Anda di halaman 1dari 24

Fungsi Bahasa Indonesia

Secara umum fungsi bahsa sebagai alat komunikasi: lisan maupun tulis
Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi
sebagai berikut:
a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol sosial
Menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:
a) Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu
b) Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain
c) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
d) Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
e) Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu
f) Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi
g) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan
atau distandarkan.
a) Ejaan Van Ophuijen (1901)
b) Ejaan Soewandi (1947)
c) Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
d) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah
(1975)
e) Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)
Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu:

a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan
bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang
lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik
dan benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi
tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam
bahasa
Peranan dan fungsi bahasa indonesia Dalam kehidupan sehari-hari
kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa
Indonesia. itulah penggalan dari isi Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober
1928. Lahirnya Sumpah pemuda merupakan sebuah awal menjadikannya bahasa Indonesia
sebagai bahasa Negara.
Dalam era globalisasi, kita sebagai warga negara indonesia sudah sepantasnya bangga dan
menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, yaitu bahasa indonesia. jati diri bahasa Indonesia
perlu dibina dan dimasyarakatkan. Hal ini diperlukan, agar bangsa indonesia tidak terbawa
arus oleh pengaruh budaya asing yang masuk ke indonesia.
bahasa indonesia memiliki fungsi sbb :
1. Sebagai Bahasa Nasional

Sebagailambang kebanggaan dan identitas nasional, Bahasa persatuan kita, memiliki nilainilai sosial budaya luhur bangsa yang harus dipertahankan dan direalisasikan dalam
kehidupan sehari-hari tanpa ada rasa renda diri, malu, dan acuh tak acuh. Indonesia memiliki
banyak budaya dan bahasa yang berbeda-beda hampir di setiap daerah. Pastinya, tidak akan
mungkin kita bisa saling memahami ketika berkomunikasi antar sesama. Oleh karena itulah
betapa pentingnya kedudukan bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa dan sebagai
alat penghubungan antarbudaya dan daerah.

2. Bahasa Negara

Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakandi Jakarta
pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai : bahasa dalam perhubungan pada
tingkat nasional untuk kepentinganperencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta menjadi
bahasa resmi kenegaraan, pengantar di lembaga-lembaga pendidikan/ pemanfaatan ilmu
pengetahuan, pengembangan kebudayaan, pemerintah dll.
fungsi itu harus dilaksanakan, sebab itulah ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan
berkedudukan sebagai bahasa negara.
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan
diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia

harus mempersiapkan diri dengan baik dan harus bangga menggunakan bahasa indonesia
dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau kita cermati, sebenarnya ada satu lagi fungsi bahasa yang selama ini kurang disadari
oleh sebagian anggota masyarakat, yaitu sebagai alat untuk berpikir. Dalam proses berpikir,
bahasa selalu hadir bersama logika untuk merumuskan konsep, proposisi, dan simpulan.
Segala kegiatan yang menyangkut penghitungan atau kalkulasi, pembahasan atau analisis,
bahkan berangan-angan atau berkhayal, hanya dimungkinkan berlangsung melalui proses
berpikir disertai alatnya yang tidak lain adalah bahasa.
Sejalan dengan uraian di atas dapat diformulasikan bahwa makin tinggi kemampuan
berbahasa seseorang, makin tinggi pula kemampuan berpikirnya. Makin teratur bahasa
seseorang, maka makin teratur pula cara berpikirnya. Dengan berpegangan pada formula
itulah, dapat dikatakan bahwa seseorang tidak mungkin menjadi intelektual tanpa menguasai
bahasa. Seorang intelektual pasti berpikir, dan pasti memerlukan bahasa indonesia untuk
mempermudah dalam proses berfikirnya.
Cara Melestarikan Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa
Sebagai salah satu dari pemuda Indonesia, saya melestarikan Bahasa Indonesia
dengan cara bersikap bahasa. Bersikap bahasa menurut saya adalah menggunakan bahasa
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu untuk rajin
mengungkapkan pemikiran saya dengan bahasa Indonesia dan dengan sering membaca
karena membaca merupakan salah satu pintu terbukanya wawasan sehingga kemampuan
bahasa akan bertambah. Bahasa Indonesia dapat lestari karena setelah membaca kumpulan
ide dengan bahasa Indonesia kemudian kita salurkan ide kita sendiri dengan tulisan dalam
bahasa Indonesia juga bila hal ini terjadi terus menerus dan berkesinambungan. Selain itu,
cara lain adalah dengan mengurangi pengunaan bahasa gaul yang kebarat-baratan sehingga
bahasa Indonesia tidak tergeser nilai keberadaannya.
Jelaskan peranan Bahasa Indonesia dalam konteks ilmiah!
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Republik Indonesia, sebagaimana yang telah
disahkan pada sumpah pemuda 1928. Selain itu bahasa Indonesia mempunyai kedudukan
yang sangat penting bagi waga Negara Indonesia. Dalam peranannya bahasa Indonesia dalam
penulisan atau dalam konteks ilmiah sangatlah penting. Dikarenakan dalam penulisan ilmiah
membutuhkan penggunaan tata bahasa Indonesia yang baik. Penggunaan tata bahasa
Indonesia dalam konteks ilmiah ialah penggunaan tata bahasa yang telah mengikuti aturan
EYD yang benar. Dimana dalam segi penggunaan tata bahasa, segi pemilihan kata, dan segi
penggunaan tanda baca
.
Sering kali pada konteks ilmiah bahasa diartikan sebagai buah pikir penulis, sebagai hasil dari
pengamatan, tinjauan, penelitian yang dilakukan oleh si penulis tersebut pada ilmu
pengetahuan tertentu. Dalam konteks karya ilmiah isi dari karya ilmiah harus menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam penulisan dan tata bahasanya.
Dalam penulisan karya ilmiah yang harus diperhatikan ialah dalam pemilihan kata,
penggunaan tanda baca, dan harus mengikuti EYD.

