Pada bagian ini diuraikan mengenai pendekatan yang digunakan dalam penyelesaian kegiatan berikut dengan
metode analisis yang akan digunakan dalam tiap lingkup kegiatannya , Pendekatan pelaksanaan kegiatan,
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan, Pendekatan dan metode pelaksanaan kegiatan dalam
rangkaian penyelesaian Pekerjaan Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
4.1. PENDEKATAN
4.1.1 Umum
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 1
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
pengertian dari perumahan kumuh dan permukiman kumuh serta perumahan kumuh dan
permukiman kumuh yang tidak pada peruntukkannya (squatter).
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 2
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
SQUATTER merupakan permukiman liar yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah Kota/Kabupaten, dan menghuni suatu lahan yang bukan miliknya/haknya atau
tampa izin dari yang telah mengalami penurunan kualitas secara fisik, ekonomi, dan
budaya, dan lokasinya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kota/Kabupaten dan
menghuni suatu lahan yang bukan miliknya/haknya atau tanpa izin dari pemiliknya.
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 3
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
B A A
PENDEKATAN TEKNIS Technical Approach
- PERENCANAAN
PENDEKATAN BERDASARKAN TEKNIK-TEKNIK
a MAUPUN STANDAR YANG SUDAH ADA
Pendekatan karakter tematis; pendekatan ini dilakukan bagi kawasan yang dianggap
memiliki kesamaan dan keutuhan karakter yang tak dapat dipisahkan, seperti
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 4
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Pendekatan dan teknik penataan kota seperti disebutkan di atas dilakukan apabila
konsultan telah menemukan permasalahan nyata dan bersama stake-holder untuk
mengambil keputusan perencanaan. Sikap dan keputusan ini harus menggunakan
pendekatan perencanaan dengan partisipasi masyarakat (Partisipatory planning).
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 5
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Sistim pembelajaran yang dilakukan Syeikh Burhanuddin tidak seperti biasa, dia
melakukannya sambil bermain, semua Permainan yang ada dimasyarakat saat itu dia
ikuti, dari Sepak Rago, main gundu dan layang-layang semua dilakoninya namun setiap
memulai permain dia selalu membaca basmallah dan doa-doa lain yang membuat dia
menang hal ini menimbulkan minat anak –anak untuk mengetahui dan belajar apa isi
doa yang dibaca Syeikh Burhanuddin menjadi tinggi, dan setelah murid-muridnya
semakin banyak maka atas musyawarah kaum Koto secara gotong royong dibuatkan
masyarakatlah sebuah surau tempat Syeikh Burhanuddin mengajar lokasinya juga di
Tanjung Medan tanah milik Idris Majolelo yang juga diwakafkan.
Mashurnya kegiatan Syekh Burhanuddin di Ulakan ini meluas sampai ke daerah lain,
dari Gadur Pakandangan, Sicincin, Kapalo Hilalang, Guguk Kayu Tanam, Pariangan
Padang Panjang sampai ke Basa Ampek Balai dan raja Pagaruyung sendiri tersintak
mendengar berita ini.
Untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh pelosok Minangkabau cara yang dilakukan
Syeikh Burhanuddin ialah meniru cara Gurunya Syeikh Abdurrauf, dengan memakai
kuasa dan restu Raja Pagaruyung.
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 6
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Apa bila Raja telah bisa diyakinkan tentang kebenaran agama Islam maka Alam
Minangkabau akan mudah dipengaruhi.
Mungkin sudah kehendak hiradat Allah, salah seorang temannya ketika belajar di Aceh
yaitu Datuk Maruhum Basa, diangkat oleh Yang Dipertuan Kerajaan Pagaruyung
sebagai Tuan Kadhi di Padang Ganting.
Dengan diiringkan oleh Idris Majo Lelo, Syekh Burhanuddin menemui Raja Ulakan
yang bergelar Mangkuto Alam untuk menyampaikan niatnya memperluas ruang lingkup
kegiatan dakwah, niat ini diterima baik oleh Mangkuto Alam setelah dimusyawarahkan
dengan “Urang Nan Sabaleh” di Ulakan.
Akhirnya Syekh Burhanuddin, Idris Majo Lelo, Mangkuto Alam dan Urang Nan
Sabaleh Ulakan dengan diiringi hulubalang seperlunya berangkat menghadap Daulat
Yang Dipetuan Raja pagaruyung.
Pertama sekali yang ditemui adalah Datuk Bandaharo di Sungai Tarab untuk minta
petunjuk. Dan atas inisiatif Datuk Bandaro diundanglah para basa Ampek balai untuk
membicarakan maksud dan tujuan “orang Ulakan” yang minta izin untuk
menyebarluaskan ajaran Islam di Minangkabau.
Datuak Bandaro memilih sidang diadakan di sebuah bukit yang dikenal dengan nama
“Bukit Marapalam”.
Isi dari pertemuan tersebut disepakati yang intinya kedua komponen antara Adat dan
Sarak merupakan norma hukum dan saling isi mengisi dimana konsepsi Marapalam
melahirkan ungkapan “adat basandi syarak, sehingga alim ulama di Minangkabau dapat
melibatkan rakyat dalam suatu aksi politik agama.
Konsep Marapalam ini disampaikan ke hadapan daulat Raja Pagaruyung. Dan dari Raja
diminta pembesar kerajaan mempertimbangkan yang diterima dengan suara bulat
sehubungan dengan politik Yang Dipertuan Pagaruyung dalam menentang monopoli
Persatuan Dagang Belanda (VOC) yang mencoba menerapkan penguasa tunggal dalam
perdagangan dan memecah belah rantau pesisir dengan menciptakan Perjanjian Painan
tahun 1662.
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 7
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Seperti bunyi pepatah adat yang disebutkan batas-batasnya sebagai berikut “di dalam
lareh nan duo, luhak nan tigo, dari ikue darek kapalo rantau sampai ke riak nan
badabue” Syekh Burhanuddin dengan gerakannya dilindungi oleh kerajaan Pagaruyung.
Sebagaimana yang dilakukan Syeikh Abdurrauf dalam menguasai ulayat aceh “adat bak
po teumeureuhum, huköm bak syiah kuala”, (adat kembali pada raja Iskandar Muda,
hukum agama pada Syiah Kuala) maka sistim ini disalinterapkan oleh Syekh
Burhanuddin di Minangkabau.
Sasaran utama Yang Dipertuan Raja Pagaruyung menerima syarat Syekh Burhanuddin
ialah demi kepentingan keutuhan Alam Minangkabau sementara Syeikh Burhanuddin
sendiri memiliki misi agar agama islam menjadi sendi utama dalam kehidupan manusia
khususnya di Minangkabau.
Wilayah pesisir yang merupakan bagian dari rantau Minangkabau mulai berkembang
surau-surau, surau-surau ini mulai mengadakan perlawanan terhadap monopoli dagang
bangsa Eropah, seperti Muhammad Nasir dari Koto Tangah, Tuanku Surau Gadang di
Nanggalo.
Dengan kedua kepentingan antara keutuhan daerah rantau kesepakatan mudah dicapai
antara Syekh Burhanuddin dengan Yang Dipertuan Pagaruyung. Kesepakatan inilah
yang sering disebut dengan Perjanjian Marapalam.
Pengalaman Syekh Burhanuddin ketika bersama Syekh Abdur Rauf sebagai mufti
kerajaan Aceh, menambah wawasan Syekh Burhanuddin dalam politik keagamaan di
Minangkabau.
Peristiwa bersejarah di Bukit Marapalam dan Titah Sungai Tarab menghadap kepada
Yang Dipertuan Kerajaan Pagaruyung telah tersiar di seluruh pelosok Alam
Minangkabau. Anak negeri menerima agama Islam dengan kesadaran. Islam diakui
sebagai agama resmi. Adat dan agama telah dijadikan pedoman hidup dan saling
melengkapi. Saat itu lahirlah ungkapan “adat menurun, syarak mendaki. Artinya adat
datang dari pedalaman Minangkabau dan agama berkembang dari daerah pesisir.
Syekh Burhanuddin dengan syi’ar syariat Islamnya telah menyinari Alam Minangkabau
sehingga banyaklah orang yang menuntut ilmu agama berdatangan ke Tanjung Medan.
Bab IV - 8
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
sudah masyhur kemana-mana, Surau Tanjung Medan penuh sesak dengan murid-murid
beliau sehingga dibangun lagi surau-surau disekeliling surau asal.
Menurut catatan terdapat 101 buah surau baru di Tanjung Medan yang merupakan satu
kampus, itulah awal mula sistem pesantren yang kita kenal sekarang.
Konon menurut cerita tak lama berselang tersebarlah kabar bahwa ada masyarakat yang
melihat dan mendengar ada cahaya yang diiringi suara salawaik berdendang bagai
gandang tasa terbang melayang dan turun di dekat pohon Pinago Biru maka
dinisbatkanlah Lokasi tersebut adalah Makam Syeikh Burhanuddin sesuai wasiatnya
dulu, Wallahu alam bis sawab.
Sebelum meninggal dunia, Syekh Burhanuddin tidak lupa mendidik kader penerus
dalam usaha menyebarluaskan ajaran Islam yang dilakukan melalui latihan dan
pendidikan.
Untuk meneruskan perjuangan beliau, Syekh Burhanuddin melatih dan mendidik dua
orang pemuda yang seorang dari Tanjung Medan yang merupakan sahabat karibnya
Katik Idris majolelo, dan anak salah seorang muridnya yang bernazar bila lahir laki-laki
akan dihadiahkan pada Syekh Burhanuddin sebagai nazar bernama Abdul Rahman yang
akan menggantikan kedudukan, sebagai “khalipah” kelak.
Setiap tahun, setelah tanggal 10 Syafar masyarakat di daerah itu selalu memperingati
meninggalnya Syekh Burhanuddin yang dikenal dengan sebutan ‘Basapa’.
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 9
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
‘Basapa’ karena kegiatan ini hanya dilaksanakan pada bulan Syafar Tahun Hijriah. Pada
bulan itulah ribuan jamaah tarekat Syatariah dari berbagai daerah melaksanakan tradisi
‘Basapa’.
Meyakini kemulian dan keagungan guru menjadi salah satu kunci seorang murid agar
selalu berbaik sangka kepada gurunya. Memuliakan dan mengagungkan guru juga
menjadi wasilah bagi seorang murid untuk selalu patuh dan tunduk terhadap segala hal
yang diperintahkan oleh gurunya tersebut.
“Tradisi Basapa adalah kegiatan ziarah ke Makam Syekh Burhanudddin di Ulakan. Kata
Basapa sendiri diambil dari kata Syafar yang merupakan nama bulan dalam kalender
Hijriah. Selain itu, tradisi Basapa merupakan penghormatan kepada Syekh Burhanuddin
yang telah membawa dan mengajarkan agama Islam ke Minangkabau,” kata Tuangku
Herry Firmansyah sebagai Khalifah XV dari Syekh urhanuddin.
Tradisi Basapa biasanya dilaksankan pada tanggal 10 Syafar atau pada hari Rabu
minggu kedua dan Minggu ketiga bulan Syafar. Basapa ini dilakukan masyarakat
sebagai ungkap rasa syukur dan terimakasih terhadap Syekh Burhanuddin atas jasanya
mengembangkan ajaran Islam di Minangkabau.
Sebelumnya, masyarakat atau jamaah dan murid-murid dari Syekh Burhanuddin untuk
melakukan tradisi ‘basapa’ sering melaksanakan tradisi itu di bulan bulan lain. Dengan
kesepakatan yang telah dilahirkan oleh para ulama-ulama di berbagai daerah, maka
disepakati tradisi Basapa dilaksanakan pada bulan Syafar.
“Pada10 bulan Syafar itulah Syekh Burhanudddin meninggal dunia. Jadi artinya, setiap
pada hari Rabu diatas tanggal 10 bulan Syafar jamaah dan masyarakat dan murid murid
beliau selalu melakukan tradisi basapa tersebut,” ujarnya.
Tujuan dari jamaah untuk melakukan ziarah ke makam guru Syekh Burhanuddin pada
bulan Syafar, salah satu bentuk atas kecintaan murid terhadap guru yang telah
meninggal, maka dikenal dengan istilah Basapa di Ulakan itu.
“jadi artinya Basapa adalah menziarahi guru baik semasa hidup maupun yang sudah
meninggal dunia. Dengan istilah sakral bahasa dari ulama-ulama terdahulu, taragak jo
guru yang hiduik, rumah tanggo nyo dijalang, suraunyo ditingkek, kaji nyo dituntuik.
Kemudian, Taragak jo guru yang telah meninggal dunia, kuburannyo dan
peninggalanyo yang diziarahi,” kata dia.
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 10
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Dengan menziarahi guru yang masih hidup akan mendapatkan keberkahan dan ilmu
yang bermanfaat. Sedangkan menziarahi guru yang telah meninggal dunia bagi jamaah
menyakini untuk menambah keimanan dan ketajaman marifaat kepada Allah S.W.T.
“Ziarah ke makam guru, kata dia, merupakan penghormatan atas jasanya sehingga ilmu
yang diperoleh direstui Allah SWT, sedangkan mendatangi guru yang masih hidup akan
mendapatkan ilmu yang berguna di dunia dan akhirat. Selain itu, Ziarah ke makam
dapat memberikan pelajaran kepada kita bahwa kita tidak hidup selamanya,” kata dia.
Setiap hari orang-orang berziarah ke makam Syekh Burhanuddin, namun pada acara
‘Basapa’ orang-orang akan lebih banyak datang, karena pada saat tersebut Syekh wafat
dan sekaligus sebagai ajang bersilaturahmi bagi para murid-murid beliau.
Sementara itu, salah satu panitia pelaksana tradisi ‘Basapa’ Rangkayo DT Bandaharo
menambahkan, sebelum hari ‘Basapa’ jamaah tarekat Syattariyah akan datang baik
secaara perorangan maupun rombongan datang ke Ulakan. Orang-orang yang datang
tidak saja dari Sumbar namun juga dari provinsi lain bahkan ada dari luar negeri.
“Saat ‘Basapa’ para peziarah akan menginap beberapa hari di sejumlah mushalla dan
masjid yang ada di daerah itu serta ada pula yang langsung kembali ke daerahnya
masing-masing,” kata dia.
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan peziarah dalam kegiatan ‘Basapa’ yaitu berzikir,
membacakan tahlil dan tahmid. Rangkaian acara ‘Basapa’ dilakukan di Tanjung Medan,
dan di Ulakan. Pada hari pertama tiba di Ulakan, para peziarah biasanya berkunjung ke
Palak Gadang.
