Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Pada awal abad ke 20 di dunia, terutama di Amerika dan di Eropa terjadi ledakan
industri, yang dalam hal ini telah mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit akibat pekerjaan
atau yang berkaitan dengan pekerjaan. Pada umumnya, saat itu para pekerja tidak mengetahui
bahwa ia berhadapan dengan agen penyebab penyakit tertentu yang berkaitan dengan
pekerjaannya.

Pada tahap berikutnya, mulailah dikembangkan peraturan perundang-undangan yang


mengatur tentang penyakit akibat kerja dan kompensasinya, termasuk kaitannya dengan asuransi.
Pemberi kerja menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas kompensasi yang harus
diterima oleh pekerja penderita penyakit akibat kerja. Risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dikuantifikasi dalam bentuk premi asuransi kecelakaan kerja, sehingga kompensasi
dihitung dengan menggunakan prinsip-prinsip asuransi dan direalisasi tanpa memperhatikan
siapa yang bersalah. Namun, pemberi kerja tetap bisa bertanggungjawab di bidang hukum pidana
atau hukum administratif lain apabila penyakit atau kecelakaan kerja tersebut terjadi oleh karena
kesengajaan atau tindakan yang "malicious" lainnya.

Lebih jauh dari itu, pemberi kerja harus melakukan upaya-upaya preventif sedemikian
rupa sehingga kejadian penyakit dan kecelakaan kerja dapat ditekan serendah mungkin. Upaya-
upaya tersebut meliputi analisis dan reduksi hazard di tempat kerja dan meningkatkan safetynya,
melakukan penelitian yang memecahkan masalah keselamatan dan kesehatan kerja, menentukan
hak dan kewajiban pemberi kerja dan pekerja dalam mencapai keselamatan dan kesehatan kerja
yang lebih baik, melaksanakan pemantauan dan pelaporan adanya cedera dan kesakitan,
menyelenggarakan program pelatihan untuk meningkatkan kompetensi personil kesehatan dan
keselamatan kerja, serta mengembangkan standar kesehatan dan keselamatan kerja dan
melaksanakannya secara efektif, serta melaksanakan program negara yang berkaitan dengan
pengembangan, analisis, dan evaluasi di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.

1
BAB II

PEMBAHASAN

I. PENYAKIT KARENA HALOGEN DARI SENYAWA ALIFATIK ATAU


AROMATIK.

Hidrokarbon halogen alifatik adalah senyawa dari karbon, hidrogen dan halogen (klor,
brom dan fluor). Senyawa ini berupa cairan tak berwarna dan mudah menguap, dan merupakan
pelarut yang baik untuk senyawa-senyawa organik. Akan tetapi, senyawa fluor umumnya berupa
gas-gas tak berwarna dan tak mudah terbakar. Hidrokarbon halogen alifatik mudah rusak kalau
terkena panas, dengan melepaskan beberapa senyawa yang sangat iritan seperti fosgen dan asam
hidrofluorat. Banyak dipakai sebagai pelarut dalam peluntur lemak dan penghilang lapisan lilin.
Bahan-bahan ini juga digunakan sebagai insektisida, pemadam api, dan sebagai bahan perantara
kimia dalam sintesis organik.

Hidrokarbon halogen aromatik berasal dari benzen, homolognya, atau senyawa aromatik
lain dengan penggantian satu atau lebih atom hidrogen dengan halogen. Benzen klor adalah
cairan, sedangkan difenil klor dan derivatnya serta naftalen klor dapat berwujud cair hingga
padat seperti lilin, tergantung derajat klorinasinya.

Hidrokarbon halogen aromatik digunakan sebagai intermediat kimia dalam produksi zat
pewarna, bahan farmasi, pestisida, plastik, dll. Karena sifatnya yang stabil, termoplastis dan tidak
mudah terbakar, bifenil dan naftalen klor digunakan sebagai isolator listrik, dan sebagai bahan
aditif pada pelumas bertekanan tinggi. Sejumlah senyawa terpilih dibahas dalam sub-sub di
bawah ini.

1.1 KARBON TETRAKLORIDA

1.1.1 Sifat-sifat agen penyebab

Karbon tetraklorida adalah suatu cairan tak berwarna, mudah menguap dengan bau ester
yang cukup kuat. Zat ini mendidih pada 76,8oC tetapi tidak dapat terbakar.

