Anda di halaman 1dari 36

CRITICAL BOOK REVIEW

GEOMETRI BIDANG DAN RUANG


SEGITIGA
Dosen Pengampu : Ade Andriani, M.Pd

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
ANDIKA FIRMAN SALOMO HUTAGALUNG 4203111084
HENI ANGGRAINI 4201111038
JULYANA PURBA 4203111096
MONICHA SELIANA NATASYA MANURUNG 4203311010
NUR INDAH SARI 4203311059
YEGLY ANGGITHA LUMBAN GAOL 4203311088

PENDIDIKAN MATEMATIKA D 20

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
APRIL 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kami masih dapat
menyelesaikan tugas Critical Book Report (CBR) ini tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas tentang “Segitiga”. Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas CBR mata kuliah
GEOMETRI BIDANG DAN RUANG. Kami berharap makalah ini dapat menjadi salah satu
referensi dan wawasan bagi pembaca maupun penulis tentang materi segitiga.

Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan supaya makalah
ini menjadi lebih baik. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca atas
perhatiannya.

Medan , April 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................1

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR ............................................................................................1

B. Tujuan Penulisan CBR.........................................................................................................1

C. Manfaat CBR .......................................................................................................................1

D. Identitas Jurnal .....................................................................................................................2

BAB II RINGKASAN JURNAL ..................................................................................................3

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................27

A. Pembahasan Isi Buku .........................................................................................................27

B. Kelebihan dan Kekurangan Buku ......................................................................................29

BAB IV PENUTUP ......................................................................................................................30

A. Kesimpulan ........................................................................................................................30

B. Saran ..................................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................31

LAMPIRAN..................................................................................................................................32

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR
Keterampilan dalam membuat CBR bagi penulis dapat menguji kemampuan dalam meringkas
serta mampu menganalisis sebuah buku dapat membandingkan buku yang dianalalisis dengan
buku yang lain, mengenal dan juga memberi penilaian serta mengkritik sebuah karya tulis yang
dianalisis.

Terkadang kita bingung dalam memilih sebuah buku untuk sebagai referensi untuk kita baca
dan pahami terkadang kita hanya memilih satu buku untuk dibaca tetapi hasilnya belum dapat
memuaskan, misalnya dari segi analisiss bahasa serta pembahasan buku tersebut. Oleh karena itu
penulis membuat CBR tentang Segitiga dalam Geometri Bidang dan Ruang ini untuk
mempermudah para pembaca dalam memilih buku referensi terkhusus pada pokok bahasa tentang
Segitiga.

B. Tujuan Penulisan CBR

1. Penyelesaian tugas KKNI CBR dalam mata kuliah Geometri Bidang dan Ruang
2. Menambah wawasan pembaca tentang segitiga
3. Meningkatkan pemahaman pembaca mengenai konsep-konsep dalam segitiga
4. Menguatkan dalam memahami segitiga

C. Manfaat CBR
1. Melatih kemampuan penulis dalam mengkritisi sebuah buku
2. Mampu berfikir kritis dalam mencari informasi yang ada pada buku
3. Dapat menguasai isi buku
4. Menumbuhkan pola pikir yang kreatif dalam mengkritisi buku

1
D. Identitas Buku

Judul : Segitiga

ISBN : 978-602-470-128-4

Penulis : I Nengah Parta

Syaiful Hamzah Nasution

Penerbit : Penerbit & Percetakan

Tahun Terbit : 2019

Cetakan Ke : 1(Pertama)

Kota Terbit : Malang

2
BAB II

RINGKASAN BUKU

A. Konsepsi Intuitif Segitiga


Dalam dunia usaha dikenal istilah Tri Partit yang terdiri dari pemerintah, pengusaha, dan
pekerja. Dalam sistem pemerintahan dikenal “Trias Politika” yang terdiri dari Lembaga Eksekutif,
Lembaga Legislatif, dan Lembaga Yudikatif. Selain situasi yang dideskripsikan di atas, masih
sangat banyak situasi dalam kehidupan nyata yang memiliki “struktur” segitiga. Karena itu dalam
buku ini secara khusus dikaji tentang segitiga. Kajian itu mencakup Representasi Segitiga, Sifat-
Sifat Analitik Segitiga, dan Pemecahan Masalah Berkaitan Dengan Segitiga. Bentuk atau situasi
yang dipersepsikan sebagai segitiga

Empat gambar yang pertama terbentuk dari tiga ruas garis, tetapi ruas garis pada masing-
masing gambar itu tidak memiliki “susunan” yang spesifik. Gambar (a) dapat diinterpretasikan
sebagai “pancaran” berkas cahaya dari sumber cahaya. Gambar (b) dan (c) dapat diinterpretasikan
sebagai “lintasan” yang dibangun dari tiga ruas garis. Pada kajian lebih lanjut, istilah lintasan ini
digunakan mendefinisikan poligon (termasuk segitiga). Susunan ruas garis yang membentuk
segitiga adalah susunan no. (e). Berdasar susunan ini, maka bangun segitiga dapat dideskripsikan
sebagai susunan tiga ruas garis yang memiliki ciri-ciri; (1) titik ujung setiap dua ruas garis harus
bersekutu, (2) setiap dua ruas garis bersekutu hanya di titik ujungnya (tidak pada titik lain). Dengan

3
istilah lintasan, maka dapat juga dikatakan bahwa segitiga adalah lintasan tertutup sederhana yang
dibangun oleh tiga ruas garis. Dengan batasan ini maka mudah dipahami bahwa susunan (d) tidak
termasuk segitiga, karena lintasan itu tidak tertutup.

Berdasarkan deskripsi ini maka segitiga dinyatakan dengan definisi berikut:

Jika titik-titik ujung ruas garis itu dinamai titik 𝑃1,𝑃2, dan 𝑃3, situasi yang sesuai dengan
definisi ini adalah gambar 2(e). Karena segitiga itu adalah gabungan ruas garis, maka segitiga yang
dimaksud dalam definisi ini hanya “bingkai” dan segitiga itu dinamai berdasarkan titik sudutnya.

Bagaimana dengan bangun 2 (f). Dalam pembelajaran geometri di “sekolah” bangun-


bangun seperti gambar 2(f) sering digunakan untuk mengenalkan segitiga, istilah segitiga, atau
konsep segitiga. Karena itu, menjadi pertanyaan, “apakah bangun 2(f) termasuk segitiga”.

B. Representasi Segitiga

Tiap-tiap pebelajar memiliki tingkat perkembangan mental dan pola-pola persepsi yang
bervariasi. Sebagai contoh pebelajar yang bertipe visual (dalam gaya belajar) akan mudah
memahami informasi yang disajikan dalam model “pictural”. Anak yang berpikirnya cenderung
analitik (dalam gaya kognitif) aka menyukai informasi yang diasjikan secara analitis. Tingkat
perkembangan kognitif dan pola-pola persepsi diantara pebelajar, memerlukan penggunaan variasi
representasi dalam penyajian informasi pembelajaran. Pada sub bab ini disajikan variasi
representasi segitiga.