Nilai historis inilah yang nantinya akan diangkat menjadi Tema dan Rencana
pengembangan kawasan di Kawasan Perencanaan.
Penanganan berbasis kawasan dalam penanganan kumuh pada prinsipnya adalah suatu
upaya untuk menata dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan
permukiman kumuh secara berkelanjutan melalui perbaikan dan pembangunan
perumahan serta penyediaan PSU yang memadai untuk mendukung penghidupan dan
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 11
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Gambar 4.2. Bagan Alir Penanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Perencanaan
Peningkatan Kualitas
Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang
Pariaman
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 12
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
1) Kriteria Umum
b. Kepadatan penduduk > 400 jiwa/hektar untuk kota kecil, > 500
jiwa/hektar untuk kota besar dan sedang, dan > 750 jiwa/hektar untuk kota
metropolitan;
2) Kriteria Wajib
3) Kriteria Kompetitif
a. Partisipasi masyarakat;
b. Intensitas kekumuhan;
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 13
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 14
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 14/PRT/M/2018 Tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh;
14. Ditjen Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum Tahun 1997 Tentang Pemakaian Air
Domestik;
17. Kemeterian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya Tentang Buku
Jilid I Tata Cara Perencanaan Drainase Perkotaan Tahun 2012;
21. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2032;
22. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2016 Tentang
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016-2035.
23. Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Padang Pariaman
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 15
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Terkait aspek analisis, ada tiga aspek yang tidak bisa dilepaskan dalam masalah
perumahan dan pemukiman yang menjadi dasar penataan suatu kawasan yaitu aspek
lingkungan, aspek sosial budaya dan aspek ekonomi. Ketiga aspek ini, dengan
keterbatasan lahan menjadi saling berkaitan dan saling mempengaruhi, sehingga harus
menjadi perhatian serius untuk selalu ditingkatkan kualitasnya. Memang, tidak mudah
untuk menangani sistem pemukiman di kota. Apalagi dengan keluasan lahan yang
sangat terbatas, dituntut untuk menciptakan pemukiman yang nyaman dan sehat serta
sanitasi yang memadai. Untuk itu perlu program yang jelas, seperti bagaimana
penanganan sampah, penyediaan air bersih, pembangunan drainase sampai prasarana
dasar lainnya untuk bisa mencapai kualitas hidup yang standar.
Sedang aspek sosial budaya harus memperhatikan apa yang dikehendaki masyarakat
dan disesuaikan dengan lingkungan perkampungan yang padat. Jangan sampai ada
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 16
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
perbedaan (gap) yang tinggi, antara masyarakat yang tinggal di dalam perkampungan
dengan yang diperkotaan.
Bila bicara soal sosial kemasyarakatan di perkotaan, tidak bisa dilepaskan dari
persaingan hidup yang semakin keras dan sengit, sehingga perlu interaksi dan kegiatan
budaya. Karena itu, meski padat, suatu kampung perlu memiliki ruang publik untuk
menjaga kekerabatan sosial. Idealnya tiap perkampungan bisa memiliki lahan untuk
tempat olahraga, rapat atau kegiatan kemasyarakatan lainnya. Ruang publik ini meski
terbatas perlu untuk menjaga kekerabatan dan terjadinya interaksi antar warga.
Hasil dari pengumpulan dan pengolahan data, selanjutnya dianalisis sesuai dengan
kebutuhan perencanaan. Hasil analisis dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
tertentu akan menjadi bahan dalam menyusun model dan konsep perencanaan.
Beberapa langkah penting yang akan dilakukan dalam analisis data ini adalah:
Memahami dengan tepat maksud, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari
pelaksanaan bantuan teknis dalam perencanaan.
Dimilikinya acuan, pedoman atau aturan yang tepat untuk dijadikan sebagai dasar
dalam merumuskan model pengembangan dan konsep penanganan.
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 17
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Potensi Ekonomi Lokal adalah usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang
melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat
madani untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah.
Adapun tujuan dan sasaran potensi ekonomi lokal (PEL) adalah sebagai berikut ;
Bab IV - 18
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Untuk lebih jelasnya mengenai potensi ekonomi lokal dapat dilihat pada gambar
heksagonal berikut :
Kelompok
Sasaran
Proses
Manajemen
Faktor
Lokasi
Pengembangan
Ekonomi
Wilayah
Berkelanjutan
Tata
Kepemerintahan
Kesinergian dan
Fokus Kebijakan
Pembangunan
Berkelanjutan
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 19
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
4.2. METODOLOGI
Sesuai dengan tujuan kegiatan yang diinginkan maka pada bab ini akan dijelaskan
pendekatan/metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan “Perencanaan
Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Kabupaten
Padang Pariaman”. Adapun pentahapan dalam “Perencanaan Peningkatan Kualitas
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Kabupaten Padang Pariaman” ini
adalah sebagai berikut:
Tata cara akan identik dengan pentahapan kerja, maka diskripsi singkat dari metodologi
ini pada dasarnya memberikan gambaran terkait dengan langkah-langkah kerja
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 20
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
a. Pengolahan data
2. Kegiatan Lapangan :
b. Pengukuran lapangan
d. Penyusunan dokumentasi
3. Kegiatan Analisis
a. Koordinasi progress
c. Koordinasi stakeholder
a. Laporan Pendahulian
b. Laporan Antara
c. Laporan Akhir
a. Rembug Warga
b. FGD
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 21
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Secara umum metodologi pelaksanaan pekerjaan lebih dititikberatkan pada proses dan
tahapan kerja yang berkesinambungan yang mana garis besar pelaksanaan pekerjaan
akan dibagi kedalam beberapa kegiatan pekerjaan yang dapat dijelaskan sebagai berikut
1. Tahap Persiapan
- Penyempurnaan metodologi
Sejalan dengan kegiatan ini akan dilakukan pemantapan rencana kerja yang akan
disepakati, serta dimulainya pengumpulan data dan informasi terkait kawasan
perencanaan.
Pada tahapan ini sebelum dilakukan survey dan pengumpulan data diawali dengan
adanya kegiatan sosialisasi program atau kegiatan Perencanaan Peningkatan
Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Kabupaten Padang Pariaman
ke daerah yang dihadiri oleh instansi/ pemangku kepentingan dan masyarakat di
kawasan perencanaan. Sejalan dengan kegiatan ini akan dilakukan pemantapan
rencana kerja yang akan disepakati dan serta dimulainyapengumpulan data dan
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 22
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
informasi terkait kawasan perencanaan. Adapun kegiatan yang akan dilakukan pada
tahap ini sebagai berikut :
d. Wawancara :
a. Stakeholder
b. Warga masyarakat
e. FGD 1 :
Instansi teknis
Rembug warga
Semua data yang terkait dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, fisik dan
lingkungan akan dikumpulkan untuk memperoleh karakteristik secara
komprehensif. Sedangkan secara spesifik, akan dikumpulkan data yang terkait
dengan kondisi dan permasalahan kawasan perencanaan, terkait dengan
perencanaan permukiman yang akan dilakukan. Kualifikasi data yang dikumpulkan
adalah berupa data primer dan data sekunder.
c. Data perekonomian
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 23
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Diperkirakan data yang akan dikumpulkan akan diperoleh dari berbagai sumber,
khususnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dan Provinsi
Sumatera Barat seperti Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan
Pertanahan dan SDA. Data sekunder akan dikumpulkan dari Kantor BPS,
BAPPEDA dan Dinas teknis terkait, Nagari serta Korong. Sedangkan data primer
akan dikumpulkan langsung dari obervasi lapangan dan hasil wawancara dengan
masyarakat dan pihak terkait lainnya. Pada tahap ini juga akan dilakukan survey
pengukuran pada kawasan perencanaan.
2. Perumahan kumuh dan permukiman Perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada
kumuh di tepi air tepi badan air (sungai, pantai, danau, waduk dan
sebagainya), namun berada di luar Garis Sempadan Badan
Air.
3. Perumahan kumuh dan permukiman Perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada
kumuh di dataran rendah di daerah dataran rendah dengan kemiringan lereng <
10%.
4. Perumahan kumuh dan permukiman Perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada
kumuh di perbukitan di daerah dataran tinggi dengan kemiringan lereng > 10
% dan < 40%
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 24
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
LAPORAN PENDAHULUAN
Bab IV - 25
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Tabel IV.2. Aspek, Kriteria, Indikator dan Penilaian Terhadap Pemilihan Lokasi Penanganan Perumahan Dan Permukiman Kumuh
1. Kondisi a. Ketidakteraturan Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan 76% - 100% bangunan pada lokasi tidak 5 Dokumen RDTR &
Bangunan Bangunan dalam RDTR, meliputi pengaturan bentuk, memiliki keteraturan RTBL, Format Isian,
besaran, perletakan, dan tampilan bangunan observasi
pada suatu zona; dan/atau 51% - 75% bangunan pada lokasi tidak 3
memiliki keteraturan
Tidak memenuhi ketetntuan tata bangunan
dan tata kualitas lingkungan dalam RTBL,
meliputi pengaturan blok bangunan, 25% - 50% bangunan pada lokasi tidak 1
kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi memiliki keteraturan
lantai, konsep identitas lingkungan, konsep
orientasi lingkungan, dan wajah jalan.
b.Tingkat Kepadatan KDB melebihi ketentuan RDTR, dan/atau 76% - 100% bangunan memiliki 5 Dokumen RDTR &
Bangunan RTBL kepadatan tidak sesuai RTBL, Format Isian,
ketentuan observasi
KLB melebihi ketentuan dalam RDTR,
dan/atau RTBL; dan/atau
51% - 75% bangunan memiliki 3
Kepadatan bangunan yang tinggi pada kepadatan tidak sesuai ketentuan
lokasi, yaitu:
25% - 50% bangunan memiliki 3
o Untuk kota metropolitan dan kota besar
kepadatan tidak sesuai
≥ 250 unit/Ha
ketentuan
o Untuk kota sedang dan kota kecil ≥
200 unit/Ha
c. Ketidaksesuaian dengan Kondisi bangunan pada lokasi tidak 76% - 100% bangunan pada lokasi tidak 5 Wawancara, Format
Persyaratan Teknis memenuhi persyaratan : memenuhi persyaratan teknis Isian, observasi,
Bangunan Dokumen IMB
- Pengendalian dampak lingkungan
51% - 75% bangunan pada lokasi tidak 3
2. Kondisi Jalan a. Cakupan Pelayanan Jalan Sebagian lokasi perumahan atau 76% - 100% area tidak terlayani oleh 5 Wawancara, Format
Lingkungan Lingkungan permukiman tidak terlayani dengan jalan jaringan jalan lingkungan Isian, observasi, Peta
lingkungan yang sesuai dengan ketentuan Lokasi
teknis 51% - 75% area tidak terlayani oleh 3
jaringan jalan lingkungan
b. Kualitas Permukaan Sebagian atau seluruh jalan lingkungan 76% - 100% area memiliki kualitas 5 Wawancara, Format
JalanLingkungan terjadi kerusakan permukaan jalan pada permukaan jalan yang buruk Isian, observasi, Peta
lokasi perumahan atau permukiman Lokasi
51% - 75% area memiliki kualitas 3
permukaan jalan yang buruk
3. Kondisi a. Ketidaktersediaan Akses Masyarakat pada lokasi perumahan dan 76% - 100% populasi tidak dapat 5 Wawancara, Format
Penyediaan Aman Air Minum permukiman tidak dapat mengakses air mengakses air minum yang aman Isian, observasi,
Air Minum minum yang memiliki kualitas tidak
berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa 51% - 75% populasi tidak dapat mengakses 3
air minum yang aman
b. Tidak Terpenuhinya Kebutuhan air minum masyarakat pada 76% - 100% populasi tidak terpenuhi 5 Wawancara, Format
Kebutuhan Air Minum lokasi perumahan atau permukiman tidak kebutuhan air minum minimalnya Isian, observasi
mencapai minimal sebanyak 60
liter/orang/hari 51% - 75% populasi tidak terpenuhi 3
kebutuhan air minum minimalnya
4. Kondisi a. Ketidakmampuan Jaringan drainase lingkungan tidak mampu 76% - 100% area terjadi genangan > 30cm, 5 Wawancara, Format
Drainase Mengalirkan Limpasan mengalirkan limpasan air sehingga > 2 jam dan > 2 x setahun Isian, observasi
Lingkungan Air menimbulkan genangan dengan tinggi lebih
dari 30 cm selama lebih dari 2 kali setahun 51% - 75% area terjadi genangan > 30cm, > 3
2 jam dan > 2 x setahun
b. Ketidaktersediaan Drainase Tidak tersedianya saluran drainase 76% - 100% area tidak tersedia drainase 5 Wawancara, Format
lingkungan pada lingkungan perumahan lingkungan Isian, observasi, peta
atau permukiman, yaitu saluran tersier
dan/atau saluran lokal 51% - 75% area tidak tersedia drainase 3
lingkungan
c. Ketidakterhubungan Saluran drainase lingkungan tidak 76% - 100% drainase lingkungan tidak 5 Wawancara, Format
dengan Sistem Drainase terhubung dengan saluran pada hirarki di terhubung dengan hirarki di atasnya Isian, observasi, peta
Perkotaan atasnya sehingga menyebabkan air tidak 51% - 75% drainase lingkungan tidak 3
dapat mengalir dan menimbulkan genangan terhubung dengan hirarki di 3atasnya
d. Tidak Terpeliharanya Tidak dilaksanakannya pemeliharaan 76% - 100% area memiliki drainase 5 Wawancara, Format
Drainase saluran drainase lingkungan pada lokasi lingkungan yang kotor dan berbau Isian, observasi, peta
perumahan atau permukiman,baik :
51% - 75% area memiliki drainase 3
- Pemeliharaan rutin ; dan/atau
lingkungan yang kotor dan berbau
- Pemeliharaan berkala
25% - 50% area memiliki drainase 1
lingkungan yang kotor dan berbau
e. Kualitas Konstruksi Kualitas konstruksi drainase buruk, karena 76% - 100% area memiliki kualitas 5 Wawancara, Format
Drainase berupa galian tanah tanpa material pelapis konstruksi drainase lingkungan buruk Isian, observasi, peta
atau penutup maupun karena telah terjadi
kerusakan 51% - 75% area memiliki kualitas 3
konstruksi drainase lingkungan buruk
5. Kondisi a. Sistem Pengelolaan Air Pengelolaan air limbah pada lokasi 76% - 100% area memiliki sistem air 5 Wawancara, Format
Pengelolaan Limbah Tidak Sesuai perumahan atau permukiman tidak limbah yang tidak sesuai standar teknis Isian, observasi, peta
Standar Teknis memiliki sistem yang memadai, yaitu
Air Limbah
kakus/kloset yang tidak terhubung dengan 51% - 75% area memiliki sistem air limbah 3
tangki septik baik secara individual/ yang tidak sesuai standar teknis
domestik, komunal maupun terpusat.