2
1.1.2 Sumber dan kegunaan

Karbon tetraklorida dibuat dengan mereaksikan karbon disulfida dengan klor dengan
bantuan katalisator. Digunakan sebagai substrat dalam pembuatan fluorokarbon. Dalam
campuran fumigan, bahan ini digunakan sebagai insektisida dan untuk menekan sifat mudah
terbakar dari fumigant lain. Pada tahun-tahun terakhir, di berbagai Negara telah diatur
penggunaannya sebagai pelarut minyak, lemak, sirlak, vernis dan resin.

1.1.3 Pekerjaan dengan resiko paparan terhadap karbon tetraklorida

Para kimiawan, pembersih lemak, fumigator padi, pembuat tinta, pembuat insektisida dan
refrigeran mempunyai resiko yang terbesar.

1.1.4 Mekanisme Kerja

 Absorpsi

Karbon tetraklorida terutama diabsorpsi melalui paru-paru sebagai uap. Walaupun


absorpsi melalui kulit utuh tampaknya kecil, kontak berulang dengan kulit perlu dihindarkan.

 Biotransformasi

Karbon tetraklorida dimetabolisme dalam hati membentuk suatu radikal bebas, yg


menyebabkan kerusakan sel melalui peroksidasi lipid. Sejumlah kecil karbon tetraklorida
dimetabolisme menjadi karbon dioksida dan urea.

 Eliminasi

Sekitar separuh dari karbon tetraklorida yang diabsorpsi dieliminasi tanpa diubah dalam
udara ekspirasi, sisanya diekskresi lewat kemih dan feses, terutama dalam bentuk metabolit.

1.1.5 Penilaian paparan

 Penilaian Lingkungan

Paparan dinilai dengan menganalisis sampel udara ruang kerja dalam zona pernapasan,
lebih disukai dengan sampel perorangan. Alat pengambil sampel untuk karbon tetraklorida

3
berupa tabung-tabung arang yang mengabsorpsi uap dari udara, analisis berikutnya dilaksanakan
dengan kromatografi gas. Juga tersedia tabung-tabung detector untuk skrining.

 Penilaian biologis

Saat ini, tampaknya tidak ada metabolit karbon tetraklorida dalam darah yang bermanfaat
untuk pemantauan paparan. Karbon tetraklorida dalam udara ekspirasi mungkin bermanfaat
dalam mendiagnosis paparan akut, dan mungkin juga besarnya paparan.

1.1.6 Efek-efek klinis

Karbon tetraklorida menyebabkan depresi system saraf pusat dan kerusakan berat pada
hati dan ginjal.

 Keracunan akut

Paparan terhadap kadar tinggi menimbulkan gejala-gejala depresi system saraf pusat
termasuk pusing, vertigo, kehilangan koordinasi dan kekacauan mental. Nyeri abdomen, mual,
muntah dan diare sering terjadi. Sebagian besar fatalitas di akibatkan kerusakan ginjal dengan
gagal jantung sekunder. Fatalitas pada manusia akibat kerusakan ginjal akut telah ditemukan
setelah paparan selama 30 menit sampai 1 jam dengan kadar 6,5-13 g/m3, kematian mendadak
kadang-kadang disebabkan fibrilasi ventrikel. Kerusakan hati disebabkan nekrosis sel-sel hati
dan infiltrasi lemak. Pada kerusakan ginjal, ditemukan degenerasi lemak dan nekrosis epitel
tubulus ginjal. Dalam beberapa hari setelah paparan akut, dapat timbul ikterus dan kerusakan hati
dapat berlanjut menjadi nekrosis toksik. Pada saat yang sama dapat terjadi nefritis akut dan
munculnya albumin, sel darah merah putih, serta silinder dalam kemih. Dapat disertai oligouria,
anuria dan peningkatan retensi nitrogen yang mengakibatkan uremia.

 Keracunan kronik

Kerusakan hati dan ginjal dapat terjadi setelah paparan akut tunggal, tetapi lebih sering
disebabkan paparan berulang. Paparan kronik menyebabkan berbagai gangguan penglihatan
seperti penyempitan lapangan pandang. Terdapat efek sinergistik dengan masukan alcohol yang
berlebihan dan paparan terhadap karbon tetraklorida. Pada banyak kasus keracunan, khususnya
dengan kerusakan hati dan ginjal yang berat, alcohol merupakan suatu factor konkomitan.

