Anda di halaman 1dari 11

Pemisahan Kurkuminoid Dari Rimpang Temulawak Secara Kromatografi Kolom

Widya Pasha Citra Sari_22010318120013

ABSTRAK

Kromatografi kolom merupakan teknik pemisahan campuran dengan menggunakan suatu kolom
dengan fase diam dan fase gerak. Prinsip kerja kromatografi kolom yaitu zat cair sebagai fasa
gerak akan membawa cuplikan enyawa mengalir melalui fasa diam sehingga terjadi interaksi
berupa adsorbsi senyawa-senyawa tersebut oleh padatan dalam kolom. Prinsip KLT adalah
adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi
adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah ke dalam
pelarut yang digunakan. Praktikum bertujuan untuk memisahkan senyawa kurkumin,
desmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin dari ekstrak rimpang Temulawak secara
kromatografi kolom dan untuk mengidentifikasi kemurnian isolat kurkumin,
desmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin secara kromatografi lapis tipis. Metode
pemisahan dilakukan dengan membuat ekstrak etanol dari simplisia rimpang temulawak.
Pembuatan kolom dilakukan dengan metode basah yaitu dengan membuat campuran eluen
CHCl2 : metanol (99:1) dan silika gel 60. Kolom dibersihkan dengan pelarut heksana dan
kemudian dengan etanol. Eluen CHCl2 : metanol (99:1) dimasukkan hingga menempati 2/3
bagian kolom dan kecepatan kran diatur hingga 15-20 tetes per menit. Campuran eluen dan silika
dimasukkan hingga ¾ tinggi kolom dan eluen dibiarkan tetap mengalir hingga silika gel tertata
rapi dan homogen. Ekstrak dimasukkan dalam kolom dan dielusi. Eluat dan isolat komponen
ekstrak yang keluar ditampung dalam botol tiap 5 mL. Isolat komponen ekstrak dipekatkan,
ditotolkan pada plat KLT dan dielusi. Noda yang diperoleh diamati dan diidentifikasi
berdasarkan nilai Rf. Hasil yang diperoleh nilai Rf kurkumin sebesar 0,83; Rf
Demetoksikurkumin sebesar 0,68; dan Rf Bidesmetoksikurkumin sebesar 0,56. Urutan kepolaran
senyawa-senyawa dalam kurkuminoid dari yang paling polar ke yang paling non-polar adalah,
bidesmetoksikurkumin, desmetoksikurkumin dan kurkumin.

Kata kunci : Kromatografi Kolom, Temulawak, Kurkuminoid.

Praktikum Fitokimia (Acara III) 1


PENDAHULUAN
Pada dasarnya kromatografi kolom adalah pemisahan komponen- komponen dalam
sampel dengan cara mengalirkan sampel melewati suatu kolom. Sampel dalam hal ini dibawa
oleh carrier atau fase gerak (mobilephase). Sedangkan kolom berisi suatu bahan yang disebut
fase diam (stationary phase) yang berfungsi memisahkan komponen-komponen sampel. Prinsip
pemisahan kromatografi adsorpsi adalah kompetisi antara zat terlarut (sampel) dan fase gerak
dengan permukaan fase diam. Kekuatan adsorpsi terutama tergantung sifat gugus fungsionalnya,
dimana gugus- gugus fungsional ini menentukan tingkat kepolaran. Proses adsorpsi dipengaruhi
oleh kekuatan ikatan antara solut dan adsorben dan kekuatan untuk memisahkan solut dari
adsorben1.

Pengisian adsorben dalam kolom dapat dilakukan menggunakan dua cara yaitu pengisian
dengan cara basah dan pengisian cara kering. Pengisian cara basah dilakukan dengan membuat
campuran antara adsorben dengan eluen yang akan digunakan untuk elusi. Campuran dibuat
dengan kekentalan tertentu agar dapat dituang dalam kolom. Adsorben ditambahkan pada pelarut
sedikit demi sedikit agar tidak terjadi gumpalan dalam campuran. Campuran ynag terbentuk
dimasukkan dalam kolom menggunakan corong. Selama proses pemasukan adsorben campuran,
dinding kolom diketuk- ketuk agar lapisan yang terbentuk benar- benar mampat dan juga tidak
terdapat gelembung. Kran bagian bawah dari kolom dibuka untuk mengeluarkan pelarut.
Langkah tersebut diulang sampai seluruh adsorben yang akan digunakan untuk elusi berhasil
dimasukkan dalam kolom. Setelah itu, ditunggu cairan yang berada diatas adsorben sampai
jernih2.