25% - 50% area memiliki sistem air limbah 1
yang tidak sesuai standar teknis
b.Prasarana dan Sarana Kondisi prasarana dan sarana pengelolaan 76% - 100% area memiliki sarpras air 5 Wawancara, Format
Pengelolaan Air Limbah air limbah pada lokasi perumahan atau limbah tidak sesuai persyaratan teknis Isian, observasi, peta
Tidak Sesuai Dengan permukiman dimana :
Persyaratan Teknis 51% - 75% area memiliki sarpras air limbah 3
- Kloset leher angsa tidak terhubung
dengan tangki septik; tidak sesuai persyaratan teknis
- Tidak tersedianya sistem pengolahan 25% - 50% area memiliki sarpras air limbah 1
limbah setempat tidak sesuai persyaratan teknis
6. Kondisi a.Prasarana dan Sarana Prasarana dan Sarana Persampahan pada 76% - 100% area memiliki sarpras 5 Wawancara, Format
Pengolahan Persampahan Tidak Sesuai lokasi perumahan atau permukiman tidak pengelolaan persampahan yang tidak Isian, observasi, peta
Persampahan Dengan Persyaratan Teknis sesuai dengan persyaratan teknis, yaitu : memenuhi persyaratan teknis
- Tempat sampah dengan pemilahan
51% - 75% area memiliki sarpras 3
sampah pada skala domestik atau rumah
tangga; pengelolaan persampahan yang tidak
memenuhi persyaratan teknis
- Tempat pengumpulan sampah (TPS)
atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle) 25% - 50% area memiliki sarpras 1
pada skala lingkungan; pengelolaan persampahan yang tidak
- Gerobak sampah dan/atau truk sampah memenuhi persyaratan teknis
pada skala lingkungan; dan
- Tempat pengolahan sampah terpadu
(TPST) pada skala lingkungan
b.Sistem Pengelolaan Pengelolaan persampahan pada lingkungan 76% - 100% area memiliki sistem 5 Wawancara, Format
Persampahan yang Tidak perumahan atau permukiman tidak persampahan tidak sesuai standar Isian, observasi, peta
Sesuai Standar Teknis memenuhi persyaratan sebagai berikut :
51% - 75% area memiliki sistem 3
- Pewadahan dan pemilahan domestik;
persampahan tidak sesuai standar
- Pengumpulan lingkungan;
25% - 50% area memiliki sistem 1
- Pengangkutan lingkungan;
c.Tidak Terpeliharanya Tidak dilakukannya pemeliharaan sarana 76% - 100% area memiliki sarpras 5 Wawancara, Format
Sarana dan Prasarana dan prasarana pengelolaan persampahan persampahan yang tidak terpelihara Isian, observasi, peta
Pengelolaan Persampahan pada lokasi perumahan atau permukiman,
baik : 51% - 75% area memiliki sarpras 3
- Pemeliharaan rutin; dan/atau persampahan yang tidak terpelihara
7. Kondisi a. Ketidaktersediaan Tidak tersedianya prasarana proteksi 76% - 100% area tidak memiliki prasarana 5 Wawancara, Format
Proteksi Prasarana Proteksi kebakaran pada lokasi, yaitu : proteksi kebakaran Isian, observasi, peta
Kebakaran Kebakaran
- Pasokan air;
51% - 75% area tidak memiliki prasarana 3
- Jalan lingkungan; proteksi kebakaran
- Sarana komunikasi;
25% - 50% area tidak memiliki prasarana 1
- Data sistem proteksi kebakaran proteksi kebakaran
lingkungan; dan
- Bangunan pos kebakaran
b.Ketidaktersediaan Sarana Tidak tersedianya sarana proteksi 76% - 100% area tidak memiliki sarana 5 Wawancara, Format
Proteksi Kebakaran kebakaran pada lokasi, yaitu : proteksi kebakaran Isian, observasi, peta
- Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
51% - 75% area tidak memiliki sarana 3
- Mobil pompa; proteksi kebakaran
- Mobil tangga sesuai kebutuhan; dan
25% - 50% area tidak memiliki sarana 1
- Peralatan penduku proteksi kebakaran
8. Pertimbangan a. Nilai Strategis Lokasi Pertimbangan letak lokasi perumahan atau Lokasi terletak pada fungsi strategis 5
Lain permukiman pada: kabupaten/kota
- Fungsi strategis kabupaten/kota; atau
Lokasi tidak terletak pada fungsi strategis 1
- Bukan fungsi strategis kabupaten/kota kabupaten/ kota
b.Kependudukan Pertimbangan kepadatan penduduk pada Untuk Metropolitan dan Kota Besar : 5
lokasi perumahan atau permukiman dengan
Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar
klasifikasi :
>400 jiwa/Ha
- Rendah yaitu kepadatan penduduk di
Untuk Kota Sedang dan Kota Kecil :
bawah 150 jiwa/ha;
Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar
- Sedang yaitu kepadatan penduduk
>200 jiwa/Ha
antara 151 – 200 jiwa/ha
- Tinggi yaitu kepadatan penduduk antara Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar 3
201 – 400 jiwa/ha 151 -200 jiwa/Ha
- Sangat padat yaitu kepadatan penduduk
diatas 400 jiwa/ha Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar 1
<151 jiwa/Ha
c. Kondisi Sosial, ekonomi Pertimbangan potensi yang dimiliki lokasi Lokasi memiliki potensi sosial, ekonomi 5
dan budaya perumahan atau permukiman berupa : dan budaya untuk dikembangkan atau
dipelihara
- Potensi sosial yaitu tingkat partisipasi
masyarakat dalam mendukung
Lokasi tidak memiliki potensi sosial, 1
pembangunan;
ekonomi dan budaya untuk dikembangkan
- Potensi ekonomi yaitu adanya kegiatan atau dipelihara
ekonomi tertentu yang bersifat strategis
bagi masyarakat setempat;
9. Legalitas Lahan a.Kejelasan status Kejelasan terhadap status penguasaan lahan Keseluruhan lokasi memiliki kejelasan status (+)
penguasaan Lahan berupa : penguasaan lahan, baik milik sendiri atau
milik pihak lain
- Kepemilikan sendiri, dengan bukti
dokumen sertifikat hak atas tanah atau
Sebagian atau keseluruhan lokasi tidak (-)
bentuk dokumen keterangan status tanah
memiliki kejelasan status penguasaan lahan,
lainnya yang sah; atau
baik milik sendiri atau milik pihak lain
- Kepemilikan pihak lain (termasuk milik
adat/ulayat) dengan bukti ijin
pemanfaatan tanah dari pemegang hak
atas tanah atau pemilik tanah dalam
bentuk perjanjian tertulis antara
pemegang hak atas tanah atau pemilik
tanah dengan pihak lain
b.Kesesuaian RTR Kesesuaian terhadap peruntukan lahan dalam Keseluruhan lokasi berada pada Zona (+)
rencana tata ruang (RTR), dengan bukti Izin peruntukan perumahan/permukiman sesuai
Mendirikan bangunan atau Surat Keterangan RTR
Rencana Kabupaten/Kota (SKRK)
Sebagian atau keseluruhan lokasi berada (-)
bukan pada peruntukan
perumahan/permukiman sesuai RTR
Bentuk analisa serta rumusan analisa Aspek Kondisi Bangunan ini disesuaikan dengan
persyaratan Teknis adalah Permen PU No. 02 Tahun 2016 Tentang Peningkatan
Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh. Ketentuan dalam
peraturan perundang- undangan ini yang dijadikan acuan adalah sebagai berikut:
GSB adalah sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi
jalan; dihitung dari batas terluar saluran air kotor (riol) sampai batas terluar
muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum
dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas
tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran,
jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya (building line).
3. Tinggi Bangunan
Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian bangunan, yang
diukur dari rata-rata permukaan tanah sampai setengah ketinggian atap miring
atau sampai puncak dinding atau parapet, dipilih yang tertinggi.
5. Tampilan Bangunan
6. Penataan Bangunan
7. Identitas Lingkungan
8. Orientasi Lingkungan
9. Wajah Jalan
b. Perabot jalan
1. KDB, yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung yang dapat dibangun dengan luas lahan yang dikuasai.
3. Persyaratan Keselamatan
4. Persyaratan Kesehatan
c. Sanitasi dan penggunaan bahan bangunan berupa sistem air minum dalam
Bangunan Gedung, system pengolahan dan pembuangan air limbah/
kotor, persyaratan instalasi gas medik (untuk sarana medik), persyaratan
penyaluran air hujan, persyaratan fasilitasi sanitasi dalam Bangunan Gedung
(saluran pembuangan air kotor, tempat sampah, penampungan sampah dan/
atau pengolahan sampah).
5. Persyaratan Kenyamanan
6. Persyaratan Kemudahan
c. Bangunan Gedung yaitu sarana hubungan vertikal antar lantai yang memadai
untuk terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung berupa tangga, ram, lift,
tangga berjalan (eskalator) atau lantai berjalan (travelator).
Kriteria Perencanaan
Perancangan teknis jalan harus berdasarkan pada suatu prosedur yang memberikan
jaminan keamanan dan dampak lingkungan pada tingkat yang wajar, dan kekuatan yang
dapat diterima untuk mencapai suatu tingkat kemampuan layanan selama umur rencana.
Komponen perencanaan teknis jalan yang harus dilakukan minimal mencakup beberapa
hal sebagai berikut:
a. Perencanaan geometrik.
d. Perencanaan drainase.
Tapakas Kabupaten Padang Pariaman”, Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan
kecepatan rata-rata rendah.
I. Pengumpulan data
1. Pengukuran topografi
Paku yang dipasang pada beton atau cara lainnya pada bangunan-
bangunan tetap seperti abutment jembatan dan lain-lain.
2. Pengukuran Poligon
2. Inventarisasi jalan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data secara umum
mengenai kondisi perkerasan (jika ada) meliputi Lebar perkerasan,
Lebar bahu jalan, Saluran samping yang terdapat pada ruas jalan yang
ditinjau atau ruas jalan yang terpengaruh dalam perencanaan.
Tujuan survey geoteknik dan geologi dalam pekerjaan ini adalah untuk
melakukan pemetaan penyebaran tanah/batuan dasar, termasuk kisaran
tebal tanah pelapukan, memberikan informasi mengenai stabilitas tanah
(CBR) dan menentukan jenis / karakteristik tanah untuk keperluan
bahan jalan dan struktur jalan.
Metode : Triangulaterasi (diukur sudut dalam dengan NT2 dan jarak dengan
pita ukur + optis)
1. Tujuan :
2. Alat :
Patok-patok rambu
1. Tujuan :
Memberikan acuan pada penarikan garis kontur pada peta, situasi dan
ketinggian profil (panjang dan melintang).
2. Metode :
Sistem otomatis.
3. Alat :
Payung
4. Spesifikasi :
1).Pertimbangan Drainase
Drainase diperlukan karena air mempunyai pengaruh yang buruk untuk jalan, antara
lain sebagai berikut :
Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak cepat kering sehabis hujan
Jalan akan mudah terputus (pavement erosions) bila air dibiarkan melintangi
permukaan jalan
Jalan yang dibuat pada lereng bukit harus ada galian dan timbunan, selokan
pinggir jalan, talud, gorong-gorong dan bangunan pelengkap lainnya.
Tanjakan diukur dengan rumus “jumlah meter naik per setiap seratus meter
horizonta “ (10 m naik per 100 m horizontal sama dengan tanjakan 10 %)
Untuk peningkatan keselamatan dan penggunaan jalan, pilih trase jalan tanjakan
yang tidak terlalu curam. Jika jalan menanjak terus, tanjakan maksimal dibatasi 7
%
Pada daerah perbukitan sering dijumpai pada jalan yang menanjak dengan kemiringan
> 10%. Bila terdapat tikungan tajam didaerah tersebut jalan harus direncanakan
sebagai berikut :
Tikungan dibuat pada bagian datar untuk mempermudah perjalanan bagi yang
naik atau turun
Perencanaan drainase jalan dibuat sedemikian hingga saluran dari atas diteruskan
lurus ke depan dan airnya dibuang jauh dari jalan, dan saluran pada jalan bagian
bawah dimulai dari luar bagian datar (sesudah tikungan)
Pada kondisi biasa badan jalan dibuat miring ke saluaran tepi dengan kemiringan
badan jalan 4-5%.
Untuk daerah relatife datar, badan jalan dibuat seperti “punggung sapi” (lebih
tinggi ± 6-8 cm di bagian tengah) dengan catatan bila punggung sapi sudah
terlihat dengan mata telanjang berarti sudah cukup miring untuk drainase.
Pada tikungan jalan dibuat miring ke dalam dengan kemiringan maksimal 10%
dan perlebaran perkerasan dibagian dalam tikungan demi keamanan dan
kenyamanan.
Pada jurang jalan dibuat miring ke arah bukit dan saluran, hal ini demi
keselamatan dan drainase.
Badan jalan di daerah curam harus dibuat miring ke bukit dan saluran tepi jalan.
Ukuran saluran minimum 50 cm dalam × 30 cm lebar, dengan bentuk trapesium.
Kemiringan tebing maksimum 2 : 1, dengan galian /keprasan maksimal disarankan
4,00 meter. Timbunan maksimal 1,50 m.
Penentuan tebal lapisan batu belah disesuaikan dengan kebutuhan (jenis dan frekuensi
lalu lintas) dan ketersediaan batu. Untuk tebal lapisan 15 cm digunakan batu belah/
pecah dengan ukuran 8/15, dan untuk ukuran batu 15/20 biasanya digunakan untuk
lapisan dengan tebal 20 cm. Lapisan batu belah dapat diganti dengan lapisan sirtu
(pasir & batu tebal 20 cm), terutama untuk daerah kesulitan batu dan mempunyai
tanah dasar yang stabil. Batu belah/pecah harus bersifat keras dan minimal
mempunyai tiga bidang pecah.
Tanah asli di bawah lapis pondasi harus dipadatkan dengan alat pemadat (mesin
gilas, steamper, timbres) dengan kemiringan yang direncanakan untuk
permukaan.
Lapisan podasi paling bawah adalah lapisan pasir yang berfungsi untuk
memudahkan pemasangan batu permukaan dengan rapi dan rata.