4
 Efek lambat

Badan Riset Internasional untuk kanker menganjurkan bahwa karbon tetraklorida


hendaknya dianggap karsinogenik untuk manusia.

1.1.7 Hubungan paparan-efek

Ada beberapa laporan tentang efek merugikan pada para pekerja yang berulang kali
terpapar dengan kadar udara ruang kerja antara 160 mg/m3 dan 200 mg/m3. Penyempitan
lapangan pandang terjadi pada para pekerja yang secara berulang terpapar kadar antara 40 mg/m 3
dan 65 mg/m3.

Prognosis

Prognosis kerusakan hati dan ginjal menggembirakan bila pekerjaa dijauhkan dari
paparan selanjutnya secara dini.

Diagnosis banding

 Keracunan akut

Sebab-sebab lain keracunan mental, khususnya gangguan pada system saraf pusat dan
kardiovaskular hendaknya disingkirkan.

 Keracunan kronik

Sebab-sebab lain penyakit hati difus serta sebab-sebab lain penyakit ginjal hendaknya
disingkirkan.

Kerentanan

Penderita penyakit hati dan ginjal dianggap lebih rentan dibandingkan yang lain.

Pemeriksaan kesehatan

Pemeriksaan sebelum penempatan hendaknya meliputi riwayat medis, pemeriksaan fisik,


uji fungsi hati, uji fungsi ginjal dan urinalisis. Pemeriksaan medis hendaknya dilaksanakn setiap

5
tahun dengan penekanan pada hati, ginjal, dan kulit. Uji fungsi hati, uji fungsi ginjal dan
urinalisis hendaknya juga dilakukan.

1.1.8 Penanganan kasus

Pada keracunan akut, jauhkan pekerja dari paparan. Cucilah daerah kulit yang terkena,
dan irigasi mata dengan air. Mungkin perlu mengatasi keadaan syok. Pada kasus oligouria dan
anuria, berilah cairan dan elektrolit. Dialysis perlu dipertimbangkan pada kasus-kasus berat.
Terapi simtomatis untuk depresi system saraf pusat.

Tindakan pengendalian

Paparan terhadap karbon tetraklorida hendaknya dijaga serendah mungkin dengan


menerapkan prosedur pengendalian teknis dan pemakaian alat-alat pelindung diri. Batas-batas
paparan untuk karbon tetraklorida diberbagai Negara bervariasi dari 1 mg/m3 hingga 65 mg/m3.

1.2 VINIL KLORIDA

1.2.1 Sifat-sifat agen penyebab


Vinil Klorida adalah gas tak berwarna, mudah terbakar dan mudah meledak.

1.2.2 Sumber dan Kegunaan


Vinil klorida dapat dihasilkan baik melalui hidrokrolinasi asetilen atau helogenisasi
etilen. Bahan ini digunakan sebagai intermediatkimia dalam pembuatan polivinil klorida resin
lain.

1.2.3 Pekerjaan dan resiko paparan


Pembuatan resin polivinil, pekerja pada sintesis kimia organik dan pembuat karet
menanggung resiko paparan yan terbesar.

1.2.4 Mekanisme kerja


a. Absorpsi
Di absorpsi melalui paru-paru.

6
b. Biotransformasi
Efek toksik lebih disebabkan oleh metabolit. Sebagian vinil klorida yang diabsorpsi di
ekskresi tanpa diubah. Dalam jumlah tak tetap dimetabolis secara epoksidasi dan
menghasilkan kloroasetaldehid.
c. Ekskresi
Sebagian vinil klorida yang di absorpsidi ekskresikan melalui paru-paru melelui proses
ekspirasi dan sisanya melalui kemih tanpa merubah bentuk.

1.2.5 Penilaian paparan


a. Penilaian lingkungan
Mengukur kadar vinil klorida dalam udara.
b. Penilaian biologis
Tidak ada uji spesifik yang lazim digunakan.

1.2.6 Efek-efek klinis


a. Keracunan akut
Efek utama paparan akut adalah depresi sistem saraf pusat.
b. Keracunan kronik
Paparan kronik pada pekerja pembersih tabung reaktor yang terbuat dari polivinil klorida
menyebabkan akro-asteolisis.
c. Efek lambat
Angiosarkoma hati-komplikasi yang jarang pada para pekerja polimerisasi vinil klorida,
nampaknyan berhubungan dengan beberapa fase pemprosesan vinil klorida.

