Anda di halaman 1dari 8

SOCIAL PLAY SEBAGAI MEDIA UNTUK

MENINGKATKNA KETERAMPILAN SOSIAL


DI MASA PRASEKOLAH

Adela Pramesti C
(201810230311075)
Nadila Apriola Susanto
(201810230311099)
M. Fikry Ash-Shiddieqy
(201810230311122)
Kelas B-2018
Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang

Abstrak
Keterampilan sosial pada usia dini merupakan kemampuan anak untuk
bersosialisasi atau berinteraksi dengan orang lain dengan cara cara khusus yang
dapat di terima dan menghindari perilaku yang akan di tolak oleh lingkungan.
Maka keterampilan sosial pada anak usia dini perlu di kembangkan secara optimal
untuk bekal perkembangan selanjutnya, aspek dari keterampilan sosial antara lain
sikap empati, bekerja sama, bertanggung jawab dan persaingan sehat. Maka
sangat lah perlu melatih untuk keterampilan sosial itu. Didalam permainan sosial
dapat menjadi sarana untuk mengembangkan dan melatih keterampilan sosial
anak, didalam permainan sosial ini anak anak tersebut tidak hanya merasakan
senang tetapi tanpa disadari anak anak tersebut sambil melatih keterampilan
sosialnya. Anak dapat aktif didalam permaianan jika bermain dalam bentuk
kelompok dan bisa saling berbagi. Maka permaianan sosial adalah permainan
yang biasa dimainkan bersama atau berkelompok sehingga permainan ini dapat
meningkatkan aspek-aspek pada keterampilan sosial anak.

Latar Belakang

Pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak, terdapat lima hal yang
penting dan harus seimbang yang harus diperhatikan oleh para orang tua, yakni
aspek fisik, kemampuan kognitif, kemampuan bahasa, emosi dan keterampilan
sosial. Keterampilan sosial menjadi sangat penting bagi anak-anak Indonesia
karena dengan memiliki keterampilan sosial, anak mampu bekerjasama dengan
orang lain di masa tumbuh kembangnya dan memiliki rasa percaya diri sehingga
mampu menempatkan dirinya pada lingkungan yang tepat.

Penelitian menemukan bahwa prediktor terbesar dalam kemampuan


individu dewasa dalam beradaptasi di kehidupannya ialah keterampilan sosial,
bukan keterampilan akademis (Huitt & Dawson, 2011). Selain itu, penelitian juga
menemukan bahwa jika anak tertunda dalam perkembangan sosialnya di masa
kanak-kanak awal, mereka memiliki kecenderungan lebih besar untuk beresiko
pada perilaku-perilaku maladaptif di masa yang akan datang seperti tindak
kriminal, dan penggunaan narkoba (Greer-Chase, Rhodes, & Kellam, 2002).