Pengisian cara kering dilakukan dengan cara kolom diisi dengan eluen yang akan
digunakan untuk elusi sebanyak 2/3 bagian. Adsorben yang akan digunakan dimasukkan secara
perlahan sambil diketuk- ketuk dinding secara perlahan. Kran bagian bawah kolom dibuka agar
semua pelarut keluar dan adsorben masuk ke dalam kolom. Setelah semua adsorben masuk ke
dalam kolom, dibiarkan kolom beberapa saat sampai cairan yang berada diatas adsorben menjadi
jernih. Jumlah eluen atau pelarut harus selalu diatas batas adsorben2.

Praktikum Fitokimia (Acara III) 2


Fase diam kolom kromatografi berupa padatan yang memiliki kemampuan absorbsi atau
menyerap. Silika gel adalah fase diam (adsorben) yang paling sering digunakan untuk pemisahan
produk alam. Banyaknya adsorben yang digunakan bergantung pada tingkat kesulitan pemisahan
dari suatu senyawa dan jumlah sampel yang akan dipisahkan. Secara umum, tiap gram sampel
yang dipisahkan membutuhkan adsorben 30 – 50 gram. Jika pemisahan yang dilakukan cukup
sulit, jumlah adsorben yang dibutuhkan dapat mencapai 200 gram. Jumlah adsorben yang
dibutuhkan akan lebih sedikit untuk pemisahan senyawa-senyawa yang perbedaan kepolarannya
cukup besar2.

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak digunakan, metode ini
menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan
kering. Untuk menotolkan karutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarya menggunakan
mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan
pengelusi di dalam wadah yang tertutup KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-
senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida- lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi
kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil1. Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi
dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan3.

Fraksi pati merupakan kandungan yang terbesar pada rimpang temulawak (Pati 48,18%-
59,64%). Makin tinggi tempat tumbuh maka kadar pati semakin tinggi. Pati rimpang temulawak
terdiri dari abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kalium, natrium, kalsium magnesium,
besi, mangan, dan kadmium. Fraksi kurkuminoid (1,60%-2,20%) yang terdapat pada rimpang,
kurkuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning kurkumin dan turunannya dan minyak atsiri
(6,00%-10,00%) yaitu isofuranogermakren, trisiklin, allo-aromadendren, germakren,
xanthorrizol. Kurkuminoid merupakan unsur non zat gizi yang mempunyai sifat atau
karakteristik yaitu senyawa khas dari kurkumin (flavour) yang berwarna kuning dan bersifat
aromatik, terdiri dari campuran kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin4.

Praktikum Fitokimia (Acara III) 3


METODE

Praktikum “Pemisahan Kurkuminoid Dari Rimpang Temulawak Secara Kromatografi


Kolom” ini dilaksanakan secara online di Microsoft teams, pada saluran Praktikum farmakognosi
dan fitokimia kelas A, pada hari Jumat, 15 Mei 2020. Alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah kolom kromatografi, statif, klem, corong gelas, kertas saring, beaker glass 250 mL,
corong pisah 250 mL, vial volume 10 mL, bejana KLT, pipet tetes, gelas ukur 100 dan 250 mL,
erlenmeyer 500 mL, batang pengaduk, spatula, dan water bath. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah rimpang temulawak, diklorometan, methanol, asam sulfat
10%, silica gel 60, heksan, etanol, dan plat KLT HF254.

