Anda di halaman 1dari 169

Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Kabupaten Padang Pariaman

Pada bagian ini diuraikan mengenai pendekatan yang digunakan dalam penyelesaian kegiatan berikut dengan
metode analisis yang akan digunakan dalam tiap lingkup kegiatannya , Pendekatan pelaksanaan kegiatan,
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan, Pendekatan dan metode pelaksanaan kegiatan dalam
rangkaian penyelesaian Pekerjaan Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

4.1. PENDEKATAN

4.1.1 Umum

Kegiatan Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman


Kumuh Kabupaten Padang Pariaman Tahun Anggaran 2020 yang dilaksanakan oleh
Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Sumatera
Barat diprioritaskan pada lingkungan permukiman KUMUH. Penanganan terhadap
SQUATTER dapat dilakukan setelah pemerintah kabupaten/kota melaksanakan
pemutihan yang dilengkapi dengan rencana penanganan yang komprehensif.

Objek penanganan Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan


Permukiman Kumuh adalah perumahan kumuh dan permukiman kumuh, merupakan
perumahan dan kawasan permukiman yang sesuai dengan peruntukkannya sebagai
perumahan dalam rencana tata ruang wilayah kota/kabupaten setempat. Berikut ini

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 1
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

pengertian dari perumahan kumuh dan permukiman kumuh serta perumahan kumuh dan
permukiman kumuh yang tidak pada peruntukkannya (squatter).

Pengertian dari perumahan kumuh dan permukiman kumuh serta perumahan


kumuh dan permukiman kumuh yang tidak pada peruntukkannya (squatter) adalah
sebagai berikut:

KUMUH merupakan lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan


kualitas secara fisik, ekonomi, dan budaya, dan lokasinya sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah Kota/Kabupaten.

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 2
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

SQUATTER merupakan permukiman liar yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah Kota/Kabupaten, dan menghuni suatu lahan yang bukan miliknya/haknya atau
tampa izin dari yang telah mengalami penurunan kualitas secara fisik, ekonomi, dan
budaya, dan lokasinya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kota/Kabupaten dan
menghuni suatu lahan yang bukan miliknya/haknya atau tanpa izin dari pemiliknya.

Objek Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh


adalah perumahan kumuh dan permukiman kumuh, merupakan perumahan dan
kawasan permukiman yang sesuai dengan peruntukkannya sebagai perumahan
dalam rencana tata ruang wilayah kota/kabupaten setempat.

4.1.2 Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan

Dalam Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman


Kumuh Kabupaten Padang Pariaman secara komprehensif digunakan beberapa
pendekatan, dengan maksud agar tujuan dan sasaran yang diharapkan dapat dicapai
semaksimal mungkin. Pendekatan - pendekatan utama yang digunakan dapat dilihat
pada gambar dibawah adalah : a) Pendekatan Teknis, b) Pendekatan Ruang/Lahan, c)
Pendekatan Legal, d) Pendekatan Aktifitas & Pelayanan, e) Pendekatan Lingkungan.

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 3
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

B A A
PENDEKATAN TEKNIS Technical Approach
- PERENCANAAN
PENDEKATAN BERDASARKAN TEKNIK-TEKNIK
a MAUPUN STANDAR YANG SUDAH ADA

E PENDEKATAN RUANG/LAHAN Spatial Approach


B PENDEKATAN YANG MENJADIKAN RUANG (DARATAN, PERAIRAN DAN
UDARA SEBAGAI PARAMETER UTAMA DALAM PROSES PERUMUSAN,
IDENTIFIKASI, ANALISA DAN RENCANA
D C
PENDEKATAN LEGAL Legal Approach
C PENDEKATAN YANG MEMPERHATIKAN ASPEK-ASPEK -HUKUM
DALAM PROSES PERENCANAAN TATA RUANG, PEMANFAATAN
RUANG DAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

PENDEKATAN AKTIFITAS & PELAYANAN


D
Services & Activities Approach

PENDEKATAN YANG MEMPERHATIKAN AKTIVITAS SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI,


SEBAGAI PENENTU PERKEMBANGAN KOTA, SERTA PENYEDIAAN SARANA DAN
PRASARANA PELAYANAN YANG MENJADI KEBUTUHAN PALING POKOK DALAM
.
MENUNJANG AKTIVITAS TERSEBUT

PENDEKATAN LINGKUNGAN Environmental Approach


E PENDEKATAN YANG MEMPERHATIKAN ASPEK KELESTARIAN LINGKUNGAN
DALAM PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN KOTA YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT PLAN)

Gambar 4.1. Hubungan Antara Berbagai Pendekatan Perencanaan

Beberapa pendekatan dan kriteria yang diusulkan Perencanaan Peningkatan Kualitas


Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Kabupaten Padang Pariaman,
khususnya kawasan yang sedang diamati secara umum dapat dibedakan menjadi dua
pendekatan yaitu pendekatan teknis dan sosiologis, lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai
berikut:

4.1.2.1 Pendekatan Teknis Perencanaan Dan Perancangan

Pendekatan batas wilayah administratif; yaitu wilayah Kecamatan dan wilayah


Kelurahan. Batas tersebut merupakan wilayah administratif, Batas-batas di luar kawasan
perencanaan yang dianggap memberi pengaruh langsung ataupun tidak, akan menjadi
bagian dalam kajian ini.

Pendekatan karakter tematis; pendekatan ini dilakukan bagi kawasan yang dianggap
memiliki kesamaan dan keutuhan karakter yang tak dapat dipisahkan, seperti
LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 4
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

lingkungan pusat wisata, kawasan bersejarah, kawasan permukiman, kawasan


perdagangan dan jasa, kawasan larangan membangun yang dikarenakan adanya instalasi
tertentu dan sebagainya, pendekatan ini akan menjadi kajian awal untuk menetapkan
zonasi peruntukan lahan di kawasan perencanaan.

Pendekatan batasan keragaman (diversity) fungsi kawasan; yaitu dengan fungsi


campuran seperti: fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial budaya, fungsi keagamaan
serta kawasan fungsi khusus.

Pendekatan keragaman pola pemanfaatan ruang; yaitu pembentukan pola


pemanfaatan ruang kota secara alamiah maupun buatan. Penerapan ini biasanya
diterapkan akibat pengembangan pembangunan baru (new development), kawasan yang
mengalami perbaikan akibat degradasi lingkungan (urban revitalization),
pengembangan kawasan yang bersifat mengisi (infill development) atau pembongkaran
secara total dan dilakukan Peremajaan kawasan guna meningkatkan potensi lahan
(urban renewal).

Pendekatan Regulatif; merupakan pendekatan yang memperhatikan aspek teknis


dalam menetapkan ketentuan dan/atau peraturan. Ketentuan teknis menggunakan
ketentuan yang ditetapkan menurut SNI, Peraturan Menteri (Permen), Keputusan
Menteri (Kepmen), Peraturan Pemerintah (PP) dan/atau yang ditetapkan dalam
perundangan yang sedang berlaku. Pendekatan teknis juga menerapkan kajian akademis
yang dapat berlaku universal.

4.1.2.2 Pendekatan Sosiologis

Pendekatan bina lingkungan berkelanjutan; yaitu perencanaan yang didasari


pemahaman masalah lingkungan hidup, guna optimalisasi pemanfaatan ruang kota
dengan memelihara kepentingan saat ini namun mampu menyesuaikan dengan
kepentingan mendatang.

Pendekatan dan teknik penataan kota seperti disebutkan di atas dilakukan apabila
konsultan telah menemukan permasalahan nyata dan bersama stake-holder untuk
mengambil keputusan perencanaan. Sikap dan keputusan ini harus menggunakan
pendekatan perencanaan dengan partisipasi masyarakat (Partisipatory planning).

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 5
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh


Kabupaten Padang Pariaman yang berlokasi di Kecamatan Ulakan Tapakis, Nagari
Sandi Ulakan ini berdekatan dengan tempat wisata religi “SYECH BURHANUDDIN”
dimana beliau adalah orang pertama yang mendirikan sekolah berbentuk pesantren di
pulau perca Pantai Sumatera yang kala itu masih berbentuk surau sebagai pusat
pendidikan islam dan kajian agama islam diMinangkabau. bersama dengan empat
sahabatnya yaitu Datuk Maruhun Panjang, dari Padang Gantiang, Si Tarapang dari
Kubang Tigo baleh (Solok), Mohd. Natsir syeikh Surau Baru dari Koto Tangah Padang
dan Syeikh Buyuang Mudo dari Bayang Pulut-Pulut Pesisir selatan yang sebelum
selesai belajar pada Syeikh Abdurrauf mereka pulang terlebih dahulu dan mencoba
mengembangkan ajaran Islam dikampung halaman masing masing namun tidak
mendapat sambutan sehingga kembali ke aceh dan diperintahkan belajar pada Syeikh
Burhanuddin di Tanjung Medan Ulakan.

Sistim pembelajaran yang dilakukan Syeikh Burhanuddin tidak seperti biasa, dia
melakukannya sambil bermain, semua Permainan yang ada dimasyarakat saat itu dia
ikuti, dari Sepak Rago, main gundu dan layang-layang semua dilakoninya namun setiap
memulai permain dia selalu membaca basmallah dan doa-doa lain yang membuat dia
menang hal ini menimbulkan minat anak –anak untuk mengetahui dan belajar apa isi
doa yang dibaca Syeikh Burhanuddin menjadi tinggi, dan setelah murid-muridnya
semakin banyak maka atas musyawarah kaum Koto secara gotong royong dibuatkan
masyarakatlah sebuah surau tempat Syeikh Burhanuddin mengajar lokasinya juga di
Tanjung Medan tanah milik Idris Majolelo yang juga diwakafkan.

Mashurnya kegiatan Syekh Burhanuddin di Ulakan ini meluas sampai ke daerah lain,
dari Gadur Pakandangan, Sicincin, Kapalo Hilalang, Guguk Kayu Tanam, Pariangan
Padang Panjang sampai ke Basa Ampek Balai dan raja Pagaruyung sendiri tersintak
mendengar berita ini.

Seluruh Alam Minangkabau menjadi goncang, perhatian dan perbincangan masyarakat


tertuju ke Ulakan sebagai pusat pendidikan dan penyiaran Islam.

Untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh pelosok Minangkabau cara yang dilakukan
Syeikh Burhanuddin ialah meniru cara Gurunya Syeikh Abdurrauf, dengan memakai
kuasa dan restu Raja Pagaruyung.

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 6
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Apa bila Raja telah bisa diyakinkan tentang kebenaran agama Islam maka Alam
Minangkabau akan mudah dipengaruhi.

Mungkin sudah kehendak hiradat Allah, salah seorang temannya ketika belajar di Aceh
yaitu Datuk Maruhum Basa, diangkat oleh Yang Dipertuan Kerajaan Pagaruyung
sebagai Tuan Kadhi di Padang Ganting.

Dengan diiringkan oleh Idris Majo Lelo, Syekh Burhanuddin menemui Raja Ulakan
yang bergelar Mangkuto Alam untuk menyampaikan niatnya memperluas ruang lingkup
kegiatan dakwah, niat ini diterima baik oleh Mangkuto Alam setelah dimusyawarahkan
dengan “Urang Nan Sabaleh” di Ulakan.

Akhirnya Syekh Burhanuddin, Idris Majo Lelo, Mangkuto Alam dan Urang Nan
Sabaleh Ulakan dengan diiringi hulubalang seperlunya berangkat menghadap Daulat
Yang Dipetuan Raja pagaruyung.

Pertama sekali yang ditemui adalah Datuk Bandaharo di Sungai Tarab untuk minta
petunjuk. Dan atas inisiatif Datuk Bandaro diundanglah para basa Ampek balai untuk
membicarakan maksud dan tujuan “orang Ulakan” yang minta izin untuk
menyebarluaskan ajaran Islam di Minangkabau.

Datuak Bandaro memilih sidang diadakan di sebuah bukit yang dikenal dengan nama
“Bukit Marapalam”.

Isi dari pertemuan tersebut disepakati yang intinya kedua komponen antara Adat dan
Sarak merupakan norma hukum dan saling isi mengisi dimana konsepsi Marapalam
melahirkan ungkapan “adat basandi syarak, sehingga alim ulama di Minangkabau dapat
melibatkan rakyat dalam suatu aksi politik agama.

Konsep Marapalam ini disampaikan ke hadapan daulat Raja Pagaruyung. Dan dari Raja
diminta pembesar kerajaan mempertimbangkan yang diterima dengan suara bulat
sehubungan dengan politik Yang Dipertuan Pagaruyung dalam menentang monopoli
Persatuan Dagang Belanda (VOC) yang mencoba menerapkan penguasa tunggal dalam
perdagangan dan memecah belah rantau pesisir dengan menciptakan Perjanjian Painan
tahun 1662.

Maka Syekh Burhanuddin dan pengikutnya diberikan wewenang seluas-luasnya


mengembangkan agama Islam di seluruh Alam Minangkabau.

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 7
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Seperti bunyi pepatah adat yang disebutkan batas-batasnya sebagai berikut “di dalam
lareh nan duo, luhak nan tigo, dari ikue darek kapalo rantau sampai ke riak nan
badabue” Syekh Burhanuddin dengan gerakannya dilindungi oleh kerajaan Pagaruyung.

Sebagaimana yang dilakukan Syeikh Abdurrauf dalam menguasai ulayat aceh “adat bak
po teumeureuhum, huköm bak syiah kuala”, (adat kembali pada raja Iskandar Muda,
hukum agama pada Syiah Kuala) maka sistim ini disalinterapkan oleh Syekh
Burhanuddin di Minangkabau.

Sasaran utama Yang Dipertuan Raja Pagaruyung menerima syarat Syekh Burhanuddin
ialah demi kepentingan keutuhan Alam Minangkabau sementara Syeikh Burhanuddin
sendiri memiliki misi agar agama islam menjadi sendi utama dalam kehidupan manusia
khususnya di Minangkabau.

Wilayah pesisir yang merupakan bagian dari rantau Minangkabau mulai berkembang
surau-surau, surau-surau ini mulai mengadakan perlawanan terhadap monopoli dagang
bangsa Eropah, seperti Muhammad Nasir dari Koto Tangah, Tuanku Surau Gadang di
Nanggalo.

Dengan kedua kepentingan antara keutuhan daerah rantau kesepakatan mudah dicapai
antara Syekh Burhanuddin dengan Yang Dipertuan Pagaruyung. Kesepakatan inilah
yang sering disebut dengan Perjanjian Marapalam.

Pengalaman Syekh Burhanuddin ketika bersama Syekh Abdur Rauf sebagai mufti
kerajaan Aceh, menambah wawasan Syekh Burhanuddin dalam politik keagamaan di
Minangkabau.

Peristiwa bersejarah di Bukit Marapalam dan Titah Sungai Tarab menghadap kepada
Yang Dipertuan Kerajaan Pagaruyung telah tersiar di seluruh pelosok Alam
Minangkabau. Anak negeri menerima agama Islam dengan kesadaran. Islam diakui
sebagai agama resmi. Adat dan agama telah dijadikan pedoman hidup dan saling
melengkapi. Saat itu lahirlah ungkapan “adat menurun, syarak mendaki. Artinya adat
datang dari pedalaman Minangkabau dan agama berkembang dari daerah pesisir.

Syekh Burhanuddin dengan syi’ar syariat Islamnya telah menyinari Alam Minangkabau
sehingga banyaklah orang yang menuntut ilmu agama berdatangan ke Tanjung Medan.

SURAU SYEIKH BURHANUDDIN MENGAJAR DI TANJUNG MEDAN Nama


Tanjung Medan sebagai pusat pendidikan dan pengajaran ilmu Islam modern saat itu
LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 8
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

sudah masyhur kemana-mana, Surau Tanjung Medan penuh sesak dengan murid-murid
beliau sehingga dibangun lagi surau-surau disekeliling surau asal.

Menurut catatan terdapat 101 buah surau baru di Tanjung Medan yang merupakan satu
kampus, itulah awal mula sistem pesantren yang kita kenal sekarang.

Perjanjian Marapalam berkembang menjadi suatu proses penyesuaian terus menerus


antara adat dan agama Islam, saling menopang sebagai pedoman hidup masyarakat
Minangkabau.

Tahun 1692 M / 1111 H Syekh Burhanuddin berpulang ke Rahmatullah dalam usia 85


tahun, kematiannya menimbulkan Misteri hingga kini karena setelah jasad beliau
dikapani dan hendak dikubur keliang lahat disamping Surau Tanjung Medan kiranya
yang tinggal hanya kain kafannya saja sementara jasadnya Raib.

Konon menurut cerita tak lama berselang tersebarlah kabar bahwa ada masyarakat yang
melihat dan mendengar ada cahaya yang diiringi suara salawaik berdendang bagai
gandang tasa terbang melayang dan turun di dekat pohon Pinago Biru maka
dinisbatkanlah Lokasi tersebut adalah Makam Syeikh Burhanuddin sesuai wasiatnya
dulu, Wallahu alam bis sawab.

Keberpulangan Syekh Burhanuddin telah meninggalkan jasa yang gilang gemilang.


Namanya senantiasa akan hidup terus dan tak terlupakan sepanjang masa.

Sebelum meninggal dunia, Syekh Burhanuddin tidak lupa mendidik kader penerus
dalam usaha menyebarluaskan ajaran Islam yang dilakukan melalui latihan dan
pendidikan.

Untuk meneruskan perjuangan beliau, Syekh Burhanuddin melatih dan mendidik dua
orang pemuda yang seorang dari Tanjung Medan yang merupakan sahabat karibnya
Katik Idris majolelo, dan anak salah seorang muridnya yang bernazar bila lahir laki-laki
akan dihadiahkan pada Syekh Burhanuddin sebagai nazar bernama Abdul Rahman yang
akan menggantikan kedudukan, sebagai “khalipah” kelak.

Setiap tahun, setelah tanggal 10 Syafar masyarakat di daerah itu selalu memperingati
meninggalnya Syekh Burhanuddin yang dikenal dengan sebutan ‘Basapa’.

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 9
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

‘Basapa’ karena kegiatan ini hanya dilaksanakan pada bulan Syafar Tahun Hijriah. Pada
bulan itulah ribuan jamaah tarekat Syatariah dari berbagai daerah melaksanakan tradisi
‘Basapa’.

Meyakini kemulian dan keagungan guru menjadi salah satu kunci seorang murid agar
selalu berbaik sangka kepada gurunya. Memuliakan dan mengagungkan guru juga
menjadi wasilah bagi seorang murid untuk selalu patuh dan tunduk terhadap segala hal
yang diperintahkan oleh gurunya tersebut.

“Tradisi Basapa adalah kegiatan ziarah ke Makam Syekh Burhanudddin di Ulakan. Kata
Basapa sendiri diambil dari kata Syafar yang merupakan nama bulan dalam kalender
Hijriah. Selain itu, tradisi Basapa merupakan penghormatan kepada Syekh Burhanuddin
yang telah membawa dan mengajarkan agama Islam ke Minangkabau,” kata Tuangku
Herry Firmansyah sebagai Khalifah XV dari Syekh urhanuddin.

Tradisi Basapa biasanya dilaksankan pada tanggal 10 Syafar atau pada hari Rabu
minggu kedua dan Minggu ketiga bulan Syafar. Basapa ini dilakukan masyarakat
sebagai ungkap rasa syukur dan terimakasih terhadap Syekh Burhanuddin atas jasanya
mengembangkan ajaran Islam di Minangkabau.

Sebelumnya, masyarakat atau jamaah dan murid-murid dari Syekh Burhanuddin untuk
melakukan tradisi ‘basapa’ sering melaksanakan tradisi itu di bulan bulan lain. Dengan
kesepakatan yang telah dilahirkan oleh para ulama-ulama di berbagai daerah, maka
disepakati tradisi Basapa dilaksanakan pada bulan Syafar.

“Pada10 bulan Syafar itulah Syekh Burhanudddin meninggal dunia. Jadi artinya, setiap
pada hari Rabu diatas tanggal 10 bulan Syafar jamaah dan masyarakat dan murid murid
beliau selalu melakukan tradisi basapa tersebut,” ujarnya.

Tujuan dari jamaah untuk melakukan ziarah ke makam guru Syekh Burhanuddin pada
bulan Syafar, salah satu bentuk atas kecintaan murid terhadap guru yang telah
meninggal, maka dikenal dengan istilah Basapa di Ulakan itu.

“jadi artinya Basapa adalah menziarahi guru baik semasa hidup maupun yang sudah
meninggal dunia. Dengan istilah sakral bahasa dari ulama-ulama terdahulu, taragak jo
guru yang hiduik, rumah tanggo nyo dijalang, suraunyo ditingkek, kaji nyo dituntuik.
Kemudian, Taragak jo guru yang telah meninggal dunia, kuburannyo dan
peninggalanyo yang diziarahi,” kata dia.

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 10
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Dengan menziarahi guru yang masih hidup akan mendapatkan keberkahan dan ilmu
yang bermanfaat. Sedangkan menziarahi guru yang telah meninggal dunia bagi jamaah
menyakini untuk menambah keimanan dan ketajaman marifaat kepada Allah S.W.T.

“Ziarah ke makam guru, kata dia, merupakan penghormatan atas jasanya sehingga ilmu
yang diperoleh direstui Allah SWT, sedangkan mendatangi guru yang masih hidup akan
mendapatkan ilmu yang berguna di dunia dan akhirat. Selain itu, Ziarah ke makam
dapat memberikan pelajaran kepada kita bahwa kita tidak hidup selamanya,” kata dia.

Setiap hari orang-orang berziarah ke makam Syekh Burhanuddin, namun pada acara
‘Basapa’ orang-orang akan lebih banyak datang, karena pada saat tersebut Syekh wafat
dan sekaligus sebagai ajang bersilaturahmi bagi para murid-murid beliau.

Sementara itu, salah satu panitia pelaksana tradisi ‘Basapa’ Rangkayo DT Bandaharo
menambahkan, sebelum hari ‘Basapa’ jamaah tarekat Syattariyah akan datang baik
secaara perorangan maupun rombongan datang ke Ulakan. Orang-orang yang datang
tidak saja dari Sumbar namun juga dari provinsi lain bahkan ada dari luar negeri.

“Saat ‘Basapa’ para peziarah akan menginap beberapa hari di sejumlah mushalla dan
masjid yang ada di daerah itu serta ada pula yang langsung kembali ke daerahnya
masing-masing,” kata dia.

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan peziarah dalam kegiatan ‘Basapa’ yaitu berzikir,
membacakan tahlil dan tahmid. Rangkaian acara ‘Basapa’ dilakukan di Tanjung Medan,
dan di Ulakan. Pada hari pertama tiba di Ulakan, para peziarah biasanya berkunjung ke
Palak Gadang.

Nilai historis inilah yang nantinya akan diangkat menjadi Tema dan Rencana
pengembangan kawasan di Kawasan Perencanaan.

4.1.3 Prinsip Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh Dan


Permukiman Kumuh

Penanganan berbasis kawasan dalam penanganan kumuh pada prinsipnya adalah suatu
upaya untuk menata dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan
permukiman kumuh secara berkelanjutan melalui perbaikan dan pembangunan
perumahan serta penyediaan PSU yang memadai untuk mendukung penghidupan dan

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 11
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

kehidupan lingkungan menjadi layak dan produktif, yang keseluruhannya disusun


berdasarkan kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah yang mengintegrasikan
konsep penanganannya dengan potensi kegiatan kota di sekitarnya. Rencana
penanganan berbasis kawasan terhadap lingkungan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh selanjutnya disebut dengan Perencanaan Peningkatan Kualitas
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh. Ini dapat dilihat pada bagan alir dibawah
ini :

Gambar 4.2. Bagan Alir Penanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Perencanaan
Peningkatan Kualitas
Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang
Pariaman

Gambar 4.3. Bagar Alir Kerangka Pekerjaan

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 12
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

4.1.4 Kriteria Lokasi Penanganan

1) Kriteria Umum

a. Berada pada peruntukan perumahan dalam RTRW Kota / Kabupaten;

b. Kepadatan penduduk > 400 jiwa/hektar untuk kota kecil, > 500
jiwa/hektar untuk kota besar dan sedang, dan > 750 jiwa/hektar untuk kota
metropolitan;

c. Rumah tidak layak huni sebanyak > 60%,

d. Angka penyakit akibat buruknya lingkungan permukiman cukup tinggi


(demam berdarah, diare, ISPA, dan lain-lain) yang cukup tinggi;

e. Intensitas permasalahan sosial kemasyarakatan cukup tinggi, misalnya


(urban crime, keresahan serta kesenjangan yang tajam, dan lain-lain)

f. Ketersediaan PSU di bawah standar pelayanan minimal;

g. Rawan bencana, misalnya banjir, tanah longsor dan kebakaran.

2) Kriteria Wajib

a. Lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh mengelompok,


dengan luasan yang mampu menciptakan interaksi dengan sistem
perkotaan;

b. Ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari kebijakan dan


program penanganan lingkungan permukiman kumuh;

c. Teralokasinya APBD baik tingkat kabupaten/kota dan provinsi untuk


sinergi kegiatan dan keberlanjutan penanganan ke depan sesuai
dengan hasil Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh Kawasan dan Rencana Tindak Komunitas.

3) Kriteria Kompetitif

a. Partisipasi masyarakat;

b. Intensitas kekumuhan;

c. Intensitas permasalahan sosial kemasyarakatan;

d. Proporsi alokasi APBD untuk keberlanjutan kegiatan.

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 13
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

4.1.5 Dasar Hukum

Peraturan perundang-undangan yang mendasari Perencanaan Peningkatan Kualitas


Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh meliputi:

1. UUD 1945 Landasan konstitusional untuk peningkatan kualitas permukiman


kumuh adalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
pasal 28 H ayat 1 yang mengamanatkan bahwa:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”

2. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan


Persampahan;

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan


Kawasan Permukiman;

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan


Perumahan dan Kawasan Permukiman;

8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008 Tentang Penyusunan


Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 Tentang Persyaratan


Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 Tentang Pedoman


Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan;

11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 Tentang


Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penaganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 14
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor


02/PRT/M/2016 Tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh;

13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 14/PRT/M/2018 Tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh;

14. Ditjen Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum Tahun 1997 Tentang Pemakaian Air
Domestik;

15. Ditjen Cipta Karya, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan


Permukiman Tentang Petunjuk Teknik dan Manual Sistem Penyediaan Air Bersih
Perkotaan Tahun 2000;

16. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Tentang Buku Perencanaan


Perkerasan Jalan Beton Semen Tahun 2003;

17. Kemeterian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya Tentang Buku
Jilid I Tata Cara Perencanaan Drainase Perkotaan Tahun 2012;

18. Ditjen Cipta Karya, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan


Permukiman Tentang Buku 3 Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik –
Terpusat Skala Permukiman Tahun 2016;

19. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tentang Panduan


Pembangunan Jalan dan Jembatan Perdesaan Tahun 2016;

20. Ditjen Cipta Karya, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan


Permukiman Tentang Petunjuk Teknis Tempat Pengolahan Sampah 3R Tahun
2017;

21. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2032;

22. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2016 Tentang
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016-2035.

23. Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Padang Pariaman

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 15
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

24. Surat Keputusan Bupati Padang Pariaman Nomor : 73/KEP/BPP/2020 Tentang


Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Kabupaten
Padang Pariaman.

4.1.6 Pendekatan Analisa Data

Terkait aspek analisis, ada tiga aspek yang tidak bisa dilepaskan dalam masalah
perumahan dan pemukiman yang menjadi dasar penataan suatu kawasan yaitu aspek
lingkungan, aspek sosial budaya dan aspek ekonomi. Ketiga aspek ini, dengan
keterbatasan lahan menjadi saling berkaitan dan saling mempengaruhi, sehingga harus
menjadi perhatian serius untuk selalu ditingkatkan kualitasnya. Memang, tidak mudah
untuk menangani sistem pemukiman di kota. Apalagi dengan keluasan lahan yang
sangat terbatas, dituntut untuk menciptakan pemukiman yang nyaman dan sehat serta
sanitasi yang memadai. Untuk itu perlu program yang jelas, seperti bagaimana
penanganan sampah, penyediaan air bersih, pembangunan drainase sampai prasarana
dasar lainnya untuk bisa mencapai kualitas hidup yang standar.

Gambar 4.4. Pendekatan Manajemen dan Keterkaitan Pengembangan Kebijakan


Penanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Sedang aspek sosial budaya harus memperhatikan apa yang dikehendaki masyarakat
dan disesuaikan dengan lingkungan perkampungan yang padat. Jangan sampai ada

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 16
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

perbedaan (gap) yang tinggi, antara masyarakat yang tinggal di dalam perkampungan
dengan yang diperkotaan.

Bila bicara soal sosial kemasyarakatan di perkotaan, tidak bisa dilepaskan dari
persaingan hidup yang semakin keras dan sengit, sehingga perlu interaksi dan kegiatan
budaya. Karena itu, meski padat, suatu kampung perlu memiliki ruang publik untuk
menjaga kekerabatan sosial. Idealnya tiap perkampungan bisa memiliki lahan untuk
tempat olahraga, rapat atau kegiatan kemasyarakatan lainnya. Ruang publik ini meski
terbatas perlu untuk menjaga kekerabatan dan terjadinya interaksi antar warga.

Hasil dari pengumpulan dan pengolahan data, selanjutnya dianalisis sesuai dengan
kebutuhan perencanaan. Hasil analisis dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
tertentu akan menjadi bahan dalam menyusun model dan konsep perencanaan.
Beberapa langkah penting yang akan dilakukan dalam analisis data ini adalah:

 Memahami dengan tepat maksud, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari
pelaksanaan bantuan teknis dalam perencanaan.

 Memahami dengan jelas kondisi, karakteristik kawasan, khususnya kawasan


perencanaan.

 Dimilikinya acuan, pedoman atau aturan yang tepat untuk dijadikan sebagai dasar
dalam merumuskan model pengembangan dan konsep penanganan.

 Dimilikinya literatur dan bahan-bahan yang mencukupi.

 Dilakukannya diskusi dan pertemuan-pertemuan dengan semua stakeholder di


yang terkait di kawasan yang telah ditetapkan, dalam rangka memperoleh
masukan.

 Dilakukannya diskusi dan pembahasan secara intensif dengan semua tim


pelaksana dan pengguna jasa dalam proses penyusunan model pengembangan dan
konsep penanganan kawasan.

4.1.7 Pendekatan Pengembangan Local Economic Development (LED) / Potensi


Ekonomi Lokal (PEL)

4.1.7.1 Pengertian Potensi Ekonomi Lokal (PEL)

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 17
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Potensi Ekonomi Lokal adalah usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang
melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat
madani untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah.

4.1.7.2 Fokus Pelaksanaan Potensi Ekonomi Lokal (PEL)

Definisi potensi ekonomi lokal memfokuskan kepada :

1. Peningkatan kandungan lokal;

2. Pelibatan stakeholders secara substansial dalam suatu kemitraan


strategis;

3. Peningkatan ketahanan dan kemandirian ekonomi;

4. Pembangunan yang berkelanjutan;

5. Pemanfaatan hasil pembangunan oleh sebagian besar masyarakat lokal;

6. Pengembangan usaha kecil dan menengah;

7. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai secara inklusif;

8. Penguatan kapasitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia;

9. Pengurangan kesenjangan antar golongan masyarakat, antar sektor dan


antar daerah;

10. Pengurangan dampak negatif dari kegiatan ekonomi terhadap


lingkungan.

4.1.7.3 Tujuan dan Sasaran Potensi Ekonomi Lokal (PEL)

Adapun tujuan dan sasaran potensi ekonomi lokal (PEL) adalah sebagai berikut ;

1. Terlaksananya upaya percepatan pengembangan ekonomi lokal melalui


pelibatan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi
masyarakat madani dalam suatu proses yang partisipatif.

2. Terbangun dan berkembangnya kemitraan dan aliansi strategis dalam upaya


percepatan pengembangan ekonomi lokal diantara stakeholder secara
sinergis.
LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 18
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

3. Terbangunnya sarana dan prasarana ekonomi yang mendukung upaya


percepatan pengembangan ekonomi lokal.

4. Terwujudnya pengembangan dan pertumbuhan UKM secara ekonomis dan


berkelanjutan.

5. Terwujudnya peningkatan PAD dan PDRB.

6. Terwujudnya peningkatan pendapatan masyarakat, berkurangnya


pengangguran, menurunnya tingkat kemiskinan.

7. Terwujudnya peningkatan pemerataan antar kelompok masyarakat, antar


sektor dan antar wilayah.

8. Terciptanya ketahanan dan kemandirian ekonomi masyarakat lokal.

Untuk lebih jelasnya mengenai potensi ekonomi lokal dapat dilihat pada gambar
heksagonal berikut :

Kelompok
Sasaran

Proses
Manajemen

Faktor
Lokasi
Pengembangan
Ekonomi
Wilayah
Berkelanjutan
Tata
Kepemerintahan

Kesinergian dan
Fokus Kebijakan
Pembangunan
Berkelanjutan

Gambar 4.5. Sasaran dalam Pengembangan Ekonomi Wilayah Berkelanjutan

Berdasarkan acuan diatas, untuk pelaksanaan kegiatan penyusunan rencana penanganan


lingkungan perumahan dan permukiman kumuh berbasis kawasan dapat dilakukan
dengan menggunakan metode Survey Swadaya dimana masyarakat melalui
perwakilannya (tokoh/ pemuka masyarakat dan kalangan terpelajar) secara aktif
melakukan penggalian potensi kawasannya melalui serangkaian kegiatan penyebaran
angket/ quisioner terbimbing serta wawancara.

