Anda di halaman 1dari 29

Algoritma Pandu PTM

Untuk memudahkan pelaksanaan Pandu PTM, maka dibuatlah algoritma Pandu PTM
yang berisi alur dan penjelasan tentang tata laksana bagi pengunjung puskesmas usia 15
tahun keatas mulai dari identifikasi faktor risiko melalui anamnesis, pengukuran dan
pemeriksaan serta pemeriksaan prediksi risiko dan penegakan diagnosis PTM (bila ada),
rujukan bila diperlukan dan rujuk balik setelah kondisi stabil.

1
 Pengunjung Puskesmas usia ≥15 tahun
 Rujukan Posbindu PTM / Posyandu
Lansia
 Intervensi Lanjut PIS-PK
 Pasien Rujuk Balik FKRTL 1

Anamnesis Faktor Risiko PTM


 Pola makan tinggi gula, garam, dan lemak
 Merokok
 Kurang aktivitas fisik
 BB berlebih
 Kurang konsumsi sayur dan buah
 Perempuan usia 30-50 tahun yang sudah menikah
atau pernah melakukan hubungan seksual
2

Pemeriksaan
 Tekanan Darah
 Gula Darah
 IMT (BB, TB) hubun
ng
 Lingkar Perut (Obesitas Sentral) g
UBM a
 Inspekulo (khusus perempuan)
 Hb n
seksual
3 3b
3a

PTM Inspekulo
serviks
SADANIS

5 3b.2

Curiga kanker/
servisitis berat

Ya Tidak
Ya
5a 3a.1
Tidak
5b
Tes IVA
3b.1
Tidak
Ada ada
Benjolan Benjolan
Krioterapi/ Syarat
Positif Negatif
3b.2.1 3b.2.2
terapi lain sesuai HTA/ Ya krioterapi
konsensus/fasilitas 3b.1.1 3b.1.2
terpenuhi
3b.1.1

Diobati Fasilitas Kesehatan


6 Rujukan Tingkat Tida
Lanjut
(FKRTL)
Follow-up
Pasien
Rujuk Balik 7
7a

Penyampaian KIE

Merujuk pada media KIE PTM


yang disusun oleh Direktorat
Kontrol P2PTM
9
dapat diakses pada :
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/
8

Gambar 2.1. Algoritma Pandu PTM


Keterangan Gambar 2.1

Kotak 1

Pandu PTM di FKTP merupakan kegiatan pelayanan terpadu PTM bagi pengunjung
Puskesmas/FKTP yang berusia 15 tahun ke atas yang datang untuk kunjungan
sakit/berobat maupun kunjungan sehat lainnya. Pengunjung yang datang ke
Puskesmas/FKTP berasal dari rujukan Posbindu PTM, Posyandu Lansia, intervensi lanjutan
PIS-PK dan pasien rujuk balik FKRTL.

Kotak 2

Anamnesis

Faktor risiko PTM yang perlu diidentifikasi melalui anamnesis adalah sebagai berikut:
a) Pola makan tinggi gula, garam, dan lemak. Hal-hal yang perlu ditanyakan pada
pengunjung puskesmas tentang pola makan antara lain:
1) Apakah anda mengonsumsi buah dan sayur kurang dari 5 porsi sehari?
2) Apakah anda mengonsumsi makanan manis/gula tambahan lebih dari 4 sendok
makan sehari?
3) Apakah anda mengkonsumsi makan asin/ garam lebih dari 1 sendok teh?
4) Apakah anda mengkonsumsi makanan berlemak/ berminyak/digoreng/ ditumis lebih
dari 5 sendok makan sehari?
b) Kebiasaan merokok
1) Ditanyakan pada setiap individu usia diatas 10 tahun
2) Beberapa hal yang perlu ditanyakan tentang kebiasaan merokok:
- Merokok
- Tidak merokok
- Berhenti merokok selama 3 bulan, 6 bulan, lebih dari 1 tahun (disebut berhenti
merokok, apabila tidak pernah merokok lebih dari 1 tahun terakhi

c) Kurang aktivitas fisik (frekuensi dan durasi)


1) Kriteria aktivitas fisik:
- ringan: bila saat melakukan aktivitas masih mampu berbicara normal dan
bernyanyi
- sedang: bila saat beraktivitas fisik masih bisa berbicara tetapi tidak bisa
bernyanyi
- berat: saat melakukan aktivitas fisik sulit untuk berbicara atau terengah-engah
2) durasi aktivitas fisik yang dianjurkan:
- setiap hari selama 30 menit
- 150 menit per minggu
3) bila aktivitas fisik yang dilakukan berat dan kurang dari 30 menit perhari atau
kurang dari 150 menit perminggu maka diberikan penyampaian KIE untuk merubah
perilaku/aktivitas fisik

d) Berat badan berlebih


Penilaian berat badan berlebih dilakukan dengan anamnesis tentang riwayat obesitas
pada pengunjung dilanjutkan dengan pengukuran IMT sebagaimana dijelaskan pada
poin B (pengukuran IMT)