Cara kerja “Pemisahan Kurkuminoid Dari Rimpang Temulawak Secara Kromatografi


Kolom” adalah dengan cara menyiapkan sampel terlebih dahulu. Penyiapan sampel dilakukan
dengan ditimbang 50 g rimpang temulawak, masukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 150
ml etanol. Dipanaskan diatas waterbath selama 15 menit. Saring dan pekatkan filtrat yang
diperoleh menggunakan rotary evaporator. Setelah sampel sudah disiapkan, dilakukan penyiapan
klom kromatografi dengan cara dimasukkan 50 ml eluen CHCl2 : MeOH (99:1) dalam beaker
glass dan ditambahkan 10 g silika gel 60 secara perlahan seraya diaduk dan pastikan tidak ada
gelembung udara pada silika gel dan eluen. Bersihkan kolom kromatografi dengan pelarut
heksana, kemudian dengan etanol dan dikeringkan dengan hair dryer. Masukkan eluen CHCl2 :
MeOH (99:1) dalam kolom kromatografi hingga mencapai 2/3 tinggi kolom. Buka kran kolom
kromatografi perlahan, atur kecepatan tetesan eluen 15-20 tetes permenit. Masukkan silika gel
yang telah dicampur dengan eluen ke dalam kolom kromatografi dengan cara dekantir. Setelah
semua silika gel dimasukkan ke kolom kromatogafi atau telah menempati ¾ tinggi kolom,
biarkan aliran pelarut kolom tetap mengalir hingga silika gel tertata rapi dan homogen dalam
kolom. Langkah selanjutnya adalah mengelusi sampel dengan cara dimasukkan ekstrak pekat
rimpang Temulawak sebanyak 0,5 ml dan elusi dengan eluen CHCl2 : MeOH (99:1). Tampung
eluat yang diperoleh dalam botol vial setiap 5 ml. Tempatkan pita-pita isolat komponen ekstrak
rimpang Temulawak hasil pemisahan dalam vial secara khusus dan diberi kode. Langkah
terakhir adalah mengidentifikasi kemurnian isolat hasil pemisahan rimpang temulawak dengan
cara dipekatkan larutan yang mengandung isolat hasil pemisahan dengan kolom kromatografi.
Totolkan masing-masing isolat pada KLT Silika Gel HF254 dan elusi dengan eluen CHCl 2 :

Praktikum Fitokimia (Acara III) 4


MeOH (97:3). Amati noda yang terbentuk pada plat KLT dibawah lampu UV 254 dan 366.
Gunakan penampak bercak asam sulfat 10% untuk mengidentifikasi semua noda yang berhasil
dipisahkan dan dihitung Rf noda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada dasarnya kromatografi kolom adalah pemisahan komponen- komponen dalam


sampel dengan cara mengalirkan sampel melewati suatu kolom. Sampel dalam hal ini dibawa
oleh carrier atau fase gerak (mobilephase). Sedangkan kolom berisi suatu bahan yang disebut
fase diam (stationary phase) yang berfungsi memisahkan komponen-komponen sampel. Prinsip
pemisahan kromatografi adsorpsi adalah kompetisi antara zat terlarut (sampel) dan fase gerak
dengan permukaan fase diam. Kekuatan adsorpsi terutama tergantung sifat gugus fungsionalnya,
dimana gugus- gugus fungsional ini menentukan tingkat kepolaran. Proses adsorpsi dipengaruhi
oleh kekuatan ikatan antara solut dan adsorben dan kekuatan untuk memisahkan solut dari
adsorben1.

Pemisahan kurkuminoid dari rimpang Temulawak secara kromatografi kolom pertama-


tama dilakukan dengan disiapkan sampel yang akan diuji. Penyiapan sampel dimulai dengan
mengekstraksi simplisia rimpang Temulawak. Serbuk rimpang Temulawak dilarutkan dengan
etanol dan kemudian dipanaskan diatas water bath. Menurut Khunaifi 5, ekstraksi bertujuan untuk
memisahkan komponen aktif menggunakan pelarut tertentu. Menurut Febriani6, etanol
merupakan pelarut universal yang dapat menyari senyawa polar, nonpolar dan semi polar.
Menurut Chattopadhyay18, kurkumin berbentuk kristal dan bisa dilarutkan. Kurkumin tidak dapat
larut dalam air, tetapi larut dalam etanol. Hasil ekstraksi kemudian disaring dan filtrat dipekatkan
menggunakan rotary evaporator. Menurut Khunaifi5, tujuan pemekatan adalah memekatkan
ekstrak dan memisahkan antara pelarut dan senyawa aktif.

Langkah selanjutnya setelah menyiapkan sampel uji yaitu menyiapkan kolom


kromatografi. Penyiapan kolom dilakukan dengan metode basah (slurry methode) dengan
CHCl2 : MeOH (99:1) dan (97:3) digunakan sebagai pelarut dan silica gel digunakan sebagai
fase diam (adsorben) yang bersifat polar. Eluen CHCl2 : MeOH (99:1) ditambahkan dengan
silika gel 60 untuk membuat campuran. Alasan pemilihan eluen tersebut adalah menurut Kirk13,
diklorometana (CHCl2) berfungsi sebagai pelarut organic non polar yang baik dan mudah
menguap, sedangkan menurut Romadanu14, methanol tergolong pelarut yang polar. Perbandingan