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 19
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Kegiatan identifikasi peluang dan potensi ini dilakukan bersama-sama tim


masyarakat melalui wawancara informal dan pertemuan-pertemuan kecil dengan
kelompok sasaran yang ada di masyarakat. Dalam setiap pertemuan diidentifikasi
peluang jenis usaha/ ekonomi non-formal yang dapat dikembangkan oleh
masyarakat, kemudian masyarakat dikelompokkan berdasarkan minat dan
diadakan diskusi dengan masyarakat, untuk mengetahui:

1. Apa yang diinginkan masyarakat.

2. Kegiatan yang telah dilakukan dan sejauh mana


keberhasilannya.

3. Dimana hambatan atau pendorong kegiatan yang telah


dilakukan tersebut.

4. Apa saja kekurangan dan hambatannya dan bagaimana


mereka dapat mengatasi kekurangan/ hambatan tersebut.

5. Jenis usaha apa yang tidak dimiliki masyarakat tapi


dibutuhkan.

6. Apa usulannya, misalnya kegiatan apa saja yang perlu


dilakukan.

4.2. METODOLOGI

Sesuai dengan tujuan kegiatan yang diinginkan maka pada bab ini akan dijelaskan
pendekatan/metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan “Perencanaan
Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Kabupaten
Padang Pariaman”. Adapun pentahapan dalam “Perencanaan Peningkatan Kualitas
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Kabupaten Padang Pariaman” ini
adalah sebagai berikut:

4.2.1 Desain Utama Metodologi

Tata cara akan identik dengan pentahapan kerja, maka diskripsi singkat dari metodologi
ini pada dasarnya memberikan gambaran terkait dengan langkah-langkah kerja

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 20
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

konsultan, baik teknis, manajemen maupun operasional selama menjalankan tugas


pekerjaan ini

Desain yang dipersiapkan oleh konsultan meliputi :

1. Kegiatan Desk Study – Studio, mencakup :

a. Pengolahan data

b. Pengolahan Peta-peta dan hasil desain

2. Kegiatan Lapangan :

a. Survey , wawancara dan observasi

b. Pengukuran lapangan

c. Diskusi dan FGD

d. Penyusunan dokumentasi

3. Kegiatan Analisis

4. Kegiatan Penyusunan Rekomendasi dan Produk

5. Kegiatan konsolidasi dan koordinasi :

a. Koordinasi progress

b. Koordinasi konsultan-tim teknis

c. Koordinasi stakeholder

6. Kegiatan penyusunan laporan :

a. Laporan Pendahulian

b. Laporan Antara

c. Laporan Akhir

7. Kegiatan Pemantapan Produk

a. Rembug Warga

b. FGD

c. Diskusi teknis/Rapat produk

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 21
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

4.2.2 Metoda Pengumpulan Data

Secara umum metodologi pelaksanaan pekerjaan lebih dititikberatkan pada proses dan
tahapan kerja yang berkesinambungan yang mana garis besar pelaksanaan pekerjaan
akan dibagi kedalam beberapa kegiatan pekerjaan yang dapat dijelaskan sebagai berikut

1. Tahap Persiapan

Lingkup kegiatan padatahap persiapan pelaksanaan kegiatan ini pada dasarnya


merupakan kegiatan untuk mempersiapkan pelaksanaan kegiatan baik yang
sifatnya teknis maupun non-teknis. Tahap Persiapan yang akan dilaksanakan ini
akan diawali dengan kegiatan :

a. Penyusunan rencana kerja, terdiri:

- Penyempurnaan metodologi

- Penyempurnaan jadwal kerja

b. Desk study adalah kegiatan mendapatkan gambaran awal wilayah


perencanaan.

c. Rapat koordinasi Tim Teknis dan Tenaga Ahli

d. Mobilisasi Tenaga Ahli dan penjelasan rencana kerja ke daerah

e. Penyiapan peta dasar

Sejalan dengan kegiatan ini akan dilakukan pemantapan rencana kerja yang akan
disepakati, serta dimulainya pengumpulan data dan informasi terkait kawasan
perencanaan.

2. Tahap Survey dan Pengumpulan Data

Pada tahapan ini sebelum dilakukan survey dan pengumpulan data diawali dengan
adanya kegiatan sosialisasi program atau kegiatan Perencanaan Peningkatan
Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Kabupaten Padang Pariaman
ke daerah yang dihadiri oleh instansi/ pemangku kepentingan dan masyarakat di
kawasan perencanaan. Sejalan dengan kegiatan ini akan dilakukan pemantapan
rencana kerja yang akan disepakati dan serta dimulainyapengumpulan data dan

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 22
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

informasi terkait kawasan perencanaan. Adapun kegiatan yang akan dilakukan pada
tahap ini sebagai berikut :

a. Pengumpulan kebijakan dan informasi yang terkait

b. Pengumpulan data dan informasi permukiman (kebijakan dan strategi


pembangunan, kondisi eksisting dan kecenderungan perkembangannya).

c. Survey dan pengumpulan data primer.

d. Wawancara :

a. Stakeholder

b. Warga masyarakat

e. FGD 1 :

Penentuan batas kawasan perencanaan berdasarkan kesepakatan dan


menggalu potensi dan masalah kawasan.

 Instansi teknis

 Rembug warga

Semua data yang terkait dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, fisik dan
lingkungan akan dikumpulkan untuk memperoleh karakteristik secara
komprehensif. Sedangkan secara spesifik, akan dikumpulkan data yang terkait
dengan kondisi dan permasalahan kawasan perencanaan, terkait dengan
perencanaan permukiman yang akan dilakukan. Kualifikasi data yang dikumpulkan
adalah berupa data primer dan data sekunder.

Pengelompokan data yang akan dikumpulkan dapat diuraikan sebagai berikut ;

a. Data fisik dan daya dukung lingkungan

b. Data sosial budaya

c. Data perekonomian

d. Data kondisi eksisting bangunan/rumah

e. Data sarana dan prasarana lingkungan

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 23
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Diperkirakan data yang akan dikumpulkan akan diperoleh dari berbagai sumber,
khususnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dan Provinsi
Sumatera Barat seperti Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan
Pertanahan dan SDA. Data sekunder akan dikumpulkan dari Kantor BPS,
BAPPEDA dan Dinas teknis terkait, Nagari serta Korong. Sedangkan data primer
akan dikumpulkan langsung dari obervasi lapangan dan hasil wawancara dengan
masyarakat dan pihak terkait lainnya. Pada tahap ini juga akan dilakukan survey
pengukuran pada kawasan perencanaan.

4.2.3 Metoda Analisis

4.2.3.1 Metoda Analisa Penanganan Kumuh

Dalam penyusunan pekerjaan Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh


Dan Permukiman Kumuh Kabupaten Padang Pariaman ini ada beberapa metodologi
yang digunakan dalam analisis kawasan, diantaranya mengacu kepada Permen PU dan
Perumahan Rakyat No. 2 Tahun 2016.

1. Penetuan Tipologi Perumahan Dan Permukiman Kumuh

Untuk menetukan tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan


pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan tata letak
berdasarkan letak lokasi geografis

Tabel IV.1. Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh

No. Tipologi Lokasi


1. Perumahan kumuh dan permukiman Perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada
kumuh di atas air di atas air, baik daerah pasang surut, rawa, sungai ataupun
laut.

2. Perumahan kumuh dan permukiman Perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada
kumuh di tepi air tepi badan air (sungai, pantai, danau, waduk dan
sebagainya), namun berada di luar Garis Sempadan Badan
Air.
3. Perumahan kumuh dan permukiman Perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada
kumuh di dataran rendah di daerah dataran rendah dengan kemiringan lereng <
10%.

4. Perumahan kumuh dan permukiman Perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada
kumuh di perbukitan di daerah dataran tinggi dengan kemiringan lereng > 10
% dan < 40%

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 24
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

No. Tipologi Lokasi


5. Perumahan kumuh dan permukiman Perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang terletak
kumuh di daerah rawan bencana di daerah rawan bencana alam, khususnya bencana alam
tanah longsor, gempa bumi dan banjir.
Sumber : Permen PU dan Perumahan Rakyat No. 2 Tahun 2016

2. Penentuan lokasi penanganan

Formulasi yang digunakan untuk menentukan lokasi kawasan yaitu dengan


menggunakan beberapa aspek, kriteria dan indikator seperti kondisi bangunan,
kondisi jalan lingkungan, kondisi penyediaan air minum, kondisi drainase
lingkungan, kondisi pengelolaan air limbah, kondisi pengelolaan persampahan dan
kondisi proteksi kebakaran. Untuk lebih lengkapnya aspek, indikator dan penilaian
terhadap pemilihan kawasan penanganan dapat dilihat pada tabel IV.2.

LAPORAN PENDAHULUAN

Bab IV - 25
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Tabel IV.2. Aspek, Kriteria, Indikator dan Penilaian Terhadap Pemilihan Lokasi Penanganan Perumahan Dan Permukiman Kumuh

No. Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai Sumber data

A Identifikasi Kekumuhan Fisik

1. Kondisi a. Ketidakteraturan  Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan  76% - 100% bangunan pada lokasi tidak 5 Dokumen RDTR &
Bangunan Bangunan dalam RDTR, meliputi pengaturan bentuk, memiliki keteraturan RTBL, Format Isian,
besaran, perletakan, dan tampilan bangunan observasi
pada suatu zona; dan/atau  51% - 75% bangunan pada lokasi tidak 3
memiliki keteraturan
 Tidak memenuhi ketetntuan tata bangunan
dan tata kualitas lingkungan dalam RTBL,
meliputi pengaturan blok bangunan,  25% - 50% bangunan pada lokasi tidak 1
kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi memiliki keteraturan
lantai, konsep identitas lingkungan, konsep
orientasi lingkungan, dan wajah jalan.

b.Tingkat Kepadatan  KDB melebihi ketentuan RDTR, dan/atau  76% - 100% bangunan memiliki 5 Dokumen RDTR &
Bangunan RTBL kepadatan tidak sesuai RTBL, Format Isian,
ketentuan observasi
 KLB melebihi ketentuan dalam RDTR,
dan/atau RTBL; dan/atau
 51% - 75% bangunan memiliki 3
 Kepadatan bangunan yang tinggi pada kepadatan tidak sesuai ketentuan
lokasi, yaitu:
 25% - 50% bangunan memiliki 3
o Untuk kota metropolitan dan kota besar
kepadatan tidak sesuai
≥ 250 unit/Ha
ketentuan
o Untuk kota sedang dan kota kecil ≥
200 unit/Ha

c. Ketidaksesuaian dengan  Kondisi bangunan pada lokasi tidak  76% - 100% bangunan pada lokasi tidak 5 Wawancara, Format
Persyaratan Teknis memenuhi persyaratan : memenuhi persyaratan teknis Isian, observasi,
Bangunan Dokumen IMB
- Pengendalian dampak lingkungan
 51% - 75% bangunan pada lokasi tidak 3

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV - 26


Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

No. Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai Sumber data

- Pembangunan bangunan gedung di atas memenuhi persyaratan teknis


dan/atau di bawah tanah, air dan/atau
prasarana/sarana umum  25% - 50% bangunan pada lokasi tidak 1
memenuhi persyaratan teknis
- Keselamatan bangunan gedung
- Kenyamanan bangunan gedung
- Kemudahan bangunan gedung

2. Kondisi Jalan a. Cakupan Pelayanan Jalan  Sebagian lokasi perumahan atau  76% - 100% area tidak terlayani oleh 5 Wawancara, Format
Lingkungan Lingkungan permukiman tidak terlayani dengan jalan jaringan jalan lingkungan Isian, observasi, Peta
lingkungan yang sesuai dengan ketentuan Lokasi
teknis  51% - 75% area tidak terlayani oleh 3
jaringan jalan lingkungan

 25% - 50% area tidak terlayani oleh 1


jaringan jalan lingkungan

b. Kualitas Permukaan  Sebagian atau seluruh jalan lingkungan  76% - 100% area memiliki kualitas 5 Wawancara, Format
JalanLingkungan terjadi kerusakan permukaan jalan pada permukaan jalan yang buruk Isian, observasi, Peta
lokasi perumahan atau permukiman Lokasi
 51% - 75% area memiliki kualitas 3
permukaan jalan yang buruk

 25% - 50% area memiliki kualitas 1


permukaan jalan yang buruk

3. Kondisi a. Ketidaktersediaan Akses  Masyarakat pada lokasi perumahan dan  76% - 100% populasi tidak dapat 5 Wawancara, Format
Penyediaan Aman Air Minum permukiman tidak dapat mengakses air mengakses air minum yang aman Isian, observasi,
Air Minum minum yang memiliki kualitas tidak
berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa  51% - 75% populasi tidak dapat mengakses 3
air minum yang aman

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV - 27


Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

No. Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai Sumber data

 25% - 50% populasi tidak dapat mengakses 1


air minum yang aman

b. Tidak Terpenuhinya  Kebutuhan air minum masyarakat pada  76% - 100% populasi tidak terpenuhi 5 Wawancara, Format
Kebutuhan Air Minum lokasi perumahan atau permukiman tidak kebutuhan air minum minimalnya Isian, observasi
mencapai minimal sebanyak 60
liter/orang/hari  51% - 75% populasi tidak terpenuhi 3
kebutuhan air minum minimalnya

 25% - 50% populasi tidak terpenuhi 1


kebutuhan air minum minimalnya

4. Kondisi a. Ketidakmampuan  Jaringan drainase lingkungan tidak mampu  76% - 100% area terjadi genangan > 30cm, 5 Wawancara, Format
Drainase Mengalirkan Limpasan mengalirkan limpasan air sehingga > 2 jam dan > 2 x setahun Isian, observasi
Lingkungan Air menimbulkan genangan dengan tinggi lebih
dari 30 cm selama lebih dari 2 kali setahun  51% - 75% area terjadi genangan > 30cm, > 3
2 jam dan > 2 x setahun

 25% - 50%area terjadi genangan > 30cm, > 1


2 jam dan > 2 x setahun

b. Ketidaktersediaan Drainase  Tidak tersedianya saluran drainase  76% - 100% area tidak tersedia drainase 5 Wawancara, Format
lingkungan pada lingkungan perumahan lingkungan Isian, observasi, peta
atau permukiman, yaitu saluran tersier
dan/atau saluran lokal  51% - 75% area tidak tersedia drainase 3
lingkungan

 25% - 50% area tidak tersedia drainase 1


lingkungan

c. Ketidakterhubungan  Saluran drainase lingkungan tidak  76% - 100% drainase lingkungan tidak 5 Wawancara, Format
dengan Sistem Drainase terhubung dengan saluran pada hirarki di terhubung dengan hirarki di atasnya Isian, observasi, peta

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV - 28


Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

No. Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai Sumber data

Perkotaan atasnya sehingga menyebabkan air tidak  51% - 75% drainase lingkungan tidak 3
dapat mengalir dan menimbulkan genangan terhubung dengan hirarki di 3atasnya

 25% - 50% drainase lingkungan tidak 1


terhubung dengan hirarki di atasnya

d. Tidak Terpeliharanya  Tidak dilaksanakannya pemeliharaan  76% - 100% area memiliki drainase 5 Wawancara, Format
Drainase saluran drainase lingkungan pada lokasi lingkungan yang kotor dan berbau Isian, observasi, peta
perumahan atau permukiman,baik :
 51% - 75% area memiliki drainase 3
- Pemeliharaan rutin ; dan/atau
lingkungan yang kotor dan berbau
- Pemeliharaan berkala
 25% - 50% area memiliki drainase 1
lingkungan yang kotor dan berbau

e. Kualitas Konstruksi  Kualitas konstruksi drainase buruk, karena  76% - 100% area memiliki kualitas 5 Wawancara, Format
Drainase berupa galian tanah tanpa material pelapis konstruksi drainase lingkungan buruk Isian, observasi, peta
atau penutup maupun karena telah terjadi
kerusakan  51% - 75% area memiliki kualitas 3
konstruksi drainase lingkungan buruk

 25% - 50% area memiliki kualitas 1


konstruksi drainase lingkungan buruk

5. Kondisi a. Sistem Pengelolaan Air  Pengelolaan air limbah pada lokasi  76% - 100% area memiliki sistem air 5 Wawancara, Format
Pengelolaan Limbah Tidak Sesuai perumahan atau permukiman tidak limbah yang tidak sesuai standar teknis Isian, observasi, peta
Standar Teknis memiliki sistem yang memadai, yaitu
Air Limbah
kakus/kloset yang tidak terhubung dengan  51% - 75% area memiliki sistem air limbah 3
tangki septik baik secara individual/ yang tidak sesuai standar teknis
domestik, komunal maupun terpusat.
 25% - 50% area memiliki sistem air limbah 1
yang tidak sesuai standar teknis

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV - 29


Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

No. Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai Sumber data

b.Prasarana dan Sarana  Kondisi prasarana dan sarana pengelolaan  76% - 100% area memiliki sarpras air 5 Wawancara, Format
Pengelolaan Air Limbah air limbah pada lokasi perumahan atau limbah tidak sesuai persyaratan teknis Isian, observasi, peta
Tidak Sesuai Dengan permukiman dimana :
Persyaratan Teknis  51% - 75% area memiliki sarpras air limbah 3
- Kloset leher angsa tidak terhubung
dengan tangki septik; tidak sesuai persyaratan teknis

- Tidak tersedianya sistem pengolahan  25% - 50% area memiliki sarpras air limbah 1
limbah setempat tidak sesuai persyaratan teknis

6. Kondisi a.Prasarana dan Sarana  Prasarana dan Sarana Persampahan pada  76% - 100% area memiliki sarpras 5 Wawancara, Format
Pengolahan Persampahan Tidak Sesuai lokasi perumahan atau permukiman tidak pengelolaan persampahan yang tidak Isian, observasi, peta
Persampahan Dengan Persyaratan Teknis sesuai dengan persyaratan teknis, yaitu : memenuhi persyaratan teknis
- Tempat sampah dengan pemilahan
 51% - 75% area memiliki sarpras 3
sampah pada skala domestik atau rumah
tangga; pengelolaan persampahan yang tidak
memenuhi persyaratan teknis
- Tempat pengumpulan sampah (TPS)
atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle)  25% - 50% area memiliki sarpras 1
pada skala lingkungan; pengelolaan persampahan yang tidak
- Gerobak sampah dan/atau truk sampah memenuhi persyaratan teknis
pada skala lingkungan; dan
- Tempat pengolahan sampah terpadu
(TPST) pada skala lingkungan

b.Sistem Pengelolaan  Pengelolaan persampahan pada lingkungan  76% - 100% area memiliki sistem 5 Wawancara, Format
Persampahan yang Tidak perumahan atau permukiman tidak persampahan tidak sesuai standar Isian, observasi, peta
Sesuai Standar Teknis memenuhi persyaratan sebagai berikut :
 51% - 75% area memiliki sistem 3
- Pewadahan dan pemilahan domestik;
persampahan tidak sesuai standar
- Pengumpulan lingkungan;
 25% - 50% area memiliki sistem 1
- Pengangkutan lingkungan;

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV - 30


Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

No. Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai Sumber data

- Pengolahan lingkungan persampahan tidak sesuai standar

c.Tidak Terpeliharanya  Tidak dilakukannya pemeliharaan sarana  76% - 100% area memiliki sarpras 5 Wawancara, Format
Sarana dan Prasarana dan prasarana pengelolaan persampahan persampahan yang tidak terpelihara Isian, observasi, peta
Pengelolaan Persampahan pada lokasi perumahan atau permukiman,
baik :  51% - 75% area memiliki sarpras 3
- Pemeliharaan rutin; dan/atau persampahan yang tidak terpelihara

- Pemeliharaan berkala  25% - 50% area memiliki sarpras 1


persampahan yang tidak terpelihara

7. Kondisi a. Ketidaktersediaan  Tidak tersedianya prasarana proteksi  76% - 100% area tidak memiliki prasarana 5 Wawancara, Format
Proteksi Prasarana Proteksi kebakaran pada lokasi, yaitu : proteksi kebakaran Isian, observasi, peta
Kebakaran Kebakaran
- Pasokan air;
 51% - 75% area tidak memiliki prasarana 3
- Jalan lingkungan; proteksi kebakaran
- Sarana komunikasi;
 25% - 50% area tidak memiliki prasarana 1
- Data sistem proteksi kebakaran proteksi kebakaran
lingkungan; dan
- Bangunan pos kebakaran

b.Ketidaktersediaan Sarana  Tidak tersedianya sarana proteksi  76% - 100% area tidak memiliki sarana 5 Wawancara, Format
Proteksi Kebakaran kebakaran pada lokasi, yaitu : proteksi kebakaran Isian, observasi, peta
- Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
 51% - 75% area tidak memiliki sarana 3
- Mobil pompa; proteksi kebakaran
- Mobil tangga sesuai kebutuhan; dan
 25% - 50% area tidak memiliki sarana 1
- Peralatan penduku proteksi kebakaran

B Identifikasi Pertimbangan Lainnya

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV - 31


Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

No. Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai Sumber data

8. Pertimbangan a. Nilai Strategis Lokasi  Pertimbangan letak lokasi perumahan atau  Lokasi terletak pada fungsi strategis 5
Lain permukiman pada: kabupaten/kota
- Fungsi strategis kabupaten/kota; atau
 Lokasi tidak terletak pada fungsi strategis 1
- Bukan fungsi strategis kabupaten/kota kabupaten/ kota

b.Kependudukan  Pertimbangan kepadatan penduduk pada  Untuk Metropolitan dan Kota Besar : 5
lokasi perumahan atau permukiman dengan
Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar
klasifikasi :
>400 jiwa/Ha
- Rendah yaitu kepadatan penduduk di
 Untuk Kota Sedang dan Kota Kecil :
bawah 150 jiwa/ha;
Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar
- Sedang yaitu kepadatan penduduk
>200 jiwa/Ha
antara 151 – 200 jiwa/ha
- Tinggi yaitu kepadatan penduduk antara  Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar 3
201 – 400 jiwa/ha 151 -200 jiwa/Ha
- Sangat padat yaitu kepadatan penduduk
diatas 400 jiwa/ha  Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar 1
<151 jiwa/Ha

c. Kondisi Sosial, ekonomi  Pertimbangan potensi yang dimiliki lokasi  Lokasi memiliki potensi sosial, ekonomi 5
dan budaya perumahan atau permukiman berupa : dan budaya untuk dikembangkan atau
dipelihara
- Potensi sosial yaitu tingkat partisipasi
masyarakat dalam mendukung
 Lokasi tidak memiliki potensi sosial, 1
pembangunan;
ekonomi dan budaya untuk dikembangkan
- Potensi ekonomi yaitu adanya kegiatan atau dipelihara
ekonomi tertentu yang bersifat strategis
bagi masyarakat setempat;

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV - 32


Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

No. Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai Sumber data

- Potensi budaya yaitu adanya kegiatan


atau warisan budaya tertentu yang
dimiliki masyarakat setempat

C. Identifikasi Legelitas Lahan

9. Legalitas Lahan a.Kejelasan status Kejelasan terhadap status penguasaan lahan Keseluruhan lokasi memiliki kejelasan status (+)
penguasaan Lahan berupa : penguasaan lahan, baik milik sendiri atau
milik pihak lain
- Kepemilikan sendiri, dengan bukti
dokumen sertifikat hak atas tanah atau
Sebagian atau keseluruhan lokasi tidak (-)
bentuk dokumen keterangan status tanah
memiliki kejelasan status penguasaan lahan,
lainnya yang sah; atau
baik milik sendiri atau milik pihak lain
- Kepemilikan pihak lain (termasuk milik
adat/ulayat) dengan bukti ijin
pemanfaatan tanah dari pemegang hak
atas tanah atau pemilik tanah dalam
bentuk perjanjian tertulis antara
pemegang hak atas tanah atau pemilik
tanah dengan pihak lain

b.Kesesuaian RTR Kesesuaian terhadap peruntukan lahan dalam Keseluruhan lokasi berada pada Zona (+)
rencana tata ruang (RTR), dengan bukti Izin peruntukan perumahan/permukiman sesuai
Mendirikan bangunan atau Surat Keterangan RTR
Rencana Kabupaten/Kota (SKRK)
Sebagian atau keseluruhan lokasi berada (-)
bukan pada peruntukan
perumahan/permukiman sesuai RTR

Sumber : Permen PU dan Perumahan Rakyat No. 2 Tahun 2016.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV - 33


Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

A. Analisa Aspek Kondisi Bangunan

Analisa ini digunakan untuk menentukan :

- Kondisi Keteraturan Bangunan yang meliputi pengaturan blok bangunan,


kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas lingkungan,
konsep orientasi lingkungan, dan wajah jalan.

- Kondisi Tingkat Kepadatan Bangunan yang meliputi Koofisien Lantai Bangunan


(KLB) dan Koofisien Dasar Bangunan (KDB).

Bentuk Analisa yang digunakan

Bentuk analisa serta rumusan analisa Aspek Kondisi Bangunan ini disesuaikan dengan
persyaratan Teknis adalah Permen PU No. 02 Tahun 2016 Tentang Peningkatan
Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh. Ketentuan dalam
peraturan perundang- undangan ini yang dijadikan acuan adalah sebagai berikut:

A. Analisa Keteraturan Bangunan

Komponen keteraturan bangunan meliputi:

2. Garis Sempadan Bangunan (GSB) Minimal

GSB adalah sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi
jalan; dihitung dari batas terluar saluran air kotor (riol) sampai batas terluar
muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum
dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas
tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran,
jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya (building line).

3. Tinggi Bangunan

Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian bangunan, yang
diukur dari rata-rata permukaan tanah sampai setengah ketinggian atap miring
atau sampai puncak dinding atau parapet, dipilih yang tertinggi.

4. Jarak Bebas Antar bangunan

Jarak bebas antarbangunan adalah jarak yang terkecil, diukur di antara


permukaan-permukaan denah dari bangunan-bangunan atau jarak antara dinding
terluar yang berhadapan antara dua bangunan.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


34
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

5. Tampilan Bangunan

Tampilan bangunan adalah ketentuan rancangan bangunan yang ditetapkan


dengan mempertimbangkan ketentuan arsitektur yang berlaku, keindahan dan
keserasian bangunan dengan lingkungan sekitarnya.

6. Penataan Bangunan

a. Pengaturan blok, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam kawasan menjadi


blok dan jalan, di mana blok terdiri atas petak lahan/kaveling dengan
konfigurasi tertentu.

b. Pengaturan kaveling dalam blok, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam


blok menjadi sejumlah kaveling/ petak lahan dengan ukuran, bentuk,
pengelompokan dan konfigurasi tertentu.

c. Pengaturan bangunan dalam kaveling, yaitu perencanaan pengaturan massa


bangunan dalam blok/ kaveling.

7. Identitas Lingkungan

a. Karakter bangunan, yaitu pengolahan elemen–elemen fisik bangunan untuk


mengarahkan atau memberi tanda pengenal suatu lingkungan/ bangunan,
sehingga pengguna dapat mengenali karakter lingkungan yang dikunjunginya.

b. Penanda identitas bangunan, yaitu pengolahan elemen– elemen fisik


bangunan/lingkungan untuk mempertegas identitas atau penamaan suatu
bangunan sehingga pengguna dapat mengenali bangunan yang menjadi
tujuannya.

c. Tata kegiatan, yaitu pengolahan secara terintegrasi seluruh aktivitas informal


sebagai pendukung dari aktivitas formal yang diwadahi dalam ruang/
bangunan, untuk menghidupkan interaksi sosial dan para pemakainya.

8. Orientasi Lingkungan

a. Tata informasi, yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk


menjelaskan berbagai informasi/ petunjuk mengenai tempat tersebut,
sehingga memudahkan pemakai mengenali lokasi dirinya terhadap
lingkungannya.

b. Tata rambu pengarah, yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk


mengarahkan pemakai bersirkulasi dan berorientasi baik menuju maupun dari
bangunan atau pun area tujuannya.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


35
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

9. Wajah Jalan

a. Penampang jalan dan bangunan

b. Perabot jalan

c. Jalur dan ruang bagi pejalan kaki\

d. elemen papan reklame

Gambar 4.6. Contoh Ilustrasi Keteraturan Bangunan

B. Tingkat Kepadatan Bangunan

Komponen kepadatan bangunan meliputi :

1. KDB, yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung yang dapat dibangun dengan luas lahan yang dikuasai.

2. KLB, yaitu angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh lantai


bangunan gedung yang dapat dibangun dengan luas lahan yang dikuasai.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


36
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.7. Ilustrasi Perhitungan KDB dan KLB

C. Persyaratan Teknis Bangunan Gedung

1. Pengendalian Dampak Lingkungan Untuk Bangunan Gedung Tertentu bagi


bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan,
termasuk di dalamnya di luar bangunan rumah tinggal tunggal dan deret. Elemen
pengendalian dampak lingkungan adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkugan (UKL/UPL)

a. AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau


kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.

b. UKL/UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau


Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.

2. Pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau


prasarana/sarana umum yang dibangun dengan memperhatikan kesesuaian lokasi,
dampak bangunan terhadap lingkungan, mempertimbangkan faktor keselamatan,
kenyamanan, kesehatan dan kemudahan bagi pengguna bangunan, dan memiliki
perizinan.

3. Persyaratan Keselamatan

a. Persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap beban muatan Meliputi


persyaratan struktur Bangunan Gedung, pembebanan pada Bangunan Gedung,
struktur atas Bangunan Gedung, struktur bawah Bangunan Gedung, pondasi
langsung, pondasi dalam, keselamatan struktur, keruntuhan struktur dan
persyaratan bahan.

b. Persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kebakaran


meliputi sistem proteksi aktif (di luar rumah tinggal tunggal dan rumah deret),
sistem proteksi pasif (di luar rumah tinggal tunggal dan rumah deret),
persyaratan jalan ke luar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran,
persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah ke luar dan sistem peringatan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


37
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

bahaya, persyaratan komunikasi dalam Bangunan Gedung, persyaratan instalasi


bahan bakar gas dan manajemen penanggulangan kebakaran.

c. Persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya petir meliputi


persyaratan instalasi proteksi petir dan persyaratan sistem kelistrikan

Gambar 4.8. Ilustrasi Aspek Keselamatan Bangunan

4. Persyaratan Kesehatan

a. System penghawaan berupa ventilasi alami dan/atau ventilasi


mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.

b. Pencahayaan berupa system pencahayaan alami dan/atau buatan dan/atau


pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya

c. Sanitasi dan penggunaan bahan bangunan berupa sistem air minum dalam
Bangunan Gedung, system pengolahan dan pembuangan air limbah/
kotor, persyaratan instalasi gas medik (untuk sarana medik), persyaratan
penyaluran air hujan, persyaratan fasilitasi sanitasi dalam Bangunan Gedung
(saluran pembuangan air kotor, tempat sampah, penampungan sampah dan/
atau pengolahan sampah).

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


38
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.9. Ilustrasi Sanitasi dalam Kaveling Rumah

5. Persyaratan Kenyamanan

a. Kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang merupakan tingkat


kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang serta
sirkulasi antarruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam
ruangan.

b. Kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat kenyamanan


yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban di dalam ruang untuk
terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung.

c. Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dari hak pribadi pengguna


yang di dalam melaksanakan kegiatannya di dalam gedung tidak terganggu
Bangunan Gedung lain di sekitarnya.

d. Kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat


kenyamanan yang ditentukan oleh satu keadaan yang tidak mengakibatkan
pengguna dan fungsi Bangunan Gedung terganggu oleh getaran dan/atau
kebisingan yang timbul dari dalam Bangunan Gedung maupun
lingkungannya.

Gambar 4.10. Ilustrasi Kenyamanan dalam Bangunan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


39
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

6. Persyaratan Kemudahan

a. Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam Bangunan Gedung tersedianya


fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman dan nyaman termasuk
penyandang disabilitas anak-anak, ibu hamil dan lanjut usia.

b. Kelengkapan sarana dan prasarana dalam pemanfaatan

c. Bangunan Gedung yaitu sarana hubungan vertikal antar lantai yang memadai
untuk terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung berupa tangga, ram, lift,
tangga berjalan (eskalator) atau lantai berjalan (travelator).

Gambar 4.11. Ilustrasi Aspek Kemudahan Bangunan

B. Analisa Aspek Jaringan Jalan Lingkungan

Kriteria Perencanaan

Perancangan teknis jalan harus berdasarkan pada suatu prosedur yang memberikan
jaminan keamanan dan dampak lingkungan pada tingkat yang wajar, dan kekuatan yang
dapat diterima untuk mencapai suatu tingkat kemampuan layanan selama umur rencana.

Di samping itu, perancangan teknis jalan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan


yang telah ditetapkan dalam kriteria desain. Kriteria desain tersebut meliputi: kriteria
desain geometrik, kriteria desain struktur perkerasan, kriteria desain drainase, kriteria
desain penerangan jalan umum, kriteria desain rambu, dan lain lain.