1. Representasi Numerik

Misalkan 𝑎,𝑏, dan 𝑐 adalah tiga bilangan real positif dan memenuhi ketiga kondisi berikut;
𝑎 + 𝑏 > 𝑐,𝑎 + 𝑐 > 𝑏, dan 𝑏 + 𝑐 > 𝑎. Maka dapat dibuat suatu segitiga dengan panjang sisi-sisinya
𝑎,𝑏, dan 𝑐. Dalam kajian lebih lanjut dikenal bilangan-bilangan “istimewa” yang menggambarkan
panjang sisi-sisi suatu segitiga siku-siku. Bilangan itu dikenal dengan nama Tripel Pythagoras.
Contoh bilangan-bilangan itu adalah 3,4,5; 5, 12, 13; 8, 15, 17; dst. Segitiga dalam representasi

4
numerik tidak populer di kalangan pebelajar, karena representasi ini digunakan untuk mengkaji
sifat-sifat segitiga secara analitik. Dari syarat bilangan 𝑎,𝑏, dan 𝑐 yang disebutkan di atas, secara
langsung dapat diturunkan suatu sifat elementer dari suatu segitiga yaitu, “jumlah panjang dua
sisinya lebih dari panjang sisi ketiga” (Alexander & Koeberlein, 2015). Sifat ini kemudian dikenal
dengan sifat Ketaksamaan Segitiga, yang secara formal mengatakan bahwa “jika 𝑎,𝑏,dan 𝑐 adalah
bilangan riil, maka |𝑎 + 𝑏| ≤ |𝑎| + |𝑏|”. Dari ketaksamaan segitiga ini, maka diperoleh juga |𝑎| ≤ |𝑎
+ 𝑏| + |−𝑏| = |𝑎 + 𝑏| + |𝑏|, sebab 𝑎 = (𝑎 + 𝑏) − 𝑏. Dengan cara analog diperoleh |𝑏| ≤ |𝑎 + 𝑏| + |𝑎|.
Jadi ketiga bilangan itu memenuhi syarat hubungan tiga bilangan yang menyatakan panjang sisi-
sisi suatu segitiga.

2. Representasi Geometri

Segitiga dalam representasi geometri sangat populer dikenal pada setiap pebelajar, karena
beberapa alasan; (1) segitiga merupakan istilah dalam geometri, (2) segitiga itu sendiri merupakan
salah satu bangun (obyek) geometri, (3) segitiga dan konsep-konsep geometri lainnya dikenalkan
menggunakan bentuk-bentuk “geometri”, (4) prosedur atau teknis penyelesaian masalah sederhana
dalam kehidupan sehari-hari banyak yang menggunakan model yang dapat dipersepsikan sebagai
segitiga. Sebagai contoh, perhatikan Gambar 4.

Gambar 4. Bentuk-bentuk segitiga dalam penyelesaian masalah praktis.

5
Dalam representasi geometri, segitiga dinyatakan dengan bangun-bangun kelompok yang
disajikan pada Gambar 5.(a). Bangunbangun kelompok pada Gambar 5.(b) walaupun ada yang
memiliki tiga sisi, tetapi tidak termasuk segitiga. Gambar 5.(b.3) dan Gambar 5.(b.5) bukan
segitiga karena ada sisi yang bukan ruas garis. Demikian pula, Gambar 5.(b.4) bukan termasuk
segitiga karena berupa daerah. Karena itu bangun ini dikatakan “daerah segitiga” atau “bidang
segitiga”. Jadi dalam bangunan geometri yang dibahas dalam buku ini, bangun-bangun itu
dikonsepsikan sebagai “rangkanya”. Pemilihan konsepsi ini akan memudahkan jika bangun
geometri itu direpresentasikan secara aljabar. Kemudahan itu dapat dilihat pada representasi
aljabar dari segitiga.

3. Representasi Aljabar (Himpunan, Vaktor)

Dalam geometri analitik, bangun-bangun geometri seperti lingkaran, ellips, parabola, bola,
paraboloida, silinder, dll dinyatakan dalam bentuk persamaan. Persamaan ini juga digunakan untuk
mengkaji sifat-sifat analitik bangun itu. Sebagai contoh, lingkaran memiliki hanya satu “sisi”,
karena keseluruhan busur lingkaran itu telah diwakili oleh satu persamaan 𝑥2 + 𝑦2 = 𝑟2. Dengan
cara analog dapat dijelaskan bahwa bola itu adalah bangun yang memiliki hanya satu sisi. Ingat,
bola yang berpusat di (𝑎,𝑏,𝑐) dan berjari-jari 𝑟 dapat dinyatakan dengan (𝑥 − 𝑎)2 + (𝑦 − 𝑏)2 + (𝑧
− 𝑐)2 = 𝑟2. Pendekatan serupa juga dapat digunakan untuk mengkaji sifat analitik bangun tiga
dimensi. Sebagai contoh perhatikan gambar silinder berikut ini.

Gambar 6. Silinder tegak dengan sumbu tegak sejajar sumbu Z.

6
Silinder tertutup (atas-bawah) pada prinsipnya terdiri dari tiga bidang, yaitu; (1) dua bidang
“datar”, dan (2) satu bidang lengkung (selimut tabung). Karena itu, dalam sistem koordinat
kartesius, silinder itu dapat dinyatakan dengan persamaan-persamaan berikut:

𝑥2 + 𝑦2 = 𝑟2 𝑧0 ≤ 𝑧 ≤ 𝑧1 (1)

𝑧 = 𝑧0 𝑥 = 𝑠,𝑦 = 𝑡 (2)

𝑧 = 𝑧1 𝑥 = 𝑠,𝑦 = 𝑡 (3)

bangun-bangun geometri dalam bentuk persamaan dikatakan sebagai penyajian secara


analitik. Penyajian secara analitik ini sekaligus menegaskan hubungan antara geometri dan aljabar
(NCTM, 2000, hal. 42). Pertanyaannya, jika segitiga dinyatakan dalam bentuk persamaan, apa
persamaannya?”. Untuk menjawab masalah itu perhatikan gambar di bawah ini. Untuk mudahnya,
kita tinjau kasus segitiga yang titik-titik sudutnya pada sumbu koordinat. Misalkan titiktitik sudut
segitiga itu adalah 𝑂(0,0),𝐴(𝑎,0),dan 𝐵(0,𝑏) dengan 𝑎,𝑏 > 0. Melalui tiap-tiap dua titik dapat dibuat
persamaan garis. Persamaanpersamaan itu disajikan dalam tabel di bawah ini. Karena tiap-tiap dua
garis yang tidak sejajar memiliki titik sekutu, maka ruas garis-ruas garis yang ujung-ujungnya titik-
titik sekutu itu membentuk segitiga.

Tabel 1. Segitiga dalam representasi aljabar.

Dalam representasi aljabar ini juga terlihat jelas perbedaan antara segitiga dan daerah
segitiga. Segitiga dalam representasi aljabar berbentuk tiga persamaan linier dua variabel,
sedangkan daerah segitiga berbentuk tiga pertaksamaan linier dua variabel. Dalam matematika
lanjut, representasi ini digunakan untuk melokalisir nilai optimum masalah program linier. Bagi
sebagian besar pebelajar (siswa atau mahasiswa), persamaan lingkaran, persamaan bola,
persamaan silinder, dan sejenisnya sudah dikenal dan dapat dipahami dengan “baik”. Mereka
secara lihai dapat menyatakan persamaan-persamaan kurva itu dalam dua atau variabel. Situasinya
sangat jauh berbeda ketika mereka diminta untuk menentukan persamaan sisi-sisi suatu segitiga

7
yang memiliki syarat tertentu. Ketika diminta menentukan persamaan sisi-sisi suatu segitiga yang
luasya 12 satuan, maka yang ditulis antara lain; (1) 1 2 𝑎𝑡 = 12 atau 𝑎𝑡 = 24, (2) 𝑥 = 24 𝑦 ,𝑦 = 24
𝑥 ,dan 𝑟 = 24 𝑥𝑦 √𝑥2 + 𝑦2 , dan (3) 12 = √𝑠(𝑠 − 𝑎)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐). Mereka tidak menyadari bahwa
𝑎,𝑡 atau 𝑥,𝑦 pada kontek ini “bukanlah sisi” yang dimaksud melainkan ukuran atau lebih tepatnya
panjang sisi. Mereka juga tidak menyadari bahwa bangun-bangun geometri seperti segitiga,
segiempat, atau yang lainnya adalah kurva atau lebih tepatnya gabungan dari beberapa kurva.

Selain dalam bentuk persamaan, representasi aljabar dari segitiga juga dapat dinyatakan
menggunakan vektor. Penggunaan vektor ini juga secara tegas dapat menjelaskan bahwa segitiga
itu memiliki tiga sisi, karena tiga vektor yang mengonstruksi segitiga itu semuanya berbeda.