Praktikum Fitokimia (Acara III) 5


campuran diklorometana dan menthol yaitu 99:1 dan 97:3 yang membuat eluen ini bersifat non
polar. Pencampuran dilakukan secara perlahan dan pastikan tidak ada gelembung udara pada
silika gel dan eluen. Menurut Rachman7, gelembung udara yang terbentuk dapat menahan
pergerakan eluen maupun sampel, sehingga proses pemisahan tidak optimal. Kolom
kromatografi kemudian dibersihkan dengan pelarut heksana, kemudian dengan etanol dan
dikeringkan dengan hair dryer. Menurut Munawaroh15, pembersihan kolom kromatografi
bertujuan untuk menetralisir kolom agar tidak terdapat kontaminasi senyawa lain. Penggunaan
pelarut heksana untuk membersihkan kolom kromatografi untuk membersihkan senyawa
pengotor pada kolom yang bersifat non polar, dikarenakan heksana merupakan pelarut nonpolar.
Menurut Wulan16, pembersihan kolom selanjutnya menggunakan ethanol dikarenakan ethanol
merupakan pelarut polar sehingga dapat membersihkan pengotor yang bersifat polar pada kolom.
Eluen CHCl2 : MeOH (99:1) dimasukkan dalam kolom kromatografi hingga mencapai 2/3 tinggi
kolom. Kran kolom kromatografi dibuka perlahan dan diatur kecepatan tetesan eluen menjadi
15-20 tetes permenit. Menurut Gandjar10, kran bagian bawah kolom dibuka agar semua pelarut
keluar dan adsorben masuk kedalam kolom 3 sedangkan kecepatan penetesan diatur bertujuan
agar tetesan yang keluar dapat berlangsung secara kontinyu. Silika gel yang telah dicampur
dengan eluen dimasukkan ke dalam kolom kromatografi dengan cara dekantasi hingga ¾ tinggi
kolom. Menurut Musa’adah17, metode dekantasi digunakan untuk memisahkan campuran yang
penyusunnya berupa cairan dan padatan. Dekantasi dilakukan dengan menuang cairan ke wadah
lain secara hati-hati supaya padatan terpisah dari cairan. Untuk memudahkan proses dekantir
dapat digunakan pengaduk saat menuang cairan. Dengan demikian, cairan tidak mengalir ke luar
wadah dan dapat terpisah dari padatan dengan baik. Aliran pelarut pada kolom dibiarkan tetap
mengalir hingga silika gel tertata rapi dan homogen dalam kolom.

Setelah selesai pembuatan kolom kromatografi, dilakukan elusi pada sampel. Langkah ini
dilakukan dengan cara memasukkan ekstrak pekat rimpang Temulawak yang telah dibuat
sebelumnya sebanyak 0,5 ml kemudian elusi dengan eluen CHCl2 : MeOH (99:1). Menurut
Rahmawati8, campuran pelarut efektif untuk memisahkan masing-masing komponen senyawanya
yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda. Eluat yang diperoleh ditampung dalam botol vial
setiap 5 ml. Pita-pita isolat komponen ekstrak rimpang Temulawak hasil pemisahan ditempatkan
dalam vial secara khusus dan diberi kode. Isolat ditampung tiap volume tertentu dimaksudkan

Praktikum Fitokimia (Acara III) 6


agar hasil pemisahan tidak kembali bercampur apabila ditampung pada satu wadah dan dapat
mempermudah identifikasi senyawa sebagai suatu senyawa tunggal.

Isolat yang diperoleh dari pemisahan kolom kromatografi kemudian diidentifikasi


kemurniannya. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan metode KLT. Isolat sebelumnya
dipekatkan terlebih dahulu dan kemudian ditotolkan pada plat KLT Silika Gel HF254 dan elusi
dengan eluen CHCl2 : MeOH (97:3). Menurut Khunaifi5, tujuan pemekatan adalah memekatkan
ekstrak dan memisahkan antara pelarut dan senyawa aktif. Menurut Rahmawati 8, campuran
pelarut efektif untuk memisahkan masing-masing komponen senyawanya yang memiliki tingkat
kepolaran yang berbeda. Penggunaan silika gel HF254 dimaksudkan karena eluen yang
digunakan bersifat non polar, sehingga digunakan silika gel yang bersifat polar agar dapat
digunakan untuk memisahkan komponen senyawa yang ada. Hal ini sesuai dengan literatur
menurut Kusuma9, bahwa silika gel HF254 bersifat polar serta dapat berfluoresensi pada panjang
gelombang 254 nm. Noda yang terbentuk pada plat KLT diamati dibawah lampu UV 254 dan
366. Menurut Gandjar10, penampakan noda pada panjang gelombang 254 nm karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat ausokrom yang ada pada noda,
sedangkan panjang gelombang 365 nm digunakan untuk menampakan nodanya atau dikatakan
untuk melihat fluoresensi pada noda. Penampak bercak yaitu asam sulfat 10% digunakan untuk
mengidentifikasi noda yang berhasil dipisahkan dan dihitung Rf noda. Menurut Khunaifi 5,
penyemprotan dengan asam sulfat dapat memperjelas noda yang ada pada plat KLT.