Batu belah harus dipasang tegak lurus dengan as jalan (melintang), dengan ujung
yang lebih runcing di atas agar bila terbebani tidak akan tembus lapisan pasir
dasar, dan dikunci dengan batu kecil.
Lapisan paling atas berupa campuran pasir dengan tanah terpilih, atau dapat
terbuat dari sirtu dan atau krosok dengan tebal 2 cm, yang kemudian dipadatkan
dengan mesin gilas roda besi (tandem roller).
Perantara antara aliran air hujan yang ada di permukaan jalan menuju saluran tepi.
Dibuat disebelah kiri dan atau kanan sepanjang jalan, dengan lebar minimum 50
cm
Harus dibuat dengan kemiringan yang lebih miring dari permukaan jalan,
biasanya 6-8 cm (sama dengan turun 3-4 cm per 50 m’)
Material penyusunnya seharusnya terdiri dari tanah yang dapat ditembusi air,
sehingga pondasi jalan dapat dikeringkan melalui proses perembesan.
Lebih baik bila ditanami rumput ditepi luar bahu, mulai 20 cm dari tepi yang
berfungsi sebagai stabilisasi tepi jalan.
Penanaman pohon perdu di luar bahu (dan saluran bila ada) untuk membantu
stabilitas timbunan baru.
Tanah pada bagian galian tidak perlu dipadatkan lagi kecuali pernah mengalami
gangguan yang mengakibatkan tanah menjadi kurang padat.
Proses pemadatan dilakukan pada kadar air tanah optimum yaitu tanah pada keadaan
sedikit basah, tetapi kalau digenggam tidak ada air mengalir ke luar.
Pelaksanaan pemadatan tanah dilakukan lapis demi lapis dengan setiap lapis
mempunyai tebal maksimum 20 cm. Untuk daerah tempat tanah dasarnya jelek,
maka badan jalan harus diadakan perkuatan, misalnya cerucuk atau stabilisasi.
a. Saluran Diversi.
Digunakan untuk menangkap air yang mengalir dari lereng di atas menuju
tebing, agar air tidak terbuang melalui tebing. Isi saluran diversi harus dibuang
ke tempat yang lebih aman. Bila aliran airnya cepat, saluran diversi harus
dilindungi dengan pasangan batu, batu kosong, rumput atau terjunan seperti
saluran lain. Saluran diversi digunakan terutama untuk tebing dengan puncak
lereng masih jauh diatas tebing jalan.
b. Teras Bangku.
Dapat dilakukan dengan syarat lahan dapat dikorbankan untuk membentuk teras
dan jenis tanah dapat dibentuk dengan stabil. Teras dibuat sejajar dengan kontur
(kemiringan maksimal 2%). Setiap 10 m panjang air diterjunkan dari saluran ke
bawah, dan penerjunan harus diperkuat seperti bangunan terjun yang lain.
Dimensi teras minimal adalah 50 cm lebar dan 1.00 m tinggi.
Dapat disusun pada tebing, tetapi tebing harus dikepras agar tidak tegak lurus.
Aliran air dipermukaan dialihkan dari talud batu kosong melalui saluran diversi.
Relative kuat, namun relatif mahal. Pasangan batu harus diberikan suling untuk
membuang air tanah dari belakang tembok. Ujung dalam suling harus diberi
saringan kecil dari ijuk. Pasangan batu harus dibuat dengan pondasi yang tidak
akan bergerak, karena pasangan batu tidak fleksibel sama sekali. Ukuran bawah
pasangan batu disesuaikan dengan standar Bina Marga.
e. Bronjong
Adalah cara yang kuat dan cukup fleksibel, tetapi relatif lebih mahal. Agar posisi
bronjong stabil dan tidak lari, pancangan diberikan pada tingkat bronjong yang
paling bawah, dengan jarak pancang setiap 1 – 1½ m dan ukuran pancangan 12-
f. Perlakuan Vegetatif
Adalah cara yang relatif efektif dan murah , yaitu dengan menanami tebing
dengan berbagai jenis tanaman.
Saluran yang berdekatan dengan bahu jalan diperlukan disebelah kanan dan kiri
jalan, kecuali :
Dasar saluran dibuat kemiringan yang rendah untuk menghindari erosi tanah
dasar saluran/plesteran dasar, namun tidak datar.
Ketinggian dasar saluran harus lebih rendah dibanding lapisan pasir dibawah
pondasi jalan untuk proses perembesan dan pengeringan pondasi jalan.
Untuk saluran yang mudah erosi, perlindungan terdiri dari perkuatan talud dan
dasar saluran serta pemberian bangunan drop struktur. Jenis perlidungan saluran
antara lain dengan menggunakan rumput (gebalan), turap, batu kosong, atau
pasangan. Bronjong dapat digunakan terutama pada tikungan di tanah yang
peka erosi.
Jenis tanah
Debit air
Fungsi dari saluran ini adalah untuk mencegah kerusakan akibat pengaliran air yang
tak terkendali. Syarat teknis untuk saluran ini antara lain :
LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -
50
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman
Diawali dari gorong-gorong, saluran pinggir yang overloud dan berhenti pada
sungai atau saluran besar yang ada.
Ukuran saluran didesain dengan debit air terbesar, dengan ukuran minimal sama
dengan ukuran saluran pinggir yang standar (50 × 30)cm.
Saluran ini harus dilindungi seperti saluran-saluran lain, untuk mencegah erosi
dasar dan talud saluran.
Perlakuan ini bertujuan untuk mencegah air tanah naik ke permukaan jalan sehingga
jalan tetap dalam keadaan stabil dan tidak kehilangan agregat halusnya.
Contoh rembesan dari air tanah yang memerlukan perencanaan darinase air tanah
yaitu :
Cara ini sangat baik bila dikaitkan dengan fungsi konservasi seperti untuk
mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi. Nilai tambah lain dari
perlakuan vegetatif yaitu :
Dapat memiliki nilai ekonomi sebagai sumber kayu bakar dan pakan ternak
Mudah dilakukan dan terjangkau oleh masyarakat sekitar tanpa bantuan proyek.
Perlakuan vegetatif pada jalan dari fungsi konservasi mempunyai dua sasaran utama
yaitu mencegah erosi dan longsor.
Contoh pengendalian erosi dan longsor yang terjadi pada jalan dengan cara
perlakuan vegetatif penanaman rumput / leguminosa, karena dapat membentuk
gebalan yang padat, memberi kesempatan air hujan untuk infiltrasi ke dalam tanah,
mengurangi pukulan air hujan secara langsung, mengurangi erosi percikan karena
ada sistem perlindungan oleh tajuk dan mulsa daun, menghambat pergerakan
sedimen.
Penentuan jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di lokasi, berdasarkan
syarat tumbuh.
Memutuskan jenis tanaman yang layak untuk lokasi tersebut, ditinjau dari aspek
teknis, ekonomi, dan sosial.
Sesuai dengan jenis tanah, iklim, tinggi tempat dan sifat perakaran
Bersifat agresif (dalam waktu pendek mampu menutup tanah seluas mungkin)
Berumur panjang
Bernilai ekonomis dan bermanfaat (sebagai pakan ternak atau kayu bakar, dll)
Perlakuan jalan untuk daerah tanjakan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
A. Pengaspalan Tanjakan
Perlakuan yang diisyaratkan yaitu dengan cara lapisan laburan aspal (Buras).
Lapisan Buras berguna untuk menutup permukaan jalan agar kedap air, tidak
berdebu, mencegah lepasnya butiran agregat halus dan idak licin.
Badan jalan dan perkerasan di bawah aspal (pondasi jalan) harus memenuhi
standar kualitas yang baik, terutama masalah drainase, pemadatan, dan lebar
bahu.
B. Konstruksi Telasah
Tebal lapisan pasir yang dihamparkan dalam keadaan basah adalah 5 s/d 10
cm.
Batu yang dipasang untuk badan jalan (pondasi jalan) ukurannya 15/20 atau
20/25.
Pemasangan batu dilakukan oleh dua orang terdiri dari satu orang memasang
dan satu lagi memukul lasung satu per satu.
Ukuran batu pengunci 2/3 atau 5/7 cm, dalam pemasangannya dilakukan
pemukulan dengan tembiris sampai mencapai kerataan yang disyaratkan.
C. Jalan Beton
Merupakan perkerasan kaku (rigid) tersusun dari bahan semen, pasir, kerikil.
Konstruksi ini dipakai didaerah dengan struktur tanahnya labil, mudah pecah,
lembek, dan pada turunan/tanjakan diatas singkapan batu. Kualitas campuran
sama dengan standar beton yaitu 1pc : 2ps : 3kr
Pasir maupun krikil harus bebas dari bahan lain seperti tanah lempung,
sampah, dan kotoran lainnya.
Tebal konstruksi 15 cm
Fas (faktor air semen) kecil / proses percampuan penggunaan air jangan
terlalu banyak.
Pelaksanaan :
Untuk jenis badan jalan seperti ini di bawah beton tidak perlu
menggunakan pasir.
b. Komposisi sand sheet adalah 0, 68 – 0,90 lt/m2 (aspal institute), 5,5 – 8,0
kg/m2 pasir (Manual series No 19 (MS – 19)),
Cara pelaksanaan :
Padat Loose
2 cm 2,5 cm
1 cm 1,5 cm
17). Stabilisasi
Proses ini dilakukan dengan menambah sedikit bahan tertentu pada tanah asli.
Bila tanah dilokasi ini (subgrade) labil dan tidak mempunyai bahan lokal lain yang
layak, maka teknik ini dnilai sebagai alternative yang terbaik. Perlakuan tanah
dengan teknik ini berbeda untuk tiap jenis tanah, dan mempunyai zona efisiensi
yang berbeda pula.
Bahan tambah semen digunakan untuk stabilisasi tanah jenis pasir kasar dan pasir
halus, dan untuk bahan kapur digunakan pada jenis tanah lanau halus, lempung
kasar, dan lempung halus.
Pada proses pembangunan jalan desa teknik untuk membuat jalan didaerah rawa
dianjurkan dengan menggunakan teknologi penggantian sebagian subbase (lapisan
pondasi jalan diatas subgrade), kemudian dipasang matras galar kayu, cerucuk
kayu, cerucuk dari papan atas, atau yang lain dengan memperhatikan ketinggian air
minimum agar kayu selalu dalam keadaan terendam. Timbunan biasa tidak
termasuk tanah lempung dengan plastisitas tinggi, tidak termasuk bahan organik,
dan mempunyai CBR diatas 6%. Timbunan terpilih mempunyai CBR diatas 10%
dan PI diatas 6%. Teknologi lain yang dianjurkan yaitu Tiang Turap Kayu atau
Stabilisasi dengan Cerucuk.
Untuk pekerjaan perhitungan perkerasan dipakai Perhitngan metoda Bina Marga terdiri
dari :
Jumlah Jalur
Umur Rencana
Faktor FK
Sepeda
Sepeda motor
Mobil Penumpang
Bus 5 Ton
5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dari biaya konstruksi langsung.
B. Harga Satuan
daerah setempat. Selanjutnya, perkiraan biaya yang diperoleh dari analisa inii
akan dibandingkan dengan proyek-proyek sebelumnya di daerah sekitar lokasi
untuk melihat kewajaran biaya proyek.
1) Persyaratan fisika: sifat fisik air seperti bau, warna, kandungan zat padat,
kekeruhan, rasa, dan suhu;
Kebutuhan minimal air munum menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas
Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh adalah 60 liter/orang/hari.
Kebutuhan air minum dapat dipenuhi dengan Sistem Penyediaan Air Minum
dengan jaringan perpipaan (SPAM) maupun Sistem Penyediaan Air Minum
Bukan Jaringan Perpipaan (SPAM BJP).
SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari
prasarana dan sarana air minum yang unit distribusinya melalui perpipaan dan
unit pelayanannya menggunakan sambungan rumah/sambungan pekarangan,
hidran umum, dan hidran kebakaran.
a) Unit air baku dengan kapasitas rencana 130% dari kebutuhan rata-rata,
dengan komponen :
Mata air
Mata air ini terjadi karena air yang berada di bawah lapisan-lapisan
kedap air mendesak atau karena gempa bumi, hingga lapisan tersebut
1. Depression Spring
2. Contact Spring
Mata air yang dihasilkan oleh akifer tertekan yang terpotong oleh
struktur.
Mata air yang terjadi akibat pelarutan batuan oleh air tanah.
Air tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang kemudian masuk kedalam tanah
melalui pori-pori tanah melalui proses infiltrasi. Sifat dari air tanah ini
adalah:
Secara kualitas :
Air permukaan yang merupakan air sungai pada umumnya kotor atau
memiliki derajat penggotoran yang tinggi, sehingga dalam prakteknya
untuk penggunaan air baku sebagai air minum harus dengan
penggolahan yang sempurna. Namun debit yang tersedia untuk
kebutuhan air minum pada umumnya dapat terpenuhi.
Air angkasa adalah air yang berasal dari awan atau angkasa yang jatuh
ke bumi secara gravitasi yang disebabkan beberapa faktor, antara lain
karena adanya proses penguapan permukaan genangan air yang
disebabkan oleh pemanasan amtahari, yang selanjutnya membentuk
awan dan kembali lagi ke permukaan bumi menjadi hujan. Antara 50-
80% air hujan mungkin dapat dikumpulkan.
Pipa transmisi air baku dari sumber air baku ke Instalasi Pengolahan
Air (IPA).
2. Pola Jaringan
a) Base demand
a. Pertumbuhan penduduk
Tingkat pelayanan distribusi air merupakan jumlah penduduk yang akan dilayani
dari suatu jaringan SPAM sesuai dengan target pelayan pada daerah tersebut.
Untuk menghitung jumlah penduduk terlayani, dapat dihitung dengan cara
berikut:
Menurut Ditjen Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum Tahun 1997 Tentang
Pemakaian Air Domestik. Besarnya kebutuhan air untuk keperluan domestik dapat dilihat
pada Tabel berikut.
Menurut Dasir (2014) Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih
untuk sarana dan prasarana daerah yang teridentifikasi berdasarkan rencana tata
ruang wilayah, antara lain:
1) Institusi
3) Fasilitas umum
Total kebutuhan air merupakan jumlah dari kebutuhan air domestik dan
kebutuhan air non domestik, seperti pada rumus berikut ini:
f. Kehilangan air
c) Sambungan ilegal
Untuk menghitung besarnya kebocoran air yang terjadi, maka dapat dihitung
dengan cara berikut ini:
Selain mengetahui jumlah kebutuhan air bersih, juga perlu dihitung kebutuhan
rata-rata per hari yang merupakan total dari kebutuhan air domestik, non
domestik, dan kebocoran air.
