Anda di halaman 1dari 10

LAPSEM BIO

ISOLASI METABOLIT SEKUNDER

1. TUJUAN
Dapat mendemonstrasikan teknik pemisahan senyawa kurkumin dari isolat kurkuminoid
menggunakan metode ekstraksi padat-cair dan kromatografi.
2. DASAR TEORI
Isolasi adalah proses pengambilan atau pemisahan senyawa bahan alam dengan
menggunakan pelarut yang sesuai (Djamal, 2008). Proses isolasi dimulai dari ekstraksi
kemudian dilanjutkan dengan pemisahan (partisi padat-cair) dan tahap terakhir adalah
pemurnian (kromatografi).
Ekstraksi merupakan proses yang dilakukan oleh cairan penyari untuk menarik
keluar zat aktif yang beberapa terdapat pada tanaman obat. Zat aktif berada dalam sel
sehingga untuk dapat mengeluarkan zat aktif dari dalam sel diperlukannya suatu cairan
penyari atau pelarut tertentu. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah methanol,
etanol, kloroform, heksan, eter, aseton, benzene dan etil asetat (Najib, 2018). Tujuan
ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dari campurannya atau simplisia
(Hanani, 2015)
Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan untuk memperoleh
komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan menggunakan pelarut
yang sesuai (Najib, 2018). Prinsip ektraksi padat-cair adalah Pelarut berdifusi ke
dalam pori padatan. Zat terlarut (solut) yang ada dalam padatan larut ke dalam pelarut
lalu karena adanya perbedaan konsentrasi, campuran solut dalam pelarut berdifusi keluar
dari permukaan padatan (Prayudo et al., 2015).
Pemisahan menggunakan kromatografi kolom atau disebut juga kolom terbuka,
dilakukan berdasarkan adsorpsi senyawa-senyawa dari suatu campuran yang memiliki
afinitas berbeda-beda pada permukaan fase diam atau penjerap. Fase gerak yang dialirkan
akan melarutkan dan membawa komponen-komponen dalam campuran dengan kecepatan
yang berbeda-beda sesuai dengan afinitas terhadap penjerap (Hanani, 2015). Senyawa
dengan afinitas tinggi terhadap fase diam akan lebih susah terelusi oleh fase gerak. Fase
diam yang dapat digunakan antara lain silika gel, sefadeks dan alumunium oksida.
Pengisian fase diam pada kolom dapat dilakukan secara kering (dry packing) atau secara
basah (wet packing). Ada beberapa modifikasi yang dilakukan pada kromatografi kolom
untuk mempercepat waktu pemisahan dengan menambahkan pompa vakum (vacuum
liquid chromatography) ataupun dengan menambahkan tekanan (flash liquid
chromatography).
Isolasi senyawa metabolit sekunder akan dilakukan pada senyawa
kurkumin. Kurkuminoid merupakan senyawa sekunder kelompok fenol pada tanaman
Curcuma, terbentuk melalui jalur asam sikimat dan asam malonat dari prekursor
karbohidrat sederhana fosfoenol piruvat dan eritrosit 4 fosfat menjadi asam amino
aromatik. Fenil-alanin merupakan salah satu asam amino aromatik yang banyak
ditemukan pada tanaman tinggi, senyawa ini diproses menjadi trans-asam sinamat dengan
mengeliminasi amonia menggunakan katalis fenilalanin-amonik-lyase, menghasilkan
fenol sederhana dan fenol kompleks (Nihayati, 2016)

3. ALAT DAStatif dan klemN BAHAN


Alat :
- Timbangan analitik
- Kolom kromatografi
- untuk kolom kromatografi
- Beaker glass 250ml
- Batang pengaduk
- Gelas ukur 50ml
- Sendok tanduk/spatula
- Corong kaca
- Kaca arlo ji
- Cawan porselen diameter 120mm
- Mortir dan stamper
- Vial yang telah dikalibrasi 5 mL
- Water Bath evaporator
- Magnetic stirrer
- Corong buchner + vacuum
- Oven
Bahan:
- Ekstrak etanol kunyit/ ekstrak kasar kurkuminoid
- Diklorometan
- Metanol
- Silica gel 60 for column chromatography
- Vaselin
- Tisu
- Label
- Kertas saring
- Kapas / glasswool
- Alumunium foil
- Plat KLT Silica gel GF254
- n-heksan
4. PROSEDUR KERJA (BAGAN ALIR)
a. Ekstraksi padat-cair

b. Penyiapan Kolom kromatografi


c. Penambahan sampel dalam kromatografi kolom

d. Proses elusi menggunakan eluen


5. HASIL PENGAMATAN

6. PENGOLAHAN DATA

7. PEMBAHASAN

Praktikum ini dilakukan isolasi metabolit sekunder kurkumin.

Langkah pertama pada percobaan ini adalah ekstraksi padat cair. Ekstraksi padat cair
dilakukan dengan menimbang ekstrak kental kunyit sebanyak 1,5 gram, kemudian dilarutkan
dengan 37,5 ml n-heksan. Pelarut n-heksan berfungsi untuk menarik senyawa-senyawa yang
polaritasnya sama agar terpisah dari sampel sehingga diperoleh senyawa kurkuminoid murni.
Pelarut n-heksan memiliki polaritas yang sama dengan minyak atsiri. Digunakan pengaduk
magnet selama dua jam, selanjutnya dilakukan penyaringan sehingga minyak atsiri ikut terbawa
dengan n-heksan. Serbuk yang tertinggal pada kertas saring merupakan serbuk kurkuminoid
yang lebih murni (Haryani, 2021). Serbuk kurkuminoid di kertas saring dikeringkan
menggunakan oven dengan suhu 40 C selama 45 menit untuk menghilangkan n-heksan yang
tersisa.
Hasil rendemen yang diperoleh dari ekstraksi tersebut adalah 57,666%. Berdasarkan
penelitian Malahayati et.al (2021) pada sampel kunyit putih dan kunyit kuning menggunakan
pelarut n-heksan, rendemen yang diperoleh pada kedua sampel tersebut berturut-turut yaitu
1,87% dan 2,17%, hal ini dapat berbeda dikarenakan spesies dan genus dari kunyit yang
digunakan berbeda. Merujuk pada Farmakope Herbal Indonesia (2017) yaitu rendemen ekstrak
kental rimpang kunyit tidak kurang dari 11%, hal tersebut menunjukkan bahwa rendemen
ekstrak yang diperoleh pada saat praktikum lebih dari persyaratan yang ditetapkan oleh FHI.

Langkah selanjutnya adalah isolasi kurkumin dengan metode kromatografi kolom.


Kromatografi kolom termasuk kromatografi cairan yang cukup baik dalam memisahkan sampel
lebih dari satu gram. Serbuk kurkuminoid hasil ekstraksi padat cair kemudian diisolasi
menggunakan kromatografi kolom yang telah dikemas (packing) sehari sebelumnya.
Pengemasan kolom dilakukan dengan cara basah dimana digunakan pelarut diklorometana dan
metanol 9:1 sebanyak 48 mL serta fase diam silika gel 60 for column chromatography sebanyak
8 gram. Oleh karena itu, pemisahan ini merupakan pemisahan dengan kromatografi normal
phase, yaitu fase geraknya merupakan non-polar dan fase diamnya polar.

Fase gerak yang bersifat non- polar akan mengisolasi kurkumin yang bersifat non polar.
Dengan perbedaan sifat kepolarannya, silika gel yang bersifat polar dan kurkumin yang bersifat
non polar, menyebabkan senyawa kurkumin yang bersifat non polar dapat dengan mudah
terpisah dan lewat dalam fasa diam yang polar ini. Diperlukan perhatian khusus saat penyiapan
kolom sehingga tidak terjadi cracking yang dapat mengganggu hasil pemisahan. Cracking
merupakan pecahnya fase diam di dalam kolom yang disebabkan oleh masuknya udara ke dalam
fase diam kolom tersebut. Sehingga perhatian khusus disini adalah secara rutin untuk mengecek
kolom agar dapat mengetahui kondisi fase diamnya.

Setelah kolom siap, selanjutnya dilakukan elusi. Pada saat proses elusi, fase gerak
dialirkan dari atas kolom yang selanjutnya mengalir karena gaya gravitasi. Pengaliran fase gerak
dilakukan dari dinding kolom sedikit demi sedikit, agar menghindari terjadinya lekukan pada
lapisan atas fase diam yang akan berpengaruh pada pemisahan sampel dan fase gerak di dalam
kolom harus dipastikan tidak habis, agar proses pemisahan tetap berjalan. Komponen sampel
akan terpisah karena bergerak terbawa oleh fase gerak di dalam kolom dan fase diamnya.
Komponen yang tidak tertahan oleh fase diam akan keluar terlebih dahulu dan diikuti oleh
komponen lain. Komponen yang telah terpisah ditampung sebagai fraksi ke dalam vial dengan
volume tiap fraksi bergantung pada besarnya sampel dan kolom. Digunakan 3 vial dengan
volume masing-masing adalah 5 mL. Fraksi yang dipilih adalah fraksi III, IV dan V.

