Anda di halaman 1dari 25

KEADAAN GAS

LAPORAN
Oleh :
Elia Indriani (F1B019055)
Kelompok : VI (Enam)
Hari/Tanggal : Sabtu/ 19 Desember 2020
Dosen Pengampu : 1. Dr. Eng. Asdim, S.Si., M.Si
2. Ghufira, S.Si., M.Si
Asisten : 1. Yunita (F1B017003)
2. Tsaniyah Wulandari (F1B017008)
3. Nadya Oktafiani (F1B017018)
4. Anggita Zakia Putri (F1B017024)
5. Retno Palupi (F1B017034)
6. Annisa Nivia Rizki (F1B017042)
7. Fatkhurrachman (F1B017058)
8. Dina Ananda Putri (F1B017071)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSTAS BENGKULU
2020
KEADAAN GAS
I. Tujuan
1.Menentukan berat molekul senyawa volatile berdasarkan pengukuran massa jenis gas.
2.Melatih penggunaan persamaan gas ideal.
II. Landasan Teori

Hukum perfect-gas memprediksikan bahwa jika jumlah tetap gas didinginkan pada
tekanan konstan, volume molar cenderung nol karena suhunya cenderung nol. Karena
menurunkan suhu tidak dapat merusak volume molekul, satu-satunya kemungkinan kondisi ini
ada adalah volume molekul menjadi nol dengan alasan mengapa molekul gas-sempurna sering
dianggap sebagai massa titik. Atau, Elliott dan Lira mengacu pada tidak adanya interaksi tolak
dalam campuran gas sempurna untuk membenarkan perilaku titik-titik. Mereka mengklaim
“Karena kurangnya gaya tolak, partikel gas ideal dapat“ melewati ”satu sama lain. Molekul gas
ideal kadang-kadang disebut "massa titik" untuk mengkomunikasikan perilaku ini "(lihat
halaman 19 dari ref13). Dalam praktiknya, gas sempurna adalah kasus pembatas perilaku gas
nyata mengingat bahwa setiap fluida nyata cenderung berperilaku sebagai gas sempurna ketika
tekanannya cenderung nol (perlu diingat bahwa pada suhu tetap dan tekanan nol, molekul yang
bersinggungan dengan volume tak hingga dan akibatnya, interaksi dengan molekul lain menjadi
tidak mungkin) (Privat ,et .al.,2016).
Termodinamika yang sudah lazim digunakan yaitu persamaan gas ideal, persamaan
keadaan Beattie-Bridgeman dan persamaan keadaan Van der Waals. Namun persamaan tersebut
tidak dapat digunakan untuk menentukan besaran volume, karena persamaannya tidak
menunjukkan adanya besaran volume. Persamaan inipun hanya dapat digunakan untuk gas yang
memiliki nilai-nilai konstanta sesuai jenis gas dalam penggunaannya. Kajian dilakukan secara
teoritis dengan cara melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai P-V-T untuk masing-
masing persamaan  dengan terlebih dahulu mengasumsi besaran-besaran yang diketahui. Hasil
perhitungan memperlihatkan hasil yang mendekati kesamaan, hal ini menunjukkan bahwa
persamaan keadaan analitis Song dan Mason untuk Molekul Cairan Convex Argon memiliki
hubungan yang sama dengan ketiga persamaan(Lewerissa,2020).

Reaksi-reaksi tersebut dapat dimodelkan melalui kesetimbangan reaksi termodinamika


untuk memprediksi komposisi gas produser. Biomassa digambarkan sebagai CHxOyNz dengan
agen pengoksidasi berupa udara. Produk gasifikasi yang disebut dengan gas produser terdiri atas
gas CO, CO2, H2, CH4 dan N2. Model yang digunakan untuk memperkirakan gas produser adalah
model homogen atau model schlapfer. Dalam model ini, persamaan reaksi yang dijadikan model
reaksi adalah reaksi water gas shift (WGSR). Reaksi tersebut dapat memprediksi hampir seluruh
komposisi gas produser didalam sistem gasifikasi(Alwan,2019).