Misalkan 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ dua vektor yang tidak searah dan tidak berlawanan arah. Dalam istilah
Aljabar Linier, kedudukan kedua vektor ini dikatakan bebas linier. Dari vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ dapat
dibentuk vektor baru melalui kombinasi linier kedua vektor itu. Vektor 𝒖 ̅, 𝒗 ̅, dan dua kombinasi
linier kedua vektor itu disajikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 8. Vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ dan dua kombinasi liniernya.

Jika pangkal dan ujung vektor itu dikatakan sebagai “ujung”, maka kedudukan vektor 𝒖 ̅,
𝒗 ̅, dan 𝒖 ̅ + 𝑣̅, atau 𝒖 ̅, 𝒗 ̅, dan 𝒖 ̅ − 𝑣̅ membentuk segitiga. Vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ dikatakan sebagai
generator dari segitiga vektor {𝒖 ̅,𝒗 ̅, 𝒖 ̅ + 𝒗 ̅ } atau {𝒖 ̅,𝒗 ̅, 𝒖 ̅ − 𝒗 ̅ }.

8
Kita ketahui bahwa beberapa vektor dipandang sama walaupun pangkal dan ujungnya tidak
sama, asalkan panjang dan arahnya sama. Karena itu, dua vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ menghasilkan keluarga
segitiga yang kongruen. Keluarga segitiga kongruen itu disajikan pada Gambar 9.

Dari dua vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ dapat dibuat kombinasi linier “khusus” dan kombinasi linier
umum. Yang dimaksud kombinasi linier khusus adalah koefisien 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ pada kombinasi linier
itu 1 atau -1. Karena itu ada empat kombinasi linier khusus yang dapat dibuat dari vektor 𝒖 ̅ dan
𝒗 ̅, yaitu 𝑢 ̅ + 𝑣̅,𝑢 ̅ − 𝑣̅,−𝑢 ̅ + 𝑣̅, dan −𝑢 ̅ − 𝑣̅. Dengan demikian dari vektor 𝒖 ̅, 𝒗 ̅ dan kombinasi
linier-kombinasi linier ini terbentuk empat segitiga. Keempat segitiga itu disajikan pada Gambar
10.

Keempat segitiga itu dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok segitiga kongruen.
Kekongruenan pasangan-pasangan segitiga ini dapat dilihat dari panjang sisi-sisinya dengan
mengingat bahwa ‖−𝑢 ̅‖ = ‖𝑢 ̅‖, yaitu panjang 𝒖 ̅ sama dengan panjang −𝒖 ̅ dan sifat aljabar dari
operasi vektor.

9
Dalam konteks nyata, segitiga sering dikaitkan dengan situasi yang mencakup tiga aspek,
tiga elemen, atau tiga pihak. Dalam pemerintahan misalnya kita mengenal istilah Trias Politika,
yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, da kekuasaan yudikatif. Dalam dunia industri
dikenal ada Tri Partit, yaitu; Pemerintah, Pengusaha, dan Karyawan. Dalam kehidupan manusia,
dikenal ada tiga hubungan, yaitu; hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antar sesama
manusia, dan hubugan manusia dengan alam. Dalam kawasan keruangan di bumi ada dikenal
kawasan perairan/laut, daratan, dan udara. Dalam pembelajaran geometri, khususnya tentang
segitiga di jenjang sekolah dasar, segitiga itu sering di”persepsi”kan sebagai “bidang” segitiga.
(McCartin, Mysteries of the Equilateral Triangle, 2010, hal. 67)

C. Teorema Pythagoras

Salah satu prinsip dalam segitiga yang sangat populer adalah prinsip Pyhtagoras. Prinsip
ini secara numerik menjelaskan hubungan panjang sisi-sisi suatu segitiga, yaitu “pada segitiga
siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat panjang sisi siku-sikunya”.
Prinsip ini sudah dibuktikan dalam berbagai versi. Untuk keperluan pedagogi di sini akan
disajikan dua versi “bukti”, yaitu; eksplorasi secara induktif dan bukti deduktif.

Pada setiap sisi segitiga itu digambar persegi. Kemudian, tiap-tiap persegi di”grid” dengan
satuan ukuran yang sama. Maka pada tiap-tiap sisi segitiga itu diperoleh persegi dengan panjang
sisi seperti tertera pada gambar. Jika diamati lebih jauh tentang luas daerah persegi itu, maka
diperoleh hubungan bahwa “luas daerah persegi pada sisi miring sama dengan jumlah luas daerah
persegi pada sisi-siku-sikunya”. Jadi fakta ini pada kasus bilangan asli menunjukkan “pada segitiga
siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat panjang sisi siku-sikunya”.
Pendekatan ini belum dapat menjelaskan kalau panjang sisi segitiga itu bukan bilangan asli, seperti
gambar (b). Untuk mengatasi masalah itu maka pembuktian kedua menggunakan pendekatan luas
persegi, yaitu gambar (c). Pada pendekatan ini, empat segitiga siku-siku yang panjang sisi-sisinya
𝑎,𝑏,dan 𝑐 disusun sehingga membentuk “persegi”. Luas daerah persegi yang besar adalah (𝑎 + 𝑏)2.
Luasan ini sama dengan jumlah luas daerah empat segitiga siku-siku yang panjang sisi siku-
sikunya 𝑎 dan 𝑏 dan luas daerah persegi yang panjang sisinya 𝑐.

(𝑎 + 𝑏)2 = 4 ∙ 1 2 𝑎𝑏 + 𝑐2

𝑎2 + 𝑏2 + 2𝑎𝑏 = 2𝑎𝑏 + 𝑐2

10
𝑎2 + 𝑏2 = 𝑐2

Hasil ini menunjukkan bahwa, pada segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama
dengan jumlah kuadrat pajang sisi sikusikunya. Dengan pendekatan ini kesenjangan masalah
panjang sisi yang tadinya hanya bilangan bulat (positif) sudah teratasi. Masalahnya, apakah
susunan segitiga ini betul-betul membentuk persegi yang panjang sisi-sisinya 𝑎 + 𝑏. Klaim ini
masih perlu dibuktikan (pengecekan secara matematis). Untuk mengatasi gap ini maka bukti
deduktif diberikan melalui kesebangunan.

Bukti deduktif Teorema Pythagoras Segitiga ABC siku-siku di titik A, sehingga 𝐴𝐶 ̅̅ dan
𝐵𝐶 ̅̅ sisi sikusiku, dan 𝐵𝐶 ̅̅ sisi miring (sisi di hadapan sudut siku-siku). Dari titik A digambar garis
tinggi pada sisi 𝐵𝐶 ̅ dan memotong sisi 𝐵𝐶 ̅ di titik D. Maka diperoleh tiga segitiga sebangun, yaitu
Δ𝐴𝐵𝐶 ≃ ΔDAC ≃ ΔDAB. Kesebangunan Δ𝐴𝐵𝐶 dan ΔD𝐴𝐶 mengakibatkan:

𝐴𝐶/𝐵𝐶=𝐶𝐷/𝐴𝐶 atau 𝐴𝐶 ∙ 𝐴𝐶 = 𝐶𝐷 ∙ 𝐵𝐶.

Sedangkan dari kesebangunan Δ𝐴𝐵𝐶 dan Δ𝐷𝐵𝐴 diperoleh hubungan

𝐴𝐵/𝐵𝐶 =𝐷𝐵/𝐴𝐵 atau 𝐴𝐵 ⋅ 𝐴𝐵 = 𝐵𝐶 ⋅ 𝐷𝐵.