Adapun manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut:


1. Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif.
2. Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber.
3. Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan.
4. Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis.
5. Memperoleh kepuasan intelektual.
6. Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan.
Jadi dapat disimpulkan peranan dan fungsi bahasa Indonesia dalam konteks ilmiah sangatlah
penting. Karena hasil baik dari penulisan ilmiah tidak lepas dari segi penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Peranan Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah
Karya Tulis Ilmiah
Karya tulis ilmiah atau akademik menuntut kecermatan dalam penalaran dan bahasa. Dalam
hal bahasa, karya tulis semacam itu (termasuk laporan penelitian) harus memenuhi ragam
bahasa standar (formal) atau bukan bahasa informal atau pergaulan.Ragam bahasa karya tulis
ilmiah atau akademik hendaknya mengikuti ragam bahsa yang penuturnya adalah terpelajar
dalam bidang ilmu tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti kaidah bahasa baku untuk
menghindari ketaksaan atau ambigiutas makna karena karya tulis ilmiah tidak terikat oleh
waktu.
Dengan demikian, ragam bahasa karya ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa
yang sifatnya kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik. Tujuannya agar karya tersebut
dapt tetap dipahami oleh pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat karya
tersebut diterbitkan. Masalah ilmiah biasanya menyangkut hal yang sifatnya abstrak atau
konseptual yang sulit dicari alat peraga atau analoginya dengan keadaan nyata. Untuk
mengungkapkan hal semacam itu, diperlukan struktur bahasa keilmuan adalah
kemampuannya untuk membedakan gagasan atau pengertian yang memang berbeda dan
strukturnya yang baku dan cermat. Dengan karakteristik ini, suatu gagasan dapat terungkap
dengan cermat tanpa kesalahan makna bagi penerimanya.
Penulisan ilmiah merupakan sebuah karangan yang bersifat fakta atau real yang ditulis
dengan menggunakan penulisan yang baik dan benar serta ditulis menurut metode yang ada.
Terdapat beberapa jenis penulisan ilmiah yang dapat di kategorikan sebagai berikut :
Makalah
Karya tulis yang menyediakan permasalahan dan pembahasan sesuai dengan data yang telah
di dapatkan di lapangan dengan objektif.
Kertas Kerja