Termodinamika adalah suatu tool yang sangat berguna dalam memahami kesetimbangan


kimia yang terjadi secara alami. Energi Bebas Gibbs adalah salah satu dari
parameter termodinamika yang menyatakan apakah kelangsungan suatu reaksi terjadi secara
spontan atau tidak spontan. Komposisi setimbang reaksi ditentukan oleh DG° dan K. Nilai G
akan berubah seiring dengan perubahan komposisi kimia reaktan menjadi produk.
Kesetimbangan reaksi atau pergeseran reaksi kimia antara lain dipengaruhi oleh suhu reaksi.
Epoksidasi asam oleat merupakan reaksi eksotermis reversible. Pada reaksi
eksotermis reversible, bila suhu dinaikkan (T2 lebih besar dari T1), maka nilai K akan menurun
(K2 lebih kecil dari K1) sehingga X2 lebih kecil dari X1. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara perubahan suhu terhadap konversi reaksi ditinjau secara
termodinamika dan kesetimbangan kimia. Metode penelitian ini menggunakan metode reaksi
epoksidasi dalam suatu sistem katalis padat. Epoksidasi asam oleat dengan asam performat yang
dibentuk secara in situ dalam suatu sistem reaksi katalis padat(Maesaroh dan Wahyu,2019).

Teori fungsional kepadatan dilakukan untuk prediksi termodinamika pada gas alam, yang
metode B3LYP / 6-311 ++ G (d, p), B3LYP / 6-31 + G (d), CBS-QB3, G3, dan G4
diterapkan. Selain itu, kami melakukan prediksi termodinamika menggunakan rata-rata G3 /
G4. Perhitungan dilakukan untuk setiap komponen utama tujuh jenis gas alam dan masing-
masing campuran udara + gas alam pada kesetimbangan termal antara suhu kamar dan suhu awal
ruang bakar selama tahap injeksi. Sifat termodinamika berikut diperoleh: energi internal, entalpi,
energi bebas Gibbs dan entropi, yang memungkinkan kami untuk menyelidiki ketahanan termal
bahan bakar. informasi yang relevan tentang ketahanan termal dan mekanik gas alam telah
diselidiki, serta sifat termodinamika standar untuk pembakaran gas alam. Dengan demikian,
kami menunjukkan bahwa teori fungsional kerapatan dapat berguna untuk memprediksi sifat
termodinamika gas alam, memungkinkan produksi komposisi yang lebih efisien untuk bahan
bakar yang diteliti. Abstrak grafis Investigasi sifat termodinamika gas alam melalui model
ansambel kanonik dan teori fungsional kerapatan. informasi yang relevan tentang ketahanan
termal dan mekanik dari gas alam telah diselidiki, serta sifat termodinamika standar untuk
pembakaran gas alam(Abel,et al.,2017).

Stoikiometri gas menjadi air dalam hidrat gas buatan yang terbentuk pada bahan berpori
jauh lebih tinggi daripada di alam yang masih ambigu. Untungnya, berdasarkan studi
termodinamika dan kinetik eksperimental kami tentang perilaku pembentukan hidrat gas dengan
karbon aktif CMK-3 tersusun klasik dan karbon aktif berpori tak beraturan yang dikombinasikan
dengan kalkulasi teori fungsional kerapatan, kami menemukan jalur mikroskopis pembentukan
hidrat gas pada bahan berpori. Dua proses yang menarik termasuk (I) penggantian air yang
teradsorpsi pada permukaan karbon oleh gas dan (II) penggantian lebih lanjut air di pori dengan
gas disertai dengan kondensasi gas di pori dan pertumbuhan kristal hidrat gas keluar dari pori.
Disimpulkan(Jia, et al.,2019).

Sifat termodinamika gas satu dimensi dengan interaksi gravitasi satu dimensi. Kondisi
batas periodik diimplementasikan sebagai modifikasi potensi yang terdiri dari penjumlahan
gambar cermin (jumlah Ewald), diatur dengan cutoff eksponensial. Akibatnya, setiap partikel
membawa serta kerapatan latarnya sendiri-sendiri. Dengan menggunakan teori medan rata-rata,
kami menunjukkan bahwa sistem memiliki transisi fase pada suhu kritis. Di atas suhu kritis
kerapatan gas seragam, sedangkan di bawah titik kritis sistem menjadi tidak homogen. Simulasi
numerik model, yang meliputi kurva kalor, persamaan keadaan, fungsi distribusi radial, dan
eksponen Lyapunov terbesar, mengkonfirmasi adanya transisi fasa(pankaj, et al.,2017).

