Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA


1.1 Latar Belakang Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Mata kuliah Bahasa Indonesia merupakan mata kuliah wajib diberikan di semua jenjang
dan jalur pendidikan, hal ini dikemukakan dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan ditegaskan kembali pada Undang-undang nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional nomor 323/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa; Bahasa Indonesia termasuk dalam
Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) bersama-sama dengan Pendidikan Agama dan
Pendidikan Kewarganegaraan.
MPK adalah mata kuliah yang menjadi sumber nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan
program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan kepribadiannya. MPK terdiri atas
mata kuliah yang relevan dengan tujuan pengayaan wawasan, pendalaman intensitas pemahaman
dan penghayatan MPK inti.
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, menyatakan bahwa
❖ Visi MPK; merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan
penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya.
❖ Misi MPK; membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara
konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa
kebangsaaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dimiliki dengan rasa
tanggung jawab.
❖ Kompetensi MPK; standar kompetensi yang wajib dimiliki oleh mahasiswa meliputi
pengetahuan tentang nilai-nilai agama, budaya, dan kewarganegaraan dan mampu
menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari; memiliki kepribadian
yang mantap; berpikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis;
berpandangan luas dan bersikap demokratis yang berkeadaban.

1.1.1 Visi dan Misi Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Visi:
Menjadikan Bahasa Indonesia sebagai salah satu instrumen pengembangan kepribadian
mahasiswa menuju terbentuknya insan terpelajar yang mahir berkomunikasi dalam Bahasa
Indonesia.
Misi:
Tercapainya kemahiran mahasiswa dalam mengggunakan Bahasa Indonesia untuk
menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
dengan rasa tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia yang berkepribadian.
1.1.2 Kompetensi Mahasiswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

a. Kompetensi bahasa Indonesia:


Menjadikan mahasiswa ilmuwan dan profesional yang memiliki pengetahuan dan sikap
positif terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional dan mampu
menggunakannya secara baik dan benar untuk mengungkapkan pemahaman, rasa
kebangsaan, cinta tanah air, dan untuk berbagai keperluan dalam bidang ilmu, teknologi,
dan seni serta profesinya masing-masing.

b. Standar Kompetensi
Mahasiswa mampu:
❖ Menggunakan Bahasa Indonesia untuk mengungkapkan pikiran, gagasan,dan sikap
ilmiah ke dalam berbagai bentuk karya ilmiah yang berkualitaa, baik tulis maupun
lisan
❖ Menggunakan kemahiran dalam berbahasa Indonesia untuk mengembangkan diri
sepanjang hayat.

c. Substansi kajian
Mata kuliah Bahasa Indonesia sebagai MPK menekankan keterampilan menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional secara baik dan benar untuk
mengusai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
sebagai perwujudan kecintaan dan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia. Substasi kajian
dipadukan ke dalam kegiatan penggunaan bahasa Indonesia melalui keterampilan
berbahasa, menyimak, berbicara, dan menulis dengan keterampilan menulis akademik
sebagai fokusnya.

1.2 Bahasa sebagai Alat Komunikasi

Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan media bahasa. Bahasa harus


dipahami oleh semua pihak dalam suatu komunitas. Komunikasi merupakan penggerak kehidupan,
jadi tidak mungkin dapat dihilangkan karena manusia merupakan makhluk sosial yang selalu
membutuhkan interaksi/hubungan dengan manusia lain. Dalam era informasi, bahasa akan lebih
berperan, perhatikan pendapat Daud Yusuf yang disampaikan pada Kongres Bahasa Indonesia III
(1983) di Jakarta: “ Bangsa yang telah maju peradabannya ditandai tidak saja oleh
kemampuannya menguasai alam, membangun industri berat, membuat jaringan jalan raya, dan
sistem pelayanan jasa yang bermutu tinggi, tetapi juga oleh tingkat pemakaian bahasa dalam
keanekaragaman kehidupan.”
Nampaknya peribahasa yang berbunyi “Tong kosong bunyinya nyaring sudah tidak tepat
lagi” dan pernyataan yang berbunyi “sedikit bicara banyak bekerja dan banyak bicara sedikit kerja”
mungkin betul adanya. Dalam arti orang yang banyak bicara atau yang berkepentingan dengan
bahasa akan sedikit kerja fisiknya karena memang pekerjaannya adalah berpikir untuk membuat
rencana pekerjaan. Sementara pekerjaan fisiknya diserahkan kepada orang lain. Orang yang
berhadapan langsung dengan pekerjaan fisik tidak membutuhkan/ menggunakan banyak bahasa.
Mereka berhadapan dengan benda/alat kerja yang harus diperlakukan sesuai dengan petunjuk kerja
yang telah digariskan. Demikian ilustrasi pemakaian bahasa dalam kehidupan.
Bahasa dapat berupa bahasa verbal dan bahasa nonverbal. Bahasa verbal, digunakan oleh
manusia normal dan suasana normal pula, dengan menggunakan unsur kata-kata sebagai simbol.
Bahasa nonverbal menggunakan isarat, digunakan misalnya oleh penyandang cacat fisik (bisu tuli)
atau oleh orang normal pada situasi tertentu (bursa saham). Ada bahasa yang digunakan pada
kalangan tertentu, misalnya bahasa gambar sebagai visualisasi gagasan, baik gambar teknik,
fotografi, lukisan, simbol, dan sebagainya; yang masing-masing dapat diukur dengan rasional logis
dan irasional abstrak.