Pada umumnya kertas kerja hamper sama dengan makalah akan tetapi kertas kerja digunakan
untuk penulisan local karya atau seminar serta lebih mendalam dari makalah.
Laporan Praktik Kerja
Karya ilmiah yang memaparkan fakta yang di temui di tempat bekerja yang digunakan untuk
penulisan terakhir jenjang diploma III (DIII).
Skripsi
Merupakan karya ilmiah yang mengemukakan pendapat orang lain dan data yang telah di
dapat di lapangan yang digunakan untuk mendapat gelar S1 :
1. Langsung (observasi lapangan)
2. Skripsi
3. Tidak langsung (studi kepustakaan)
Tesis
Karya ilmiah yang bertujuan untuk melakukan pengetahuan baru dengan melakukan
peneluitian penelitian terhadap hasil hipotesis yang ada.
Disertasi
Karya tulis untuk mengungkap dalil baru yang dapat dibuktikan berdasarkan fakta yang
realistis dan data yang relefan serta objektif.
Dalam menulis karya ilmiah sebaiknya menggukan kata-kata atau kalimat yang sesuai
dengan kaidah dan bahasa yang penuturannya terpelajar dengan bidang tertentu, ini berguna
untuk menghindari ketaksaan atau ambigu makna karna karya ilmiah tidak terikat oleh waktu.
Dengan demikian, ragam bahasa penulisan karya ilmiah tidak mengandung bahasa yang
sifatnya konstektual,
Oleh karena itu, pengajar perlu memperhatikan kaidah yang berkaitan dengan pembentukan
istilah, Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) yang dikeluarkan oleh pusat pembinaan
bahasa Indonesia merupakan sumber yang baik sebagai pedoman dalam memperhatikan halhal tersebut. Dan juga tanda baca yang tepat untuk di setiap kalimat yang dimuat dalam Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD)
Ada yang menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam karya tulis ilmiah
berupa penelitian yaitu :
1. Bermakna isinya
2. Jelas uraiannya
3. Berkesatuan yang bulat
4. Singkat dan padat
5. Memenuhi kaidah kebahasaan
6. Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah
7. Komunikasi secara ilmiah
http://gedeanom20.blogspot.com/2013/10/peranan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html 07/05/2014
jam 10:16

Bahasa Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Akurasi Terperiksa
Langsung ke: navigasi, cari

Bahasa Indonesia
Dituturkan di

Indonesia, Malaysia, Timor Leste,


Brunei, Singapura

Wilayah

Indonesia, Malaysia, Timor Leste,


Brunei, Singapura

Jumlah penutur

1730 juta penutur asli


total 140220 juta (tidak ada tanggal)

Rumpun bahasa Austronesia


Malayo-Polinesia
o Malayo-Polinesia Inti
Sunda-Sulawesi
Melayik
Melayu
Melayu Lokal
Bahasa Indonesia

Status resmi
Bahasa resmi di
Diatur oleh

Indonesia
Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa
Kode-kode bahasa

ISO 639-1

id

ISO 639-2

ind

ISO 639-3

ind

Keterangan:
Wilayah Bahasa Indonesia dominan dipertuturkan dan
sebagai bahasa resmi.
Wilayah Bahasa Indonesia dituturkan oleh minoritas.

Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik
Indonesia[1] dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.[2] Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya,
bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus
sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa
Melayu.[3] Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau
sekarang)[4] dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat
penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses
pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak
dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme
bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.[5] Proses ini menyebabkan berbedanya
Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun
Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang
terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa
daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia
bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia
menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.[6] Penutur
Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau
mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian,
Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra,
perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya,[7] sehingga
dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.[8] Dasar-dasar yang
penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa
minggu.[9]

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Lihat pula Sejarah bahasa Melayu.

Masa lalu sebagai bahasa Melayu[sunting | sunting sumber]


Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang
bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara
kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau
Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari
wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur
perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal
dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa
Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari
bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.
Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha
pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis
semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari
wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup
wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negerinegeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti
disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan
masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat pendukungnya yang
mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu
(suku Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya
berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas,
tampak dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.
Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o" seperti Melayu
Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam
Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya Semenanjung Medini.
Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (= Hujung
Medini) dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat
mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka
(= Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu.
Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang
berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e".

Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora
sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal
dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli
Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan
suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan
Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.
Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah
nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu
kemudian mengalami perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk
menamakan kepulauan Nusantara.
Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek moyang
penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto
Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah
mengalami kurun masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya
agama Islam, suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah
etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya didalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari
beberapa unsur etnis.
M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai
berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti
kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang
mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera
Utara, ada beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak
Melayu
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa
Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera
bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan katakata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran.
Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumendokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa[10] dan Pulau Luzon.[11] Kata-kata seperti
samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15
Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical
Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang
perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di
kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.[rujukan?]
Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami
oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak
dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam
sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi,
sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata
bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi
seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini.
Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.

Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan
informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis
banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti
gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak
memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan
kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas,
knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa
Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda.
Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan
dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19
menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling
penting di "dunia timur".[12] Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai
varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai
pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa
setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara,
misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan
Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu
Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi
beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).[13] Varian-varian
lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana RiauJohor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak
saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi
dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi
kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa
Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak
baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar.
Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa
kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman

Bahasa Indonesia[sunting | sunting sumber]


Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk
membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda
para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi
(karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam
standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan
didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini
terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk
semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat.
Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan

pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah
Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab
Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Mamoer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur
("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai
Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan
program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi
dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua
tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.[14] Bahasa Indonesia secara resmi diakui
sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang
politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di
Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya,
hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa
dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi
bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."[15]

Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh


sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir
Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak
mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa
Indonesia.[16]

Peristiwa-peristiwa penting[sunting | sunting sumber]


Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.
Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik.

Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang
diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada
tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel,
seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di
kalangan masyarakat luas.
Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya.
Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan
bahasa Indonesia.[17]
Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu
menjadi bahasa persatuan Indonesia.
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.

Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres
itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah
dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu
pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.
Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan
di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di
Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini
selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta.
Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55.
Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada
pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di
Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang,
Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

Penyempurnaan ejaan
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:

Ejaan van Ophuijsen[sunting | sunting sumber]


Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Nawawi Soetan Mamoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun

ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama
ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari
ejaan ini yaitu:
1. Huruf untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan
tersendiri dengan diftong seperti mula dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y
seperti dalam Soerabaa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata mamoer,
akal, ta, pa, dsb. Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan
sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1.
2.
3.
4.

Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.


Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahuntahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)[sunting | sunting


sumber]
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik
Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD,
ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin
dibakukan.
Perubahan:

Indonesia Malaysia
(pra-1972) (pra-1972)

Sejak 1972

tj

ch

dj

ch

kh

kh

nj

ny

ny

sj

sh

Sy

oe*

Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang
diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada
tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel,
seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di
kalangan masyarakat luas.
Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya.
Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan
bahasa Indonesia.[17]
Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu
menjadi bahasa persatuan Indonesia.
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres
itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah
dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu
pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.
Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan
di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di
Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini
selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta.
Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55.
Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan

Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada
pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di
Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang,
Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

DIALK DAN RAGAM BAHSA


Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut
pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai
ragam bahasa.

Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:


1. Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga ia
membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di
daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa
Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.
2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang
menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja.
3. Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek
Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia,
kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan
dan kekayaan kata.

Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu,
ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan
antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
1.
2.
3.
4.

ragam undang-undang
ragam jurnalistik
ragam ilmiah
ragam sastra

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:

1. ragam lisan, terdiri dari:


1. ragam percakapan
2. ragam pidato
3. ragam kuliah
4. ragam panggung
2. ragam tulis, terdiri dari:
1. ragam teknis
2. ragam undang-undang
3. ragam catatan
4. ragam surat-menyurat

Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi
hanya untuk:
1.
2.
3.
4.

komunikasi resmi
wacana teknis
pembicaraan di depan khalayak ramai
pembicaraan dengan orang yang dihormati

Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku


Bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah dua bentuk baku dalam bahasa Melayu
modern (pasca-Perang Dunia II). Selain keduanya, terdapat pula bentuk baku lain yang
dipakai di Brunei, namun karena penuturnya sedikit bentuk ini menjadi kurang signifikan.
Artikel ini mencoba menunjukkan perbedaan di antara kedua bentuk baku utama meskipun
usaha-usaha penyatuan ejaan dan peristilahan selalu dilakukan di bawah koordinasi
MABBIM.
Sebenarnya tidak banyak perbedaan antara kedua bahasa tersebut. Berbagai varian bahasa
Melayu digunakan di berbagai wilayah Indonesia dan semua mengakui bahwa bahasa yang
digunakan di Provinsi Riau dan sekitarnya adalah bahasa Melayu Standar (atau bahasa
Melayu Tinggi, bahasa Melayu Piawai). Perbedaan latar belakang sejarah, politik, dan
perlakuan yang berbeda menyebabkan munculnya perbedaan tata bahasa, peristilahan dan
kosakata, pengucapan, serta tekanan kata pada dua bentuk standar modern yang sekarang
dipakai.
Perbedaan itu secara garis besar dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Dari latar belakang penjajahan asing bisa dikatakan bahwa bahasa Indonesia lebih
menyerap bahasa Belanda sedangkan bahasa Malaysia lebih menyerap bahasa Inggris.
2. Dari segi perlakuan, kedua-dua bahasa tersebut diperlakukan sesuai dengan kebijakan
kebahasaan di negara masing-masing, namun ada perhimpunan yang mengatur bahasa
Melayu yang disebut dengan Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia
(MABBIM).
3. Dari segi penyerapan kata di negara masing-masing, bahasa Indonesia yang didasarkan dari
bahasa Melayu berdialek Riau menyerap pula bahasa-bahasa daerah di Indonesia seperti
bahasa Jawa dll.