Upaya ini juga memunculkan masalah yang sering diabaikan dalam model kinetik kimia
yang ada dalam literatur, yaitu penetapan sifat transpor nonsistematis untuk berbagai
spesies. Untuk secara jelas mendemonstrasikan kebutuhan model gas nyata dalam aliran reaksi,
simulasi dilakukan pada tekanan tinggi Upaya ini juga memunculkan masalah yang sering
diabaikan dalam model kinetik kimia yang ada dalam literatur, yaitu penetapan sifat transpor
non-sistematik untuk berbagai spesies. Untuk secara jelas mendemonstrasikan kebutuhan model
gas nyata dalam aliran reaksi, simulasi dilakukan pada tekanan tinggi Upaya ini juga
memunculkan masalah yang sering diabaikan dalam model kinetik kimia yang ada dalam
literatur, yaitu penetapan sifat transpor nonsistematis untuk berbagai spesies. Untuk secara jelas
mendemonstrasikan kebutuhan model gas nyata dalam aliran reaksi, simulasi dilakukan pada
tekanan tinggin- jet heptana ke dalam ruang diam udara berdasarkan model gas ideal dan gas
nyata. Cacat model gas ideal terungkap, dan metode estimasi properti yang diusulkan dibenarkan
sebagai solusi yang tepat(Chenwei,et al,.2019).

Persamaan keadaan lainnya yang sederhana adalah persamaan untuk suatu gas ideal.

Silinder memiliki sebuah piston yang dapat bergerak untuk mengubah volume, suhu
dapat diubah dengan pemanasan, dan kita dapat memompa gas sejumlah berapapun ke dalam
silinder. Kita kemudian mengukur tekanan, volume, suhu, dan jumlah gas. Perhatikan
bahwatekanan mengacu baik ke gaya per satuan luas yang diberikan silinder terhadap gas
maupun ke gaya per satuan luas yang diberikan gas terhadap silinder, menurut hukum ketiga
Newton keduanya harus setara.Massa molar (molar mass) M dari senyawa (terkadang disebut
berat molekuler) adalah massa per mol, dan massa total m dari sejumlah tertentu senyawa
tersebut adalah jumlah mol n dikalikan dengan massa per mol M:

m_tot = nM (massa total, jumlah mol, dan massa molar). (16-2)

Kita menyebut massa total dengan mo karena nantinya dalam bab ini kita akan
menggunakan m untuk massa dari satu molekul.Pengukuran dari perilaku berbagai gas mengarah
ke beberapa kesimpulan. Pertama,volume Vadalah sebanding dengan jumlah moln. Jika kita
menggandakan jumlah mol jadí dua kali lipat sambil menjaga tekanan dan suhu konstan, volume
menjadi dua kali lipat.

Kedua, volume berubah secara berbanding terbalik terhadap tekanan mutlak p. Jika kita
menambah tekanan dua kali lipat sambil menjaga suhu mutlak dan jumlah mol n konstan, maka
gas akan terkompresi menjadi setengah volume awalnya. Dengan kata lain, pV = konstan jika n
dan T konstan.

Ketiga, tekanan sebanding dengan suhu mutlak. Jika kita menambah suhu mutlak
menjadi dua kali lipat sambil menjaga volume dan jumlah mol konstan, tekanan menjadi dua kali
lipat. Dengan kata lain, p = (konstan) T ketika n dan V konstan.

Ketiga hubungan itu dapat dikombinasikan ke dalam persamaan tunggal, yang disebut
sebagai persamaan gas-ideal (ideal-gas equation):
pV= nRT (persamaan gas-ideal) (16-3)

di mana R adalah konstanta proporsionalitas. Gas ideal (ideal gas) adalah gas di mana

Persamaan (16-3) tepat berlaku untuk seluruh tekanan dan suhu. Ini adalah model yang
diidealisasi; bekerja paling baik pada tekanan sangat rendah dan suhu sangat tinggi, ketika
molekul gas terpisah jauh, dan dalam gerakan yang cepat. Persamaan ini juga sangat baik
(dengan toleransi hanya beberapa persen) pada tekanan sedang (sekian atm saja) dan pada suhu
Jauh di atas titik cair gas (Young & Freedman, 2002).