Ecoding Pengiriman Penerimaan


- Kata - Berbicara - Mendengar
Idea
- Gambar - Menulis - Membaca
si
- Tindakan - Menggambar - Mengamati
- Bertindak

Decoding Tindakan

Gambar: Bagan Proses Komunikasi

Saya ke Apa
Apa Baik
kantor kabar?
kabar?

Komunikasi tidak lancar Komunikasi lancar


Gambar: Komunikasi dialogis

Berkomunikasi berarti menyampaikan pesan kepada seseorang untuk direspon. Agar


respon sesuai dengan harapan, bahasa harus disusun dengan baik dan benar dan dipahami oleh
kedua belah pihak. Berkomunikasi adalah juga hubungan manusiawi, maka kita harus
memperhatikan lawan bicara. Sikap berbahasa kepada teman sebaya tidak boleh dipergunakan
juga pada orang tua, guru, dosen, atau orang yang usianya lebih tua; begitu pun sebaliknya. Selain
itu, kita juga harus memperhatikan tempat dan suasana berbahasa; berbahasa di pasar tentu berbeda
dengan berbahasa di tempat formal seperti di arena diskusi, seminar, kuliah. Di pasar, kita
menggunakan bahasa sederhana yang penting cukup memberikan informasi kepada lawan bicara,
sedangkan pada tempat yang formal, kita menggunakan bahasa baku agar informasi yang diberikan
lengkap, jelas, dan berwibawa.

1.3 Sejarah Bahasa Indonesia

Berawal dari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia mempunyai fungsi
majemuk, menjadi bahasa persatuan, bahasa negara, bahasa resmi, bahasa penghubung antar
individu, bahasa pergaulan, dan yang tak kalah penting sebagai bahasa pengantar di semua sekolah
di Indonesia. Bangsa Indonesia dilatarbelakangi oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-
masing mempunyai bahasa daerahnya yang menjadikannya bahasa pertama. Walaupun masih
banyak orang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, sekarang makin banyak
menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama.
Tidak banyak negara di dunia, terutama negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia
ke-2 yang seberuntung bangsa Indonesia, begitu merdeka, kita memiliki bahasa nasional. Lihat
saja negara tetangga kita, Filipina, Singapura, Malaysia, India; menginginkan bahasa sendiri tetapi
sampai sekarang masih menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa mayoritasnya. Bahasa kita
yang dinamai bahasa Indonesia, berasal dari Bahasa Melayu, yaitu salah satu bahasa daerah di
bumi nusantara ini. Bahasa Indonesia, kala itu, digunakan sebagai salah satu alat yang mempersatu
bangsa yang bersuku-suku, untuk mengusir penjajah Belanda dan meraih kemerdekaan.
Selanjutnya bahasa ini digunakan dalam berbagai kehidupan secara luas, maka tidak ada yang
memprotes ketika bahasa Melayu dinobatkan menjadi bahasa Indonesia.
Apakah sebenarnya Bahasa Indonesia?

❖ Prof. Dr. A. Teeuw (sarjana Belanda): Bahasa Indonesia ialah bahasa perhubungan yang
berabad-abad tumbuh dengan pelahan-lahan di kalangan penduduk Asia Selatan dan
setelah bangkitnya pergerakan rakyat Indonesia pada abad XX dengan insyaf diangkat dan
dimufakati serta dijunjung sebagai bahasa persatuan.
❖ Amin Singgih: Bahasa Indonesia ialah bahasa yang dibuat, dimufakati, dan diakui serta
digunakan oleh masyarakat seluruh Indonesia sehingga sama sekali bebas dari unsur-unsur
bahasa daerah yang belum umum dalam bahasa kesatuan kita. Dengan kata lain, bahasa
Indonesia ialah Bahasa Melayu yang sudah menyatu benar dengan bahasa suku-suku
bangsa yang ada di kepulauan nusantara. Adapun bahasa daerah yang disumbangkan,
betul-betul telah menyatu dan tidak lagi terasa sebagai bahasa daerah.
❖ Prof. Dr. R.M. Ng. Purbacaraka: bahasa Indonesia ialah bahasa yang sejak kejayaan
Sriwijaya telah menjadi bahasa pergaulan atau lingua franca di seluruh Asia Tenggara.