Hidran kebakaran
SPAM BJP merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari
prasarana dan sarana air minum baik bersifat individual, komunal, maupun komunal
khusus yang unit distribusinya dengan atau tanpa perpipaan terbatas dan sederhana,
dan tidak termasuk dalam SPAM.
f) IPA sederhana
1) Sistem drainase utama adalah jaringan saluran drainase primer, sekunder, tersier beserta
bangunan pelengkapnya yang melayani kepentingan sebagian besar masyarakat.
pengelolaan/pengendalian banjir merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah kota.
2) Sistem sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu
seperti komplek, areal pasar, perkantoran, areal industri dan komersial.
Arah aliran
Fungsi saluran
Langkah kedua setelah sistem drainase eksisting teridentifikasi dan tertuang di atas peta
kerja dengan skala memadai, selanjutnya adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi
permasalahan yang ada pada sistem drainse eksisting, berdasarkan analisis data terhadap
parameter-parameter sebagai berikut :
A. Karakteristik Fisik
1. Daerah genangan
2. Topografi
Melakukan ivestigasi pemetaan situasi di lokasi atau daerah genangan. Hal ini
penting dilakukan sebagai dasar analisis karakterisitk genangan.
Pembuatan Desain
Sebagai tindak lanjut dari perumusan konsep desain yang telah disetujui, maka tahapan
selanjutnya adalah pembuatan detail desain yang meliputi:
Pengukuran topografi dimaksudkan untuk membuat peta situasi detail terbaru, lengkap
dan sesuai dengan kondisi kekinian lapangan sebenarnya, berikut trase dan penampang
yang diperlukan sebagai data masukan untuk penyusunan Pola Jaringan Drainase.
Pelaksanaan pekerjaan pengukuran topografi dalam pelaksanaannya melalui proses
pengambilan data, pengolahan data lapangan, perhitungan, penggambaran dan penyajian
data pada laporan.
Berdasarkan pemahaman umum proyek sebelumnya, secara garis besar pengambilan data
topografi meliputi :
4. Pengukuran melintang.
Data Sekunder
1. Topografi
Peta-peta dan data-data yang akan dikumpulkan dari instansi terkait antara lain :
2. Hidroklimatologi
Sedimentasi
Catchment Area
3. Geologi
Analisis Data
1. Analisis Hidrologi
Perhitungan distribusi hujan/ hujan kawasan untuk menentukan besaran curah hujan pada
suatu kawasan.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi hujan di seluruh daerah aliran sungai,
maka dipilih beberapa stasiun yang tersebar di seluruh DAS. Stasiun terpilih adalah
setasiun yang berada dalam cakupan areal DAS dan memiliki data pengukuran iklim
secara lengkap. Metode yang dapat dipakai untuk menentukan curah hujan rata-rata adalah
metode Thiessen, Arithmetik dan Peta Isohyet. Untuk keperluan pengolahan data curah
hujan menjadi data debit diperlukan data curah hujan bulanan, sedangkan untuk
mendapatkan debit banjir rancangan diperlukan analisis data dari curah hujan harian
maksimum.
a. Metode Thiessen
Pada metode Thiessen dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan
dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Metode perhitungan dengan
membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua
stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu wilayah
poligon tertutup An. Perbandingan luas poligon untuk setiap stasiun yang besarnya An/A.
Thiessen memberi rumusan sebagai berikut:
A1 .R1 A2 .R 2 ......... An .R n
R
A1 A2 ......... An
Dimana :
R1, R2, ..., Rn : Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan
A1, A2, ..., An : Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos curah
hujan
b. Metode Arithmetik
Pada metode aritmetik dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan
dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu dengan merata-rata langsung
stasiun penakar hujan yang digunakan. Metode arithmetik memberi rumusan sbb :
R1 R 2 ......... R n
r
n
Dimana :
R1, R2, ...Rn : Curah hujan ditiap titik pos curah hujan
c. Metode Ishoyet
Menggunakan peta Ishoyet, yaitu peta dengan garis-garis lengkung yang menunjukkan
tempat kedudukan harga curah hujan yang sama. Besar curah hujan rata-rata bagi daerah
seluruhnya didapat dengan mengalikan CH rata-rata diantara kontur-kontur dengan luas
daerah antara kedua kontur, dijumlahkan dan kemudian dibagi luas seluruh daerah.CH
rata-rata di antara kontur biasanya diambil setengah harga dari kontur.
Analisis hidrologi untuk menentukan debit rancangan atau hujan rancangan dengan cara
statistik dianggap paling baik, karena didasarkan pada data terukur di sungai atau
stasiun hujan, yaitu catatan debit banjir atau curah hujan yang pernah terjadi. Dalam hal
ini tersirat pengertian bahwa analisis dilakukan secara langsung pada data debit atau
curah hujan, tidak melalui hubungan empiris antar beberapa parameter DAS dan hujan
seperti halnya cara empirik. Oleh karena itu sampai saat ini masih dianggap cukup
dapat diandalkan. Meskipun demikian, ketelitian hasil juga sangat dipengaruhi oleh data
yang tersedia, baik tentang kuantitas (panjang data), kualitas atau ketelitian.
Analisis statistik untuk menentukan banjir rancangan atau hujan rancangan dengan
metoda analisis frekuensi dapat dilakukan secara grafis atau menggunakan rumus
distribusi frekuensi teoritik. Cara kedua lebih umum keberlakuannya untuk kasus
dimana data yang tersedia cukup panjang dan kualitasnya memenuhi syarat untuk
analisis statistik. Berikut diuraikan beberapa rumus distribusi frekuensi yang umum
digunakan dalam analisa hidrologi, yaitu Iway Kedoya, Log Person Tipe III, dan
Gumbel.
Parameter statistik dat debit banjir maksimum tahunan yang perlu diperkirakan untuk
pemilihan distribusi yang sesuai dengan sebaran data adalah :
Simpangan baku :
Koefisien variansi :
Asimetris (skewness) :
Kurtosis :
Berikut disajikan uraian singkat tentang sifat-sifat khas dari setiap macam distribusi
frekuensi tersebut :
Prinsip dasar dari metode iway kadoya adalah merupakan variabel X dari kurva
kemungkinan kerapatan dari curah hujan maksimum ke log X. Langkah perhitungan
yang dilakukan pertama kali adalah menentukan harga Xo :
Memperkirakan harga b
Memperkirakan harga Xo
Memperkirakan harga c
Dimana :
b. Distribusi Gumbel
Skewness Cs 1,396
Kurtosis Ck = 5,402
dengan :
Y = reduce variate,
n = banyak data.
Nilai Y untuk beberapa harga T (kala ulang) dapat dilihat pada Tabel berikut ini,
Tabel IV.5. Nilai Reduce Variate (Y) untuk beberapa Nilai Kala Ulang T
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
dengan :
KT = faktor frekuensi.
S = simpangan baku
Untuk menetapkan distribusi terpilih sesuai dengan sebaran diatas, digunakan uji chi-
kuadrat dan uji smirnov-kolmogorov sebagai berikut.
d. Uji Chi-Kuadrat
Pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata dari data
yang dianalisis berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari
perbedaan antara nilai probabilitas setiap variat X menurut hitungan dengan pendekatan
empiris. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dengan :
= harga chi-kuadrat
K = banyaknya kelas.
Harga harus lebih kecil dari harga kritik yang dapat diambil dari table di
lampiran 5 untuk derajat nyata () tertentu dan derajat kebebasan (DK) tertentu.
Umumnya digunakan derajat nyata 5 % dan untuk distribusi chi-kuadrat, nilai DK dapat
dipakai rumus berikut :
DK =K-3
Debit Rencana
Keluaran analisis hidrologi untuk penentuan debit rancangan tergantung dari kasus yang
ditinjau. Pada perencanaan bendung irigasi atau sistem drainase areal permukiman yang
tidak terlalu luas, hasil analisis yang diinginkan berupa debit banjir maksimum (peak
discharge). Pada perencanaan tanggul sungai atau bangunan pelimpah waduk, hasil
analisis tidak cukup debit maksimum dari banjir rancangan, akan tetapi diperlukan pula
hidrograf banjir rancangan.
Prosedur analisis hidrologi untuk penetapan banjir rancangan tergantung dari keluaran
analisis (peak discharge atau flood hydrograph) dan ketersediaan data yang dapat
digunakan dalam proses hitungan. Mengingat kembali pengertian konsep kala ulang,
semua prosedur analisis tersebut akan selalu melalui tahap pendekatan statistik yaitu
analisis frekwensi data hujan atau data debit. Secara umum, prosedur analisis hidrologi
untuk masalah banjir rancangan dapat disajikan pada Tabel berikut ini.
1 Debit puncak Debit banjir maks. tahunan Analisa frekuensi data debit
2 Debit puncak Hujan harian maks. Dan Analisa frekuensi data hujan, dan
karakteristik DAS pengalihragaman hujan aliran
(Rasional Method)
3 Debit puncak Hujan jam-jaman, hidrograf banjir Analisis frekuensi data hujan dan
dan karakteristik DAS pengalihragaman hujan aliran (Unit
Hydrograph atau Rainfall-runoff
Model)
Debit banjir rencana merupakan besarnya debit banjir yang direncanakan akan melewati
sungai untuk periode ulang tertentu, artinya pada jangka waktu tersebut banjir hanya terjadi
sekali. Beberapa analisis yang biasa digunakan dalam perhitungan debit banjir rencana
untuk periode ulang tertentu ini adalah (Wangsadipura, 1992)
1. Metoda Rasional
2. Metoda Haspers
3. Metoda Weduwen
1. Metode Rasional
Tahapan analisis debit banjir rencana untuk periode ulang tertentu dengan metode
Rasional adalah sebagai berikut.
Dimana:
No Untuk Daerah/Permukaan C
1 Perdagangan
- Pusat kota terbangun penuh pertokoan 0,70 - 0,95
- Sekeliling pusat kota 0,50 - 0,70
2 Pemukiman
- Keluarga tunggal 0,30 - 0,50
- Keluarga ganda (tidak kopel)/aneka ragam 0,40 - 0,60
- Keluarga ganda (kopel)/aneka ragam 0,60 - 0,75
- Pinggiran kota 0,25 - 0,40
- Apartemen 0,50 - 0,70
3 Industri
- Ringan 0,50 - 0,78
- Berat 0,60 - 0,90
4 Taman, kuburan, hutan lindung 0,10 - 0,30
5 Lapangan Bermain 0,20 - 0,35
6 Pekarangan rel kereta api 0,20 - 0,40
7 Daerah tak terbangun 0,10 - 0,30
8 Jalan
- Aspal 0.70 – 0.95
- Beton 0.80 – 0.95
- Bata 0.70 – 0.85
9 Halaman parkir dan pejalan kaki/trotoar 0.75 – 0.85
10 Atap 0.75 – 0.95
11 Pekarangan dengan tanah pasir
- Dasar 2% 0.05 – 0.10
- Reratan (2-7)% 0.10 – 0.15
- Terjal 7% 0.15 – 0.20
No Untuk Daerah/Permukaan C
2. Metoda Haspers
Tahapan analisa debit banjir rencana untuk periode ulang tertentu dengan metoda Harpers
adalah sebagai berikut :
Dimana;
= koefisien pengaliran
= kemiringan sungai
3. Metoda Weduwen
Tahapan analisa debit banjir dengan metoda Weduwen adalah sebagai berikut.
a. Menghitung curah hujan maksimum kedua dan sebelumnya yang akan dipakai dalam
analisa debit banjir rencana yang harus dicari dengan harga curah hujan dengan
periode 70 tahun.
Dimana:
= koefisien pengaliran
= koefisien reduksi
= kemiringan sungai
Analisis Hidrolika
Ditinjau dari aspek hidrolika, untuk perencanaan saluran pada suatu penampang sungai,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain (Direktirat Jenderal Sumber daya
Air, 2004) :
Kecepatan minimum aliran, ditentukan tidak lebih kecil dari kecepatan minimum
yang diizinkan sehingga tidak terjadi pengendapan dan tumbuhnya tanaman air
(gulma).
Bentuk penampang saluran dipilih berupa segi empat, trapesium, lingkaran atau
kombinasinya.
Saluran drainase dalam hal ini termasuk kedalam jenis aliran dalam saluran terbuka.
Dalam hal ini bentuk aliran dalam perencanaan adalah aliran seragam.
Q=VxA
Dimana :
V=C
Dimana :
=A/P
V=
Dimana :
=A/P
S = kemiringan saluran
Q= .A
Dimana :
=A/P
Tabel IV.8. Tipikal Harga koefisien kekasaran Manning, n, yang sering digunakan
No. Tipe saluran dan jenis bahan Harga n
min norm mak
1. Beton
Kecepatan maksimum aliran dalam dalam saluran harus dibatasi untuk mencegah
terjadinya erosi akibat kecepatan air yang besar.
Kemiringan Talud Saluran Tanah disesuaikan sifat tanah setempat yang umumnya
berkisar antara 1 : 1,5 sampai 1 : 3.
Penampang Trapesium
1 h
B mh
mh
A = ( B + m.h ) h
P = B + 2.h
R = A / P = ( B + m.h ) h / B + 2.h
Dimana :
=A/P
Penampang Persegi
Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan
kedalaman air h, luas penampang basah A, dan keliling basah P, dapat ditulis sebagai
berikut :
A = B .h
P = B + 2.h
R = A / P = B.h / B + 2.h
Dimana :
=A/P
MCK Umum
- Air limbah mandi, cuci dan kakus dari rumah dialirkan ke luar rumah
dengan pipa menuju bak control halaman;
- Dari bak control halaman, air limbah dialirkan ke luar menuju bak
control pengumpul (IC = inspection chamber) dengan pipa persil
(pipa di halaman rumah);
- Dari IC air limbah dialirkan menuju manhole pada jalur pipa air
limbah sistem sanitasi skala permukiman.
Pipa retikulasi
Pipa induk
Bangunan Pelengkap
Zona Penyangga
MCK Umum
Cubluk
Biofilter
Truk tinja
Zona Penyangga
Perhitungan debit air limbah didasarkan pada jumlah pemakaian air minum. Volume
air limbah adalah 80% volume air minum. Perhitungan untuk pemakaian air minum
penduduk sebaiknya menggunakan data primer. Apabila data primer tidak ada, data
sekunder yang biasa digunakan adalah data pemakaian air PDAM untuk rumah yang
hanya penggunakan PDAM sebagai satu satunya sumber air minum. Untuk
pendekatan secara umum, berdasarkan berdasarkan SK-SNI dari kementrian PU
kriteria pemakaian air minum untuk katagori kota telah dikelompokan menjadi
sebagai berikut.
