Anda di halaman 1dari 22

1.

PEND AHUL UAN

1.1. Latar Belakang

Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil
aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat
mempunyai nilai yang negatif karena dalam penanganannya, baik untuk membuang atau
membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.

Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kota- kota di Indonesia, sebab
apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan
lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan, baik terhadap
tanah, air dan udara. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut diperlukan
penanganan dan pengendalian terhadap sampah. Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin
kompleks dan rumit dengan semakin kompleksnya jenis maupun kompisisi dari sampah sejalan dengan
majunya kebudayaan.Oleh karena itu penanganan sampah di perkotaan relatif lebih dibanding sampah di
desa-desa.

Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang
tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional
yang tinggi, kebanyakan kota- kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang sekitar 60%
dari seluruh produksi sampahnya. Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak
saniter, boros dan mencemari.

Untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam penanganan sampah di kota, maka
dalam pengelolaannya harus cukup layak Diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya
sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut, maka
perlu pemilihan cara dan teknologi yang tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat dari mana sumber
sampah berasal dan mungkin perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait.
Disamping itu juga perlu aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan¬peraturan mengenai
lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah.

Untuk mendukung pembangunan Kota PEMATANG SIANTAR yang berkelanjutan dan seiring dengan
adanya peraturan -.peraturan baru mengenai Lingkungan Hidup dan Persampahan maka perlu dicari
suatu cara pengelolaan sampah secara baik dan benar melalui perencanaan yang matang dan
terkendali dalam bentuk pengelolaan secara terpadu. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka
pada tahun anggaran 2012 Kota PEMATANG SIANTAR akan melakukan kegiatan Program Rehabilitasi
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Tanjung Pinggir.

1.2. Maksud, Tujuan Dan Sasaran

Sebagaimana telah diuraikan dalam Latar Belakang tersebut diatas, maka maksud dan tujuan dari pekerjaan ini
diuraikan sebagai berikut :

1.2.1 Maksud

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki dan mengaktifkan Tempat Pemrosesan Akh ir Sampah
Tanjung Pinggir di Kota PEMATANG SIANTAR.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari pekerjaan Program Rehabilitasi Tempat Pemrosesan Akh ir Sampah Tanjung Pinggir ini
adalah sebagai berikut:

1. Tersusunnya Rencana Induk Sistem Pengelolaan sampah yang memuat rencana umum pengelolaan
persampahan meliputi aspek teknis operasional, hukum dan peraturan, kelembagaan dan institusi,
keuangan dan pembiayaan dan peran serta masyarakat dan swasta.
2. Tersusunnya indikasi program dan rencana investasi pembiayaan pengelolaan persampahan
jangka mendesak, jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

3. Tersusunnya konsep efisiensi pembiayaan, seperti biaya pengangkutan yang dapat ditekan
karena dapat memangkas mata rantai pengangkutan sampah, dsb.

4. Tersusunnya konsep reduksi sampah dari sumber, sehingga tidak diperlukan lahan besar untuk
TPA.

5. Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai
ekonomis.

6. Dapat lebih mensejahterakan petugas pengelola kebersihan.

7. Tersusunnya konsep pengelolaan persampahan yang ekonomis dan berwawasan lingkungan


(ekologis).

8. Dapat membuka kesempatan/ lapangan kerja melalui berdirinya badan usaha yang mengelola
sampah menjadi bahan yang bermanfaat.

9. Tersusunnya konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan kota.

10. Tersusunnya konsep pemberdayaan kelembagaaan, peraturan daerah dan investasi serta
pembiayaan pengelolaan persampahan secara terpadu.

1.2.3 Sasaran

Sasaran pekerjaan ini adalah meningkatnya kebersihan lingkungan yang sehat dan bersih,
berkurangnya konflik sosial masyarakat dalam operasional pengelolaan persampahan, terbentuknya
pengolahan sampah dengan sistem 3R di sumber sampah, terbentuknya usaha daur ulang dan
composting, dan berkurangnya beban operasional truk sampah dan TPA.

2 . METODOLOGI PENDEKATAN DAN PROGRAM KERJA

2.1. Pendekatan Studi

Dalam pelaksanaan pekerjaan Program Rehabilitasi Tempat Pemrosesan Akh ir Sampah


Tanjung Pinggir - Kota PEMATANG SIANTAR, terdapat 2 (dua) bagian besar produk
pekerjaan, yakni kelayakan Unit Pengolahan Sampah dan Kajian Ekonomi, Sumber Pendanaan
kegiatan pembangunan Unit Pengolahan Sampah, serta jajak pendapat atau political will dari
masyarakat Kota PEMATANG SIANTAR dalam pembangunan dan pelaksanaan operasional Unit
Pengolahan Sampah dan pengelolaan sampah di Kota PEMATANG SIANTAR.

2.2. Konsep Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan

Ada beberapa pendekatan metodologi yang akan dikembangkan konsultan untuk melaksanakan
pekerjaan ini yaitu :

1. Pendekatan Pola Pikir Pemecahan Masalah

2. Pendekatan Penanganan Pekerjaan

3. Pendekatan Kebijakan

4. Pendekatan Kelembagaan

5. Pendekatan Teknis

6. Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan.

Pendekatan terhadap pola pikir pekerjaan adalah keterkaitan kegiatan proyek dengan permasalahan
yang ada serta sasaran yang ingin dicapai. Pendekatan kebijakan diperlukan terutama yang berkaitan
dengan kebijakan persampahan dan persampahan. Pendekatan kelembagaan berhubungan dengan
koordinasi antar instansi yang dibutuhkan. Pendekatan teknis adalah kajian terhadap kriteria atau
metode perhitungan yang akan digunakan.

Sedangkan pendekatan pelaksanaan pekerjaan merupakan metode pelaksanaan pekerjaan mulai


tahap persiapan sampai penyelesaian akhir. Pada prinsipnya penyusunan metodologi ini mengacu
kepada Kerangka Acuan Kerja, Rapat Penjelasan Teknis serta kemampuan dan pengalaman
konsultan dalam mengerjakan proyek sejenis.