Komponen perencanaan teknis jalan yang harus dilakukan minimal mencakup beberapa
hal sebagai berikut:

a. Perencanaan geometrik.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


40
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

b. Perencanaan pondasi/badan jalan dan stabilitas tanah.

c. Perencanaan perkerasan jalan.

d. Perencanaan drainase.

e. Perencanaan bangunan pelengkap jalan, termasuk bangunan fasilitas untuk utilitas,


pengaman jalan, dan struktur non jembatan.

Langkah Langkah Pendekatan

Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar tujuan dapat tercapai yaitu :

 Metoda survey yang akan dilakukan adalah dengan cara


pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer
dilakukan terhadap beberapa aspek, yaitu: pengukuran / topografi, potensi
lingkungan jalan, tanah dan material (geoteknik). Sementara itu, pengumpulan
data sekunder dilakukan terhadap aspek-aspek pendukung, antara lain: lalu
lintas, hydrologi/hydrolika, demografi, perundang-undangan dan peraturan
daerah, potensi kehutanan, dan lain-lain.

 Metoda analisa dan perancangan terhadap aspek-aspek teknis


harus mengikuti standar, manual, atau pedoman perencanaan yang berlaku
untuk perencanaan jalan.

 Kriteria perancangan yang digunakan harus


mempertimbangkan aspek kelayakan ekonomis, kelayakan pelaksanaan,
keamanan, dan kenyamanan, sehingga akan dapat dicapai hasil rancangan yang
optimal.

 Untuk mencapai hasil rancangan yang optimal, maka


diperlukan masukan dan diskusi dari berbagai pihak terkait, oleh sebab itu perlu
dilakukan diskusi rutin dengan pihak pengguna. Di samping itu perlu dilakukan
presentasi awal, Antara dan presentasi akhir terhadap hasil disain.

 Hasil akhir dari rancangan dituangkan dalam bentuk laporan-


laporan survey, analisa teknis, gambar rencana, dan dokumen tender.

 Penyiapan dokumen tender.

METODE ANALISA YANG DIGUNAKAN DALAM PERENCANAAN JALAN


LINGKUNGAN

Dalam melaksanakan Pekerjaan “Pengembangunan Jaringan Jalan Lingkung di


Kawasan Simpang Indah Tanjuang Medan Nagari Sandi Ulakan Kecamatan Ulakan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


41
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Tapakas Kabupaten Padang Pariaman”, Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan
kecepatan rata-rata rendah.

Kegiatan Pengumpulan dan Analisis Data

I. Pengumpulan data

A. Survey data primer:

1. Pengukuran topografi

Tujuan pengukuran topografi dalam pekerjaan ini adalah


mengumpulkan data koordinat dan ketinggian permukaan tanah
sepanjang trase jalan didalam koridor yang ditetapkan yang akan
dipergunakan untuk perencanaan geometrik jalan.

Pengukuran topographi dimaksudkan untuk mengumpulkan data


topographi yang cukup untuk kebutuhan perencanaan dan dilakukan
pada daerah yang direlokasi. Detail dari pengukuran ini adalah sebagai
berikut :

Pengukuran poligon ketelitian 1 : 10.000 dan patok-patok permanen


harus dipasang dengan interval tidak lebih dari 500 m serta dapat
terlihat dengan mudah.

Pengukuran jarak dapat dilakukan secara langsung atau menggunakan


titik sementara dan alat ukur elektronik. Patok-patok pengukuran dapat
berupa :

 Patok beton bertulang dengan ukuran 10 x 10 x 60 dipasang


ditempat yang bebas dari penggunaan lalu lintas atau lainnya
semasapelaksanaan.

 Paku yang dipasang pada beton atau cara lainnya pada bangunan-
bangunan tetap seperti abutment jembatan dan lain-lain.

1. Pengukuran harus meliputi :

a. Titik-titik kontrol vertikal dan horizontal berupa patok-patok


kayu yang dipasang setiap interval 100 m pada rencana as jalan.

b. Ukuran patok kayu adalah 3 x 7 x 80 cm dan dapat ditancapkan


sedalam 0,5 m.

2. Pengukuran Poligon

Pada pengukuran poligon titik kontrol horizontal :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


42
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Pengukuran menggunakan Theodolite dengan ketelitian bacaan 1


detik dan ketilitian orde ketiga.

Titik Kontrol Vertikal :

Pada Pengukuran vertikal menggunakan waterpass dengan ketelitian


1,5 s/d 2,5 mm/km. Pengukuran dilakukan dengan dua arah :

1. Pengukuran lebar right of way dengan menyebutkan tata guna


tanah serta data lainnya seperti : permukiman, sawah dll.

2. Cross section dibuat untuk setiap interval 100 m pada tiap-tiap


titik kontrol. Lebar cross section minimal adalah 2,5 m kekanan
dan kekiri dari as jalan.

3. Perhitungan dan Penggambaran peta topographi berdasarkan


atas koordinat titik-titik kontrol diatas. Gambar pada peta
topographi dibuat diatas kertas milimeter dengan skala 1 :
1.000 dengan kontur tiap interval 1 m. Semua titik kontrol
harus dicantumkan dalam gambar.

2. Inventarisasi jalan

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data secara umum
mengenai kondisi perkerasan (jika ada) meliputi Lebar perkerasan,
Lebar bahu jalan, Saluran samping yang terdapat pada ruas jalan yang
ditinjau atau ruas jalan yang terpengaruh dalam perencanaan.

3. Survey lalu lintas (Primer/Sekunder) bila perlu

Survey lalu lintas bertujuan untuk mengetahui prediksi kondisi lalu


lintas, kecapatan kendaraan rata-rata, menginventarisasi jenis dan
golongan kendaraan yang ada dalam satuan waktu tertentu. Disamping
itu, survey ini juga bertujuan untuk mengetahui asal tujuan kendaraan,
mengetahui kapasitas jalan, sehingga dapat dihitung Lalu lintas Harian
Rata-rata (LHR) sebagai dasar perencanaan jalan dan pertumbuhan lalu
lintas tahunan.

4. Survey kondisi perkerasan jalan lama (jika ada)

Survey ini bertujuan untuk mengetahui data struktural perkerasan yang


ada. Survey ini meliputi: lendutan, daya dukung tanah dasar, susunan
dan kondisi lapisan perkerasan, serta kekasaran jalan.

5. Survey geoteknik dan geologi

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


43
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Tujuan survey geoteknik dan geologi dalam pekerjaan ini adalah untuk
melakukan pemetaan penyebaran tanah/batuan dasar, termasuk kisaran
tebal tanah pelapukan, memberikan informasi mengenai stabilitas tanah
(CBR) dan menentukan jenis / karakteristik tanah untuk keperluan
bahan jalan dan struktur jalan.

Pekerjaan peyelidikan tanah ini dilakukan dengan DCP dan Testpit

II. Pekerjaan Pengkuran

Pekerjaan pengkuran meliputi :

A. Pengukuran Jarak Dan Sudut Polygon

Tujuan : Mendapatkan koordinat titik-titik polygon yang dibuat di rencana as


jalan.

Metode : Triangulaterasi (diukur sudut dalam dengan NT2 dan jarak dengan
pita ukur + optis)

B. Pengukuran Situasi Detail dan Cross Section Rencana Jalan

1. Tujuan :

 Memperoleh gambaran detail situasi topografi di sepanjang Jalan


sepanjang 15,00 km

 Memperoleh gambaran profil memanjang dan melintang sungai

 Simultan, yaitu pengukuran situasi detail dan cross section di daerah


trase jalan dilakukan bersamaan.

2. Alat :

 T-0 + Statip + tribach

 Rambu ukur (2)

 Patok-patok rambu

 Alat perintis golok dan lain-lain

 Alat tulis dan formulir data

C. Pengukuran Beda Tinggi (Waterpass)

1. Tujuan :

 Mendefinisikan ketinggian titik-titik polygon utama dan BM polygon


di atas permukaan laut rata-rata.

 Meningkatkan titik-titik polygon (BM.0) ke titik koordinat referensi .

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


44
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Memberikan acuan pada penarikan garis kontur pada peta, situasi dan
ketinggian profil (panjang dan melintang).

2. Metode :

 Sistem otomatis.

 Pemindahan rambu dengan sistem loncat.

3. Alat :

 Waterpass NAK.2 otomatis + statip

 Rambu ukur 3 meteran (2bh)

 Nivo tempel rambu (2bh)

 Payung

 Pita ukur (untuk check garis bidik)

4. Spesifikasi :

 Double stand tiap selang

 Beda tinggi posisi I dan II  2 mm

 Bacaan 2bt = ba + bb, perbedaannya  2 mm

 Ketelitian yang diminta untuk data kring polygon 

 Pengaruh refraksi diminimalkan dengan memilih waktu pengukuran


07.00 s/d 11.30 dan 13.00 s/d 17.00 (kecuali dihutan yang penyinaran
mataharinya minimum).

Standar Teknis Perencanaan Jalan Lingkungan

1).Pertimbangan Drainase

Drainase diperlukan karena air mempunyai pengaruh yang buruk untuk jalan, antara
lain sebagai berikut :

 Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak cepat kering sehabis hujan

 Jalan akan mudah terputus (pavement erosions) bila air dibiarkan melintangi
permukaan jalan

 Jalan menjadi rusak bila air dibiarkan mengalirdi tengah jalan

 Jalan menjadi bergelombang bila fondasi jalan tidak kering

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


45
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Pertimbangan yang paling sederhana dari masalah drainase adalah :

 Jalan kawasan perbukitan diusahakan mengikuti punggung bukit karena jalan


yang mengikuti punggung bukit tidak akan mengalami masalah drainase sebab
air tidak perlu melintangi jalan.

 Jalan yang dibuat pada lereng bukit harus ada galian dan timbunan, selokan
pinggir jalan, talud, gorong-gorong dan bangunan pelengkap lainnya.

 Jalan yang dibangun di lembah (cekungan) sebaiknya dihindari karena


kemungkinan jalan tidak bisa dikeringkan.

2). Geometri Jalan

Jalan direncanakan untuk kecepatan 15 s.d. 20 km/jam, pandangan bebas harus


memperhatikan keselamatan pemakai jalan yaitu :

 Tikungan vertical dengan pandangan bebas 30 m

 Tikungan horizontal dibuat dengan pandangan bebas 30 m

 Jari-jari tikungan minimal 10 m dan untuk tikungan tajam perkerasan dibuat


dengan pelebaran dan kemiringan melintang miring ke dalam.

3). Tempat Persimpangan

Pertimbangan yang harus diperhatikan adalah tempat menunggu kendaraan yang


berjalan dari lain arah, tempat ini harus kelihatan dari tempat sebelumnya.

4). Tanjakan Jalan

 Tanjakan diukur dengan rumus “jumlah meter naik per setiap seratus meter
horizonta “ (10 m naik per 100 m horizontal sama dengan tanjakan 10 %)

 Untuk peningkatan keselamatan dan penggunaan jalan, pilih trase jalan tanjakan
yang tidak terlalu curam. Jika jalan menanjak terus, tanjakan maksimal dibatasi 7
%

 Pada bagian pendek, tanjakan di batasi 20 %. Setelah 150 m, harus disediakan


bagian datar atau menurun.

5). Tikungan pada Tanjakan Curam

Pada daerah perbukitan sering dijumpai pada jalan yang menanjak dengan kemiringan
> 10%. Bila terdapat tikungan tajam didaerah tersebut jalan harus direncanakan
sebagai berikut :

 Perkerasan pada tikungan diperlebar menjadi > 4 m

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


46
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Tikungan dibuat pada bagian datar untuk mempermudah perjalanan bagi yang
naik atau turun

 Perencanaan drainase jalan dibuat sedemikian hingga saluran dari atas diteruskan
lurus ke depan dan airnya dibuang jauh dari jalan, dan saluran pada jalan bagian
bawah dimulai dari luar bagian datar (sesudah tikungan)

6). Bentuk Badan Jalan

Penentuan bentuk badan jalan disarankan sebagai berikut :

 Pada kondisi biasa badan jalan dibuat miring ke saluaran tepi dengan kemiringan
badan jalan 4-5%.

 Untuk daerah relatife datar, badan jalan dibuat seperti “punggung sapi” (lebih
tinggi ± 6-8 cm di bagian tengah) dengan catatan bila punggung sapi sudah
terlihat dengan mata telanjang berarti sudah cukup miring untuk drainase.

 Pada tikungan jalan dibuat miring ke dalam dengan kemiringan maksimal 10%
dan perlebaran perkerasan dibagian dalam tikungan demi keamanan dan
kenyamanan.

 Pada jurang jalan dibuat miring ke arah bukit dan saluran, hal ini demi
keselamatan dan drainase.

7). Bentuk Badan Jalan Di Daerah Curam

Badan jalan di daerah curam harus dibuat miring ke bukit dan saluran tepi jalan.
Ukuran saluran minimum 50 cm dalam × 30 cm lebar, dengan bentuk trapesium.
Kemiringan tebing maksimum 2 : 1, dengan galian /keprasan maksimal disarankan
4,00 meter. Timbunan maksimal 1,50 m.

8). Permukaan Jalan

Penentuan tebal lapisan batu belah disesuaikan dengan kebutuhan (jenis dan frekuensi
lalu lintas) dan ketersediaan batu. Untuk tebal lapisan 15 cm digunakan batu belah/
pecah dengan ukuran 8/15, dan untuk ukuran batu 15/20 biasanya digunakan untuk
lapisan dengan tebal 20 cm. Lapisan batu belah dapat diganti dengan lapisan sirtu
(pasir & batu tebal 20 cm), terutama untuk daerah kesulitan batu dan mempunyai
tanah dasar yang stabil. Batu belah/pecah harus bersifat keras dan minimal
mempunyai tiga bidang pecah.

Petunjuk pelaksanaan untuk perkerasan jalan antara lain :

 Tanah asli di bawah lapis pondasi harus dipadatkan dengan alat pemadat (mesin
gilas, steamper, timbres) dengan kemiringan yang direncanakan untuk
permukaan.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


47
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Lapisan podasi paling bawah adalah lapisan pasir yang berfungsi untuk
memudahkan pemasangan batu permukaan dengan rapi dan rata.

 Batu belah harus dipasang tegak lurus dengan as jalan (melintang), dengan ujung
yang lebih runcing di atas agar bila terbebani tidak akan tembus lapisan pasir
dasar, dan dikunci dengan batu kecil.

 Lapisan paling atas berupa campuran pasir dengan tanah terpilih, atau dapat
terbuat dari sirtu dan atau krosok dengan tebal 2 cm, yang kemudian dipadatkan
dengan mesin gilas roda besi (tandem roller).

9). Bahu Jalan

Fungsi bahu jalan antara lain :

 Pelindung permukaan jalan

 Perantara antara aliran air hujan yang ada di permukaan jalan menuju saluran tepi.

 Tempat pemberhentian sementara.

Persyaratan teknis bahu jalan sebagai berikut :

 Dibuat disebelah kiri dan atau kanan sepanjang jalan, dengan lebar minimum 50
cm

 Harus dibuat dengan kemiringan yang lebih miring dari permukaan jalan,
biasanya 6-8 cm (sama dengan turun 3-4 cm per 50 m’)

 Material penyusunnya seharusnya terdiri dari tanah yang dapat ditembusi air,
sehingga pondasi jalan dapat dikeringkan melalui proses perembesan.

 Tanah pada bahu jalan harus dipadatkan.

 Lebih baik bila ditanami rumput ditepi luar bahu, mulai 20 cm dari tepi yang
berfungsi sebagai stabilisasi tepi jalan.

 Penanaman pohon perdu di luar bahu (dan saluran bila ada) untuk membantu
stabilitas timbunan baru.

10). Pemadatan Tanah

Tanah pada bagian galian tidak perlu dipadatkan lagi kecuali pernah mengalami
gangguan yang mengakibatkan tanah menjadi kurang padat.

Sebelum kegiatan pemasangan perkerasan jalan, semua daerah timbunan harus


dipadatkan dengan mesin gilas, steamper, atau trimbisan. Pemadatan ini membantu
menjaga stabilitas dan daya dukung / tahan badan jalan.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


48
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Proses pemadatan dilakukan pada kadar air tanah optimum yaitu tanah pada keadaan
sedikit basah, tetapi kalau digenggam tidak ada air mengalir ke luar.

Pelaksanaan pemadatan tanah dilakukan lapis demi lapis dengan setiap lapis
mempunyai tebal maksimum 20 cm. Untuk daerah tempat tanah dasarnya jelek,
maka badan jalan harus diadakan perkuatan, misalnya cerucuk atau stabilisasi.

11). Perlindungan Tebing

Cara yang digunakan untuk perlindungan tebing antara lain :

a. Saluran Diversi.

Digunakan untuk menangkap air yang mengalir dari lereng di atas menuju
tebing, agar air tidak terbuang melalui tebing. Isi saluran diversi harus dibuang
ke tempat yang lebih aman. Bila aliran airnya cepat, saluran diversi harus
dilindungi dengan pasangan batu, batu kosong, rumput atau terjunan seperti
saluran lain. Saluran diversi digunakan terutama untuk tebing dengan puncak
lereng masih jauh diatas tebing jalan.

b. Teras Bangku.

Dapat dilakukan dengan syarat lahan dapat dikorbankan untuk membentuk teras
dan jenis tanah dapat dibentuk dengan stabil. Teras dibuat sejajar dengan kontur
(kemiringan maksimal 2%). Setiap 10 m panjang air diterjunkan dari saluran ke
bawah, dan penerjunan harus diperkuat seperti bangunan terjun yang lain.
Dimensi teras minimal adalah 50 cm lebar dan 1.00 m tinggi.

c. Talud Batu Kosong

Dapat disusun pada tebing, tetapi tebing harus dikepras agar tidak tegak lurus.
Aliran air dipermukaan dialihkan dari talud batu kosong melalui saluran diversi.

d. Talud Pasangan Batu

Relative kuat, namun relatif mahal. Pasangan batu harus diberikan suling untuk
membuang air tanah dari belakang tembok. Ujung dalam suling harus diberi
saringan kecil dari ijuk. Pasangan batu harus dibuat dengan pondasi yang tidak
akan bergerak, karena pasangan batu tidak fleksibel sama sekali. Ukuran bawah
pasangan batu disesuaikan dengan standar Bina Marga.

e. Bronjong

Adalah cara yang kuat dan cukup fleksibel, tetapi relatif lebih mahal. Agar posisi
bronjong stabil dan tidak lari, pancangan diberikan pada tingkat bronjong yang
paling bawah, dengan jarak pancang setiap 1 – 1½ m dan ukuran pancangan 12-

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


49
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

15 cm. Dipancang sampai lapisan tanah keras. Kegunaan bronjong untuk


menahan timbunan baru atau melindungi tebing dari aliran air.

f. Perlakuan Vegetatif

Adalah cara yang relatif efektif dan murah , yaitu dengan menanami tebing
dengan berbagai jenis tanaman.

12). Saluran Pinggir Jalan

Saluran yang berdekatan dengan bahu jalan diperlukan disebelah kanan dan kiri
jalan, kecuali :

 Jalan dibuat dipunggung bukit (bentuk Punggung Sapi)

 Jalan dibuat dilereng bukit, tidak perlu saluran di sebelah bawah

 Badan jalan diurug lebih dari 50 cm

Untuk keadaan biasa dimensi saluran harus berukuran minimal 50 cm (dalam)


dan 30 cm (lebar dasar), dengan lebar atas 50 cm (bentuk trapesium).

Syarat saluran pinggir jalan :

 Saluran dibuat sejajar dengan jalan

 Dasar saluran dibuat kemiringan yang rendah untuk menghindari erosi tanah
dasar saluran/plesteran dasar, namun tidak datar.

 Ketinggian dasar saluran harus lebih rendah dibanding lapisan pasir dibawah
pondasi jalan untuk proses perembesan dan pengeringan pondasi jalan.

 Untuk saluran yang mudah erosi, perlindungan terdiri dari perkuatan talud dan
dasar saluran serta pemberian bangunan drop struktur. Jenis perlidungan saluran
antara lain dengan menggunakan rumput (gebalan), turap, batu kosong, atau
pasangan. Bronjong dapat digunakan terutama pada tikungan di tanah yang
peka erosi.

Pertimbangan untuk pemilihan tipe perlindungan saluran pinggir adalah :

 Kemiringan saluran dan kecepatan air

 Jenis tanah

 Perubahan arah aliran pada belokan

 Debit air

13). Pembuangan dari Saluran dan Gorong-gorong

Fungsi dari saluran ini adalah untuk mencegah kerusakan akibat pengaliran air yang
tak terkendali. Syarat teknis untuk saluran ini antara lain :
LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -
50
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Direncanakan untuk mengalirkan air ke sungai atau saluran yang mampu


mengalirkan volume air tanpa merusak lingkungan

 Diawali dari gorong-gorong, saluran pinggir yang overloud dan berhenti pada
sungai atau saluran besar yang ada.

 Ukuran saluran didesain dengan debit air terbesar, dengan ukuran minimal sama
dengan ukuran saluran pinggir yang standar (50 × 30)cm.

 Saluran ini harus dilindungi seperti saluran-saluran lain, untuk mencegah erosi
dasar dan talud saluran.

14). Drainase Air Tanah

Perlakuan ini bertujuan untuk mencegah air tanah naik ke permukaan jalan sehingga
jalan tetap dalam keadaan stabil dan tidak kehilangan agregat halusnya.

Contoh rembesan dari air tanah yang memerlukan perencanaan darinase air tanah
yaitu :

 Rembesan dari permukaan jalan

 Rembesan dari tebing

 Rembesan dari pondasi jalan

 Tempat rendah (lembah/cekungan) dimana tanah asli menurun ke jalan

 Terdapat kantong air di atas lapisan kedap air

15). Perlakuan Vegetatif

Cara ini sangat baik bila dikaitkan dengan fungsi konservasi seperti untuk
mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi. Nilai tambah lain dari
perlakuan vegetatif yaitu :

 Lebih murah dibanding perlakuan sipil teknis

 Dapat memiliki nilai ekonomi sebagai sumber kayu bakar dan pakan ternak

 Mudah dilakukan dan terjangkau oleh masyarakat sekitar tanpa bantuan proyek.

Perlakuan vegetatif pada jalan dari fungsi konservasi mempunyai dua sasaran utama
yaitu mencegah erosi dan longsor.

Contoh pengendalian erosi dan longsor yang terjadi pada jalan dengan cara
perlakuan vegetatif penanaman rumput / leguminosa, karena dapat membentuk
gebalan yang padat, memberi kesempatan air hujan untuk infiltrasi ke dalam tanah,
mengurangi pukulan air hujan secara langsung, mengurangi erosi percikan karena

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


51
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

ada sistem perlindungan oleh tajuk dan mulsa daun, menghambat pergerakan
sedimen.

Langkah-langkah untuk pemilihan jenis tanaman untuk perlakuan vegetatif yang


bersifat konservasi antara lain :

 Mengumpulkan data yang bersifat informasi tentang keadaan lokasi, termasuk


ketinggian tempat, jumlah curah hujan dan lama musim kemarau, jenis dan
tekstur tanah, dan keasaman tanah (pH).

 Mengamati jenis tumbuhan yang sudah ada di sekitar lokasi perlindungan.

 Mengetahui fungsi tanaman yang diperlukan untuk mengatasi masalah


konservasi yang ada.

 Penentuan jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di lokasi, berdasarkan
syarat tumbuh.

 Mencari informasi tentang persediaan bahan tanaman untuk ditanam.

 Memutuskan jenis tanaman yang layak untuk lokasi tersebut, ditinjau dari aspek
teknis, ekonomi, dan sosial.

Aspek yang dipertimbangkan dalam penentuan jenis tanaman :

 Sesuai dengan jenis tanah, iklim, tinggi tempat dan sifat perakaran

 Bersifat agresif (dalam waktu pendek mampu menutup tanah seluas mungkin)

 Berumur panjang

 Disukai ternak atau tidak

 Aman bagi jalan dan pemakai jalan

 Berfungsi juga dalam estetika

 Bernilai ekonomis dan bermanfaat (sebagai pakan ternak atau kayu bakar, dll)

16). Permukaan Jalan Di Daerah Tanjakan

Perlakuan jalan untuk daerah tanjakan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

A. Pengaspalan Tanjakan

Perlakuan yang diisyaratkan yaitu dengan cara lapisan laburan aspal (Buras).
Lapisan Buras berguna untuk menutup permukaan jalan agar kedap air, tidak
berdebu, mencegah lepasnya butiran agregat halus dan idak licin.

Persyaratan untuk perlakuan dengan pengaspalan adalah :

 Tanjakan minimal adalah 12% pada jalan lurus

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


52
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Tanjakan minimal 10% pada tikungan

 Tanjakan tidak dapat dilandaikan dengan biaya yang seimbang

 Panjang maksimal 150 m di satu tempat

 Di daerah transisi sepanjang 10 m sebelum dan sesudah tanjakan.

 Badan jalan dan perkerasan di bawah aspal (pondasi jalan) harus memenuhi
standar kualitas yang baik, terutama masalah drainase, pemadatan, dan lebar
bahu.

Cara Pelaksanaan Pengaspalan dengan Lapisan Buras adalah :

 Pembersihan permukaan dengan sapu dan sikat

 Penyiraman aspal, yang dilakukan dengan cara :

a. Aspal dipanaskan dalam drum, tetapi harus jangan terlalu panas

b. Jalan dibasahi sedikit tapi hindari terlalu basah

c. Aspal dosemprotkan dengan jumlah satu liter /m2

 Pasir dihamparkan segera setelah proses penyemprotan sewaktu


aspal masih panas.

 Pemadatan pasir dilakukan pada waktu aspal masih panas. Diperiksa


kerataan hasil pemadatan dan diperbaiki dengan penambahan pasir
dan pengulangan pemadatan.

Peralatan yang digunakan adalah kereta dorong, kotak pembawa


pasir, penyebar pasir, penggaruk, perata, sekop, pemadat (steamper,
mesin gilas, tembiris), pemanas aspal, mistar pelurus, pengatur
ketebalan lapisan, pengukur kemiringan hamparan.

B. Konstruksi Telasah

Konstruksi telasah komposisi materialnya sama dengan Telford, namun


pemasangan batu (ukuran 15/20 atau 20/25) untuk telasah bagian runcingnya
dipasang di bawah satu persatu dan langsung di pukul dengan martil seberat
5 s/d 10 kg. Pertimbangan pemakaian konstruksi Telasah antara lain :

 Kemiringan jalan > 15%

 Pemadatannya dilakukan secara manual, karena penggunaan alat berat


bebannya terlau berat.

 Pengaspalan tidak dimungkinkan karena mahalnya konstruksi

Persyaratan jalan konstruksi Telasah antara lain :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


53
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Tebal lapisan pasir yang dihamparkan dalam keadaan basah adalah 5 s/d 10
cm.

 Batu yang dipasang untuk badan jalan (pondasi jalan) ukurannya 15/20 atau
20/25.

 Pemasangan batu dilakukan oleh dua orang terdiri dari satu orang memasang
dan satu lagi memukul lasung satu per satu.

 Ukuran batu tepi minimal 20/30 cm dengan pemasangan terbalik dan


dilakukan pemukulan.

 Ukuran batu pengunci 2/3 atau 5/7 cm, dalam pemasangannya dilakukan
pemukulan dengan tembiris sampai mencapai kerataan yang disyaratkan.

 Lapisan penutup menggunakan sirtu yang banyak mengandung lempung


(clay) agar dimusim hujan tidak mudah terbawa oleh air, dan pemadatan
dilakukan.

C. Jalan Beton

Merupakan perkerasan kaku (rigid) tersusun dari bahan semen, pasir, kerikil.
Konstruksi ini dipakai didaerah dengan struktur tanahnya labil, mudah pecah,
lembek, dan pada turunan/tanjakan diatas singkapan batu. Kualitas campuran
sama dengan standar beton yaitu 1pc : 2ps : 3kr

Persyaratan material antara lain :

 Pasir maupun krikil harus bebas dari bahan lain seperti tanah lempung,
sampah, dan kotoran lainnya.

 Krikil harus keras dengan bidang pecah minimal 3 bidang

 Tebal konstruksi 15 cm

 Fas (faktor air semen) kecil / proses percampuan penggunaan air jangan
terlalu banyak.

Pelaksanaan :

(1). Pada tanah labil

 Tanah dasar dibentuk punggug sapi

 Pasir beton dihampar setebal 5 cm dan dipadatkan

 Dipasang papan cetakan untuk membatasi ketebalan yang disaratkan

 Adukan beton dituang ke permukaan dan dipadatkan dengan


penggetar atau ditusuk-tusuk dengan kayu.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


54
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Permukaan dibuat kasar dengan menggunakan sapu lidi kea rah


menyamping.

 Setiap 1 m memanjang dibuat dengan lebar 1 cm dan dalam 2 cm

 Setiap 2 m panjang diberi delatasi/pemisah selebar 1 cm

 Pemakaian setelah umur beton minimal 21 hari dihitung dari akhir


pengecoran.

(2). Pada Singkapan Batu

 Badan jalan dibentuk seperti punggung sapi dengan alat


blencong/gancu/pahat.

 Bila terdapat bagian yang susah dibentuk misalnya cekungan, maka


dibagian ini dibentuk batas persegi dan diisi dengan beton yang
sudahdipersiapkan.

 Untuk jenis badan jalan seperti ini di bawah beton tidak perlu
menggunakan pasir.

D. Alternatif Penanganan Tanjakan Dengan Kondisi Setempat Berupa Singkapan


Batu.
Persyaratan :

 Daerah singkapan harus bersih dari kotoran organik maupun anorganik

 Daerah yang akan diaspal harus kering dan dibuat rata

 Penggunaan aspal sand sheet dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Disemprotkan tack eoaf tipe MC (medium current) atau RC (rapid


current) : 0,2 – 0,35 kg/m2 ,

b. Komposisi sand sheet adalah 0, 68 – 0,90 lt/m2 (aspal institute), 5,5 – 8,0
kg/m2 pasir (Manual series No 19 (MS – 19)),

c. Ketebalan sand sheet antara 1 – 2 m

Cara pelaksanaan :

Bila menggunakan cara sederhana dilakukan dengan system “Aspal


Goreng”, yaitu :

 Pasir digoreng agar kering

 Aspal drum yang sudah dipanaskan dicampur dengan pasir dengan


kapasitas seperti yang tercamtum diatas.

 Diaduk dengan sekop hingga rata

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


55
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Diangkut dengan kotak pengangkut

 Dihamparkan dilokasi yang akan diaspal dan diratakan dengan alat


perata aspal

 Ketebalan diukur dengan besi pengukur dengan perkiraan ketebalan


sebagai berikut :

Padat Loose

2 cm 2,5 cm

1 cm 1,5 cm

 Digilas dengan alas penggilas dari tepi

17). Stabilisasi

Proses ini dilakukan dengan menambah sedikit bahan tertentu pada tanah asli.

Bila tanah dilokasi ini (subgrade) labil dan tidak mempunyai bahan lokal lain yang
layak, maka teknik ini dnilai sebagai alternative yang terbaik. Perlakuan tanah
dengan teknik ini berbeda untuk tiap jenis tanah, dan mempunyai zona efisiensi
yang berbeda pula.

Bahan tambah semen digunakan untuk stabilisasi tanah jenis pasir kasar dan pasir
halus, dan untuk bahan kapur digunakan pada jenis tanah lanau halus, lempung
kasar, dan lempung halus.

18). Pembangunan Jalan Di Daerah Rawa

Pada proses pembangunan jalan desa teknik untuk membuat jalan didaerah rawa
dianjurkan dengan menggunakan teknologi penggantian sebagian subbase (lapisan
pondasi jalan diatas subgrade), kemudian dipasang matras galar kayu, cerucuk
kayu, cerucuk dari papan atas, atau yang lain dengan memperhatikan ketinggian air
minimum agar kayu selalu dalam keadaan terendam. Timbunan biasa tidak
termasuk tanah lempung dengan plastisitas tinggi, tidak termasuk bahan organik,
dan mempunyai CBR diatas 6%. Timbunan terpilih mempunyai CBR diatas 10%
dan PI diatas 6%. Teknologi lain yang dianjurkan yaitu Tiang Turap Kayu atau
Stabilisasi dengan Cerucuk.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


56
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.12. Contoh Lebar Perkerasan

Gambar 4.13. Tipical Potongan Melintang Jalan.

Gambar 4.14. Tipical Daerah Timbunan

Gambar 4.15. Tipical Daerah Galian

3. Perhitungan Tebal perkerasan

Untuk pekerjaan perhitungan perkerasan dipakai Perhitngan metoda Bina Marga terdiri
dari :

A. Data Perencanaan yaitu :

 Jumlah Jalur

 Umur Rencana

 Jenis Pekerasan permukaan jalan beton

 Perkembangan Lalu Lintas

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


57
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Faktor FK

B. Analisa Perhitungan meliputi :

 Mutu beton rencana

 Beban Lalu Lintas Rencana :

- Jumlah Sumbu Kendaraan meliputi :

Sepeda

Sepeda motor

Mobil Penumpang

Bus 5 Ton

- Faktor Pertumbuhan lalu Lintas / R

- Jumlah Kendaraan Niaga (JKN)

JKN = 365 x Jumlah Kendaraan xR

- Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga (JSKN)

JKN = 365 x Jumlah Total Sumbu x R

- Jumlah Repetisi beban & % Masing-masing Kombinasi


konfigurasi/beban

 Kekuatan Tanah Dasar

 Kekuatan Pelat Beton

4. Perkiraan Perkiraan Biaya Konstruksi

A. Prakiraan biaya konstruksi dihitung berdasarkan :

1. Hasil desain rinci dari jalan.

2. Perhitungan kuantitas untuk tiap item pekerjaan.

3. Analisa harga satuan dengan mengunakan analisa Cipta Karya (SNI).

4. Harga satuan untuk tiap item pekerjaan.

5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dari biaya konstruksi langsung.