e) Pada pengunjung wanita usia 30-50 tahun (batasan usia mengikuti Peraturan Menteri
Kesehatan) yang sudah menikah atau pernah melakukan hubungan seksual (3b),
setelah anamnesis dilakukan pemeriksaan (3), dan dilakukan tambahan pemeriksaan
SADANIS dan Inspekulo serviks untuk menilai curiga kanker atau adanya servisitis
berat. Bila curiga kanker/servisitis berat, rujuk ke FKRTL (7). Bila tidak curiga
kanker/servisitis berat, lakukan tes IVA (3b.1). Bila IVA positif (3b.1.1), lakukan penilaian
syarat krioterapi. Bila memenuhi syarat, maka lakukan krioterapi (2b.1.1), kemudian
lakukan follow up dan kontrol (9). Bila FKTP tidak memiliki fasilitas krioterapi, maka
rujuk ke FKRTL (7). Bila IVA positif tidak memenuhi syarat krioterapi, rujuk ke FKRTL
(7). Bila IVA negatif (3b.1.2), berikan KIE (8). Bila pemeriksaan SADANIS (3b.2) yang
menunjukkan ada benjolan (3b.2.1), lakukan rujukan ke FKRTL (7). Bila tidak ada
benjolan (3b.2.2), berikan KIE (8). Selanjutnya FKRTL mengirimkan umpan balik hasil
pelayanan dan saran tindak lanjut kepada FKTP.

Kotak 3 (hal. 11 s/d 29)


Pemeriksaan
Setelah anamnesis, dilakukan pengukuran

a) Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah dengan baik dan benar adalah langkah penting untuk
mendiagnosis hipertensi dan mengevaluasi respon pengobatan. Pengukuran tekanan
darah dilakukan menggunakan tensimeter digital atau tensimeter jarum (aneroid) yang
dikalibrasi secara berkala.
Pengukuran TD yang direkomendasikan adalah:
1) Persiapan
Duduk dengan tenang, tidak dalam keadaan cemas atau gelisah, maupun
kesakitan. Dianjurkan istirahat 5 menit sebelum pemeriksaan. Tidak dianjurkan
mengonsumsi kafein, merokok, atau melakukan aktivitas olah raga minimal 30 menit
sebelum pemeriksaan. Tidak dianjurkan menggunakan obat-obatan yang
mengandung stimulan adrenergik seperti fenilefrin atau pseudoefedrin (misalnya
obat flu, obat tetes mata). Tidak sedang dalam keadaan menahan buang air kecil
maupun buang air besar. Tidak mengenakan pakaian ketat terutama di bagian
lengan. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan diam, tidak berbicara di ruangan
yang tenang dan nyaman.

Bila pemeriksaan menggunakan tensimeter aneroid atau digital, gunakan ukuran


manset yang sesuai dengan lingkar lengan atas (LLA). Ukuran manset standar:
panjang 35 cm dan lebar 12- 13 cm. Gunakan ukuran yang lebih besar untuk LLA
>32 cm, dan ukuran lebih kecil untuk anak. Ukuran ideal: panjang balon manset 80-
100% LLA, dan lebar 40% LLA. Lakukan validasi tensimeter setiap 6-12 bulan.

2) Posisi
Posisi pasien dapat berupa duduk, berdiri, atau berbaring (sesuai kondisi di FKTP).
Pada posisi duduk: Gunakan meja untuk menopang lengan dan kursi bersandar
untuk meminimalisasi kontraksi otot isometrik. Posisi fleksi lengan bawah dengan
siku setinggi jantung. Kedua kaki menyentuh lantai dan tidak disilangkan.

3) Prosedur
Pasien duduk dengan nyaman selama 5 menit sebelum pengukuran TD dimulai.
Pengukuran TD dilakukan minimal 2 kali dengan jarak 1-2 menit. Pengukuran
tambahan hanya dilakukan jika dua kali pembacaan pertama terdapat perbedaan
>10 mmHg. Tekanan darah diukur dari rerata dua pengukuran terakhir.

Ukur TD pada kedua lengan pada kunjungan pertama untuk mendeteksi


kemungkinan perbedaan antara kedua lengan. Gunakan TD dari lengan dengan
referensi nilai terbesar. Ukur TD 1 menit dan 3 menit setelah berdiri dari posisi
duduk pada semua pasien pada pengukuran pertama untuk menyingkirkan
kemungkinan hipotensi ortostatik.
Pengukuran TD berbaring dan berdiri harus dipikirkan pada pasien lanjut usia,
pasien dengan diabetes melitus, dan pasien dengan kondisi lain yang mungkin
menyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik.
Gambar 2.2 berikut menjelaskan cara mengukur tekanan darah dengan benar pada
posisi duduk:

Gambar 2.2
Cara Pengukuran Tekanan Darah dengan Benar pada Posisi Duduk

i. Persiapan

Saat pengukuran menggunakan pakaian yang nyaman


Tidak mengenakan pakaian ketat terutama di bagian lengan

Tidak menggunakan obat-obatan yang mengandung stimulan adrenergik seperti fenilefrin atau pseudoefedrin (misalnya obat flu, obat te

Tidak mengonsumsi kopi maupun merokok, ataupun melakukan aktivitas olah raga minimal 30 menit sebelum pemeriksaan
3

Jika baru selesai beraktivitas, istirahat dahulu selama 5 menit sebelum pengukuran

Tidak 4
sedang menahan buang air kecil atau buang air besar

Gunakan manset yang sesuai dengan ukuran lengan

7
6
ii. Pelaksanaan

Duduk bersandar dengan tenang


Lengan dan siku menempel di meja
Lengan baju tidak dilipat
Telapak tangan menghadap keatas
Kaki tidak dilipat dan telapak kaki menapak di lantai

Letakkan manset sejajar dengan posisi jantung


Batas bawah manset kira-kira 2 jari di atas lipat siku

n bergerak dan berbicara selama pengukuran


kan pengukuran minimal 2 kali dengan jeda pengukuran 5 menit. Pengukuran tambahan hanya dilakukan jika dua kali pembacaan p
TD ditetapkan dari rerata nilai dua pengukuran terakhir

3
iii. Evaluasi

Konsultasikan ke dokter bila:


Tekanan darah sistol > 140 mmHg
Tekanan darah diastol > 90 mmHg

4) Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Tabel 3.3). Diagnosis hipertensi ditegakkan
berdasarkan pengukuran tekanan darah yang benar.

