Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ANALISIS BUTIR SOAL

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah


TAQWIM WAL IKHTIBAR

Dosen Pengampu:

Dr. M. Baihaqi, MA.

Disusun Oleh:

Muhammad Ali Murteza ( D92219076 )


Awab Al-hafidh ( D02218004 )
Gtw
Zulfana ( D92219088 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Taqwim WaI khtibar
dengan judul Analisis Butir Soal. Harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat bagi para pembaca. Sehingga dengan Makalah Tentang Analisis Butir Soal ini
kita bisa memberikan sedikit ilmu dan pengetahuan pada para pembaca.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar
menjadi lebih baik di masa yang akan datang.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
A.Latar Belakang Masalah 4

2
B.Rumusan Masalah 4
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
A.Pengertian Analisis Butir Soal 6
B.Tujuan Analisis 7
C.Teknik Analisis Butir Soal 8
1. Taraf Kesukaran Soal 8
2. Daya Pembeda 12
3. Pola jawaban soal (distractor function) 13
BAB III 14
PENUTUP 14
A.Kesimpulan 14
B.Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran tanpa kegiatan evaluasi akan kehilangan makna.


Sebab guru tidak akan memperoleh informasi penting tentang tingkat

3
pencapaian tujuan, tingkat penguasaan materi belajar, kekuatan,
kelemahan siswa dalam belajar, serta kekuatan-kelemahan guru dalam
proses pembelajaran yang dikembangkan. Walaupun evaluasi dianggap
penting dan sudah merupakan pekerjaan rutin guru, namun dalam
kenyataan sehari-hari di lapangan sistem evaluasi dalam pembelajaran
bukan berarti tanpa persoalan. Berdasar pengamatan sepintas di lapangan,
beberapa persoalan tersebut paling tidak berkaitan dengan pemahaman
konsep dasar evaluasi, pelaksanaan dan pemanfaatannya, serta evaluasi
program pengajaran.
Dalam melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah
digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya
(muridnya, siswa, mahasiswa dan lain-lain). Alat pengukur dimaksud
adalah tes hasil belajar, yang sebagai mana telah kita maklumi, batang
tubuhnya terdiri dari kumpulan butir-butir soal (item, tes). Dalam
aplikasinya mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam hal
untuk mengetahui tujuandaripembelajaran yang ingin dicapai.
Dan dari uraian di atas maka penulis akan memaparkan
makalah yang berjudul “Analisis Butir Soal”.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka dapat kita rumuskan masalah
sebagai berikut:

1. Apa definisi analisis butir soal?


2. Apatujuananalisisbutirsoal?
3. Bagaimana tekhnikmenganalisisbutir soal?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi analisis butir soal.
2. Mengetahuitujuananalisisbutirsoal.
3. Mengetahui bagaimana tekhnik menganalisis terhadap butir soal.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisis Butir Soal


Kita telah ketahui bersama bahwa analisis butir soal
merupakan salah satu bagian pembahasan dari evaluasi pendidikan. Oleh
karena itu sebelum kita membahasnya lebih jauh, alangkah bijaknya bagi

5
kita untuk sekedar mengingat kembali tentang makna evaluasi. Kata
evaluasi menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu penilaian.1

Kemudian makna analisis butir soal dapat kita telusuri sebagai


berikut: secara bahasa analisis itu sendiri berasal dari bahasa Inggris
yaitu Analysis yang berarti analisa, pemisahan atau pemeriksaan yang
teliti. Dalam bahasa Indonesia analisis diartikan sebagai penyelidikan
terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya
dan sebagainya).2

Analisis butir soal diartikan sebagai penyelidiakan atau penelitian


terhadap suatu bagian dari keseluruhan sesuatu yang harus dijawab oleh
peserta didik.Analisis soal digunakan untuk menilai tes yang telah dibuat
baik oleh guru maupun tes standar yang dibuat oleh tim.3

Sedangkan evaluasi itu sendiri menurut Eveline Siregar dan Hartini


Nara adalah suatu proses menentukan nilai prestasi belajar pembelajaran
dengan menggunakan patokan-patokan tertentu agar mencapai tujuan
pengajaran yang telah ditentukan sebelumnya.4

Nana Sudjana mendefinisikan analisis butir soal atau analisis


item yaitu pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat
pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.5

Dari beberapa definisi di atas dapat saya disimpulkan, bahwa


analisis butir soal yaitu suatu proses yang dilakukan untuk

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996) h. 272
2Ibid., h. 37
3 Darwyan Syah dkk, Pengembangan Evaluasi Sistem Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Diadit Media, 2009)
h. 147

4Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) h. 142

5 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) h. 135

6
menyelidiki,  meneliti dan mengkaji pertanyaan-pertanyaan tes agar
diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.