1.2.7 Hubungan paparan efek


Paparan terhadap 52 mg vinil klorida per m3 udara selama 5 menit jelas menyebabkan
rasa pusing, kepala terasa melayang, mual serta tumpulnya penglihatan dan pendengaran.

Prognosis
Kerusakan hati ringan mungkin dapat pulih. Prognosis akro-osteolisis tidak jelas.
Angiosarkoma adalah fatal.

7
Diagnosis banding
a. Keracunan akut
Pada kasus paparan extrim, singkirkan sebab-sebab lain kekacauan mental.
b. Keracunan kronik
Singkirkan sebab lain keracunan hati, khusus hepatitis dan sirosis. Sidik hati mungkin
kan membantu.

Pemeriksaan kesehatan
a. Pemeriksaan sebelum penempatan
Hendaknya meliputi riwayat medis dan pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada
hati, limpa,ginjal, kulit, jaringan penyambung dan sistem paru-paru.
b. Pemeriksaan berkala
Dalam hal medis, pemeriksaan berkala sama seperti periksaan sebelumnya dan biasanya
dilakukan sekali setahun.

Penanganan kasus
Jauhkan individu yang keracunan dari paparan. Terapi penyaki hati dan akro-osteolisis
secara sitomatik.

1.2.8 Tindakan pengendalian


Bilaman mungkin, kurangi kurangi paparan dengan menggunakan sitem tertutup. Di
daerah dimana kadar vinil klorida dalam udara cenderung tinggi, pakaian pelindung yang tepat
hendak nya di pakai untuk mencugah kontak kulit dengan vinil klorida atau residu polivinil
klorida.

II. PENYAKIT KARENA BENZENA ATAU HOMOLOGNYA.

Sifat-sifat agen penyebab


Benzen adalah suatu cairan tak berwarana, mudah menguap dengan bau khas. Cairan ini
mendidih pada 80.1oC, dan sangat mudah terbakar dan meledak.

8
Sumber dan kegunaan
Benzen dihasilkan dari distilasi batu bara atau minyak mentah. Bahan ini digunakan
sebagai salah satu bahan mentah dalam produksi senyawa aromatik seperti stiren, fenol,
sikloheksana dan nitrobenzen serta obat-obatan, pertisida dan diterjen. Kadang benzen juga
digunakan sebagai pelarut ekstrasi. Bahan ini terdapat dalam pelarut untuk lilin, resin, karet,
plastik, sirlak, cat, lem dll. Pada akhir-akhir ini penggunaan sebagai pelarut sudah dibatasi
karena toksisitasnya.

Pekerjaan dengan paparan terhadap benzen


Pekerja petrokimia dalam produksi benzen, pekerja industri kimia dan laboratoriumyang
menggunakan benzen, pembuat lem sintelis, penggunaan lem sintetik di perusahaan sepatu, kulit
atau barang-barang dari karet dan furnitur serta yang berhubungan dengan cat.

Patofisiologi
a. Absorpsi
Benzen masuk kedalam tubuh dalam bentuk uap melalui inhalasi dan absorpsi terutama
melalui paru-paru.sekitar 40-60% jumlah yang di inhalasi.
b. Biotransformasi
Metabolit akhir utama adalah fenol yang di ekresi lewat kemih dalam bentuk terkonjungsi
dengan asam sulfat atau glukunorat. Sebagian kecil dimetabolis menjadi
katekol,hidrokuinon, karbondioksida dan asam mukonat.
c. Ekskresi
Bagian benzen yang disekresi tanpa diubah antara 12-50% lewat udara ekspirasi dan
kurang dari 1% lewat kemih. Jumlah rata-rata fenol yang di eliminasi sekitar 30% dari
dosis yang di absorpsi.

Penilaian paparan
a. Penilaian lingkungan
Untuk mencegah paparan akut,tabung-tabung detektor dapat dimanfaatkan untuk
mengukur kadar benzensebelum memasuki ruang kerja yang mungkin mengandung
kadar tinggi uap benzen dalam udara. Untuk pemantauan paparan secara teratur,

9
sebaiknya dilakukan penilaian kadar rata-rata setiap saat baik dengan samper daerah
dalam zona panas, atau lebih baik dengan sampel perorangan.
b. Penilaian biologis
Fenol adalah suatu komponen kemih normal, kadar rata-rata adalah 9,5±3,6 mg/liter
distandarisasi dengan berat jenis kemih relati 1,024. Pada orang-orang yang tidak
terpapar kerja, kadar fenol dalam kemih tergantung pada masukan lewat makanan dan
pada jumlah yang lebih kecil pada variasi metabolisme antar individu. Nilai-nilai paparan
berikut diusulkan untuk kadar fenoldalam kemih yag ditetapkansegera setelah jam kerja :
 Sekitar 100 mg fenol/liter kemih menunjukan paparan sekitar 80 mg benzen/m3
udara selama 8 jam (kadar x waktu (KW) = 640)
 Sekitar 50 mg fenol/liter kemih menunjukan paparan sekitar 32 mg benzen/m3 udara
selama 8 jam (KW = 256)
 Di atas 25 mg fenol/liter kemih menunjukan sedikit paparan terhadap benzen
 Kurang dari 10 mg fenol/liter kemih mungkin tidak adanya paparan benzen yang
bermakna.

Efek klinis
Kadar uap benzen yang tinggi menyebabkan efek narkotik dan iritasi ringan pada mata
dan membran mukosa saluran pernafasan. Paparan jangka panjang terhadap kadar yang lebih
rendah dapat mengakibatkan supresi sumsum tulang dan dapat juga dihubungkan dengan
peningkatan insiden leukimia.
a. Keracunan akut
Efek narkotik utama antara lain : rasa pusing, nyeri kepala, kekacauan, perasaan mabuk,
mual, jalan sempoyongan, koma dan kematian akibat henti nafas.
b. Keracunan kronik
Efek toksik yang paling berarti pada paparan benzen adalah kerusakan sumsum tulang
yang terjadi secara diam-diam dan sering irevesible, sepertinya di sebabkan oleh benzen
epoksida. Perubahan-perubahan klasik adalah trombositopenia , leukopenia, atau anemia
ataupun gabungan dari ketiganya (pansitopenia).

10
c. Efek lambat
Leukimia juga adalah salah yang diidentifikasi. Umumnya tipe non-limfoid atau
mieloblastik. Kemungkinan ada suatu masa laten selama beberapa tahunantara
penghentian paparan dengan awitan leukimia. Supresi sumsum tulang dapat
mendahuluitimbulnya leukimia.

Hubungan paparan efek


Gajala awal keracunan akut telah di amati setelah paparan terhadap kadar antara 160 mg /
m3 dan 480 mg / m3 selama 5 jam. Suatu paparan selama 30-60 menit terhadap kadar 2,5 g /m3
dapat mnyebabkan tidak sadar, sedangkan paparan selama 5-10 menit terhadap 65 g/m3 dapat
menyebabkan kematian.
suatu kajian tentang toksikologi benzen mengisyaratkan bahwa ada suatu kerja
depresif terhadap sumsum tulang setelah paparan jangka panjang terhadap kadar benzen di atas
kira-kira 70-100 mg / m3. Hipoplasia sumsum tulang akibat paparan terhadap kadar yang lebih
rendah belum pernah terbukti.

Prognosis
Prognosis pansitopenia adalah menggembirakan pada sebagian besar pekerja bila
dijauhkan sedini mungkin dari paparan benzen, walaupun beberapa perubahan dapat berlangsung
sampai beberapa tahun.

Diagnosis banding
a. Keracunan akut
Singkirkan sebab-sebab lain keadaan kacau mental atau koma (terutama gangguan
metabolik saraf pusat) dan buktikantingkat paparan benzen yang tinggi,.
b. Keracunan kronik
Singkirkan penyakit-penyakit hematolgis yang tidak ada hubunganya dengan toksilitas
benzen sitopenia sekunder dari sebab yang di ketahui. Biasanya diperlukan pemriksaan
dan uji hematologis khusus.sitopenia dan leukimia secara klinis tidak dapat di bedakan
dengan yang di sebabkan oleh paparan tehadap benzen. Dokumentasi riwayat paparan
sangat penting untuk menilai kemingkinan asal kerja yang semakkin meningkat. Bila (a)

11
= tingkat paparan cukup tinggi untuk menyebabkan sitopenia. (b)= leukimia didahului
mielopati. (c)= ada klonus sel abnormal.

Kerentanan

Wanita-wanita hamil dan penderita penyakit hematologis dan penyakit kronik yang
mengganggu fungsi hati dan ginjal.