B. Harga Satuan

Perhitungan analisa harga satuan akan ditetapkan berdasarkan faktor-faktor :


material, peralatan, sosial, pajak, overhead, dan keuntungan yang berlaku di

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


58
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

daerah setempat. Selanjutnya, perkiraan biaya yang diperoleh dari analisa inii
akan dibandingkan dengan proyek-proyek sebelumnya di daerah sekitar lokasi
untuk melihat kewajaran biaya proyek.

C. Analisa Aspek Penyediaan Air Minum

Komponen penyediaan air minum meliputi :

a. Akses aman air minum

Syarat kesehatan air minum sesuai peraturan menteri yang menyelenggarakan


urusan pemerintahan di bidang kesehatan antara lain:

1) Persyaratan fisika: sifat fisik air seperti bau, warna, kandungan zat padat,
kekeruhan, rasa, dan suhu;

2) Persyaratan mikrobiologis: kandungan bakteri dalam air yaitu bakteri E-Coli


dan bakteri koliform;

3) Persyaratan kimiawi: kandungan mineral dalam air seperti arsen, fluorida,


sianida, khlorin, alumunium, mangan dan mineral lainnya.

b. Kebutuhan air minum

Kebutuhan minimal air munum menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas
Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh adalah 60 liter/orang/hari.
Kebutuhan air minum dapat dipenuhi dengan Sistem Penyediaan Air Minum
dengan jaringan perpipaan (SPAM) maupun Sistem Penyediaan Air Minum
Bukan Jaringan Perpipaan (SPAM BJP).

1) Sistem Penyediaan Air Minum dengan Jaringan Perpipaan (SPAM)

SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari
prasarana dan sarana air minum yang unit distribusinya melalui perpipaan dan
unit pelayanannya menggunakan sambungan rumah/sambungan pekarangan,
hidran umum, dan hidran kebakaran.

Komponen SPAM meliputi :

a) Unit air baku dengan kapasitas rencana 130% dari kebutuhan rata-rata,
dengan komponen :

 Mata air

Mata air ini terjadi karena air yang berada di bawah lapisan-lapisan
kedap air mendesak atau karena gempa bumi, hingga lapisan tersebut

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


59
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

retak dan mengakibatkan air tersebut keluar dengan sendirinya. Untuk


menjaga agar air tetap bersih, maka dibuat captering agar dapat
langsung disalurkan ke konsumen. Mata air biasanya mempunyai
kualitas yang baik jika air itu berasal dari akifer dan bukannya
rembesan sungai baru menempuh jalan pendek. Karena itu penting
sekali memelihara dan mempertahankan kualitas air, baik dengan cara
melindungi mata air dan sekelilingnya dari kontaminasi kotoran
manusia atau binatang. Jenis mata air itu sendiri dibagi dalam 4 jenis
yaitu:

1. Depression Spring

Mata air yang disebabkan karena permukaan tanah memotong muka


air tanah (water table).

2. Contact Spring

Mata air akibat kontak antara lapisan akifer dengan lapisan


impermeable pada bagian di bawahnya.

3. Fracture Artesian Spring

Mata air yang dihasilkan oleh akifer tertekan yang terpotong oleh
struktur.

4. Solution turbular spring

Mata air yang terjadi akibat pelarutan batuan oleh air tanah.

 Air tanah

Air tanah berasal dari air hujan yang kemudian masuk kedalam tanah
melalui pori-pori tanah melalui proses infiltrasi. Sifat dari air tanah ini
adalah:

Secara kualitas :

 Sangat tergantung kondisi geologis, mungkin mengandung


mineral atau unsur kimiawi tertentu seperti Ca, Mg, Fe, MN.

 Kahadiran unsur atau sifat kimia spesifik, sehingga dapat


dijadikan sebagai indikator pencemaran

 Sifat fisik sangat baik dan secara umum kualitasnya baik

Secara Kuantitas : Walaupun jumlah air tanah dalam tanah secara


alami lebih besar daripada air permukaan, penampilannya sebagai
sumuran jauh lebih kecil.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


60
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Jenis-jenis air tanah:

 Air Tanah Dalam

Terdapat setelah lapisan pertama. Pengambilan air tanah dalam


tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus
menggunakan bor dan memasukkan pipa ke dalamnya sehingga
dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100-300 meter) akan
didapatkan suatu lapisan air. Jika tekanan air tanah itu besar,
maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini sumur
ini disebut sumur artesis. Jika tidak dapat ke luar dengan
sendirinya, mak digunakan pompa untuk membantu pengeluaran
air tanah dalam ini. Contoh air tanah dalam yang bisa digunakan
sebagai sumber adalah air artesis yang diperoleh dengan jalan
pemboran yang airnya keluar ke atas dengan sendirinya. Untuk air
artesis perlu diketahui tekanannya dengan menggunakan alat
barometer. Setelah tekanannya diketahui missal 2,0 atm, maka
dapat diketahui pula tinggi cipratan air tersebut yakni 20 meter,
setelah diketahui tinggi cipratan airnya, pipa tersebut disambung
dengan ketinggian > 20meter. Lubang atas ditutup dan diberi
ventilasi kira-kira 0,5 meter dari muka tanah pipa tersebut
disambung lagi ke pipa untuk kemudian disalurkan kepada
konsumen.

 Air Tanah Dangkal

Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah.


Lumpur akan tertahan, demikian juga dengan sebagian bakteri,
sehingga air tanah lebih jernih tetapi lebih banyak mengandung
unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan.
Disamping penyaringan, pengotoran juaga masih terus
berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka
tanah. Setelah menemui lapisan rapat air, air yang terkumpul;
merupakan air tanah dangkal dimana air ini dimanfaatkna untuk
sember air minum melalui sumur-sumur dangkal. Air tanah ini
terdapat pada kedalaman 15 meter.

 Air permukaan (sungai, danau, laut)

Air Permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi,


biasanya air yang terdapat dalam sungai, parit, saluran irigasi dan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


61
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

danau. Air Permukaan ini dalam hal kekeruhan berubah-ubah pada


waktu musim hujan. Kekeruhan ini biasa nya berasal dari
penggelontoran selama penggalirannya, beberapa pengotoran ini untuk
masing-masing air permukaan akan berbeda-beda tregantung pada
daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis penggotorannya adalah
kotoran fisik, kimia dan bakteriologi. Air permukaan yang banyak
mengandung bakteri karena berasal dari air limpasan sungai, danau,
dll.

Air permukaan yang merupakan air sungai pada umumnya kotor atau
memiliki derajat penggotoran yang tinggi, sehingga dalam prakteknya
untuk penggunaan air baku sebagai air minum harus dengan
penggolahan yang sempurna. Namun debit yang tersedia untuk
kebutuhan air minum pada umumnya dapat terpenuhi.

Sedangkan air rawa atau danau pada umumnya berwarna yang


disebakan karena adanya zat-zat organis yang tinggi maka kandungan
Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam kelarutannya O2 yang kurang
akan menyebabkan Fe dan Mn ini akan larut, selain itu dengan adanya
penyinaran matahari akan menyebabkan tumbuhnya alga atau lumut
pada permukaan air. Dengan keadaan tersebut maka dalam
pengambilan air sebagai air baku yang akan diolah sebiknya di
tenggah rawa atau danau agar endapan Fe, Mn dan alga yang ada di
permukaan tidak ikut terbawa.

 Air hujan/air angkasa

Air angkasa adalah air yang berasal dari awan atau angkasa yang jatuh
ke bumi secara gravitasi yang disebabkan beberapa faktor, antara lain
karena adanya proses penguapan permukaan genangan air yang
disebabkan oleh pemanasan amtahari, yang selanjutnya membentuk
awan dan kembali lagi ke permukaan bumi menjadi hujan. Antara 50-
80% air hujan mungkin dapat dikumpulkan.

 Pipa transmisi air baku dari sumber air baku ke Instalasi Pengolahan
Air (IPA).

b) Unit produksi dengan kapasitas rencana 120% dari kebutuhan rata-rata,


dengan komponen :

 Bangunan penangkap mata air (Broncaptering)

 Bangunan pengambilan air baku dari air tanah (sumur)

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


62
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA)

 Pipa transmisi air minum dari IPA ke reservoir.

c) Unit distribusi dengan kapasitas rencana 115% - 300% dari kebutuhan


rata-rata, dengan komponen :

 Reservoir (penampungan air sementara sebelum didistribusikan)

 Pipa distribusi dari reservoir ke unit pelayanan

Jaringan perpipaan air minum diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Feeder System (Pipa hantar distribusi)

Pipa hantar dalam sistem distribusi biasanya memberikan bentuk


atau kerangka dasar sistem distribusi ini. Pipa hantar distribusi
dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Pipa Induk Utama (Primary Feeder)

Pipa induk utama merupakan pipa distribusi yang mempunyai


jangkauan terluas, dan diameter terbesar. Pipa ini melayani
dan menghubungkan daerah-daerah (blok-blok) pelayanan di
daerah pelayanan, dan disetiap blok memiliki satu atau dua
titik penyadapan (tap) yang dihubungkan dengan pipa cabang
atau sekunder (secondary feeder). Hubungan ini dikenal
sebagai tapping. Secara fisik, pipa induk utama di atas dibagi
sebagai berikut :

- Diameter pipa minimal 150 mm (6”)

- Kecepatan aliran maksimal 3.0 – 5.0 m/det tergantung


jenis pipa

- Head statis yang tersedia tidak lebih dari 80 m tergantung


jenis dan kelas pipa

- Tekanan pada sistem harus dapat menjangkau titik kritis,


dengan sisa tekan tidak kurang dari 10 m

- Tidak melayani penyadapan langsung ke rumah-rumah

- Jenis pipa yang dipilih harus mempunyai ketahanan tinggi

- Dimensinya direncanakan untuk mengalirkan air sampai


dengan akhir perencanaan dengan debit puncak.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


63
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Kriteria teknis yang harus diambil dalam perencanaan pipa


induk adalah :

- Lokasi jalur pipa dipilih dengan menghindari medan yang


sulit, seperti bahaya tanah longsor, banjir 1-2 tahunan atau
bahaya lainnya yang menyebabkan lepas atau pecahnya
pipa.

- Jalan pipa sedapat mungkin dipilih diatas tanah milik


pemerintah atau sepanjang jalan raya atau jalan umum.

- Jalur pipa sedapat mungkin menghindari belokan tajam


baik horizontal maupun vertikal dan menghindari siphon
yang aliran airnya di atas garis hidrolis.

- Untuk jalur pipa yang panjang dimana air terpaksa


dipompa, katup atau tangki pengaman harus mencegah
terjadinya water hammer.

- Jalur pipa diusahakan sedikit mungkin melintasi jalan


raya, sungai, jalur kereta api, jalur yang kurang stabil
sebagai dasar pipa dan daerah yang dapat menjadi sumber
kontaminasi.

b. Pipa Cabang/Pipa Sekunder (Secondary Feeder)

Merupakan jalur hantaran yang kedua dari sistem. Pipa ini


meneruskan air yang di sadap dari pipa induk utama ke suatu
blok pelayanan. Pipa ini selanjutnya mempunyai percabangan
terhadap pipa service. Secara fisik, pipa cabang dibatasi
sebagai berikut :

- Tidak melayani penyadapan langsung ke konsumen

- Diameternya dihitung dari banyaknya sambungan yang


melayani konsumen

- Kelas pipa yang dipergunakan sama atau lebih dari pipa


induk utama.

c. Pipa Pelayanan Distribusi (Distribusi System)

Pipa pelayanan adalah pipa yang menyadap dari pipa induk


sekunder dan langsung melayani konsumen. Diameter yang
dipakai tergantung pada besarnya pelayanan terhadap
konsumen. Sistem pipa ini dibedakan menjadi:

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


64
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

- Pipa Distribusi Tersier (Small Distribution Main)

- Pipa Servis (Service Line)

- Pola Jaringan Perpipaan

2. Pola Jaringan

Pola jaringan perpipaan sistem distribusi air minum umumnya


dapat diklasifikasikan menjadi sistem jaringan melingkar (Grid
Sistem), sistem jaringan bercabang (Branch System) dan sistem
kombinasi dari ke duanya. Bentuk sistem perpipaan tersebut
tergantung pada pola jaringan, topografi, tingkat dan tipe
perkembangan daerah pelayanan, serta lokasi instalasi
pengolahan.

a. Sistem Jaringan Perpipaan Bercabang

Sistem jaringan perpipaan bercabang terdiri dari pipa induk


utama (main feeder), disambungkan dengan pipa sekunder, lalu
disambungkan lagi dengan pipa cabang lainnya, sampai
akhirnya pada pipa yang menuju konsumen. Dari segi
ekonomis sistem bercabang ini sangat menguntungkan, karena
panjang pipa lebih pendek, dan diameter yang lebih kecil,
namun dari segi operasional mempunyai keterbatasan,
diantaranya:

- Timbulnya rasa dan bau, akibat adanya “dead end” pada


ujung-ujung pipa cabang. Untuk mengatasi hal itu
diperlukan pengurasan pada waktu-waktu tertentu, hal ini
mengakibatkan kehilangan air yang cukup besar.

- Jika terjadi kerusakan, akan terdapat daerah pelayanan


yang tidak akan mendapatkan air, karena tidak adanya
sirkulasi air.

- Jika terjadi kebakaran, suplai air pada fire hidran lebih


sedikit, karena aliran satu arah.

- Sistem jaringan perpipaan bercabang digunakan untuk


daerah pelayanan dengan karakteristik sebagai berikut:

- Bentuk dan arah perluasan memanjang dan terpisah

- Jalur jalannya tidak berhubungan satu sama lainnya

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


65
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

- Elevasi permukaan tanahnya mempunyai perbedaan tinggi


dan menurun secara teratur.

- Luas daerah pelayanan relatif kecil

b. Sistem Jaringan Perpipaan Melingkar

Sistem jaringan perpipaan melingkar terdiri dari pipa induk dan


cabang yang saling berhubungan satu sama lainnya dan
membentuk suatu loop (jaringan yang melingkar), sehingga
terjadi sirkulasi air ke seluruh jaringan distribusi. Dari pipa
induk dilakukan penyadapan oleh pipa cabang dan selanjutnya
dari pipa cabang dilakukan pendistribusian untuk konsumen.

Dari segi ekonomis, sistem ini kurang menguntungkan karena


diperlukan katup dan diameter pipa yang bervariasi, sedangkan
dari segi hidrolis (pengaliran), sistem ini lebih baik karena jika
terjadi kerusakan pada sebagian sistem, selama perbaikan
daerah layanan masih dapat disuplai melalui loop lainnya.

Sistem jaringan perpipaan melingkar digunakan untuk


pelayanan dengan karakteristik sebagai berikut :

- Bentuk dan perluasannya menyebar ke seluruh arah

- Jaringan jalannya berhubungan satu dengan yang lainnya

- Elevasi tanahnya relatif datar

c. Sistem Jaringan Perpipaan Kombinasi

Sistem jaringan perpipaan kombinasi, merupakan gabungan


dari sistem jaringan perpipaan cabang dan jaringan perpipaan
melingkar. Sistem ini diterapkan untuk daerah pelayanan
dengan karakteristik sebagai berikut:

- Kota yang sedang berkembang

- Bentuk perluasan kota yang tidak teratur, demikian pula


jaringan jalannya tidak berhungan satu sama lainnya pada
bagian tertentu

- Terdapat daerah pelayanan yang terpencil

- Elevasi muka tanah yang bervariasi

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


66
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

3. Pada suatu perencanaan jaringan perpipaan distribusi diperlukan


data-data sebagai berikut:

a) Base demand

b) Panjang pipa yang akan digunakan

c) Faktor kekasaran pipa yang digunakan

d) Elevasi node jaringan perpipaan

Perhitungan dasar design sistem perpipaan

Menurut Tambingon (2016) Perencanaan kebutuhan air bersih ditentukan berdasarkan:

a. Pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk digunakan untuk menghitung kebutuhan air dimasa yang


akan datang.

b. Tingkat pelayanan distribusi air

Tingkat pelayanan distribusi air merupakan jumlah penduduk yang akan dilayani
dari suatu jaringan SPAM sesuai dengan target pelayan pada daerah tersebut.
Untuk menghitung jumlah penduduk terlayani, dapat dihitung dengan cara
berikut:

c. Kebutuhan air domestik

Kebutuhan air domestik merupakan kebutuhan akan air untuk memenuhi


kebutuhan rumah tangga sehari- hari seperti, minum, memasak, kesehatan
individu (mandi, mencuci, dan sebagainya), menyiram tanaman, pengangkutan
air buangan. Kebutuhan air domestik dipengaruhi oleh ketersediaan, budaya, dan
iklim atau kondisi lingkungan. (Posumah, 2015).

Sedangkan kecenderungan meningkatnya kebutuhan air domestik ditentukan


oleh kebisaaan pola hidup masyarakat setempat dan didukung oleh kondisi sosial
ekonomi (Koutiva, 2016). Untuk menghitung total kebutuhan air domestik, dapat
dilakukan dengan cara berikut ini (Kalensun, 2016):

1. Menghitung jumlah KK terlayani

∑ KK terlayani = ∑ penduduk terlayani / ∑ anggota per KK

2. Menghitung jumlah sambungan rumah (SR) terlayani

∑ SR terlayani = % pelayanan x ∑ KK terlayani

3. Menghitung total kebutuhan air domestic


Q air domestik = ∑ SR terlayani x ∑ pemakaian air tiap SR
LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -
67
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Menurut Ditjen Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum Tahun 1997 Tentang
Pemakaian Air Domestik. Besarnya kebutuhan air untuk keperluan domestik dapat dilihat
pada Tabel berikut.

Tabel IV.3. Kebutuhan Air Domestik Berdasarkan Jumlah Penduduk

KATEGORI KOTA BERDASARKAN JUMLAH


PENDUDUK (JIWA)
500.000 100.000 20.000
URAIAN > 1.000.000 s/d s/d s/d < 20.000
1.000.000 500.000 100.000
Kota Kota Kota
Kota Besar Desa
Metropolitan Sedang Kecil
1 2 3 4 5 6
1. Konsumsi Unit >150 150 - 120 90 - 120 80 - 120 60 - 80
Sambungan Rumah (SR)
(liter/org/hari)
2. Konsumsi Unit Hidran 20 - 40 20 - 40 20 - 40 20 - 40 20 - 40
(HU) (liter/org/hari)
3. Konsumsi Non Domestik          
a. Niaga Kecil (liter/org/hari) 600 - 900 600 - 900 600  
b. Niaga Besar 1.000 - 5.000 1.000 - 1.5  
(liter/org/hari) 5.000
c. Industri Besar 0.2 - 0.8 0.2 - 0.8 0.2 - 0.8  
(liter/detik/ha)
d. Pariwisata (liter/detik/ha) 0.1 - 0.3 0.1 - 0.3 0.1 - 0.3  
4. Kehilangan Air (%) 20 - 30 20 - 30 20 - 30 20 - 30 20 - 30
5. Faktor Hari Maksimum 1.15 - 1.25 1.15 - 1.25 1.15 - 1.15 - 1.15 -
1.25 1.25 1.25
*harian *harian *harian *harian *harian
6. Faktor Jam Puncak 1.75 - 2.0 1.75 - 2.0 1.75 - 2.0 1.75 1.75
*hari maks *hari maks *hari *hari *hari
maks maks maks
7. Jumlah Jiwa Per SR 5 5 5 5 5
(Jiwa)
8. Jumlah Jiwa Per HU 100 100 100 100 - 200 200
(Jiwa)
9. Sisa Tekan di Penyediaan 10 10 10 10 10
Distribusi (Meter)
10. Jam Operasi (Jam) 24 24 24 24 24
11. Volume Reservoir (% 15 - 25 15 - 25 15 - 25 15 - 25 15 - 25
Max Day Demand)
12. SR : HU 50 : 50 50 : 50 80 : 20 70 : 30 70 : 30
s/d s/d
80 : 20 80 : 20

13. Cakupan Pelayanan (%) 90 90 90 90 70


Sumber : Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1997

d. Kebutuhan air non- domestik

Menurut Dasir (2014) Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih
untuk sarana dan prasarana daerah yang teridentifikasi berdasarkan rencana tata
ruang wilayah, antara lain:

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


68
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

1) Institusi

Kebutuhan air bersih yang digunakan untuk kegiatan perkantoran, dan


fasilitas pendidikan.

2) Komersial dan industri

Kebutuhan komersial merupakan kebutuhan air bersih untuk kegiatan


pasar, restoran, perniagaan, hotel. Sedangkan kebutuhan industri adalah
kebutuhan air untuk kegiatan industri seperti bahan baku proses dan
pemanasan boiler.

3) Fasilitas umum

Kebutuhan air untuk kegiatan umum seperti fasilitas peribadatan,


rekreasi, dan terminal.

Tabel IV.4. Standar Kebutuhan Air Minum Non Domestik

No Fasilitas Kebutuhan Air Satuan


1 Sekolah 10 liter/orang/hari
2 Rumah Sakit 200 liter/bed/hari
3 Puskesmas 0,5 - 1 M3/unit/hari
4 Peribadatan 0,5 - 2 M3/unit/hari
5 Kantor 1-2 M3/unit/hari
6 Toko 1-2 M3/unit/hari
7 Rumah Makan 1 M3/unit/hari
8 Hotel/ losmen 100 - 150 M3/unit/hari
9 Pasar 6 - 12 M3/unit/hari
10 Industri 0,5 - 2 M3/unit/hari
11 Pelabuhan/ terminal 10 - 20 M3/unit/hari
12 SPBU 5 - 20 M3/unit/hari
13 Pertamanan 25 M3/unit/hari
Sumber : Pedoman/Petunjuk Teknik dan Manual Sistem Penyediaan Air Bersih Perkotaan, 2000

e. Menghitung total kebutuhan air

Total kebutuhan air merupakan jumlah dari kebutuhan air domestik dan
kebutuhan air non domestik, seperti pada rumus berikut ini:

Q air total = Q air domestik + Q air non domestik

f. Kehilangan air

Kehilangan air merupakan banyaknya air yang hilang akibat kegiatan


operasional dan pemeliharaan sarana prasarana instalasi pengolahan air.
(Tambingon, 2016). Kehilangan air juga dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain (Wardhana, 2013) :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


69
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

a) Limpahan air dari reservoir

b) Kebocoran pipa induk

c) Sambungan ilegal

d) Kerusakan dan ketidak tepatan pembacaan pada meter air pelanggan

Untuk menghitung besarnya kebocoran air yang terjadi, maka dapat dihitung
dengan cara berikut ini:

Kebocoran air = Total kebutuhan air x % kebocoran

g. Kebutuhan rata-rata harian

Selain mengetahui jumlah kebutuhan air bersih, juga perlu dihitung kebutuhan
rata-rata per hari yang merupakan total dari kebutuhan air domestik, non
domestik, dan kebocoran air.

Q rata-rata harian = Total kebutuhan air + Kebocoran air

 Fluktuasi Kebutuhan Air

Fluktuasi kebutuhan air bersih dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu,


jumlah penduduk, aktifitas penduduk, adat istiadat dan kebisaaan
penduduk, pola tata kota

Menurut Martanto (2013) Fluktuasi kebutuhan air dibagi menjadi dua,


yaitu:

1) Kebutuhan Air Harian Maksimum (Qhm)

Kebutuhan air harian maksimum adalah kebutuhan air pada


hari tertentu dalam setiap minggu, bulan, dan tahun dimana
kebutuhan airnya sangat tinggi.

Q max = Q rata-rata harian x Faktor maksimum

2) Kebutuhan Air Jam Puncak (Qjp)

Kebutuhan air jam puncak adalah kebutuhan air pada jam-


jam tertentu dalam satu hari dimana kebutuhan airnya akan
memuncak.

Q puncak = Q max x Faktor puncak

Dalam upaya pengenbangan jaringan SPAM, maka diperlukan adanya


data berupa pemakaian air per kapita per hari dan pemakaian air pada
jam-jam puncak (peak hour) serta pemakaian air terbanyak pada hari-hari

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


70
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

tertentu (maximum day), sehingga didapatkan data yang akurat di


lapangan. Data tersebut dimanfaatkan untuk mengetahui seberapa besar
pemakaian air di daerah tersebut yang akan disesuaikan dengan
persediaan air yang ada, serta dimanfaatkan sebagai penentu dimensi
pipa-pipa.

h. Unit pelayanan dengan komponen

 Sambungan Rumah (SR)

 Hidran Umum (HU)

 Hidran kebakaran

2) Sistem Penyediaan Air Minum Bukan Jaringan Perpipaan (SPAM BJP)

SPAM BJP merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari
prasarana dan sarana air minum baik bersifat individual, komunal, maupun komunal
khusus yang unit distribusinya dengan atau tanpa perpipaan terbatas dan sederhana,
dan tidak termasuk dalam SPAM.

SPAM BJP meliputi :

a) Sumur dangkal dan/atau Sumur dalam

Gambar 4.16. Ilustrasi Sumur Dangkal dan/atau Sumur Dalam

b) Penampungan Air Hujan (PAH)

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


71
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.17. Ilustrasi PAH

c) Perlindungan Mata Air (PMA)

Gambar 4.18. Ilustrasi Perlindungan Mata Air

d) Saringan Rumah Tangga (Sarut)

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


72
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.19. Ilustrasi Sarut

e) Destilator Surya Atap Kaca

Gambar 4.20. Ilustrasi Destilator Surya Atap Kaca

f) IPA sederhana

Gambar 4.21. Ilustrasi IPA Sederhana

g) Terminal Air (mobil tangki / tangki air)

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


73
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.22. Ilustrasi Terminal Air

D. Analisa Aspek Jaringan Sistem Drainase

Penyediaan jaringan drainase adalah untuk mengelola/mengendalikan air permukaan mpasan


air hujan) sehingga tidak menimbulkan masalah genangan, banjir dan kekeringan bagi
masyarakat serta bermanfaat bagi kelestarian lingkungan hidup. Yang disebut genangan adalah
terendamnya suatu kawasan lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan lebih dari 2 kali
setahun).

Komponen Drainase Lingkungan meliputi:

a. Sistem Drainase yang terbentuk

1) Sistem drainase utama adalah jaringan saluran drainase primer, sekunder, tersier beserta
bangunan pelengkapnya yang melayani kepentingan sebagian besar masyarakat.
pengelolaan/pengendalian banjir merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah kota.

2) Sistem sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu
seperti komplek, areal pasar, perkantoran, areal industri dan komersial.

Identifikasi Kondisi Eksisting Sistem Drainase

Sebagai langkah dalam tatanan berpikir penyelesaian masalah drainase, adalah


mengidentifikasikan sistem drainase yang ada saat ini (eksisting) di lokasi pekerjaan yang
dituangkan pada peta, meliputi:

Parameter-parameter yang perlu diidentifikasikan adalah sebagai berikut :

 Panjang, dimensi dan bentuk saluran

 Arah aliran

 Jenis konstruksi saluran

 Fungsi saluran

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


74
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Identifikasi dan Evaluasi Permasalahan Sistem Drainase Eksisting

Langkah kedua setelah sistem drainase eksisting teridentifikasi dan tertuang di atas peta
kerja dengan skala memadai, selanjutnya adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi
permasalahan yang ada pada sistem drainse eksisting, berdasarkan analisis data terhadap
parameter-parameter sebagai berikut :

A. Karakteristik Fisik

1. Daerah genangan

Daerah atau wilayah-wilayah yang telah terlayani sistem drainase mikro


diidentifikasi, demikian juga lokasi (titk) outfall ke saluran drainase utama
(makro). Karakteristik genangan di daerah yang telah terlayani sistem drainase
mikro diidentifikasi yang meliputi parameter luas genangan, tinggi genangan
dan lama genangan.

2. Topografi

Yang dimaksud dengan identifikasi topografi adalah melakukan investigasi


kemiringan dasar saluran dan kemiringan lahan yang merupakan daerah
terlayani (Catchment area) pada lokasi pekerjaan, serta identifikasi penampang
melintang sistem makro (saluran utama) dibeberapa titik lokasi (pada outfall
dan di sepanjang aliran yang melintasi wilayah pekerjaan.

Melakukan ivestigasi pemetaan situasi di lokasi atau daerah genangan. Hal ini
penting dilakukan sebagai dasar analisis karakterisitk genangan.

Pengukuran situasi rencana lokasi sesuai arahan pemberi pekerjaan sehingga


didapat gambaran tentang lokasi atau posisi pembangunan atau rehab drainase
dilapangan.

Pembuatan Konsep Desain

Sesuai tahapan evaluasi terhadap permasalahan sistem drainase eksisting, berikutnya


adalah melakukan rumusan tindak penanganan sistem drainase eksisting, berdasarkan
tinjauan karakteristik fisik.

Output tindak penanganan masalah sistem drainase eksisting, meliputi :

1. Rehabilitasi saluran yang ada

2. Normalisasi saluran yang ada

3. Perencanaan saluran alternatif

Pembuatan Desain

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


75
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Sebagai tindak lanjut dari perumusan konsep desain yang telah disetujui, maka tahapan
selanjutnya adalah pembuatan detail desain yang meliputi:

1. Pembuatan peta kontur kawasan dan lokasi perencanaan

2. Pembuatan Perencanaan Teknis, gambar situasi dan desain Pembangunan/Rehab


drainase dan Bangunan Pelengkap lainnya yang diperlukan.

3. Perhitungan Volume Pekerjaan dengan Actual Chek.

Data yang diperlukan dalam Rencana Drainase

Pengukuran topografi dimaksudkan untuk membuat peta situasi detail terbaru, lengkap
dan sesuai dengan kondisi kekinian lapangan sebenarnya, berikut trase dan penampang
yang diperlukan sebagai data masukan untuk penyusunan Pola Jaringan Drainase.
Pelaksanaan pekerjaan pengukuran topografi dalam pelaksanaannya melalui proses
pengambilan data, pengolahan data lapangan, perhitungan, penggambaran dan penyajian
data pada laporan.

Berdasarkan pemahaman umum proyek sebelumnya, secara garis besar pengambilan data
topografi meliputi :

1. Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal.

2. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal.

3. Pengukuran Detail Situasi.

4. Pengukuran melintang.

Data Sekunder

1. Topografi

Peta-peta dan data-data yang akan dikumpulkan dari instansi terkait antara lain :

 Peta situasi yang ada

 Peta topografi skala 1:25.000 dan 1:50.000

 Peta Kawasan Perencanaan

 Peta Lokasi genangan

 Peta Sistem drainase eksisting

2. Hidroklimatologi

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


76
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Data hujan (harian, bulanan, tahunan) 10 tahun terakhir

 Data Iklim tahun terakhir

 Sedimentasi

 Catchment Area

 Peta Lokasi pos hidrologi

 Laporan-laporan yang ada hubungannya dengan kondisi hidrologi setempat.

3. Geologi

 Peta geologi regional

 Laporan yang ada hubungannya dengan kondisi geologi setempat

Analisis Data

1. Analisis Hidrologi

Secara garis besar analisa hidrologi yang dilakukan antara lain :

 Perhitungan distribusi hujan/ hujan kawasan untuk menentukan besaran curah hujan pada
suatu kawasan.

 Penentuan curah hujan rencana dengan metode analisa frekuensi.

 Perhitungan debit rancangan.

Distribusi Curah Hujan

Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi hujan di seluruh daerah aliran sungai,
maka dipilih beberapa stasiun yang tersebar di seluruh DAS. Stasiun terpilih adalah
setasiun yang berada dalam cakupan areal DAS dan memiliki data pengukuran iklim
secara lengkap. Metode yang dapat dipakai untuk menentukan curah hujan rata-rata adalah
metode Thiessen, Arithmetik dan Peta Isohyet. Untuk keperluan pengolahan data curah
hujan menjadi data debit diperlukan data curah hujan bulanan, sedangkan untuk
mendapatkan debit banjir rancangan diperlukan analisis data dari curah hujan harian
maksimum.

a. Metode Thiessen

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


77
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Pada metode Thiessen dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan
dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Metode perhitungan dengan
membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua
stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu wilayah
poligon tertutup An. Perbandingan luas poligon untuk setiap stasiun yang besarnya An/A.
Thiessen memberi rumusan sebagai berikut:

A1 .R1  A2 .R 2  .........  An .R n
R
A1  A2  .........  An

Dimana :

R : Curah hujan daerah rata-rata

R1, R2, ..., Rn : Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan

A1, A2, ..., An : Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos curah
hujan

n : Jumlah pos curah hujan

b. Metode Arithmetik

Pada metode aritmetik dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan
dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu dengan merata-rata langsung
stasiun penakar hujan yang digunakan. Metode arithmetik memberi rumusan sbb :

R1  R 2  .........  R n
r
n

Dimana :

R : Curah hujan rata-rata daerah

R1, R2, ...Rn : Curah hujan ditiap titik pos curah hujan

n : Jumlah pos curah hujan

c. Metode Ishoyet

Menggunakan peta Ishoyet, yaitu peta dengan garis-garis lengkung yang menunjukkan
tempat kedudukan harga curah hujan yang sama. Besar curah hujan rata-rata bagi daerah
seluruhnya didapat dengan mengalikan CH rata-rata diantara kontur-kontur dengan luas

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


78
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

daerah antara kedua kontur, dijumlahkan dan kemudian dibagi luas seluruh daerah.CH
rata-rata di antara kontur biasanya diambil setengah harga dari kontur.