Fraksi yang diperoleh diidentifikasi dengan metode KLT. Berdasarkan Farmakope Herbal
Indonesia (2017) kondisi KLT yang digunakan antara lain: fase geraknya yaitu kloroform P :
metanol (95:5) dan fase diamnya yaitu silika Gel F254 . Adapun pada praktikum ini fase diam
yang digunakan adalah silika gel GF254 dengan plat KLT aluminium yang bersifat polar. Plat
KLT yang digunakan memiliki lebar 4 cm dan panjang 10 cm dengan batas atan 0,5 cm dan
batas bawah 1,5 cm. Fase gerak yang digunakan adalah diklorometan : metanol (9:1). DCM
merupakan fase gerak non-polar yang memisahkan komponen-komponen non polar pada fraksi
kunyit yaitu kurkuminoid, yang membedakannya adalah indeks polaritasnya, DCM memiliki
indeks polaritas yang lebih kecil dibandingkan dengan metanol, yaitu 3,1 untuk DCM dan 4,1
untuk metanol.

Sebelum penotolan, plat terlebih dahulu diaktivasi dengan dipanaskan pada Plate
Heater pada suhu 110 C selama 5 menit. Tujuan dari aktivasi plat adalah menghilangkan pelarut
sisa pencucian dan mengaktifkan gugus silanol dan siloksan dari plat (Dewi et.al, 2018). Selain
itu, sebelum penotolan setiap fraksi harus diuapkan terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa
pelarut dan dilarutkan kembali dengan etanol p.a 1- 2 mL. Penotolan standar kurkuminoid, fraksi
III, IV dan V berjarak 1 cm. Pengelusian dilakukan menggunakan chamber yang telah
dijenuhkan dengan fase gerak diklorometana : metanol 10 mL. Setelah elusi, plat KLT diamati
pada sinar tampak dan dibawah sinar UV 366 dan 254.

Berdasarkan hasil pemisahan diperoleh tiga noda pada standar kurkuminoid dengan nilai
Rf yaitu 0,6875 (Noda 1), 0,8 (Noda 2) dan 0,8875 (Noda 3). Pada Farmakope Herbal Indonesia
nilai Rf standar kurkuminoid adalah 0,84 (Rf kurkumin), 0,69 (Demetoksi kurkumin), 0,57 (Bis-
Demetoksi kurkumin). Oleh karena itu, berdasarkan nilia Rf standar kurkuminoid pada
Farmakope Herbal Indonesia maka dapat didefinisikan bahwa nilai Rf 0,6875 (Noda 1)
merupakan senyawa bisdemetoksikurkumin, nilai Rf 0,8 (Noda 2) merupakan senyawa metoksi
kurkumin dan nilai Rf 0,8875 (Noda 3) merupakan senyawa kurkumin. Hal ini dikarena nilai Rf
kurkumin standar pada percobaan hampir sama dengan nilai Rf standar kurkumin pada FHI.

Adapun pada fraksi 3 dan 4 diperoleh dua noda dengan nilai Rf fraksi 3 yaitu 0,9 (Noda
3) dan 0,95625 (Noda 4), nilai Rf fraksi 4 yaitu 0,88125 (Noda 3) dan 0.9375 (Noda 4).
Berdasarkan perbandingan nilai Rf standar dapat didefinisikan bahwa Noda 3 merupakan
senyawa kurkumin dan noda 4 merupakan senyawa lain yang tidak diketahui. Sedangkan pada
fraksi 5 diperoleh 4 noda dengan nilai Rf yaitu 0,6875 (Noda 1), 0,79375 (Noda 2), 0,875 (Noda
3) dan 0,94375 (Noda 4) yang merupakan senyawa kurkumin (Noda 3), demetoksikurkumin
(Noda 2) dan bisdemetoksikukumin (Noda 1) serta senyawa lain yang tidak diketahui (noda 4).
Berdasarkan nilai Rf tersebut diperkirakan isolat kurkumin terdapat pada Fraksi III dan IV.
Adapun fraksi V merupakan isolat dari kurkuminoid yang belum mengalami pemisahan.
Meskipun demikian pada percobaan ini tidak diperoleh fraksi kurkumin murni karena masih
terdapat senyawa lain yang tidak diketahui pada setiap fraksi.