Dari dua kesamaan itu diperoleh 𝐴𝐶 ∙ 𝐴𝐶 + AB ⋅ AB = BC ⋅ DB + 𝐶𝐷 ∙ 𝐵𝐶 = 𝐵𝐶(𝐶𝐷 +


𝐷𝐵) = 𝐵𝐶 ⋅ 𝐵𝐶, atau 𝐴𝐶2 + AB2 = 𝐵𝐶2. Hasil ini menunjukkan bahwa kuadrat panjang sisi miring
pada suatu segitiga siku-siku, sama dengan jumlah kuadrat panjang sisi siku-sikunya. Pembuktian
ini sudah mengeliminasi kelemahan yang ditinggalkan oleh dua pembuktian sebelumnya, karena
pada bukti ini panjang sisi-sisi segitiga tidak hanya dibatasi pada bilangan asli tetapi sudah
bilangan riil. Dari Teorema Pythagoras ini kemudian dikenal adanya tripel bilangan asli yang
bersifat, bahwa kuadrat bilangan terbesar sama dengan jumlah kuadrat dua bilangan lainnya. Jika
dikaitkan dengan segitiga siku-siku, maka bilangan terbesar itu mewakili panjang sisi terpanjang

11
dan dua bilangan lainnya mewakili panjang sisi siku-siku. Karena itu, dapat dikatakan bahwa
bilangan tripel bilangan ini memenuhi prinsip Pythagoras. Tripel bilangan ini kemudian dikenal
dengan nama Triple Pythagoras. Salah satu model konstruksi bilangan Triple Pythagoras adalah
sebagai berikut. Misalkan 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan asli dan 𝑚 > 𝑛. Maka 𝑚2 − 𝑛2, 2𝑚𝑛 dan 𝑚2
+ 𝑛2 adalah bilangan Triple Pythagoras.

Bukti:

Karena 𝑚 dan 𝑛 bilangan asli, maka 𝑚2 + 𝑛2 > 𝑚2 − 𝑛2. Telah diketahui bahwa (𝑚 − 𝑛)2
≥ 0, akibatnya 𝑚2 + 𝑛2 ≥ 2𝑚𝑛. Ini berarti, 𝑚2 + 𝑛2 adalah panjang sisi terpanjang. Dengan operasi
aljabar sederhana mudah ditunjukkan bahwa, (𝑚2 − 𝑛2)2 + 2𝑚𝑛 = (𝑚2 + 𝑛2)2. Ini membuktikan
bahwa untuk bilangan asli 𝑚 dan 𝑛 dengan 𝑚 > 𝑛, maka tripel bilangan 𝑚2 − 𝑛2, 2𝑚𝑛, dan 𝑚2
+ 𝑛2 membentuk Triple Pythagoras dan 𝑚2 + 𝑛2 adalah representasi sisi terpanjang. Beberapa
bilangan itu disajikan dalam tabel di bawah ini.

Model konstruksi ini hanya salah satu model untuk mendapatkan bilangan Triple
Pythagoras. Prinsip ini belum mewakili seluruh bilangan Tripel Pythagoras. Sebagai contoh, tripel
bilangan 9, 12, dan 15. Tripel bilangan itu belum tercakup dalam konstruksi ini. Karena itu muncul
dugaan bahwa, “konstruksi bilangan Triple Pythagoras tidak tunggal”. Pada kasus ini kita tinjau
bilangan 9, 12, dan 15. Dari konstruksi yang diberikan, maka 2𝑚𝑛 = 12 atau 𝑚𝑛 = 6. Karena 𝑚,𝑛
bulat dan 𝑚 > 𝑛, maka kemungkinan pertama 𝑚 = 3,𝑛 = 2 atau 𝑚 = 6,𝑛 = 1. Dari kasus pertama
diperoleh tripel 5, 12, 13 dan untuk kasus kedua menghasilkan tripel 35, 12, 37. Jadi bilangan 9,
12, 15 adalah salah satu contoh tripel bilangan yang tidak termasuk dalam konstruksi 𝑚2 −
𝑛2,2𝑚𝑛,𝑚2 + 𝑛2. Selain melalui konstruksi bilangan Triple Pythagoras, bilangan Triple
Pythagoras dapat diperiksa melalui dekomposisi kuadrat suatu bilangan ke dalam bentuk jumlah

12
kuadrat dua bilangan. Situasi itu diilustrasikan pada contoh di bawah ini. Perhatikan bilangan 9,
12, 15. Pada tripel ini, 15 adalah bilangan terbesar, sehingga kuadrat dari 15 ini didekomposisi
untuk memperoleh jumlah dua kuadrat. Proses itu disajikan di bawah ini.

152 = (12 + 3)2

= 122 + 2 ∙ 12 ∙ 3 + 32

= 122 + 32(2 ∙ 4 + 1)

= 122 + 32 ∙ 9

= 122 + 92

Pada contoh ini hanya ada satu dekomposisi dari 152 dalam bentuk jumlah dua kuadrat. Sekarang
coba perhatikan Triple Pythagoras 13, 84, 85. Triple Pythagoras ini adalah hasil konstruksi dari
𝑚2 − 𝑛2,2𝑚𝑛,𝑚2 + 𝑛2 dengan 𝑚 = 7, 𝑛 = 6. Dekomposisi pertama adalah sebagai berikut:

852 = (84 + 1)2

= 842 + 2 ∙ 84 ∙ 1 + 12

= 842 + 168 + 1

= 842 + 169

= 842 + 132

Dekomposisi yang kedua:

852 = (75 + 10)2

= 752 + 2 ∙ 75 ∙ 10 + 102

= 752 + 1500 + 100

= 752 + 1600

= 752 + 402

13
Dekomposisi yang ketiga:

852 = (77 + 8)2

= 772 + 2 ∙ 77 ∙ 8 + 82

= 772 + 1.232 + 64

= 772 + 1.296

= 772 + 362

Fakta ini menguatkan klaim di atas, bahwa konstruksi bilangan Triple Pythagoras tidak
tunggal. Pada kasus ini kita lihat, bahwa bilangan yang dihasilkan melalui konstruksi 𝑚2 −
𝑛2,2𝑚𝑛,𝑚2 + 𝑛2 dapat didekomposisi ke dalam bilangan Triple Pythagoras di luar konstruksi itu.

Dugaan kedua, untuk setiap bilangan Triple Pythagoras, paling sedikit satu dari ketiga
bilangan itu adalah genap. Indikasi dugaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk bilangan
dengan konstruksi 𝑚2 − 𝑛2,2𝑚𝑛,𝑚2 + 𝑛2, jelas bahwa bilangan 2𝑚𝑛 adalah genap, karena 𝑚 dan
𝑛 bilangan asli. Karena itu, semua bilangan Tripel Pythagoras turunannya memuat paling sedikit
satu bilangan genap. Selanjutnya, misalkan 𝑎,𝑏, dan 𝑐 adalah bilangan Triple Pythagoras dan
anggap 𝑐 adalah bilangan terbesar. Andaikan ketiga bilangan itu ganjil. Kita ketahui bahwa kuadrat
bilangan ganjil adalah bilangan gajil dan jumlah sebanyak genap bilangan ganjil adalah genap,
sehingga 𝑎2 + 𝑏2 genap. Tetapi karena 𝑐 ganjil, maka 𝑐2 ganjil. Di sisi lain, karena 𝑎,𝑏, dan 𝑐
bilangan Triple Pythagoras dan 𝑐 bilangan terbesar, maka 𝑎2 + 𝑏2 = 𝑐2. Pada bentuk ini, bilangan
pada ruas kiri genap, tetapi ryas kanan ganjil. Hal itu tidak mungkin, sehingga pengandaian bahwa
ketiga bilangan itu ganjil mengkibatkan kontradiksi. Karena itu, untuk semua bilangan Triple
Pythagoras dari semua model kostruksi, paling sedikit satu dari ketiga bilangan itu harus genap.

D. Sifat-sifat Analitik Segitiga


1. Segitiga memiliki tiga sisi

Perhatikan gambar lingkaran dan elips di bawah ini. Telah diketahui bahwa lingkaran yang
berpusat di (0,0) dan jari-jarinya 𝑟 dapat dinyatakan dengan persamaan 𝑥2 + 𝑦2 = 𝑟2. Demikian
pula, elips yang berpusat di (0,0) dengan sumbu mayor dan sumbu minor berturut-turut 𝑎 dan 𝑏
dapat dinyatakan dengan persamaan 𝑥2/𝑎2+𝑦2/𝑏2= 1. Jadi di sini satu persamaan sudah mewakili

14
satu lingkaran penuh atau satu elips penuh. Karena itu, jika kurva itu dimaknai sebagai sisi bangun
tersebut, maka kita katakan bahwa lingkaran dan elips memiliki hanya satu sisi.