2. Curah Hujan Rencana Dengan Analisa Frekwensi

Analisis hidrologi untuk menentukan debit rancangan atau hujan rancangan dengan cara
statistik dianggap paling baik, karena didasarkan pada data terukur di sungai atau
stasiun hujan, yaitu catatan debit banjir atau curah hujan yang pernah terjadi. Dalam hal
ini tersirat pengertian bahwa analisis dilakukan secara langsung pada data debit atau
curah hujan, tidak melalui hubungan empiris antar beberapa parameter DAS dan hujan
seperti halnya cara empirik. Oleh karena itu sampai saat ini masih dianggap cukup
dapat diandalkan. Meskipun demikian, ketelitian hasil juga sangat dipengaruhi oleh data
yang tersedia, baik tentang kuantitas (panjang data), kualitas atau ketelitian.

Analisis statistik untuk menentukan banjir rancangan atau hujan rancangan dengan
metoda analisis frekuensi dapat dilakukan secara grafis atau menggunakan rumus
distribusi frekuensi teoritik. Cara kedua lebih umum keberlakuannya untuk kasus
dimana data yang tersedia cukup panjang dan kualitasnya memenuhi syarat untuk
analisis statistik. Berikut diuraikan beberapa rumus distribusi frekuensi yang umum
digunakan dalam analisa hidrologi, yaitu Iway Kedoya, Log Person Tipe III, dan
Gumbel.

Parameter statistik dat debit banjir maksimum tahunan yang perlu diperkirakan untuk
pemilihan distribusi yang sesuai dengan sebaran data adalah :

 Mean atau harga tengah :

 Simpangan baku :

 Koefisien variansi :

 Asimetris (skewness) :

 Kurtosis :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


79
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Keterangan : n adalah jumlah data yang dianalisa.

Berikut disajikan uraian singkat tentang sifat-sifat khas dari setiap macam distribusi
frekuensi tersebut :

a. Distribusi Iway Kedoya

Prinsip dasar dari metode iway kadoya adalah merupakan variabel X dari kurva
kemungkinan kerapatan dari curah hujan maksimum ke log X. Langkah perhitungan
yang dilakukan pertama kali adalah menentukan harga Xo :

Memperkirakan harga b

Memperkirakan harga Xo

Memperkirakan harga c

Dimana :

Xs: Harga dengan no pengamatan m dari yang terbesar

Xt : Harga dengan no pengamatan m dari yang terkecil

N : banyaknya data Tabel 11 variabel ξyang sesuai pada W (x) utama

b. Distribusi Gumbel

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


80
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Ciri khas distribusi Gumbel :

 Skewness Cs 1,396

 Kurtosis Ck = 5,402

Persamaan garis teoritik probabilitas :

dengan :

= debit banjir maksimum dengan kala ulang T tahun.

Yn = mean dari reduce variate,

Y = reduce variate,

= simpangan baku reduce variate,

n = banyak data.

Nilai Y untuk beberapa harga T (kala ulang) dapat dilihat pada Tabel berikut ini,

sedangkan harga Yn dan

Tabel IV.5. Nilai Reduce Variate (Y) untuk beberapa Nilai Kala Ulang T

Kala Ulang T (tahun) Reduce Variate Y

2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001

Sumber: Srimoerni Doelchomid,(1996)

c. Distribusi Log Person III

Sifat statistik distribusi Log Person III :

 Jika tidak menunjukan sifat-sifat seperti pada ketiga distribusi di atas.

 Garis teoritik probabilitasnya berupa garis lengkung.

Persamaan garis teoritik probabilitas :

dengan :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


81
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

= debit banjir maksimum dengan kala ulang T tahun.

KT = faktor frekuensi.

S = simpangan baku

Nilai KT untuk beberapa probabilitas distribusi Log Person III.

Untuk menetapkan distribusi terpilih sesuai dengan sebaran diatas, digunakan uji chi-
kuadrat dan uji smirnov-kolmogorov sebagai berikut.

d. Uji Chi-Kuadrat

Pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata dari data
yang dianalisis berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari
perbedaan antara nilai probabilitas setiap variat X menurut hitungan dengan pendekatan
empiris. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Dengan :

= harga chi-kuadrat

Ef = frekuensi yang diharapkan untuk kelas i

Of = frekuensi terbaca pada kelas i

K = banyaknya kelas.

Harga harus lebih kecil dari harga kritik yang dapat diambil dari table di
lampiran 5 untuk derajat nyata () tertentu dan derajat kebebasan (DK) tertentu.
Umumnya digunakan derajat nyata 5 % dan untuk distribusi chi-kuadrat, nilai DK dapat
dipakai rumus berikut :

DK =K-3

Debit Rencana

Keluaran analisis hidrologi untuk penentuan debit rancangan tergantung dari kasus yang
ditinjau. Pada perencanaan bendung irigasi atau sistem drainase areal permukiman yang
tidak terlalu luas, hasil analisis yang diinginkan berupa debit banjir maksimum (peak
discharge). Pada perencanaan tanggul sungai atau bangunan pelimpah waduk, hasil

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


82
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

analisis tidak cukup debit maksimum dari banjir rancangan, akan tetapi diperlukan pula
hidrograf banjir rancangan.

Prosedur analisis hidrologi untuk penetapan banjir rancangan tergantung dari keluaran
analisis (peak discharge atau flood hydrograph) dan ketersediaan data yang dapat
digunakan dalam proses hitungan. Mengingat kembali pengertian konsep kala ulang,
semua prosedur analisis tersebut akan selalu melalui tahap pendekatan statistik yaitu
analisis frekwensi data hujan atau data debit. Secara umum, prosedur analisis hidrologi
untuk masalah banjir rancangan dapat disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel IV.6. Tahapan Analisis Hidrologi Untuk Debit Rancangan

Kasus Output Data Tersedia Tahapan Analisis

1 Debit puncak Debit banjir maks. tahunan Analisa frekuensi data debit

2 Debit puncak Hujan harian maks. Dan Analisa frekuensi data hujan, dan
karakteristik DAS pengalihragaman hujan aliran
(Rasional Method)

3 Debit puncak Hujan jam-jaman, hidrograf banjir Analisis frekuensi data hujan dan
dan karakteristik DAS pengalihragaman hujan aliran (Unit
Hydrograph atau Rainfall-runoff
Model)

Sumber: Bahan Kuliah S2 T. Sipil UGM,( 2001)

Dengan mempertimbangkan ketersediaan data, telah di lakukan analisis penentuan hujan


rencana dengan metode Statistik Hidrologi.

Debit banjir rencana merupakan besarnya debit banjir yang direncanakan akan melewati
sungai untuk periode ulang tertentu, artinya pada jangka waktu tersebut banjir hanya terjadi
sekali. Beberapa analisis yang biasa digunakan dalam perhitungan debit banjir rencana
untuk periode ulang tertentu ini adalah (Wangsadipura, 1992)

1. Metoda Rasional

2. Metoda Haspers

3. Metoda Weduwen

Ketiga metoda tersebut digunakan dengan mengkombinasikannya dengan curah hujan


periode ulang tertentu yang diperoleh dari metode yang digunakan dalam analisis curah
hujan untuk periode ulang tertentu.

1. Metode Rasional

Tahapan analisis debit banjir rencana untuk periode ulang tertentu dengan metode
Rasional adalah sebagai berikut.

a. Menghitung intensitas hujan dengan menggunakan rumus mononobe:

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


83
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

b. Menghitung debit banjir rencana periode ulang tertentu.

Dimana:

A = Catcthment Area (Km2)

L = Panjang Sungai (Km)

∆H = Beda tinggi sungai (Km)

= Koefisien pengaliran (run-0ff coefficient)

t = Waktu konsentrasi hujan (detik)

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

Q = Debit banjir dengan kala ulang tertentu (m3/dt)

Tabel IV.7. Koefisien run-0ff terhadap kondisi permukaan

No Untuk Daerah/Permukaan C

1 Perdagangan  
  - Pusat kota terbangun penuh pertokoan 0,70 - 0,95
  - Sekeliling pusat kota 0,50 - 0,70
2 Pemukiman  
  - Keluarga tunggal 0,30 - 0,50
  - Keluarga ganda (tidak kopel)/aneka ragam 0,40 - 0,60
  - Keluarga ganda (kopel)/aneka ragam 0,60 - 0,75
  - Pinggiran kota 0,25 - 0,40
  - Apartemen 0,50 - 0,70
3 Industri  
  - Ringan 0,50 - 0,78
  - Berat 0,60 - 0,90
4 Taman, kuburan, hutan lindung 0,10 - 0,30
5 Lapangan Bermain 0,20 - 0,35
6 Pekarangan rel kereta api 0,20 - 0,40
7 Daerah tak terbangun 0,10 - 0,30
8 Jalan  
  - Aspal 0.70 – 0.95
  - Beton 0.80 – 0.95
  - Bata 0.70 – 0.85
9 Halaman parkir dan pejalan kaki/trotoar 0.75 – 0.85
10 Atap 0.75 – 0.95
11 Pekarangan dengan tanah pasir  
  - Dasar 2% 0.05 – 0.10
  - Reratan (2-7)% 0.10 – 0.15
  - Terjal 7% 0.15 – 0.20

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


84
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

No Untuk Daerah/Permukaan C

12 Pekarangan dengan tanah keras  


  - Dasar 2% 0.13 – 0.17
  - Reratan (2-7)% 0.18 – 0.22
  - Terjal 7% 0.25 – 0.35
13 Tanah gundul 0.70 – 0.80
14 Lahan galian pasir 0.05 – 0.15
sumber: Muljana Wangsadipura, Diktat Kuliah Hidrologi, 2004

2. Metoda Haspers

Tahapan analisa debit banjir rencana untuk periode ulang tertentu dengan metoda Harpers
adalah sebagai berikut :

a. Menghitung koefisien pengaliran (α).

b. Menghitung waktu konsentrasi (t).

c. Menghitung intensitas hujan.

 Untuk t < 2 jam

 Untuk 2 jam < t < 19 jam

 Untuk 19 jam < t < 30 hari

d. Menghitung koefisien reduksi

e. Menentukan debit satuan untuk periode ulang tertentu.

f. Menentukan debit banjir rencana untuk periode ulang yang diinginkan.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


85
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Dimana;

= debit banjir periode ulang tertentu (m3/dt)

= curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm)

= waktu konsentrasi (jam)

= catchment area (Km2)

= koefisien pengaliran

= intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm)

= kemiringan sungai

3. Metoda Weduwen

Tahapan analisa debit banjir dengan metoda Weduwen adalah sebagai berikut.

a. Menghitung curah hujan maksimum kedua dan sebelumnya yang akan dipakai dalam
analisa debit banjir rencana yang harus dicari dengan harga curah hujan dengan
periode 70 tahun.

 Hitung curah hujan dengan periode ulang 70 tahun.

 Hitung curah hujan dengan periode ulang T tahun.

b. Menghitung debit banjir rencana periode ulang tertentu.

 Menghitung kemiringan sungai

 Mengasumsikan waktu konsentrasi (t)

 Menghitung debit satuan (qn)

 Menghitung koefisien reduksi

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


86
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Menghitung koefisien pengaliran

 Menghitung debit banjir periode ulang tertentu

 Menghitung waktu konsentrasi

 Membandingkan waktu konsentrasi asumsi dengan yang didapat pada hitungan


sebelumnya. Jika t = t1, maka debit banjirnya adalah debit banjir hasil hitungan
dengan waktu konsentrasi sebesar t.

Dimana:

= debit banjir periode ulang tertentu (m3/dt)

= curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm)

= debit satuan (m3/km2/dt)

= waktu konsentrasi (jam)

= catchment area (Km2)

= koefisien pengaliran

= koefisien reduksi

= waktu konsentrasi hasil hitungan (jam)

= kemiringan sungai

= beda tinggi sungai (Km)

= panjang sungai (Km)

Analisis Hidrolika

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


87
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Analisis hidrolika dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas saluran terhadap debit


dengan periode ulang tertentu. Dalam kaitannya dengan pekerjaan pengendalian banjir,
analisis hidrolika digunakan untuk mengetahui profil muka air saluran, baik untuk
kondisi yang ada (existing) maupun kondisi perencanaan. Elevasi muka air banjir ini
selanjutnya digunakan sebagai dasar perencanaan bangunan air.

Ditinjau dari aspek hidrolika, untuk perencanaan saluran pada suatu penampang sungai,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain (Direktirat Jenderal Sumber daya
Air, 2004) :

 Kecepatan minimum aliran, ditentukan tidak lebih kecil dari kecepatan minimum
yang diizinkan sehingga tidak terjadi pengendapan dan tumbuhnya tanaman air
(gulma).

 Bentuk penampang saluran dipilih berupa segi empat, trapesium, lingkaran atau
kombinasinya.

 Dimensi bangunan pelengkap agar ditentukan berdasarkan kriteria perancangan


sesuai dengan tempat dan bentuk saluran.

Saluran drainase dalam hal ini termasuk kedalam jenis aliran dalam saluran terbuka.
Dalam hal ini bentuk aliran dalam perencanaan adalah aliran seragam.

Dimensi Saluran Drainase

Dimensi saluran drainase ditentukan berdasarkan debit maksimum, kemiringan saluran


dan kecepatan aliran. Saluran drainase biasanya direncanakan berbentuk saluran
terbuka dengan typical trapesium, persegi panjang maupun setengah lingkaran. Saluran
terbuka adalah saluran dimana air mengalir dengan permukaan bebas yang terbuka
terhadap tekanan atmosfir. Rumus hubungan antara debit dengan luas penampang
saluran dan kecepatan aliran adalah :

Q=VxA

Dimana :

Q = debit saluran drianse maksimum (m3/dt)

V = kecepatan aliran (m/dt)

A = luas penampang basah saluran (m2)

Rumus kecepatan aliran menurut Chezy (1769) sebagai berikut :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


88
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

V=C

Dimana :

V = kecepatan aliran (m/dt)

R = jari-jari hidrolik (m)

=A/P

A = luas penampang basah saluran (m2)

P = keliling basah saluran (m)

C = koefisien kekasaran dinding saluran

Rumus kecepatan aliran menurut Manning (1889) sebagai beriku :

V=

Dimana :

V = kecepatan aliran (m/dt)

R = jari-jari hidrolik (m)

=A/P

S = kemiringan saluran

P = keliling basah saluran (m)

n = koefisien kekasaran Manning

sehingga untuk menghitung dimensi saluran dilakukan langkah numerik terhadap


rumus berikut :

Q= .A

Dimana :

Q = debit saluran drianse maksimum (m3/dt)

R = jari-jari hidrolik (m)

=A/P

A = luas penampang basah saluran (m2)

Tabel IV.8. Tipikal Harga koefisien kekasaran Manning, n, yang sering digunakan
No. Tipe saluran dan jenis bahan Harga n
min norm mak
1. Beton

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


89
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Gorong-gorong lurus dan bebas dari kotoran 0,010 0,011 0,013


 Gorong-gorong dg lengkungan dan sedikit kotor 0,011 0,013 0,014
 Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
 Saluran pembuang bak kontrol 0,013 0,015 0,017
2. Tanah, lurus dan seragam
 Bersih baru 0,016 0,018 0,020
 Bersih telah melapuk 0,018 0,022 0,025
 Berkerikil 0,022 0,025 0,030
 Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu 0,022 0,027 0,033
3. Saluran alam
 Bersih lurus 0,025 0,030 0,033
 Bersih, berkelok-kelok 0,033 0,040 0,045
 Banyak tanaman pengganggu 0,050 0,070 0,080
 Dataran banjir berumput pendek-tinggi 0,025 0,030 0,035
 Saluran di belukar 0,035 0,050 0,070
Sumber : Chow Ven Te, Hidrolika Saluran Terbuka (Terjemahan)1989

Kecepatan minimum yang diijinkan adalah:

Vmin = 0.48 m/det

Kecepatan maksimum aliran dalam dalam saluran harus dibatasi untuk mencegah
terjadinya erosi akibat kecepatan air yang besar.

 Saluran tanah alam V = 0,70 m/dt.

 Saluran pasangan batu V = 2,00 m/dt.

 Saluran pasangan beton V = 3,00 m/dt.

Tinggi Jagaan minimum untuk saluran dengan pasangan adalah:

Tabel IV.9. Tinggi Jagaan Untuk Saluran Dengan Pasangan

Debit (m3/det) Tinggi Jagaan (m)


Q < 1,50 0,20
1,50 < Q < 5,00 0,25
5,00 < Q < 10,00 0,30
10,00 < Q < 15,00 0,40
Q < 15,00 0,50

Tabel IV.10. Tinggi Jagaan Untuk saluran tanpa pasangan

Debit (m3/det) Tinggi Jagaan ( m )


Q < 1,50 0,50
5,00 < Q < 10,00 0,75
Q < 10,00 1,00

Kemiringan Talud Saluran Tanah disesuaikan sifat tanah setempat yang umumnya
berkisar antara 1 : 1,5 sampai 1 : 3.

Penampang Trapesium

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


90
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Luas penampang melintang A, keliling basah P, saluran dengan penampang melintang


yang berbentuk trapesium dengan lebar dasar B, kedalaman aliran h, dan kemiringan
dinding 1 : m dapat dirumuskan sebagai berikut :

1 h

B mh
mh

Gambar 4.23. Penampan Melintang Saluran Berbentuk Trapesium

A = ( B + m.h ) h

P = B + 2.h

R = A / P = ( B + m.h ) h / B + 2.h

Dimana :

R = jari-jari hidrolik (m)

=A/P

A = luas penampang basah (m2)

P = keliling basah (m)

Penampang Persegi

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan
kedalaman air h, luas penampang basah A, dan keliling basah P, dapat ditulis sebagai
berikut :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


91
B
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.24. Penampan Melintang Saluran Berbentuk Persegi

A = B .h

P = B + 2.h

R = A / P = B.h / B + 2.h

Dimana :

R = jari-jari hidrolik (m)

=A/P

A = luas penampang basah (m2)

P = keliling basah (m)

E. Analisa Aspek Pengelolaan Air Limbah

Komponen Pengelolaan Air Limbah meliputi :

a. Sistem Pengelolaan Air Limbah

1) Sistem Pengelolaan Air LImbah Terpusat (SPAL-T) adalah sistem pengelolaan


air limbah sistem secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta
dibuang secara terpusat.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


92
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.25. Ilustrasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat

2) Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat (SPAL-S) adalah sistem pengelolaan


air limbah secara individual dan/atau komunal, melalui pengolahan dan
pembuangan air limbah setempat.

Gambar 4.26. Ilustrasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat

b. Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah

1) Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Terpusat

a) Sarana buangan awal menjadi tanggung jawab pemilik rumah

 Kloset leher angsa dan kamar mandi

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


93
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.27. Ilustrasi Kloset Leher Angsa

 MCK Umum

Gambar 4.28. Ilustrasi MCK Umum

b) Unit pelayanan menjadi tanggung jawab pemilik rumah

 Sambungan Rumah dan Lubang Inspeksi (Inspection Chamber)

Sambungan rumah untuk sistem skala permukiman, adalah


penyambungan dari seluruh unit penghasil air limbah rumah tangga,
baik dari kakus, tempat cuci, dan mandi dari rumah tangga ke jaringan
sistem terpusat. Titik penyambungan ada di unit yang disebut IC
(inspection chamber) sering disebut oleh masyarakat dengan sebutan
bak control luar. Pada pelaksanaannya, penyambungan rumah ini tidak
bisa menghindari pembongkaran bagian dalam rumah. Yang dapat

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


94
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

dilakukan adalah meminimalkan bongkaran dan dampaknya pada


keseluruhan bangunan dan aktifitasnya.

 Prinsip Kerja dari unit-unit yang ada:

- Air limbah mandi, cuci dan kakus dari rumah dialirkan ke luar rumah
dengan pipa menuju bak control halaman;

- Dari bak control halaman, air limbah dialirkan ke luar menuju bak
control pengumpul (IC = inspection chamber) dengan pipa persil
(pipa di halaman rumah);

- Dari IC air limbah dialirkan menuju manhole pada jalur pipa air
limbah sistem sanitasi skala permukiman.

Gambar 4.29. Ilustrasi Pemasangan Sambungan Rumah ke Sistem IPAL

c) Unit pengumpulan menjadi tanggung jawab pengembang/pemerintah

 Pipa retikulasi

 Pipa induk

 Bangunan Pelengkap

d) Unit pengolahan menjadi tanggung jawab pengembang/pemerintah, baik


IPAL Komunal ataupun IPAL Kota

 Fasilitas Utama IPAL

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


95
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Fasilitas Pendukung IPAL

 Zona Penyangga

Gambar 4.30. Ilustrasi IPAL

e) Unit pembuangan akhir menjadi tanggung jawab pengembang/pemerintah.

 Sarana pembuangan efluen

 Sarana penampungan sementara lumpur hasil pengolahan

2) Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Setempat

a) Sarana buangan awal menjadi tanggung jawab pemilik rumah

 Kloset leher angsa dan kamar mandi

 MCK Umum

b) Unit pengolahan setempat menjadi tanggung jawab pemilik rumah

 Cubluk

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


96
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.31. Ilustrasi Cubluk yang terhubung dengan kloset

 Tangki septik dengan sistem resapan

Gambar 4.32. Ilustrasi Tangki Septik

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


97
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Biofilter

Gambar 4.33. Ilustrasi Biofilter

 Unit pengolahan air limbah fabrikasi

Gambar 4.34. Ilustrasi Unit Pengolahan Limbah Fabrikasi

c) Unit pengangkutan menjadi tanggung jawab pengembang/pemerintah

 Truk tinja

Gambar 4.35. Ilustrasi Truk Tinja

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


98
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Motor roda tiga pengangkut tinja

Gambar 4.36. Ilustrasi Motor Pengangkut Tinja

d) Unit pengolahan lumpur tinja menjadi tanggung jawab


pengembang/pemerintah

 Fasilitas Utama IPLT

 Fasilitas Pendukung IPLT

 Zona Penyangga

Gambar 4.37. Ilustrasi IPLT

e) Unit pembuangan akhir menjadi tanggung jawab pengembang/pemerintah

 Sarana pembuangan efluen

 Sarana penampungan sementara lumpur hasil pengolahan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


99
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Perhitungan Teknis Perencanaan Pengelolaan Air Limbah

A. Debit Air Limbah

Air Limbah Rumah Tangga

Perhitungan debit air limbah didasarkan pada jumlah pemakaian air minum. Volume
air limbah adalah 80% volume air minum. Perhitungan untuk pemakaian air minum
penduduk sebaiknya menggunakan data primer. Apabila data primer tidak ada, data
sekunder yang biasa digunakan adalah data pemakaian air PDAM untuk rumah yang
hanya penggunakan PDAM sebagai satu satunya sumber air minum. Untuk
pendekatan secara umum, berdasarkan berdasarkan SK-SNI dari kementrian PU
kriteria pemakaian air minum untuk katagori kota telah dikelompokan menjadi
sebagai berikut.

Tabel IV.11. Tingkat Pemakaian Air Minum Rumah Tangga Berdasarkan Kategori Kota

No Kategori Kota Jumlah Tingkat Pemakaian Debit Air


Penduduk Air Minum Limbah
(x 1.000 orang) (ltr/orang/hari) (ltr/orang/hari)
1 Kota Metropolitan >1.000 190 152
2 Kota Besar 500 – 1.000 170 136
3 Kota Sedang 100 – 500 150 120
4 Kota Kecil 20 – 100 130 104
5 Kota Kecamatan 3 – 20 100 80
6 Kota Pusat Pertumbuhan <3 30 24
Sumber Data : SK-SNI Air Minum, 2000 *Digunakan asumsi debit air limbah = 80% debit pemakaian air minum

Air Limbah Domestik Non Rumah Tangga

Air limbah non rumah tangga yang masuk katagori domestik dan bisa diolah
bersama dengan air limbah rumah tangga.

Tabel IV.12. Tingkat Pemakaian Air Minum Non Rumah Tangga

Debit Air
Tingkat
Limbah
No Domestik Non Rumah Tangga Pemakaian Satuan
(ltr/equivalen
Air
orang/hari)
1 Sekolah 10 Liter/murid/hari 8
2 Rumah Sakit 200 Liter/bed/hari 160
3 Puskesmas (tidak rawat inap) 2.000 Liter/hari 1.600
4 Masjid 3.000 Liter/hari 2.400
5 Kantor 10 Liter/karyawan/hari 8
6 Pasar 12.000 Liter/hektar/hari 9.600
7 Hotel/Losmen 150 Liter/bed/hari 120
8 Rumah Makan 100 Liter/kursi/hari 80
9 Komplek Militer 60 Liter/orang/hari 48
Sumber Data : SK-SNI Air Minum, 2000
*Digunakan asumsi debit air limbah = 80% debit pemakaian air minum

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


100
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Kriteria untuk inlfiltrasi Air Hujan

Air hujan tidak diperkenankan untuk dibuang ke sistem perpipaan air limbah.
Infiltrasi air hujan terhadap sistem perpipaan air limbah mempunyai toleransi 5%
total debit air limbah.

Infiltrasi ini bisa terjadi akibat:

 Tutup manhole dan bak control yang tidak rapat

 Masuknya air hujan dari fasilitas air limbah rumah tangga

B. Diameter Pipa Air Limbah

Sistem Perpipaan pada pengaliran air limbah komunal berfungsi untuk membawa air
limbah dari beberapa rumah ketempat pengolahan agar limbah agar tidak terjadi
pencemaran pada lingkungan sekitarnya.

Syarat-syarat pengaliran air limbah yang harus diperhatikan, dalam perencanaan


jaringan saluran air limbah adalah :

a. Pengaliran secara gravitasi

b. Batasan kecepatan minimum dan maksimum harus diperhatikan.

Kecepatan minimum untuk memungkinkan terjadinya proses selfcleansing,


sehingga bahan padat yang terdapat didalam saluran tidak mengendap di dasar
pipa, agar tidak mengakibatkan penyumbatan, sedangkan kecepatan
maksimum mencegah pengikisan pipa oleh bahan-bahan padat yang terdapat
didalam saluran.

c. Jarak antara bak kontrol pada perpipaan mengurangi akumulasi gas dan
memudahkan pemeliharaan saluran.

Melihat fungsi perpipaan penyaluran air limbah buangan dibedakan atas :

Pipa persil, pipa servis, pipa lateral/pipa cabang dan pipa induk dengan keterangan
sebagai berikut :

3. Pipa persil, yaitu pipa saluran yang umumnya terletak didalam


pekarangan rumah dan langsung menerima air buangan dari dapur atau
kamar mandi/wc.

4. Pipa servis yaitu pipa saluran yang menampung air buangan dari pipa-
pipa persil dan terletak dijalan didepan rumah.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


101
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

5. Pipa lateral, yaitu pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-
pipa servis.

6. Pipa induk pipa air buangan yang menerima air buangan dari pipa
lateral.

Pipa ini langsung terhubung ke instalasi pengolahan air limbah.

Untuk diameter pipa yang digunakan pada sistem perpipaan air limbah domestik,
secara umum adalah sebagai berikut:

Tabel IV.13. Diameter Perpipaan Air Limbah Domestik

Kategori Pipa Air Kemiringan Pipa Diameter Pipa


Keterangan
Limbah % (cm/m) (mm)
Pipa dari kloset 2 100 Pipa untuk menyalurkan air
limbah dari kloset sampai bak
control rumah
Pipa dari kamar 2 50 Pipa untuk menyalurkan air
mandi dan dapur limbah dari fasilitas mandi-
cuci sampai bak control
rumah
Pipa persil (Pipa 2 100 Pipa untuk menyalurkan air
halaman) limbah dari bak control
rumah sampai bak control
utama (IC) air limbah atau IC
pipa lateral
Pipa lateral 2 100 Pipa untuk menyalurkan air
limbah dari bak control
utama ke pipa utama (Cabang
atau induk)
Pipa utama 1-2 Tergantung pada jumlah
(cabang/ induk) sambungan
< 80 rumah 100
80 – 150 rumah 150
150 – 300 rumah 200
Sumber Data : SK-SNI Air Minum, 2000
*Digunakan asumsi debit air limbah = 80% debit pemakaian air minum

Gambar 4.38. Ilustrasi Perpipaan Retikulasi

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


102
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

C. Luas Lahan IPAL

Untuk luas lahan IPAL yang dibutuhkan pada sistem pengolahan air limbah
domestic (anaerob) tergantung pada jumlah rumah fasilitas domestik lain yang
dilayaninya, secara umum adalah:

Tabel IV.14. Kebutuhan Lahan IPAL

Jumlah Rumah dan Volume Kedalaman


Luas IPAL
Fasilitas lain yang dilayani IPAL IPAL Keterangan
Equivalen SR M3 M M2
50 45 3 20 Sudah termasuk tebal
100 90 3 40 dinding dan freeboard
150 135 3 59
200 180 3 79
Sumber : Buku 3 Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Kementrian PUPR Tahun 2016

Tabel di atas adalah pendekatan untuk memperkirakan kebutuhan unit


pengolahanlimbah domestik dengan proses anaerob skala permukiman. Apabila
ingin memperkirakan kebutuhan lahan untuk skala yang lebih besar, pada prinsipnya
tergantung waktu detensi yang diterapkan, dan hal ini tergantung pilihan
teknologinya.

D. Pilihan Teknologi IPAL

Teknologi IPAL secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu anaerob, aerob, dan
campuran. Pada prinsipnya pengolahan limbah anaerob dan aerob terletak pada
kehadiran oksigen untuk metabolism mikroorganisme (bakteri). Pada proses aerob,
kehadiran oksigen diperlukan sedangkan pada proses anaerob tidak diperlukan.

Sistem Pengolahan Aerobic

- Pengolahan aerobic adalah pengolahan yang menggunakan


mikroorganisme yang hidup dalam kondisi aerobic atau kondisi yang
memerlukan keberadaan oksigen bebas (O2).

- Pengolahan aerobic biasanya digunakan untuk pengolahan limbah dengan


beban organic yang tidak terlalu besar.

- Unit pengolahan aerobic yang biasa digunakan adalah:

 Aerobic Pond Tipe Fakultatif

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Memerlukan aerator  Power yang  Membutuhkan


untuk proses pengadukan diperlukan cukup lahan yang luas,
tapi kebutuhan tenaganya rendah. tapi tidak seluas
tidak sebesar kolam

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


103
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

aerasi. kolam stabilisasi.


 Pertumbuhan bakterinya  Perlu melakukan
yaitu Suspended Growth pengurasan lumpur
Sistem secara berkala.
 Pada lapisan atas terjadi
proses dekomposisi
aerobic dan pada bagian
lapisan bawah kolam
terjadi dekomposisi
proses anaerobic
 Konsentrasi solid (30-
150) mg/L
 Waktu detensi (td) yaitu
(3-6) hari
 Kedalaman kolam (3-5)
m
 Efisiensi BOD removal
sebesar (75-90)%
 Kebutuhan lahan (0,15-
0,45) m2/kapita
 Kebutuhan oksigen
sebesar (0,75-0,97)
kWh/1000 orang atau
(0,75-1,12)
kWh/1000 m3/kolam

 Activated Sludge Process (ASP)

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Pertumbuhan bakterinya  Daya larut oksigen  Memerlukan lahan


yaitu Suspended Growth dalam air limbah yang luas
Sistem dengan recycle lebih besar
lumpur. daripada kolam  Proses
aerasi operasionalnya
 ASP konvensional jenis rumit (memerlukan
alirannya plug flow.  Efisiensi proses pengawasan yang
tinggi cukup ketat seperti
 Sesuai untuk pengolahan kondisi suhu dan
air limbah dengan debit  Menggunakan mix bulking control
kecil untuk polutan mikroorganisme proses)
organik yang sudah sehingga lebih
terdegradasi. mudah  Membutuhkan
diaplikasikan energi yang besar,
 Biasanya digunakan sehingga biayanya
untuk pengolahan aerobic  Maintenance dapat juga besar
secara langsung
 Proses bervariasi karena dapat  Membutuhkan
termasuk nitrifikasi dan terlihat secara operator untuk
kombinasi dengan reaktor visual (warna air mengatur jumlah
removal nutrient. limbah). massa mikroba
dalam reaktor
 Membutuhkan
penanganan
lumpur lebih
lanjut.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


104
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Aerated Lagoon

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Menggunakan peralatan  Biaya pemeliharaan  Membutuhkan


aerator mekanik berupa rendah lahan yang luas
surface aerator untuk
membantu mekanisasi  Effluent yang  Membutuhkan
supply oksigen larut dihasilkan baik energi yang besar
dalam air; jika kolam aerasi
 Biaya instalasi awal dilengkapi dengan
 Pertumbuhan bakterinya rendah aerator
yaitu Suspended Growth  Tidak
Sistem menimbulkan bau

 Oxidation Ditch.

