Secara umum fungsi bahsa sebagai alat komunikasi: lisan maupun tulis
Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi
sebagai berikut:
a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol sosial
Menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:
a) Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu
b) Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain
c) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
d) Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
e) Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu
f) Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi
g) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan
atau distandarkan.
a) Ejaan Van Ophuijen (1901)
b) Ejaan Soewandi (1947)
c) Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
d) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah
(1975)
e) Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)
Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu:
a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan
bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang
lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik
dan benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi
tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam
bahasa
Peranan dan fungsi bahasa indonesia Dalam kehidupan sehari-hari
kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa
Indonesia. itulah penggalan dari isi Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober
1928. Lahirnya Sumpah pemuda merupakan sebuah awal menjadikannya bahasa Indonesia
sebagai bahasa Negara.
Dalam era globalisasi, kita sebagai warga negara indonesia sudah sepantasnya bangga dan
menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, yaitu bahasa indonesia. jati diri bahasa Indonesia
perlu dibina dan dimasyarakatkan. Hal ini diperlukan, agar bangsa indonesia tidak terbawa
arus oleh pengaruh budaya asing yang masuk ke indonesia.
bahasa indonesia memiliki fungsi sbb :
1. Sebagai Bahasa Nasional
Sebagailambang kebanggaan dan identitas nasional, Bahasa persatuan kita, memiliki nilainilai sosial budaya luhur bangsa yang harus dipertahankan dan direalisasikan dalam
kehidupan sehari-hari tanpa ada rasa renda diri, malu, dan acuh tak acuh. Indonesia memiliki
banyak budaya dan bahasa yang berbeda-beda hampir di setiap daerah. Pastinya, tidak akan
mungkin kita bisa saling memahami ketika berkomunikasi antar sesama. Oleh karena itulah
betapa pentingnya kedudukan bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa dan sebagai
alat penghubungan antarbudaya dan daerah.
2. Bahasa Negara
Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakandi Jakarta
pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai : bahasa dalam perhubungan pada
tingkat nasional untuk kepentinganperencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta menjadi
bahasa resmi kenegaraan, pengantar di lembaga-lembaga pendidikan/ pemanfaatan ilmu
pengetahuan, pengembangan kebudayaan, pemerintah dll.
fungsi itu harus dilaksanakan, sebab itulah ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan
berkedudukan sebagai bahasa negara.
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan
diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia
harus mempersiapkan diri dengan baik dan harus bangga menggunakan bahasa indonesia
dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau kita cermati, sebenarnya ada satu lagi fungsi bahasa yang selama ini kurang disadari
oleh sebagian anggota masyarakat, yaitu sebagai alat untuk berpikir. Dalam proses berpikir,
bahasa selalu hadir bersama logika untuk merumuskan konsep, proposisi, dan simpulan.
Segala kegiatan yang menyangkut penghitungan atau kalkulasi, pembahasan atau analisis,
bahkan berangan-angan atau berkhayal, hanya dimungkinkan berlangsung melalui proses
berpikir disertai alatnya yang tidak lain adalah bahasa.
Sejalan dengan uraian di atas dapat diformulasikan bahwa makin tinggi kemampuan
berbahasa seseorang, makin tinggi pula kemampuan berpikirnya. Makin teratur bahasa
seseorang, maka makin teratur pula cara berpikirnya. Dengan berpegangan pada formula
itulah, dapat dikatakan bahwa seseorang tidak mungkin menjadi intelektual tanpa menguasai
bahasa. Seorang intelektual pasti berpikir, dan pasti memerlukan bahasa indonesia untuk
mempermudah dalam proses berfikirnya.
Cara Melestarikan Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa
Sebagai salah satu dari pemuda Indonesia, saya melestarikan Bahasa Indonesia
dengan cara bersikap bahasa. Bersikap bahasa menurut saya adalah menggunakan bahasa
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu untuk rajin
mengungkapkan pemikiran saya dengan bahasa Indonesia dan dengan sering membaca
karena membaca merupakan salah satu pintu terbukanya wawasan sehingga kemampuan
bahasa akan bertambah. Bahasa Indonesia dapat lestari karena setelah membaca kumpulan
ide dengan bahasa Indonesia kemudian kita salurkan ide kita sendiri dengan tulisan dalam
bahasa Indonesia juga bila hal ini terjadi terus menerus dan berkesinambungan. Selain itu,
cara lain adalah dengan mengurangi pengunaan bahasa gaul yang kebarat-baratan sehingga
bahasa Indonesia tidak tergeser nilai keberadaannya.