Diagnosis hipertensi direkomendasikan berdasarkan pemeriksaan tekanan darah


lebih dari satu kali kunjungan, kecuali pada hipertensi berat (derajat 3 dan
khususnya pada pasien risiko tinggi). Bila hasil pengukuran TD pada kunjungan
pertama menunjukkan hasil hipertensi, maka dilakukan pengukuran ulang pada
kunjungan kedua untuk penegakkan diagnosis hipertensi.

Setiap kunjungan klinik, pengukuran TD dilakukan minimal 2 kali dengan jeda 5


menit. Pengukuran tambahan dilakukan jika pada dua pengukuran awal memiliki
perbedaan >10mmHg. TD pasien adalah nilai rata-rata dari dua pengukuran
terakhir.

Dianjurkan melakukan pengukuran TD pada kedua lengan pada semua kunjungan


pertama. Jika terdapat perbedaan >15 mmHg dicurigai adanya penyakit
aterosklerosis dan di hubungkan dengan peningkatan risiko kardiovaskular. Jika TD
sudah diukur pada kedua lengan, direkomedasikan pengukuran TD seterusnya
pada lengan dengan TD tertinggi.

Bagi pasien yang terdiagnosis hipertensi dilakukan tata laksana sesuai pedoman
yang berlaku, seperti PPK1 (sesuai Kepmenkes RI No.HK.02.02/MENKES/514/2015
tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama), PNPK dan lain-lain, termasuk deteksi dini komplikasi berdasarkan
organ target.

5) Kriteria hipertensi
Berdasarkan pengukuran tekanan darah, hipertensi dibagi dalam beberapa kriteria
seperti yang terlihat pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 dan < 90
Sumber: Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi, InaSH, 2019

b) Pemeriksaan Gula darah sewaktu


Pemeriksaan gula darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Kriteria diagnosis Diabetes Melitus dapat dilihat pada gambar 2.3 dan tabel
2.2 berikut ini.
Gambar 2.3
Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

Sumber : Konsensus PERKENI, 2019


Catatan :
Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP, sehingga harus hati-hati dalam
membuat interpretasi terhadap hasil pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti : anemia,
hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2 – 3 bulan terakhir, kondisi-kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit
dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.

Tabel 2.2.
Kriteria Diagnosis Diabetes Berdasarkan Kadar Gula Darah / Glukosa

Kriteria Gula Darah Puasa Glukosa Plasma 2 jam Gula Darah Sewaktu
(mg/dl) PP/TTGO (mg/dl) (mg/dl)

Diabetes > 126 > 200 > 200*

Prediabetes 100 -125 140-199 140-199**

Normal < 100 < 140 <100

Catatan :
* dalam 2 kali pengukuran
** perlu konfirmasi TTGO, namun bila tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO maka
pemeriksaan penyaring dengan menggunakan glukosa darah kapiler diperbolehkan untuk patokan diagnosis
diabetes melitus.

Jika ditemukan faktor risiko prediabetes, maka dilakukan intervensi (KIE, dan bila perlu
pemberian obat) dan pemantauan minimal setiap 6 bulan. Intervensi dan pemantauan
selanjutnya dapat dilakukan di Posbindu, kecuali bila ada penyulit yang harus ditangani
di FKTP.
Bila dalam pemantauan faktor risiko prediabetes berubah memenuhi kriteria diagnosis
diabetes, maka dilakukan tata laksana diabetes melitus sesuai pedoman yang berlaku
seperti PPK1 (sesuai Kepmenkes RI No.HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama), PNPK
dan lain-lain, termasuk deteksi dini komplikasi berdasarkan organ target.

c) IMT (berdasarkan TB dan BB)


Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mendapatkan nilai IMT yang
nantinya digunakan dalam menentukan derajat obesitas. Penilaian IMT menggunakan
rumus:
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi Badan x Tinggi Badan(𝑚2)

Batas ambang IMT untuk dewasa ditentukan dengan merujuk pada Keputusan Menteri
Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/603/2020 tahun 2020 tentang PNPK Tata Laksana
Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa, sebagaimana tampak pada tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3.
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Orang Asia dewasa

Klasifikasi Risiko berdasarkan lingkar pinggang


2
IMT (kg/m ) <90 cm (laki-laki) ≥90 cm (laki-laki)
<80 cm (perempuan) ≥80 cm (perempuan)
Berat badan kurang < 18,5 Rendah Cukup
Berat badan normal 18,5 - 22,9 Cukup Meningkat
Berat badan lebih ≥23
Berisiko 23 - 24,9 Meningkat Moderat
Obesitas I 25 - 29,9 Moderat Berat
Obesitas II ≥30 Berat Sangat berat
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/603/2020

Pengukuran IMT ini tidak dapat dilakukan pada orang hamil, binaragawan, penderita
edema, ascites dan penyandang disabilitas yang mengalami amputasi anggota gerak.