Sekarang perhatikan gambar segitiga 𝑂𝐴𝐵 di bawah ini dan representasi aljabarnya. Tiap-
tiap sisi segitiga itu berkorelasi dengan suatu persamaan. Selain itu, persamaan-persamaan yang
menentukan sisi segitiga itu saling bebas (tidak saling bergantung satu sama lain). Atas dasar fakta
ini maka sangat beralasan untuk mengatakan bahwa segitiga itu memiliki tiga sisi. Cara yang
analog juga dapat digunakan untuk memastikan (ascertain) bahwa segi-5 (misalnya) memiliki lima
sisi, dst. Pada contoh di bawah ini disajikan segitiga yang dua sisinya berimpit dengan sumbu
koordinat dan sisi ketiga adalah ruas garis yang ujung-ujungnya (𝑎,0) dan (0,𝑏) beserta persamaan
untuk masing-masing sisinya.

Pada pendefinisian segitiga menggunakan poligon, dikatakan bahwa “segitiga adalah


poligon yang memiliki tepat tiga sisi”. Sekarang perhatikan gambar segitiga di bawah ini. Segitiga
̅̅
ini diberi nama segitiga PQR. Ini berarti, sisi-sisi segitiga itu adalah 𝑃𝑄 ,𝑄𝑅 ,̅̅ dan .̅̅ Masalahnya,
“apa terminologi matematik spesifik (terukur) yang menegaskan bahwa 𝑃𝑄 ̅̅ dan 𝑄𝑅 ̅̅ adalah dua
sisi yang berbeda?”.

15
Dalam bahasa vektor, kita lihat bahwa vektor 𝒖 ̅,𝒗 ̅, dan 𝒘 ̅ adalah tiga vektor berbeda
karena arahnya berbeda. Secara aljabar vektor, posisi ketiga vektor ini memenuhi persamaan 𝒖 ̅ +
𝒗 ̅ = 𝒘 ̅, sehingga terbentuk segitiga vektor. Berdasar fakta ini maka dapat dikatakan bahwa
segitiga itu memiliki tiga sisi dan vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ adalah generator segitiga itu.

2. Segitiga memiliki tiga sudut

Pada definisi klasik dalam Geometri Euclide dikatakan bahwa “sudut adalah gabungan dua
sinar garis yang titik pangkalnya bersekutu”. (Arthur F. Coxford., 1971, hal. 45). Kalau kita
mengacu kepada pengertian ini, maka tidak ditemukan sudut pada segitiga karena sisi-sisi segitiga
adalah ruas garis, bukan sinar garis.

Sekarang kalau kita perhatikan gambar (c) maka kita temukan enam sinar garis yaitu 𝑆𝑇
,𝑇𝑆 ,𝑇𝑈 ,𝑈𝑇 ,𝑆𝑈 dan 𝑈𝑆 . Masing-masing sinar garis itu memuat ruas garis yang
bersesuaian (Alexander & Koeberlein, 2015). Misalnya, sinar garis 𝑆𝑇 memuat ruas garis 𝑆𝑇 ̅.
Sinar garis 𝑇𝑆 dan 𝑇𝑈 titik pangkalnya bersekutu di T. Karena itu kedua sinar garis ini
membentuk sudut, yaitu sudut 𝑆𝑇𝑈 (∠𝑆𝑇𝑈). Cara berpikir yang analog dapat digunakan untuk
̅̅
menjelaskan ∠𝑆𝑈𝑇 dan ∠𝑇𝑆𝑈. Dari sisi lain, kedudukan ruas garis-ruas garis 𝑆𝑇 ,𝑇𝑈 ,̅̅ dan 𝑈𝑆 ̅̅

16
membentuk segitiga. Karena itu, dari dua sudut pandang ini kita bisa mengatakan bahwa segitiga
itu memiliki tiga sudut.

3. Segitiga tidak memiliki diagonal

̅
Perhatikan segiempat ABCD di bawah ini. Sisi-sisi segiempat itu adalah 𝐴𝐵 ,𝐴𝐷 ̅
,𝐵𝐶 ,̅ dan
𝐷𝐶 .̅̅ Karena titik A dan titik B terhubung melalui sisi 𝐴𝐵 ,̅̅ maka dikatakan kedua titik itu berurutan
(consecutive). Sedangkan titik B dan titik D dikatakan tidak berurutan karena 𝐵𝐷 ̅̅ bukan sisi
segiempat itu. Ruas garis 𝐵𝐷 ̅ kemudian dikatakan diagonal segiempat itu. Jadi “diagonal segi-n
adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut segi-n yang tidak berurutan”. Ini salah satu
definisi diagonal pada poligon (Lewis, 1968). Rumusan lain definisi diagonal, misalnya; (1)
diagonal segi-n adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut dan melalui daerah dalam
segi-n itu, (2) diagonal segi-n adalah ruas garis 𝑃 𝑖𝑃𝑖+2̅ ̅;̅ 𝑖 = 1,2,…,𝑛 dan 𝑃𝑖 adalah titik sudut
segi-n itu, (3) ruas garis yang ditentukan dari dua titik sudut yang berhadapan (opposite) pada suatu
segi-n (Arthur F. Coxford., 1971, hal. 174).

Bagaimana halnya dengan segitiga? Perhatikan segitiga KLM (gambar a). Setiap dua titik
sudut segitiga itu terhubung oleh suatu sisi. Dengan demikian tidak ada dua titik sudut yang tidak
berurutan, sehingga kita tidak dapat membuat ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut dan
melalui daerah dalam segitiga itu. Karena itu, berdasar pengertian-pengertian diagonal suatu
bangun geometri, maka segitiga dikatakan tidak memiliki diagonal. Banyaknya diagonal yang
dimiliki oleh suatu bangun geometri secara khusus dipelajari dalam suatu cabang matematika,
yaitu Kombinatorik.

17
E. Pengklasifikasian Segitiga
Klasifikasi segitiga dapat dilakukan berdasar dua aspek, yaitu panjang sisi dan besar sudut.
Berdasar panjang sisinya, segitiga itu dibedakan menjadi tiga, yaitu; segitiga scalene, segitiga sama
kaki, dan segitiga sama sisi. Segitiga scalene yaitu segitiga yang panjang ketiga sisinya tidak sama.
(scalene triangle: a triangle in which all three sides have different lengths ( Clapham & Nicholson,
2009, hal. 709)). Segitiga sama kaki adalah segitiga yang dua sisinya sama panjang. Segitiga sama
sisi adalah segitiga yang ketiga sisinya sama panjang. Pengertian segitiga sama kaki ini
memunculkan pertanyaan, “apakah segitiga sama sisi termasuk segitiga sama kaki?”. Berdasar
besar sudutnya, segitiga itu dibedakan menjadi segitiga lancip, segitiga siku-siku, dan segitiga
tumpul. Segitiga lancip yaitu segitiga yang ketiga sudutnya lancip. Segitiga siku-siku adalah
segitiga yang memiliki sudut siku-siku, dan segitiga tumpul adalah segitiga yang memiliki sudut
tumpul. Untuk segitiga siku-siku dan segitiga tumpul hanya dikatakan memiliki sudut siku-siku
(sudut tumpul). Pada bahasan lebih lanjut akan diperiksa eksistensi sudut tumpul dan sudut siku-
siku pada segitiga dalam Geometri Euclide.