B. Tujuan Analisis
Analisis butir tes merupakan kegiatan penting dalam upaya
memperoleh instrument yang berkategori baik. Menurut Thorndike &
Hagen, analisis terhadap butir tes yang telah dijawab siswa suatu kelas
mempunyai dua tujuan, yakni:

1.    Jawaban-jawaban soal-soal tersebut merupakan informasi diagnosis


untuk meneliti pelajaran dari kelas itu dan kegagalan-kegagalan
belajarnya, serta selanjutnya untuk membimbing kea rah cara belajar
yang baik, dan

2.    Jawaban terhadap soal-soal dan perbaikan soal-soal yang didasarkan


atas jawaban-jawaban tersebut merupakan dasar bagi penyiapan tes-tes
yang lebih baik.

Analisis butir tes bertujuan untuk mengidentifikasi butir-butir


manakah yang termasuk dalam kategori baik, kurang baik, dan jelek.
Analisis butir tes memungkinkan kita memperoleh informasi mengenai
baik tidaknya suatu butir, sekaligus memperoleh petunjuk untuk
melakukan perbaikan. Dengan melakukan analisis butir setidaknya kita
dapat mengetahui empat hal penting, yaitu:

1. Bagaimana taraf kesukaran setiap butir tes?


2. Apakah setiap soal memiliki daya pembeda baik?
3. Apakah semua alternative jawaban dapat berfungsi secara baik?
4. Sejauh mana tiap butir tes dapat mengukur hasil pembelajaran?
C. Tekhnik Analisis Butir Soal

Telah disinggung sebelumnya bahwa analisis butir soal antara lain


bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan

7
soal yang jelek.Dengan analisis soal dapat diperoleh informasi tentang
kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan.6 

Kita dapat menganalisis butir-butir soal hasil belajar peserta didik


melalui tiga segi, yaitu: (1) segi derajat kesukaran soal, (2) segi pembeda soal,
dan (3) segi fungsi distraktornya (pengecoh).7

1. Taraf Kesukaran Soal

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak
terlalu sukar.8 Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk
mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu
sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak
mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar
jangkauannya.
Seorang siswa akan menjadi hafal akan kebiasaan guru-gurunya
dalam hal pembuatan soal ini. Misalnya saja guru A dalam
memberikan ulangan soalnya mudah, sebaliknya guru B kalau
memberikan ulangan soalnya sukar-sukar. Dengan pengetahuannya
tentang kebiasaan ini, maka siswa akan belajar  giat jika menghadapi
ulangan dari guru B dan sebaliknya jika akan mendapat ulangan dari
guru A, tidak mau belajar giat atau bahkan mungkin tidak mau belajar
sama sekali.
Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya sesuatu soal
disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks
kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks kesukaran ini
menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0
menunjukan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0
menunjukan bahwa soalnya terlalu mudah.

6Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1993) h. 222


7Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) h. 370.
8Suharsimi Arikunto, Loc. Cit, h. 222

8
         0,0  ______________________ 1,0

                Sukar                                       mudah

Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P


(pbesar), singkatan dari kata “proporsi”. Dengan demikian maka soal
dengan P = 0,70 lebih mudah jika dibandingkan dengan P = 0,20.
Sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar dari pada soal dengan
P = 0,80.