Gas adalah zat yang memenuhi wadah. Gas memang berbeda dengan cairan (molekulnya
juga bergerak secara acak, atau kacau balau).karena partikel gas terpisah sangat jauh antara satu
sama lain, kecuali selama bertabrakan dan bergerak tak bergantung sama lain. Selain volum yang
ditempati dan jumlah zatnya sifat dasar mempelajari gas adalah tekanannya (Atkins, 1989).

Hukum avogadro adalah hukum gas yang diberi nama sesuai dengan ilmuan italia
Amedeo Avogadro yang pada tahun 1811 mengatakan hipotesa:

“Gas-gas yang memiliki volume yang sama, pada temperature dan tekanan yang sama memiliki
jumlah partikel yang sama pula”

Artinya jumlah molekul atau atom dalam suatu volume gas tidak tergantung kepada ukuran atau
massa dari molekul gas (Zul, 2009).

Gas memiliki massa jenis yang rendah dan jauh lebih ringan dibandingkan dengan cairan
dan padatan. Kerapat yang dimiliki gas menjadi lebih rendah, sehingga gaya gesek antar
molekul-molekul gas dapat kita abaikan. (Rohyami,2018 ).
III. Metodologi Percobaan

III.1. Alat dan bahan

III.1.1. Alat

IV. Erlenmeyer Gelas Beaker Termometer Gelas Ukur

Hot Plate Aluminium Foil Karet gelang Jarum

Bunsen Kaki tiga Kasa asbes Desikator

Neraca analitik

3.1.2 Bahan
Kloroform

3.1 Prosedur kerja

Erlenmeyer Kosong Ditimbang dengan neraca analitik

Diletakkan pada mulut erlenmeyer dan


Aluminium foil dan karet diikat dengan karet gelang
gelang
Erlenmeyer, aluminium foil dan karet gelang ditimbang
5 ml cairan volatile

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Erlenmeyer + Cairan
Volatile Ditutup menggunakan aluminium foil dan
direkatkan dengan karet gelang

Ditimbang dan dicatat hasilnya

Aluminium foil dilubangi dengan jarum

Erlenmeyer direndam di penangas air bersuhu 100oC

Setelah menguap, dikeringkan air pada luar labu erlenmeyer

Didinginkan dengan desikator selama 10 menit

Ditimbang tanpa melepas aluminium foil

Hasil
Dicatat dan dihitung

IV.Hasil dan Pembahasan


4.1 Hasil
Perlakuan Hasil
Massa labu erlenmeyer kosong 53,44 g
Massa labu erlenmeyer + karet gelang + alumunium foil 53,895 g
Massa labu erlenmeyer + karet gelang +alumunium foil + 60,68 g
cairan volatil (sebelum dipanaskan)
Massa labu erlenmeyer + karet gelang +alumunium foil + 54,475 g
cairan volatil (setelah dipanaskan)
Massa cairan volatil .... g
Massa labu erlenmeyer + air 71,46 g
Massa air .... g
Suhu air dalam erlenmeyer 20 0C
Suhu penangas air 100 0C
Tekanan 1 atm

4.2. Perhitungan

4.2.1. Menghitung volume labu erlenmeyer dengan menggunakan massa


jenis air

4.2.2. Menghitung massa jenis gas


4.2.3. Menghitung dan menentukan tekanan atmosfer (mmHg)

4.2.4. Menghitung suhu penangas air (Kelvin)

4.2.5. Menghitung berat molekul cairan kloroform


4.3. Pembahasan

Pada percobaan penetuan berat molekul berdasarkan pengukuran massa jenis dari gas
bertujuan untuk menentukan massa molekul suatu senyawa volatil berdasarkan massa jenis gas
sera melatih penggunaan persamaan dari gas ideal. Senyawa volatil merupakan suatu senyaa
yang mudah menguap pada tekanan dan temperatur tertentu atau memiliki tekann uap yang
tinggi pada temperatur ruang (Bhara dan ismail, 2014).

Pada percoban penentuan berat molekul berdasarkan pengukuran massa jenis dari gas
menggunaka bahan yang berupa kloroform. Kloforoform merupakan pelarut memiliki sifat non
polar, kloroform memiliki massa jenis yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan massa jenis
yang dimiliki air, yaitu sebesar 1, 489 g/Ml. kloroform merupakan cairan atau larutan yang
memiliki warna bening. Kloroform dapat disebut senyawa volatil dikarenakan kloroform
memiliki titik didih yang rendah yaitu 61℃ sehingga kloroform merupakan pelarut yang sangat
mudah menguap (Mitarlis et. Al ., 2011).