Pada diagram klasifikasi di atas, segitiga sama kaki dan segitiga sama sisi dikelompokkan
dalam satu klasifikasi. Ini mengindikasikan bahwa segitiga sama sisi termasuk ke dalam kelompok
segitiga sama kaki. Apakah benar demikia? Untuk menjelaskan situasi ini dapat digunakan logika
“implikasi”. Jika suatu segitiga ketiga sisinya sama panjang, apakah dua sisi sama panjang? Tentu
ya, karena faktanya ketiga sisinya sama panjang. Dalam istilah lain dapat dikatakan, jika suatu
segitiga memiliki tiga sisi yang sama panjang, maka pasti segitiga itu memiliki dua sisi yang sama

18
panjang. Ini berarti segitiga sama sisi itu adalah juga segitiga sama kaki. Untuk memeriksa
hubungan lebih mendalam antar jenis-jenis segitiga itu, perhatikan gambar di bawah ini:

Segitiga (1), jika dilihat berdasar besar sudutnya adalah segitiga siku-siku dan segitiga (7)
adalah segitiga tumpul. Tetapi jika dilihat berdasar panjang sisinya, segitiga (1) dan segitiga (7)
adalah segitiga sama kaki. Sedangkan (2) adalah segitiga sama kaki lancip yang sudah sangat
dikenal. Dari hubungan-hubungan ini diperoleh struktur hubungan baru seperti digambarkan
dalam diagram Venn (I). Struktur yang menjelaskan hubungan segitiga yang dibedakan berdasar
panjang sisi dan jenis sudutnya.

Pada diagram Venn ini kita lihat bahwa segitiga Scalene itu mencakup juga segitiga lancip,
segitiga siku-siku, dan segitiga tumpul. Segitiga siku-siku yang panjang sisi-sisinya bilangan asli
merupakan contoh segitiga Scalene yang siku-siku.

F. Sifat-sifat sudut segitiga

Sifat yang paling istimewa dari “sudut-sudut dalam” segitiga adalah, jumlah ukuran ketiga
“sudut dalam” suatu segitiga adalah 1800. Sifat ini akan dibuktikan dengan dua pendekatan, yaitu

19
pendekatan induktif (justifikasi) dan pendekatan deduktif (bukti formal). Untuk bukti induktif
diilustrasikan dengan gambar (a) di bawah ini dan didasari prinsip, yaitu “sudut 1800 membentuk
garis (lurus)”.

Pada Gambar 37 (a) suatu segitiga dipotong menjadi tiga bagian dan tiap potongan memuat
satu sudut segitiga itu. Ketiga sudut dari ketiga potongan itu kemudian disusun “dengan cara
tertentu” dan susunan ketiga sudut itu ternyata membentuk garis (lurus). Hasil eksplorasi ini
menujukkan bahwa jumlah ukuran ketiga “sudut dalam” suatu segitiga adalah 1800. Ingat, ini
bukan bukti tetapi hanya verifikasi terhadap pernyataan itu.

Bukti formal dari sifat ini disajikan melalui Gambar 37 (b). Misalnya sudut-sudut dalam
segitiga itu adalah 𝛼2,𝛽,dan 𝛾. Berdasar aksioma kesejajaran, melalui titik A terdapat tepat satu
garis (lurus) sejajar 𝐵𝐶 ,̅̅ sebut garis 𝑘. Maka terbentuk dua transversal yaitu 𝐵𝐴 ̅̅ dan 𝐶𝐴 .̅̅ Dua
transversal ini, pada titik A membentuk dua sudut baru, yang masing-masing besarnya adalah 𝛼1
dan 𝛼3. Berdasar sifat transversal, diperoleh 𝛽 = 𝛼1 dan 𝛾 = 𝛼3. Karena itu 𝛼2 + 𝛽 + 𝛾 = 𝛼1 + 𝛼2
+ 𝛼3 = 1800. Karena 𝛼2,𝛽,dan 𝛾 adalah ukuran sudut-sudut dalam dari ABC, maka hasil ini
menunjukkan bahwa jumlah ukuran ketiga sudut dalam segitiga itu adalah 1800.

Model bukti lainnya ditunjukkan pada Gambar 37 (c). Diberikan ABC dengan ukuran
sudut-sudut dalamnya adalah 𝛼,𝛽,dan 𝜃. Melalui titik B dibuat 𝐵𝐷 ⃡ sejajar sisi 𝐴𝐶 .̅ Maka
diperoleh ∠𝐴𝐶𝐵 ≅ ∠𝐶𝐵𝐷 dan ∠𝐶𝐴𝐵 ≅ ∠𝐷𝐵𝐸. Berdasar hubungan sudut-sudut yang terbentuk,
maka jumlah ukuran-ukuran sudut itu akan sama dengan ukuran sudut lurus. Akibat lain dari sifat
ini adalah jumlah ukuran dua sudut dalam suatu segitiga sama dengan besar sudut luar yang tidak
bersisian. Situasi ini ditunjukkan oleh Gambar 38.(a) di bawah ini. Sifat ini juga digunakan sebagai
jembatan untuk membuktikan sifat bahwa, “jika suatu sisi segitiga lebih panjang daripada sisi

20
lainnya, maka besar sudut yang berhadapan dengan sisi yang lebih panjang akan lebih besar
daripada besar sudut yang berhadapan dengan sisi yang lebih pendek”.

Sifat istimewa dari jumlah ukuran “sudut dalam” suatu segitiga ini juga dapat digunakan
untuk menentukan jumlah ukuran “sudut dalam” segi-n, 𝑛 ≥ 3. Detail dari masalah ini disajikan
dalam bagian Penalaran dan Pemecahan Masalah terkait Segitiga. Sifat istimewa ini juga
mengakibatkan bahwa suatu segitiga hanya dapat memiliki paling banyak satu sudut siku-siku.
Dalam matematika sekolah, sifat “jumlah sudut dalam segitiga digunakan untuk menyelesaikan
“masalah” seperti pada Gambar 38 (b). Pada masalah ini pertanyaannya, “berapakah 𝑥?”
Penyelesaian masalah ini diserahkan kepada pembaca.

Contoh lain penggunaan sifat “jumlah ukuran sudut dalam segitiga” disajikan di bawah ini. Yang
diminta di sini adalah besar sudut dan panjang sisi jajargenjang itu.

Karena DE=EB=BC dan berdasar sifat sisi jajargenjang, maka ADE sama kaki, sehingga
𝜇∠𝐴1 = 𝜇∠𝐸1. Pada ADE diperoleh 𝜇∠𝐴1 + 𝜇∠𝐸1 + 2𝑥 = 1800. Karena 𝜇∠𝐴1 = 𝜇∠𝐸1, maka
diperoleh 𝜇∠𝐸1 = 900 − 𝑥. Berdasar sifat sudut jajargenjang, maka 𝜇∠𝐷 + 𝜇∠𝐶 = 2𝑥 + 𝜇∠𝐶 =
1800, sehingga 𝜇∠𝐶 = 1800 − 2𝑥. Diketahui bahwa BCE sama kaki, sehingga 𝜇∠𝐶 = 𝜇∠𝐸3.
Dengan demikian kita peroleh 𝜇∠𝐸1 + 720 + 𝜇∠𝐸3 = 900 − 𝑥 + 720 + 1800 − 2𝑥 = 1800. Dari

21
persamaan ini diperoleh 𝑥 = 540, dan 𝜇∠𝐸1 = 900 − 𝑥 = 360. Pada ADE diperoleh sin360 𝐴𝐷 =
sin1080 12 ⟹ 𝐴𝐷 = 6 cos360 ≅ 7,42 (dibulatkan dua tempat desimal). Pada titik B, karena 𝜇∠𝐷
= 𝜇∠𝐵 dan 𝜇∠𝐸𝐵𝐶 = 360, maka 𝜇∠𝐸𝐵𝐴 = 720. Karena itu ABE adalah segitiga sama kaki,
dengan 𝐴𝐸 = 𝐴𝐵 sehingga AB=12. Jadi panjang sisi-sisi jajargenjang itu adalah 7,42 dan 12.