Jadi, Bahasa Indonesia tak lain adalah Bahasa Melayu yang telah menyatu dengan bahasa
daerah dan bahasa asing yang berkembang di Indonesia. Mengapa Bahasa Melayu yang dijadikan
bahasa Indonesia? Pemilihan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia didasarkan atas
pertimbangan yang rasional, baik secara politik, ekonomi, dan kebahasaan. Yaitu:
❖ Bahasa Melayu telah tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia.
❖ Bahasa Melayu diterima oleh semua suku di Indonesia, karena telah dikenal dan
digunakan sebagai bahasa pergaulan, tidak lagi diresakan sebagai bahasa asing.
❖ Bahasa Melayu bersifat demokratis; maksudnya tidak membeda-bedakan tingkatan
dalam pemakaian sehingga meniadakan sifat feodal dan memudahkan orang
mempelajarinya.
❖ Bahasa Melayu bersifat reseptif; artinya mudah menerima masukan dari bahasa
daerah lain dan bahasa asing sehingga mempercepat perkembangan bahasa
Indonesia di masa mendatang.

1.4 Problematik Bahasa Indonesia

Hampir seabad berlalu, bahasa Indonesia tidak lagi identik dengan bahasa Melayu, bahasa
Indonesia bukan hanya sebagai alat pemersatu tetapi juga untuk kepentingan yang lebih luas dalam
berkomunikasi. Bahasa Indonesia memperkaya dirinya dengan mengambil unsur bahasa daerah
dan bahasa asing. Unsur-unsur bahasa tersebut disesuaikan dengan sifat bahasa Indonesia; seperti
terbaca dalam Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan dan Pedoman Pembentukan Istilah.
Perjalanan zaman, berdampak pada perubahan bahasa, ada unsur lama yang tenggelam dan
ada yang justru menggunakan unsur lama untuk konsep baru. Misalnya, dalam buku pelajaran dulu
ada kalimat: Mengendarai kereta angin, Mengenakan baju, Menonton gambar hidup, Ayahnya
seorang perburu, Kakaknya seorang upas. Kalimat tersebut tidak kita jumpai lagi sekarang,
menurut tuturan sekarang kalimat tersebut menjadi; Mengendarai sepeda, Mamakai baju,
Menonton film, Ayahnya seorang pemburu, sedangkan kata upas tidak ada lagi karena jabatan
tersebut tidak terdapat lagi di Indonesia. Sementara penggunaan konsep baru, dalam dunia teknik
informatika menggunakan unsur lama, misalnya kata situs, portal.
Di dalam bahasa Indonesia, muncul bentuk-bentuk yang tidak dikenal dalam bahasa
Melayu, misalnya diserahterimakan, dibeberbentangkan, mempertanggung-jawabkan,
mengenyampingkan, ketidakseragaman, memberangkatkan, memberlakukan, pemersatu, sebagai
hasil swadaya bahasa. Sementara pengaruh bahasa daerah dan bahasa asing tidak cukup terkontrol
masuk dalam Bahasa Indonesia dengan kurang cermat. Misalnya:
❖ Bangsa ini mau dikemanakan?
❖ Di mana kau ketemukan barang yang hilang itu?
❖ Apa Anda yakin ia akan datang hari ini?
❖ Kami adalah bangsa Indonesia.
❖ Rumah di mana ia tinggal adalah rumah dinas.
❖ Orang dengan siapa dia bercakap-cakap adalah teman kuliahnya.