Pada saat kloroform dimasukan kedalam erlenmeyer kemudian bagian atas


erlenmeyer ditutup dengan menggunakan alumunium foil, langkah ini
dilakukan dengan tujuan agar senyawa kloroform tidak menguap keluar
dan kloroform tidak terkontminasi dengan molekul air yang berada bebas
Proses diudara luar. Alumunium foilbanyak digunakan oleh industri-industri
Pemanasan karena memiliki sifat hermistis. Sifat hermistis adalah bahan yang tidak
kloroform
akan mudah dilalui atau dilewati oleh gas karena memiliki kerapatan yang

Tinggi, selain itu Alumunium foil memiliki sifat fleksibel sehingga dapat
dengan mudah dibentuk sesuai dengan keinginan yang kita mau dan
alummunium foil juga tidak mudah tembus oleh cahaya bahkan tidak bisa
(Jayadi et. Al., 2016)

Pada saat proses pemanasan bagian alummunium foil diberi lubang dengan cara ditusuk
menggunakan jarum. Langkah ini bertujua untuk memperkecil tekanan dalam erlenmeyer
sehingga pada saat proses pemanasan tekanan dalam erlenmeyer tidak begitu besar. Proses
melubangi alummunium foil menyebabkan tekanan udara pada zat cair akan berkurang, dengan
berkurangnya tekanan zat cair maka jarak antar molekul udara menjadi lebih renggang dengan
demikian lebih mudah bagi molekul-molekul zat cair seperti uap kloroform untuk emngisi ruang-
ruang kosong diantara molekul-molekul udara terebut (Rusian dan Cahyo, 2006).

Proses pemanasan ini dilakukan hingga mencapai suhu air mendidih yaitu sebesar 100℃.
Langkah ini dilakukan dengan tujuan agar kloroform dapat menguap dengan sempurna.Karena
titik didih yang dimiliki kloroform lebih rendah yaitu 61,2 ℃ dan titik didih air 100 ℃.,
sehingga ketika dilakukan pemanasan dengan suhu 100 ℃. Yang melebihi titik didih kloroform
akan mampu menguapkan senyawa volatil seperti kloroform ( Mitarlis et. Al, 2011).

Proses penguapan senyawa volatil ditandai dengan, pada bagian dinding-dinding dalam
erlenmeyer terdapat uap kloroform, sementara pada bagian bawah erlenmeyer, larutan kloroform

sudah tidak ada lagi. Hal iini menandakan bahwa dengan suhu sebesar 100 ℃. Dapat
menguapkan senyawa volatil seperti kloroform secara sempurna.

Proses yang kedua yaitu proses pendingan. Proses pendingingan


dilakukan dengan mendiamkan erlenmeyer selama 10 menit didalam
desikator, sehingga molekul-molekul gas pada dinding-dinding
erlenmeyer menjadi cair. Hal ini terjadi karena pelepasan kalor dimana
kalor diserap oleh silica-silica gel didalam desikator sehingga
Proses menyebabkan proses
pendinginan
pengembunan. Pengembunan ini terjadi karena molekul-molekul gas
bertemu dengan permukaan yang dingin, atau bertemu dengan atom-atom

yang berada pada daerah dengan suhu yang rendah (Rusian dan Cahyo,
2016).

Setelah itu dilakukan proses penimbangan senyawa volatil setelah


penimbangan pendinginan yang berada didalam erlenmeyer, dengan tujuan untuk
setelah mendapatkan massa senyawa volatil dalam erlenmeyer. Didapatkan hasil
pemanasan
sebesar 54,475 g. Setelah dilakukan proses penimbangan dilanjutkan
dengan menghitung volume labu erlenmeyer.
Dari yang praktikan dapatkan besaran volume labu erlenmeyer 0,0180524L. Setelah volume labu
erlenmeyer didapatkan, dilanjutkan

dengan menghitung massa jenis gas, didapatkan massa jenis gas sebesar 395,85 g/L.