Hasil elusi yang diperoleh masih kurang baik karena terdapat tailing pada hasil. Tailing
pada plat KLT dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu adanya kontak langsung
antara totolan dengan eluen karena kesalahan pada saat meletakkan plat KLT pada chamber.
Pada saat memasukkan plat KLT dalam chamber harus diperhatikan bahwa plat KLT sudah
simetris. Tailing juga dapat disebabkan oleh sampel yang ditotolkan terlalu pekat sehingga
pemisahnya akan sulit. Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi hasil elusi adalah sistem
pelarut atau eluen yang digunakan, adsorben, ketebalan adsorben dan jumlah material(Kumar et
al, 2013).

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum, metode fraksinasi senyawa kurkuminoid dalam kunyit adalah


metode kromatografi kolom dan diperoleh 3 fraksi yang menunjukkan keberadaan
senyawa kurkuminoid dengan nilai Rf 0,9 dam 0,9375 untuk fraksi III, 0,88125 untuk
fraksi IV, dan 0,6875, 0,79375, 0,875, dan 0,94375 untuk fraksi V.
8. DAFTAR PUSTAKA
Daulay AS, & S Nadia. 2019. Eksplorasi Ekstrak Kurkuminoid Rimpang Kunyit Dengan
Perbandingan Metode Maserasi Dan Pelarut Berdasarkan Aktivitas Antioksidan. Prosiding
Seminar Nasional & Expo II Hasil Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, Halaman 1723.

Djamal, Rusdi. (2008). Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi. Padang: Universitas
Baiturrahmah

Dewi, N. L. A. (2018). Pemisahan, isolasi, dan identifikasi senyawa saponin dari herba
pegagan (Centella asiatica L. Urban). Jurnal Farmasi Udayana, 7(2), 68-76

Febri Yanti, W. (2019). Identifikasi dan Penentuan Kadar Senyawa Kurkumin Pada
Rimpang Kunyit. Majalah Ilmiah Teknologi Industri (SAINTI), 16(2), 48–52..

Hanani, Endang. 2015. Analisis Fitokimia. EGC : Jakarta.

Haryani, F., Hakim, A., & Hanifa, N. I. (2021). Perbandingan Pelarut Etanol 96% dan
Aseton pada Ekstraksi dan Isolasi Kurkuminoid dari Rimpang Kunyit. Lumbung Farmasi:
Jurnal Ilmu Kefarmasian, 2(2), 112-117.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Farmakope Herbal Edisi II.

Kumar, S. & Pandey, A., 2013, Chemistry and Biological Activities of Flavonoids: An
Overview, The ScientificWorld Journal, 2013, 1-16

Malahayati, N., Widowati, T. W., & Febrianti, A. (2021). Karakterisasi Ekstrak Kurkumin
dari Kunyit Putih (Kaemferia rotunda L.) dan Kunyit Kuning (Curcuma domestica Val.).
Agritech, 41(2), 134-144.

Najib, A. (2018). Ekstraksi Senyawa Bhan Alam. Budi Utama

Nihayati, E. (2016). Peningkatan Produksi dan Kadar Kurkumin Temulawak. UB Press.

Prayudo, A. N., Novian, O., Setyadi, & Antaresti. (2015). Koefisien Transfer Massa
Kurkumin dari Temulawak. Jurnal Ilmiah Widya Teknik, 14(1), 26–31.

Rosyidi, N. W., & Cahyati, S. (2019). Manfaat Kunyit (Curcuma longa) dalam Farmasi.
https://pemkomedan.go.id/artikel-11257-khasiat-kunyit-dan-kandungannya-untuk-
kesehatan.html#:~:text=Kunyit%20mengandung%20senyawa%20yang%20berkhasiat,R1%20%3D
%20R2%20%3D%20H%20sisanya%20Minyak

9. LAMPIRAN DOKUMENTASI
10. LEMBAR KONTRIBUSI

Anda mungkin juga menyukai