2.3. Pendekatan Pola Pikir Pemecahan Masalah

Pendekatan pola pikir pemecahan masalah yang diuraikan tidak dapat dipisahkan dari permasalahan
rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana dasar lingkungan di wilayah studi, khususnya
yang berkaitan dengan pelayanan sektor persampahan. Permasalahan tersebut diantaranya
diakibatkan ada pertumbuhan pendudukan yang cukup pesat di wilayah studi (Kota
PEMATANG SIANTAR) serta masih rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara meningkatkan kinerja pelayanan sektor
persampahan secara berkelanjutan melalui pelaksanaan pekerjaan ini. Untuk lebih jelasnya
pendekatan pola pikir pemecahan masalah dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1: Pola Pikir Pelaksanaan Pekerjaan

SASARAN
KEBIJAKAN DI PENINGKATAN
BIDANG PELAYANAN
PERSAMPAHAN PERSAMPAHAN

STANDAR
DAN
TINGKAT KRITERIA
PELAYANAN
PERSAMPAHAN KEBUTUHA
DI WILAYAH N KAJIAN
STUDI PENINGKAT PENGELOLAAN
AN SAMPAH KOTA
PELAYANAN PEMATANG SIANTAR
PERSAMPAHAN

PERTUMBUHAN
PENDUDUK DAN
PEREKONOMIAN DI
WILAYAH STUDI
REDUKSI SAMPAH
DARI SUMBER
DAN DI LOKASI
SPA/
TPS/TRANSFER
DEPO

2.4. Pendekatan Penanganan Pekerjaan

2.4.1 Persoalan Pengelolaan Persampahan

Persoalan utama pada pengelolaan sampah terjadi karena beberapa hal, yaitu :

1. Peningkatan jumlah sampah secara signifikan akibat adanya perubahan gaya hidup dan pola
konsumsi masyarakat akibat terjadinya pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi pada era orde baru (sebelum terjadi krisis moneter tahun 1997).

2. Terjadi pertumbuhan penduduk yang tinggi di daerah perkotaan yang membutuhkan


penanganan sampah secara kolektif. Pengelolaan secara individu (dalam arti menimbun dan
membakar) semakin tidak layak untuk lingkungan perkotaan.

3. Pertumbuhan jumlah sampah tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan yang berasal dari
masyarakat penghasil sampah untuk mendanai/membiayai pengelolaan sampah perkotaan. Selain
itu, anggaran pengelolaan persampahan yang berasal dari Pemerintah tidak mencukupi untuk
memenuhi standard pelayanan yang diperlukan.

4. Ketersediaan lahan untuk TPA sampah yang memenuhi persyaratan (teknis, lingkungan, sosial
budaya, legalitas kepemilikan, dan aspek keuangan) semakin terbatas.

5. Peningkatan kemampuan lembaga/institusi pengelola persampahan berjalan dengan lambat


sehingga tidak mampu mengantisipasi persolan yang timbul di masyarakat.

2.4.2 Paradigma Baru Pemerintah Indonesia

Reformasi telah mengakibatkan terjadinya paradigma baru Pemerintahan di Indonesia. Adapun


paradigma baru tersebut antara lain adalah :

1. Demokratisasi dan Keterbukaan

Terjadi perubahan yang menginginkan diberlakukannya prinsip demokrasi dan keterbukaan pada
pemerintahan di Indonesia. Konsekuensinya adalah tuntutan pemenuhan kepentingan masyarakat
semakin kuat dan proses pemenuhan tersebut diminta dilaksanakan secara transparan. Pengaruh
lainnya adalah masyarakat semakin memahami haknya, salah satu adalah hak untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang layak untuk ditempati, dan menuntut Pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
2. Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah memberikan tanggung jawab yang semakin besar kepada Pemerintah
Daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang salah satu diantaranya adalah pengelolaan
persampahan. Selain pendelegasian (penyerahan) tanggung jawab tersebut, Pemerintah Daerah juga
mendapat tambahan pendapatan dari pembagian pendapatan yang selama ini dikuasai oleh
Pemerintah Pusat. Pembagian pendapatan tersebut secara bersamaan juga akan

diikuti dengan peningkatan beban pembiaayaan pengelolaan sarana yang selama ini
dibiayai oleh Pemerintah Pusat.

3. Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu hasil dari reformasi adalah gerakan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat akan menyebabkan masyarakat semakin menyadari hak dan tanggung
jawabnya. Akibatnya masyarakat mungkin saja akan menuntut Institusi/ Lembaga pengelola
persampahan jika merasa dirugikan/ pelayanan kurang memuaskan (akibat diberlakukannya
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).

2.4.3 paradigma baru pengelolaan sampah

Pendekatan yang akan digunakan konsultan dalam melaksanakan pekerjaan Program


Rehabilitasi Tempat Pemrosesan Akh ir Sampah Tanjung Pinggir Kota PEMATANG
SIANTAR akan mengacu pada sistem REDUCE (mengurangi), REUSE (menggunakan kembali),
RECYCLE (mendaur ulang), PARTICIPATION (melibatkan masyarakat) sesuai dengan yang
diamanatkan dalam Undang Undang No.18 Tahun 2008 tentang Persampahan.

2.5. Pendekatan Kebijakan

Secara lebih spesifik pendekatan yang akan dilakukan dalam Kajian Pengelolaan Sampah di
Kota PEMATANG SIANTAR ini, meliputi :

1. Pendekatan terhadap Peraturan PerUndang-Undangan/Kebijakan yang berlaku baik


ditingkat Pusat maupun di tingkat Daerah. (seperti : RUTRK, RTRW dan lain sebagainya
yang relevan).

2. Millenium Development Goal (2015).

3. National Action Plan Persampahan

4. Ketentuan Teknis (SNI untuk perencanaan sampah perkotaan dan SNI UNJ 03-3241-

1994) tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah dan cara “Weighted Ranking

Technique”.