Sebelum abad kedua puluh, bahasa Melayu ditulis menggunakan aksara yang dimodifikasi
dari aksara Arab yang dikenal sebagai Huruf Jawi. (Lihat Prasasti Terengganu) Setelah abad
dua puluh, bahasa Melayu ditulis menggunakan huruf Latin, dikenal sebagai Rumi, dan

penggunaan hurud Latin ini telah hampir menggantikan huruf Jawi secara keseluruhan dalam
kehidupan sehari-hari. Romanisasi pada awalnya digunakan di Malaya (kini bagian dari
Malaysia) dan Hindia Belanda (kini Indonesia). Hal ini menunjukkan kedua negara tersebut
merupakan bekas jajahan britania dan Belanda.
Dalam bahasa Indonesia, huruf vokal u pada awalnya dilambangkan dengan oe, seperti
halnya dalam Bahasa Belanda. Perubahan resmi oe menjadi u dilakukan pada tahun 1947.
Hal serupa juga terjadi di Malaysia, sampai tahun 1972, huruf konsonan c di Malaysia
dilambangkan dengan ch, sedangkan Indonesia mengikuti Belanda yang menggunakan tj.
Sehingga kata cucu di Malaysia dulu ditulis chuchu dan di Indonesia ditulis tjoetjoe, sampai
akhirnya sistem Ejaan Yang Disempurnakan diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972,
yang mengganti tj dengan c.
Indonesia mengganti konsonan dj dengan j, yang sudah terlebih dahulu digunakan di
Malaysia, sedangkan konsonan lama j digantikan oleh y, seperti halnya di Malaysia.
Demikian juga bunyi desah yang berasal dari bahasa Arab, yang dulu ditulis 'ch' di Indonesia,
kini menjadi kh dalam kedua bahasa.
Akan tetapi, oe masih dapat ditemukan, misalnya pada nama presiden pertama Indonesia,
Sukarno (ditulis Soekarno), dan penggantinya Suharto, (ditulis Soeharto). Kombinasi huruf
ch dan dj masih dapat ditemukan pada nama-nama semacam Achmad dan Djojo (diucapkan
Akhmad dan Joyo), meskipun kini orang-orang lebih suka menggunakan ejaan pasca-1972.

Perbedaan yang penting antara bahasa Malaysia dan


bahasa Indonesia[sunting | sunting sumber]
Bahasa Indonesia berbeda dari bahasa Melayu di Malaysia karena bahasa Indonesia memiliki
lebih banyak perkataan yang berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Belanda meski bahasa
Indonesia didasarkan dan didominasi dari bahasa Melayu Riau, contohnya "pejabat pos" di
Malaysia dikenal dengan sebutan "kantor pos" di Indonesia. "Kantor" ini berasal dari kata
Belanda kantoor untuk "pejabat".

Perbedaan ejaan[sunting | sunting sumber]


Lihat pula: Perbedaan antara sebutan Bahasa Melayu basahan dan Bahasa Indonesia

Ketika zaman penjajahan, bahasa Indonesia menggunakan "oe" untuk bunyi "u", sama seperti
bahasa Belanda, namun setelah penaklukan Jepang ejaan tersebut diganti menjadi "u". Di
Malaysia sebelum tahun 1972, bunyi "ch" dieja dengan "ch" dan bahasa Indonesia
menggunakan "tj". Oleh itulah, perkataan "cap" telah dieja sebagai "chap" di Semenanjung
Malaya dan "tjap" dalam bahasa Indonesia. Setelah "Ejaan Yang Disempurnakan"
diperkenalkan pada tahun 1972, kedua-dua bahasa itu menggunakan ejaan yang sama, yaitu
"cap". Contoh ejaan lain yaitu "dj" (Indonesia) diganti dengan "j" seperti di Malaysia. Ada
beberapa ejaan yang masih dipertahankan atas sebab sejarah, contohnya "wang"
(Semenanjung Malaya) dan "uang" (Indonesia).