Berdasarkan penelitian Risthanti11, pemisahan kurkuminoid menggunakan KLT dengan


pelarut kloroform:methanol (9:1), diperoleh nilai Rf kurkumin sebesar 0,83; Rf
Demetoksikurkumin sebesar 0,68; dan nilai Rf Bidesmetoksikurkumin sebesar 0,56. Hasil nilai
Rf yang didapatkan dapat diidentifikasi sifat kepolaran dari senyawa. Senyawa yang memiliki
nilai Rf tinggi merupakan senyawa non-polar karena berikatan kuat dengan eluen yang bersifat
non-polar. Berdasarkan hasil maka disimpulkan bahwa senyawa kurkumin merupakan senyawa
yang bersifat non-polar, desmetoksikurkumin bersifat semi-polar dan bidesmetoksikurkumin
bersifat polar. Menurut Risthanti11, kurkumin memiliki kepolaran yang paling rendah karena
memiliki nilai Rf yang tinggi. Sedangkan menurut Risthanti 11, senyawa yang paling polar adalah
bidesmetoksikurkumin, karena memiliki afinitas yang tinggi terhadap fase diam dan memiliki
nilai Rf yang paling rendah. Hasil yang diperoleh sesuai dengan literatur menurut Risthanti 11,

Praktikum Fitokimia (Acara III) 7


urutan kepolaran senyawa-senyawa dalam kurkuminoid dari yang paling polar ke yang paling
non-polar adalah, bidesmetoksikurkumin, desmetoksikurkumin dan kurkumin.

Menurut Risthanti11 , nilai Rf standar kurkumin yaitu sebesar 0,84; desmetoksikurkumin


0,69; bidesmetoksikurkumin 0,57. Dari hasil nilai Rf pada penelitian Risthanti 11 dibandingkan
dengan nilai Rf standar dapat disimpulkan bahwa isolate yang didapatkan telah murni
dikarenakan nilai Rf pada penelitian Risthanti 11 sudah mendekati nilai Rf standar serta metode
validasinya juga sesuai dengan standar. Alasan penggunaan literature penelitian ini adalah karena
kesamaan penggunaan eluen campuran dimana eluen non polar lebih mendominasi digunakan
dibandingkan dengan eluen polar. Sehingga keseluruhan eluen bersifat non polar, hal tersebut
sama seperti sifat eluen campuran yang digunakan pada praktikum ini.

Menurut Wulandari12, analisis dengan menggunakan KLT dapat menentukan kemurnian


suatu senyawa. Penentuan kualitatif analit KLT dilakukan dengan cara membandingkan nilai Rf
analit dan standart. Noda analit yang memiliki Rf sama dengan standar diidentifikasi kemurnian
analit dengan cara membandingkan spektrum densitometri analit dan standart.

KESIMPULAN

1. Pemisahan senyawa kurkumin, bidesmetoksikurkumin, dan desmetoksikurkumin dari ekstrak


rimpang temulawak dilakukan menggunakan kromatografi kolom dengan metode basah
(slurry methode). Eluen yang digunakan dalam praktikum ini adalah eluen CHCl2 : MeOH
(99:1). Noda yang terbentuk pada plat KLT diamati dibawah lampu UV 254 dan 366
kemudian diidentifikasi dan dihitung Rf noda.
2. Identifikasi kemurnian isolat kurkumin, desmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin
secara kromatografi lapis tipis. Pemisahan kurkuminoid menggunakan KLT dengan pelarut
kloroform:methanol (9:1), diperoleh nilai Rf kurkumin sebesar 0,83; Rf Demetoksikurkumin
sebesar 0,68; dan Rf Bidesmetoksikurkumin sebesar 0,56. Urutan kepolaran senyawa-
senyawa dalam kurkuminoid dari yang paling polar ke yang paling non-polar adalah,
bidesmetoksikurkumin, desmetoksikurkumin dan kurkumin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wati, N. Peningkatan Kualitas Minyak Nilam Melalui Proses Adsorpsi Menggunakan
Adsorben γ-Alumina Dengan Sistem Flow. Indonesian Journal of Chemical Research. 2014;