Melihat besarnya bilangan indeks ini, maka lebih cocok jika bukan
disebut sebagai indeks kesukaran tetapi indeks kemudahan atau indeks
fasilitas, karena semakin mudah soal itu, semakin besar pula bilangan
indeksnya. Akan tetapi telah disepakati bahwa walaupun disebut
sebagai indeks kesukaran tetapi indeks kemudahan  atau indeks
fasilitas, karena semakin mudah soal itu, semakin besar pula bilangan
indeksnya. Akan tetapi telah disepakati bahwa walaupun semakin
tinggi indeksnya menunjukkan soal yang semakin mudah, tetapi tetap
disebut indeks kesukaran.9

Rumus mencari P yaitu:

B
         P=
JS
          
Di mana:

P       = indeks kesukaran

B      = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS     = jumlah seluruh siswa peserta tes.

Contoh penggunaan:

9Suharsimi Arikunto, Loc. Cit, h. 223

9
Misalnya jumlah siswa peserta tes dalam suatu kelas ada 40 orang. Dari
40 orang siswa tersebut 12 orang yang dapat mengerjakan soal nomor 1
dengan betul. Maka indeks kesukarannya adalah:

B
     P=
JS

12
¿ =0,30
40
Latihan:

Ada 20 siswa dengan nama kode A s.d. T yang mengajarkan tes yang terdiri
dari 20 soal. Jawaban tesnya dianalisis dan jawaban tertera seperti berikut ini:
(1=jawaban betul; 0 = jawaban salah)

Nama Nomor soal Sko


Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Sisw

A 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 13

B 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 11

C 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 14

D 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 9

E 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 14

F 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 8

G 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 13

H 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 9

I 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 17

J 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 13

K 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 10

L 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 4

M 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 13

N 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 16

O 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 12

P 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 10

Q 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 9

10
R 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 11

S 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 14

T 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 10

Jumlah 10 14 4 9 15 6 16 17 3 11 10 18 20 10 8 8 12 13 13 13

Tabel 1

Dari tabel yang disajikan tersebut, dapat ditafsirkan bahwa:

10
1) Soal nomor 1 mempunyai taraf kesukaran.  =0,5
20
2) Soal nomor 9 adalah soal yang tersukar karena hanya dapat dijawab

2
betul oleh 2 orang. =0,1
20
3) Soal nomor 13 adalah yang paling mudah karena seluruh siswa

20
peserta tes dapat menjawab. =1
20

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering


diklasifikasikan, sebagai berikut:

a) Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 adalah soal sukar

b) Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang

c) Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah.

Perlu diketahui bahwa soal-soal yang terlalu mudah atau terlalu


sukar, lalu tidak berarti tidak boleh digunakan. Hal ini tergantung dari
penggunaannya. Jika dari pengikut yang banyak, kita menghendaki yang
lulus hanya sedikit, kita ambil siswa yang paling top. Untuk ini maka lebih
baik diambilkan butir-butir tes yang sukar.

Sebaliknya jika kekurangan pengikut ujian, kita pilih kan soal-soal


yang mudah. Selain itu, soal yang sukar akan menambah gairah belajar

11
bagi siswa yang pandai, sedangkan soal-soal yang terlalu mudah, akan
membangkitkan semangat kepada siswa yang lemah.

2. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk


membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurangp andai.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi. Indeks diskriminasi ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00.
Pada indeks diskriminasi ada tanda negative yang digunakan jika sesuatu
soal “terbalik” menunjukkan kualitas testee. Yaitu anak pandai disebut
bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Dengan demikian ada tiga titik
pada daya pembeda yaitu :
-1,00 0,00 1,00

Daya pembeda Daya pembeda Daya pembeda


negatif rendah tinggi
Untuk menghitung indeks pembeda pengikut tes dikelompokkan
menjadi dua yaitu: kelompok pandai atau kelompok atas (upper group) dan
kelompok bodoh atau kelompok bawah (lower group).

Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan


benar, sedang seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal
tersebut mempunyai D paling besar yaitu 1,00. Sebaliknya jika semua
kelompok atas menjawab salah,  tetapi kelompok bawah menjawab betul,
maka nilainya D nya -1,00. Tetapi jika kelompok atas dan kelompok
bawah sama-sama menjawab benar atau salah, maka soal tersebut
mempunyai nilai D 0,00. Karena tidak mempunyai daya pembeda sama
sekali.