Perbedaan kosa kata[sunting | sunting sumber]

Beberapa contoh kata-kata yang berbeda jauh antara kedua bahasa:


Bahasa Malaysia/
Bahasa Melayu di
Malaysia

Bahasa Inggris

March

Mac (dari Bahasa


Inggris)

Bahasa Indonesia/ Bahasa


Melayu di Indonesia

Maret [1]

August

Ogos

Agustus [2]

challenge

cabaran

tantangan, kecabaran

speak

bercakap, bertutur,
berbual

berbicara, bercakap-cakap

shop

kedai

toko[3]

ticket

tiket

karcis [4], tiket

pharmacy

farmasi, kedai ubat

apotek, toko obat[5], farmasi[6]

Monday

Isnin

Senin

restaurant
because

hospital

zoo

restoran, kedai
makan[7]
kerana[8]
hospital,[9] rumah sakit
(jarang digunakan
lagi)[10]
taman haiwan, zoo,
('kebun binatang'
digunakan sebelum
kemerdekaan Malaysia)

rumah makan, restoran


karena

rumah sakit [11]

kebun binatang [13]

[12]

television

televisyen[14]

televisi [15]

university

universiti[16]

universitas [17]

head office

ibu pejabat[18]

kantor pusat

kerusi[19]

kursi

pengerusi[20]

ketua

orange

oren[21]

jeruk

apple

epal[22]

apel[23]

car

kereta[24]

mobil/oto [25][26]

chair
chairman,
chairperson

Kata-kata yang berbeda maknanya[sunting | sunting sumber]


Selain perbedaan kosa kata, kedua bahasa juga memiliki perkataan-perkataan yang sama
tetapi berbeda maksudnya (homonim). Oleh karena perkataan-perkataan tersebut seringkali
digunakan dalam kedua bahasa tersebut, maka hal tersebut mudah menimbulkan
kesalahpahaman.
Perbedaan makna ini terbentuk atas penuturan yang menjadi kelaziman dari kedua negara,
sedangkan dalam segi tertulis tidak terbentuk perbedaan yang ketara sebab makna yang ada
dalam bahasa Malaysia juga sebenarnya ada dalam bahasa Indonesia (makna bahasa Melayu
dalam tiap daerah di Indonesia beragam mengingat banyaknya dialek bahasa Melayu di
Indonesia)[27]. Beberapa perbedaan tersebut di antaranya:

Perkataan

makna dalam bahasa


Malaysia

makna/sinonim dalam bahasa Indonesia

ahli

anggota (mis. dari partai),


juga pakar contoh ahli
pakar
[28]
bahasa

akta

undang-undang

surat resmi yang disahkan oleh suatu badan resmi atau


pemerintah

baja

bahan untuk
menyuburkan
tetumbuhan

besi tahan karat

banci

perhitungan bilangan
penduduk ("sensus")

seorang berjenis kelamin wanita dan pria

bercinta

menyatakan rasa kasih


melakukan hubungan seksual
sayang kepada orang lain

biji

biji benih / penjodoh


bilangan (berapa biji pil)

benih

bisa

racun

1. boleh, dapat; 2. racun

dapat(contoh:dia boleh
boleh

bicara=dia bisa/dapat
bicara)

1. mengizinkan (contoh:dia diizinkan bicara); 2. bisa


(kebisaan) (contoh:dia memiliki kebolehan dalam bergaya); 3.
bisa/ dapat (contoh:Dia boleh mengerjakan soal ujian dengan
cepat) (jarang digunakan dalam makna bisa)

bugil/bogel

1. telanjang, bugil; 2. pendek dan kecil (terdapat


telanjang, langsung tidak
kesalahpahaman dalam memaknakan kata bogel di
berpakaian
kalangan masyarakat yaitu orang kerdil)

bontot/buntut

punggung/pangkal
(bontot senapang)

ekor; terakhir (untuk urutan anak)

bual

bersembang (berbual)

omong kosong (membual), cakap besar (sombong)

budak

anak-anak kecil, orang


muda, (hamba tidak
digunakan lagi. Contoh
budak raja[29].)