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Biasanya digunakan  Efisiensi removal  Membutuhkan


untuk proses pemurnian organic cukup lahan yang luas
air limbah setelah tinggi
mengalami proses  Konsentrasi TSS
pendahuluan  Biaya O&M rendah pada effluent
masih tergolong
 Pertumbuhan bakterinya  Menghasilkan tinggi jika
yaitu Suspended Growth lumpur yang lebih dibandingkan
Sistem sedikit daripada dengan ASP
proses biologis
 Pada prinsipnya OD lainnya
adalah extended aeration
yang dikembangkan
berdasarkan saluran
sirkular dengan
kedalaman (11,5) m
 Terdapat rotor di beberap
tempat untuk tujuan
aerasi

Sistem Pengolahan Anaerobic

- Pengolahan anaerobic merupakan suatu proses pengolahan yang tidak


memerlukan oksigen dalam menguraikan bahan pencemar organiknya.
Keberadaan oksigen justru menjadi racun bagi mikroorganisme anaerobic
pengurainya.

- Pengolahan anaerobic digunakan untuk mengolah air limbah dengan beban


organik yang tinggi.

- Pengolahan ini menggunakan bakteri yang hidup dalam kondisi anaerob


yaitu bakteri hidrolisa, bakteri acetogenik, dan metanogenik.

- Pengolahan anaerobic yang umum digunakan adalah

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


105
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Anaerobic Filter

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Dilengkapi filter media  Tahan terhadap  Membutuhkan


untuk tempat shock loading pencucian media
berkembangnya koloni secara berkala
bakteri membentuk film  Tidak memerlukan
(lendir) akibat fermentasi energi listrik  Effluentnya
oleh enzim bakteri membutuhkan
 Biaya operasional pengolahan
terhadap bahan organik dan perawatan
yang ada didalam limbah tambahan
tidak terlalu mahal
 Media yang digunakan  Efisiensi reduksi
 Efisiensi BOD dan bakteri pathogen
bisa dari kerikil, bola- TSS tinggi
bola plastik atau tutup dan nutrient rendah
botol pelasik dengan  Membutuhkan start
diameter antara 5 cm s/d up yang lama
15 cm
 Aliran dapat dilakukan
dari atas atau dari bawah

 Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Membutuhkan pelengkap  Efisiensi removal  Membutuhkan start


unit sistem buffer untuk organiknya tinggi up yang lama
penampungan sementara
fluktuasi debit yang  Menghasilkan gas  Memerlukan
masuk sebelum yang dapat operator untuk
didistribusikan ke tangki digunakan sebagai mengatur aliran di
UASB sumber energi dalam reaktor
biogas
 UASB biasanya dipakai
pada konsentrasi BOD di
atas 1000 mg/l, yang
umumnya digunakan oleh
industri dengan beban
organik tinggi. Jika beban
organik rendah akan sulit
terbentuk sludge blanket

 kolam Anaerobik

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Kolam ini dibuat dengan  Biaya yang  Reduksi bakteri


mengatur kedalaman dibutuhkan sedikit pathogen dan
kolam agar terjadi proses dari segi nutrient rendah
anaerobic, kedalamannya operasional karena
sekitar (2-5) m. tidak menggunakan  Effluentnya masih
membutuhkan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


106
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Organik loading untuk energi listrik pengolahan


kawasan tropis sekitar tambahan
 Efisiensi removal
(300-350) g BOD/m3.hari
yang cukup baik  Membutuhkan
 Jika dinding dan dasar pretreatment untuk
pada kolam anaerobik mencegah
tidak menggunakan terjadinya clogging
pasangan batu, maka
kolam tersebut harus
dilapisi tanah kedap air
(tanah liat + pasir 30%)
setebal 30 cm atau diberi
lapisan geomembran
untuk menghidari air dari
kolam meresap kedalam
tanah dan beresiko
mencemari air tanah
sekitarnya

 Anaerobic Baffled Reactor (ABR).

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Pengolahan suspended  Biaya yang  Reduksi bakteri


growth yang dibutuhkan sedikit pathogen dan
memanfaatkan sekat dari segi nutrient rendah
(baffle) dalam operasional karena
pengadukan yang tidak menggunakan  Effluentnya masih
bertujuan agar terjadi energi listrik membutuhkan
kontak antara air limbah pengolahan
dengan biomassa.  Efisiensi removal tambahan
yang cukup baik
 ABR mengolah air  Membutuhkan
limbah dengan Organic pretreatment untuk
Loading Rate (OLR) mencegah
sebesar (1,2-1,5) g terjadinya clogging
COD/L.hari dan pada
temperatur mesophilic
(23-31°C)

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


107
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.39. Ilustrasi Anaerobic Baffled Reactor (ABR)

Sistem Pengolahan Gabungan

- Pengolahan gabungan adalah pengolahan yang menggabungkan antara


beberapa proses, baik gabungan aerobic dan anaerobic, gabungan sistem
tersuspensi dan sistem melekat, maupun gabungan dengan menggunakan
tambahan membran atau biofilm.

- Contoh pengolahan gabungan adalah

 Rotating Biological Contactor (RBC)

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Pertumbuhan bakterinya  Kebutuhan lahan  Biaya capital dan


yaitu Attached Growth yang sedikit pemasangan RBC
Sistem. lebih mahal
 Tahan terhadap daripada ASP/
 Menggunakan media beban kejut (shock debit/ kualitas air
berupa piringan fiber/ loading) organis limbah yang setara
HDPE yang berada 40% dan hidrolis
di dalam air dan disusun  Kalau oksigen
secara vertikal pada as  Peluruhan terlarutnya rendah
rotor horizontal. biomassa lebih dan terdapat
aktif sulfide di dalam air
 Piringan diputar dengan limbahnya, maka
kecepatan (3-6) rpm  Kebutuhan energi
listrik lebih rendah bakteri
sehingga memberi pengganggu seperti
kesempatan secara  Kualitas effluent Beggiatoa akan
bergantian bagian-bagian tinggi tumbuh di media
dari luas permukaan RBC
piringan menerima  Mampu mengolah
oksigen dari udara luar. air limbah yang  Biaya investasi
mengandung akan lebih mahal
 Pemutaran media selain senyawa beracun apabila debit
berfungsi untuk supplai seperti besi, olahannya besar
oksigen pada bakteri sianida, selenium,
yang melekat pada dan lain-lain
piringan juga berfungsi
untuk membersihkan
lendir yang berlebihan
pada piringan sehingga
tidak akan terjadi
clogging
 Biasanya digunakan
untuk skala modul
(1.000-10.000) jiwa ,
sehingga RBC lebih
cocok untuk debit kecil.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


108
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.40. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Limbah dengan RBC

 Biofilter

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Terdapat 2 bak kontaktor  Dapat menurunkan  Membutuhkan


yaitu bak kontaktor zat organik, pencucian media
anaerob dan bak ammonia, deterjen, secara berkala
kontaktor aerob phospat, TSS dan
lain-lain.  Membutuhkan
 Proses yang terjadi dalam tenaga cukup besar
biofilter ada proses untuk proses aerasi
anaero, aerob, anoxic di bak kontaktor
aerob.
 Di dalam bak kontaktor
anaerob terdapat diisi
dengan media dari bahan
plastic tipe sarang tawon
 Tangki biofilter terbuat
dari bahan kedap air dan
tahan korosi
 Jumlah bak kontaktor
anaerob terdiri dari dua
buah ruangan
 Media kontaktor terdiri
dari minimal 3
kompartemen.
 Di dalam bak kontaktor
aerob diisi dengan medua
dan bahan plastic tipe
sarang tawon sambil
diaerasi.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


109
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.41. Tipikal Unit Pengolahan Biofilter Anaerob-Aerob

 Membran Bioreactor (MBR)

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Sistem pengolahan  Tidak memerlukan  Biaya investasi dan


menggunakan membran clarifier sehingga perawatan
dapat menghemat tinggiuntuk
 Proses pengolahannya penggunaan lahan. membeli membran
hampir sama dengan
ASP, hanya bedanya  Pembuangan  Maintenance harus
pemisahan solid di MBR lumpur dapat rutin dengan
menggunakan membrane dilakukan langsung pergantian/
dari dalam reaktor pencucian
 Terdiri dari 1 bak yang membran.
berfungsi untuk proses  Kualitas effluent
biologis dan filtrasi hasil pengolahan
yang tinngi
 Kemampuan proses ini sehingga hasil
sangat tergantung dari olahannya dapar
modul filter yang digunakan kembali
digunakan

 Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR).

Karakteristik Keunggulan Kelemahan

 Menggunakan beribu biofilm  Tidak  Perlu melakukan


dari polyethylene yang mengeluarkan penggantian media
tercampur dalam reaktor biaya yang besar yang telah jenuh
yang diaerasi terus-menerus secara rutin.
 Perawatannya
 Luas permukaan media besar mudah karena tidak
untuk tempat bertumbuhnya perlu melakukan
bakteri pengembalian
lumpur dan
 Pertumbuhan bakterinya mengatur F/M ratio
yaitu Attached Growth
Sistem  Efisiensi
pengolahan BOD
 Tidak membutuhkan dan nitrifikasinya
pengembalian lumpur dan tinggi
tidak perlu mengatur F/M
ratio dalam reaktor  Tidak memerlukan
lahan yang luas
 Cocok untuk permasalahan
nitrifikasi

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


110
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

F. Analisa Aspek Pengelolaan Persampahan

Sampah dapat diartikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses
alam yang berbentuk padat (UU No. 18 tahun 2008). Sedangkan pengertian lain
menurut SNI 19-2454-2002, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari
bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.

Sampah yang tidak terkelola akan menyebabkan terjadinya timbulan sampah. Definisi
Timbulan sampah menurut SNI 19-2454-2002 adalah banyaknya sampah yang timbul
dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas
bangunan, atau perpanjang jalan.

Sampah memiliki berbagai macam komposisi yang secara umum dibagi menjadi
organic dan anorganik. Berdasarkan Darmasetiawan (2004), komposisi fisik sampah
mencakup prosentase dari komponen pembentuk sampah yang secara fisik dapat
dibedakan antara sampah organik; kertas; plastik; logam; dan lain-lain. Komposisi
sampah dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan
kelayakan pengolahan sampah khususnya daur ulang dan pembuatan kompos serta
kemungkinan penggunaan gas landfill sebagai energi alternatif.

Maka dari itu sampah yang ada perlu dikelola agar tidak mencemari lingkungan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008, pengelolaan
sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Adapun tujuan pengelolaan sampah
berdasarkan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 adalah untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah
sebagai sumber daya.

Berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara Pengelolaan Sampah Perkotaan,


timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan

volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan.

Adapun tujuan dari penghitungan timbulan dan komposisi sampah adalah untuk
merencanakan proses 3R/daur ulang/pengurangan sampah. Rata-rata timbulan sampah
biasanya akan bervariasi dari hari ke hari, antara satu daerah dengan daerah lainnya,
antara satu negara dengan negara lain.

Penghitungan Potensi Timbulan Sampah di Kawasan Permukiman :

1. Berdasarkan standar yang berlaku tentang spesifikasi timbulan sampah;

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


111
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

2. Data-data hasil kajian dan komparasi terhadap TPS 3R yang sudah operasional;

3. Hasil kajian lapangan;

4. Penghitungan timbulan sampah berdasarkan teknik pengambilan sampah


berdasarkan standar yang berlaku;

5. Penghitungan komposisi sampah merencanakan proses 3R/daur


ulang/pengurangan sampah.

Tabel IV.15. Timbulan Sampah Kota

No Klasifikasi Kota Jumlah Penduduk Timbulan Timbulan


(Jiwa) Sampah (l/o/h) Sampah (kg/o/h)
1 Metropolitan 1.000.000 - 2.500.000
2 Besar 500.000 - 1.000.000
3 Sedang 100.000 - 500.000 2,75 - 3,25 0,70 - 0,80
4 Kecil < 100.000 2,5 - 2,75 0,625 - 0,70
Sumber Data : SNI 19-3964-1994 & SNI 19-3983-1995

Tabel IV.16. Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen-Komponen Sumber


Timbulan

No Komponen Sumber Sampah Satuan Volume (liter) Berat (kg)


1 Rumah Permanen Per org/hr 2,25 - 2,50 0,35 - 0,40
2 Rumah Semi Permanen Per org/hr 2,00 - 2,25 0,30 - 0,35
3 Rumah Non Permenen Per org/hr 1,75 - 2,00 0,25 - 0,30
4 Kantor Per peg/hr 0,50 - 0,75 0,025 - 0,10
5 Toko/Ruko Per petg/hr 2,50 - 3,00 0,15 - 0,35
6 Sekolah Per mrd/hr 0,10 - 0,15 0,01 - 0,02
7 Jalan Arteri Per mtr/hr 0,10 - 0,15 0,02 - 0,10
8 Jalan Kolektor Per mtr/hr 0,10 - 0,15 0,10 - 0,05
9 Jalan Lokal Per mtr/hr 0,50 - 0,10 0,005 - 0,025
10 Pasar Per mtr/hr 0,20 - 0,60 0,10 - 0,30
Sumber Data : SNI 19-3983-1995

Komponen dari pengelolaan persampahan meliputi:

a. Sistem Pengolahan Sampah yang saling terintegrasi

1) Pemilahan

Sistem pemilahan adalah kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling


sedikit 5 (lima) jenis sampah yang terdiri atas:

 sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah


bahan berbahaya dan beracun;

 sampah yang mudah terurai;

 sampah yang dapat digunakan kembali;

 sampah yang dapat didaur ulang;

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


112
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 sampah lainnya.

2) Pengumpulan

Sistem pengumpulan adalah kegiatan mengambil dan memindahkan sampah


dari sumber sampah ke TPS atau TPS 3R.

3) Pengangkutan

Sistem pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari sumber atau TPS
menuju TPST atau TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor atau tidak
bermotor yang didesain untuk mengangkut sampah.

4) Pengolahan

Sistem pengolahan adalah kegiatan mengubah karakteristik, komposisi,


dan/atau jumlah sampah.

5) Pemrosesan Akhir

Sistem pemrosesan akhir adalah kegiatan mengembalikan sampah dan/atau


residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Gambar 4.42. Ilustrasi Sistem Persampahan

b. Prasarana dan Sarana Pengolahan Sampah

1) Sarana Pemilahan

a) Kantong Sampah

b) Bak Sampah

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


113
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.43. Ilustrasi Bak Sampah

c) Kontainer Sampah

Gambar 4.44. Ilustrasi Kontainer Sampah

2) Sarana dan Prasarana Pengumpulan

a) Gerobak Sampah

Gambar 4.45. Ilustrasi Gerobak Sampah

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


114
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

b) Motor Sampah

Gambar 4.46. Ilustrasi Motor Pengangkut Sampah

c) Mobil Bak Sampah

Gambar 4.47. Ilustrasi Mobil Bak Sampah

d) Perahu/Sampan Sampah

Gambar 4.48. Ilustrasi Perahu Pengangkut Sampah

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


115
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

e) Tempat Pembuangan Sementara (TPS)

Gambar 4.49. Ilustrasi TPS

3) Sarana Pengangkutan

a) Dump Truck

Gambar 4.50. Ilustrasi Dump Truck

b) Armroll Truck

Gambar 4.51. Ilustrasi Armroll Truck

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


116
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

c) Compactor Truck

Gambar 4.52. Ilustrasi Compactor Truck

d) Trailer Truck

Gambar 4.53. Ilustrasi Trailer Truck

4) Sarana Pengolahan

a) Tempat Pengolahan Sampah dengan Prinsip 3R (TPS 3R)

TPS 3R berkapasitas 200-400 KK, dengan luas minimal 200 m2. terdiri dari
gapura yang memuat logo Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, bangunan (hanggar) beratap,
kantor, unit pencurahan sampah tercampur, unit pemilahan sampah
tercampur, unit pengolahan sampah organik (termasuk mesin pencacah
sampah organik), unit pengolahan/penampungan sampah anorganik/daur
ulang, unit pengolahan/penampungan sampah residu, gudang/container
penyimpanan kompos padat/cair/gas bio/sampah daur ulang/sampah residu,
gerobak/motor pengumpul sampah.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


117
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.54. Ilustrasi Ruang Dalam TPS 3R

b) Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)

Gambar 4.55. Ilustrasi Ruang Dalam TPST

c) Stasiun Peralihan Antara (SPA) jika lokasi TPA jauhnya lebih dari 25 km
dari pusat permukiman

Gambar 4.56. Ilustrasi Kebutuhan Ruang pada SPA

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


118
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

5) Sarana Pemrosesan Akhir, yaitu TPA dengan sistem Sanitary Landfill,


Controlled Landfill, dan TPA dengan menggunakan teknologi ramah
lingkungan.

Gambar 4.57. Ilustrasi TPA Sanitary Landfill

G. Analisa Aspek Proteksi Kebakaran

Analisa ini digunakan untuk menentukan jumlah dan bentuk dari sarana dan prasarana
proteksi kebakaran yang terdapat di Kawasan Perencanaan. Adapun Bentuk analisa serta
rumusan analisa Aspek Kondisi Bangunan ini disesuaikan dengan persyaratan Teknis adalah

1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008 tentang Penyusunan


Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan


Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman


Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan

Adapun yang menjadi acuan berdasarkan peraturan perundang- undangan ini adalah sebagai
berikut :

1. Analisa Tingkat Resiko Kebakaran

Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat risiko kebakaran di Kawasan


Perencanaan berdasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kebakaran. Faktor-
faktor ini akan digunakan dalam analisis menggunakan sistem informasi geografis (SIG)
sehingga diperlukan indikator-indikator yang dapat diterapkan dalam SIG. Indikator ini
diperoleh dari kajian mengenai faktor-faktor risiko kebakaran. Untuk indikator yang

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


119
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

bersifat kuantitaif terukur maka selanjutnya harus ditentukan nilai baku sebagai interval
klasifikasi. Klasifikasi wilayah rentan bencana kebakaran permukiman dibagi menjadi 3
kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Adapun klasifikasi untuk masing- masing
indicator adalah :

Tabel IV.17. Klasifikasi Wilayah Rentan Bencana

Kerentanan Kebakaran Permukiman


Parameter
Rendah Sedang Tinggi
Kualitas Bangunan <5% 5 – 15 % >15%
Kepadatan Bangunan <32 Unit/Ha 32-57 Unit/Ha >57 Unit/Ha
Kerapatan jaringan jalan >105 m/Ha 75 – 105 m/Ha <75 m/Ha

Sumber: Miadinar, 2009; Sujatmiko, 2012

Sedangkan untuk menentukan apakah wilayah termasuk ke dalam wilayah rentan bencana
kebakaran menggunakan metode pembobotan sebagai berikut:

Tabel IV.18. Pembobotan Wilayah Rentan Bencana

KLASIFIKASI
Variabel
Tingkat Bobot Tingkat Bobot Tingkat Bobot
Kualitas Bangunan Rendah 3 Sedang 2 Tinggi 1
Kepadatan Bangunan Rendah 1 Sedang 2 Tinggi 3
Kerapatan Jaringan Jalan Rendah 3 Sedang 2 Tinggi 1
Sumber: Miadinar, 2009; Sujatmiko, 2012

Dengan Rumus Penentuan Tingkat Resiko Kebakaran adalah sebagai berikut :

Ket : RB = Risiko Bencana


H = Hazard/Bahaya
V = Vulnerability/Kerentanan
C = Capacity/Kapasitas

2. Analisa Prasarana Proteksi Kebakaran

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang


Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan, yang menjadi sarana dasar
dalam Rencana Penanggulangan Kebakaran Lingkungan adalah sebagai berikut :

a. Pasokan air. Untuk keperluan pemadaman kebakaran, pasokan air diperoleh dari
sumber alam (kolam air, danau, sungai, sumur dalam) maupun buatan (tangki
air, kolam renang, reservoir air, mobil tangki air dan hidran).

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


120
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

b. Jalan lingkungan. Jalan lingkungan dengan lebar jalan minimum 3,5 meter,
yang pada saat terjadi kebakaran harus bebas dari segala hambatan apapun yang
dapat mempersulit masuk keluarnya mobil pemadam kebakaran.

c. Sarana Komunikasi. Terdiri dari telepon umum dan alat-alat lain yang dapat
dipakai untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran kepada Instansi Pemadam
Kebakaran.

d. Data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang terletak didalam ruang
kendali utama dalam bangunan gedung yang terpisah dan mudah diakses.

e. Fasos/Fasum yang dialokasikan untuk bangunan pos kebakaran dengan luas


tanah minimal 900 m2 dan luas bangunan minimal 400 m2.

3. Analisa Prasarana Proteksi Kebakaran

Adapun bentuk sarana pendukung dalam system proteksi kebakaran lingkungan


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis
Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan adalah sebagai berikut

a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR). APAR yang tersedia pada Pos Kebakaran
Lingkungan minimal 10 (sepuluh) buah dengan isi bersih 10 (sepuluh) kg untuk
setiap buahnya.

b. Mobil pompa.

c. Mobil tangga sesuai kebutuhan.

d. Peralatan pendukung lainnya seperti alat perlindungan diri.

Gambar 4.58. Contoh Desain Trailer Fire Pump Skala Lingkungan

Gambar 4.59. Contoh Desain Trailer Fire Pump Dengan Penambahan Penggerak Sepeda Motor
Skala Lingkungan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


121
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.60. Contoh Ilustrasi APAR Skala Lingkungan

4.2.3.2 Metoda Analisis Pengembangan Kawasan


Analisa pengembangan kawasan adalah metode analisa yang digunakan untuk merubah atau
membentuk wajah baru kawasan perencanaan. Metoda Analisa Penataan Kawasan Kumuh
Berbasis Wisata.

Pembentukan kawasan ekowisata bertujuan untuk mengembangkan dan memajukan


kawasan yang berdasarkan pada konsep lingkungan. Istilah ekowisata dapat dimaknai
sebagai proses perjalanan seorang turis ke tempat terpencil dengan tujuan utamanya adalah
untuk menikmati dan mempelajari segala hal mengenai alam, bidaya beserta sejarah
susatu daerah dimana proses/kegiatan wisatanya bisa membantu ekonomi lokal dan
mendukung kelestariaan alam. (Depbudpar, 2009). Berikut ini adalah beberapa aspek
penting dalam pengembangan ekowisata. (a). Jumlah pengunjung terbatas atau diatur
agar selaras dengan pendukung yang ada (b). Wisata yang ramah lingkungan (nilai
konservsi) (c). Pola wisata yang ramah budaya serta adat istiadat setempat (nilai wsata dan
edukasi (d). Membantu perekonomian secara langsung bagi masyarakat lokal (Nilai
ekonomi) €. Modal pertama yang dbutuhkan untuk infrastruktur kecil (Nilai ekonomi dan
partisipasi masyarakat)

Salah satu contoh dalam penanganan kawasan kumuh dengan dengan berbasis wisata adalah
penanganan kawasan kumuh kali cole di Kota Yogyakarta dimana berbagai desain arsitektur
kawasan yang mengusung Tema “Kawasan Ekowisata Kali Cole yang Ramah Lingkungan”.
Proses pembentukan wisata yang ramah lingkungan dilakukan dengan proses revitalisasi
yakni dengan usaha memvitalkan kembali kawasan kumuh yang ada di kali code. Kawasan
kumuh yang semulanya jarang diperhatikan kemudian di jadikan objek utama perbaikan
menjadi lingkungan yang lebih bersih dan rapi serta dapat dijadkan objek wisata yaang
memberikan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat dari segi ekonomi, sosial dan
budaya. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam penataan lingkungan berbasis

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


122
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

ekowisata di sungai code dilakukan kedalam dua aspek dasar yakni Pembentukan
kawasan wisata pedestrian dan penataan lingkungan arsitektural dengan beberapa program
sebagai berikut.

1. Pembentukan Kawasan Pedestrian Kawasan Pedestrian / kawasan pejalan kaki


dibuat sebagai upaya untuk menark wisatawan terutama pejalan kaki. Salah satu
kawasan pedestrian yang ada di Kali Code adalah Pedestrian Code Gumreget yang
berada di kampung Gemblakan Bawah, Kelurahan Suryatmajan. Pedestrian Code
Gumreget diresmikan oleh pemerintah Kota Yogyakarta pada awal tahun 2017.
Pembentukan kawasan Pedestrian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai kawasan
wisata bagi pejalan kaki yang bersih dan ramah lingkungan. (Nirmalasari, 2015)
Konsep yang menjadi pegangan masyarakat dalam melakukan penataan kawasan
ini adalah mundur, munggah, madep kali. Konsep pembangunan ini
memberikan space untuk pembangunan jalan di bantaran sungai, kemudian
bangunan/rumah warga ditata dengan menghadap ke sungai.

Gambar 4.61. Area Pejalan Kaki/Pedestrian Code Gumreget

2. Pembentukan Kampung Wisata Kampung wisata dibentuk dengan tujuan untuk


menarik perhatian wisatawan baik itu wisatawan lokal maupun mancanegara untuk
datang ke kawasan Sungai Code. Salah satu kampung wisata yang ada di
bantaran Sungai Code adalah Kampung Code. Kampung Code terletak di RT 01/RW
01 bagian selatan Jembatan Gondolayu Kelurahan Kotabaru, kecamatan
Gondokusuman Kota Yogyakarta. Kampung wisata ini menggunakan konsep
Smart Card Drawing sebagai upaya untuk menambah pengetahuan masyarakat
tentang budaya yang ada di Yogyakarta. Smart Card Drawing dilaksanakan dengan
3 konsep utama yaitu lukisan dinding, rekaman suara dan kartu selamat datang
(Nuryanto, Astuti, & Nurhidayati, 2017) Pembuatan lukisan dinding ini masih berupa
grafiti dan lukisan wrna warni yang masih belum maksimal dalam memberikan
edukasi kepada masyarakat terutama mengenai budaya. perlu adanya penambahan
konten lukisan yang lebih bermanfaat seperti lukisan tentang budaya Yogyakarta,
tempat-tempat bersejarah di Yogyakarta dan lukisan pahlawan. Hal ini bertujuan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


123
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

agar lebih maksimal dalam menumbuhkan kepedulan wisatawan yang datang


terhadap kebudayaan lokal.

a. Konsep Atap Warna Warni b. Konsep Lukisan Tokoh

3. Konsep yang kedua adalah penyediaan rekaman suara yang juga bertujuan
untuk mengenalkan budaya lokal yang ada di Yogyakarta kepada para wisatawan
yang datang ke Kampung Code. Selain itu alat ini juga bisa mengeluarkan informasi
yang ada pada lukisan dinding. Alat ini hanya bisa diaktifkan dengan menggunakan
barcode yang ada pada kartu Smart Card, oleh karena itu pengunjung legal tidak akan
bisa menikmati fasilitas ini dalam berwisata di Kampung Code. Konsep terakhir
adalah pembuatan Smart Card seperti yang telah dijelaskan diatas, kartu ini
berfungsi untuk mengaktifkan alat perekam suara melalui barcode yang ada pada
kartu ini. Kartu ini juga berguna sebagai ucapan selamt datang kepada wisatawan
dan sebagai tanda pegenal semua wisatawan yang ingin menggunakan berbagai
fasilitas yang ada di Kampung Code

4. Kampung Wisata Edukasi Kampung wisata edukasi di bantaran Kali Code ini
terletak di Jetisharjo, Cokrodiningrat, Jetis Kota Yogyakarta. Kampung ini sudah
di inisiasi sejak tahun 1999 oleh warga yang ada disekitar. Kampung ini
memberikan edukasi utama mengenai bagaimana pemanfaatan pemanfaatan mata
air umbul. Selain mempunyai potensi berupa air bersih, kampung wisata ini juga
memiliki berbagai berbagi aktivitas penunjang seperti tempat kongkow, potensi
kuliner, gazebo, dan kandang aneka burung yang dijadikan sebagai daya tarik lain
bagi para wisatawan yang ingin berwisata ke kampung ini.

Kandang burung di Kampung Wisata


Edukasi

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


124
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

5. Kegiatan Penunjang Perekonomian Masyarakat Penataan lingkungan berbasis


ekowisata bisa dikatakan berhasil jika sudah mampu memberikan dampak yang
baik bagi perekonomian masyarakat di sekitar daerah wisata. Dalam upaya
meningkatkan potensi wisata yang ada di Sungai Code, masyarakat yang berada di
sekitaran ekowisata di Sungai Code memanfaatkan potensi kuliner lokal, kerajinan
tangan dan pembuatan batik untuk meningkatkan pendapatan. Salah satu daerah yang
memanfaatkan potensi tersebut adalah masyarakat yang ada di pedestrian Code
Gumreget. Masyarakat sekitar sebagian besar membuka usaha kuliner lokal seperti
soto, gudeg, gado-gado dan masih banyak lagi kuliner lainnya yang disediakan di
kawasan pedestrian sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Selain itu masyarakat di pedestrian Code Gumreget juga memanfaatkan
kemampuan masyarakat dalam pengkrajinan batik sebagai upaya lain dalam
meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

Selain Kampung Kali cole ini juga banyak terdapat kawasan kumuh yang dikembangkan
menjadi salah satu kawasan wisata baru seperti berikut :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


125
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


126
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


127
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

4.2.3.3 Metoda Analisis Sosial Kemasyarakatan


Metode yang digunakan untuk mendapatkan rekomendasi yang sesuai dalam menata
kelola kawasan ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan pembangunan
berpusat masyarakat (People Center Development). People Centered Development  lebih
menekankan pada pemberdayaan manusia dengan mendorong potensi yang ada, memulai
dari apa yang tersedia, dan kemudian mengarahkan kehidupan mereka dan sumber dayanya,
menciptakan sumber kehidupan rumah tangganya, dan secara langsung mereka dapat
beradaptasi dengan pembangunan sebagai suatu upaya mencapai kesejahteraan, yang
merupakan tujuan akhir dari pendekatan ini. Hal itu berarti pencapaian pembangunan dan
pembenahan sebuah kawasan didorong untuk memberikan manfa’at pada individu dan
rumahtangga.

A. Konteks Studi, Simpul Permasalahan dan Potensi

Konteks studi memusatkan perhatian pada keluarga besar (kaum) dan prilakunya
dalam pengembangan kawasan. Kaum merupakan kelompok keluarga dalam satu “paruik”,
dan kemudian berkelompok dan bergabung dalam kedalam sebuah suku. Terdapat 4 (empat)
suku di Nagari Sandi Ulakan, yakni; Guci, Panyalai, Sikumbang dan Koto. Suku dalam
Tatanan Budaya Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus
tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata suku dalam Bahasa
Minang dapat bermaksud satu perempat, sehingga jika dikaitkan dengan pendirian suatu

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


128
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

nagari di Minangkabau dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat
suku yang mendiami kawasan tersebut.

Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi.
Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga (kaum), harta, dan sumber-sumber
pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka.Harta pusaka
merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak
dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana
jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada
anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat
digadaikan. Dengan demikian, ketika bicara pengembangan dan penataan kawasan
sebagaimana Nagari Sandi Ulakan, maka kajian terhadap keberadaan kaum sebagai basis
penguasaan tanah, basis pengaruh sosial dan politik tingkat lokal menjadi sangat penting.
Peran keluarga besar (kaum) dan suku juga potensial untuk perbaikan prilaku serta
peningkatan pengetahuan

Nagari Sandi Ulakan juga merupakan “nagari syar’i”, dimana menjadi Kawasan
kunjungan ziarah oleh masyarakat dari berbagai daerah untuk berziarah dan mendo’a di
makam Syech Burhanuddin. Nagari Sandi Ulakan menjadi sangat potensial sebagai
salahsatu tujuan wisata religi “SYECH BURHANUDDIN”. Sebagaimana diketahui, beliau
adalah orang pertama yang mendirikan sekolah berbentuk pesantren di pulau perca Pantai
Sumatera yang kala itu masih berbentuk surau sebagai pusat pendidikan islam dan kajian
agama islam diMinangkabau. bersama dengan empat sahabatnya yaitu Datuk Maruhun
Panjang, dari Padang Gantiang, siTarapang dari Kubang Tigo baleh (Solok), Mohd. Natsir
syeikh Surau Baru dari Koto Tangah Padang dan Syeikh Buyuang Mudo dari Bayang Pulut-
Pulut Pesisir selatan yang sebelum selesai belajar pada Syeikh Abdurrauf mereka pulang
terlebih dahulu dan mencoba mengembangkan ajaran Islam dikampung halaman masing
masing namun tidak mendapat sambutan sehingga kembali ke aceh dan diperintahkan
belajar pada Syeikh Burhanuddin di Tanjung Medan Ulakan.

Mashurnya kegiatan Syekh Burhanuddin di Ulakan ini meluas sampai ke daerah lain,
dari Gadur Pakandangan, Sicincin, Kapalo Hilalang, Guguk Kayu Tanam, Pariangan Padang
Panjang sampai ke Basa Ampek Balai dan raja Pagaruyung. Oleh karena itu, Nagari Sandi
Ulakan dan sekitarnya menjadi tujuan peziarah hingga sa’at ini.