Selain itu, kita masih berpikir dalam bahasa daerah tetapi menggunakan tuturan Bahasa
Indonesia sehingga lafal dan struktur kalimatnya dipengaruhi oleh bahasa daerahnya masing-
masing. Misalnya,
❖ Mau ke mana kamu kemarin (tekanan pada e: Tapanuli)
❖ Mau ko mana kamu komarin (Gorontalo)
❖ Mau ke mane lu (Betawi)
Belum lagi masalah penulisan ilmiah yang mensyaratkan adanya kecermatan, keakuratan,
kehematan. Hal ini dapat diantisipasi dengan mempelajari Bahasa Indonesia dengan cermat.
1.5 Penilaian terhadap Bahasa Indonesia

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beruntung dalam hal kepemilikan bahasa yang sesuai
dengan jati diri bangsa dan identitas nasional. Namun, bukan berarti tidak ada tantangan untuk
membina dan mengembangkan Bahasa Indonesia. Ada beberapa anggapan negatif yang kurang
mendukung keberadaan bahasa Indonesia, antara lain:

1) Menganggap Bahasa Indonesia ada secara Alamiah


Penerimaan secara aklamasi Bahasa Melayu menjadi bahasa nasional, Bahasa Indonesia,
dirasakan sebagian masyarakat sebagai pertistiwa alamiah. Dalam arti sebagai suatu bahasa
yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan bahasa
itu dengan sejarah pemiliknya.
Dengan demikian terjadi kesinambungan dan penyerapan yang kuat serta rasa setia bahasa
antara kegiatan kejiwaan bangsa itu dengan bahasanya. Pemilihan kata, penggunaan unsur-
unsur tata bahasa, dan unsur lain seperti gaya, lagu, tekanan; akan tumbuh dengan sendirinya
saat berbahasa. Karena itu, pembinaan terhadap bahasa tersebut tidak perlu diperlakukan
secara terencana.

2) Menganggap Bahasa Indonesia itu Mudah


Bagi sebagian besar bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia adalah bahasa kedua, namun
sebagian besar dapat berbahasa Indonesia. Kemampuan berbahasa Indonesia sebagai alat
penghubung menjadi tuntutan utama bagi setiap warga negara Indonesia untuk berhubungan
dengan orang-orang dari daerah lain atau suku lain.
Kelancaran berbicara dan jarangnya terjadi salah kontak pada waktu berhubungan dengan
pemakai Bahasa Indonesia dengan orang-orang, baik di kantor, di pasar, di pertemuan-
pertemuan, dan tempat-tempat lainnya; menumbuhkan perasaan mampu berbahasa Indonesia.
Perasaan tersebut menimbulkan keengganan mempelajari Bahasa Indonesia dengan sungguh-
sungguh; karena tanpa belajar pun mereka, kenyataannya mampu berbahasa tersebut.
Akibatnya, penggunaan Bahasa Indonesia masyarakat, pada umumnya hanya terbatas sampai
sebagai alat penghubung belaka dan tidak pernah akan meninkkatkan sebagai sarana berpikir
dan mengutarakan pikiran-pikiran yang bersifat ilmiah.

3) Menganggap Bahasa Indonesia lebih Rendah daripada Bahasa Asing


Perkembangan suatu bahasa berjalan seirama dengan perkembangan bangsa pemiliknya.
Baik bahasa maupun bangsa Indonesia masih muda usianya. Tidaklah heran jika dalam sejarah
pertumbuhannya mendapat pengaruh dari negara-negara lain yang lebih dulu maju.
Perkembangan ilmu saat ini dikuasai oleh negara-negara Barat, dan wajar jika bahasa mereka
mempengaruhi bahasa kita. Akhirnya masuklah istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia
karena istilah Indonesianya belum ada. Karena sifat Bahasa Indonsia yang reseptif, kondisi ini
tidak perlu dikhawatirkan.
Berangkat dari hal ini, timbul pada benak setengah orang anggapan yang kurang baik
terhadap Bahasa Indonesia, apalagi di era globalisasi ini. Bahasa Indonesia dianggap tidak
mampu mendukung ilmu pengetahuan modern, tidak seperti Bahasa Inggris, misalnya.
Akhirnya, muncul sikap mendewakan bahasa Inggris, khususnya dan bahasa asing lainnya.
Dengan demikian, kemampuan berbahasa asing dijadikan ukuran keterpelajaran seseorang.
Hasilnya, hasrat untuk mempelajari bahasa asing lebih tinggi tinimbang hasrat mempelajari
bahasa sendiri. Ditunjang lagi oleh kenyataan adanya dampak sosial yang lebih baik bagi
orang-orang yang mampu berbahasa asing tinimbang yang mampu berbahasa Indonesia.