G. Segitiga hanya dapat memiliki paling banyak satu sudut siku-siku.

Perhatikan “segitiga kulit bumi” di bawah ini. Garis-garis bujur bumi berpotongan secara
tegak lurus dengan garis lintang. Tetapi karena bumi berbentuk bulat, maka garis-garis bujur itu
berpotongan di titik kutub. Karena itu, dua garis bujur dan satu garis lintang akan membentuk
suatu segitiga. Karena garis-garis bujur itu berpotongan secara tegak lurus dengan garis lintang,
maka segitiga yang terbentuk memiliki dua sudut siku-siku. Pada gambar di bawah ditunjukkan
oleh Gambar 40(b). Apakah pada Geometri Euclide situasi serupa bisa terjadi?

Pada sistem geometri Euclide suatu segitiga hanya dapat memiliki paling banyak satu sudut siku-
siku. Perhatikan segitiga di Gambar berikut:

Andaikan 𝛽 dan 𝛾 siku-siku, maka 𝛽 = 𝛾 = 900. Akibatnya 𝛽 + 𝛾 + 𝛼 = 1800 + 𝛼. Karena


𝛼 ≥ 0, maka 1800 + 𝛼 ≥ 1800. Kontradiksi dengan sifat sudut-sudut dalam segitiga, yaitu “jumlah
ukuran semua sudut dalam suatu segitiga adalah 1800”. Karena itu, pengandaian bahwa suatu
segitiga dapat memiliki lebih dari satu sudut siku-siku menimbulkan kontradiksi. Dengan
demikian, suatu segitiga tidak dapat memiliki lebih dari satu sudut siku-siku. Akibat lebih lanjut
dari sifat ini adalah, jika salah satu sudut suatu segitiga siku-siku atau tumpul, maka dua sudut

22
lainnya adalah sudut lancip. Dengan sifat ini, jika kita mengecek atau membuktikan suatu segitiga
siku-siku, maka cukup ditunjukkan bahwa salah satu sudut segitiga itu siku-siku. Cara berpikir
yang sama juga dapat digunakan untuk memeriksa suatu segitiga tumpul atau tidak, artinya jika
kita ingin mengetahui suatu segitiga tumpul atau tidak, maka cukup ditunjukkan bahwa salah satu
sudut segitiga itu tumpul.

H. Garis-Garis Istimewa pada Segitiga

Dalam pengkajian lebih dalam tentang segitiga dikenal ada garisgaris istimewa. Garis-garis
istimewa itu adalah; garis tinggi, garis berat, garis bagi, garis sumbu, garis Euler, dan garis Cevian
(Cevian Line). Penggunaan kata “garis”pada istilah “garis-garis istimewa” itu secara substansi dan
dari sistem Geometri Euclid sebenarnya tidaklah akurat, karena pada definisi formal, yang
dimaksud di situ adalah ruas garis. Secara persis, definisi formal dari tiap-tiap garis istimewa itu
disajikan sebagai berikut:

• Garis tinggi (Altitude)


Garis tinggi dari titik A pada segitiga ABC adalah ruas garis yang digambar dari titik A
tegak lurus pada 𝐵𝐶 ̅̅ atau garis yang memuat sisi 𝐵𝐶 .̅̅
• Garis berat (Median)
Ruas garis yang menghubungkan suatu titik sudut segitiga dengan titik tengah sisi di depan
sudut itu.
• Garis bagi sudut (Angle bisector)
Garis bagi sudut A adalah garis yang melalui titik sudut A dan “daerah dalam” sudut itu
sehingga terbentuk dua sudut bersisian yang kongruen.
• Bisektor Tegak lurus
Bisektor tegak lurus sisi 𝐵𝐶 ̅̅ pada ABC adalah ruas garis yang tegak lurus dan membagi
𝐵𝐶 ̅̅ menjadi dua bagian yang sama.
• Centroid Centroid adalah titik perpotongan ketiga garis berat (median) dari suatu segitiga.
• Orthocenter Titik potong dari ketiga garis tinggi suatu segitiga.
• Incenter Titik perpotongan ketiga bisektor sudut. Incenter ini juga disebut incircle.
• Incircle Lingkaran di dalam suatu segitiga dan menyinggung ketiga sisi segitiga itu.
• Circumcenter Titik perpotongan ketiga bisektor tegak lurus. Circumcenter adalah juga pusat
lingkaran luar
23
• Garis Euler Adalah garis yang menghubungkan centroid, circumcenter, dan orthocenter.
• Garis Cevian
Sebarang ruas garis yang menghubungkan suatu titik sudut pada segitiga dengan titik pada
sisi di depan sudut itu. Medians, garis tinggi, dan bisektor sudut adalah beberapa garis cevian
istimewa.
1. Garis Tinggi

Pada geometri di jenjang sekolah dasar atau sekolah menengah pertama, garis tinggi ini
digunakan untuk menentukan luas daerah segitiga. Dalam matematika sekolah telah kita ketahui
bahwa, jika 𝑡 adalah ketinggian ∆ABC pada sisi BC ̅̅ maka luas daerah segitiga itu dapat
dinyatakan dengan formula L∆ABC = 1/2 t ∙ BC. Kalau untuk segitiga lancip, formula luas daerah
ini dengan mudah dapat diterima karena altitude itu betul-betul memotong sisi BC .̅ Kalau pada
segitiga tumpul (dalam hal ini ∆PQR, bagaimana mendapatkan luas L∆PQR = 1/2 t ∙ PQ?
Perhatikan kembali gambar ∆PQR di bawah ini!

Pada Gambar 43 ada tiga segitiga, yaitu ∆PQR, ∆PTR, dan ∆QTR. Dari tiga segitiga ini
diperoleh hubungan L∆PTR = L∆PQR + L∆QTR atau L∆PQR = L∆PTR − L∆QTR = 1 2 PT ∙ t −
1 2 QT ∙ t = 1 2 PQ ∙ t. Hasil ini menandaskan bahwa penghitungan luas daerah segitiga

24
menggunakan garis tinggi tidak bergantung kepada posisi titik potong garis tinggi itu terhadap sisi
segitiga.

2. Garis Bagi (Bisektor) Sudut

Garis bagi suatu sudut adalah garis yang melalui titik sudut dan “daerah dalam” sudut itu,
sehingga terbentuk dua sudut bersisian (adjacent angle) (Alexander & Koeberlein, 2015) yang
kongruen. Secara umum, garis bagi sudut ada dua yaitu garis bagi sudut dalam dan garis bagi sudut
luar. Pada gambar di bawah ini disajikan sudut, daerah dalamnya, dan bisektor sudut itu. Daerah
yang diarsir adalah daerah dalam sudut, sinar 𝑂𝑃 melalui titik sudut dan daerah dalam sudut itu.
Sinar 𝑂𝑃 ini membentuk dua sudut bersisian, yaitu ∠𝐴𝑂𝑃 dan ∠𝑃𝑂𝐵. Jika kedua sudut bersisian
ini kongruen, maka 𝑂𝑃 dikatakan sebagai bisektor.

3. Garis Berat

̅̅
Misalkan D, E, dan F berturut-turut adalah titik tengah sisi 𝐴𝐶 ,𝐴𝐵 ̅̅ dan 𝐵𝐶 ̅̅ pada ∆𝐴𝐵𝐶.
̅̅
Maka 𝐵𝐷 ,𝐶𝐸 ̅̅ dan 𝐴𝐹 ̅̅ dikatakan garis-garis berat ∆𝐴𝐵𝐶. Dua sifat penting yang dimiliki oleh
garis berat ini adalah; (1) ketiga garis itu berpotongan di satu titik (concurrent) misalnya titik G,
(2) 𝐴𝐺:𝐺𝐹 = 2:1.

25
Bukti sifat ini dapat dilihat dalam (Hartshorne, 2000, hal. 53). Sifat istimewa yang
diberikan oleh garis berat ini adalah, bahwa tiga garis berat itu membagi daerah segitiga itu
menjadi enam daerah yang luasnya sama. Untuk penjelasan ini dapat diambil satu sampel. Sebagai
contoh, perhatikan ∆𝐵𝐺𝐹 dan ∆𝐶𝐺𝐹 pada gambar di bawah ini. Luas daerah kedua segitiga
segitiga ini sama, karena kedua segitiga itu memiliki ketinggian dan alas yang kongruen. Dengan
alasan yang sama dapat diklaim bahwa daerah 5 dan daerah 6 luasnya sama, demikian pula dengan
daerah 3 dan daerah 4. Pertanyaannya, apakah daerah 4 dan daerah 5 luasnya sama? Untuk
mempermudah penulisan, luas daerah 5 akan dilambangkan dengan 𝐿5.

