Anda di halaman 1dari 26

PERANCANGAN STRUKTUR PERKERASAN

ENCV606003

Dosen :
Ir. Ellen S.W.Tangkudung,MSc.
Departemen Teknik Sipil FTUI
PERANCANGAN TEBAL
PERKERASAN LENTUR JALAN

METODA ANALISA KOMPONEN


(CARA BINA MARGA)
ADOPSI DARI AASHTO 1972
RUMUS DASAR AASHTO
1972
• Indeks Permukaan akan berkurang
dengan bertambahnya pengulangan
beban , yang terjadi selama masa
pelayanan struktur jalan.
• AASHO melakukan penelitian untuk
mengetahui hubungan antara Indeks
Permukaan (IP) dengan pengulangan
beban akibat lalu-lintas
Gt = log (IPo-IPt)/(IPo-1,5) = β (log W – log ρ)

• Gt = fungsi logaritma dari perbandingan antara tingkat


pelayanan dari IP=IPo sampai IP=IPt dengan kehilangan
tingkat pelayanan dari IPo sampai IPt=1,5.
• IPo = Indeks permukaan pada awal umur rencana, yang
besarnya tergantung pada jenis dan mutu lapisan permukaan.
• IPt = Indeks permukaan pada akhir umur rencana
• β = fungsi dari desain dan variasi beban sumbu yang
berpengaruh terhadap bentuk grafik IP terhadap W
• W = beban lalu-lintas
• ρ = fungsi dari desain dan variasi beban sumbu yang
menyatakan jumlah perkiraan banyaknya lintasan sumbu yang
diperlukan sehingga permukaan perkerasanmencapai tingkat
pelayanan IPt = 1,5
Log (β-0,40) = log 0,081+3,23 log
(L1+L2)
- 5,19 log (ITP’+1) – 3,23 log (L2)
• L1 = beban sumbu tunggal atau ganda dalam
1000 lbs. karena digunakan beban sumbu
tunggal 18000 lbs, maka L1=18.
• L2 = kode sumbu (untuk sumbu tunggal
L2=1, untuk sumbu ganda L2=2). Karena
digunakan beban sumbu tunggal 18000 lbs,
maka L2 selalu = 1.
• ITP = Indeks Tebal Perkerasan dalam
kelipatan 2,54 cm (1”), untuk perkerasan
sesuai kondisi poenelitian
Log ρ = 5,93+9,36 log(ITP+1) – 4,79 log (L1+L2)+
4,33 log L2

Log Wt18 = log Nt18 (FR)

• Wt18 = beban lalu-lintas selama umur rencana atas


dasar beban sumbu tunggal 18000 lbs yang telah
diperhitungkan terhadap Faktor Regional
• Nt18 = jumlah lintas sumbu 18000 lbs
• FR = Faktor Regional
IPo − IPt
log
4,2 − 1,5
Log W = log ρ +
β

0,081( L1 + L2 ) 3, 23
β = 0,40 +
( ITP + 1) 5,19 L2
3, 23

IPo − 1,0
log
2,7
Log W18 = 9,36 log (ITP+1) – 0,20 +
1094
0,40 +
( ITP + 1) 5,19

IPo − 1,5
log
2,7
Log W18 = 9,36 log (ITP+1) – 0,20 +
1094
0,40 +
( ITP + 1) 5,19
RUMUS UMUM
IPo − IPt
log
IPo − 1,5
Log W18 = 9,36 log (ITP+1) – 0,20 + + log FR + 0,372 (DDT-3,0)
1094
0,40 +
( ITP + 1) 5,19

• DDT = Daya Dukung Tanahdasar yang besarnya merupakan


nilai korelasi dengan nilai CBR
• FR = Faktor Regional yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dimana jalan tersebut berada
Modifikasi untuk kondisi
Indonesia
• Indeks Permukaan awal : lapis permukaan di
Indonesia terdiri dari berbagai jenis
perkerasan dengan berbagai mutu. IPo tidak
hanya menggunakan satu nilai seperti pada
AASHTO
• Indonesia menggunakan 4 nilai untuk IPt
yaitu : 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5
• FR yang digunakan terutama disebabkan oleh
kondisi curah hujan, drainase, muka air tanah
dan kelandaian jalan (variasi 0,5 – 4)
• Nomogram AASHTO untuk 20 tahun, Bina
Marga untuk 10 tahun.
NOMOGRAM
• Penggunaan rumus untuk variasi IPo serta
pengaruh Faktor Regional sudah
disederhanakan dalam bentuk Nomogram 1
s/d 9
• Dalam nomogram W dinyatakan dalam Lintas
Ekivalen Rencana (LER) untuk waktu 10
tahun
• Umur rencana yang lain dari 10 tahun, LER
dihitung dengan memberikan Faktor
Penyesuaian (FP) terhadap Lintas Ekivalen
Tengah (LET) , yaitu :
• LER = LET x FP = LET x UR/10
UMUR RENCANA
Ditentukan atas dasar pertimbangan-
pertimbangan :
• Klasifikasi fungsional jalan
• Pola transportasi dan pola lalu-lintas
• Nilai ekonomi jalan atau nilai investasi
LALU-LINTAS
• Dianalisis berdasarkan :
• Hasil perhitungan lalu-lintas dari pos-
pos tempat survei volume lalu-lintas,
data terakhir
• Komposisi beban sumbu kendaraan
• Prediksi pertumbuhan lalu-lintas, sesuai
dengan potensi ekonomi daerah ybs, dan
daerah sekitarnya.
BESARAN RENCANA
• Presentase kendaraan pada jalur rencana
• Angka ekivalen
• Lalu-lintas
• Daya Dukung Tanah Dasar
• Faktor Regional
• Indeks Permukaan
Presentase kendaraan pada jalur
rencana
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah
lajur adalah