Jelaskan peranan Bahasa Indonesia dalam konteks ilmiah!
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Republik Indonesia, sebagaimana yang telah
disahkan pada sumpah pemuda 1928. Selain itu bahasa Indonesia mempunyai kedudukan
yang sangat penting bagi waga Negara Indonesia. Dalam peranannya bahasa Indonesia dalam
penulisan atau dalam konteks ilmiah sangatlah penting. Dikarenakan dalam penulisan ilmiah
membutuhkan penggunaan tata bahasa Indonesia yang baik. Penggunaan tata bahasa
Indonesia dalam konteks ilmiah ialah penggunaan tata bahasa yang telah mengikuti aturan
EYD yang benar. Dimana dalam segi penggunaan tata bahasa, segi pemilihan kata, dan segi
penggunaan tanda baca
.
Sering kali pada konteks ilmiah bahasa diartikan sebagai buah pikir penulis, sebagai hasil dari
pengamatan, tinjauan, penelitian yang dilakukan oleh si penulis tersebut pada ilmu
pengetahuan tertentu. Dalam konteks karya ilmiah isi dari karya ilmiah harus menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam penulisan dan tata bahasanya.
Dalam penulisan karya ilmiah yang harus diperhatikan ialah dalam pemilihan kata,
penggunaan tanda baca, dan harus mengikuti EYD.
Pada umumnya kertas kerja hamper sama dengan makalah akan tetapi kertas kerja digunakan
untuk penulisan local karya atau seminar serta lebih mendalam dari makalah.
Laporan Praktik Kerja
Karya ilmiah yang memaparkan fakta yang di temui di tempat bekerja yang digunakan untuk
penulisan terakhir jenjang diploma III (DIII).
Skripsi
Merupakan karya ilmiah yang mengemukakan pendapat orang lain dan data yang telah di
dapat di lapangan yang digunakan untuk mendapat gelar S1 :
1. Langsung (observasi lapangan)
2. Skripsi
3. Tidak langsung (studi kepustakaan)
Tesis
Karya ilmiah yang bertujuan untuk melakukan pengetahuan baru dengan melakukan
peneluitian penelitian terhadap hasil hipotesis yang ada.
Disertasi
Karya tulis untuk mengungkap dalil baru yang dapat dibuktikan berdasarkan fakta yang
realistis dan data yang relefan serta objektif.
Dalam menulis karya ilmiah sebaiknya menggukan kata-kata atau kalimat yang sesuai
dengan kaidah dan bahasa yang penuturannya terpelajar dengan bidang tertentu, ini berguna
untuk menghindari ketaksaan atau ambigu makna karna karya ilmiah tidak terikat oleh waktu.
Dengan demikian, ragam bahasa penulisan karya ilmiah tidak mengandung bahasa yang
sifatnya konstektual,
Oleh karena itu, pengajar perlu memperhatikan kaidah yang berkaitan dengan pembentukan
istilah, Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) yang dikeluarkan oleh pusat pembinaan
bahasa Indonesia merupakan sumber yang baik sebagai pedoman dalam memperhatikan halhal tersebut. Dan juga tanda baca yang tepat untuk di setiap kalimat yang dimuat dalam Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD)
Ada yang menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam karya tulis ilmiah
berupa penelitian yaitu :
1. Bermakna isinya
2. Jelas uraiannya
3. Berkesatuan yang bulat
4. Singkat dan padat
5. Memenuhi kaidah kebahasaan
6. Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah
7. Komunikasi secara ilmiah
http://gedeanom20.blogspot.com/2013/10/peranan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html 07/05/2014
jam 10:16
Bahasa Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Akurasi Terperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Bahasa Indonesia
Dituturkan di
Wilayah
Jumlah penutur
Status resmi
Bahasa resmi di
Diatur oleh
Indonesia
Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa
Kode-kode bahasa
ISO 639-1
id
ISO 639-2
ind
ISO 639-3
ind
Keterangan:
Wilayah Bahasa Indonesia dominan dipertuturkan dan
sebagai bahasa resmi.
Wilayah Bahasa Indonesia dituturkan oleh minoritas.
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik
Indonesia[1] dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.[2] Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya,
bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus
sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa
Melayu.[3] Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau
sekarang)[4] dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat
penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses
pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak
dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme
bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.[5] Proses ini menyebabkan berbedanya
Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun
Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang
terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa
daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia
bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia
menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.[6] Penutur
Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau
mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian,
Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra,
perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya,[7] sehingga
dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.[8] Dasar-dasar yang
penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa
minggu.[9]
Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora
sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal
dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli
Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan
suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan
Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.
Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah
nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu
kemudian mengalami perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk
menamakan kepulauan Nusantara.
Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek moyang
penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto
Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah
mengalami kurun masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya
agama Islam, suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah
etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya didalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari
beberapa unsur etnis.
M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai
berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti
kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang
mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera
Utara, ada beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak
Melayu
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa
Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera
bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan katakata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran.
Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumendokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa[10] dan Pulau Luzon.[11] Kata-kata seperti
samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15
Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical
Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang
perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di
kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.[rujukan?]
Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami
oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak
dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam
sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi,
sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata
bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi
seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini.
Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan
informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis
banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti
gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak
memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan
kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas,
knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa
Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda.
Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan
dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19
menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling
penting di "dunia timur".[12] Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai
varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai
pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa
setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara,
misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan
Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu
Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi
beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).[13] Varian-varian
lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana RiauJohor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak
saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi
dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi
kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa
Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak
baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar.
Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa
kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman
pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah
Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab
Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Mamoer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur
("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai
Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan
program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi
dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua
tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.[14] Bahasa Indonesia secara resmi diakui
sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang
politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di
Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya,
hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa
dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi
bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."[15]
Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang
diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada
tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel,
seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di
kalangan masyarakat luas.
Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya.
Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan
bahasa Indonesia.[17]
Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu
menjadi bahasa persatuan Indonesia.
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres
itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah
dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu
pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.
Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan
di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di
Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini
selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta.
Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55.
Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada
pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di
Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang,
Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
Penyempurnaan ejaan
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama
ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari
ejaan ini yaitu:
1. Huruf untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan
tersendiri dengan diftong seperti mula dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y
seperti dalam Soerabaa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata mamoer,
akal, ta, pa, dsb. Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan
sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1.
2.
3.
4.
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahuntahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
Indonesia Malaysia
(pra-1972) (pra-1972)
Sejak 1972
tj
ch
dj
ch
kh
kh
nj
ny
ny
sj
sh
Sy
oe*
Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang
diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada
tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel,
seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di
kalangan masyarakat luas.
Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya.
Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan
bahasa Indonesia.[17]
Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu
menjadi bahasa persatuan Indonesia.
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres
itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah
dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu
pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.
Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan
di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di
Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini
selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta.
Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55.
Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada
pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di
Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang,
Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu,
ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan
antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
1.
2.
3.
4.
ragam undang-undang
ragam jurnalistik
ragam ilmiah
ragam sastra
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi
hanya untuk:
1.
2.
3.
4.
komunikasi resmi
wacana teknis
pembicaraan di depan khalayak ramai
pembicaraan dengan orang yang dihormati
Sebelum abad kedua puluh, bahasa Melayu ditulis menggunakan aksara yang dimodifikasi
dari aksara Arab yang dikenal sebagai Huruf Jawi. (Lihat Prasasti Terengganu) Setelah abad
dua puluh, bahasa Melayu ditulis menggunakan huruf Latin, dikenal sebagai Rumi, dan
penggunaan hurud Latin ini telah hampir menggantikan huruf Jawi secara keseluruhan dalam
kehidupan sehari-hari. Romanisasi pada awalnya digunakan di Malaya (kini bagian dari
Malaysia) dan Hindia Belanda (kini Indonesia). Hal ini menunjukkan kedua negara tersebut
merupakan bekas jajahan britania dan Belanda.
Dalam bahasa Indonesia, huruf vokal u pada awalnya dilambangkan dengan oe, seperti
halnya dalam Bahasa Belanda. Perubahan resmi oe menjadi u dilakukan pada tahun 1947.
Hal serupa juga terjadi di Malaysia, sampai tahun 1972, huruf konsonan c di Malaysia
dilambangkan dengan ch, sedangkan Indonesia mengikuti Belanda yang menggunakan tj.
Sehingga kata cucu di Malaysia dulu ditulis chuchu dan di Indonesia ditulis tjoetjoe, sampai
akhirnya sistem Ejaan Yang Disempurnakan diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972,
yang mengganti tj dengan c.
Indonesia mengganti konsonan dj dengan j, yang sudah terlebih dahulu digunakan di
Malaysia, sedangkan konsonan lama j digantikan oleh y, seperti halnya di Malaysia.