Nagari Sandi Ulakan merupakan nagari pemekaran dari Nagari Ulakan sebagaimana
Perda Kabupaten Padang Parimana No.1 /2013. Pemekaran wilayah dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa aspek seperti fungsi wilayah, kriteria fisik/ lingkungan,
ekonomi, dan sosial. Pertimbangan pemekaran wilayah tersebut untuk menghindari agar
tidak terjadi disparitas pada wilayah yang dimekarkan maupun wilayah hasil pemekaran.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


129
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Pertimbangan kriteria sosial diperlukan untuk mengetahui tentang kendali antar kecamatan,
interaksi, dan aktivitas masyarakat. Bertujuan agar kecamatan yang jauh dari jangkauan
fasilitas pelayanan dan pusat pemerintahan dapat diatasi dengan adanya wilayah
administratif baru. Sebagai nagari baru, Sandi Ulakan secara terus menerus berbenah untuk
mengoptimalkan fungsi pemerintahan nagari.

Salahsatu Lembaga sosial ekonomi penting di Nagari Sandi Ulakan, adalah Badan
Usaha Milik Nagari (BUMNAG). Empat tujuan penting pendirian BUMNAG adalah:

1. Meningkatkan Perekonomian Nagari

2. Meningkatkan Pendapatan asli Nagari

3. Meningkatkan Pengelolaan potensi nagari sesuai dengan kebutuhan masyarakat

4. Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nagari.

BUMNAG Sandi Ulakan menjadi potensi Lembaga pengelola pengembangan sosial


ekonomi di Kawasan ini. Meskipun baru berdiri, BUMNAG ini telah memiliki beberapa unit
usaha seperti toko pakaian, counter handphone, stasiun pengisian bahan bakar (pertamini),
penggemukan sapi dan penjualan gas.

Sebagai nagari baru, tentu saja persoalan regulasi, pembiayaan dan tata kelola adalah
sesuatu yang lumrah terjadi. Intervensi pada tigal tersebut dapat membantu perbaikan pada
peran kelembagaan sosial ekonomi setempat, yang berdampak pada perbaikan prilaku dan
kesejahteraan keluarga.

Gambar 4.62. Simpul Permasalahan dan Potensi Sosial Ekonomi Kawasan Sandi Ulakan

Sumber: Diolah dari berbagai sumber.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


130
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

B. Langkah dan Strategi Pengumpulan Data

 Rapid Assessment Dan Pengumpulan Data Sekunder

Rapid Assessment merupakan metode penilaian keadaan secara cepat. Langkah ini
ditempuh untuk pengumpulan informasi secara akurat dalam waktu yang terbatas pada saat
setelah kesepakatan pelaksanaan pekerjaan terjadi. Ini bertujuan untuk menghasilkan
pengamatan kualitatif bagi keperluan pembuat keputusan untuk menentukan perlu tidaknya
penelitian tambahan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan. Langkah ini memiliki
tiga konsep dasar yaitu; (a) perspektif sistem, (b) triangulasi dari pengumpulan data, dan (c)
pengumpulan data dan analisis secara berulang-ulang (iterative). Dalam konteks ini Rapid
assessment dilakukan melalui pertemuan dengan pemerintah nagari dan Tim Perencana
Masyarakat (TPM). Data sekunder yang dikumpulkan meliputi dokumen dan desk studi.
Kegiatan ini membantu mendapatkan gambaran keragaan Kawasan dan kerangka analisa.

 Wawancara

Dalam kegiatan ini wawancana dilakukan pada semua TPM. Menggunakan teknik
wawancara dengan pertimbangan bahwa pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka terhadap dinamika, perkembangan kelompok dan
pendapat dari informan. Struktur pertanyaan menggunakan pertanyaan yang berkaitan
dengan pengetahuan objektif (O), kesan terhadap rencana kawasan ‘(R’), opini atas kejadian
perubahan dan dinamika kawasan (I) serta gagasan untuk rencana kedepan (K). Struktur
bertanya tersebut dinamakan ORIK. Ada tiga fokus informasi yang didapatkan terhadap
proses ini, yakni; profil sosial ekonomi kawasan, dan perkembangan kelompok dan lembaga
potensial.

 Diskusi kelompok Terfokus (FGD)

Diskusi kelompok terfokus (FGD) berbeda dengan diskusi kelompok informal biasa,
setidaknya karena topik dan alur diskusinya. FGD sesuai namanya difokuskan untuk
membicarakan satu topik terpilih dengan peserta yang sesuai secara mendalam. FGD
dipandu oleh fasilitatator dan yang didampingi notulen dan pengamat proses. Karakter FGD
setidaknya antara lain;

a. Ciri-ciri: Bertujuan untuk saling belajar bukan untuk mengajar

b. Anggota kelompok: Homogen dan Terbatas;

c. Sifat Pembahasan: Terarah;

d. Lingkungan Pembahasan: Bebas dan Ramah

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


131
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Narasumber (partisipan) FGD dipilih secara purposif berdasarkan data pendahuluan


yang didapatkan dari rapid assessment, data sekunder dan diskusi dengan informan kunci.
Narasumber dipilih dengan memberikan kesempatan yang sama bagi semua Korong dalam
kawasan studi.

Diskusi kelompok terfokus (FGD) dilakukan bertujuan, antara lain;

a. Mendapatkan pengalaman tentang dinamika sosial ekonomi yang ada sesuai tema

b. Menemukan faktor utama berfungsinya kelompok yang ada

c. Mendapatkan gambaran tentang upaya yang diperlukan untuk memperkuat ekonomi


rumahtangga dan pengembangan Kawasan secara sosial ekonomi

d. Mengidentifikasi gagasan yang berpotensi sebagai dasar rencana pengembangan


kawasan

C. Metode Analisa Data

Metode analisa data menggunakan metoda analisa verstehen. Metode ini merupakan
upaya mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian
dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan kesimpulan (Moleong,1993). Untuk menilai
peran, sifat dan dinamika kelompok dalam upaya menemukan dan merancang sebuah model
kelompok yang potensial untuk pencapaian tujuan penataan kawasan, digunakan analisa
peran. Meskipun analisa ini sering digunakan dalam kasus bisnis, namun logika analisa ini
bisa diterjemahkan untuk menganalisa prilaku, peran dan dinamika kelompok sosial
ekonomi dalam sebuah kawasan.

D. Kerangka Pikir Pengembangan

Keluarga besar (kaum) menjadi pusat pengembangan sosial ekonomi kawasan.


Standar pemukiman tanpa kumuh dimulai dari keluarga dengan edukasi dan pendampingan
yang dilakukan secara partisipatif. Peran peran Lembaga sosial dan ekonomi diatasnya mesti
memberikan edukasi dan penyadaran untuk perbaikan prilaku menjadi prilaku tanpa kumuh.
Gambar berikut adalah kerangka berpikir perkembangan dan faktor yang mempengaruhi.

Gambar 4.63. Kerangka Pikir Pendekatan Sosial Kemasyarakatan (People Centered Development)
Gerakan Pembangunan Kawasan Rancak, Tercelak dan Anti Kumuh “GERBANG RANCAK”
NAGARI SANDI ULAKAN

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


132
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Sumber: Diolah dari Chambers (1989);Korten David (1991;1993); Braverman (1993); Rianingsih et.al (1996); Nuwirman, 1999;
Gubbels dan Koss, 2001; Chetkovic dan Kunreuther (2004); Han dan Topattimasang, 2004; Sherraden, 2006; JEMARI Sakato, 2010;
Nurani 2010; PERCIK, 2013; Asiati dan Nawawi, 2016

4.2.3.4 Metoda Analisis Penentuan Prioritas Penanganan


c. Hasil Community Action Plan

Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh merupakan program penanganan


lingkungan permukiman kumuh yang disusun berdasarkan pendekatan Tridaya yang
berfokus pada keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan masyarakat penghuni dan
kondisi permukiman dengan mengintegrasikan potensi dan sistem kegiatan
kota/perkotaan yang sesuai rencana tata ruang wilayah.

Rencana Tindak Komunitas (RTK) /Community Action Plan (CAP) sebagai salah satu
aspek dalam dokumen Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh merupakan
bentuk apresiasi kepada masyarakat untuk dapat merencanakan lingkungannya sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan.
Salah satu keluaran dalam RTK/CAP adalah daftar kegiatan stimulan fisik dan non fisik
skala mikro-lingkungan yang dibutuhkan masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas
lingkungan permukiman kumuh secara berkelanjutan.

Melalui RTK/CAP ini penanganan lingkungan perumahan dan permukiman kumuh


berbasis kawasan dapat diharapkan berkelanjutan. Proses penyusunan RTK/CAP oleh
masyarakat akan difasilitasi oleh Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM). Secara umum,
proses penyusunan Rencana Tindak Komunitas atau Community Action Plan
(RTK/CAP) merupakan hasil rembug warga.

d. Penentuan Prioritas Penanganan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


133
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Analisis ini di maksudkan untuk mengetahui penanganan yang akan menjadi prioritas
penanganan terkait dengan permasalahan di wilayah perencanaan berdasarkan
pembobotan yang telah di lakukan pada sub

bab sebelumnya yaitu hasil analisis kebutuhan prasarana dan analisis usulan masyarakat.
Dimana nilai tertinggi dari item-item tersebut akan menjadi prioritas yang akan
ditangani disetiap lokasi penanganan.

Metode penentuan kawasan permukiman prioritas, merupakan metode untuk


menentukan beberapa kawasan permukiman untuk dilihat prioritas pengembanganya
berdasarkan satu set kriteria dan indicator. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan
dalam memilih kawasan prioritas permukiman dan infrastruktur perkotaan ini
setidaknya mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

 Urgenitas Penanganan;

 Kontribusi dalam penanganan permasalahan kota;

 Kontribusi dalam stimulasi pembangunan dan pengembangan kota;

 Sesuai kebijakan pembangunan dan pengembangan kota;

 Dominasi permasalahan terkait bidang permukiman/ keciptakaryaan;

 Dominasi penanganan melalui bidang keciptakaryaan.

Selain beberapa kriteria umum yang telah diuraikan diatas, daerah dapat menyusun
kriteria yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan daerahnya masing-masing.
Adapun kriteria dan indikator untuk memilih kawasan prioritas akan berbeda-beda
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan tiap kota. Berdasarkan pada serangkaian
kriteria dan indikator tersebut dapat dilakukan penentuan kawasan permukiman prioritas
melalui metode pembobotan maupun konsesus tim teknis sebagai representasi dari
pemangku kepentingan.

Beberapa metoda pemilihan antara lain :

1. Metode Skoring dan Pembobotan

Metode skoring dan pembobotan yang digunakan adalah metode skoring dan
pembobotan yang sifatnya sederhana dan mudah implementasinya, hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah implementasinya. Metode ini dilakukan dengan
memberikan nilai pada masing-masing alternatif pemecahan masalah yang telah
dirumuskan sebelumnya berdasarkan kriteria-kriteria kebutuhan penanganan yang
dihasilkan dari tahap analisis kebutuhan diatas.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


134
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Urutan yang dihasilkan akan menjadi urutan prioritas program penanganan yang
akan ditindaklanjuti sesuai dengan tahapan waktu berdasarkan kebutuhan yang
mendesak.

2. Skala Prioritas

Merupakan metode yang digunakan untuk meranking sejumlah obyek yang telah
terinventarisasi atau tersedia. Skala prioritas yang disusun ini menggunakan acuan
yang didasari oleh kebutuhan yang disepakati oleh seluruh stakeholder yang terlibat
dalam pekerjaan ini dilakukan secara partisipatif dan dilakukan dalam FGD.

4.2.4 Metoda Penyusunan Rencana Penanganan Kawasan Kumuh

Tahap penyusunan Dokumen Rencana Penanganan Lingkungan Perumahan Dan


Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan, terdiri:

1) Rencana pengembangan prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) terpilih


yang berskala kawasan serta pembangunan rumah bagi lingkungan
perumahan dan permukiman kumuh sebagai pemicu tumbuhnya kegiatan
sosial dan ekonomi masyarakat penghuni permukiman kumuh yang ditangani
(Menyusun DED Prasana Sarana utilitas Umum (PSU));

2) Rencana dan strategi sosial kemasyarakatan dalam mendukung penanganan


lingkungan perumahan dan permukiman kumuh yang mengatur pelaksanaan
sampai tingkat kecamatan atau kelurahan/desa;

3) Rencana struktur dan pola tata ruang didalam kawasan perumahan dan
permukiman yang di tata;
4) Rencana rinci pengelolaan lahan bagi lingkungan perumahan dan
permukiman kumuh yang akan ditangani;
5) Rencana pengembangan kawasan – kawasan produksi pendukung kawasan
perumahan dan permukiman agar terwujud keberlanjutan pengembangan
kawasan;
6) Rencana rinci indikasi program penanganan berbasis kawasan, lokasi, target,
dan sasaran yang akan dicapai oleh masing-masing sektor terkait;
7) Rincian rencana tahapan pembiayaan dan sumber pendanaannya
8) Rencana Penataan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL);
9) Mekanisme keterpaduan antara lingkungan perumahan dan permukiman yang
akan ditangani dengan kawasan yang menaunginya serta kawasan di

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


135
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

sekitarnya maupun keterpaduan dalam penyediaan prasarana, sarana dan


utilitas (PSU);
10) Mekanisme pemantauan, pengawasan dan pengendalian program dan
kegiatan oleh seluruh pelaku pembangunan perumahan dan permukiman.

4.2.4.1 Pola Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh


Sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2011, pola-pola penanganan pencegahan dan peningkatan
kualitas. Pola pencegahan kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan:

1. Pengawasan dan Pengendalian

2. Pemberdayaan Masyarakat

Pola peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dilakukan melalui:

a. Pemugaran;

b. Peremajaan; atau

c. Pemukiman kembali.

Gambar 4.64. Konsep Dasar Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh

Sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2011 pasal 97, pola-pola penanganan peningkatan kualitas
terhadap permukiman kumuh dilakukan melalui:

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


136
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

a. Pemugaran;

b. Peremajaan; atau

c. Pemukiman kembali.

Pola-pola pengelolaan penanganan dilanjutkan melalui pengelolaan untuk mempertahankan


tingkat kualitas perumahan dan permukiman.

4.2.4.2 Pola-pola Penanganan


A. Pemugaran

Pengertian

Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali, perumahan


kumuh dan permukiman kumuh menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni,
yang meliputi perbaikan dan/atau pembangunan bangunan rumah, prasarana, sarana,
dan utilitas umum yang ada didalamnya, sehingga memenuhi norma dan standar
teknis yang berlaku.

Pemugaran perumahan dan permukiman kumuh merupakan kegiatan perbaikan tanpa


perombakan mendasar, serta bersifat parsial dan dilakukan terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh yang berdiri di atas lahan yang dalam RTRW diperuntukkan bagi
permukiman.

Penerapan

Pemugaran perumahan kumuh dan permukiman kumuh diterapkan berdasarkan tingkat


perbaikan dan/atau pembangunan kembali yang dibutuhkan.Kebutuhan perbaikan
dan/atau pembangunan kembali perumahan kumuh dan permukiman kumuh ditetapkan
oleh pemerintah daerah bersama- sama masyarakat.Pemugaran perumahan kumuh dan
permukiman kumuh dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau oleh
masyarakat secara swadaya tergantung dari berat/ringannya perbaikan yang harus dilakukan
serta berdasarkan pertimbangan lain.

Kegiatan pemugaran yang dilakukan pemerintah daerah diselenggarakan oleh dinas/


instansi yang berwenang seperti Dinas Perumahan, Dinas Pekerjaan Umum dan dinas terkait
lainnya.

Pelaksanaan kegiatan pemugaran dengan swadaya masyarakat, wajib difasilitasi oleh


Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Karakteristik Penanganan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


137
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Pada bentuk penanganan ini umumnya yang tidak terlihat terlalu banyak perubahan
mendasar, selain dari peningkatan bentuk pelayanan dan kondisi fisik prasarana, sarana dan
bangunan tempat tinggal.

Tabel IV.19. Jenis-jenis Penanganan Pemugaran

Revitalitasi Kawasan Merupakan jenis penanganan untuk meningkatkan vitalitas


Permukiman kawasan permukiman melalui peningkatan kualitas
lingkungan, tanpa menimbulkan perubahan yang berarti dari
struktur fisik kawasan permukiman tersebut. Kegiatan ini
bertujuan memperbaiki dan mendorong ekonomi kawasan
dengan cara memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana
eksisting yang ada, meningkatkan kualitas serta kemampuan
dari prasarana dan sarana melalui program perbaikan dan
peningkatan tanpa melakukan pembongkaran berarti.
Pada kegiatan ini dilakukan pula pengadaan prasarana dan
sarana baru diperlukan tanpa merubah struktur yang ada
dan memanfaatkan bangunan eksisiting secara maksimal.

Rehabilitasi (Perbaikan) Merupakan jenis penanganan yang bertujuan untuk


mengembalikan kondisi komponen fisik kawasan
permukiman yang telah mengalami kemunduran kondisi
atau degradasi, sehingga dapat berfungsi kembali secara
semula, misalnya perbaikan prasarana jalan, saluran air
bersih, drainase, dan lain-lain.

Renovasi Merupakan jenis penanganan dengan melakukan perubahan


sebagian atau beberapa bagian dari komponen permukiman
(prasarana dan sarana) dengan tujuan komponen tersebut masih
dapat beradaptasi dan menampung fungsi baru. Bentuk
umumnya adalah peningkatan kemampuan dan kualitas dari
komponen tersebut sesuai dengan persyaratan baru.
Yang termasuk renovasi adalah :
Penyesuaian organisasi ruang (pemanfaatan ruang) dan
peningkatan sistem prasarana/ utilitas dan menyesuaikan arah
bangunan
Ukuran bangunan (penyesuaian bangunan) agar sesuai dengan
tuntutan kebutuhan penanganan Orientasi ruang.

Rekonstruksi Merupakan jenis penanganan yang bertujuan mengembalikan


kondisi (kualitas dan fungsi) dan peningkatan komponen
permukiman ke dalam kondisi asal, baik persyaratan maupun
penggunaannnya. Dalam hal ini tidak ada kekawatiran
terhadap konsekuensi yang timbul karena perubahan
ukuran dan bentuk komponen.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


138
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Preservasi (Pemeliharaan dan Merupakan jenis penanganan yang dilakukan dengan tujuan
Pengendalian) untuk memelihara komponen-komponen permukiman yang
masih berfungsi dengan baik dan mencegah dari proses
kerusakan.
Sebagai fungsi pengendalian, maka preservasi dapat dilakukan
dengan penegasan melalui aturan-aturan pemanfaatan ruang
dan bangunan (KDB, KLB, GSB, GSJ, IMB, dan lain-
lain). Sifat penanganan ini cenderung lebih ke arah
pencegahan timbulnya permukiman kumuh, sehingga
seringkali upaya ini dilakukan bersamaan dengan restorasi,
rehabilitasi, dan rekonstruksi.

Peran Perilaku

Didasari pada sifat penanganannya yang tidak terlalu banyak membutuhkan perubahan
infrastruktur secara mendasar, maka peran pelaku di luar masyarakat dalam hal ini
pemerintah daerah dalam program relatif lebih besar dibandingkan dengan peran pelaku
masyarakat.

B. Peremajaan

Pengertian

Peremajaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan untuk mewujudkan


kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik guna
melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar. Peremajaan
dengan cara pembangunan kembali perumahan dan permukiman melalui penataan secara
menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan
permukiman. Pelaksanaan peremajaan harus dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan
tempat tinggal bagi masyarakat terdampak dengan memenuhi norma dan standar teknis
yang berlaku.

Peremajaan dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan


kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat dan diterapkan terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh yang berdiri di atas lahan yang dalam RTRW diperuntukkan
bagi permukiman.

Penerapan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


139
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Peremajaan diterapkan pada permukiman kumuh yang secara struktur ruang, ekonomi dan
perilaku tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga tidak dapat ditangani hanya dengan
perbaikan dan peningkatan fisik.

Kondisi buruk secara struktur dapat mendorong terciptanya pemanfaatan ruang yang tidak
efisien dan optimal sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.

Permukiman kumuh yang mendapatkan penanganan ini umumnya ditandai dengan :

 Tidak adanya kejelasan baik pola/struktur prasarana lingkungan

 Tidak ada kejelasan kesesuaian pola pemanfaatan ruang

 Struktur ekonomi memiliki kondisi yang sangat buruk karena tidak


ditunjang dengan kemampuan pengembangan ekonomi kawasan permukiman

 Tidak dapat beradaptasi dengan kawasan sekitar

Secara keseluruhan kondisi kawasan tidak mencerminkan pemanfaatan fungsi yang


maksimal sesuai dengan potensi lahannya.

Karakteristik Penanganan

Bentuk penanganan ini umumnya dilakukan dengan perubahan yang mendasar. Untuk itu
penanganan ini mempunyai konsekuensi merubah pola pemanfaatan ruang, baik secara
komposisi, komponen, besaran maupun fungsinya.

Hal ini mengarahkan pada pola-pola pengadaan baru yang lebih menonjol dari pada
peningkatan dan perbaikan kualitas.

Jenis-jenis Penanganan

Renewal (Peremajaan) Merupakan jenis penanganan yang bersifat menyeluruh dengan


melakukan pembongkaran sebagian atau seluruh komponen
permukiman, kemudian merubah secara structural dan
membangun kembali di lahan yang sama.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai pemanfaatan lahan


optimal sesuai dengan potensi lahan, dan diharapkan dapat
memberikan nilai tambah secara ekonomi dan vitalitas baru.

Konsekuensi bentuk teknis pada penanganan ini, adalah

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


140
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Konsolidasi tanah

 Land re-adjusment

 Land sharing, kombinasi pemanfaatan lahan permukiman


dengan Komersial

Karakteristik permukiman kumuh yang ditangani, adalah :

 Tata letak secara keseluruhan tidak memungkinkan untuk


dikembangkan dan tidak sesuai lagi untuk menampung jenis
kegiatan baru

 Aksesibilitas yang buruk, ruang kurang dan tidak dapt


diperluas lagi, organisasi ruang serta hubungan fungsional yang
buruk

 Kondisi bangunan sangat buruk dan tidak layak pakai, karena


ketidakmampuan lagi melayani fungsi dengan baik.

Redevelopment Merupakan upaya penataan kembali suatu perrmukiman kumuh


dengan terlebih dahulu melakukan pembongkaran sarana dan
prasarana pada sebagian atau seluruh kawasan yang telah
dinyatakan tidak dapat lagi dipertahankan kehadirannya.

Perubahan secara struktural dan peruntukan lahan serta


ketentuan- ketentuan pembangunan lainnya yang mengatur
pembangunan baru (KLB, KDB, GSB, dan lain-lain) biasanya
terjadi.

Restorasi Merupakan jenis penanganan untuk mengembalikan kondisi


suatu permukiman kumuh pada kondisi asal sesuai dengan
persyaratan yang benar, menghilangkan tambahan atau
komponen yang timbul kemudian mengadakan kembali unsur-
unsur permukiman yang telah hilang tanpa menambah unsur-
unsur baru.

Peran Pelaku

Didasari pada sifat penanganannya, maka peran masyarakat sangat besar dalam
mengambil keputusan, terutama dalam penentuan jenis komponen program; sedangkan
peran Pemerintah, pemerintah daerah, dan pelaku lain (swasta) akan lebih banyak dalam
dalam mendukung program.

C. Pemukiman Kembali

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


141
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Pengertian

Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan


permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni
dan masyarakat. Pemukiman kembali dilakukan dengan memindahkan masyarakat
terkena dampak dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai
dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi
barang ataupun orang.

Penerapan

Penanganan ini diterapkan pada permukiman :

 Secara lokasi berada pada lahan ilegal

 Tidak memiliki potensi pemanfaatan yang lebih baik dari fungsi yang ditetapkan

 Secara lingkungan memberikan dampak negatif yang lebih besar apabila


tetap dipertahankan

Termasuk dalam penanganan ini adalah permukiman yang secara teknologi tidak
mampu mendukung penyelesaian masalah. Beberapa kondisi yang memenuhi persyaratan
penanganan ini, antara lain :

 Lokasi yang berada diatas tanah negara dengan peruntukan non permukiman
(bantaran sungai, lahan penghijauan, dan lain-lain)

 Permukiman kumuh yang berada pada lokasi dimana secara fisik lingkungan
sangat berbahaya sebagai tempat bermukim dan tidak dapat ditanggulangi secara
teknis (di atas lahan rawan bencana alam/geologi)

Yakni perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang terletak di:

 Bantaran sungai;

 Sepanjang rel kereta api;

 dibawah SUTET; dan

 Tidak sesuai peruntukannya dengan rencana tata ruang.

Pemukiman kembali dilakukan dengan memindahkan masyarakat terdampak ke lokasi


yang sesuai dengan rencana tata ruang bagi peruntukan permukiman. Lokasi yang akan
ditentukan sebagai tempat untuk pemukiman kembali ditetapkan oleh pemerintah daerah
dengan melibatkan peran masyarakat.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


142
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Kegiatan pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan,


permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan
keamanan penghuni dan masyarakat. Pelaksanaan pemukiman kembali adalah
memindahkan masyarakat yang tinggal di perumahan tidak layak huni, tidak mungkin
dibangun kembali dan/atau rawan bencana, ke lokasi perumahan lain yang layak huni;

Pelaksanaan pemukiman kembali wajib diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah


provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

Karakteristik Penanganan

Bentuk penanganan ini umumnya dilakukan dengan cara:

 Perubahan total dikaitkan dengan pengembalian fungsinya kepada fungsi awal

 Dilakukan dengan pemindahan permukiman pada areal yang baru (lokasi lain)

 Tidak diarahkan pada pendukungan untuk pengadaan atau peningkatan fasilitas


dan prasarana pendukungnya.

Peran Pelaku

Didasari pada sifat penanganannya, maka peran masyarakat sangat besar dalam proses
pengambilan keputusan, terutama dalam proses penentuan kebijakan seperti pengalokasian
baru, ganti rugi, dan lain-lain, walaupun pada posisi ilegal.

Peran pelaku pemerintah adalah :

 Menentukan alternatif penyelesaian masalah pemukiman kembali

 Pengadaan terhadap konsekuensi

 Kompensasi penanganan (lokasi tujuan pemindahan)

Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh harus dilakukan sesuai
dengan hasil penilaian berbagai aspek kekumuhan (tingkat kekumuhan, pertimbangan lain
dan legalitas lahan.). Peningkatan kualitas kawasan permukimankumuh untuk berbagai
aspek kekumuhan akan berbeda- beda pendekatan penanganannya, dimana secara hirarki
peningkatan kualitas kawasan permukimankumuh paling rendah adalah pemugaran dan
paling tinggi adalah permukiman kembali.

Ketentuan penanganan fisik diatur sesuai dengan faktor permasalahan kekumuhan setiap
lokasi yang teridentifikasi. Beberapa faktor permasalahan kekumuhan suatu lokasi yaitu :

 Aspek bangunan dan lingkungan;

 Aspek jalan lingkungan;

 Aspek drainase lingkungan;

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


143
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

 Sistem penyediaan air minum;

 Sistem pengelolaan air limbah;

 Sistem pengelolaan persampahan.

Pola-pola penanganan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman


kumuh direncanakan dengan mempertimbangkan :

1. Klasifikasi Kekumuhan dan Status Legalitas Lahan Pertimbangan pola


penanganan berdasarkan klasifikasi kekumuhan dan status legalitas lahan diatur
dengan ketentuan :

o Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status


lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah
peremajaan;

o Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status


lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah
pemukiman kembal ;

o Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status


lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;

o Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status


lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman
kembali;

o Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status


lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemugaran;

o Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status


lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman
kembali;

2. Tipologi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Pertimbangan pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh


berdasarkan tipologi diatur dengan ketentuan :

o Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan


permukiman kumuh diatas air, maka penanganan yang dilakukan
harus memperhatikan karakteristik daya guna, daya dukung, daya
rusak air serta kelestarian air;

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


144
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

o Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan


permukiman kumuh di tepi air, maka penanganan yang dilakukan
harus memperhatikan karakteristik daya dukung tanah tepi air, pasang
surut air serta kelestarian air dan tanah;

o Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan


permukiman kumuh didataran, maka penanganan yang dilakukan harus
memperhatikan karakteristik daya dukung tanah, jenis tanah serta
kelestarian tanah;

o Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan


permukiman kumuh diperbukitan, maka penanganan yang
dilakukan harus memperhatikan karakteristik kelerengan, daya
dukung tanah, jenis tanah serta kelestarian tanah;

o Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan


permukiman kumuh dikawasan rawan bencana, maka penanganan
yang dilakukan harus memperhatikan karakteristik kebencanaan, daya
dukung tanah, jenis tanah serta kelestarian tanah;

4.2.4.3 Pola Penanganan Terhadap Aspek Bangunan Gedung Dan Infrastruktur


Pola penanganan terhadap aspek bangunan gedung dan infrastruktur pendukungnya
berdasarkan tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dilihat pada tabel
berikut ini :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


145
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Tabel IV.20. Pola Penanganan Aspek Bangunan Gedung Dan Infrastruktur Pendukung

Tipologi
Bangunan dan Jalan Penyediaan Air Pengelolaan Air Pengelolaan
Permukiman Drainase Kebakaran
Lingkungan Lingkungan Minum Limbah Persampahan
Kumuh
Perumahan kumuh Penanganan fisik Jalan lingkungan I dan II Sistem drainase lokal SPAM Bukan Sarana pembuangan awal  Pemilahan :  Prasarana
dan permukiman bangunan dan  Perkerasan lentur dapat dilengkapi Perpipaan  MCK Umum Skala proteksi
kumuh di lingkungan dengan (aspal) dan perkerasan dengan pompa dan  Individual  Kloset Rumah individu dan kebakaran
dataran rendah tetap menggunak an kaku (beton) sesuai rumah pompa  Penampungan Tangga skala lingkungan
langgam arsitektur dengan karakteristi k Bahan material Air Hujan komunal  Sarana
lokal lokal saluran adalah (PAH) Unit pengelolaan  Pengumpulan proteksi
 Pondasi di atas tanah  Pada tekstur tanah  Saringan setempat(SPAL- S) Menggunaka kebakaran
keras adalah Rumah Tangga  Unit Biofilter n lingkungan
saluran tanah (SARUT)  Ketentuan gerobak/mot
 Pada tekstur tanah  Destilator Surya penempatan unit or
yang sangat jelek Atap Kaca pengolahan  Pengangkuta
(gamb ut) adalah (DSAK) didalam tanah n : Armroll
saluran perkuatan  Sumur Dangkal  Unit pengangkuta n Truck/Compac
 Komunal : Lumpur tinja dari tor
 Sumur Dangkal cubluk/tangki Truck/Trailer
 Sumur Dalam septik/biofilt er Truck
 Penampunga diangkut dengan  Pengolahan
 Air Hujan (PAH) sarana TPS 3 R (skala
 Pelayanan pengangkutan kawasan)
 Terminal Air
Unit pengelolaan
 IPAS SPAM
terpusat (SPAL- T)
Perpipaan
 Sistem perpipaan
 (IPA)
yang terhubung
Konvensional,
dengan IPAL dan
IPA saringan
IPLT perkotaan atau
pasir lambat
Sistem perpipaan
 Air baku air
yang terhubung
hujan : IPA
dengan IPAL
Konvensional, perkotaan/IP AL
IPA saringan komunal,

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV - 146


Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Tipologi
Bangunan dan Jalan Penyediaan Air Pengelolaan Air Pengelolaan
Permukiman Drainase Kebakaran
Lingkungan Lingkungan Minum Limbah Persampahan
Kumuh
pasir lambat sementara untuk
 Air baku air lumpur tinja dari
tanah : sumur bangunan
dangkal dan pelengkap
sumur dalam diangkut dengan
 Unit Distribusi : truk tinja ke IPLT
Sistem jaringan  Ketentuan
pipa dalam pengembang an
tanah jaringan perpipaan
 Unit Pelayanan : didalam tanah/diatas
Sambungan air
rumah dan
hidran umum
Sumber : Rapermen PU tentang Pedoman Teknis Peningkatan Kualitas Terhadap Permukiman Kumuh Perkotaan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV - 147


Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Pola-pola penanganan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman


kumuh direncanakan dengan mempertimbangkan :

3. Klasifikasi Kekumuhan dan Status Legalitas Lahan

Pertimbangan pola penanganan berdasarkan klasifikasi kekumuhan dan status


legalitas lahan diatur dengan ketentuan :

 Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan beratt dengan status lahan
legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;

 Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status lahan
ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembal ;

 Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status lahan
legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;

 Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status lahan
ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali;

 Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status lahan
legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemugaran;

 Dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status lahan ilegal,
maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali;

No Klasifikasi Kumuh Status Tanah


Legal Ilegal
1 Kumuh Berat Peremajaan Permukiman
Kembali
2 Kumuh sedang Peremajaan Permukiman
Kembali
3 Kumuh Ringan Pemugaran Permukiman
Kembali
4. Tipologi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Pertimbangan pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh


berdasarkan tipologi diatur dengan ketentuan :

 Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh diatas air, maka penanganan yang dilakukan harus memperhatikan
karakteristik daya guna, daya dukung, daya rusak air serta kelestarian air;

 Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh di tepi air, maka penanganan yang dilakukan harus memperhatikan
karakteristik daya dukung tanah tepi air, pasang surut air serta kelestarian air
dan tanah;

 Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


148
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

permukiman kumuh didataran, maka penanganan yang dilakukan harus


memperhatikan karakteristik daya dukung tanah, jenis tanah serta kelestarian
tanah;

 Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan


permukiman kumuh diperbukitan, maka penanganan yang dilakukan
harus memperhatikan karakteristik kelerengan, daya dukung tanah, jenis tanah
serta kelestarian tanah;

 Dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan


permukiman kumuh dikawasan rawan bencana, maka penanganan yang
dilakukan harus memperhatikan karakteristik kebencanaan, daya dukung
tanah, jenis tanah serta kelestarian tanah;

4.2.5 Penyusunan Detail Engineering Design (DED)

Penyusunan DED dilakukan setelah Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan kumuh


dan Permukiman Kumuh menghasilkan arahan pembangunan PSU. Tujuan yang ingin
dicapai melalui penyusunan DED adalah Sebagai acuan Teknis bagi pelaksanaan
pembangunan PSU yang merupakan stimulan berskala kawasan melalui pembangunan
infrastruktur, yang diharapkan dapat memicu terciptanya kegiatan produktif didalam
lingkungan permukiman kumuh dan menciptakan keterpaduan sistem kegiatan maupun
jaringan infrastruktur dengan kawasan di sekitarnya.