Berangkat dari kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia yang sangat strategis bagi
keberadaan bangsa dan negara Indonesia, maka sikap positif yang diharapkan untuk bahasa
Indonesia ialah:

1) Bangga Berbahasa Nasional, Bahasa Indonesia


Hanya sedikit bangsa-bangsa di dunia yang menggunakan bahasanya sendiri. Pemilihan
Bahasa Melayu sebagai Bahasa Indonesia tidak menimbulkan persaingan meskipun banyak
bahasa daerah di Indonesia yang lebih baik. Selanjutnya, Bahasa Indonesia mempunyai
kemampuan yang tinggi, bukan saja sebagai alat penghubung yang sempurna, melainkan juga
dalam penggunaannya di bidang ilmu pengetahuan; baik ilmu sosial maupun ilmu pasti; baik
ilmu murni maupun ilmu terapan. Sebagai pengucap kesusasteraan pun Bahasa Indonesia telah
membuktikan dirinya sebagai bahasa yang tangguh dan terpercaya.
Perhatian dan minat bangsa-bangsa asing mempelajari Bahasa Indonesia dan
menerjemahkan karya-karya berbahasa Indonesia ke dalam bahasa asing; tentunya
menguatkan lagi kenyataan bahwa sebagai bahasa budaya yang kreatif, Bahasa Indonesia
mampu mensejajarkan diri dengan bahasa-bahasa asing yang umumnya telah mempunyai masa
perkembangan lebih lama. Melihat hal ini; seharusnya kita bangga. Usaha menaikkan harga
diri dengan cara memasukkan bahasa asing yang tidak perlu dalam setiap kesempatan
berbahasa, menandakan kepicikan dan keengganan melihat kenyataan

2) Mempunyai Rasa Setia Bahasa


Sesuai dengan fungsinya sebagai identitas nasional, Bahasa Indonesia harus memiliki ciri
khas sendiri. Artinya harus mempunyai kaidah yang membedakan dengan bahasa lainnya.
Sebagai pemilik, kita harus mempertahankan identitas tersebut dengan menjauhkannya dari
pengaruh asing yang tidak memperkuat identitas nasional. Berbahasa Indonesia di setiap
kesempatan dengan mematuhi kaidah-kaidah yang belaku sesuai dengan situasinya;
merupakan kewajiban kita sebagai perwujudan rasa setia kita terhadap bahasa nasional, Bahasa
Indonesia.

3) Merasa Bertanggung Jawab atas Perkembangan Bahasa Indonesia


Sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia adalah milik
semua warga negara Indonesia. Hal ini berarti, baik atau buruknya nasib Bahasa Indonesia
serta mampu atau tidaknya mengikuti derap kemajuan ilmu pengetahuan, sepenuhnya terletak
di pundak seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya di tangan guru dan ahli Bahasa
Indonesia. Jadi, sadar atau tidak senang atau tidak, kita dituntut membiuna dan
mengembangkan Bahasa Indonesia agar bukan saja mampu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tetapi juga kalau mungkin mendudukkan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa yang terpandang di tengah-tengah pergaulan dunia.

Sejalan dengan hal tersebut, seyogyanyalah kita prihatin menyaksikan pemakaian Bahasa
Indonesia dalam masyarakat sekarang ini. Baik yang disaksikan dalam lingkungan pendidikan
maupun dalam pergaulan masyarakat umum; seperti di koran-koran, majalah, radio, televisi, iklan,
dan sebagainya; tak terlihat usaha untuk memperbaiki bahasa yang kita miliki. Kesadaran bahwa
Bahasa Indonesia adalah milik kita dan tanggung jawab kita, nampaknya belum merata dimiliki
seluruh warga negara. Tidak berlebihan, jika dikatakan bahwa nasionalisme kita dalam berbahasa
masih sangat tipis. Kepekaan kita terhadap kesalahan bahasa yang kita pakai atau yang kita
saksikan, belum terlihat nyata.

Latihan

1. Jelaskan Bahasa Indonesia sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dan
apa kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa?
2. Jelaskan peranan bahasa dalam keberadaban kehidupan manusia?
3. Jelaskan yang dimaksud dengan bahasa verbal dan nonverbal, apa kelebihan masing-
masing?
4. Jelaskan proses komunikasi dalam berbahasa?
5. Jelaskan pendapat para ahli mengenai Bahasa Indonesia?
6. Uraikan dengan singkat alasan politis, Bahasa Melayu dijadikan dasar Bahasa Indonesia?
7. Jelaskan problematik yang dihadapi Bahasa Indonesia?
8. Bagaimana penilaian negatif terhadap Bahasa Indonesia,?
9. Bagaimana penilaian positif terhadap Bahasa Indonesia?
10. Bagaimana kita sebagai warga negara Indonesia bersikap terhadap Bahasa Indonesia?

Anda mungkin juga menyukai