Tabel IV.11. Tingkat Pemakaian Air Minum Rumah Tangga Berdasarkan Kategori Kota
Air limbah non rumah tangga yang masuk katagori domestik dan bisa diolah
bersama dengan air limbah rumah tangga.
Debit Air
Tingkat
Limbah
No Domestik Non Rumah Tangga Pemakaian Satuan
(ltr/equivalen
Air
orang/hari)
1 Sekolah 10 Liter/murid/hari 8
2 Rumah Sakit 200 Liter/bed/hari 160
3 Puskesmas (tidak rawat inap) 2.000 Liter/hari 1.600
4 Masjid 3.000 Liter/hari 2.400
5 Kantor 10 Liter/karyawan/hari 8
6 Pasar 12.000 Liter/hektar/hari 9.600
7 Hotel/Losmen 150 Liter/bed/hari 120
8 Rumah Makan 100 Liter/kursi/hari 80
9 Komplek Militer 60 Liter/orang/hari 48
Sumber Data : SK-SNI Air Minum, 2000
*Digunakan asumsi debit air limbah = 80% debit pemakaian air minum
Air hujan tidak diperkenankan untuk dibuang ke sistem perpipaan air limbah.
Infiltrasi air hujan terhadap sistem perpipaan air limbah mempunyai toleransi 5%
total debit air limbah.
Sistem Perpipaan pada pengaliran air limbah komunal berfungsi untuk membawa air
limbah dari beberapa rumah ketempat pengolahan agar limbah agar tidak terjadi
pencemaran pada lingkungan sekitarnya.
c. Jarak antara bak kontrol pada perpipaan mengurangi akumulasi gas dan
memudahkan pemeliharaan saluran.
Pipa persil, pipa servis, pipa lateral/pipa cabang dan pipa induk dengan keterangan
sebagai berikut :
4. Pipa servis yaitu pipa saluran yang menampung air buangan dari pipa-
pipa persil dan terletak dijalan didepan rumah.
5. Pipa lateral, yaitu pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-
pipa servis.
6. Pipa induk pipa air buangan yang menerima air buangan dari pipa
lateral.
Untuk diameter pipa yang digunakan pada sistem perpipaan air limbah domestik,
secara umum adalah sebagai berikut:
Untuk luas lahan IPAL yang dibutuhkan pada sistem pengolahan air limbah
domestic (anaerob) tergantung pada jumlah rumah fasilitas domestik lain yang
dilayaninya, secara umum adalah:
Teknologi IPAL secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu anaerob, aerob, dan
campuran. Pada prinsipnya pengolahan limbah anaerob dan aerob terletak pada
kehadiran oksigen untuk metabolism mikroorganisme (bakteri). Pada proses aerob,
kehadiran oksigen diperlukan sedangkan pada proses anaerob tidak diperlukan.
Aerated Lagoon
Oxidation Ditch.
Anaerobic Filter
kolam Anaerobik
Gambar 4.40. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Limbah dengan RBC
Biofilter
Sampah dapat diartikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses
alam yang berbentuk padat (UU No. 18 tahun 2008). Sedangkan pengertian lain
menurut SNI 19-2454-2002, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari
bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
Sampah yang tidak terkelola akan menyebabkan terjadinya timbulan sampah. Definisi
Timbulan sampah menurut SNI 19-2454-2002 adalah banyaknya sampah yang timbul
dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas
bangunan, atau perpanjang jalan.
Sampah memiliki berbagai macam komposisi yang secara umum dibagi menjadi
organic dan anorganik. Berdasarkan Darmasetiawan (2004), komposisi fisik sampah
mencakup prosentase dari komponen pembentuk sampah yang secara fisik dapat
dibedakan antara sampah organik; kertas; plastik; logam; dan lain-lain. Komposisi
sampah dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan
kelayakan pengolahan sampah khususnya daur ulang dan pembuatan kompos serta
kemungkinan penggunaan gas landfill sebagai energi alternatif.
Maka dari itu sampah yang ada perlu dikelola agar tidak mencemari lingkungan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008, pengelolaan
sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Adapun tujuan pengelolaan sampah
berdasarkan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 adalah untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah
sebagai sumber daya.
volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan.
Adapun tujuan dari penghitungan timbulan dan komposisi sampah adalah untuk
merencanakan proses 3R/daur ulang/pengurangan sampah. Rata-rata timbulan sampah
biasanya akan bervariasi dari hari ke hari, antara satu daerah dengan daerah lainnya,
antara satu negara dengan negara lain.
2. Data-data hasil kajian dan komparasi terhadap TPS 3R yang sudah operasional;
1) Pemilahan
sampah lainnya.
2) Pengumpulan
3) Pengangkutan
Sistem pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari sumber atau TPS
menuju TPST atau TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor atau tidak
bermotor yang didesain untuk mengangkut sampah.
4) Pengolahan
5) Pemrosesan Akhir
1) Sarana Pemilahan
a) Kantong Sampah
b) Bak Sampah
c) Kontainer Sampah
a) Gerobak Sampah
b) Motor Sampah
d) Perahu/Sampan Sampah
3) Sarana Pengangkutan
a) Dump Truck
b) Armroll Truck
c) Compactor Truck
d) Trailer Truck
4) Sarana Pengolahan
TPS 3R berkapasitas 200-400 KK, dengan luas minimal 200 m2. terdiri dari
gapura yang memuat logo Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, bangunan (hanggar) beratap,
kantor, unit pencurahan sampah tercampur, unit pemilahan sampah
tercampur, unit pengolahan sampah organik (termasuk mesin pencacah
sampah organik), unit pengolahan/penampungan sampah anorganik/daur
ulang, unit pengolahan/penampungan sampah residu, gudang/container
penyimpanan kompos padat/cair/gas bio/sampah daur ulang/sampah residu,
gerobak/motor pengumpul sampah.
c) Stasiun Peralihan Antara (SPA) jika lokasi TPA jauhnya lebih dari 25 km
dari pusat permukiman
Analisa ini digunakan untuk menentukan jumlah dan bentuk dari sarana dan prasarana
proteksi kebakaran yang terdapat di Kawasan Perencanaan. Adapun Bentuk analisa serta
rumusan analisa Aspek Kondisi Bangunan ini disesuaikan dengan persyaratan Teknis adalah
Adapun yang menjadi acuan berdasarkan peraturan perundang- undangan ini adalah sebagai
berikut :
bersifat kuantitaif terukur maka selanjutnya harus ditentukan nilai baku sebagai interval
klasifikasi. Klasifikasi wilayah rentan bencana kebakaran permukiman dibagi menjadi 3
kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Adapun klasifikasi untuk masing- masing
indicator adalah :
Sedangkan untuk menentukan apakah wilayah termasuk ke dalam wilayah rentan bencana
kebakaran menggunakan metode pembobotan sebagai berikut:
KLASIFIKASI
Variabel
Tingkat Bobot Tingkat Bobot Tingkat Bobot
Kualitas Bangunan Rendah 3 Sedang 2 Tinggi 1
Kepadatan Bangunan Rendah 1 Sedang 2 Tinggi 3
Kerapatan Jaringan Jalan Rendah 3 Sedang 2 Tinggi 1
Sumber: Miadinar, 2009; Sujatmiko, 2012
a. Pasokan air. Untuk keperluan pemadaman kebakaran, pasokan air diperoleh dari
sumber alam (kolam air, danau, sungai, sumur dalam) maupun buatan (tangki
air, kolam renang, reservoir air, mobil tangki air dan hidran).
b. Jalan lingkungan. Jalan lingkungan dengan lebar jalan minimum 3,5 meter,
yang pada saat terjadi kebakaran harus bebas dari segala hambatan apapun yang
dapat mempersulit masuk keluarnya mobil pemadam kebakaran.
c. Sarana Komunikasi. Terdiri dari telepon umum dan alat-alat lain yang dapat
dipakai untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran kepada Instansi Pemadam
Kebakaran.
d. Data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang terletak didalam ruang
kendali utama dalam bangunan gedung yang terpisah dan mudah diakses.
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR). APAR yang tersedia pada Pos Kebakaran
Lingkungan minimal 10 (sepuluh) buah dengan isi bersih 10 (sepuluh) kg untuk
setiap buahnya.
b. Mobil pompa.
Gambar 4.59. Contoh Desain Trailer Fire Pump Dengan Penambahan Penggerak Sepeda Motor
Skala Lingkungan
Salah satu contoh dalam penanganan kawasan kumuh dengan dengan berbasis wisata adalah
penanganan kawasan kumuh kali cole di Kota Yogyakarta dimana berbagai desain arsitektur
kawasan yang mengusung Tema “Kawasan Ekowisata Kali Cole yang Ramah Lingkungan”.
Proses pembentukan wisata yang ramah lingkungan dilakukan dengan proses revitalisasi
yakni dengan usaha memvitalkan kembali kawasan kumuh yang ada di kali code. Kawasan
kumuh yang semulanya jarang diperhatikan kemudian di jadikan objek utama perbaikan
menjadi lingkungan yang lebih bersih dan rapi serta dapat dijadkan objek wisata yaang
memberikan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat dari segi ekonomi, sosial dan
budaya. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam penataan lingkungan berbasis
ekowisata di sungai code dilakukan kedalam dua aspek dasar yakni Pembentukan
kawasan wisata pedestrian dan penataan lingkungan arsitektural dengan beberapa program
sebagai berikut.
3. Konsep yang kedua adalah penyediaan rekaman suara yang juga bertujuan
untuk mengenalkan budaya lokal yang ada di Yogyakarta kepada para wisatawan
yang datang ke Kampung Code. Selain itu alat ini juga bisa mengeluarkan informasi
yang ada pada lukisan dinding. Alat ini hanya bisa diaktifkan dengan menggunakan
barcode yang ada pada kartu Smart Card, oleh karena itu pengunjung legal tidak akan
bisa menikmati fasilitas ini dalam berwisata di Kampung Code. Konsep terakhir
adalah pembuatan Smart Card seperti yang telah dijelaskan diatas, kartu ini
berfungsi untuk mengaktifkan alat perekam suara melalui barcode yang ada pada
kartu ini. Kartu ini juga berguna sebagai ucapan selamt datang kepada wisatawan
dan sebagai tanda pegenal semua wisatawan yang ingin menggunakan berbagai
fasilitas yang ada di Kampung Code
4. Kampung Wisata Edukasi Kampung wisata edukasi di bantaran Kali Code ini
terletak di Jetisharjo, Cokrodiningrat, Jetis Kota Yogyakarta. Kampung ini sudah
di inisiasi sejak tahun 1999 oleh warga yang ada disekitar. Kampung ini
memberikan edukasi utama mengenai bagaimana pemanfaatan pemanfaatan mata
air umbul. Selain mempunyai potensi berupa air bersih, kampung wisata ini juga
memiliki berbagai berbagi aktivitas penunjang seperti tempat kongkow, potensi
kuliner, gazebo, dan kandang aneka burung yang dijadikan sebagai daya tarik lain
bagi para wisatawan yang ingin berwisata ke kampung ini.
Selain Kampung Kali cole ini juga banyak terdapat kawasan kumuh yang dikembangkan
menjadi salah satu kawasan wisata baru seperti berikut :
Konteks studi memusatkan perhatian pada keluarga besar (kaum) dan prilakunya
dalam pengembangan kawasan. Kaum merupakan kelompok keluarga dalam satu “paruik”,
dan kemudian berkelompok dan bergabung dalam kedalam sebuah suku. Terdapat 4 (empat)
suku di Nagari Sandi Ulakan, yakni; Guci, Panyalai, Sikumbang dan Koto. Suku dalam
Tatanan Budaya Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus
tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata suku dalam Bahasa
Minang dapat bermaksud satu perempat, sehingga jika dikaitkan dengan pendirian suatu
nagari di Minangkabau dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat
suku yang mendiami kawasan tersebut.
Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi.
Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga (kaum), harta, dan sumber-sumber
pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka.Harta pusaka
merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak
dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana
jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada
anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat
digadaikan. Dengan demikian, ketika bicara pengembangan dan penataan kawasan
sebagaimana Nagari Sandi Ulakan, maka kajian terhadap keberadaan kaum sebagai basis
penguasaan tanah, basis pengaruh sosial dan politik tingkat lokal menjadi sangat penting.
Peran keluarga besar (kaum) dan suku juga potensial untuk perbaikan prilaku serta
peningkatan pengetahuan
Nagari Sandi Ulakan juga merupakan “nagari syar’i”, dimana menjadi Kawasan
kunjungan ziarah oleh masyarakat dari berbagai daerah untuk berziarah dan mendo’a di
makam Syech Burhanuddin. Nagari Sandi Ulakan menjadi sangat potensial sebagai
salahsatu tujuan wisata religi “SYECH BURHANUDDIN”. Sebagaimana diketahui, beliau
adalah orang pertama yang mendirikan sekolah berbentuk pesantren di pulau perca Pantai
Sumatera yang kala itu masih berbentuk surau sebagai pusat pendidikan islam dan kajian
agama islam diMinangkabau. bersama dengan empat sahabatnya yaitu Datuk Maruhun
Panjang, dari Padang Gantiang, siTarapang dari Kubang Tigo baleh (Solok), Mohd. Natsir
syeikh Surau Baru dari Koto Tangah Padang dan Syeikh Buyuang Mudo dari Bayang Pulut-
Pulut Pesisir selatan yang sebelum selesai belajar pada Syeikh Abdurrauf mereka pulang
terlebih dahulu dan mencoba mengembangkan ajaran Islam dikampung halaman masing
masing namun tidak mendapat sambutan sehingga kembali ke aceh dan diperintahkan
belajar pada Syeikh Burhanuddin di Tanjung Medan Ulakan.
Mashurnya kegiatan Syekh Burhanuddin di Ulakan ini meluas sampai ke daerah lain,
dari Gadur Pakandangan, Sicincin, Kapalo Hilalang, Guguk Kayu Tanam, Pariangan Padang
Panjang sampai ke Basa Ampek Balai dan raja Pagaruyung. Oleh karena itu, Nagari Sandi
Ulakan dan sekitarnya menjadi tujuan peziarah hingga sa’at ini.