Untuk mempermudah menilai apakah seseorang kurus, normal, gemuk (overweight)


atau obesitas, secara sederhana dapat menggunakan instrumen di bawah ini.
Gambar 2.4 Carta Obesitas

15
d) Lingkar Perut
IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT saja bukan
merupakan indikator terbaik untuk penentuan obesitas. Selain IMT, metode lain untuk
pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar perut.
Internasional Diabetes Federation (IDF) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar perut
berdasarkan etnis. Kriteria lingkar perut ini digunakan untuk penentuan kategori
obesitas sentral, sebagai berikut.

Obesitas sentral jika lingkar perut :


Pria >90 cm, wanita >80 cm

e) Inspekulo
f) Pemeriksaan Hemoglobin

Kotak 3a
Konseling UBM
Layanan konseling UBM adalah suatu layanan konseling kepada seseorang yang ingin
berhenti merokok yang diberikan oleh seorang tenaga terlatih. Layanan konseling UBM di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP dilaksanakan 2 minggu sekali selama 3 bulan
pertama dengan durasi waktu 30 hingga 60 menit, atau dilakukan minimal 6 kali pertemuan
untuk setiap klien. Jika klien sudah dapat berhenti merokok di bulan ketiga maka dapat
disebut klien sudah mengalami 6 (enam) kali pertemuan konseling UBM. Walaupun
demikian, klien tersebut tetap diminta datang ke FKTP setiap 3 bulan, agar dapat dipantau
keberhasilan berhenti merokok sampai 1 telah mencapai sukses berhenti merokok dan tidak
perlu kontrol lagi, hanya diberikan nasehat pola hidup sehat. Bila terjadi kambuh/relaps,
segera kembali ke layanan UBM di FKTP.

Tabel 2.4
Manfaat Upaya Berhenti Merokok

Mulai Berhenti Merokok Manfaat

20 menit Tekanan darah, denyut jantung dan aliran darah tepi


membaik.

12 jam Hampir semua nikotin dalam tubuh sudah dimetabolisme.


Tingkat CO di dalam darah kembali normal.
24-48 jam Nikotin mulai tereliminasi dari tubuh. Fungsi pengecap dan
penciuman mulai membaik. Sistem kardiovaskular meningkat
baik.
5 hari Sebagian besar metabolisme nikotin dalam tubuh sudah hilang.
Fungsi perasa/pengecap dan pembau jauh lebih membaik.
Sistem kardiovaskular terus meningkat baik.

16
2 minggu s.d Risiko infeksi pada luka setelah pembedahan berkurang secara
6 minggu bermakna. Fungsi silia saluran napas dan fungsi paru-paru
membaik. Napas pendek dan batuk-batuk berkurang.
1 tahun Risiko penyakit jantung koroner menurun setengahnya
dibandingkan orang yang tetap merokok.
Risiko stroke menurun pada level yang sama seperti orang tidak
5 tahun pernah merokok.

Risiko stroke menurun pada level yang sama seperti orang tidak
5 tahun pernah merokok.

10 tahun Risiko kanker paru-paru berkurang setengahnya.


Semua penyebab mortalitas dan risiko penyakit jantung koroner
menurun pada level yang sama seperti orang yang tidak pernah
merokok.

Bagi perokok laki laki usia diatas 40 tahun dengan riwayat batuk lama dengan
keluhan batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, suara serak, sulit/ nyeri menelan
dilakukan skrining dengan Low Dose CT Scan di FKRTL.

Langkah-langkah dalam memberikan layanan UBM di FKTP menggunakan


metode 4T, yang meliputi : Tanyakan, Telaah, Tolong dan Nasehati, dan Tindak Lanjut.

Tabel 2.5
Langkah-langkah Yang Dilakukan Dalam Metode 4T
Metode Langkah-Langkah

1. Tanyakan  Tanyakan tipe klien, profil perokok, dan tingkat adiksi/ketergantungan nikotin
 Apakah klien merupakan seorang (Fagerstroom) .
perokok atau bukan?  ldentifikasi dan dokumentasikan setiap perkembangan UBM setiap pertemuan.
 Apakah ada anggota keluarga yang  Mencatat, menilai dan memastikan anggota keluarga yang merokok di rumah.
merokok di rumah?  Hasil pertanyaan diatas dituliskan dalam status berhenti merokok (catatan klien).

2. Telaah  Telaah keluhan yang dirasakan oleh klien.


 Nilai keinginan klien untuk berenti  Telaah dampak rokok bagi kesehatan.
merokok  Perlu dipastikan klien memiliki keinginan untuk berhenti merokok atau tidak, bila tidak
maka diperlukan suatu konseling motivasi.
 Nilai sampai manakah tahap keinginan klien untuk berhenti merokok apakah pada
prekontemplasi, kontemplasi, siap, tindakan dan pemeliharaan.

3. Tolong dan nasehati  Gunakan pendekatan secara personal, kuat, dan jelas untuk menganjurkan klien berhenti
 Anjurkan klien untuk berhenti merokok.
merokok  Untuk klien yang berniat berhenti merokok, berikan konseling agar klien dapat berhenti
merokok.
 Susun waktu kapan berhenti merokok akan dimulai.
 Berikan informasi cara/metode untuk berhenti merokok seperti berhenti langsung, atau
bertahap.
 Beritahu keluarga dan orang sekitar bahwa kita akan berhenti merokok dan mintalah
dukungan dan pengertian keluarga untuk mengingatkan agar tidak kembali merokok.
 Antisipasi hambatan yang akan muncul. Biasanya hambatan paling besar akan terjadi
pada minggu pertama yakni gejala putus nikotin (Withdrawal effect).
 Untuk klien yang belum berniat berhenti merokok, tingkatkan motivasi dan upayakan
intervensi lanjut sehingga klien di masa yang akan datang akan berhenti merokok →
Wawancara/Konseling motivasional.
 Berikan nasihat untk membantu keluarga berhenti merokok dan menciptakan lingkungan
rumah bebas asap rokok.
4. Tindak lanjut  Untuk klien yang berusaha untuk berhenti merokok,
 Menyusun rencana untuk menindak maka susunlah jadwal untuk konsultasi rutin/berkala
lanjuti terapi yang sudah dilakukan 2 minggu sekali.
Pertimbangan tambahan terapi jika  Pada pertemuan berikutnya lakukan penilaian antar lain :
ada, atau merujuk ke fasilitas - Tingkat keberhasilan berhenti merokok
kesehatan lanjutan jika 3 bulan - Tingkat motivasi
belum berhasil berhenti merokok - Kendala yang timbul
- Gejala withdrawal effect dan penanganannya
- Penilaian parameter klinis (seperti berat badan, tekanan darah)

 Untuk klien yang tidak ingin berhenti merokok untuk saat ini, dengan memberikan informasi
dampak kesehatan akibat merokok dan meningkatkan motivasi klien untuk berhenti
merokok.
 Untuk klien yang belum berhenti merokok untuk saat ini, dengan memberikan informasi
dampak kesehatan akibat merokok dan meningkatkan motivasi klien untuk berhenti
merokok pada kunjungan klien berikutnya.

Kotak 3b
Pemeriksaan Perempuan Usia 30-50 tahun
Pada pengunjung wanita usia 30-50 tahun, dilakukan tambahan pemeriksaan SADANIS dan
Inspekulo serviks untuk menilai curiga kanker atau adanya servisitis berat.

Kotak 3b.1

Tes IVA

Kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim yang merupakan
bagian terendah dari badan rahim yang menonjol ke puncak liang vagina. Sejumlah faktor
risiko (ko-faktor) yang berhubungan dengan perkembangan kanker leher rahim diantaranya
adalah:

 Memiliki pasangan seksual multipel (perempuan atau pasangannya);


 Pertama kali hubungan seksual saat usia muda (<20 tahun);
 Infeksi Menular Seksual (IMS) berulang, antara lain : Klamidia, gonore, dsb;
 Penderita HIV/AIDS;
 Merokok/terpapar asap rokok; dan atau
 Malnutrisi atau defisiensi beberapa vitamin anti-oksidan (vitamin C, E, dll)
Skrining dan deteksi dini kanker leher rahim dapat dilaksanakan dengan cara atau metode
yang mudah dan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat dasar sekalipun dengan
pemeriksaan :

a) IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat); ATAU


b) Papsmear (sitologi)
Namun terkait rendahnya akurasi pap smear sebagai metode skrining tunggal yang
berdampak pada tingginya angka negatif palsu, maka lebih disarankan pemeriksaan IVA
sebagai metode skrining nasional karena sangat sensitif dan akurat, lebih praktis, dan
sangat ekonomis, sehingga akselerasi cakupan skrining di Indonesia dapat lebih cepat
tercapai.

Sasaran skrining kanker payudara dan kanker leher rahim adalah kelompok perempuan usia
30-50 tahun yang sudah melakukan hubungan seksual. Pada hasil IVA yang negatif,
disarankan untuk pemeriksaan IVA ulang 3-5 tahun kemudian, sedangkan pada hasil IVA
yang positif akan dilakukan tindakan lanjutan (treat) berupa krioterapi atau TCA
(Trichloroacetic Acid) sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Tindakan lanjutan (treat) ini
dilakukan oleh dokter umum di Puskesmas/FKTP.

Dengan kata lain, Puskesmas/FKTP dan jajarannya sebagai ujung tombak pelayanan dasar
di masyarakat dapat melakukan upaya skrining dan deteksi dini kanker leher rahim terhadap
kelompok perempuan usia 30-50 tahun tersebut dan melakukan tata laksana pada
kunjungan yang sama (Single Visite Approach / Screen and Treat (gambar 2.5).

Kotak 3b.2
SADANIS
Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan
jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara, yang penyebabnya tidak
diketahui secara pasti.

Pada kelompok risiko tinggi sangat penting untuk dilakukan deteksi dini berupa SADARI
(pemerikSAan payuDAra sendiRI), SADANIS (Pemeriksaan Payudara secara Klinis) oleh
tenaga medis, dan mamografi setiap tahun.