Perhatikan ∆𝐴𝐵𝐶 dan garis berat 𝐴𝐹 .̅̅ Karena 𝐴𝐹 ̅̅ garis berat, maka 𝐵𝐹 ̅̅ ≅ 𝐹𝐶 ,̅̅ sehingga
∆𝐴𝐵𝐹 dan ∆𝐴𝐹𝐶 luasnya sama, atau 𝐿5 + 𝐿6 + 𝐿1 = 𝐿4 + 𝐿3 + 𝐿2. Karena 𝐿5 = 𝐿6 dan 𝐿3 = 𝐿4,
dan 𝐿1 = 𝐿2, maka diperoleh 𝐿5 = 𝐿4. Dengan cara analog dapat ditunjukkan bahwa 𝐿1 = 𝐿6. Ini
menunjukkan bahwa, ketiga garis berat itu membagi daerah suatu segitiga menjadi enam daerah
yang luasnya sama.

26
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Isi Buku
Pada buku utama, pendefenisian segitiga menggunakan poligon yang dikatakan bahwa “ segitiga
adalah polygon yang memiliki tepat tiga sisi. Perhatikan gambar segitiga dibawah. Segitiga ini
̅̅̅̅, 𝑄𝑅
dibei nama segitiga PQR. Ini bererti sisi-sisi segitiga itu adalah 𝑃𝑄 ̅̅̅̅, dan 𝑅𝑃
̅̅̅̅.

Dalam bahasa vektor, kita lihat bahwa vektor 𝒖̅, 𝒗̅, dan 𝒘̅ adalah tiga vektor berbeda karena
arahnya berbeda. Secara aljabar vektor, posisi ketiga vektor ini memenuhi persamaan 𝒖̅ + 𝒗̅ = 𝒘̅,
sehingga terbentuk segitiga vektor. Berdasar fakta ini maka dapat dikatakan bahwa segitiga itu
memiliki tiga sisi dan vektor 𝒖̅ dan 𝒗̅ adalah generator segitiga itu.

Sedangkan pada buku pembanding, Segitiga merupakan suatu bangun datar yang mempunyai
tiga buah sisi dan tiga buah sudut. Misalkan A, B, dan C adalah titik-titik yang tak segaris, sehingga
gabungan dari segmen AB , AC , dan BC disebut segitiga, dan dinotasikan dengan ΔABC.

3. 1 KELEBIHAN BUKU

Perhatikan gambar 3.2.1, titik-titik A, B, dan C disebut puncak dan segmen garis AB , AC , dan
BC disebut sisi. Setiap ΔABC mempunyai tiga sudut, yaitu BAC , ABC , dan ACB , atau
bisa ditulis dengan A , B, dan C .

27
Pada buku utama, kita ketahui bahwa, jika 𝑡 adalah ketinggian ∆ABC pada sisi BC̅̅ maka luas
daerah segitiga itu dapat dinyatakan dengan formula L∆ABC = 1/2 t ∙ BC. Nilai yang diperoleh itu
diyakini sebagai luas daerah segitiga yang dimaksud. Jika luas daerah segitiga itu dihitung
menggunakan ketinggian dan “alas” yang lain, apakah dapat dipastikan luas daerah segitiga
“tetap”.

Dengan penggunakan pengertian sinus, pada gambar (a) diperoleh 𝑡 = 𝑏 sin(𝛼) = 𝑎sin(𝛽). Karena
itu, L∆ABC = 1/2 ct = 1 2 cb sin(α) = 1/2 ca sin(β). Sedangkan jika dilihat dari gambar (b), x = c
sin(α) = a sin(γ). Karena itu, dengan cara analog diperoleh L∆ABC = 1/2 bx = 1/2 bc sin(α) = 1/2
ba sin(γ). Jadi dalam penggunaan trigonometri ini diperoleh L∆ABC = 1/2 ct = 1/2 bx, yaitu luas
daerah segitiga bebas terhadap pemilihan ketinggian.

Sedangkan pada buku pembanding, Luas suatu segitiga adalah setengah dari perkalian panjang
satu sisi alas dengan garis tinggi terhadap sisi tersebut. Perhatikan gambar 3.2.4, misalkan
diberikan suatu ΔABC dengan garis tinggi h dari A ke BC dengan D adalah titik potongnya. Akan
dibuktikan LΔABC = hBC. Misalkan BD = a1 dan CD = a2 , sehingga BC = a1 + a2 adalah sisi
alasnya. Perhatikan ΔADB dan ΔADC. Karena ΔADB dan ΔADC adalah segitiga siku-siku, yang
menyebabkan

Dan pada buku pembanding tidak dijelaskan luas segitiga dengan menggunakan aturan sinus.

28
B. Kelebihan dan Kekurangan Buku

Kelebihan :
Buku utama
• Memiliki materi yang lengkap dan penjelasan materinya mudah dipahami.

• Banyak menjelaskan dalam bentuk kalimat dari pada menjelaskan dalam bentuk angka.

• Pada setiap sub bab penjelasannya dilengkap dengan gambar –gambar pendukung.

• Disetiap akhir bab, terdapat latihan-latihan, sehingga dapat mengasah sejauh mana pemahaman
pembaca dalam materi tersebut dengan berlatih soal.

Buku pembanding

• Memiliki penjelasan yang mudah dipahami

• Tampilan sampul menarik yang membuat mata tidak bosan melihat

• Contoh soalnya dilengkapi dengan penjelasan yang mudah dipahami dan disertakan juga
gambar pendukung dari contoh soal tersebut

• Disetiap akhir bab, terdapat latihan-latihan, sehingga dapat mengasah sejauh mana pemahaman
pembaca dalam materi tersebut dengan berlatih soal.

Kekurangan:
Buku utama

• Memiliki tampilan buku yang kurang menarik.

• Tidak memiliki contoh soal pada setiap sub bab penjelasannya,

Buku Pembanding

• Dibandingkan dengan buku utama, buku ini tidak menyinggung konsep dasar segitiga, hanya
banyak menjelaskan tentang trigonometri segitiga.

29
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Segitiga merupakan bangun geometri dibentuk oleh 3 buah garis saling bertemu dan membentuk
3 buah titik sudut .Bangun segitiga yang dilambangkan dengan ∆ memiiki jumlah sudut pada
segitiga besarnya adalah 180 derajat ,memiliki tiga titik sudut dan juga tiga sisi.Dan juga kita bisa
mengetahui jenis jenis segitiga baik dia menurut panjang sisinya dan menurut besar sudutnya .Dan
juga tentang materi sudut-sudut,yang dimana merupakan suatu daerah yang terbentuk dari dua
sinar yang pangkalnya saling bertemu di satu titik.Juga mengerti bahwa segitiga itu ada yang
bersudut lancip,tumpul,sudut siku siku,sudut lurus dan sudut lingkaran.

B. Saran
Kedua buku ini pada dasarnya sangat baik sebagai panduan memahami segitiga akan tetapi
baiknya kedua buku ini makin memperdalam materi baik dari segi defenisi, teori-teori, rumus,
contoh soal serta soal latihannya, agar para pembaca semakin paham dengan materi kalkulus
integral. Serta memperbaiki berdasarkan apa yang telah dipaparkan dari kekurangan-kekurangan
oleh kedua buku ini.

30
DAFTAR PUSTAKA
Parta,I Nengah,dkk.2019.Segitiga. Malang:Penerbit & Percetakan
Marshadi. 2015. Geometri Edisi Kedua. Unri Press.

31
LAMPIRAN
A. BUKU UTAMA

32
B. BUKU PEMBANDING

33

Anda mungkin juga menyukai