2.6. Pendekatan Kelembagaan

Dalam melaksanakan pekerjaan ini Konsultan secara aktif akan melakukan koordinasi dan
membangun kerjasama yang erat dengan Tim Teknis Pemberi Tugas dan instansi lain yang
berkaitan dengan proyek ini. Pelaksanaan pendekatan kelembagaan dalam kegiatan ini sangat
diperlukan mengingat pertimbangan sebagai berikut :

1. Waktu pelaksanaan pekerjaan ini cukup singkat yaitu 1 (satu) bulan, dengan demikian
dibutuhkan kerjasama dan koordinasi yang cukup baik dari para pihak yang terkait
dengan pekerjaan ini khususnya yang dapat membantu menyediakan data-data yang
dibutuhkan.

2. Kegiatan penyusunan rencana induk persampahan sangat terkait dengan dengan


instansi lain, dengan demikian kegiatan ini dapat dijadikan sebagai sosialisasi program
dan meningkatkan kerjasama yang komprehensif dalam pengelolaan persampahan di
wilayah studi.

3. Diperkirakan instansi terkait di daerah memiliki rencana dan program pengelolaan


persampahan, dengan demikian kegiatan ini diharapkan dapat menjadi penguatan
program-program atau saling melengkapi dengan program-program lokal yang ada.
Dalam kaitannya dengan pendekatan kelembagaan ini, konsultan akan melakukan kerjasama
dan koordinasi dengan Pemberi Tugas/Pemimpin Proyek, Tim Teknis, dan aparat di daerah,
agar kebutuhan dan aspirasi daerah dapat diakomodasikan. Koordinasi dan komunikasi dalam
frekuensi yang tinggi akan sangat membantu kelancaran dan keberhasilan perencanaan ini dan
setiap permasalahan yang timbul akan dapat segera diselesaikan.

Dengan seringnya berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak Pusat maupun daerah,
diharapkan akan memperlancar dan mempercepat dalam menyelesaikan permasalahan yang
mungkin akan terjadi. Survey lapangan dalam rangka mengidentifikasi permasalahan
pengelolaan sampah serta mengidentifikasi daerah genangan akan lebih baik bila dilakukan
bersama-sama dengan pihak daerah untuk menghindari kesalahan, baik dalam perencanaan
maupun pelaksanaan pembangunan nantinya.

Secara garis besar hal-hal yang perlu dikoordinasikan antara lain :

1. Menyamakan interpretasi tugas, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan ini.
2. Mendiskusikan rencana kerja dan jadwal pelaksanaan khususnya pekerjaan survey
lapangan.

3. Merencanakan sistem komunikasi yang efektif dan terorganisir antara Konsultan dan

Pemberi Tugas/Tim Teknis serta semua instansi terkait.

4. Prosedur dan perizinan yang diperlukan dari Pemberi Tugas.

2.7. Pendekatan Teknis

1. Fisik Kota

Pendekatan terhadap daerah studi dalam hal ini Kota PEMATANG SIANTAR sangat
penting, untuk mengetahui kondisi dan karakteristik kota. Dalam merencanakan sistem
pengelolaan persampahan harus mempertimbangkan topografi, hidrologi,
klimatologi dan geologi. Kemiringan tanah, tinggi muka air tanah termasuk pasang surut air,
kondisi sungai di saat musim kemarau dan musim hujan, temperatur dan kelembaban pada
musim hujan dan kemarau dan struktur lapisan tanah akan dipelajari dan dipahami.

2. Sosial Ekonomi

a. Kepemerintahan antara lain : struktur organisasi pemerintah kota, pembagian dan


batas wilayah kerja administrasi kota serta luas masing-masing wilayah.

b. Demografi, meliputi jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk per tahun dan
kepadatan penduduk. Perkiraan laju pertumbuhan dan arah penyebaran penduduk dari
tahun ke tahun didasarkan pada data aktual dan rencana kota menurut
RUTRK/Renstra, dsb.

c. Data demografi ini akan diambil dari data statistik Kota PEMATANG SIANTAR edisi
terakhir.

d. Distribusi kegiatan lokasi proyek, terdiri dari beberapa sektor antara lain pertanian,
perdagangan, peternakan, pegawai, buruh dan tata guna lahan dalam berbagai
kategori.

e. Prasarana dan Sarana Umum yang dimiliki oleh Kota PEMATANG SIANTAR
antara lain :

jaringan listrik, air minum, telepon dan alat transportasi.

f. Fasilitas yang dimiliki Kota PEMATANG SIANTAR, seperti : pertokoan,


perniagaan, hotel/losmen, rumah sakit/kesehatan, perkantoran, pendidikan, tempat
ibadah/sosial, perumahan dan sebagainya. data-data ini diperlukan untuk menentukan
jumlah/kapasitas dan jenis sampah dan juga diperlukan untuk menentukan skala
pengelolaan individual dan komunal.

g. Pendapatan masyarakat per rumah tangga diperlukan untuk menentukan tarif retribusi
sampah yang akan diusulkan.

h. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah saat ini dan perkiraan di tahun mendatang.
3. Kesehatan Masyarakat

Tingkat kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan. Untuk


mendapatkan lingkungan yang bersih, tergantung oleh tersedianya fasilitas sanitasi yang
baik dan memadai. Selain itu juga perlu ditunjang oleh kemampuan masyarakat dalam
menciptakan dan menjaga kebersihan.

4. Rencana Pengembangan Kota

Rencana Strategis, Rencana Induk Kota dan Rencana Umum Tata Ruang Kota yang
dimiliki oleh Pemerintah Kota PEMATANG SIANTAR akan menjadi acuan bagi penyusunan
perencanaan teknis dan manajemen persampahan ini dapat terintegrasi dengan
rencana pengembangen sarana dan prasarana lainnya.

Arah dan sasaran pembangunan kota, potensi yang dikembangkan di waktu


mendatang, berbagai sektor ekonomi yang meliputi kegiatan usaha dengan
berbagai kegiatan pelayanan dan lingkungan hidup serta permasalahannya
merupakan salah satu faktor penting dalam proses penyusunan studi ini.
Demikian juga halnya dengan rencana pengembangan fasilitas kota termasuk sarana
dan prasarana pengelolaan pesampahan.

