Anda di halaman 1dari 6

Mengungkap Puncak Keindahan Seni Pahat

Majapahit

Sebuah patung yang dihiasi dengan patung-


patung yang meriah dan mewah
mewujudkan Raden Wijaya masih memikat
pengunjung Museum Nasional. Pendiri
kerajaan Majapahit yang dinobatkan pada
1293-1309 digambarkan memiliki empat
tangan.

Dua tangan muncul dari belakang


punggungnya: tangan kanan menunjukkan
keong, sedangkan tangan kiri menunjukkan
chakra. Dua tangan lainnya: tangan kanan
memegang tasbih di dada dan telapak
tangan kiri menyentuh leher tongkat. Itu
adalah patung yang mewakili sosok dua
dewa, Wisnu dan Siwa, atau Harihara.
Patung tersebut berasal dari candi
Sumberjati, dekat Blitar, yang akan identik
dengan candi Simping yang disebutkan
dalam Nagarakertagama. Simping adalah
formasi raja pertama Majapahit, Raden
Wijaya, yang dipanggil Kertarajasa
Jayawarddhana.

Menurut ikonografer Endang Sri Hardiati,


gaya pahat Jawa Timur ini dibagi menjadi
gaya kadiri yang dikembangkan pada abad
ke-11 dan ke-12, kemudian gaya Singhasari-
Majapahit dari abad ke-12 hingga awal abad
ke-15.

Candi Brahu adalah peninggalan Buddhis


dari era Majapahit. Bangunan bata merah ini
terletak di Trowulan, Mojokerto.Mahandis Y.
Thamrin /
Candi Brahu adalah peninggalan Buddhis
dari era Majapahit. Bangunan bata merah ini
terletak di Trowulan, Mojokerto.
Selama era Singhasari-Majapahit, gaya
artistik yang sangat besar dan sangat ramai
muncul dibandingkan dengan periode
sebelumnya dari era Kadiri atau Mataram
Kuno. "Kecantikannya menumpuk,
kelegaannya sangat ramai," kata Hardiati.

Berdasarkan studi tentang identifikasi,


deskripsi dan interpretasi makna patung, ia
menjelaskan berbagai gaya patung antara
periode Singhasari-Majapahit dan periode
sebelumnya. Sosok yang dilemparkan pada
saat Singhasari-Majapahit mengenakan
pakaian hidup dan perhiasan mulai dari
mahkota ke kalung, melalui anting-anting,
sabuk dada, sabuk perut dan dekorasi cantik
yang dipasang dari pinggang dan menempel
di pinggang.

Selama periode Singhasari-Majapahit,


pinggang begitu panjang sehingga hampir
menyentuh pergelangan kaki, sedangkan
periode sebelumnya hanya mencapai lutut.
"Ciri khas Singhasari-Majapahit."

Jadi, apa yang membedakan gaya pahat


antara periode Singhasari dan Majapahit
sendiri? "Teratai atau teratai kanan dan kiri
patung," tambahnya. Dari zaman Singhasari,
lotus keluar dari telinga, sedangkan lotus
saat Majapait keluar dari vas atau pot
keramik.

"Tapi jelas," kata Hardiati, "era Singhasari-


Majapahit memiliki gaya dan seni tersendiri."
Gaya ukiran Jawa Timur lebih dinamis
daripada gaya Jawa Tengah. Di sisi lain,
patung di Jawa Tengah lebih naturalistik -
seperti halnya - daripada di Jawa Timur.

Dia mencontohkan, relief candi-candi di


Jawa Timur lebih dinamis, bentuk patung itu
tampak seperti wayang. Patungnya tidak
terlalu dalam, tidak seperti patung candi
Prambanan dan Borobudur. "Namun, dari
segi kecantikan, keduanya cantik,"
pungkasnya.
Pada hari Selasa, 2 Desember 2014, Dr.
Endang Sri Hardiati meninggal dunia pada
bulan Desember 2014 pada usia 69 tahun.
Dia dikenang sebagai seorang arkeolog,
termasuk ikonografi, dan anggota Dewan
Pakar dari Asosiasi Pusat Museum
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai