Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN

KEGAWAT DARURATAN NEONATAL DENGAN KEJANG

Pembimbing : Nuris Kushayati .,S.Kep.Ners.,M.Kep

Disusun oleh :
Maulidiya dwi astanti ( 0117053 )

PROGAM STUDI ILMU KEPERWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur PENYUSUN Panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ ASUHAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN NEONATAL DENGAN KEJANG
” yang merupakan salah satu tugas matakuliah “Keperawatan anak ” .Sebagai makhluk ciptaan
Tuhan ,penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini . Oleh
karena itu, penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar
dalam penyusunan makalah berikutnya akan menjadi lebih baik.Besar harapan penyusun ,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa
keperawatan pada khususnya .

2
Lembar Pernyataan

Dengan ini kami menyatakan bahwa:

Saya mempunyai kopi dari makalah ini yang bias saya reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali yang
telah ditulis kan dalam referensi,serta tidak ada seorangpun yang membuatkan makalah ini untuk
saya.

Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidak jujuran akademik,saya bersedia mendapatkan
sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

NAMA NIM TANDA TANGAN MAHASISWA

Maulidiya dwi astanti 0117053

3
DAFTAR ISI

COVER…................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR…..........................................................................................................2

LEMBAR PERNYATAAN…..................................................................................................3

DAFTAR ISI….........................................................................................................................4

BAB I (PENDAHULUAN)

A. Latar Belakang…..........................................................................................................5
B. Rumusan Masalah…....................................................................................................6
C. Tujuan ….....................................................................................................................6
BAB II TIJAUAN TEORI

A. Definisi kejang ..........................................................................................................8


B. Tanda gejala.............................................................................................................. 8
C. Klasifikasi................................................................................................................. 8
D. Penyebab kejang....................................................................................................... 9
E. Patofisiologi............................................................................................................ 10
F. Pathway ...................................................................................................................11
G. Diagnosis .................................................................................................................13
H. Diagnosa banding ....................................................................................................13
I. Penatalaksanaan....................................................................................................... 13
J. Pemeriksaan laboratorium ......................................................................................14
K. Penanganan kejang .................................................................................................14
L. Asuhan keperawatan .......................................................................................16 – 23

BAB III (PENUTUP)............................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA…........................................................................................................28

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba, seringkali
merupakan kejadian yang berbahaya. Sedangkan kegawatdaruratan obstetric adalah kondisi
kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah
persalinan dan kelahiran.
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat
pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam
mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja
timbul sewaktu-waktu. Tindakan pertolongan harus dilakukan secara sistematis dengan
menempatkan prioritas pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC, yaitu: A (Air Way) , B
(Breathing) dan C (Circulation).
Cara mencegah terjadinya kegawat daruratan adalah dengan melakukan perencanaan yang baik,
mengikuti panduan yang baik dan melakukan pemantauan yang terus menerus terhadap ibu/klien.
Apabila terjadi kegawatdaruratan, anggota tim seharusnya mengetahui peran mereka dan
bagaimana team seharusnya berfungsi untuk berespon terhadap kegawatdaruratan secara paling
efektif.

Kejang neonatal

Kejang dan spasme merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi
pada Neonatal, karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya
bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele dikemudian hari.
Disamping itu kejang dapat merupakan tanda atau masalah dari satu masalah atau lebih.
Sekitar 70-80% Neonatal secara klinis tidak tampak kejang, namun secara elektrografik
masih mengalami kejang. Karena sulitnya mengenal bangkitan kejang pada Neonatal ,
angka kejadian sesungguhnya tidak diketahui.
Meskipun demikian angka kejadian di Amerika Serikat berkisar antara 0.8-1.2
setiap 1000 Neonatal pertahun, sedang pada kepustakaan lain menyebutkan 1-5% bayi
pada bulan pertama mengalami kejang. Insidensi meningkat pada bayi kurang bulan
sebesar 57.5-132 dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran hidup.
Pada kepustakaan lain menyebutkan bahwa insidensi 20% pada bayi kurang bulan dan
1.4% pada bayi cukup bulan.

5
B. Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Konsep Dasar Kegawatdarauratan Neonatal dan
asuhan bayi baru lahir bermasalah.

C. Tujuan Penulisan

Diharapkan sebagai tenaga kesehatan Perawat dapat mengetahui seperti apa penanganan
kegawatdaruratan neonatal dan asuhan bayi baru lahir bermasalah.

6
BAB II
TIJAUAN TEORI

A. Kegawat daruratan Neonatal

Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat pada
bayi baru lahir yang sakit kritis (≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali
perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu.
Kegawatdaruratan neonatal adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap organisme yang beradap
ada periode adaptasi kehidupan intra uterine keekstra uterin yang memerlukan perawatan yang tidak
direncanakan dan mendadak, serta untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman jiwa berupa
kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun dengan bantuan alat-alat medis modern sekalipun,
karena sering kali memberikan gambaran berbeda terhadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi mutlak sangat
dibutuhkan, tetapi tidak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan keterampilan standard, dalam
melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki latar
belakang pendidikan sebagai profesional dan ahli.
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi
perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi
pematangan organ hampir pada semua sistem. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan
pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba
tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling
besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang
terpenting adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan
penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan untuk mencegah kegawatdaruratan
terhadap neonatus.
Terdapat banyak kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan neonatal yaitu BBLR Asfiksia BBL,
Hipotermi, Hipoglikemia, Ikterus, Masalah Pemberian Air Minum, Gangguan Nafas Pada BBL, Kejang
pada BBL, Infeksi Neonatal, Rujukan dan Transportasi BBL, Perdarahan, Syok/Renjatan.

7
B. Definisi Kejang neonatal
Kejang neonatal adalah kejang pada bayi berusia kurang dari 4 minggu. Kejang adalah aktivitas
neuronal berlebihan yang tidak normal atau sinkron di otak . Mereka adalah masalah neurologis
yang paling sering terjadi di kamar bayi, dan sering membutuhkan evaluasi dan perawatan di unit
perawatan intensif neonatal . Kejang pada populasi neonatal dapat dikategorikan menjadi kejang
simptomatik akut dan penyebab genetik atau struktural. Diagnosis bergantung pada identifikasi
penyebab kejang, dan verifikasi aktivitas kejang yang sebenarnya dengan mengukur aktivitas
listrik dengan electroencephalography (EEG). Pengobatan tergantung pada penyebab kejang,
tetapi sering kali termasuk pengobatan farmakologis dengan obat anti-epilepsi
Perdebatan yang cukup tentang konsekuensi jangka panjang dari kejang neonatal ada antara data
dan deduksi yang dicapai melalui eksperimen pada hewan dan yang diperoleh melalui
penyelidikan klinis. Masalah utama yang saling bertentangan adalah apakah kejang pada bayi
baru lahir dapat menanam akar untuk epileptogenesis dan menyebabkan defisit jangka panjang.
[1] Kurang dari setengah bayi yang terkena mengalami kejang di kemudian hari. Kejang neonatal
seperti itu dianggap sembuh sendiri, dan dengan demikian istilah epilepsi neonatal tidak
digunakan untuk menggambarkan kejang ini. Diperkirakan sekitar 15% kejang neonatal
merupakan sindrom epilepsi. [2] Insiden kejang neonatal belum jelas, meskipun diperkirakan
frekuensi 80-120 kasus per 100.000 neonatus per tahun telah disarankan. Insiden kejang lebih
tinggi pada periode neonatal daripada pada waktu hidup lainnya, [3] dan paling sering terjadi
pada minggu pertama kehidupan. [4]

C. Tanda dan gejala


1.      Tremor/gemetar
2.      Hiperaktif
3.      Kejang-kejang
4.      Tiba-tiba menangis melengking
5.      Tonus otot hilang diserati atau tidak dengan hilangnya kesadaran
6.      Pergerakan tidak terkendali
7.      Nistagmus atau mata mengedip ngedip paroksismal

D. Klasifikasi Kejang
1. Kejang tonik
a. Umum
Terutama bermanifestasi pada neonatus kurang bulan (< 2500gram). Fleksi atau ekstensi
tonik pada ekstremitas bagian atas, leher atau batang tubuh dan berkaitan dengan ekstensi
tonus pada ekstremitas bagian bawah. Pada 85% kasus kejang tonik tidak berkaitan dengan
perubahan otonomis apapun seperti meningkatnya detak jantung atau tekanan darah, atau
kulit memerah

8
b. Fokal
Terlihat dari postur asimetris dari salah satu ekstremitas atau batang tubuh atau deviasi tonik
kepala atau mata kepala atau mata. Sebagian besar kejang tonik terjadi bersamaan dengan
penyakit sistem syaraf pusat yang difus dan perdarahan intraventrikular.
2. Kejang klonik
a) Fokal
Terdiri dari gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas pada sisi unilateral dengan atau
tanpa adanya gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan ritmik dengan atau tanpa gerakan wajah.
Gerakan ini pelan dan ritmik dengan frekuensi 1-4 kali perdetik. 
b) Multifokal
Kejang klonik pada BBL dapat mempunyai lebih dari satu focus ataumigrasi terdiri dari
gerakan dari satu ekstremitas yang kemudian secara acak pindah keekstremitas lainnya.
Bentuk kejang merupakan gerakan klonik salah satu atau lebihanggota gerak yang
berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya kejang klonik lengan kiri diikuti
dengan kejang klonik tungkai bawah kanan. Kadang-kadang karenakejang yang satu dengan
kejang yang lain sering bersinambungan, seolah-olah member kesan sebagai kejang umum.
Bentuk kejang ini biasanya terdapat pada gangguanmetabolik. Kejang ini lebih sering
dijumpai pada BCB dengan berat lebih 2500 gram.
3. Kejang mioklonik
a. Umum
Terlihat sangat jelas berupa fleksi masif pada kepala dan batangtubuh dengan ekstensi atau
fleksi pada ekstremitas. Kejang ini berkaitan dengan patologiSSP yang difus
b. Fokal
Biasanya melibatkan otot fleksor pada ekstremitas
c. Multifokal Terlihat sebagai gerakan kejutan yg tidak sinkron pd beberapa bagian tubuh

E. Penyebab kejang neonatal


Kejang neonatal memiliki sejumlah penyebab. Menentukan penyebab kejang yang dikonfirmasi
adalah penting karena pengobatan dan prognosis bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari
kejang. Berbeda dengan kejang yang terjadi pada kelompok usia lain, kejang yang terjadi selama
periode neonatal paling sering disebabkan oleh proses berikut:
 Stroke Arteri Perinatal: Stroke arteri dapat disebabkan oleh trombosis intra-arteri atau
emboli dari jantung atau plasenta. Risiko stroke arterial perinatal meningkat dengan
berbagai kondisi yang terjadi karena faktor material selama kelahiran (oligohidramnion,

9
korioamnionitis, kelainan plasenta) atau faktor neonatal ( kelainan pembekuan , kelainan
jantung bawaan ) [7]
 Perdarahan intraventrikular
 Infeksi Sistem Saraf Pusat : Infeksi SSP ditemukan pada 3-10% neonatus yang mengidap,
meskipun kejadian yang tepat bervariasi di antara penelitian. [7] Meningitis bakterial dan
meningoensefalitis virus paling umum terjadi, meskipun infeksi jamur dapat terjadi.
 Malformasi sistem saraf pusat kongenital: Lissencephaly, polymicrogyria, dan tuberous
sclerosis adalah entitas spesifik yang diketahui menyebabkan kejang karena cacat dalam
perkembangan jaringan otak. Karena prognosisnya buruk dan seringkali kelainan ini
bersifat genetik, identifikasi etiologi ini sangat penting untuk dapat menasihati orang tua
dengan tepat.
 Kesalahan Metabolisme bawaan: Kesalahan metabolisme bawaan dapat menyebabkan
kondisi fisiologis yang menyebabkan kejang. Kesalahan ini bersifat genetik dan sering
disertai dengan gejala lain seperti lesu, makan yang buruk, dan nada rendah. [7]
Diagnosis sering melibatkan tes laboratorium spesifik produk metabolik serta tes genetik.
Ada beberapa sistem klasifikasi untuk kejang yang disebabkan oleh kesalahan
metabolisme bawaan, salah satunya memisahkan penyebab masalah dengan metabolisme
neurotransmitter, produksi energi, dan zat biosintetik yang penting untuk pembentukan
otak. [8]
 Kelainan elektrolit: Kelainan metabolik seperti hipoglikemia , hiponatremia , dan
hipokalsemia dapat bermanifestasi sebagai kejang.
 Terkait dengan zat: Sindroma pantang neonatal terjadi ketika penggunaan obat ibu
sebelum kelahiran menghasilkan sindrom penarikan janin. Zat termasuk alkohol, kokain,
narkotika, antidepresan trisiklik, atau obat penenang lainnya. Kejang dapat dicegah
terjadi jika gejala penarikan diakui dan diobati sejak dini. [7]

F. Patofisiologi kejang pada neonatal


       Dalam Buku Ajar Neonatologi, mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan
muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang
mengakibatkan gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masuknya
natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya kalium melalui membrane sel. Untuk
mempertahankan potensial membrane memerlukan energi yang berasal dari ATP dan
tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan masuknya Kalium.Dalam
keadaan norma, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit seperti
Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron lebih tinggi daripada di luar sel, sedangkan konsentrasi
Na+ di dalam sel lebih rendah daripada di luar sel. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial membran.Pada keadaan
demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme basal meningkat 10
– 15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun natrium melalui membran, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga
terjadi kejang

10
G. Pathway

Gangguan metabolik: Perdarahan Intrakranial Infeksi


Hipokalsemia.hipoglikemia

Sub arachnoid Sub dural Bakteri


Metabolisme otak terganggu

Periventrikuler

Suplai oksigen tubuh Molase kepala yang


Robekan Bayi
vena berlebihan
kurang
supervisialis bulan
Spasme otot pernafasan
Darah terkumpul di fosa
superior

Trauma
Tdak efektif jalan nafas /asfiksia
Menekan batang otak

Perdarahan

Muatan listrik

Kejang
Resiko cidera

11
Kejang Tonik Kejang Klonik Kejang mioklonik

Umum Multifokal Umum Fokal

Fokal Fokal Multifokal


Otot fluxort
ekstremitas
Bayi kurang Gerakan dari 1
bulan ekstremitas ke
ekstremitas lain

Penyakit Gerakan
SSP kejutan
Gerakan bergatar Fleksi massif yang tidak
Fleksi/eksten
setengah pada kepala seimbang
si
ekstremitas ekstremitas dan batang
tubuh
Perdarahan
intra
ventrikuler
Kurang pengetahuan

Resiko tinggi
injuri Ansietas

12
H. Diagnosis
Penilaian untk membuat diagnosis antara lain dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1.  Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan, riwayat persalinan dan kelahiran.
a.    Riwayat kehamilan
   Bayi kecil untuk masa kehamilan
   Bayi kurang bulan
   Ibu tidak disuntik TT
   Ibu menderita DM
b.   Riwayat persalinan
   Persalinan dengan tindakan
   Persalinan presipitatus
   Gawat janin
c.    Riwayat kelahiran
   Trauma lahir
   Lahir asfiksia
   Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril
2.        Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir
a.    Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)
b.   Suhu tubuh (normal, hipertermia, hipotermia)
c.    Tanda-tanda infeksi lainnya
3.        Penilaian kejang
a.    Bentuk kejang: gerakan bola mata abnormal, nystagmus, kedipan mata proksimal, gerakan
mengunyah, gerakan otot-otot muka, timbulnya apnea yang episode, adanya kelemahan umum
yang periodik, tremor, jitterness, gerakan klonik sebagian ekstremitas, dan tubuh yang kaku.
b.   Lama kejang.
c.    Apakah pernah terjadi sebelumnya.
4.        Pemeriksaan laboratorium
1.   Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama kalsium dan
magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural, kultur darah, dan titer TORCH
2.   EKG dan EEC
3.   Foto rotgen dan USG kepala

I. Diagnosis banding
1.         Anoksia susunan saraf pusat didapatkan gejala kejang yang disertai kebiruan pada
tubuh bayi dan gagal napas.
2.         Perdarahan otak bila diperoleh kejang dengan riwayat trauma lahir pada kepala bayi.
3.         Cacat bawaan bila pada pemeriksaan didaptkan kejang dengan kelainan mikrosefali.
4.         Sepsis yaitu kejang yang disertai pemeriksaan fisik perut buncit dan hepatosplenomegali.
5.         Tetanus toksoid bila kejang disertai mulut mecucu

J. Penatalaksanaan kejang pada neonatal


 Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang

13
a.       Menjaga jalan nafas tetap bebas
Penting sekali mengusahakan jalan napas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Tindakan yang
dapat segera dilakukan adalah membuka semua pakaian yang ketat. Kepala sebaiknya
dimiringkan untuk menghindari aspirasi isi lambung. Bisa juga dengan memberikan benda yang
dapat digigit guna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan napas.
b.      Mengatasi kejang secepat mungkin
Untuk pertolongan pertama, bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan air
kran atau alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas (antipiretik). Obat anti kejang seperti
diazepam dalam sediaan perectal dapat diberikan sesuai dengan dosis. Dosis tergantung dari BB,
BB <10kg diberikan 5mg dan BB >10kg rata-rata pemakaiannya 0,4 - 0,6mg/KgBB.
c.    Mengobati penyebab kejang
Setelah penyebab kejang diketahui, dapat diberikan obat-obatan untuk mengatasi penyebabnya.
Misalnya kejang dikarenakan infeksi traktus respiratori bagian atas, pemberian antibiotik yang
tepat dapat mngobati infeksi tersebut

K. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama kalsium dan
magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural, kultur darah, dan titer TORCH
b. EKG dan EEC
c. Pencitraaan
Pemeriksaan pencitraan dilakukan berdasarkan indikasi :

 USG kepala
 Skintigrafi kepala (CT-scan Cranium)
 MRI
d. Pemeriksaaan Lain
 Foto Radiologi kepala
 Uji tapis obat-obatan
L. Penanganan kejang pada Neonatal
a.    Bayi diletakan dalam tempat hangat, pastikan bayi tidak kedinginan, suhu dipertahankan
36,5-37ᴼC
b.   Jalan nafas dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir diseputar mulut, hisung dan
nasofaring
c.    Pada bayi apnea, pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat Bag to Mouth Face Mask
oksigen 2 liter/menit
d.   Infus
e.    Obat antispasmodik/anti kejang : diazepam 0,5 mg/kg/supp/im setiap 2 menit sampai kejang
teratasi dan luminal 30 mg im/iv
f.    Nilai kondisi bayi tiap 15 menit
g.   Bila kejang teratasi berikan cairan infus dextrose 10% dengan tetesan 60ml/kgBB/hr

14
h.   Cari faktor penyebab
      Apakah mungkin bayi dilahirkan dari ibu DM
      Apakah mungkin bayi prematur
      Apakah mungkin bayi mengalami asfiksia
      Apakah mungkin ibu bayi emnghisap narkotika
      Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk mencari faktor
penyebab, misalnya : darah tepi, elektrolit darah, gula darah, kimia darah, kultur darah,
pemeriksaan TORCH
      Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal)
      Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali
 Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus iv diteruskan dalam dosis 20 mg iv setiap
12 jam
 Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12 jam
 Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) : diberi kalsium glukonas 10% 2 ml/kg dalam
waktu 5-10 menit . apabila belum juga teratasi diberi pyridoxin 25-50 mg
 Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40 mg%) : diberi infus dextrose 10%

15
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN
KEGAWAT DARURATAN NEONATAL DENGAN KEJANG

A. PENGKAJIAN

Data Subyektif

a.Biodata/Identifitas

Biodata bayi mencakup nama, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

b. Keluhan Utama

Pada bayi kejang, keluhan yang ibu utarakan antara lain bayinya tubuhnya gemetar, gerakan tubuhnya
lebih aktif dari biasanya, tidak terkendali, kejang-kejang, tiba-tiba menangis melengking, bayi lemas/
tidak bergerak, mata berkedip terus menerus, mulut mecucu, tubuh kaku

c.Riwayat Penyakit Sekarang

Merupakan perjalanan penyakit (kejang) yang di alami bayi. Waktu permulaan kejang dan berapa lama
ibu mengamati tanda-tanda bayinya kejang sampai dibawa ke petugas kesehatan.

d.Penyakit Riwayat Dahulu

Riwayat kejang sebelumnya apakah merupakan kejang berulang, trauma kepala, radang selaput otak
(meningitis), epilepsi, kelainan metabolisme seperti: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia,
hiponatremia, dan hypernatremia, hiperbilirubinemia, dan kelainan metabolisme asam amino, perdarahan
otak, dan infark serebri.

e.Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat kehamilan: bayi yang kecil untuk masa kehamilan, bayi prematur, ibu mengalami infeksi dari
bakteri dan virus seperti TORCH, ibu yang tidak disuntik TT, ibu menderita DM.

Riwayat persalinan: persalinan dengan tindakan (ektrasi cunam/ ekstrasi vakum), persalinan presipitatus,
persalinan presentasi bokong, pemotongan tali pusat yang tidak steril, asfiksia, dan gawat janin. Selain
itu, bayi yang mengalami komplikasi perinatal seperti tetanus neonatorum, trauma perdarahan

16
intrakranial, dan trauma susunan saraf pusat juga beresiko mengalami kejang.3.1.6        Riwayat
kesehatan keluarga.Ibu terinfeksi TORCH, menderita penyakit Diabetus Mellitus

f.Pola kebiasaan

Pola minum bayi sehari normalnya 8-10 kali, pada bayi yang mengalami kelainan akan lebih malas
menyusu.

B.Data Obyektif.

g.Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : lemah-hiperaktif

Kesadaran : normal, apatis, somnolen, sopor, koma


Suhu :normal (36,5-37°C), hipertermia (>37,5°C), hipotermia (<36,5°C).

Respirasi : apnea, hiperpnea (> 60x/mnt)

Nadi : nadi normal bayi (120-160), apakah nadi bayi teraba lemah,
ireguler, ataukah tidak teraba

h.Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, mikrosefali

2. Muka
Rhisus sardonicus, pucat, gerakan otot-otot muka, asimetri wajah (sisi yang paresis tertinggal bila anak
menangis).

3. Mata
Deviasi bola mata secara horisontal, kedipan mata proksimal, kelopak mata berkedip-kedip, gerakan cepat
dari bola mata, nystagmus, dilatasi pupil.

4. Mulut
Cyanosis, strismus, lidah menunjukan gerakan menyeringai, gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi
secara tiba-tiba menghisap, mengunyah, menelan, menguap.

5. Leher

Tanda-tanda kaku kuduk

17
6. Abdomen
Kekakuan otot pada abdomen, tanda-tanda infeksi pada tali pusat, jika terjadi sepsis perut tampak buncit
dan hepatosplenomegali

7. Ekstremitas
Pergerakan seperti berenang, mengayuh pada anggota gerak atas dan bawah, ekstensi lengan dan tungkai,
menyerupai sikap deserebasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikas,
gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat,
gerakan menyerupai refleks moro, tremor

i.Reflek fisiologis terhadap bayi baru lahir normal

1. Mata
a. Berkedip atau reflek corneal
Bayi berkedip pada pemunculan sinar terang yang tiba-tiba atau pada pandel atau obyek ke arah
kornea, harus menetapkan sepanjang hidup, jika tidak ada maka menunjukkan adanya kerusakan
pada saraf cranial.
b. Pupil
Pupil kontriksi bila sinar terang diarahkan padanya, reflek ini harus sepanjang hidup.

      c. Glabela

Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara 2 alis mata) menyebabkan mata menutup
dengan rapat.

2. Mulut dan tenggorokan


a. ROOTING REFLEX (refleks mencari puting)

Cara memunculkan: sentuhlah pipi atau ujung mulut bayi. Mulutnya akan membuka dan
kepalanya akan menengok ke arah sentuhan. Refleks ini sangat membantu bayi dalam mencari
payudara ibu atau botol susu

b. SUCK REFLEX (refleks menghisap)

Cara memunculkan: sentuhlah langit-langit mulut bayi dengan jari, maka bayi akan mulai
menghisap. Bayi prematur biasanya belum mempunyai kemampuan menghisap dengan baik.

18
Refleks ini belum muncul hingga usia janin 32 minggu dan belum berkembang sempurna hingga
usia janin 36 minggu.

c. Muntah

Stimulasi terhadap faring posterior oleh makanan, hisapan atau masuknya selang harus
menyebabkan bayi mengalami reflek muntah, reflek ini harus menetap sepanjang hidup.

d. Menguap

Respon spontan terhadap panurunan oksigen dengan maningkatkan jumlah udara inspirasi,
harus menetap sepanjang hidup.

e. Ekstrusi

Bila lidah disentuh atau ditekan bayi merespon dengan mendorongnya keluar harus
menghilang pada usia 4 bulan.

f. Batuk

Iritasi membrane mukosa laring menyebabkan batuk, reflek ini harus terus ada sepanjang
hidup, biasanya ada setelah hari pertama lahir.

3. Ekstrimitas

a. GRASP REFLEX (refleks menggenggam)

Cara memunculkan: sentuhlah telapak tangan bayi dengan jari, maka dia akan
menggenggam jari kita. Refleks ini hanya muncul hingga usia 2 sampai 3 bulan dan lebih kuat
pada bayi prematur.

b. FOOT (refleks-refleks pada kaki)

BABINSKI: gores telapak kaki bagian luar dengan ujung jari, maka jari-jari kakinya akan
meregang dan ibu jari kaki dorsofleksi/menekuk ke arah telapak kaki. Ini adalah refleks normal
dan bertahan hingga usia 2 tahun. (2.) Gores telapak kaki bagian dalam, maka jari-jari kaki akan
fleksi/menekuk dan menggenggam jari pemeriksa.

19
c. STEP/WALKING REFLEX (refleks melangkah)

Cara memunculkan: Bayi diberdirikan (dipegang pada kedua ketiaknya) dan kakinya
disentuhkan lantai atau meja, ia akan melakukan gerakan seperti melangkah.

d. Masa tubuh

 MORO REFLEX (Startle Reflex)

o Refleks ini terjadi jika bayi dikejutkan oleh suara keras bahkan oleh tangisnya sendiri
atau gerakan. Refleks ini dapat muncul hingga bayi berusia 6 bulan.
o Cara memunculkan: dalam posisi supine/terlentang angkat dan topang punggung dan
kepala bayi dengan 1 tangan hingga posisi setengah duduk, dengan cepat dan hati-hati
lepaskan tangan sebentar. Kedua tangan dan kakinya teregang, kepala tertarik ke
belakang sekejap dan bayi menangis.

 Startle
Suara keras yang tiba-tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi siku tangan tetap
tergenggam.
 TONIC NECK REFLEX (Tonus Leher Asimetrik)

o Ketika kepala bayi dimirigkan ke kiri maka lengan kirinya akan meregang lurus
sementara siku lengan kanannya akan melipat. Hal ini bisa disebut sebagai posisi "pagar".
Perlu diwaspadai jika refleks ini tidak menghilang juga ketika bayi berumur 6-7 bulan.

 Neck righting
Jika bayi terlentang, kepala dipalingkan ke salah satu sisi, bahu dan batang tubuh
membalik ke arah tersebut dan diikuti dengan pelvis.
 Inkurvasi batang tubuh (gallant)
Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan panggul bergerak
kearah sisi yang terstimulasi

3.2.4 Pemeriksaan laboratorium

20
1. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama kalsium dan
magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural, kultur darah, dan titer TORCH
2. EKG dan EEC
Pemeriksaan EEG pada kejang dapat membantu diagnosis kejang. Pada EEG yang normal
atau latar belakang dengan gelombang paku atau gelombang tajam unifokal dapat diramalkna
bayi akan normal dikemudian hari. Bayi dengan EEG yang menunjukkan latar belakang
abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan burts supression atau bentuk
isoelektrik mempunyai prognosis yang tidak baik.
3. Pencitraaan
Pemeriksaan pencitraan dilakukan berdasarkan indikasi :

 USG kepala
Sonografi kepala dilakukan jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial atau
untraventrikuler.

 Skintigrafi kepala (CT-scan Cranium)


Pemeriksaan ini lebih sensitif dibanding sonografi untuk mengetahui kelainan
parenkim otak

 MRI
Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui malformasi subtle yang kadang tidak
terdeteksi dengan pemeriksaan CT-scan Cranium

D. Pemeriksaaan Lain
 Foto Radiologi kepala, perlu dikerjakan apaabila pengukuran terdapat lingkaran ya g
lebih kecil atau lebih besar dari ukuran standar.
 Uji tapis obat-obatan
E. Diagnosa
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan spasme otot pernapasan, aspirasi.
2. Resiko cidera berhubungan dengan kejang
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pengalaman, kurangnya informasi
perawatan rumah.

21
F. Rencana asuhan keperawatan

No Diagnosa Intervensi Implentasi


1. Mempunyai jalan nafas 1.mengkaji dan
yang paten mendokumentasikan
1. Tidak efektifnya jalan nafas 2. Mengeluarkan sekresi keefektifan pemberian
berhubungan dengan spasme secara efektif oksigen dan perawatan yang
otot pernapasan, aspirasi. 3. Mempunyai irama dan lain
frekuensi pernafasan
dalam rentang yang 2.rundingkan dengan ahli
normal terapi pernafasan, sesuai
4. Mempunyai fungsi paru dengan kebutuhan
dalam batas normal
5. Mampu 3.konsultasikan dengan
mendeskripsikan dokter tentang kebutuhan
rencana untuk untuk perkusi dan atau
perawatan di rumah. peralatan pendukung

4.berikan udara/ oksigen


yang telah di humidifikasi
sesuai dengan kebijakan
instruksi

5.tampilkan/ bantu dalam


pemberian aerosol, nabulizer
ultrasonik dan perawatan
paru lainya sesuai dengan
kebijakan dan protokol
institusi

2. Resiko cidera 1.Mengidentifikasi resiko yang 1.Identifikasi faktor yang


berhubungan dengan meningkatkan kerentanan mempengaruhi kebutuhan
kejang terhadap cedera keamanan misalnya
perubahan status mental,
2.Pengendalian resiko akan tingkat keracunan, keletihan,
ditunjukkan, di buktikan oleh usia, kematangan,
indikator berikut ini: (sebutkan pengobatan, dan defisit
nilainya 1-5: tidak pernah, motorik/sensorik
jarang, kadang-kadang, sering, 2.Periksa pasien apakah
dan konsisten) mengalami/ terkena
konstriksi karena bekuan

22
3.Mengembangkan dan
mengikuti strategi pengendalian darah, tersayat, luka bakar
resiko atau memar.
3.Pemantauan janin secara
elektronik: intrapartum (NIC)


Lakukan pemantauan
janin secara
elektronik selama
periode intrapartum,
sesuai dengan
petunjuk lembaga
 Amati riwayat
obstetrik pasien
untuk mendapatkan
informasi yang
berkaitan, seperti
usia kehamilan dan
kontraidikasi lainya,
misalnya plasenta
previa, insisi ulterus
klasik, dan
deformitas struktur
pelvis lainya.
 Jelaskan kepada ibu
dan orang yang
mendukung, tentang
alasan untuk
melakukan
pemantauan secara
elekronik dan juga
informasi yang harus
diperhatikan
 Tetap informasikan
kepada dokter
tentang perubahan
yang terjadi pada
irama jantung janin,
intervensi untuk pola
yang tidak dapat
diandalkan, respons
janin
selanjutnya,kemajuan
persalinan, dan
respons ibu terhadap
persalinan
3. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan TEACHING:
berhubungan dengan kurang
keperawatan selama .....x24 jam PENGETAHUAN PROSES
pengalaman, kurangnya
informasi perawatan rumah. psien mengetahui tentang proses PENYAKIT

23
penyakit dengan indikator Definisi : membantu pasien
pasien dapat : memahami informasi yang
 Familiar dengan nama berhubungan dengan
penyakit penyakit yang spesifik
 Mendeskripsikan proses  Berikan penilaian tentang
penyakit tingkat pengetahuan pasien
 Mendeskripsikan faktor tentang proses penyakit yang
penyebab spesifik
 Mendeskripsikan faktor  Jelaskan patofisiologi dari
resiko penyakit dan bagaiman hal
 Mendeskripsikan efek ini berhubungan dengan
penyakit anatomi dan fisiologi
 Mendeskripsikan tanda dan  Gambarkan tanda dan
gejala gejala yang biasa muncul
 Mendeskripsikan perjalanan pada penyakit
penyakit  Gambarkan proses
 Mendeskripsikan tindakan penyakit
untuk menurunkan progresifitas  Identifikasi kemungkinan
penyakit penyebab dengan cara yang
 Mendeskripsikan komplikasi tepat
 Mendeskripsikan tanda dan  Sediakan informasi
gejala dari komplikasi tentang kondisi pasien
 Mendeskripsikan tindakan  Sediakan bagi keluarga
pencegahan untuk komplikasi atau SO informasi tentang
kemajuan pasien
 Sediakan pengukuran
diagnostik yang tersedia
 Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi

24
 Gambarkan rasional
rekomendasi manajemen
terapi
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
 Eksplorasi kemungkinan
sumber dukungan
 Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan

G. Evaluasi
penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai
sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap
tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.
(Ali, 2009) Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2011)
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013)
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga setelah
diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang
objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.Tugas dari evaluator adalah
melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan
penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.
(Nurhayati, 2011)

25
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

26
Kejang pada Neonatal secara klinis adalah perubahan proksimal dari fungsi
neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem syaraf
yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan 28 hari. Kejang dapat timbul sebagai
suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi secara cepat dan
berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak, yaitu
terjadi loncatan – loncatan listrik di dalam sel otak. Manifestasi klinik kejang sangat
bervariasi bahkan sangat sulit membedakan dengan gerakan bayi itu sendiri. Meskipun
demikian diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat merupakan hal yang
penting, karena pengenalan kondisi yang terlambat meskipun tertangani akan dapat
meninggalkan sekuel pada sistem syaraf.

B.   Saran
Mengingat kejang merupakan tanda bahaya yang sering terjadi pada BBL dan dapat
mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi
maka diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang baik agar sebagai bidan, kita dapat
menangani kejang pada Neonatal dalam praktik kebidanan kelak.

Daftar Pustaka

Kosim, Sholeh.dkk.2008.Buku Ajar Neonatologi.Jakarta:Badan Penerbit IDAI


Lissauer, Tom.dkk.2006.At the Glance Neonatologi.Jakarta:Erlangga

27
Marmi.2012.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Saifudin,Abdul Bari.2008.Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono
“http://stasiunbidan.blogspot.com/2009/05/askeb-pada-bayi-baru-lahir-dengan.html” di unduh pada
tanggal : 13 september 2014

28

Anda mungkin juga menyukai