Lebar perkerasan (L) Jumlah lajur (n)


L < 5,50 m 1 lajur

5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 lajur

8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 lajur

11,25 m ≤ L < 15,00 m 4 lajur

15,00 m ≤ L < 18,75 m 5 lajur


18,75 m ≤ L < 22,0 m 6 lajur
Koefisien Distribusi kendaraan
Jml lajur Kendaraan ringan Kendaraan berat
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 1,00 1,00 1,00 1,00
2 0,60 0,50 0,70 0,50
3 0,40 0,40 0,50 0,475
4 0,30 0,45
5 0,25 0,425
6 0,20 0,40
Angka Ekivalen

 bebansumbu − tunggal − dalamkg 


4

sumbu − tunggal =  
 8160 
 bebansumbu − ganda − dalamkg 
4

sumbu − ganda =  
 8160 
Lalu-lintas
• Lalu-lintas harian rata-rata (LHR) setiap
jenis kendaraan ditentukan pada awal
UR ; dihitung untuk dua arah pada jalan
tanpa median atau masing-masing arah
pada jalan dengan median
• LEP = Σ LHR x C x E
• LEA = LHR (1+i)UR x C x E
• LET = (LEP + LEA) / 2
• LER = LET x FP
Faktor Regional
• Kelandaian : <6% , 6-10% , > 10 %
• % kendaraan berat : ≤ 30% , > 30%
• Curah hujan : < 900 mm/th , ≥ 900
mm/th
Indeks Permukaan (service
ability)
• IP = 1,0 , menyatakan permukaan jalan dalam
keadaan rusak berat sehiungga sangat mengganggu
lalu-lintas kendaraan
• IP = 1,5 ; tingkat pelayanan terendah yang masih
mungkin
• IP = 2,0 tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang
masih mantap
• IP = 2,5 ; permukaan jalan masih cukup stabil dan
baik.
• Indeks Permukaan pada awal UR : jenis perkerasan
dan Roughness (mm/km)
• Indeks Permukaan pada akhir UR : klasifikasi
fungsional jalan, LER
Penentuan Tebal Perkerasan
• ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
• Koefisien kekuatan relatif
• Batas-batas minimum tebal lapisan
• Pelapisan tambahan
• Konstruksi bertahap
KOEFISIEN KEKUATAN
RELATIF
• Korelasi untuk bahan campuran aspal, sesuai
nilai stabilitas dari uji Marshall ; nilai “a”
sekitar 0,20 – 0,40
• Korelasi untuk bahan yang distabilisasi
dengan semen atau kapur, sesuai dengan nilai
Kuat Tekan; nilai “a” sekitar 0,12-0,28
• Korelasi untuk bahan material agregat
(batuan) pada pondasi atau pondasi bawah,
sesuai dengan nilai CBR ; nilai “a” sekitar
0,10 – 0,13
Tebal minimum lapisan
perkerasan
• Tergantung nilai ITP dan jenis bahan
yang digunakan
• Lapisan permukaan min 5 – 10 cm
• Lapis pondasi min 10 – 25 cm
• Lapis pondasi bawah, min 10 cm
Overlay (lapisan tambahan)

• Kondisi perkerasan jalan harus dinilai.


• Lapisan permukaan , contoh umumnya tidak
retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda
: 90% - 100%
• Lapisan pondasi, contoh untuk pondasi aspal
beton atau pen macadam , terlihat retak halus,
tetapi masih tetap stabil : 70%-90% ; contoh
untuk pondasi tanah dengan stabilisasi semen
/ kapur , jika nilai PI ≤ 10 : 70% - 100%
• Lapis pondasi bawah, PI ≤ 6 : 90% - 100% ;
PI>6 : kondisi 70% - 90%
Konstruksi Bertahap
• Keterbatasan dana, perkerasan
direncanakan dalam 2 atau beberapa
tahap.
• Kesulitan dalam memperkirakan
pertumbuhan lalu-lintas
• Kerusakan setempat selama tahap
pertama dapat diperbaiki kembali sesuai
data lalu-lintas yang ada
Konstruksi bertahap :
konsep sisa umur
• Perkerasan pada tahap kedua direncanakan
sebelum perkerasan pertama mencapai
keseluruhan “masa fatique”
• Tahap kedua dilaksanakan bila jumlah
kerusakan (cumulative damage) pada tahap
pertama sudah mencapai 60% ; berarti sisa
umur tahap pertama tinggal 40%
• Umur rencana Tahap I dipilih antara 25%-
50% dari waktu keseluruhan. Misal UR = 20
tahun, makap tahap I antara 5-10 thn, tahap II
antara 10-15 thn.
konsep sisa umur
• Jika sisa umur tahap I = 0% →perlu LER1
• Jika sisa umur tahap I = 40% → perlu xLER1
• xLER1 = LER1 + 40% x LER1 , x = 1,67
• Tahap II perlu LER2
• Tahap I + II → perlu y LER2
• 60% y LER2 sudah terpakai pada tahap I
• Pers : LER2 = y LER2 - 60% y LER2 , y = 2,5
• Jadi pada tahap II, diperlukan ITP2 = ITP –
ITP1

Anda mungkin juga menyukai