Pemeriksaan kesehatan

- Pemeriksaan sebelum penempatan


Pemeriksaan fisik, dan hitung darah, termasuk penetapan trombosit darah dan hitung
jenis leukosit.
- Pemeriksaan berkala
Pemeriksaan berkala sama dengan pemeriksaan sebelum penempatan, di anjurkan selang
waktu 1 tahun antar pemeriksaan medis.
- Uji saring
Kalau tingkat paparan tinggi terdeteksi di tempat kerja, maka penempatan hitung darah
hendaknya diulang berselang 3-6 bulan.

Penanganan kasus

Pasien keracunan benzene kronik harus dijauhkan dari paparan. Tidak ada terapi spesifik,
tetapi dapat diberikan terapi untuk penyakit darah yang lainnya yang sejenis.

Tindakan pengendalian

Bahan-bahan yang kurang berbahaya hendaknya digunakan sebagai pengganti benzene.


Paparan hendaknya dibatasi.

III. PENYAKIT KARENA NITRO DAN AMINA DARI BENZENA ATAU


HOMOLOGNYA.

Devirat nitro dan amino toksik dari benzene dan homologna merupakan suatu kelompok
besar senyawa dengan kepentingan komersial yang besar dan dengan cirri-ciri toksilogis serupa.

12
ANILIN

Sifat-sifat agen penyebab

Anilin adalah suatu cairan seperti minyak, jernih sampai kuning pucat dengan bau
aromatic mirip amina.

Sumber dan kegunaan


Metode produksi yang paling umum adalah dengan hidrogenisasi katalik nitrobenzene
pada suhu 250-300 c denan tekanan sedikit diatas teanan atsmosfir.Anilin digunakan pada
pembuatan bahan pewarna, akselerator dan antioksidan karet, bahan-bahan farmasi, resin ,
vernis, parfum dan semir sepatu. Bahan ini juga digunakan sebagai pelarut dan sebagai bahan
vulkanisir pada pembuatan karet.

Pekerjaan yang menyebabkan paparan terhadap anilin


Para pekerja kimia dan karet, pembuat zat warna dan tukang vulkanisir mempunyai
resiko terbesar.

Mekanisme kerja
1. Absorpsi
Uap aniline terutama diabsorpsi melalui paru-paru.Anilin cair mudah diabsorpsi
melalui kulit utuh, seringkali dari pakaian, sarung tangan dan sepatu yang tercemar.
2. Biotransformasi
Sekitar 15-60% aniline yang diabsorpsi dioksidasi menjadi p-aminopenol, yang
kemudian diekskresi dalam kemih sebagai kongjugat glukuronida dan sulfat.
Metabolit perantara, fenil hidroksilamin, tampaknya bertanggung jawab atas beberapa
efek toksik analin (methemoglobinemia).
3. ekskesi
Anilin tidak ditemukan dalam udara ekspirasi. Kurang dari 1% dari dosis yang
diabsorpsi, dieksresi tanpa diubah dalam kemih.Pada para pekerja yang terpapar,
kadar p-aminopenol kemih tampaknya terkait langsung dengan kadar methemoglobin
darah.

13
Penilaian paparan
1. Penilaian lingkungan
Pengukuran kadar uap aniline dalam ruang kerja lebih disukai dengan sampel
perorangan dalan analisis kromatografi gas, merupakan metode terpilih.
2. Penilaian biologis
Metode terpilih adalah pengukuran p-aminofenol dalam kemih. Telah diamati
hubungan berikut antara paparan aniline dan p-aminofenol dalam kemih:
 Paparan 8 jam terhadap 5 mg anilin/m3 udara menghasilkan eksresi 35 mg p-
aminofenol dalam kemih 24 jam pertama setelah paparan
 Paparan 8 jam terhadap 19 mg aniline/m3 udara menghasilkan ekskresi 150 mg p-
aminofenol dalam kemih 24 jam
 Pada paparan melampaui kadar diatas, besar eksresi p-aminofenol dalam kemih
selama jam keempat dan keenam paparan berturut-turut adalah 1,5 mg/jam dan 13
mg/jam

Perhatian bahwa uji ini tidak spesifik untuk aniline karena senyawa aromatic tertentu juga
dimetabolisme menjadi produk akhir yang sama(yaitu p-aminofenol), Pemakaian analgetik
fenasetin juga menghasilkan p-aminofenol dalam kemih.

Efek-efek klinis

Absorpsi aniline menyebabkan anoksia akibat pembentukan methemoglobin.