Nagari Sandi Ulakan merupakan nagari pemekaran dari Nagari Ulakan sebagaimana
Perda Kabupaten Padang Parimana No.1 /2013. Pemekaran wilayah dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa aspek seperti fungsi wilayah, kriteria fisik/ lingkungan,
ekonomi, dan sosial. Pertimbangan pemekaran wilayah tersebut untuk menghindari agar
tidak terjadi disparitas pada wilayah yang dimekarkan maupun wilayah hasil pemekaran.
Pertimbangan kriteria sosial diperlukan untuk mengetahui tentang kendali antar kecamatan,
interaksi, dan aktivitas masyarakat. Bertujuan agar kecamatan yang jauh dari jangkauan
fasilitas pelayanan dan pusat pemerintahan dapat diatasi dengan adanya wilayah
administratif baru. Sebagai nagari baru, Sandi Ulakan secara terus menerus berbenah untuk
mengoptimalkan fungsi pemerintahan nagari.
Salahsatu Lembaga sosial ekonomi penting di Nagari Sandi Ulakan, adalah Badan
Usaha Milik Nagari (BUMNAG). Empat tujuan penting pendirian BUMNAG adalah:
Sebagai nagari baru, tentu saja persoalan regulasi, pembiayaan dan tata kelola adalah
sesuatu yang lumrah terjadi. Intervensi pada tigal tersebut dapat membantu perbaikan pada
peran kelembagaan sosial ekonomi setempat, yang berdampak pada perbaikan prilaku dan
kesejahteraan keluarga.
Gambar 4.62. Simpul Permasalahan dan Potensi Sosial Ekonomi Kawasan Sandi Ulakan
Rapid Assessment merupakan metode penilaian keadaan secara cepat. Langkah ini
ditempuh untuk pengumpulan informasi secara akurat dalam waktu yang terbatas pada saat
setelah kesepakatan pelaksanaan pekerjaan terjadi. Ini bertujuan untuk menghasilkan
pengamatan kualitatif bagi keperluan pembuat keputusan untuk menentukan perlu tidaknya
penelitian tambahan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan. Langkah ini memiliki
tiga konsep dasar yaitu; (a) perspektif sistem, (b) triangulasi dari pengumpulan data, dan (c)
pengumpulan data dan analisis secara berulang-ulang (iterative). Dalam konteks ini Rapid
assessment dilakukan melalui pertemuan dengan pemerintah nagari dan Tim Perencana
Masyarakat (TPM). Data sekunder yang dikumpulkan meliputi dokumen dan desk studi.
Kegiatan ini membantu mendapatkan gambaran keragaan Kawasan dan kerangka analisa.
Wawancara
Dalam kegiatan ini wawancana dilakukan pada semua TPM. Menggunakan teknik
wawancara dengan pertimbangan bahwa pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka terhadap dinamika, perkembangan kelompok dan
pendapat dari informan. Struktur pertanyaan menggunakan pertanyaan yang berkaitan
dengan pengetahuan objektif (O), kesan terhadap rencana kawasan ‘(R’), opini atas kejadian
perubahan dan dinamika kawasan (I) serta gagasan untuk rencana kedepan (K). Struktur
bertanya tersebut dinamakan ORIK. Ada tiga fokus informasi yang didapatkan terhadap
proses ini, yakni; profil sosial ekonomi kawasan, dan perkembangan kelompok dan lembaga
potensial.
Diskusi kelompok terfokus (FGD) berbeda dengan diskusi kelompok informal biasa,
setidaknya karena topik dan alur diskusinya. FGD sesuai namanya difokuskan untuk
membicarakan satu topik terpilih dengan peserta yang sesuai secara mendalam. FGD
dipandu oleh fasilitatator dan yang didampingi notulen dan pengamat proses. Karakter FGD
setidaknya antara lain;
a. Mendapatkan pengalaman tentang dinamika sosial ekonomi yang ada sesuai tema
Metode analisa data menggunakan metoda analisa verstehen. Metode ini merupakan
upaya mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian
dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan kesimpulan (Moleong,1993). Untuk menilai
peran, sifat dan dinamika kelompok dalam upaya menemukan dan merancang sebuah model
kelompok yang potensial untuk pencapaian tujuan penataan kawasan, digunakan analisa
peran. Meskipun analisa ini sering digunakan dalam kasus bisnis, namun logika analisa ini
bisa diterjemahkan untuk menganalisa prilaku, peran dan dinamika kelompok sosial
ekonomi dalam sebuah kawasan.
Gambar 4.63. Kerangka Pikir Pendekatan Sosial Kemasyarakatan (People Centered Development)
Gerakan Pembangunan Kawasan Rancak, Tercelak dan Anti Kumuh “GERBANG RANCAK”
NAGARI SANDI ULAKAN
Sumber: Diolah dari Chambers (1989);Korten David (1991;1993); Braverman (1993); Rianingsih et.al (1996); Nuwirman, 1999;
Gubbels dan Koss, 2001; Chetkovic dan Kunreuther (2004); Han dan Topattimasang, 2004; Sherraden, 2006; JEMARI Sakato, 2010;
Nurani 2010; PERCIK, 2013; Asiati dan Nawawi, 2016
Rencana Tindak Komunitas (RTK) /Community Action Plan (CAP) sebagai salah satu
aspek dalam dokumen Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh merupakan
bentuk apresiasi kepada masyarakat untuk dapat merencanakan lingkungannya sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan.
Salah satu keluaran dalam RTK/CAP adalah daftar kegiatan stimulan fisik dan non fisik
skala mikro-lingkungan yang dibutuhkan masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas
lingkungan permukiman kumuh secara berkelanjutan.
Analisis ini di maksudkan untuk mengetahui penanganan yang akan menjadi prioritas
penanganan terkait dengan permasalahan di wilayah perencanaan berdasarkan
pembobotan yang telah di lakukan pada sub
bab sebelumnya yaitu hasil analisis kebutuhan prasarana dan analisis usulan masyarakat.
Dimana nilai tertinggi dari item-item tersebut akan menjadi prioritas yang akan
ditangani disetiap lokasi penanganan.
Urgenitas Penanganan;
Selain beberapa kriteria umum yang telah diuraikan diatas, daerah dapat menyusun
kriteria yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan daerahnya masing-masing.
Adapun kriteria dan indikator untuk memilih kawasan prioritas akan berbeda-beda
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan tiap kota. Berdasarkan pada serangkaian
kriteria dan indikator tersebut dapat dilakukan penentuan kawasan permukiman prioritas
melalui metode pembobotan maupun konsesus tim teknis sebagai representasi dari
pemangku kepentingan.
Metode skoring dan pembobotan yang digunakan adalah metode skoring dan
pembobotan yang sifatnya sederhana dan mudah implementasinya, hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah implementasinya. Metode ini dilakukan dengan
memberikan nilai pada masing-masing alternatif pemecahan masalah yang telah
dirumuskan sebelumnya berdasarkan kriteria-kriteria kebutuhan penanganan yang
dihasilkan dari tahap analisis kebutuhan diatas.
Urutan yang dihasilkan akan menjadi urutan prioritas program penanganan yang
akan ditindaklanjuti sesuai dengan tahapan waktu berdasarkan kebutuhan yang
mendesak.
2. Skala Prioritas
Merupakan metode yang digunakan untuk meranking sejumlah obyek yang telah
terinventarisasi atau tersedia. Skala prioritas yang disusun ini menggunakan acuan
yang didasari oleh kebutuhan yang disepakati oleh seluruh stakeholder yang terlibat
dalam pekerjaan ini dilakukan secara partisipatif dan dilakukan dalam FGD.
3) Rencana struktur dan pola tata ruang didalam kawasan perumahan dan
permukiman yang di tata;
4) Rencana rinci pengelolaan lahan bagi lingkungan perumahan dan
permukiman kumuh yang akan ditangani;
5) Rencana pengembangan kawasan – kawasan produksi pendukung kawasan
perumahan dan permukiman agar terwujud keberlanjutan pengembangan
kawasan;
6) Rencana rinci indikasi program penanganan berbasis kawasan, lokasi, target,
dan sasaran yang akan dicapai oleh masing-masing sektor terkait;
7) Rincian rencana tahapan pembiayaan dan sumber pendanaannya
8) Rencana Penataan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL);
9) Mekanisme keterpaduan antara lingkungan perumahan dan permukiman yang
akan ditangani dengan kawasan yang menaunginya serta kawasan di
2. Pemberdayaan Masyarakat
a. Pemugaran;
b. Peremajaan; atau
c. Pemukiman kembali.
Sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2011 pasal 97, pola-pola penanganan peningkatan kualitas
terhadap permukiman kumuh dilakukan melalui:
a. Pemugaran;
b. Peremajaan; atau
c. Pemukiman kembali.
Pengertian
Penerapan
Karakteristik Penanganan
Pada bentuk penanganan ini umumnya yang tidak terlihat terlalu banyak perubahan
mendasar, selain dari peningkatan bentuk pelayanan dan kondisi fisik prasarana, sarana dan
bangunan tempat tinggal.
Preservasi (Pemeliharaan dan Merupakan jenis penanganan yang dilakukan dengan tujuan
Pengendalian) untuk memelihara komponen-komponen permukiman yang
masih berfungsi dengan baik dan mencegah dari proses
kerusakan.
Sebagai fungsi pengendalian, maka preservasi dapat dilakukan
dengan penegasan melalui aturan-aturan pemanfaatan ruang
dan bangunan (KDB, KLB, GSB, GSJ, IMB, dan lain-
lain). Sifat penanganan ini cenderung lebih ke arah
pencegahan timbulnya permukiman kumuh, sehingga
seringkali upaya ini dilakukan bersamaan dengan restorasi,
rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Peran Perilaku
Didasari pada sifat penanganannya yang tidak terlalu banyak membutuhkan perubahan
infrastruktur secara mendasar, maka peran pelaku di luar masyarakat dalam hal ini
pemerintah daerah dalam program relatif lebih besar dibandingkan dengan peran pelaku
masyarakat.
B. Peremajaan
Pengertian
Penerapan
Peremajaan diterapkan pada permukiman kumuh yang secara struktur ruang, ekonomi dan
perilaku tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga tidak dapat ditangani hanya dengan
perbaikan dan peningkatan fisik.
Kondisi buruk secara struktur dapat mendorong terciptanya pemanfaatan ruang yang tidak
efisien dan optimal sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
Karakteristik Penanganan
Bentuk penanganan ini umumnya dilakukan dengan perubahan yang mendasar. Untuk itu
penanganan ini mempunyai konsekuensi merubah pola pemanfaatan ruang, baik secara
komposisi, komponen, besaran maupun fungsinya.
Hal ini mengarahkan pada pola-pola pengadaan baru yang lebih menonjol dari pada
peningkatan dan perbaikan kualitas.
Jenis-jenis Penanganan
Konsolidasi tanah
Land re-adjusment
Peran Pelaku
Didasari pada sifat penanganannya, maka peran masyarakat sangat besar dalam
mengambil keputusan, terutama dalam penentuan jenis komponen program; sedangkan
peran Pemerintah, pemerintah daerah, dan pelaku lain (swasta) akan lebih banyak dalam
dalam mendukung program.
C. Pemukiman Kembali
Pengertian
Penerapan
Tidak memiliki potensi pemanfaatan yang lebih baik dari fungsi yang ditetapkan
Termasuk dalam penanganan ini adalah permukiman yang secara teknologi tidak
mampu mendukung penyelesaian masalah. Beberapa kondisi yang memenuhi persyaratan
penanganan ini, antara lain :
Lokasi yang berada diatas tanah negara dengan peruntukan non permukiman
(bantaran sungai, lahan penghijauan, dan lain-lain)
Permukiman kumuh yang berada pada lokasi dimana secara fisik lingkungan
sangat berbahaya sebagai tempat bermukim dan tidak dapat ditanggulangi secara
teknis (di atas lahan rawan bencana alam/geologi)
Bantaran sungai;
Karakteristik Penanganan
Dilakukan dengan pemindahan permukiman pada areal yang baru (lokasi lain)
Peran Pelaku
Didasari pada sifat penanganannya, maka peran masyarakat sangat besar dalam proses
pengambilan keputusan, terutama dalam proses penentuan kebijakan seperti pengalokasian
baru, ganti rugi, dan lain-lain, walaupun pada posisi ilegal.
Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh harus dilakukan sesuai
dengan hasil penilaian berbagai aspek kekumuhan (tingkat kekumuhan, pertimbangan lain
dan legalitas lahan.). Peningkatan kualitas kawasan permukimankumuh untuk berbagai
aspek kekumuhan akan berbeda- beda pendekatan penanganannya, dimana secara hirarki
peningkatan kualitas kawasan permukimankumuh paling rendah adalah pemugaran dan
paling tinggi adalah permukiman kembali.