Praktikum Fitokimia (Acara III) 8


2
(1).
2. Kristanti, A., dkk. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: UNAIR- Press; 2008.
3. Sudarmadji, S, dkk. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty; 2007.
4. Oktaviana P. R. Kajian Kadar Kurkuminoid, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada Berbagai Teknik Pengeringan dan Proporsi
Pelarutan. [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta; 2010.
5. Khunaifi, M. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (ten.)
Steenis) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. [Skripsi].
Malang: UIN Malang; 2010.
6. Febriani NW. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan fraksi-fraksi dari ekstrak etanol daun
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Bacillus
subtilis serta profil KLTnya. [Naskah publikasi]. Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta; 2014.
7. Rachman S. D, Zakiyah M, R. Ukun M.S. Soedjanaatmadja. Alga Merah (Gracilaria
coronopifolia) sebagai Sumber Fitohormon Sitokinin yang Potensial. Chimica et Natura Acta.
Vol. 5 No. 3: 124-131; 2017.
8. Rahmawati F. Optimasi Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada Pemisahan
Senyawa Alkaloid Daun Pulai (Alstonia scholaris L.R.Br). [Skripsi]. Jurusan Kimia. Fakultas
Sains Dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang;
2015
9. Kusuma, T. M dan Nurul U. Isolasi dan Identifikasi Minyak Atsiri dari Simplisia Basah dan
Simplisia Kering Daun Sirih Merah. Journal Pharmacy. 2014; 11(02).
10. Gandjar IG, Rohman A. Kimia farmasi analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2007.
11. Risthanti, dkk. Penetapan Kadar Kurkuminoid Dalam Ekstrak Campuran Curcuma
domestica Val. dan Curcuma xanthorriza Roxb. Sebagai Bahan Baku Jamu Saintifik Secara
KLT- Densitometri. Pharmaceutical Journal of Indonesia. 2019; 5(1):37-43.
12. Wulandari, L. Kromatografi Lapis Tipis. PT. Taman Kampus Presindo, Jember; 2011.
13. Kirk dan Othmer. Encyclopedia of Chemical Technology. Canada: John Willey and Sons
Inc; 1982.

Praktikum Fitokimia (Acara III) 9


14. Romadanu, R. Hanggita,S., dan Lestari, S.D. Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Bunga Lotus (Nelumbo nucifera). Fishtech. 2014; 3(1): 1-7.
15. Munawaroh, S., dan Prima, A. H. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.)
Dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. Jurnal Kompetensi Teknik. 2010; 2(1): 73-78.
16. Wulan NF. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi – Fraksi Dari Ekstrak Etanol
Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Dan
Bacillus subtilis Serta Profil KLTnya. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2014.
17. Musa’adah ZH. Studi Komparasi Antara Pembelajaran Dengan Metode Demonstrasi dan
Pembelajaran Dengan Media Film Terhadap Hasil Belajar IPA Terpadu Materi Pemisahan
Campuran Pada Siswa Kelas VII MTs Bustanul – Ulum Pati. Skripsi, Universitas Islam
Negeri Walisongo Semarang; 2011.
18. Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjee RK. Turmeric and curcumin:
Biological actions and medicinal applications, Curr. Sci. 2014; 87. 44-53.
LAMPIRAN
Hasil Hasil (polar/
Nama Senyawa Nilai
No Pengamatan semipolar/ Keterangan
Rf
KLT non polar)
1. Kurkumin 0, 83 Non- Elusi sampel
a polar dilakukan
dengan eluen
kloroform:
methanol (9:1)

(Risthanti, 2019)

Praktikum Fitokimia (Acara III) 10


2. Desmetoksikurkumin 0,68 Semi- Elusi sampel
polar dilakukan
dengan eluen
kloroform:
methanol (9:1)
b

(Risthanti, 2019)

3. Bidesmetoksikurkumin 0,56 Polar Elusi sampel


dilakukan
dengan eluen
kloroform:
methanol (9:1)

(Risthanti, 2019)

Praktikum Fitokimia (Acara III) 11

Anda mungkin juga menyukai