Cara menentukan daya pembeda (nilai D) berbeda antara kelompok


kecil (kurang dari 100 orang) dengan kelompok besar (100 orang ke
atas) :10

10Suharsimi Arikunto, Op Cit, h. 226

12
1) Untuk kelompok kecil : Seluruh kelompok testee dibagi dua sama
besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.
2) Mengingat biaya dan waktu untuk menganalisis, maka untuk
kelompok besar biasanya hanya diambil kedua kutubnya saja, yaitu
27% skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 27% terbawah
sebagai kelompok bawah (JB).
Rumus mencari D :
BA BB
D= − =P A −P
JA JB B

Dimana :
D = Indeks daya pembeda
J = Jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal
itu dengan benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab
soal itu dengan benar
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
(ingat, P sebagai indeks kesukaran)
PB = proporsipesertakelompokbawah yang menjawabbenar

Contoh :

Kriteria indeks daya pembeda berdasarkan Crocker dan Algina (1986)


adalah sebagai berikut :

Daya Pembeda Kualifikasi


0,00 – 0,19 soal tidak dipakai/dibuang

0,20 – 0,29 soal diperbaiki

0,30 – 0,39 soal diterima tapi perlu diperbaiki

13
0,40 – 1,00 soal diterima/baik

3. Pola Jawaban Soal (distractor function)

Yang dimaksud pola jawaban disini adalah distribusi testee dalam


hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola
jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang
memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d atau yang tidak memilih pilihan
manapun (blangko). Dalam istilah evaluasi disebut omit, disingkat O.

Dan pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh


(distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh
yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek,
terlalu menyolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah distraktor (pengecoh)
dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut
mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang
memahami konsep atau kurang menguasai bahan.

Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui:

a. Taraf kesukaran soal;


b. Daya pembeda soal;
c. Baik dan tidaknya distraktor.

Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan tiga cara:

a. diterima, karena sudah baik,


b. ditolak, karena tidak baik, dan
c. ditulis kembali, karena kurang baik.

Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya


sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya.
Menulis soal adalah suatu pekerjaan yang sulit, sehingga apabila masih
dapat diperbaiki, sebaiknya diperbaiki saja, tidak dibuang. Suatu distraktor

14
dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut
tes.

Dalam tabel yang memuat analis jawaban 30 orang siswa, dengan


pilihan jawaban a, b, c, dan d. Sebetulnya banyaknya soal yang dikerjakan
ada 50 butir, tetapi yang dikutip hanya 15 butir. Di atas tabel tersebut
terdapat keterangan bahwa subjek nomor 1 betul semua, artinya semua
pilihan jawaban mendapat skor 1, dan dia mendapat jumlah skor 50. Siswa
yang pilihan jawabannya sama dengan siswa nomor 1, berarti skornya 1.
Cara menganalisis tabel tersebut adalah sebagai berikut.

1) Bubuhkan skor 1 untuk semua butir pada semua siswa yang pilihannya
sama dengan siswa nomor 1. Sebaiknya pemberian skor dilakukan
butir demi butir, jadi mulai dari butir 1. Siswa yang memilih a, diberi
skor 1, yang bukan a diberu skor 0. Untuk siswa yang tidak memilih
yaitu dengan tanda – diberi skor 0. Setelah penskoran butir 1 selesai,
dijumlahkan ke bawah, ada berapa siswa yang mendapat skor 1.
Jumlahan skor itulah nanti yang menunjukkan taraf kesukaran, sesudah
dibagi dengan 30 dan dikalikan 100. Daya pembeda untuk tiap-tiap
butir juga langsung dapat dicari, menggunakan rumus yang sudah
dijelaskan untuk menentukan daya pembeda.
2) Lanjutkan memberi skor butir 2. Untuk skor butir 2, karena siswa
nomor 1 memilih c, maka semua siswa yang memilih c diberi skor 1,
yang lainnya 0. Demikian juga untuk butir nomor 3, karena siswa
nomor 1 memilih c dan betul, maka semua siswa yang memilih c
diberi skor 1, yang bukan pilihan c diberi skor 0.
3) Setelah selesai memberikan skor sampai dengan butir nomor 15, maka
sudah dapat diketahui jumlah skor 1 pada setiap butir. Selanjutnya
dapat diketahui taraf kesukaran dan daya pembeda dari masing-masing
butir, menggunakan rumus yang sudah dipraktikkan dalam perhitungan
terdahulu.