Ketentuan penanganan fisik diatur sesuai dengan faktor permasalahan kekumuhan setiap
lokasi yang teridentifikasi. Beberapa faktor permasalahan kekumuhan suatu lokasi yaitu :
Tabel IV.20. Pola Penanganan Aspek Bangunan Gedung Dan Infrastruktur Pendukung
Tipologi
Bangunan dan Jalan Penyediaan Air Pengelolaan Air Pengelolaan
Permukiman Drainase Kebakaran
Lingkungan Lingkungan Minum Limbah Persampahan
Kumuh
Perumahan kumuh Penanganan fisik Jalan lingkungan I dan II Sistem drainase lokal SPAM Bukan Sarana pembuangan awal Pemilahan : Prasarana
dan permukiman bangunan dan Perkerasan lentur dapat dilengkapi Perpipaan MCK Umum Skala proteksi
kumuh di lingkungan dengan (aspal) dan perkerasan dengan pompa dan Individual Kloset Rumah individu dan kebakaran
dataran rendah tetap menggunak an kaku (beton) sesuai rumah pompa Penampungan Tangga skala lingkungan
langgam arsitektur dengan karakteristi k Bahan material Air Hujan komunal Sarana
lokal lokal saluran adalah (PAH) Unit pengelolaan Pengumpulan proteksi
Pondasi di atas tanah Pada tekstur tanah Saringan setempat(SPAL- S) Menggunaka kebakaran
keras adalah Rumah Tangga Unit Biofilter n lingkungan
saluran tanah (SARUT) Ketentuan gerobak/mot
Pada tekstur tanah Destilator Surya penempatan unit or
yang sangat jelek Atap Kaca pengolahan Pengangkuta
(gamb ut) adalah (DSAK) didalam tanah n : Armroll
saluran perkuatan Sumur Dangkal Unit pengangkuta n Truck/Compac
Komunal : Lumpur tinja dari tor
Sumur Dangkal cubluk/tangki Truck/Trailer
Sumur Dalam septik/biofilt er Truck
Penampunga diangkut dengan Pengolahan
Air Hujan (PAH) sarana TPS 3 R (skala
Pelayanan pengangkutan kawasan)
Terminal Air
Unit pengelolaan
IPAS SPAM
terpusat (SPAL- T)
Perpipaan
Sistem perpipaan
(IPA)
yang terhubung
Konvensional,
dengan IPAL dan
IPA saringan
IPLT perkotaan atau
pasir lambat
Sistem perpipaan
Air baku air
yang terhubung
hujan : IPA
dengan IPAL
Konvensional, perkotaan/IP AL
IPA saringan komunal,
Tipologi
Bangunan dan Jalan Penyediaan Air Pengelolaan Air Pengelolaan
Permukiman Drainase Kebakaran
Lingkungan Lingkungan Minum Limbah Persampahan
Kumuh
pasir lambat sementara untuk
Air baku air lumpur tinja dari
tanah : sumur bangunan
dangkal dan pelengkap
sumur dalam diangkut dengan
Unit Distribusi : truk tinja ke IPLT
Sistem jaringan Ketentuan
pipa dalam pengembang an
tanah jaringan perpipaan
Unit Pelayanan : didalam tanah/diatas
Sambungan air
rumah dan
hidran umum
Sumber : Rapermen PU tentang Pedoman Teknis Peningkatan Kualitas Terhadap Permukiman Kumuh Perkotaan
Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan beratt dengan status lahan
legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;
Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status lahan
ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembal ;
Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status lahan
legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;
Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status lahan
ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali;
Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status lahan
legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemugaran;
Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status lahan ilegal,
maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali;
Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh diatas air, maka penanganan yang dilakukan harus memperhatikan
karakteristik daya guna, daya dukung, daya rusak air serta kelestarian air;
Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh di tepi air, maka penanganan yang dilakukan harus memperhatikan
karakteristik daya dukung tanah tepi air, pasang surut air serta kelestarian air
dan tanah;
a. Survey sekunder,
b. Pengukuran topografi,
a. Pemasangan Patok
Pada pemetaan situasi untuk perencanaan jalan, ada beberapa jenis patok yang
harus dipasang. Patok-patok tersebut adalah Patok Benchmark (BM), Patok
Poligon, dan Patok Profil.
Patok Benchmark
BM terbuat dari beton berukuran (20 x 20 x 75) cm dan ditanam sedemikian rupa
sehingga bagian patok yang muncul diatas tanah 15 cm. Patok BM ditanam
berpasangan dengan interval 1000 meter untuk pengukuran jalan dan minimal 2
patok berseberangan sungai pada pengukuran jembatan, dicat kuning serta hitam
untuk penomoran. Penamaan disesuaikan dengan singkatan nama Kabupaten yang
disurvey.
Patok Poligon
Patok Poligon adalah patok yang merupakan titik poligon dilapangan. Patok
poligon terbuat dari kayu dengan ukuran (5 x 7 x C0) cm, dan ditanam sedemikian
rupa sehingga bagian patok yang muncul diatas tanah 10 cm. Patok poligon
dipasang dengan interval maksimum 100 meter.
Patok Profil
Patok profil adalah patok yang merupakan titik pengukuran potongan memanjang
dilapangan. Patok profil dapat terbuat seperti patok poligon atau dapat juga berupa
paku yang ditanam pada aspal jalan dan dilingkari dengan cat kuning sebagai
tanda.
Patok BM harus dicat warna kuning dengan penamaan warna hitam, sedangkan
Patok Poligon dan Patok Profil diberi cat kuning dengan tulisan merah dan
diletakkan disebelah kiri kearah jalannya pengukuran.
KDH merupakan pengukuran yang tidak boleh dilewatkan dalam suatu pekerjaan
pemetaan. KDH merupakan titik-titik lapangan (yang diwakili oleh pilar beton,
patok kayu, paku atau bentuk lainnya) yang melingkupi daerah pemetaan.
Titik KDH dilapangan berfungsi sebagai titik ikat pada pengukuran detail, dan
sebagai titik tetap/referensi untuk keperluan pekerjaan perencanaan selanjutnya,
misalnya untuk pekerjaan stake-out. Setiap titik KDH akan mempunyai harga
koordinat (x,y).
Roll Meter (50 meter) untuk pengukuran jarak pada daerah yang berbukit
dan menikung.
Untuk keperluan orientasi arah Utara dilakukan pengamatan matahari disalah satu
sisi jaring poligon. Pengamatan dilakukan 4 seri (4 biasa dan 4 luar biasa).
Seperti halnya KDH, pengukuran KDV juga harus dilakukan sebagai dasar
pekerjaan pemetaan. Kalau KDH merupakan sistem kerangka dasar kearah
horisontal, maka KDV berfungsi sebagai titik ikat ke arah vertikal. Titik KDV
adalah juga merupakan KDH, sehingga dengan demikian kerangka dasar
pemetaan selain mempunyai koordinat (x, y) juga akan memiliki elevasi (z) atau
secara lengkap menjadi koordinat (x, y, z).
Datum adalah titik tetap, seperti TTG, peil pelabuhan, peil jembatan, atau titik
referensi lainnya. Jika tidak memungkinkan dapat digunakan koordinat lokal.
Alat ukur yang digunakan adalah Waterpass (sejenis WILD NAK-2) dengan
rambu ukur yang dilengkapi nivo rambu.
Pengukuran Situasi adalah pengukuran setiap obyek yang dipilih untuk di petakan.
Pengukuran dilakukan dari setiap titik kerangka yang telah ada sebelumnya (hasil
pengukuran KDH dan KDV).
Alat ukur yang digunakan adalah theodolith WILD T-0 yang dilengkapi dengan
rambu ukur.
f. Pengukuran titik breakline, seperti tepi saluran, tepi sungai, tepi danau,
dinding lembah/bukit, garis pantai, dan lainnya.
e. Pengukuran Profil
Penampang Memanjang
Apabila terdapat pertemuan dengan jalan eksisting, maka sumbu dan lebar
jalan tersebut harus diukur serta dicantumkan dalam gambar.
Penampang Melintang
Untuk trase jalan baru, elavasi titik diambil setiap 5 meter atau setiap
perbedaan terrain yang mencolok, dengan lebar koridor :
75 meter kiri dan 75 meter kanan dari sumbu jalan pada daerah lurus, dan
50 meter kearah luar dan 75 meter kearah dalam dari sumbu jalan pada
daerah tikungan.
50 meter kiri dan 50 meter kanan dari sumbu jalan pada daerah lurus, dan
25 meter kerah luar dan 75 meter kearah dalam dari sumbu jalan pada
daerah tikungan.
Perencanaan geometrik,
A. Alinyemen Horizontal
B. Alinyemen Vertikal
mana kendaraan akan lebih nyaman apabila berjalan pada jalan yang datar atau
kelandaian yang kecil. Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi alinemen
vertikal, yaitu :
Kondisi tanah dasar, hal ini berhubungan dengan besarnya penurunan dan
perbedaan penurunan.
Keadaan medan, muka jalan sebaiknya sedikit diatas muka tanah asli, hal ini
berhubungan dengan drainase, pekerjaan tanah dan jumlah tikungan.
Muka air banjir dan MAT, penampang memanjang jalan sebaiknya diatas
elevasi muka air banjir.
C. Lengkung Vertikal
Tujuan dari lengkung vertikal adalah merubah secara bertahap pergantian dari dua
macam kelandaian sehingga mengurangi shock yang dapat menyebabkan rasa
aman dan nyaman pada pengguna jalan serta kemudahan sistem pengaliran air.
Bentuk yang umum dari lengkung vertikal adalah parabola, dengan asumsi
sederhana sehingga elevasi sepanjang lengkung didapat dengan perbandingan
dengan offset vertikal dari PPV yang bernilai tertentu. Karena parabola
mememiliki turunan yang konstan, sehingga jika terdapat persamaan garis, garis
singgungnya berubah dengan konstan.
Pada lengkung vertikal cembung titik perpotongan kedua tangent berada diatas
permukaaan jalan. Berdasarkan jarak pandang lengkung vertikal cembung dapat
dibedakan atas 2 keadaan, yaitu :
L = (AV2) / 380
4.2.6 Inovasi
Akses penduduk terhadap prasarana dan sarana air limbah permukiman dan persampahan
pada dasarnya erat kaitannya dengan aspek kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan,
sosial, budaya serta kemiskinan. Hasil berbagai pengamatan dan penelitian telah
membuktikan bahwa semakin besar akses penduduk terhadap fasilitas prasarana dan
sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase serta pemahaman tentang
hygiene, semakin kecil kemungkinan terjadinya kasus penyebaran penyakit yang
ditularkan melalui media air (waterborne diseases). Mengingat keterbatasan kemampuan
yang dimiliki pemerintah, baik pusat maupun daerah, diperlukan upaya-upaya terobosan
yang bersifat mengubah paradigma dalam pengembangan sanitasi lingkungan. Beberapa
upaya bisa dilakukan terhadap pengembangan sanitasi lingkungan berskala komunitas
berbasis masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk
menjamin keberlanjutan pengelolaan.
Seluruh air yang dihasilkan oleh aktivitas rumah tangga (Mandi, Cuci, Kakus,
Dapur) dan limbah dari industri rumah tangga yang bersifat organik, dialirkan
dengan jaringan perpipaan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk
diolah secara aerobik dan atau anaerobic sehingga hasil pengolahan memenuhi
baku mutu lingkungan.
Gambar 4.65. Contoh IPAL Komunal Kab. Purbalingga, Sebagai Tempat Main Anak-Anak
Rencana Teknik Rinci (RTR) adalah gambar perencanaan & pelaksanaan rinci
dari bentuk fisik TPS 3R beserta semua fasilitas/peralatan yang ada di lingkungan
TPS 3R, yang memiliki spesifikasi teknis berdasarkan kapasitas sampah yang
diolah. Secara umum TPS 3R terdiri dari gapura, bangunan hanggar, unit
pencurahan sampah tercampur, unit pengolahan sampah organik, unit pengolahan/
penyimpanan sampah anorganik (daur ulang), unit pengolahan/ penyimpanan
sampah anorganik (residu), gerobak atau motor sampah, gudang kompos padat/
kompos cair/gas bio/sampah anorganik daur ulang/residu, kantor, serta utilitas
pendukung.
Pembuatan Desain
Berikut ini beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam pembuatan desain
arsitektural pada bangunan TPS 3R, yaitu :
6. Menentukan jenis bangunan yang akan dibuat (bangunan rangka baja, beton
bertulang, konstruksi kayu, dll);
Permasalahan lingkungan yang sering dijumpai pada saat ini adalah terjadinya genangan
atau banjir pada musim hujan dan menurunnya kuantitas sumber mata air pada musim
kemarau, selain itu di beberapa tempat terjadi pula penurunan kemampuan tanah untuk
meresapkan air sebagai akibat adanya perubahan lingkungan yang merupakan dampak
dari proses pembangunan.
Selama ini sistem drainase kebanyakan masih menggunakan konsep konvensional yang
hanya mengalirkan air limpasan hujan ke badan air terdekat dan hal tersebut tidak akan
membantu pengisian air tanah atau air resapan yang tanpa adanya pengelolaan terlebih
dahulu.
Berkaitan dengan aspek lingkungan, maka perlu adanya perencanaan penerapan untuk
merubah konsep drainase konvensional menjadi konsep sistem drainase berwawasan
lingkungan (ekodrainase) sehingga dapat menimbulkan dampak positif terhadap
lingkungan.
1) Sistem polder dengan instalasi pompa dan kolam tampung di samping badan
saluran/sungai
2) Sistem polder dengan instalasi pompa dan kolam tamping pada badan saluran/
sungai
3) Sistem polder dengan instalasi pompa dan kolam tampung tipe long storage
Tahapan perencanaan sesuai dengan tipe sistem polder diuraikan sebagai berikut:
2) Memastikan bahwa elevasi muka air pada saat banjir rencana di badan penerima
lebih tinggi daripada permukaan air di hilir saluran. Uraian lebih lanjut tentang
perhitungan elevasi muka air pada saluran dan kolam tampung yang terletak di
samping badan saluran/sungai dapat dilihat dalam Lampiran Contoh Perhitungan
Buku Tata Cara Perencanaan Kolam Detensi, Kolam Retensi dan Sistem Polder.
6) Menentukan lokasi bangunan pelimpah samping inlet dan/atau pintu inlet serta
pintu outlet.
Q = Cd L H3/2
Bila :
1. Rumah pompa
3. Pintu inlet
4. Pintu outlet
8. Rumah jaga
9. Gudang
Gambar 4.70. Sistem Polder dengan Instalasi Pompa Terletak di dalam Badan Saluran/Sungai
FORMAT PELAPORAN
4.1. PENDEKATAN...........................................................................................................................1
4.1.1 Umum.....................................................................................................................................1
4.1.3 Prinsip Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh. . .11
4.1.7 Pendekatan Pengembangan Local Economic Development (LED) / Potensi Ekonomi Lokal
(PEL)...............................................................................................................................................17
4.2. mETODOLOGI.........................................................................................................................20
4.2.6 Inovasi.................................................................................................................................154
Tabel IV.2. Aspek, Kriteria, Indikator dan Penilaian Terhadap Pemilihan Lokasi
Penanganan Perumahan Dan Permukiman Kumuh............................................................25
Tabel IV.5. Nilai Reduce Variate (Y) untuk beberapa Nilai Kala Ulang T..........................79
Tabel IV.8. Tipikal Harga koefisien kekasaran Manning, n, yang sering digunakan.........88
Tabel IV.11. Tingkat Pemakaian Air Minum Rumah Tangga Berdasarkan Kategori Kota. 98
Tabel IV.20. Pola Penanganan Aspek Bangunan Gedung Dan Infrastruktur Pendukung
143
Gambar 4.2. Bagan Alir Penanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
12
Gambar 4.40. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Limbah dengan RBC...............107
Gambar 4.59. Contoh Desain Trailer Fire Pump Dengan Penambahan Penggerak
Sepeda Motor Skala Lingkungan..............................................................................119
Gambar 4.62. Simpul Permasalahan dan Potensi Sosial Ekonomi Kawasan Sandi
Ulakan 128
Gambar 4.65. Contoh IPAL Komunal Kab. Purbalingga, Sebagai Tempat Main Anak-
Anak 155
Gambar 4.70. Sistem Polder dengan Instalasi Pompa Terletak di dalam Badan
Saluran/Sungai 161