Namun pada saat ini di era digitalisasi dan cyber telah menyebabkan
perkembangan dunia komunikasi maju dengan sangat pesat membuat anak-anak
lebih banyak menghabiskan waktunya dengan gadetnya yang bisa membuat
kecanduan pada anak. Dalam suatu penelitian anak-anak yang lebih banyak
menghabiskan waktunya dengan gadget dan hampir seluruh dari mereka bersikap
individual dan pasif dalam berinteraksi. Mereka juga lebih memilih permainan
yang pasif dengan gadgetnya daripada bermain dengan teman-teman sebayanya.
Karena itu membuat anak-anak menjadi sulit mengembangkan keterampilan
sosialnya, bersikap individual, dan pasif dalam berinteraksi. Fenomena gadget
bagi anak usia dini dengan usia rata-rata 4-6 tahun dari segi penggunaannya telah
merata dan meluas diwilayah Indonesia. Mereka telah akrab dan sangat familiar
dalam mengoperasikan gadget. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan yang sangat signifikan antara perkembangan sosial anak usia dini dan
penggunaan gadget terhadap keterampilan sosial anak.
Maka keterampilan sosial pada anak usia dini perlu dikembangkan secara
optimal untuk bekal perkembangan selanjutnya, karena keterampilan sosial
berpengaruh pada penerimanan oranglain terhadap individu tersebut di masa yang
akan datang. Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan sosial yaitu
dengan cara permainan sosial (Social Play). Permainan sosial sangat penting
untuk perkembangan awal anak karena membantu mengembangkan anak
keterampilan sosial diperlukan untuk menjadi kompeten secara sosial. Kompetensi
sosial, kemampuan untuk berinteraksi efektif dengan orang lain. Para ahli
pendidikan menganggap bahwa bermain sebagai kegiatan yang memiliki nilai
praktis, artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak.
Mildred Parten (1932) dalam penelitiannya meneliti perkembangan
permainan sosial pada anak-anak (2-5 usia tahun). Ia menemukan bahwa
perkembangan keterampilan sosial anak-anak tercermin dalam cara mereka
bermain. Dia juga menemukan bahwa seorang anak yang telah mengembangkan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam tahap tertentu dari permainan sosial, dia
akan melakukan variasi dan kombinasi yang berbeda dari tahap itu, dan tahapan
sebelumnya, sepanjang permainan. Karena itu permainan sosial sangatlah penting
bagi perkembangan sosioemosi anak dimasa yang akan datang, khususnya dalam
perkembangan keterampilan sosial anak.
Dari uraian diatas alasan penulis mengangkat artikel yang berjudul “social
play sebagai media untuk meningkatkan keterampilan sosial dimana prasekolah”
karena melihat perkembangan keterampilan sosial anak pada zaman digitalisasi
ini membuat anak menjadi individualis dan pasif dalam berinteraksi. Sedangkan
keterampilan sosial sangatlah penting bagi anak, salah satunya dalam
penerimanan oranglain terhadap individu tersebut di masa yang akan datang dan
keterampilan sosial dapat ditingkatkan melalui permainan sosial (social play).
Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi pada pembaca
mengenai pentingnya keterampilan sosial dan manfaat bermain sosial (social
play) sebagai media untuk meningkatkan keterampilan sosial di masa prasekolah.
Artikel ini juga bermanfaat sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi
penulis lainnya dimasa yang akan datang mengenai pentingnya keterampilan
sosial maupun bermain sosial di masa pra sekolah.
Perkembangan Sosioemosi di Masa Kana-kanak Awal
Kesadaran tentang bagaimana mengenai diri yang berkembang pada masa kanak-
kanak awal berkaitan dengan kemampuan merasakan rentang emosinya yang
semakain berkembang. Masa kanak-kanak awal mengalami berbagai macam
emosi dalam kehidupannya sehari-hari. Perkembangan emosi di masa kanak-
kanak awal membuat mereka mencoba untuk memahami reaksi-reaksi emosi
orang lain dan juga mengendalikan emosinya sendiri. Seorang anak yang dapat
memahami emosinya dengan baik tentu akan menambah keterampilan dalam
kehidupan sosialnya. Selama masa kanak-kanak awal, anak-anak semakin
memahami suatu situasi dapat menimbulkan emosi tertentu, ekspresi wajah
mengindikasikan emosi tertentu, emosi memengaruhi perilaku, serta emosi dapat
digunakan untuk memengaruhi emosi orang lain.
Permainan sosial tentu dapat meningkatkan sosioemosi dimasa kanak-kanak awal,
karena ketika seorang anak kecil melakukan suatu kegiatan permainan sosial,
mereka saling berkomunikasi satu sama lain terhadap temannya secara langsung,
secara otomatis ketika mereka sudah sering melakukan permainan sosial mereka
akan memahami emosinya satu sama lain dan juga dapat mengekspresikan
emosinya, itulah kenapa permainan sosial dapat meningkatkan sosioemosi dimasa
kanak-kanak awal.
Keterampialan Sosial
Riggio dan Reichard (2008) menyatakan bahwa keterampilan sosial
merupakan kemampuan individu untuk mengekspresikan diri ketika berinteraksi
dengan orang lain, mampu “membaca” dan memahami berbagai macam situasi
sosial, memiliki pengetahuan mengenai peran sosial, norma, dan peraturan,
mampu menyelesaikan masalah interpersonal, serta mampu menjalani peran
sosial. Sedangkan menurut Barreras (2008) keterampilan sosial merupakan
keterampilan untuk berinteraksi, beradaptasi, dan berfungsi dengan baik di
lingkungan sosial.
Rosenberg (1992) menjelaskan keterampilan sosial secara umum
merupakan respon-respon dan keterampilan yang memberikan seorang individu
untuk mempertahankan hubungan positif dengan orang lain. Penerimaan teman-
teman sebayanya, penguasaan ruang kelas yang baik dan memberikan individu
untuk mengatasi secara efektif dan bisa diadaptasi dengan lingkungan
sosial.Pendapat diatas disimpulkan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan
berkomunikasi, bekerjasama, berbagi, berpartisipasi, dan beradaptasi (bentuk
simpati, empati, mampu memecahan masalah serta disiplin sesuai dengan
peraturan dan norma yang berlaku).
Seefeldt dan Barbour (1994: 57-59) mengatakan bahwa keterampilan
sosial meliputi: keterampilan komunikasi, berbagi (sharing), bekerja sama, dan
berpartisipasi dalam kelompok masyarakat. Anak-anak yang mempunyai
kesadaran diri yang kuat, siap untuk belajar hidup bersama dengan orang lain.
Kemampuan berkomunikasi adalah perilakuperilaku yang dipelajari untuk
digunakan individu dalam situasisituasi interpersonal untuk memperoleh dan
memelihara penguatan dari lingkungan. Keterampilan sosial diperoleh melalui
proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur yang paling dekat dengan
anak maupun belajar dari teman sebaya dan lingkungan masyarakat.