15
4) Untuk mengetahui penyebaran pilihan siswa, yaitu menentukan pola
jawaban siswa, digunakan tabel kontingensi sebagai 2 x 5, ditambah
baris judul dan kolom judul. Sebagai contoh, kita akan menganalisis
dan membuat pola jawaban untuk butir 1. Banyaknya jari-jari untuk
pilihan jawaban, dimasukkan dalam kolom sesuai pilihan jawaban.
Dalam hal ini kita mempunyai 5 kolom pilihan jawaban, yaitu kolom
jawaban a, b, c, dan d, kemudian kita tambhakna kolom lagi untuk
yang tidak memilih. Tidak menentukan pilihan jawaban ini disebut
“ommit” (Om) artinya tidak menjawab. Marilah kita masukkan
banyaknya pilihan tiap jawaban sebagai berikut.
a) Kunci jawaban yang betul adalah pilihan a, maka kita beri tanda
bintang.
b) Untuk menentukan Kelompok Atas (KA) dan Kelompok Bawah
(KB), kita ambil dari skor total, kita urutkan skor dari paling atas
sampai paling bawah lalu kita beri tanda di kolom “Subjek”
sebelah kanannya dengan At dan Bw.
c) Dari hasil mengurutkan skor dari paling atas sampai paling bawah
diketahui bahwa siswa yang masuk kelompok atas (At) adalah skor
35 atau lebih, dan kelompok bawah (Bw) adalah siswa yang
mendapat skor 32 atau kurang.

Kelompok/Pilihan a* b c d om Jumlah
Kelompok Atas 2 1 9 2 1 15
Kelompok Bawah 1 4 5 4 1 15
Jumlah 3 5 14 6 2 30

Setelah dimasukkan ke dalam tabel kontingensi 2 x 5 dapat


diketahui bahwa sebaran pilihan jawaban adalah sebagai berikut.
a) Yang memilih a ada 3 orang, 2 orang kelompok atas (At) dan 1
orang dari kelompok bawah (Bw).

16
b) Yang memilih b ada 5 orang, yaitu 1 orang dari kelompok atas (At)
dan 4 orang dari kelompok bawah (Bw).
c) Yang memilih c ada 14 orang, yaitu dari kelompok atas (At) 9 orang
dan dari kelompok bawah (Bw) 14 orang.
d) Yang memilih d ada 6 orang, yaitu dari kelompok atas (At) 2 orang
dan dari kelompok bawah (Bw) 4 orang.
e) Yang tidak memilih – ommit ada 2 orang, masing-masing 1 orang
dari kelompok atas dan kelompok bawah.
Apakah tindak lanjut dari guru setelah diketahui pola jawaba
seperti ini? Inilah gunanya mengetahui pola jawaban, yaitu untuk
mengetahui kualitas butri soal yang dibuat oleh guru, yaitu sebagai
berikut.
a) Pilihan a, adalah kunci jawaban, yaitu jawaban yang betul, dan
diharapkan semua siswa dapat menjawab dengan betul, yaitu
memilih a. Ternyata yang memilih a hanya 3 orang, berarti butir
soal tersebut terlalu sukar. Anak pandai saja yang dapat menjawab
hanya 2 orang, dan kebetulan anak bodoh (kelompok bawah) ada
yang beruntung satu orang.
b) Pilihan b adalah pengecoh. Dari 30 orang siswa yang terkecoh ada 5
orang, yaitu dari At 1 orang dan dari Bw 4 orang. Pilihan salah
seperti ini adalah wajar. Yang terkecoh adalah siswa-siswa yang
belum menguasai materi.
c) Pilihan c adalah pengecoh (distractor), yang oleh guru dipandang
hanya merupakan alternatif jawaban yang salah. Tetapi mengapa
justru hampir separo dari siswa memilih jawaban itu? Dalam hal
seperti ini guru harus berpikir keras, mengapa pemahaman siswa
seperti itu?
d) Pilihan biasa, ada siswa yang terkecoh, yaitu 6 orang, dari
kelompok atas (At) 2 orang dan dari kelompok bawah (Bw) 4 orang.
e) Ommit ada 2 orang, masing-masing dari kelompok atas dan
kelompok bawah. Keadaan seperti ini pun wajar.