5. Sistem Pengelolaan Eksisting

Pengelolaan persampahan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen
yang saling berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang mempunyai satu tujuan.
Bentuk interaksi ini mempunyai ketentuan dan peraturan. Komponen yang mempunyai
bentuk tersebut di atas disebut subsistem. Subsistem tersebut adalah:

a. Organisasi dan Manajemen


b. Teknik Operasional
c. Pembiayaan dan Retribusi

d. Ketentuan dan Peraturan

2.8. Pengelolaan Persampahan

2.8.1 Kegiatan Operasional

Pengelolaan persampahan kota - kota di Indonesia mempunyai pola yang hampir sama. Ditinjau
dari segi teknik operasionalnya, pengelolaan persampahan meliputi kegiatan pewadahan
sampai dengan pembuangan akhir.

Operasi bersifat integral dan terpadu karena setiap proses tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan saling pengaruh mempengaruhi secara berantai.

Adapun urutan kegiatan sistem operasional pengelolaan persampahan secara umum adalah
sebagai berikut:

1. Kegiatan pewadahan sampah

2. Kegiatan pengumpulan sampah

3. Kegiatan pemindahan sampah

4. Kegiatan pengangkutan sampah

5. Kegiatan pengelolaan sampah

6. Kegiatan pembuangan akhir

A. Pewadahan Sampah

Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan,


dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Tujuan utama dari
pewadahan adalah untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga
mengganggu lingkungan dari segi kesehatan, kebersihan dan estetika.

Gambar 2.2: Skema Kegiatan Operasional Persampahan

TIMBULAN SAMPAH

PEWADAHAN

PENGUMPULAN

PEMINDAHAN DAN PENGOLAHAN / UPS

PENGANGKUTAN
PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH

Pewadahan dapat dikelompokkan sebagai pewadahan individual serta pewadahan


komunal (yang merupakan bagian dari proses pengumpulan). Pewadahan individual
dimaksudkan untuk menampung sampah dari masing-masing sumber sampah, sesuai
dengan sistem/ pola pengumpulan yang diterapkan, dimana setiap rumah tangga harus
tetap mempunyai pewadahan individual.

Cara-cara ataupun sistem pewadahan sampah dikelola dengan baik oleh setiap pemilik
persil pada daerah-daerah pelayanan merupakan faktor penunjang keberhasilan operasi
pengumpulan sampah. Tujuan dari pewadahan akan tercapai apabila orang mau
membuang sampah kedalamnya, dan pewadahan tersebut mampu mengisolasi sampah
terhadap segala sesuatu di sekitarnya.

Untuk itu hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain pewadahan adalah sifat,
bahan, warna, volume dan konstruksinya, yang harus memenuhi persyaratan praktis,
ekonomis, estetis dan higienis.

Secara umum, bahan pewadahan sampah harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Awet dan tahan air (kedap air)

b. Mudah untuk diperbaiki

c. Ekonomis, mudah diperoleh/ dibuat oleh masyarakat

d. Ringan dan mudah diangkat sehingga tidak melelahkan petugas dalam proses
pengumpulan

e. Penggunaan warna yang menarik dan menyolok

Adapun kriteria penentuan ukuran (volume) pewadahan sampah biasanya ditentukan


berdasarkan:

a. Jumlah penghuni dalam suatu rumah b.


Tingkat hidup masyarakat
c. Frekuensi pengambilan/ Pengumpulan sampah

d. Sistem pelayanan, individual atau komunal

Berdasarkan tempat sumber timbulannya, bahan dan jenis wadah sampah padat
diuraikan sebagai berikut:

a. Sampah rumah tangga wadahnya dapat berupa:

1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas

2) Tong/bin dari kayu

3) Container besi

4) Kantong plastik

5) Kantong kertas

b. Sampah toko/restoran wadahnya berupa :

1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas

2) Tong/bin dari kayu

3) Container besi

4) Kantong plastik
c. Sampah kantor/ bangunan gedung wadahnya berupa :

1) Bak tembok

2) Container besi

3) Kantong plastik besar

Cara pengambilan wadah sampah dapat dilakukan dengan cara manual atau secara
mekanik. Oleh karena itu perlu ditetapkan suatu standarisasi ukuran dan bentuk serta
perlengkapannya. Ukuran wadah menggunakan tenaga orang (manual) misalnya harus
dirancang sedemikian rupa sehingga mudah diangkat dan beratnya diperhitungkan mampu
bagi seseorang untuk mengangkatnya. Sedangkan wadah yang menggunakan tenaga
mekanik, ukuran dan berat penuhnya disesuaikan dengan spesifikasi kendaraan
angkutannya (load-haul atau compactor truck).

Lokasi penempatan wadah pada umumnya belum seragam. Untuk wadah sampah yang
pengambilannya menggunakan tenaga orang, lokasi ada yang ditempatkan di depan
rumah, di belakang rumah, di tepi trotoar jalan, dan sebagainya. Demikian pula cara
penempatannya ada yang ditempatkan di udara terbuka dan ada yang diberi alat
pelindung/ atap.

B. Pengumpulan Sampah

Yang dimaksud dengan sistem pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan
sampah mulai dari tempat pewadahan/ penampungan sampah dari sumber timbulan
sampah sampai tempat pengumpulan sementara/ stasiun pemindahan atau sekaligus
diangkut ke tempat pembuangan akhir.

Pengambilan sampah dilakukan setiap waktu sesuai dengan periodesasi tertentu.


Periodesasi biasanya ditentukan berdasarkan waktu pembusukkan sampah, yaitu kurang
lebih berumur 2 – 3 hari, yang berarti pengumpulan sampah dilakukan maksimal setiap
3 hari sekali. Makin sering semakin baik, namun biasanya operasinya lebih mahal.
Pengumpulan umumnya dilaksanakan oleh petugas kebersihan Kota atau swadaya
masyarakat (pemilik sampah, badan swasta atau RT/RW). Pengikut sertaan masyarakat
dalam pengelolaan sampah banyak ditentukan oleh tingkat kemampuan pihak kota dalam
memikul beban masalah persampahan kotanya.