Permainan Sosial (Social Play)


Anak-anak akan benar-benar mulai bersosialisasi mulai sekitar tiga atau
empat tahun. Mereka mulai berbagi ide dan mainan, dan mengikuti aturan dan
pedoman yang ditetapkan. Mereka bermain toko dan mencari tahu siapa yang
akan memainkan peran apa. Mereka dapat bekerja sama untuk membangun
sesuatu atau mungkin memainkan permainan sederhana bersama. Pada masa ini di
mana seorang anak belajar dan mempraktikkan keterampilan sosial, seperti
bekerja sama, bersikap fleksibel, bergiliran, dan memecahkan masalah. Permainan
itu disebut juga dengan Permainan Sosial (Social Play).
Permainan Sosial (Social Play) adalah permainan apa saja di mana anak-
anak pada usia yang sama berinteraksi satu sama lain. Permainan ini terstruktur
(artinya ada aturan untuk diikuti) dan mungkin memasukkan unsur-unsur dari
berpura-pura atau imaginasi. Misalnya, dua anak yang bermain rumah-rumahan
atau sekelompok anak-anak yang memainkan permainan games adalah dua contoh
permainan sosial.
Permainan sosial (Sosial play ) adalah kegiatan bermain yang melibatkan
interaksi dengan kawan-kawan sebaya. Permainan sosial meingkat secara dramatis
selama masa prasekolah (Santrock, 2012). Bagi sebagian besar anak-anak,
permainan sosial adalah konteks utama bagi interaksi sosial anak-anak dengan
kawan sebayanya (Coplan & Arbeau,2009). Menurut santrock (2012), permainan
sosial mencangkup berbagai pertukaran seperti bergantian, percakapan tentang
berbagai topik, permainan dan rutinitas sosial, serta permainan fisik. Permainan
sosial dirasakan sebagai kesenangan bagi pelakunya (Sumaroka & bornstein,
2008).
Sejumlah peneliti telah menjelaskan berbagai jenis model untuk
menggambarkan permainan sosial anak-anak. Mildred Parten (1933) memaparkan
model keterampilan sosialisasi dalam bermain yang dianggap salah satu jenis
permainan terbaik di lapangan. Parten menyatakan bahwa anak-anak terlibat
dalam permainan soliter sampai sekitar 2 1/2 tahun. Anak-anak bergerak dari
bermain soliter ke dalam permainan paralel, bermain asosiatif, dan kemudian
bekerja sama. Ada beberapa tahapan menurut Mildred Parten (1933) dalam
permainan sosial (social play) :
a. Permainan Soliter
Permainan Soliter adalah permainan yang dilakukan anak-anak secara
sendiri, biasanya bermian dengan mainan yang berbeda dari mainan anak-anak
bermain di dekatnya. Anak-anak pada tahap ini tidak mencoba untuk
mendekati atau berinteraksi dengan orang lain. Jelas, tingkat interaksi sosial
pada titik ini sangat rendah. Namun, penting untuk disadari bahwa terlepas dari
itu kurangnya nilai sosial, Anak-anak yang menyukai permainan soliter lebih
cenderung berhasil bekerja secara mandiri.
b. Permainan pararel
Permainan pararel adalah permainan yang dilakukan anak-anak secara sendiri,
tetapi mereka berada di antara rekan-rekan mereka dan gunakan mainan yang
mirip dengan anak-anak di sekitar mereka. Pada permainan pararel ini ada
sebuah kesadaran anak-anak terhadap teman di dekatnya tetapi masih sedikit
interaksi.
c. Permainan Asosiatif
Anak- anak mulai terlibat dalam permainan asosiatif, dimulai pada usia
sekitar 3 1/2 tahun. Dalam jenis permainan ini, anak-anak benar-benar bermain
dengan orang lain. Anak-anak meminjam dan meminjam materi permainan
satu sama lain. Parten (1933) menyatakan bahwa pada saat ini titik, asosiasi
lebih penting daripada kegiatan bermain itu sendiri. Anak-anak mulai
membentuk kelompok kecil dan menghabiskan banyak waktu bergerak dari
satu aktivitas ke depan, dengan teman bermain yang tersisa bersama.
d. Permainan Kooperatif
Jenis permainan sosial terakhir ini dimulai pada usia sekitar 4 1/2 tahun. Parten
(1933) menggambarkan ini sebagai tingkat sosial tertinggi bermain yang
dicirikan oleh anak-anak yang bermain dalam kelompok seperti yang mereka
lakukan dalam permainan asosiatif, tetapi sekarang anak-anak menunjukkan
pembagian aktivitas, apakah bekerja pada permainan kelompok atau bekerja
sama untuk mencapai tujuan bersama. Permainan kooperatif adalah jenis
permainan yang lebih canggih karena membutuhkan proses negosiasi di antara
dua atau lebih anak.
Ketika anak-anak pada masa prasekolah ini, permainan mereka menjadi
lebih kompleks dan melibatkan lebih banyak interaksi dengan orang lain. Anak-
anak berlatih keterampilan sosial seperti bekerja sama, berkompromi, dan
memecahkan masalah, cara terbaik untuk melakukannya adalah membiarkan
mereka bermain. Mereka akan mengingat ritme dan melodi interaksi sosial jauh
lebih lancar jika kita memberi mereka waktu dan ruang untuk bermain.
Social Play Meningkatkan Keterampilan Sosial
Setiap anak di dunia ini memiliki hak untuk bermain. Bermain juga adalah
kegiatan pokok anak. Dengan bermain anak mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman yang membantu perkembangannya untuk menyiapkan diri dalam
kehidupan selanjutnya. Para ahli pendidikan menganggap bahwa bermain sebagai
kegiatan yang memiliki nilai praktis, artinya bermain digunakan sebagai media
untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain
merupakan jembatan bagi anak dari belajar informal menjadi formal. Dengan
bermain, anak dapat melakukan kegiatan sehingga semua aspek perkembangan
dapat berkembang secara maksimal. Salah satu tipe permainan yang menekankan
aspek sosioemosi pada anak adalah permainan sosial (social play).