Deteksi dini kanker payudara dapat juga dilakukan secara terintegrasi dengan skrining
kanker leher rahim pada kelompok usia produktif (30-50 tahun) menggunakan alur pada
gambar 2.6.
Gambar 2.5
Skrining Kanker Leher Rahim
Gambar 2.6
Deteksi Dini Kanker Payudara

Mengajak ibu-ibu usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker payudara

Melakukan penyampaian KIE tentang kanker payudara, faktor risiko &

Tingkat Komunitas Menyusui

Ya Tidak

Kosongkan ASI

Menanyakan apakah ibu telah melakukan SADARI

Tingkat Yankes Primer Ya Tidak

Ajarkan SADARI

Adakah benjolan/kelainan lain

Ya Tidak

Lakukan Periksa Payudara Klinis (SADANIS)

Adakah benjolan/kelainan lainnya

Tingkat Yankes Sekunder Rujuk

< 35 tahun > 35 tahun

USG Mammografi

Normal Ada kelainan Normal

Radiologi Dokter Bedah Umum/Onkologi

Keterangan
RS yg belum memiliki fasilitas mammografi, cukup dilakukan USG oleh Radiolog
Kotak 4 (hal. 30 s/d 36)

Penilaian Prediksi Risiko PTM

Selanjutnya lakukan penilaian prediksi risiko PTM menggunakan “Tabel Prediksi Risiko
PTM”. Tabel ini memprediksi risiko seseorang menderita penyakit kardiovaskuler 10 tahun
mendatang, berdasarkan jenis kelamin, umur, tekanan darah sistolik, status merokok.

Penilaian prediksi risiko PTM dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa instrumen.
Salah satu instrumen yang dapat dipakai untuk memprediksi risiko seseorang menderita
PTM adalah Tabel Prediksi Risiko PTM, diadaptasi dari “WHO Cardiovascular Disease Risk
Charts” yang dikeluarkan tahun 2020. Terdapat 2 jenis tabel prediksi risiko PTM, yaitu
berdasarkan hasil laboratorium (memerlukan nilai kolesterol total dan diagnosis diabetes
melitus) dan tanpa hasil laboratorium (memerlukan nilai Indeks Massa Tubuh). Tabel
prediksi berdasarkan hasil laboratorium, memprediksi risiko seseorang menderita
penyakit kardiovaskuler 10 tahun mendatang, berdasarkan status diabetes melitus, jenis
kelamin, status merokok, umur, tekanan darah sistolik, dan nilai kolesterol total. Sedangkan
tabel prediksi tanpa hasil laboratorium, memprediksi risiko seseorang menderita penyakit
kardiovaskuler 10 tahun mendatang, berdasarkan jenis kelamin, status merokok, umur,
tekanan darah sistolik, dan nilai kolesterol total.

Dengan adanya Tabel Prediksi Risiko PTM ini, maka Carta Prediksi Risiko Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah yang terdapat pada buku-buku pedoman yang diterbitkan sebelumnya
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Gambar 2.7 Tabel Prediksi Risiko PTM (Hasil Laboratorium)

23
Gambar 2.8 Tabel Prediksi Risiko PTM (Tanpa Hasil Laboratorium)

Kotak 5

24
Cara Menggunakan Tabel Prediksi Risiko PTM

a) Tabel Prediksi Risiko PTM berdasarkan hasil laboratorium


 Tentukan dahulu apakah orang yang diperiksa penyandang Diabetes Melitus atau
tidak. Gunakan kolom yang sesuai dengan statusnya.
 Kemudian tentukan kolom jenis kelaminnya (laki-laki di kolom kiri dan perempuan di
kolom kanan).
 Tentukan status merokok apakah merokok atau tidak, sesuaikan di kolomnya
masing-masing
 Selanjutnya tetapkan blok usia. Lihat lajur angka paling kiri (misalnya untuk usia 46
tahun pakai blok usia 45-49 tahun, 68 tahun pakai blok 65-69 tahun, dst).
 Lihat nilai tekanan darah (TD) sistolik pada lajur paling kanan.
 Lihat kolom konversi kadar kolesterol total pada lajur bawah (pada tabel digunakan
satuan mmol/l, sedangkan di Indonesia umumnya menggunakan satuan mg/dl,
angka konversi tercantum).
 Tarik garis dari blok umur ke arah dalam, kemudian tarik garis dari titik tekanan
darah ke arah dalam dan nilai kolesterol ke atas, angka dan warna kotak yang
tercantum pada titik temu antara kolom umur, TD sistolik dan kolom kolesterol
menentukan besarnya risiko untuk mengalami penyakit kardiovaskular dalam kurun
waktu 10 tahun mendatang.
 Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan dengan tata laksana

b) Tabel Prediksi Risiko PTM dengan IMT /tanpa hasil laboratorium


 Tentukan dahulu kolom jenis kelaminnya (laki-laki kolom kiri dan perempuan kolom
kanan).
 Tentukan status merokok apakah merokok atau tidak, sesuaikan di kolomnya
masing-masing
 Selanjutnya tetapkan blok usia. Lihat lajur angka paling kiri (misalnya untuk usia 46
tahun pakai blok usia 45-49 tahun, 68 tahun pakai blok 65-69 tahun, dst).
 Lihat nilai tekanan darah (TD) sistolik pada lajur paling kanan.
 Lihat kolom IMT (Indeks Masa Tubuh) pada lajur bawah.
 Tarik garis dari blok umur ke arah dalam, kemudian tarik garis dari titik tekanan
darah ke arah dalam dan nilai IMT ke atas, angka dan warna kotak yang tercantum
pada titik temu antara kolom umur, TD sistolik dan kolom IMT menentukan
besarnya risiko untuk mengalami penyakit kardiovaskular dalam kurun waktu 10
tahun mendatang.
 Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan dengan tata laksana
Gambar 2.9
Tata laksana Hipertensi dan Diabetes Terpadu