Termasuk dalam pekerjaan pengumpulan adalah penyapuan jalan dan pembersihan


selokan. Pengawasan akan mutu pekerjaan ini cukup penting terutama
pembersihan selokan pada musim penghujan, sehubungan dengan pencegahan banjir.

Sistem atau cara pengumpulan sampah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

a. Peraturan-peraturan/ aspek legal pada daerah setempat


b. Kebiasaan masyarakat (budaya)
c. Karakteristik lingkungan fisik dan sosial ekonominya
d. Kedaan khusus setempat
e. Kepadatan dan penyebaran penduduk
f. Rencana penggunaan lahannya
g. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengelolaan dan pembuangan
h. Lokasi pembuangan akhirnya
i. Biaya yang tersedia

C. Pemindahan Sampah

Proses pemindahan terdapat pada pengelolaan sampah dengan pengumpulan secara tidak
langsung. Proses ini diperlukan karena kondisi daerah pelayanan tidak memungkinkan
untuk diterapkan pengumpulan dengan kendaraan truk secara langsung. Disamping itu juga
proses ini akan sangat membantu efisiensi proses pengumpulan. Pekerjaan utama pada
proses ini yaitu memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam truk pengangkut.

Mengingat tingkat kemampuan daya tempuh gerobak yang relatif pendek, maka lokasi
pemindahan umumnya terletak tidak jauh dari sumber sampah, masalah yang perlu
diperhatikan adalah pengaruhnya daerah sekitar dalam hal kebersihandan kesehatan
lingkungan.

Lokasi pemindahan letaknya sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi truk pengangkut
untuk memasuki dan keluar dari pemindahan. Pemindahan sampah ke dalam truk
pengangkut dapat dilakukan secara manual, mekanis atau campuran, tergantung dari tipe
kendaraan pengangkutnya. Pengisian container dilakukan secara manual oleh petugas
pengumpul, sedangkan pengangkatan container ke atas truck dilakukan secara mekanis
(load-haul dan compactor truck).

Lokasi pemindahan dapat bersifat terpusat (pola transfer depo) atau tersebar. Fungsi
lokasi pemindahan terpusat: proses pemindahan, penyimpanan alat, perawatan ringan,
proses pengendalian (desentralisasi). Sedangkan fungsi lokasi pemindahan tersebar: proses
pemindahan dan penyimpanan alat.

D. Pengangkutan Sampah

Yang dimaksud dengan pengangkutan sampah dalam hal ini adalah kegiatan pengangkutan
sampah yang telah dikumpulkan ditempat penampungan sementara (transfer station) atau
langsung dari tempat sumber sampah ketempat pembuangan akhir (TPA).

Keberhasilan kegiatan penanganan sampah adalah tergantung pada baiknya kegiatan/


sistim pengangkutan sampah yang diterapkan. Sarana yang digunakan adalah kendaraan
truck dengan berbagai tipe/ jenis, sehingga merupakan kegiatan yang membutuhkan
dana/ investasi yang paling besar dibandingkan dengan kegiatan pengumpulan dan
pembuangan akhir.

Pekerjaan pengangkutan pada pokoknya membawa sampah makin menjauhi daerah


sumber. Arah pengangkutan biasanya relatif jauh keluar kota. Dasar alasan adalah
kemungkinan adanya rencana pengembangan kota masalah pengangkutan biasanya timbul
seiring dengan keharusan truk melewati jalan-jalan dalam kota. Kenyataan memperlihatkan
bahwa tidak semua jalan sesuai untuk dilewati truk tanpa menimbulkan gangguan pada
kelancaran lalu lintas.

Jalan yang tidak sesuai dari segi lebarnya biasanya ditambah dengan tingkat
kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi. Kondisi truk, terutama saat melewati jalan ramai,
cukup berpengaruh terhadap kenyamanan disekitarnya. Kesan kotor biasanya
terjadi karena tetesan air dan hamburan material sampah selama
perjalanan.

2.8.2 Pola Teknis Operasional

Pewadahan

Pola pewadahan terdiri dari :

a. Pewadahan Individual

Bentuk pewadahan yang dipakai banyak tergantung selera dan kemampuan


pengadaannya dari pemiliknya, mulai dari pengadaan sampai penggunaannya
dilakukan secara pribadi. Ciri utama dalam penanganan selanjutnya adalah digunakan
sistem pengumpulan dari rumah ke rumah. Petugas akan langsung mendatangi tiap
rumah untuk mengumpulkan sampahnya.

b. Komunal

1) Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman kota, jalan, pasar.


Bentuknya banyak ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat
penggunaannya adalah umum, alasan utama digunakannya pola ini adalah
kesulitan petugas dalam mencapai tempat sampah di setiap titik sumber, juga
termasuk kesulitan utama adalah kondisi jalan (sangat sempit, tidak dapat
dilalui kendaraan pengumpul, sibuk sepanjang hari, dan sebagainya). Agar
memudahkan dalam penanganan selanjutnya maka tempat sampah komunal
umumnya ditempatkan di tepi jalan besar, pada suatu lokasi yang strategis
terhadap penggunaannya. Penduduk akan membawa sampahnya untuk dibuang
ke tempat sampah komunal dan pengumpulan pun dilakukan oleh petugas dari
tempat ini.

2) Pada pola pewadahan komunal, setiap rumah tangga tetap harus memiliki
pewadahan individual, yang pada periode tertentu dibuang sendiri oleh pemilik
rumah ke wadah komunal.

3) Pada beberapa literatur, pewadahan diklasifikasikan termasuk dalam proses


pengumpulan, karena memang sarana pewadahan sangat berkaitan erat dengan
proses pengumpulan, baik desain, kapasitas alatnya maupun pola yang
diterapkan.

Pengumpulan

Pola pengumpulan sampah umumnya dapat dibagi atas:a. Individual langsung


b. Individual tidak langsung
c. Komunal langsung
d. Komunal tidak langsung

1. Pola individual langsung

“ Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah


masing-masing sumber sampah dan diangkut langsung ke TPA, tanpa melalui proses
pemindahan. Persyaratan:
“ Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 8%) sehingga alat pengumpul non
mesin sulit beroperasi
“ Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya.
“ Kondisi dan jumlah alat memungkinkan

“ Jumlah timbulan sampah besar (>0,5 m3/hari)

2. Pola individual tidak langsung

Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah masing-


masing sumber sampah dan diangkut ke TPA dengan sarana pengangkut melalui
proses pemindahan. Pola ini dapat mengurangi ketergantungan kebutuhan alat angkut
(truk), tetapi membutuhkan kemampuan pengendalian personil dan alat yang lebih
kompleks. Pola ini baik untuk daerah dengan partisipasi aktif masyarakat yang rendah.
Dan alat pengumpul masih mampu menjangkau sumber secara langsung. Pola ini
membutuhkan persyaratan sebagi berikut:
“ Memungkinkan pengadaan lokasi pemindahan

“ Bila menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak), maka


dibutuhkan kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 8%)
“ Lebar jalan yang memungkinkan dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya.
“ Organisasi harus siap dengan sistem pengendalian

3. Pola komunal langsung

Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari


masing-masing titik pewadahan komunal, langsung diangkut ke TPA tanpa melalui
proses pemindahan. Pola ini merupakan alternatif bila alat angkut terbatas, lokasi
merupakan timbulan sampah-sampah sulit dijangkau oleh pelayanan alat pengumpul
non mesin (gerobak), kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah,
alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah. Pola ini mempunyai
prasyarat:
“ Peran serta aktif masyarakat tinggi

“ Wadah komunal dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan sesuai dengan


kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk).

4. Pola komunal tidak langsung

Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari


titik pewadahan komunal, dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak),
lalu diangkut ke TPA menggunakan alat angkut truk. Pola ini membutuhkan prasyarat :
“ Peran serta aktif masyarakat tinggi

“ Wadah komunal dan alat pengumpul dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan
sesuai dengan kebutuhan dilokasi yang mudah dijangkau alat pengumpul
“ Memungkinkan pengadaan lokasi pemindahan

“ Bila menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak), maka dibutuhkan


kondisi topografi yang relatif datar (rata-rata < 8%)
“ Lebar jalan yang memungkinkan dilalui alat pengumpul tanpa menganggu
pemakai jalan lainnya
“ Organisasi harus siap dengan sistem pengendalian

Pemindahan

Kegiatan pemindahan terdapat pada pola pengumpulan tak langsung, yaitu pengumpulan
oleh alat bukan jenis truk. Sampah dari alat pengumpul (gerobak/ sejenisnya) harus
dipindahkan ke truk pengangkut untuk dibawa ke lokasi pembuangan akhir.

Berdasarkan kondisi dan fungsinya pemindahan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu terpusat
dan tersebar.

Pola pemindahan terpusat dimaksudkan sebagai sentralisasi proses pemindahan dan


merupakan pos pengendali operasional, apabila sulit mendapatkan lahan kosong untuk
lokasi pemindahan, maka lokasi pemindahan dapat tersebar, tetapi akibatnya kurang dapat
dikendalikan.

Selain itu, lokasi pemindahan dapat berfungsi pula sebagai penyimpan sarana kebersihan,
seperti gerobak dan peralatan lainnya, tanpa perawatan alat dan sebagainya.

Lokasi pemindahan dapat berbentuk:

1. Pelataran berdinding (transfer depo)

Ukuran panjang dan lebar dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan keluar masuk
dan pemuatan truk. Bila pemuatan tidak langsung dilakukan dari gerobak, maka harus
tersedia tempat khusus penimbunan sampah sementara. Dinding dibuat cukup tinggi
sehingga dapat berfungsi sebagai isolator terhadap daerah sekitarnya. Memudahkan
keluar masuk dan pemuatan truk isolasi bertujuan menghilangkan kesan kotor dari kerja
pemindahan.

2. Container muat (load- haul)

Berupa container yang umumnya bervolume 8 - 10m3, gerobak langsung


menumpahkan muatannya ke dalam container ini. Setelah penuh maka container
ini akan dibawa ke lokasi pembuangan akhir. Metoda ini membutuhkan biaya modal
yang cukup besar karena dibutuhkan truk dengan tipe khusus (load-haul truck).

Pengangkutan

Fase pengangkutan merupakan tahapan membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung
dari sumber sampah menuju ke TPA.

Hal yang penting dalam proses pengangkutan adalah penentuan route pengangkutan,
berupa penetapan titik pengambilan, jadwal operasi dan pola pengangkutan.

Untuk menentukan route pengangkutan sampah tersebut dilakukan langkah-langkah


sebagai berikut :

a. Penentuan titik pengambilan

b. Untuk menentukan titik pengambilan perlu adanya peta daerah pelayanan dan peta
timbunan sampah.

c. Peta derah pelayanan menunjukkan batas daerah yang akan dilayani saat ini dan
kemungkinan pengembangannya yang memuat data-data antara lain:

1) Luas wilayah kota

2) Luas daerah yang dilayani

3) Jumlah penduduk yang dilayani

4) Jumlah sampah yang harus dilayani setiap hari

d. Peta timbulan sampah menunjukan lokasi pengumpul/ timbunan sampah yang harus
dilayani oleh para petugas kebersihan, antara lain:

1) Lokasi stasion pemindahan/ TPS


2) Lokasi container besar

3) Lokasi daerah pertokoan

4) Lokasi bangunan besar/ khususnya yang diperkirakan timbulan sampah lebih


1m3 misalnya rumah sakit, hotel, pusat perbelanjaan kantor-kantor besar dan
lain-lain.

e. Pada titik pengumpul tersebut jumlah volume sampah yang harus diangkut setiap
hari dari setiap daerah pelayanan dapat diketahui. Juga route angkutannya
dapat direncanakan.
Gambar 2.3: Pola Teknis Operasional

TPA

Compactor Truck Dump Truck Arm Roll Truck

Dump Truck

Gerobak sampah 1m3 Gerobak sampah


1m3

Bin/tong 40 lt Container 5m3 Comunal Container


1m3

Sumber Kantong Gerobak comunal 1m3


Timbulan Plastik ± 30 lt
Sampah

POLA POLA
POLA INDIVIDUAL LANGSUNG COMUN COMUNAL
POLA INDIVIDUAL TIDAK LANGSUNG AL TIDAK
LANGSU LANGSUNG
NG
1. Jadwal Operasi

Jadwal kegiatan pelayanan harus ditetapkan sedemikian rupa agar operasi


pengangkutan sampah dapat berjalan secara teratur. Hal ini disamping untuk
memberikan gambaran kualitas pelayanan juga untuk menetapkan jumlah kebutuhan
tenaga dan peralatan, sehingga biaya operasi dapat diperkirakan.

Selain itu dengan frekuensi pelayanan yang teratur akan memudahkan bagi para
petugas untuk melaksanakan tugasnya.

Pengaturan jam operasional tersebut harus disesuaikan dengan:

1) Jumlah timbulan sampah yang harus diangkat setiap hari

2) Jumlah kendaraan dan tenaga serta kapasitas kendaraan

3) Sifat daerah pelayanan

4) Waktu yang diperlukan tiap rit kendaraan

Dengan pengaturan jam kerja ini, operasi pengumpulan dan pengangkutan sampah
dapat berjalan tertib dan teratur, sehingga mudah dilakukan pengontrolan terhadap
kebersihan kota.

Pengaturan kerja tersebut termasuk juga:

1) Pengaturan penugasan

2) Pengaturan kewajiban bagi para petugas untuk membersihkan kendaraan

3) Kewajiban bagi para petugas untuk melaporkan hasil operasinya, sehingga


volume sampah yang terangkut setiap pengangkutan dapat diketahui.

2. Pola Pengangkutan

Pola pengangkutan sampah yang dialkukan dengan sistem stasiun pemindahan

(transfer depo), proses pengangkutan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Kendaraan angkutan keluar dari pool langsung menuju lokasi pemindahan transfer depo
untuk mengangkut sampah langsung ke TPA

Dari TPA, kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada rit
berikutnya.

Untuk pengumpulan sampah dengan sistem container pola pengangkutan adalah


sebagai berikut:

1) Sistim container yang diangkut

Kendaraan keluar dari pool langsung menuju lokasi container pertama untuk
mengambil/ mengangkut sampah langsung ke TPA. Dari TPA kendaraan
tersebut dengan container kosong kembali ke lokasi pertama tadi untuk
menurunkan container tersebut, dan kemudian menuju ke lokasi ke dua untuk
mengambil container yang berisi untuk diangkut ke TPA dan selanjutnya
mengembalikan container kosong tersebut ketempat semula. Demikian
seterusnya sampai pada shift terakhir.

2) Sistim container yang diganti

Kendaraan keluar dari pool dengan membawa container kosong menuju ke


lokasi container pertama untuk mengambil/ mengganti container yang berisi
sampah dan langsung membawanya ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut
dengan container kosong kembali menuju lokasi container kedua dan kemudian
menurunkan container kosong tersebut sekaligus mengambil container yang telah
penuh untuk dibawa ke TPA. Demikian seterusnya sampai pada shift terakhir.

3) Sistim container tetap

Penyerapan sistim ini biasanya untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa
truck compactor. Kendaraan keluar dari pool langsung menuju ke lokasi container
pertama dan mengambil sampahnya untuk dituangkan ke dalam truck compactor
dan diletakkan kembali container yang kosong itu ketempat semula, kemudian
kendaraan langsung ke lokasi container kedua mengambil sampahnya dan
meninggalkan container dalam keadaan kosong dan seterusnya jika kapasitas
truk sudah penuh, kendaraan langsung menuju ke lokasi pembuangan akhir.
Gambar 2.4: Sistim Container yang diangkut

B e r i s i K o s o n g

TPA

Gambar 2.5: Sistim Container yang diganti

K o s o n gB e r i s i

TPA

Gambar 2.6: Sistim Container tetap

TPA
Compactor Truck
2.8.3 Peralatan Operasional Persampahan

Peralatan Pewadahan

1. Individual

Bentuk pewadahan yang dipakai banyak tergantung selera dan kemampuan


pengadaannya dari pemiliknya secara umum adalah:
Bentuk : Kotak, Silinder, Kantung, Container

Sifat : Bersatu dengan tanah, dapat diangkat

Bahan : Pasangan bata, logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat


kedepan terhadap air, panas matahari, tanah diperlakukan kasar
mudah dibersihkan.

Ukuran : 10 – 50 liter untuk pemukiman, toko kecil 100-500 liter untuk kantor,
toko besar, hotel, rumah makan

Pengadaan : Pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola

2. Komunal

Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/ kumuh, taman kota, jalan, pasar.
Bentuknya banyak ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat
penggunaannya adalah umum. Karakteristiknya adalah:
Bentuk : Kotak, Silinder, Kantung, Container

Sifat : Bersatu dengan tanah, dapat diangkat

Bahan : Pasangan bata, logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat


kedepan terhadap air, panas matahari, tanah diperlakukan kasar
mudah dibersihkan.

Ukuran : 10 – 100 liter untuk pinggir jalan taman, 100-500 liter untuk
pemukiman dan pasar

Pengadaan : Pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil


produksi, instansi pengelola).

Adapun jenis-jenis peralatan pewadahan yang umum terdapat di kota-kota di

Indonesia adalah:

1) Kantong plastik, 30 – 50 liter

2) Bin plastik/ keranjang tertutup, 40 – 50 liter

3) Tong kayu, 40 – 60 liter

4) Bin plastik (tertutup dengan roda), 120 liter

5) Bin plastik permanen, 70 liter

6) Bin plat besi tertutup, 100 liter

7) Bak sampah permanen, ukuran variasi

8) Kontainer, volume 1,0 m3

Peralatan Pengumpulan dan Pemindahan

Peralatan pengumpulan dan pemindahan sampah dapat bermacam-macam tergantung


sistem pewadahan dan pengumpulan yang diterapkan. Pada daerah pelayanan tertentu
peralatan pengumpulan dapat sekaligus sebagai peralatan pengangkutan (truk).