17
Jika guru menjumpai hasil pemaparan pola jawaban seperti ini,
harus dapat mengambil kesimpulan bahwa ada kemungkinan dua
penyebab:
a) Butir soal yang dibuat tidak baik, karena dapat menyesatkan hampir
separo dari jumlah siswa memilih c. Kesimpulan sementara yang
dapat diambil adalah bahwa pilihan c mempunyai daya tarik yang
besar sehingga seolah-olah pilihan jawaban itulah yang benar,
mungkin rumusan kalimatnya, atau mungkin isi soalnya
menunjukkan kalau benar.
b) Yang menarik siswa bukan butir soalnya, tetapi materi yang
dikuasai siswa memang seperti yang tertera dalam pilihan c itu.
Kalau memang maksud yang dikehendaki oleh guru adalah materi
seperti butir a, maka mungkin ketika guru mengajar, yang diterima
oleh siswa seperti materi dalam c. Jika seperti ini yang terjadi, maka
guru harus mengulang mengajar agar penguasaan materi yang
dimiliki oleh siswa adalah seperti yang tertera dalam option a.
Jadi, kini marilah kita berlatih lagi dengan pola jawaban, yaitu butir
nomer 4, dan 6. Butir soal 4 kunci jawabannya adalah c, dan kunci
jawaban butir soal 6 adalah d. Sesudah itu lanjutkan membaca contoh
perhitungan yang ada.

Contoh perhitungan:

Dari analisis sebuah item, polanya diketahui sebagai berikut:

Pilihan Jawaban a b c* d o Jumlah


Kelompok Atas 5 7 15 3 0 30
Kelompok Bawah 8 8 6 5 3 30
Jumlah 13 15 21 9 3 60

*) adalah kunci jawaban

21
1) P= =0,35
60

18
2) D = PA - PB

15 6
= −
30 30

9
=
30

= 0,30

3) Distraktor: semmua distraktornya sudah berfungsi dengan baik


karena sudah dipilih oleh lebih dari 5% pengikut tes.
4) Dilihat dari segi omit (kolom pilihan paling kanan) adalah baik.
Sebuah item dikatakan baik jika omitnya tidak lebih dari 10%
pengikut tes.
(5% dari pengikut tes = 5% x 60 orang = 3 orang)
Sebenarnya ketentuan ini hanya berlaku untuk tes pilihan ganda dengan
5 alternatif dan P = 0,80. Tetapi demi praktisnya diberlakukan
untuk semua.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Analisis butir soal yaitu suatu proses yang dilakukan untuk menyelidiki,


meneliti dan mengkaji pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat
pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.

Analisis butir tes bertujuan untuk mengidentifikasi butir-butir manakah


yang termasuk dalam kategori baik, kurang baik, dan jelek. Analisis butir tes
memungkinkan kita memperoleh informasi mengenai baik tidaknya suatu
butir, sekaligus memperoleh petunjuk untuk melakukan perbaikan.
Penganalisisan terhadap butir-butir soal dapat dilakukan dari tiga segi yaitu:
(1)TarafKesukaran, (2) DayaPembeda, (3) PolaJawabanSoal

B. Saran

Demikianlah makalah ini kami persembahkan. Tentunya masih banyak


kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini mengingat
keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tidak biasa terlepas dari khilaf
dan salah. Kritik dan saran dari pembaca yang konstruktif sangat kami
harapkan sebagai bahan evaluasi agar selanjutnya dapat menjadi lebih baik
lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umunya, dan bagi
kami khususnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi


Aksara

Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Sudjana, Nana. tt. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja


Rosda Karya

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:


Balai Pustaka, 1996

Darwyan Syah dkk. Pengembangan Evaluasi Sistem Pendidikan Agama Islam.


Jakarta: Diadit Media, 2009

Eveline Siregar, Hartini Nara. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia


Indonesia, 2010

21

Anda mungkin juga menyukai