Kegiatan yang akan dilakukan pada penyusunan D ED meliputi:

1) Pengumpulan data lapangan, terdiri dari:

a. Survey sekunder,

Pengumpulan data dilakukan terhadap aspek-aspek pendukung, antara lain: lalu


lintas, hydrologi /hydrolika, demografi, perundang-undangan dan peraturan daerah,
dan lain-lain

b. Pengukuran topografi,

Tujuan pengukuran topografi dalam pekerjaan ini adalah mengumpulkan data


koordinat dan ketinggian permukaan tanah sepanjang trase jalan didalam koridor
yang ditetapkan yang akan dipergunakan untuk perencanaan geometrik jalan.

Pengukuran topographi dimaksudkan untuk mengumpulkan data topographi yang


cukup untuk kebutuhan perencanaan dan dilakukan pada daerah yang direlokasi.
Detail dari pengukuran ini adalah sebagai berikut :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


149
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

a. Pemasangan Patok

Pada pemetaan situasi untuk perencanaan jalan, ada beberapa jenis patok yang
harus dipasang. Patok-patok tersebut adalah Patok Benchmark (BM), Patok
Poligon, dan Patok Profil.

Patok Benchmark

Patok Benchmark (BM) adalah titik kerangka dasar pemetaan dilapangan,


dipasang 2 patok Benchmark pada masing-masing titik pemasangan.

BM terbuat dari beton berukuran (20 x 20 x 75) cm dan ditanam sedemikian rupa
sehingga bagian patok yang muncul diatas tanah 15 cm. Patok BM ditanam
berpasangan dengan interval 1000 meter untuk pengukuran jalan dan minimal 2
patok berseberangan sungai pada pengukuran jembatan, dicat kuning serta hitam
untuk penomoran. Penamaan disesuaikan dengan singkatan nama Kabupaten yang
disurvey.

Patok Poligon

Patok Poligon adalah patok yang merupakan titik poligon dilapangan. Patok
poligon terbuat dari kayu dengan ukuran (5 x 7 x C0) cm, dan ditanam sedemikian
rupa sehingga bagian patok yang muncul diatas tanah 10 cm. Patok poligon
dipasang dengan interval maksimum 100 meter.

Patok Profil

Patok profil adalah patok yang merupakan titik pengukuran potongan memanjang
dilapangan. Patok profil dapat terbuat seperti patok poligon atau dapat juga berupa
paku yang ditanam pada aspal jalan dan dilingkari dengan cat kuning sebagai
tanda.

Patok BM harus dicat warna kuning dengan penamaan warna hitam, sedangkan
Patok Poligon dan Patok Profil diberi cat kuning dengan tulisan merah dan
diletakkan disebelah kiri kearah jalannya pengukuran.

b. Kerangka Dasar Horizontal (KDH)

KDH merupakan pengukuran yang tidak boleh dilewatkan dalam suatu pekerjaan
pemetaan. KDH merupakan titik-titik lapangan (yang diwakili oleh pilar beton,
patok kayu, paku atau bentuk lainnya) yang melingkupi daerah pemetaan.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


150
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Titik KDH dilapangan berfungsi sebagai titik ikat pada pengukuran detail, dan
sebagai titik tetap/referensi untuk keperluan pekerjaan perencanaan selanjutnya,
misalnya untuk pekerjaan stake-out. Setiap titik KDH akan mempunyai harga
koordinat (x,y).

Pengukuran KDH dilakukan menggunakan metode Poligon dengan bentuk jaring


mengikuti bentuk trase jalan. Pada setiap titik poligon dilakukan pengukuran
sudut, dan pada setiap sisi poligon dilakukan pengukuran jarak.

Peralatan yang digunakan untuk pengukuran KDH adalah:

 Theodolith Jenis Wild – T2 (atau sejenis) untuk pengukuran sudut.

 Roll Meter (50 meter) untuk pengukuran jarak pada daerah yang berbukit
dan menikung.

Untuk keperluan orientasi arah Utara dilakukan pengamatan matahari disalah satu
sisi jaring poligon. Pengamatan dilakukan 4 seri (4 biasa dan 4 luar biasa).

Sistem koordinat kartesian menggunakan sistem nasional. Jika memungkinkan,


dengan melakukan pengikatan terhadap titik triangulasi terdekat. Jika tidak
memungkinkan dapat dilakukan koordinat lokal.

Sebagai kontrol pengukuran dilakukan pengamatan matahari dengan interval 5


km, dan pada awal dan akhir pengukuran dikontrol dengan pengukuran handy
GPS. Kesalahan pengukuran sudut yang diperbolehkan [ 10” n, dimana n adalah
banyaknya titik sudut poligon.

c. Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

Seperti halnya KDH, pengukuran KDV juga harus dilakukan sebagai dasar
pekerjaan pemetaan. Kalau KDH merupakan sistem kerangka dasar kearah
horisontal, maka KDV berfungsi sebagai titik ikat ke arah vertikal. Titik KDV
adalah juga merupakan KDH, sehingga dengan demikian kerangka dasar
pemetaan selain mempunyai koordinat (x, y) juga akan memiliki elevasi (z) atau
secara lengkap menjadi koordinat (x, y, z).

Datum adalah titik tetap, seperti TTG, peil pelabuhan, peil jembatan, atau titik
referensi lainnya. Jika tidak memungkinkan dapat digunakan koordinat lokal.

Alat ukur yang digunakan adalah Waterpass (sejenis WILD NAK-2) dengan
rambu ukur yang dilengkapi nivo rambu.

Jaring KDV merupakan jaring tertutup, dengan toleransi [ 10 mm D (km),


dimana D adalah panjang jalur pengukuran.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


151
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

d. Pengukuran Situasi Detail

Pengukuran Situasi adalah pengukuran setiap obyek yang dipilih untuk di petakan.
Pengukuran dilakukan dari setiap titik kerangka yang telah ada sebelumnya (hasil
pengukuran KDH dan KDV).

Pengukuran situasi menggunakan metode tachymetri. Setiap data yang diambil,


diberi kode (deskripsi) yang berbeda untuk memudahkan dalam tahap selanjutnya
(pengolahan data dan penggambaran).

Alat ukur yang digunakan adalah theodolith WILD T-0 yang dilengkapi dengan
rambu ukur.

Pengukuran situasi meliputi :

a. Pengukuran elevasi pada titik-titik ekstrim

b. Pengukuran situasi sungai, alur, saluran irigasi

c. Pengukuran detail bangunan air (elevasi, bentuk dan demensi), seperti


jembatan, gorong-gorong, dan lainnya.

d. Pengukuran detail prasarana yang ada dilapangan, seperti jalan, hightension


tower, bangunan penting, dan lainnya.

e. Pengukuran tata guna lahan (sawah, tegalan, hutan, kampung/pemukiman,


kuburan, dan lainnya).

f. Pengukuran titik breakline, seperti tepi saluran, tepi sungai, tepi danau,
dinding lembah/bukit, garis pantai, dan lainnya.

e. Pengukuran Profil

Untuk keperluan pekerjaan tanah (earthwork), seperti penggalian dan penimbunan


tanah, diperlukan data profil memanjang dan melintang guna mengetahui besarnya
volume tanah yang akan digali maupun ditimbun.

Profil memanjang bertujuan untuk menentukan ketinggian titik sepanjang garis


rencana jalan atau jembatan, sedangkan profil melintang diperlukan untuk
mengetahui profil lapangan pada arah tegak lurus garis rencana jalan atau
jembatan.

 Penampang Memanjang

Pengukuran penampang memanjang dilakukan sepanjang sumbu rencana


jalan atau jembatan, kecuali pada tempat dimana terdapat kemungkinan
adanya re-alinyemen. Elevasi titik diambil maksimum 25 meter atau setiap
ada perubahan terrain yang mencolok.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


152
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Apabila terdapat pertemuan dengan jalan eksisting, maka sumbu dan lebar
jalan tersebut harus diukur serta dicantumkan dalam gambar.

Peralatan yang digunakan sama dengan peralatan yang digunakan untuk


melakukan pengukuran Kerangka Dasar Vertikal, yaitu Waterpass dan rambu
ukur yang dilengkapi nivo rambu.

 Penampang Melintang

Pengukuran penampang melintang dilakukan bersamaan dengan pengukuran


situasi, dan dengan alat yang sama.

Pengukuran dilakukan setiap interval memanjang :

 50 meter pada jalur lurus dan landai

 25 meter pada daerah tikungan dan perbukitan

Untuk trase jalan baru, elavasi titik diambil setiap 5 meter atau setiap
perbedaan terrain yang mencolok, dengan lebar koridor :

 75 meter kiri dan 75 meter kanan dari sumbu jalan pada daerah lurus, dan

 50 meter kearah luar dan 75 meter kearah dalam dari sumbu jalan pada
daerah tikungan.

Untuk trase melalui jalan existing lebar koridor pengukuran adalah :

 50 meter kiri dan 50 meter kanan dari sumbu jalan pada daerah lurus, dan

 25 meter kerah luar dan 75 meter kearah dalam dari sumbu jalan pada
daerah tikungan.

2) Perencanaan teknis, terdiri dari:

Perencanaan geometrik,

A. Alinyemen Horizontal

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal.


Alinemen horizontal terdiri dari potongan garis lurus yang dihubungkan dengan
garis lengkung (circle, lengkung peralihan atau kombinasi keduanya).

B. Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal merupakan perpotongan bidang vertikal dengan bidang


perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi
dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Alinemen vertikal
ini sangat penting karena berhubungan dengan sifat-sifat operasi kendaraan, yang

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


153
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

mana kendaraan akan lebih nyaman apabila berjalan pada jalan yang datar atau
kelandaian yang kecil. Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi alinemen
vertikal, yaitu :

 Kondisi tanah dasar, hal ini berhubungan dengan besarnya penurunan dan
perbedaan penurunan.

 Keadaan medan, muka jalan sebaiknya sedikit diatas muka tanah asli, hal ini
berhubungan dengan drainase, pekerjaan tanah dan jumlah tikungan.

 Kelandaiaan yang memungkinkan, pendakian dan penurunan memberikan


pengaruh terhadap gerak kendaraan.

 Fungsi jalan, berhubungan dengan persyaratan yang harus dipenuhi sesuai


dengan fungsi jalan.

 Muka air banjir dan MAT, penampang memanjang jalan sebaiknya diatas
elevasi muka air banjir.

C. Lengkung Vertikal

Tujuan dari lengkung vertikal adalah merubah secara bertahap pergantian dari dua
macam kelandaian sehingga mengurangi shock yang dapat menyebabkan rasa
aman dan nyaman pada pengguna jalan serta kemudahan sistem pengaliran air.

Bentuk yang umum dari lengkung vertikal adalah parabola, dengan asumsi
sederhana sehingga elevasi sepanjang lengkung didapat dengan perbandingan
dengan offset vertikal dari PPV yang bernilai tertentu. Karena parabola
mememiliki turunan yang konstan, sehingga jika terdapat persamaan garis, garis
singgungnya berubah dengan konstan.

D. Lengkung Vertikal Cembung

Pada lengkung vertikal cembung titik perpotongan kedua tangent berada diatas
permukaaan jalan. Berdasarkan jarak pandang lengkung vertikal cembung dapat
dibedakan atas 2 keadaan, yaitu :

 Jarak pandang seluruhnya didalam lengkung (S < L)

 Jarak pandangan berada didalam dan luar daerah lengkung (S > L)

E. Lengkung Vertikal Cekung

Pemilihan lengkung vertikal cekung haruslah merupakan lengkung terpanjang


yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak penyinaran, jarak pandang
bebas, keluesan bentuk dan kenyamanan pengemudi.

Panjang Vertikal Cekung ditentukan dengan memperhatikan :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


154
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

o Jarak penyinaran lampu kendaraan, merupakan batas pandangan yang dapat


dilihat oleh pengemudi pada malam hari (umumnya tinggi lampu depan
diambil setinggi 60 cm dengan sudut penyebaran 1º.

o Jarak pandang bebas dibawah bangunan, merupakan jarak pandangan bebas


pengemudi yang melintasi bangunan lain yang seringkali terhalang oleh
bagian bawah bangunan.

o Kenyamanan pengemudi, ditinjau dari adanya gaya sentrifugal dan grafitasi


pada lengkung cukung panjang lengkung minimum yang memenuhi syarat
kenyamanan adalah :

L = (AV2) / 380

o Keluesan bentuk, perlu diperhatikan karena pada lengkung cekung dengan


perbedaan kelandaian yang kecil, dengan rumus EV yang ada maka panjang
lengkung akan pendek. Akibatnya jalan kelihatan melengkung, sehingga perlu
diambil panjang lengkung ≥ 3 detik perjalanan.

Contoh Desain perbaikan Kawasan Kumuh :

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


155
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


156
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

4.2.6 Inovasi

Kegiatan Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh


Kabupaten Padang Pariaman, Konsultan mempunyai beberapa inovasi terkait dalam
perencanaan penataan Kawasan ini. Adapun inovasi ini disesuaikan berdasarkan kebutuhan
penanganan kawasan yang paling utama. Sehingga konsultan memberikan inovasi sebagai
berikut:

A. Perencanaan Air Limbah dan Persampahan

Akses penduduk terhadap prasarana dan sarana air limbah permukiman dan persampahan
pada dasarnya erat kaitannya dengan aspek kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan,
sosial, budaya serta kemiskinan. Hasil berbagai pengamatan dan penelitian telah
membuktikan bahwa semakin besar akses penduduk terhadap fasilitas prasarana dan
sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase serta pemahaman tentang
hygiene, semakin kecil kemungkinan terjadinya kasus penyebaran penyakit yang
ditularkan melalui media air (waterborne diseases). Mengingat keterbatasan kemampuan
yang dimiliki pemerintah, baik pusat maupun daerah, diperlukan upaya-upaya terobosan
yang bersifat mengubah paradigma dalam pengembangan sanitasi lingkungan. Beberapa
upaya bisa dilakukan terhadap pengembangan sanitasi lingkungan berskala komunitas
berbasis masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk
menjamin keberlanjutan pengelolaan.

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


157
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

1. Sektor Air Limbah

Seluruh air yang dihasilkan oleh aktivitas rumah tangga (Mandi, Cuci, Kakus,
Dapur) dan limbah dari industri rumah tangga yang bersifat organik, dialirkan
dengan jaringan perpipaan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk
diolah secara aerobik dan atau anaerobic sehingga hasil pengolahan memenuhi
baku mutu lingkungan.

a. Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T):

- Skala Kota: melayani lebih dari 20.000 jiwa;

- Skala Kawasan Tertentu: melayani 1.000 - 20.000 jiwa;

- Skala Permukiman: melayani 50 - 1.000 jiwa;

b. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat (SPAL-S):

- Skala Komunal: melayani 5 - 10 KK;

- Skala Individu: melayani 1 KK;

Komponen sarana dan prasarana yang dibangun dapat meliputi :

1) Kontruksi IPAL termasuk Lanscaping, jalan akses, sarana penunjang


lainnya;

2) Jaringan Perpipaan dan Bangunan pelengkap (Manhole, rumah pompa,


dll);

3) Sambungan rumah (SR) : Perpipaan, Bak Penangkap lemak/grease trap,


Bak kontrol dan penyediaan jamban pribadi;

Gambar 4.65. Contoh IPAL Komunal Kab. Purbalingga, Sebagai Tempat Main Anak-Anak

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


158
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

2. Sektor Persampahan TPS3R

Pemilihan prasarana persampahan hanya berupa tempat pengolahan sampah


sistem 3R (TPS3R) hanya jika Kelurahan/Kecamatan calon lokasi sudah mencapai
100% akses sanitasi (bebas BABS). Pelaksanaan pembangunan prasarana TPS3R
tersebut dapat berbasis masyarakat/institusi.

Pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R adalah


penyelenggaraan prasarana persampahan berbasis masyarakat yang meliputi
kegiatan mengurangi (R1 atau reduce), mengguna-ulang (R2 atau reuse) dan
mendaur-ulang sampah (R3 atau recycle).

 Kegiatan Mengurangi Sampah (R1) adalah upaya meminimalkan produk


sampah.

 Kegiatan Mengguna-ulang Sampah (R2) adalah upaya untuk menggunakan


kembali sampah secara langsung.

 Kegiatan Mendaur-ulang Sampah (R3) adalah upaya untuk memanfaatkan


kembali sampah setelah melalui proses pengolahan. Unit daur ulang ini
dilengkapi dengan prasarana pengangkut sampah dan Instalasi Pengelolaan
Sampah Terpadu (IPST).

Rencana Teknik Rinci (RTR)

Rencana Teknik Rinci (RTR) adalah gambar perencanaan & pelaksanaan rinci
dari bentuk fisik TPS 3R beserta semua fasilitas/peralatan yang ada di lingkungan
TPS 3R, yang memiliki spesifikasi teknis berdasarkan kapasitas sampah yang
diolah. Secara umum TPS 3R terdiri dari gapura, bangunan hanggar, unit
pencurahan sampah tercampur, unit pengolahan sampah organik, unit pengolahan/
penyimpanan sampah anorganik (daur ulang), unit pengolahan/ penyimpanan
sampah anorganik (residu), gerobak atau motor sampah, gudang kompos padat/
kompos cair/gas bio/sampah anorganik daur ulang/residu, kantor, serta utilitas
pendukung.

Minimal Desain Bangunan TPS 3R

Desain bangunan TPS 3R minimal memuat beberapa hal sebagai berikut :

1. Area penerimaan/ dropping area;

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


159
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

2. Area pemilahan/ separasi;

3. Area pencacahan dengan mesin pencacah;

4. Area komposting dengan metode yang dipilih;

5. Area pematangan kompos/angin;

6. Mempunyai gudang kompos dan lapak serta tempat residu;

7. Mempunyai minimum kantor;

8. Mempunyai sarana air bersih dan sanitasi.

Gambar 4.66. Gambar Denah TPS 3R

Pembuatan Desain

Berikut ini beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam pembuatan desain
arsitektural pada bangunan TPS 3R, yaitu :

1. Hasil perhitungan luasan masing-masing area (pemilahan, pengomposan,


mesin, gudang, dll);

2. Hasil dari kesepakatan masyarakat tentang rencana pilihan teknologi yang


akan diterapkan (menyangkut luasan area komposting, tempat residu, lapak,
dll);

3. Hasil kesepakatan untuk posisi masing-masing ruangan dalam bangunan


TPS 3R (pemilahan, penggilingan, mesin, komposting, dll);

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


160
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

4. Penentuan pondasi yang akan dipakai berdasarkan beban terhitung dengan


jenis tanah yang ada;

5. Desain arsitektural bangunan TPS3R disesuaikan dengan desain arsitektur


tradisional setempat;

6. Menentukan jenis bangunan yang akan dibuat (bangunan rangka baja, beton
bertulang, konstruksi kayu, dll);

7. Menentukan spesifikasi mesin pencacah, pengayak dan motor angkut.

Gambar 4.67. Gambar Desain Arsitektural Tampak Depan

Gambar 4.68. Gambar Desain Arsitektural

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


161
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.69. Gambar Rancangan Layout TPS 3R

B. Perencanaan Jaringan Drainase

Permasalahan lingkungan yang sering dijumpai pada saat ini adalah terjadinya genangan
atau banjir pada musim hujan dan menurunnya kuantitas sumber mata air pada musim
kemarau, selain itu di beberapa tempat terjadi pula penurunan kemampuan tanah untuk
meresapkan air sebagai akibat adanya perubahan lingkungan yang merupakan dampak
dari proses pembangunan.

Selama ini sistem drainase kebanyakan masih menggunakan konsep konvensional yang
hanya mengalirkan air limpasan hujan ke badan air terdekat dan hal tersebut tidak akan
membantu pengisian air tanah atau air resapan yang tanpa adanya pengelolaan terlebih
dahulu.

Berkaitan dengan aspek lingkungan, maka perlu adanya perencanaan penerapan untuk
merubah konsep drainase konvensional menjadi konsep sistem drainase berwawasan
lingkungan (ekodrainase) sehingga dapat menimbulkan dampak positif terhadap
lingkungan.

Tahap Perencanaan Polder

Ada 3 Tipe Sistem Polder yaitu:

1) Sistem polder dengan instalasi pompa dan kolam tampung di samping badan
saluran/sungai

2) Sistem polder dengan instalasi pompa dan kolam tamping pada badan saluran/
sungai

3) Sistem polder dengan instalasi pompa dan kolam tampung tipe long storage

Tahapan perencanaan sesuai dengan tipe sistem polder diuraikan sebagai berikut:

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


162
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

A. Tahapan perencanaan sistem polder dengan instalasi pompa terletak di samping


badan saluran/sungai adalah sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi daerah genangan dan parameter genangan yang meliputi luas


genangan, tinggi genangan, lama genangan dan frekuensi genangan serta
penyebab genangan.

2) Memastikan bahwa elevasi muka air pada saat banjir rencana di badan penerima
lebih tinggi daripada permukaan air di hilir saluran. Uraian lebih lanjut tentang
perhitungan elevasi muka air pada saluran dan kolam tampung yang terletak di
samping badan saluran/sungai dapat dilihat dalam Lampiran Contoh Perhitungan
Buku Tata Cara Perencanaan Kolam Detensi, Kolam Retensi dan Sistem Polder.

3) Menghitung kapasitas saluran existing dibandingkan debit banjir rencana untuk


menentukan penyebab genangan secara pasti.

4) Menentukan lokasi Kolam tampung.

5) Merencanakan tanggul keliling sistem polder berdasarkan tinggi maksimum


elevasi muka air sungai/badan air penerima;

6) Menentukan lokasi bangunan pelimpah samping inlet dan/atau pintu inlet serta
pintu outlet.

7) Menentukan lokasi bangunan rumah pompa.

8) Menghitung lebar pelimpah samping yang berfungsi untuk memasukkan debit


masuk kedalam kolam tampung, dihitung dengan menggunakan rumus :

Q = Cd L H3/2

Bila :

Q = jumlah air yang melimpas (m3/det)

L = panjang ambang peluap (m)

H = tinggi air di atas ambang peluap di sebelah hilir (m)

Cd = nilai koefisien debit= 2 – 2,1 ,

9) Komponen bangunan pelengkap pada sistem polder yang kolam tampungnya


terletak disamping badan saluran/sungai:

1. Rumah pompa

2. Bangunan pelimpah samping inlet dan

3. Pintu inlet

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


163
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

4. Pintu outlet

5. Trash Rack/ saringan sampah

6. Kolam penangkap sedimen

7. Akses jalan masuk

8. Rumah jaga

9. Gudang

Gambar 4.70. Sistem Polder dengan Instalasi Pompa Terletak di dalam Badan Saluran/Sungai

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


164
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

FORMAT PELAPORAN

4.1. PENDEKATAN...........................................................................................................................1

4.1.1 Umum.....................................................................................................................................1

4.1.2 Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan........................................................................................3

4.1.3 Prinsip Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh. . .11

4.1.4 Kriteria Lokasi Penanganan............................................................................................12

4.1.5 Dasar Hukum..................................................................................................................13

4.1.6 Pendekatan Analisa Data................................................................................................16

4.1.7 Pendekatan Pengembangan Local Economic Development (LED) / Potensi Ekonomi Lokal
(PEL)...............................................................................................................................................17

4.1.7.1 Pengertian Potensi Ekonomi Lokal (PEL)......................................................................17

4.1.7.2 Fokus Pelaksanaan Potensi Ekonomi Lokal (PEL).........................................................18

4.1.7.3 Tujuan dan Sasaran Potensi Ekonomi Lokal (PEL)........................................................18

4.2. mETODOLOGI.........................................................................................................................20

4.2.1 Desain Utama Metodologi....................................................................................................20

4.2.2 Metoda Pengumpulan Data...........................................................................................21

4.2.3 Metoda Analisis.....................................................................................................................24

4.2.4 Metoda Penyusunan Rencana Penanganan Kawasan Kumuh.............................................132

4.2.4.1 Pola Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh......................................................133

4.2.4.2 Pola-pola Penanganan...........................................................................................134

4.2.4.3 Pola Penanganan Terhadap Aspek Bangunan Gedung Dan Infrastruktur.................142

4.2.5 Penyusunan Detail Engineering Design (DED).....................................................................146

4.2.6 Inovasi.................................................................................................................................154

Tabel IV.1. Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh..................................24

Tabel IV.2. Aspek, Kriteria, Indikator dan Penilaian Terhadap Pemilihan Lokasi
Penanganan Perumahan Dan Permukiman Kumuh............................................................25

Tabel IV.3. Kebutuhan Air Domestik Berdasarkan Jumlah Penduduk..............................66

Tabel IV.4. Standar Kebutuhan Air Minum Non Domestik..............................................68

Tabel IV.5. Nilai Reduce Variate (Y) untuk beberapa Nilai Kala Ulang T..........................79

Tabel IV.6. Tahapan Analisis Hidrologi Untuk Debit Rancangan......................................81

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


165
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Tabel IV.7. Koefisien run-0ff terhadap kondisi permukaan.............................................82

Tabel IV.8. Tipikal Harga koefisien kekasaran Manning, n, yang sering digunakan.........88

Tabel IV.9. Tinggi Jagaan Untuk Saluran Dengan Pasangan.............................................88

Tabel IV.10. Tinggi Jagaan Untuk saluran tanpa pasangan..............................................88

Tabel IV.11. Tingkat Pemakaian Air Minum Rumah Tangga Berdasarkan Kategori Kota. 98

Tabel IV.12. Tingkat Pemakaian Air Minum Non Rumah Tangga.....................................98

Tabel IV.13. Diameter Perpipaan Air Limbah Domestik.................................................100

Tabel IV.14. Kebutuhan Lahan IPAL...............................................................................101

Tabel IV.15. Timbulan Sampah Kota..............................................................................110

Tabel IV.16. Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen-Komponen Sumber


Timbulan 110

Tabel IV.17. Klasifikasi Wilayah Rentan Bencana..........................................................118

Tabel IV.18. Pembobotan Wilayah Rentan Bencana.....................................................118

Tabel IV.19. Jenis-jenis Penanganan Pemugaran...........................................................135

Tabel IV.20. Pola Penanganan Aspek Bangunan Gedung Dan Infrastruktur Pendukung
143

Gambar 4.1. Hubungan Antara Berbagai Pendekatan Perencanaan.........................4

Gambar 4.2. Bagan Alir Penanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
12

Gambar 4.3. Bagar Alir Kerangka Pekerjaan............................................................12

Gambar 4.4. Pendekatan Manajemen dan Keterkaitan Pengembangan Kebijakan


Penanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh........................................16

Gambar 4.5. Sasaran dalam Pengembangan Ekonomi Wilayah Berkelanjutan.......19

Gambar 4.6. Contoh Ilustrasi Keteraturan Bangunan.............................................35

Gambar 4.7. Ilustrasi Perhitungan KDB dan KLB.....................................................35

Gambar 4.8. Ilustrasi Aspek Keselamatan Bangunan.............................................37

Gambar 4.9. Ilustrasi Sanitasi dalam Kaveling Rumah.............................................37

Gambar 4.10. Ilustrasi Kenyamanan dalam Bangunan............................................38

Gambar 4.11. Ilustrasi Aspek Kemudahan Bangunan..............................................39

Gambar 4.12. Contoh Lebar Perkerasan..................................................................55

Gambar 4.13. Tipical Potongan Melintang Jalan.....................................................55

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


166
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.14. Tipical Daerah Timbunan..................................................................56

Gambar 4.15. Tipical Daerah Galian........................................................................56

Gambar 4.16. Ilustrasi Sumur Dangkal dan/atau Sumur Dalam..............................70

Gambar 4.17. Ilustrasi PAH......................................................................................70

Gambar 4.18. Ilustrasi Perlindungan Mata Air........................................................71

Gambar 4.19. Ilustrasi Sarut....................................................................................71

Gambar 4.20. Ilustrasi Destilator Surya Atap Kaca..................................................71

Gambar 4.21. Ilustrasi IPA Sederhana.....................................................................72

Gambar 4.22. Ilustrasi Terminal Air.........................................................................72

Gambar 4.23. Penampan Melintang Saluran Berbentuk Trapesium.......................89

Gambar 4.24. Penampan Melintang Saluran Berbentuk Persegi.............................90

Gambar 4.25. Ilustrasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat............................91

Gambar 4.26. Ilustrasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat...........................91

Gambar 4.27. Ilustrasi Kloset Leher Angsa..............................................................92

Gambar 4.28. Ilustrasi MCK Umum.........................................................................92

Gambar 4.29. Ilustrasi Pemasangan Sambungan Rumah ke Sistem IPAL................93

Gambar 4.30. Ilustrasi IPAL.....................................................................................94

Gambar 4.31. Ilustrasi Cubluk yang terhubung dengan kloset................................95

Gambar 4.32. Ilustrasi Tangki Septik.......................................................................95

Gambar 4.33. Ilustrasi Biofilter................................................................................96

Gambar 4.34. Ilustrasi Unit Pengolahan Limbah Fabrikasi......................................96

Gambar 4.35. Ilustrasi Truk Tinja.............................................................................96

Gambar 4.36. Ilustrasi Motor Pengangkut Tinja......................................................97

Gambar 4.37. Ilustrasi IPLT......................................................................................97

Gambar 4.38. Ilustrasi Perpipaan Retikulasi..........................................................100

Gambar 4.39. Ilustrasi Anaerobic Baffled Reactor (ABR).......................................105

Gambar 4.40. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Limbah dengan RBC...............107

Gambar 4.41. Tipikal Unit Pengolahan Biofilter Anaerob-Aerob...........................108

Gambar 4.42. Ilustrasi Sistem Persampahan.........................................................111

Gambar 4.43. Ilustrasi Bak Sampah.......................................................................112

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


167
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

Gambar 4.44. Ilustrasi Kontainer Sampah.............................................................112

Gambar 4.45. Ilustrasi Gerobak Sampah...............................................................112

Gambar 4.46. Ilustrasi Motor Pengangkut Sampah...............................................113

Gambar 4.47. Ilustrasi Mobil Bak Sampah.............................................................113

Gambar 4.48. Ilustrasi Perahu Pengangkut Sampah..............................................113

Gambar 4.49. Ilustrasi TPS.....................................................................................114

Gambar 4.50. Ilustrasi Dump Truck.......................................................................114

Gambar 4.51. Ilustrasi Armroll Truck.....................................................................114

Gambar 4.52. Ilustrasi Compactor Truck...............................................................115

Gambar 4.53. Ilustrasi Trailer Truck.......................................................................115

Gambar 4.54. Ilustrasi Ruang Dalam TPS 3R..........................................................116

Gambar 4.55. Ilustrasi Ruang Dalam TPST.............................................................116

Gambar 4.56. Ilustrasi Kebutuhan Ruang pada SPA..............................................116

Gambar 4.57. Ilustrasi TPA Sanitary Landfill..........................................................117

Gambar 4.58. Contoh Desain Trailer Fire Pump Skala Lingkungan........................119

Gambar 4.59. Contoh Desain Trailer Fire Pump Dengan Penambahan Penggerak
Sepeda Motor Skala Lingkungan..............................................................................119

Gambar 4.60. Contoh Ilustrasi APAR Skala Lingkungan.........................................120

Gambar 4.61. Area Pejalan Kaki/Pedestrian Code Gumreget................................121

Gambar 4.62. Simpul Permasalahan dan Potensi Sosial Ekonomi Kawasan Sandi
Ulakan 128

Gambar 4.63. Kerangka Pikir Pendekatan Sosial Kemasyarakatan (People Centered


Development) Gerakan Pembangunan Kawasan Rancak, Tercelak dan Anti Kumuh
“GERBANG RANCAK” NAGARI SANDI ULAKAN.........................................................130

Gambar 4.64. Konsep Dasar Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh......134

Gambar 4.65. Contoh IPAL Komunal Kab. Purbalingga, Sebagai Tempat Main Anak-
Anak 155

Gambar 4.66. Gambar Denah TPS 3R....................................................................157

Gambar 4.67. Gambar Desain Arsitektural Tampak Depan...................................158

Gambar 4.68. Gambar Desain Arsitektural............................................................158

Gambar 4.69. Gambar Rancangan Layout TPS 3R.................................................158

Gambar 4.70. Sistem Polder dengan Instalasi Pompa Terletak di dalam Badan
Saluran/Sungai 161

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


168
Perencanaan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kabupaten Padang Pariaman

LAPORAN PENDAHULUAN Bab IV -


169

Anda mungkin juga menyukai