1. Keracunan Akut
Absorpsi kulit, awitan gejala dapat tertunda hingga 4 jam.Umumnya nyeri kepala
merupakan gejala pertama dan dapat menjadi cukup hebat kalau methemoglobinemia
bertambah berat. Warna kebiran pertama timbul dibibir, kemudian di hidung dan lobus
telinga. Penderita biasanya merasa baik-baik saja, tidak mempunyai keluhan, dan
mengatakan bahwa tidak ada yang tidak beres sampai kadar methehemoglobin mendekati
40 g per 100 g hemoglobin. Diatas kadar ini biasanya timbul kelelahan dan rasa pusing,
pada kadar 70 g per 100 g hemoglobin mungkin terjadi ataksia, dispnea pada pengrahan

14
tenga ringan, dan takikarda. Koma dapat terjadi di atas kadar 70 g/100 g. Analin cair
menyebabkan iritasi ringan pada mata.

2. Keracunan kronik
Walaupun didua ada kerusakan hti dan efek-efek serebral dari paparan berulang
terhadap analin, pandangan umum menganggap tidak ada efek-efek kronik.

Hubungan paparan efek

Paparan beberapa jam teraap uap analin sekitar 25-200 mg/m3 menyebabkan gejala-
gejala ringan. Paparan terhadap kadar diatas 400-600 mg/m3 selama satu jam menyebabkan
methemoglobinemia yang serius. Absorpsi kulit terhadap cairan ini dan kemungkinan absorpsi
uapnya tidak boleh dibaikannya.

Prognosis

Telah dilaporkan kematian akibat keracunan akut berat, tetapi efek-efek umumnya dianggap
reversible dan tanpa sisa kerusakan

Diagnosis banding

1. Keracunan akut

Singkirkan sebab-sebab lain sianogsis seperti hipoksia akibat penyakit kardiopulmonar.


Dalam menilai signifikansi kadar p-aminofenol dalam kemih, pastikan bawa hal ini tidak
disebabkan overdosis nitrit, asetanilida, fenasetin, sulfonomia dan obat-obat seruoa
lainnya.singkiran hemoglobinopati heriditer.

2. Keracunan kronik

Diagnosis banding keracunan kronis tidak tercatat dalam literature. Akan tetapi mungkin ada
efek-efek hematologis pada individu yang rentan

Kerentanan

Pada penderita hemoglobinopati herediter dan beberapa penyakit jantung kognital yang
menimbulkan hipoksia, adalah lebih rentan dari pada yang lain.

15
Pemeriksaan kesehatan

1. Pemeriksaan sebelum penempatan

Pemeriksaan sebelum penempatan ini biasanya meliputi riwayat medis dan pemeriksaan
fisik dengan perhatian khusus kepada sistem kardiovaskuler, paru-paru dan darah. Perhatian
khususnya hendaknya diberikan pada kemungkinan kerentanan yang berlebih terhadap
methehemoglobinemia.

2.Pemeriksaan berkala

Pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan sebelum penempatan, biasanya pemeriksaan


dilakukan setahun sekali.

Penanganan Kasus

Segera buka dan singkirkan seluruh pakaian, sarung tangan, dan alas kaki. Basuhlah
seluruh tubuh dengan sabun dan air. Beri perhatian khusus pada rambut dan kulit kepala, jari
tangan dan kaki, lobang hidung dan lobang telinga.

Tindakan pengendalian

Alat-alat pelindung diri termasuk masker pernapasan ,pelindung mata,pakaian


pelindung,dan sarung tangan serta sepatu yang tidak tembus,hendaknya dipakai di mana
perlu.waktu paparan untuk tiap pekerja dapat dibatasi dengan rotasi kerja.untuk melindungi
absorpsi kulit,hygiene perorangan berstandar tinggi perlu ditekankan,terutama mandi dengan air
hangat(dan sabun) dan setiap hari mengganti pakaian kerja.

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penyakit akibat hubungan kerja telah diakui oleh peraturan perundang-undangan di


Indonesia dan penderitanya telah memiliki hak kompensasi atas inkapasitasi yang dideritanya.
Pengaturan lebih lanjut tentang sertifikasi penyakit akibat hubungan kerja dan kecacatannya
yang bersifat final sangat diperlukan di kemudian hari demi kepastian hukum dan perlindungan
pekerja.

17

Anda mungkin juga menyukai