Demikian juga bunyi desah yang berasal dari bahasa Arab, yang dulu ditulis 'ch' di Indonesia,
kini menjadi kh dalam kedua bahasa.
Akan tetapi, oe masih dapat ditemukan, misalnya pada nama presiden pertama Indonesia,
Sukarno (ditulis Soekarno), dan penggantinya Suharto, (ditulis Soeharto). Kombinasi huruf
ch dan dj masih dapat ditemukan pada nama-nama semacam Achmad dan Djojo (diucapkan
Akhmad dan Joyo), meskipun kini orang-orang lebih suka menggunakan ejaan pasca-1972.
Ketika zaman penjajahan, bahasa Indonesia menggunakan "oe" untuk bunyi "u", sama seperti
bahasa Belanda, namun setelah penaklukan Jepang ejaan tersebut diganti menjadi "u". Di
Malaysia sebelum tahun 1972, bunyi "ch" dieja dengan "ch" dan bahasa Indonesia
menggunakan "tj". Oleh itulah, perkataan "cap" telah dieja sebagai "chap" di Semenanjung
Malaya dan "tjap" dalam bahasa Indonesia. Setelah "Ejaan Yang Disempurnakan"
diperkenalkan pada tahun 1972, kedua-dua bahasa itu menggunakan ejaan yang sama, yaitu
"cap". Contoh ejaan lain yaitu "dj" (Indonesia) diganti dengan "j" seperti di Malaysia. Ada
beberapa ejaan yang masih dipertahankan atas sebab sejarah, contohnya "wang"
(Semenanjung Malaya) dan "uang" (Indonesia).
Bahasa Inggris
March
Maret [1]
August
Ogos
Agustus [2]
challenge
cabaran
tantangan, kecabaran
speak
bercakap, bertutur,
berbual
berbicara, bercakap-cakap
shop
kedai
toko[3]
ticket
tiket
pharmacy
Monday
Isnin
Senin
restaurant
because
hospital
zoo
restoran, kedai
makan[7]
kerana[8]
hospital,[9] rumah sakit
(jarang digunakan
lagi)[10]
taman haiwan, zoo,
('kebun binatang'
digunakan sebelum
kemerdekaan Malaysia)
[12]
television
televisyen[14]
televisi [15]
university
universiti[16]
universitas [17]
head office
ibu pejabat[18]
kantor pusat
kerusi[19]
kursi
pengerusi[20]
ketua
orange
oren[21]
jeruk
apple
epal[22]
apel[23]
car
kereta[24]
mobil/oto [25][26]
chair
chairman,
chairperson
Perkataan
ahli
akta
undang-undang
baja
bahan untuk
menyuburkan
tetumbuhan
banci
perhitungan bilangan
penduduk ("sensus")
bercinta
biji
benih
bisa
racun
dapat(contoh:dia boleh
boleh
bicara=dia bisa/dapat
bicara)
bugil/bogel
bontot/buntut
punggung/pangkal
(bontot senapang)
bual
bersembang (berbual)
budak
butuh/butoh
comel
emel
gampang
mudah, senang
jabatan
jahat
maling (penjahat)
jawatan
kedudukan
resmi/pangkat
jemput
mengajak atau
menyilakan datang
jeruk
buah-buahan (sayur,
telur, ikan, dll) yang telah
buah jeruk
diasamkan (atau
diasinkan)
jimat
kacak
kaki tangan
kapan
karya
kerajaan
semua bentuk
pemerintahan
kereta
mobil
khidmat
pajak
cukai
pelan
rancangan pembinaan
atau pembangunan
pejabat
tempat bekerja
pemerintah
pengajian
pembelajaran Alquran
percuma
cuma-cuma, gratis
pijat
polis
mata-mata, angkatan
keselamatan sipil
polisi
pusing
pupuk
penyubur tanaman
tambang
bayaran penggunaan
pengangkutan awam,
tandas
jamban, tempat
membuang air besar
sulit
Melayu
arti
erti
beda
beza
bisnis
bisnes
bus
bas
jabatan
jawatan
Indonesia
Melayu
jembatan
jambatan
resmi
rasmi
rusak
rosak
sipil
sivil
taksi
teksi
tanjung
tanjong
teluk
telok
truk
trak
yaitu
iaitu
http://id.wikipedia.org/wiki/Perbedaan_antara_bahasa_Melayu_dan_bahasa_Indonesia
07/05/2014 10:53