Langkah1.Tanyakan tentang : GUNAKAN ALUR INI PADA


KONDISI :
KUNJUNGA  Diketahui penyakit jantung, stroke, TIA, diabetes, penyakit ginjal Usia > 40 tahun, Perokok,
N  Nyeri dada dan/atau sesak saat aktivitas, nyeri tungkai saat jalan
 Obat-obatan yang diminum pasien Obesitas*, Hipertensi, Diabetes,
 Merokok saat ini (ya/tidak)
 Konsumsi alkohol (ya/tidak)
Riwayat Penyakit Kardiovaskuler
 Pekerjaan (duduk saja atau banyak gerak) premature pada orang tua/saudara
 Berolahraga teratur minimal 30 menit sehari, 5 hari dalam
seminggu (ya/tidak) kandung, dan Riwayat diabetes
atau penyakit ginjal pada orang
Langkah 2.Lakukan penilaian : tua/ saudara kandung
 Lingkarperut*
 Tekanan darah
 Palpasi nadi perifer
 Auskultasi jantung dan paru
 Gula darah puasa dan sewaktu ( DM puasa > 7 mmol/L (126 mg/dL) atau sewaktu > (200 mg/dL)
 Proteinuria
 Lipid darah (bila dimungkinkan)
 Test sensasi (rasa) pada tungkai dan nadi dorsalis pedis/tibialis pada DM

Langkah 3. Kriteria rujukan untuk semua kunjungan :


PERTAM
A  Tekanan darah systole >140 atau diastole >90 mmHg pada subyek usia< 40 tahun
(untuk menyingkirkan hipertensi sekunder)
 Diketahui menderita hipertensi, stroke, TIA, DM, penyakit ginjal (untuk penilaian bilamana diperlukan)
 Angina pektoris, klaudikasio
 Perburukan gagal jantung
 Kenaikan tekanan darah >140/90 mmHg ( pada DM >130/80 mmHg) meskipun sudah mendapat terapi
dengan 2-3 obat
 Proteinuria
 Bila penderita, terapi 8-12 minggu, kadar HbA1c >7%
 DM dengan infeksi berat dan/atau luka di kaki
 DM yang baru saja mengalami perburukan penglihatan atau tidak dilakukan pemeriksaan mata
dalam 2 tahun terakhir

 Gunakan jenis kelamin, umur, tekanan darah sistolik, kolesterol total, status merokok, dan ada/tidak
ada diabetes melitus pada tabel prediksi risiko PTM berdasarkan hasil laboratorium
 Gunakan jenis kelamin, umur, tekanan darah sistolik, Indeks Massa Tubuh dan status merokok pada
tabel prediksi risiko PTM tanpa hasil laboratorium
 Bila usia 46 tahun pilih blok usia 45-49 tahun, 68 tahun pilih blok 65-69 tahun, dst.
 Untuk usia <40 tahun pilih blok usia 45-49 tahun
Langkah 4.Tetapkan risiko kardiovaskuler bagi yang tidak dirujuk:
- Semua subyek dengan tekanan darah >160/100 mmHg harus
diberikan obat anti hipertensi
- Semua pasien dengan diagnosis diabetes dan penyakit
kardiovaskuler (penyakit jantung coroner, infark miokard,
serangan iskemik transien/TIA, penyakit cerebrovaskuler atau
K penyakit vaskuler perifer), bila stabil hendaknya terus minum
obat yang sudah diresepkan dan dianggap mempunyai risiko >
U 30%. Semua subyek dengan kadar kolesterol total > 320 mg/dl
harus diberikan nasihat pola hidup sehat dan terapi statin
N
Risiko< 20% : perlu konsultasi diet, aktivitas fisik, berhenti merokok
J
(alur konseling factor risiko PTM)

U - Bila risiko < 10% kontrol kembali dalam waktu 12 bulan


- Bila risiko 10 - < 20% kontrol kembali tiap 3 bulan hingga target
tercapai, selanjutnya tiap 6-9 bulan
N

G Langkah 5.
Risiko 20 - < 30% :
Obati
A sebagaimana - Perlu konsultasi diet, aktivitas fisik, berhenti merokok (alur
tercantum penyampaian KIE factor risiko PTM)
N disamping: - Tekanan darah menetap > 140/90 mmHg (pada DM > 130/80
mmHg) pertimbangkan salah satu dosis rendah obat :
Hydrochlorthiazide 25-50 mg perhari, Enalapril 5-20 mg
perhari, Atenolol 50-100 mg perhari atau Amlodipine 5-10 mg
perhari (sesuaikan dengan obat yang tersedia di puskesmas)
P

E Risiko ≥ 30% :
- Perlu konsultasi diet, aktivitas fisik, berhenti merokok (alur
R konseling)
- Tekanan darah menetap = 130/90 mmHg harus diberikan salah
T satu dosis rendah obat : thiazide, ACE inhibitor beta-blocker
atau calcium channel blocker, perlu konsultasi diet, aktivitas
fisik, berhenti merokok (alur konseling FR PTM))
A - Tekanan darah menetap = 130/80 mmHg : pertimbangkan salah
satu dosis rendah obat : Hydrochlorthiazide 25-50 mg perhari,
M
Enalapril 5-20 mg perhari, Atenolol 50-100 mg perhari atau
Amlodipine 5-10 mg perhari, Berikan statin (Check teratur tiap 3
A bulan)
Bila risiko< 20% :
KUNJUNGANKEDUA Check ulang tiap 12 bulan untuk dinilai kembali risiko kardiovaskuler, konsultasi diet, aktivitas fisik, berhen

gi langkah 2,3,4.
kriteria rujukan untuk semua kunjungan (sesuai langkah-3) Tatalaksana Bila
sebagai berikut
risiko 20% - < 30% :
Lanjutkan seperti langkah 4 dan check ulang tiap 3 bulan

Bila risiko masih tetap ≥ 30%


Setelah 3 – 6 bulan intervensi obat-obatan pada kunjungan pertama, lajutkan ketingkat berikutnya

- Jangan tambahkan garam di meja makan dan hindari makanan asin, makanan cepat saji,
makanan kaleng dan bumbu penyedap makanan
- Ukur kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin anda secara teratur

NASIHAT KHUSUS BAGI PENDERITA DIABETES.