Langkah terakhir menentukan berat molekul dari senyawa kloroform dan didapatkan hasil
sebesar 11504,16 g/mol.
V. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Berat molekul pada senyawa volatilil berdasarkan pengukuran massa


jenis gas yang diperoleh data adalah sebesar 11504,16 g/mol
2. Penentuan berat molekul senyawa volatil dapat dilakukan dengan
pengukuran massa jenis senyawa gas dan menggunakan persamaan reaksi gas
ideal:

𝝆. 𝒓. 𝒕
𝑩𝑴 =
𝒑

5.2 Saran

Pada praktikum selanjutnya dapat digunakan senyawa volatil yang lain agar praktikan bisa
mendapatkan hasil yang lebih variatif lagi. Misalnya senyawa aseton dan lain –lain .
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W, Kartohadiprojo, Irma I. 1989. Kimia Fisika , Jilid 1 edisi keempat. Jakarta:
Erlangga.

Bhara, J., ismail, D. 2014. Pengaruh pemberian dosis bertingkat parsial 30 hari terhadap
gambaran histologi hepartus wistar. Jurnal Kimia. 2(3):1-7.

Jayadi, A., Badarrudin., Andi, S.2016. Rancangan mikrogas turbin berbahan bakar biogas untuk
pembangkit tenaga listrik biomassa berkapasitas 2,5 Kuj, studi kasus –ciparny Bandung.
Jurnal fisika. 5:1-7.

Mitarlis, Ismano , tukiran. 2011. Pengembangan sintesis fulfurat berbahan bakar camppuran
limbah pertanian dalam rangka menunjukkan prinsip green chemistry. Jurnal manusia dan
lingkungan. 18(3):1-7.

Privat ,R.,Jaubert ,J.N.,Moine E.,2016.Improving Students Understanding of the Conections


Between the Concepts of Real- Gas Mixture ,Gas Ideal Solutions .and Perfect –Gas
Mixture .Jurnal of Chemical Education .

Rohyami, Y. 2018. Kimia fisika. Yoyakarta: Deepublish.

Rusian, T.S., Cahyo, W. 2006. Fisika Dasar. Jakarta: Erlangga.

ABEL F G NETO, M. N. (2017). THERMODYNAMIC DFT ANALYSIS OF NATURAL GAS.


JURNAL INTERNASIONAL .

Alwan, H. (2019). MODEL GLASIFIKASI BIOMASSA MENGGUNAKAN PENDEKATAN


KESETIMBANGAN TERMODINAMIKA STOIKIOMETRIS DALAM MEMPREDIKSI GAS
PRODUSER. JURNAL CEMICAL , 1.

CHENWEI ZHENG, D. M. (2016). REAL GAS MODEL PARAMETERS FOR HIGH


DENSITY COMBUSTION FROM CHEMICAL KINETIC MODEL DATA. OURNAL
INTERNAIONAL .
J.LEWWERISSA, Y. (2020). KAJIAN PERSAMAAN TERMODINAMIKA DARI SONG
DAN MASONG PADA ARGON DIBANDINGKAN DENGAN PERSAMAAN
TERMODINAMIKA GAS IDEAL, BEATTIE,BRIDEGEMAN,DAN VAN DER WALS.
JURNAL VOERING .

MAISAROH MAISAROH, W. P. (2019). TINJAUAN TERMODINAMIKA DAN


KESETIMBANGAN KIMIA DALAM HUBUNGAN PERTUMBUHAN SUHU TERHADAP
KONVERSI REAKSI EPOKSIDASI ASAM OLEAT BERBASIS SAWIT. PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENGABDIAN MASYARAKAT LPPM UMJ .

JAWABAN PERTANYAAN

1. Apakah sumber kesalahan utama dalam percobaan ini ?

2. Apakah cairan X itu bila diketahui BM eter = 74

Kloroform = 119,5

Etanol = 46
Aseton = 58

JAWAB:

1. Kesalahan yang mungkin terjadi pada percobaan kali ini adalah pada saat melakukan
pemanasan alat yang digunakan kurang bersih/steril atau masih terdapat udara didalam labu
erlenmeyer sehingga akan mempengaruhi nilai BM yang diperoleh dan juga akan sulit
mengkondensasi gas sebagai gas ideal sehingga akan banyak terjadi penyimpangan-
penyimpangan dari gas ideal.

2.

LAMPIRAN JURNAL DAN BUKU

Anda mungkin juga menyukai