1. hamba abdi, hamba sahaya; 2. anak-anak kecil (budak


untuk makna ini dijumpai di daerah asal Melayu Sumatra
dan Sunda, namun sekitar tahun 1995, beberapa ahli
bahasa di indonesia dan Malaysia sempat mengkritik kata
ini karena dinilai telah mengesampingkan nilai-nilai
kemanusiaan.)

butuh/butoh

alat kelamin lelaki (lucah) perlu; [30]

comel

cantik dan menarik,


molek

kecil manis (cantik); mungil; bagus; menggerutu,


bersungut-sungut (bahasa Melayu
"bersungut=mengomel")

email

emel

enamel, lapisan pelindung gigi (juga digunakan istilah


mail)

gampang

anak luar nikah (kesat)

mudah, senang

jabatan

bagian dari penadbiran


dll yg mengurus tugastugas tertentu

amanah dalam memegang kedudukan penting resmi


dalam suatu pekerjaan; departemen; jawatan

jahat

maling (penjahat)

durjana, tidak baik

jawatan

kedudukan
resmi/pangkat

kantor pemerintahan, jabatan

jemput

mengajak atau
menyilakan datang

1. memetik; 2. pergi mendapatkan orang yang akan diajak


pergi bersama

jeruk

buah-buahan (sayur,
telur, ikan, dll) yang telah
buah jeruk
diasamkan (atau
diasinkan)

jimat

cermat (tentang uang


atau penggunaan
sesuatu), hemat, tidak
boros

azimat, benda bertuah

kacak

tampan, menarik (bagi


lelaki)

memegang kiri kanan pinggang dengan kedua-dua belah


tangan (berkacak pinggang); tampak gagah, segak

kaki tangan

pekerja, seorang yang


diupah

anak buah (dengan konotasi negatif), seorang yang


diperalat (bahasa Melayu=Barua)

kapan

(kain kafan), kain


penutup mayat

bilamana; berbeda dengan kafan

karya

gubahan hasil karya


(karyawan=pekerja seni)

kerja (karyawan=pekerja upahan)

kerajaan

semua bentuk
pemerintahan

sistem pemerintahan yang dipimpin oleh raja

kereta

mobil

semua kendaraan beroda yang digerakkan dengan tenaga


mesin atau makhluk hidup

khidmat

servis, kerja untuk


memenuhi keperluan
orang ramai

1. hormat, takzim; 2. layanan (jarang atau hampir tidak


digunakan lagi)

pajak

gadai janji, sewaan


(pajakan tanah)

cukai

pelan

rancangan pembinaan
atau pembangunan

perlahan, tidak cepat

pejabat

tempat bekerja

1. orang yang memiliki jabatan resmi (unsur pimpinan); 2.


kantor (jarang atau hampir tidak digunakan)

pemerintah

badan atau kumpulan


orang yang
pemerintah/ penadbir, badan tertinggi yang memerintah
mengendalikan
suatu negara
penadbiran suatu negara

pengajian

pendidikan (dari kata


"mengaji")

pembelajaran Alquran

percuma

cuma-cuma, gratis

tidak berguna, sia-sia

pijat

kutu; ralat pemrograman


urut[31]
komputer

polis

mata-mata, angkatan
keselamatan sipil

1. dasar (asuransi dll.); 2. negara kota (di Yunani)

polisi

dasar (asuransi dll.)

pemelihara keamanan, angkatan keselamatan

pusing

bergerak dalam bulatan, dalam keadaan keseimbangan terganggu serasa keadaan


berputar, berkeliling
sekitar berputar; putar; pening, sakit kepala [32]

pupuk

menyemai (nilai murni


dsb.)

penyubur tanaman

tambang

bayaran penggunaan
pengangkutan awam,

1. tempat menggali mineral; 2. semacam tali yang kuat

tandas

jamban, tempat
membuang air besar

1. menjelaskan/menyelesaikan sesuatu dengan pasti dan


tegas; 2. jamban

sulit

rahasia; sukar; alat sulit


("alat kelamin")

sukar dicari karena tersembunyi atau jarang didapat

Sama kata tetapi huruf berbeda[sunting | sunting sumber]


Indonesia

Melayu

arti

erti

beda

beza

bisnis

bisnes

bus

bas

jabatan

jawatan

Indonesia

Melayu

jembatan

jambatan

resmi

rasmi

rusak

rosak

sipil

sivil

taksi

teksi

tanjung

tanjong

teluk

telok

truk

trak

yaitu

iaitu

http://id.wikipedia.org/wiki/Perbedaan_antara_bahasa_Melayu_dan_bahasa_Indonesia
07/05/2014 10:53

Anda mungkin juga menyukai