Adapun peralatan yang telah disesuaikan berdasarkan daerah timbulan sampahnya dan
telah lazim digunakan dalam sistem pengumpulan sampah yaitu:
1. Daerah perumahan/ pemukiman teratur:

Gerobak dorong, dimana sampahnya kemudian dikumpulkan pada tempat pengumpulan


sementara (transfer depo) dan container.

2. Perumahan yang belum teratur (slump area)

Container komunal, gerobak dan transfer komunal, transfer station atupun truk pemadat
(compactor truck).

3. Daerah Pasar/ Komersial

Untuk daerah pasar/ komersial dapat digunakan langsung truk sampah atau
container.

4. Daerah Pertokoan

Untuk daerah pertokoan dapat digunakan beberapa cara:

1) Digunakan gerobak dorong dan transfer station atau container

2) Digunakan container komunal

3) Digunakan langsung truck sampah

Peralatan Pengangkutan

Peralatan pengangkutan sampah antara lain:

a. Truck biasa
b. Dump Truck (Tipper Truck)
c. Compactor Truck
d. Arm Roll Truck
e. Multi Loader Truck
f. Transfer Trailer

Penggunaan jenis-jenis truk ini tergantung dari sistim pewadahan, pengumpulan dan
pemindahannya.

2.9. Pemilihan Sistem Dan Peralatan Operasional Persampahan

2.9.1 Umum

Pemilihan sistem dan pemilihan peralatan operasional persampahan saling berkaitan erat.
Pemilihan jenis peralatan pada masing-masing komponen operasional sangat tergantung dari
sistem atau pola operasional yang digunakan. Demikian pula pemilihan sistem operasional
sangat tergantung pada kondisi fisik, sosial dan ekonomi daerah setempat.

2.9.2 Pewadahan

Penentuan segi baik dan buruknya suatu bentuk pewadahan dinilai dari hubungannya sebagai
pendukung pekerjaan penanganan berikutnya, yaitu pengumpulan, pekerjaan ini umumnya
dilakukan oleh petugas kota atau swadaya masyarakat. Para petugas dituntut untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan target yang telah ditentukan. Efektifitas kerja harus tinggi
dan dilakukan melalui efisiensi waktu, untuk mencapai target tersebut. Sehubungan dengan
hal ini maka cara pewadahan harus dapat memberikan kemudian dalam pekerjaan
pengumpulan.
2.10. Pembuangan Akhir Sampah Dan Pengolahan

2.10.1 Umum

Tujuan pembuangan akhir sampah adalah untuk memusnahkan sampah domestik atau yang
diklasifikasikan sejenis ke suatu tempat pembuangan akhir dengan cara sedemikian rupa
sehingga tidak – atau seminimal mungkin menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
antara (intermediate treatment) maupun tanpa diolah terlebih dahulu.

Kegiatan operasional di pembuangan akhir pada dasarnya merupakan:

1. Kegiatan yang merubah bentuk lahan

2. Kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan dan kemerosotan sumber daya lahan, air
dan udara.

2.10.2 Pembuangan Akhir

Yang dimaksud dengan pembuangan akhir adalah cara yang digunakan untuk memusnahkan
sampah padat dari hasil kegiatan pengumpulan dan pengangkutan mapun sampah padat hasil
buangan kegiatan pengelolaan sampah itu sendiri.

Ada 2 cara pembuangan akhir, yaitu:

1) Open Dumping

2) Landfill, yang dapat dibedakan lagi atas:

a) Sistim Controlled Landfill


b. Sistim Sanitary Landfill

Open Dumping

Dilakukan dengan cara sampah dibuang begitu saja di tempat pembuangan akhir (TPA)
dan dibiarkan terbuka sampai pada suatu saat TPA penuh dan pembuangan sampah
dipindahkan ke lokasi lain atau TPA yang baru.

Untuk efisiensi pemakaian lahan, biasanya dilakukan kegiatan perataan sampah dengan
menggunakan dozer atau perataan dapat juga dilakukan dengan tenaga manusia.

Keuntungan:

a. Operasi sangat mudah


b. Biaya operasi dan perawatan murah
c. Biaya investasi TPA relatif murah

Kerugian:

a. Timbul pencemaran udara oleh gas, debu dan bau


b. Cepat terjadi proses timbulnya leachate, sehingga menimbulkan pencemaran air
tanah
c. Sangat mendorong tumbuhnya sarang-sarang vektor penyakit (tikus, lalat, nyamuk
dan serangga lain).
d. Mengurangi estetika lingkungan.

Landfill

Merupakan perbaikan dari pada cara open dumping yaitu dengan menambahkan lapisan
tanah penutup di atas sampah.

a. Sistem Controlled Landfill

Dilakukan dengan cara sampah ditimbun, diratakan dan dipadatkan kemudian pada
kurun waktu memperkecil pengaruh yang merugikan terhadap lingkungan.

Bila lokasi pembuangan akhir telah mencapai akhir usia pakai, seluruh timbunan
sampah harus ditutup dengan lapisan tanah.

Diperlukan persediaan tanah yang cukup sebagai lapisan tanah penutup.


Keuntungan:
1) Dampak negatif terhadap estetika lingkungan sekitarnya dapat dikurangi

2) Kecil pengaruhnya terhadap estetika lingkungan awal

Kerugian:

1) Operasi relatif lebih sulit dibanding open dumping

2) Biaya investasi relatif lebih besar dari pada open dumping

3) Biaya operasi dan perawatan relatif lebih tinggi dari pada open dumping

b. Sistem Sanitary Landfiil

Adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah
ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Hal
ini dilakukan terus menerus secara berlapis-lapis sesuai rencana yang telah
ditetapkan.

Pekerjaan pelapisan sampah dengan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir
jam operasi. Diperlukan persediaan tanah yang cukup untuk menutup timbunan
sampah.

Keuntungannya adalah pengaruh timbunan sampah terhadap lingkungan sekitarnya


relatif lebih kecil dibanding sistem controlled landfill.

Anda mungkin juga menyukai