- Bila anda dalam terapi diabetes yang dapat mengakibatkan hipoglikemik, bawalah selalu
gula atau permen, bila memungkinkan periksakan mata teratur setiap tahun
- Jangan berjalan tanpa alas kaki atau kaos kaki, cuci kaki dengan air hangat dan jaga agar
selalu kering terutama di sela-sela jari kaki
- Jangan potong atau bubuhi bahan kimia pada callus atau corns
- Periksa kaki anda setiap hari dan bila bermasalah atau ada luka segera temui dokter anda
Langkah tambahan untuk DM: Bila dengan diet diabetes kadar gula puasa tetap di atas
normal, berikan obat hipoglikemik oral
- Nasehatkan cara memelihara kaki: Kontrol teratur tiap 3 bulan, bila sarana tersedia, berikan
statin bagi subyek usia >40 tahun meskipun risiko kardiovaskuler rendah
- Rujuk untuk pemeriksaan mata setiap dua tahun
Kotak 5 dan 6

Bila hasil pemeriksaan menunjukkan pengunjung menyandang PTM (5a), lakukan


pengobatan dan tata laksana (6) sesuai pedoman yang berlaku, seperti PPK1 (sesuai
Kepmenkes RI No. HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama), PNPK dan lain-lain, termasuk
deteksi dini komplikasi berdasarkan organ target, dan jika ditemukan komplikasi, lakukan
rujukan ke FKRTL (7), selanjutnya FKRTL memberikan umpan balik hasil pelayanan dan
saran tindak lanjut kepada FKTP. Pengunjung yang tidak menyandang PTM (5b), baik yang
memiliki faktor risiko PTM maupun tidak, diberikan KIE (8) dan dikontrol secara berkala
sesuai hasil Tabel Prediksi Risiko PTM (9).

Kotak 7

Rujukan ke FKRTL dan Rujuk Balik

Pengunjung puskesmas yang dalam anamnesis dan pemeriksaan diketahui menyandang


PTM, dilakukan tata laksana sesuai jenis penyakitnya di FKTP dengan mengacu pada
pedoman yang berlaku. Apabila kondisi penyakit cukup berat dan atau terdapat
kegawatdaruratan medik yang menyebabkan FKTP tidak dapat melakukan penanganan
secara optimal, maka dilakukan rujukan ke FKRTL agar dapat ditangani oleh Dokter
Spesialis/Sub Spesialis.

Selanjutnya FKRTL dapat memberikan umpan balik dan saran-saran tindaklanjut kepada
FKTP atau institusi pelayanan kesehatan yang merujuk terkait pelayanan kesehatan yang
telah diberikan kepada pasien. Kemudian pasien tersebut dapat ditangani kembali di FKTP
bila kondisi penyakitnya sudah stabil melalui Program Rujuk Balik (PRB).

Program Rujuk Balik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penyandang
penyakit kronis yang telah ditetapkan dalam kondisi terkontrol/stabil dan masih memerlukan
pengobatan atau perawatan jangka panjang yang dilaksanakan di FKTP atas rekomendasi
dari dokter spesialis/subspesialis yang merawat.

Pelayanan obat PRB dilakukan selama 3 bulan di FKTP, kemudian dapat dirujuk kembali ke
FKRTL untuk dilakukan evaluasi oleh dokter spesialis/subspesialis. Pada saat kondisi
pasien tidak stabil, dapat dilakukan rujukan ke FKRTL sebelum 3 bulan dengan
menyertakan keterangan medis dan/atau hasil pemeriksaan klinis dari dokter di FKTP yang
menyatakan kondisi pasien tidak stabil atau mengalami gejala/tanda perburukan dan perlu
penatalaksanaan lanjut oleh Dokter Spesialis/Sub Spesialis.
Kotak 8
Penyampaian KIE Pencegahan dan Pengendalian PTM
Pencegahan dan pengendalian PTM difokuskan pada manajemen faktor risiko yang dapat
diubah, melalui promosi kesehatan dan pemicuan perubahan perilaku menjadi perilaku
hidup sehat dengan tetap mengacu pada pedoman yang berlaku, seperti PPK1 sesuai
Kepmenkes RI No. HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, PNPK dan lain-lain.

Penyampaian KIE merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan Pandu
PTM. Secara umum penyampaian KIE melalui slogan CERDIK bagi semua kelompok
masyarakat dan PATUH bagi kelompok masyarakat penyandang PTM. CERDIK merupakan
singkatan dari Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik,
Diet sehat dan gizi seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres. PATUH merupakan
singkatan dari Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter, Atasi penyakit
dengan pengobatan yang tepat dan teratur, Tetap diet sehat dengan gizi seimbang,
Upayakan beraktivitas fisik dengan aman, Hindari rokok, alkohol dan zat karsinogenik
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai