerapkan monitoring terhadap konsentrasi vinil klorida
yang dihasilkan dalam proses polimerisasi maupun proses lain yang berhubungan dengan
monomer vinil klorida dan melindungi pekerja dengan menyediakan serta menerapkan peraturan
yang ketat terhadap penggunaan wajib alat pelindung diri (APD) yang berkualitas untuk tiap
pekerja. Selain itu, bagi industri sebaiknya mensejahterakan asupan gizi bagi pekerja agar
kesehatan tiap pekerja terjaga dengan baik. Hal itu karena ketika terdapat pelaksanaan terhadap
standar perlindungan yang baik di suatu lingkungan dan dilakukan kepatuhan terhadap standar
tersebut maka keselamatan kerja, kemajuan ekonomi, dan lingkungan yang sehat akan terjadi
secara selaras di lingkungan tersebut.

Berikut kasus yang terjadi (sumber MMWR, CDC) : 

The Case : “Angiosarcoma of the Liver Among Polyvinyl Chloride Workers – Kentucky”
MMWR 1974; 23:49-50 (February 9, 1974)         

Between September 1967 and December 1973, 4 cases of angiosarcoma of the liver were
diagnosed among men employed in the polyvinyl chloride polymerization section of a B.F.
Goodrich plant near Louisville, Kentucky. This section of the plant began operations in 1938. It
employs about 270 persons and produces polyvinyl chloride as well as a variety of copolymers
by polymerization of vinyl chloride monomer. All 4 men had worked continuously in the section
for at least 14 years prior to onset of illness (Table_1); all 4 had worked directly in various
phases of the polymerization process.

Case 1 presented in August 1967 with an epigastric mass and thrombocytopenia. An exploratory
laparotomy was performed in September 1967; liver biopsy revealed angiosarcoma. Case 2
presented in January 1970 with gastrointestinal (GI) bleeding. Recurrent bleeding in May 1970
led to an exploratory laparotomy at which time a diagnosis of angiosarcoma was made on liver
biopsy. Case 3 presented in January 1964 with GI bleeding which recurred in May 1965 with
signs of portal hypertension. A portacaval shunt was performed, and liver biopsy yielded a
diagnosis of cirrhosis. Repeat biopsies in October 1970 and September 1972 confirmed this
diagnosis. Autopsy in March 1973 revealed angiosarcoma. Case 4 presented in July 1973 with
hepatosplenomegaly, weight loss, and jaundice. Two liver biopsies were interpreted as showing
severe cirrhosis. Autopsy in December 1973 revealed angiosarcoma.

In each case, pathologic material revealed the presence of extensive cirrhosis of a non-alcoholic
type in addition to angiosarcoma. In 2 cases, the diagnosis of angiosarcoma was made only at
autopsy, cirrhosis having been diagnosed 7 years before in Case 3 and 5 months before in Case
4. None of the patients gave histories of prolonged alcohol use or exposure to hepatotoxin
outside their work place. In particular, none had ever had exposure to thorium dioxide or to
arsenic, two materials known specifically to induce hepatic angiosarcoma in man (1,2).

(Reported by John Creech, M.D., Plant Physician, B.F. Goodrich Chemical Company,
Louisville, Kentucky; Maurice N. Johnson, M.D., Director of Environmental Health, B.F.
Goodrich Chemical Company, Akron, Ohio; Bradford Block, M.D., Medical Consultant,
Kentucky Occupational Safety and Health Administration, Kentucky State Department of Labor;
National Institute for Occupational Safety and Health, and the Cancer and Birth Defects
Division, Bureau of Epidemiology, CDC.)

Original report published with new editorial note in MMWR 1997;46:97-101 (February 7,
1997).

Kasus ini memaparkan adanya suatu penyakit langka yakni angiosarcoma hati yang terjadi pada
4 pekerja bagian polimerisasi polivinil klorida di pabrik kimia B.F. Goodrich, Kentucky,
Amerika Serikat. Penyakit angiosarcoma merupakan suatu penyakit kanker yang terdapat di
pembuluh darah pada organ jaringan lunak hati dan sangat jarang ditemukan. Empat kasus yang
terjadi pada 4 pekerja di pabrik PVC ini kemungkinan disebabkan adanya hubungan paparan
monomer vinil klorida (VCM) terhadap pekerja bagian polimerisasi PVC tersebut.
Polivinil klorida merupakan suatu polimer yang stabil dan tidak mudah terdegradasi oleh bakteri
di alam. Namun, dalam kondisi asam dan suhu tinggi polivinil klorida memiliki kemampuan
melepaskan monomernya berupa vinil klorida yang reaktif dan berbahaya bagi tubuh. Bahaya
dari monomer vinil klorida adalah dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA yang
menyebabkan DNA-adduct dan berpotensi menimbulkan kanker pada manusia.

Anda mungkin juga menyukai