Permainan sosial dimulai di prasekolah dan sangat penting untuk


mengembangkan keterampilan sosial dan membangun persahabatan. Melalui
permainan sosial, anak-anak belajar cara berbagi, bekerja sama, bergiliran, dan
mengekspresikan emosi. Bermain sosial juga mempromosikan aktivitas fisik dan
penalaran moral. Bermain sosial memiliki arti penting bagi anak-anak. Permainan
sosial memberikan konteks pembelajaran yang penting dan unik di dalamnya
seperti keterampilan kognitif dan sosial yang dapat diperoleh dan dipraktekkan
(Goldman, 1998).

Mildred Parten (1932) dalam penelitiannya meneliti perkembangan


permainan sosial pada anak-anak (2-5 usia tahun). Ia menemukan bahwa
perkembangan keterampilan sosial anak-anak tercermin dalam cara mereka
bermain. Dia juga menemukan bahwa seorang anak yang telah mengembangkan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam tahap tertentu dari permainan sosial, dia
akan melakukan variasi dan kombinasi yang berbeda dari tahap itu, dan tahapan
sebelumnya, sepanjang permainan.
Permainan sosial memberikan kebebasan dan keamanan bagi anak untuk
melatih keterampilan baru dan perilaku (sutton-Smith, 1966). Secara khusus,
permainan sosial "menyediakan media untuk identifikasi munculnya konsep
kompetensi sosial yang lebih luas, sementara pada saat yang sama menyediakan
konteks dalam interaksi rekan mana yang dapat ditingkatkan dan dikembangkan
(Arthur, 1999)”. Salah satu contoh dari permainan sosial adalah permainan
tradisional. Permainan tradisional dimainkan secara bersamaan atau kelompok.
Kekuatan dari bermain permainan tradisional, yaitu mengutamakan interaksi
sosial yang mengutamakan kerjasama, kekompakan, saling asah asih asuh, dan
melatih emosi serta moral anak, karena dalam proses bermaian anak dituntut
untuk bermain jujur, adil dan penuh tanggung jawab. Interaksi yang terjadi pada
saat anak melakukan permainan tradisonal memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengembangkan kemampuan sosial, melatih kemampuan bahasa, dan
kemampuan emosi. Beberapa contoh permainan tradisional yang sering dilakukan
oleh anak usia dini adalah gundu atau kelereng, lompat tali, egrang, dan gobak
sodor.

Permainan sosial dimulai di prasekolah dan sangat penting untuk


mengembangkan keterampilan sosial dan membangun persahabatan. Melalui
permainan sosial, anak-anak belajar cara berbagi, bekerja sama, bergiliran, dan
mengekspresikan emosi. Bermain sosial juga mempromosikan aktivitas fisik dan
penalaran moral.
Referensi:

Anda mungkin juga menyukai