Abstrak
Di Kabupaten Kudus masih terdapat banyak sekali mitos yang berkembang, salah satu
mitos yang masih dipercaya dan dilestarikan hingga saat ini adalah mitos air tiga rasa. Mitos
air tiga rasa ini berasal dari Desa Japan. Sumber air tiga rasa ini memiliki tiga rasa yang
berbeda-beda yakni rasa tawar, rasa bersoda seperti sprite, dan rasa yang seperti arak. Namun
apabila ketiga rasa dari air tersebut dicampur jadi satu maka rasanya akan berubah menjadi
air tawar. Hal itulah yang membuat adanya perbedaan anggapan antara masyarakat umum
dan masyarakat setempat. Penelitian ini memiliki rtujuan guna mengetahui sejarah mitos air
tiga rasa, anggapan masyarakat mengenai mitos air tiga rasa, dan pengaruh mitos air tiga rasa
terhadap masyarakat sekitar. Metode penelitian yang digunakan yakni metode deskriptif
kualitatif. Sumber penelitian adalah masyarakat Desa Japan dan pengunjung sumber air tiga
rasa. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan observasi. Hasil penelitiannya
adalah sejarah dari mitos air tiga rasa yang masih dilestarikan dan diwariskan hingga saat ini
adalah petilasan yang ditinggalkan oleh alim ulama’ yang bernama Syeh Hasan Syadily.
Kemudian mucullah anggapan dari masyarakat mengenai mitos air tiga rasa tersebut.
Anggapan masyarakat yang muncul berbeda-beda ada yang mengatakan bahwa itu adalh
budaya yang sudah diwariskan sejak zama dulu secara turun temurun sampai sekarang dan
masih di lestarikan. Ada pula yang beranggapan bahwa itu adalah salah satu kekuasaan dari
Allah SWT. Selain anggapan dari masyarakat, pengaruh yang ditimbulkan adanya mitos air
tiga rasa ini dirasakah oleh warga setempat. Mereka sekarang memiliki pekerjaan dan
penghasilan, seperti membuka warung, menjadi tukang ojek, dan menjadi tukang parkir.
Kata Kunci: Mitos Air Tiga Rasa, Anggapan Masyarakat, Pengaruh Mitos Air Tiga Rasa
PENDAHULUAN
Pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di seluruh dunia
ini terjadi di era globalisasi seperti sekarang ini. Salah satu yang negara yang mengalami
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini adalah Indonesia dan tanda
yang dimunculkan adalah semakin baiknya tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh
masyarakat. Sejalan dengan semakin baiknya tingkat pendidikan masyarakat dan teknologi
yang mendukung, maka pemikiran yang dimiliki masyarakat akan lebih logis dalam
bertingkah laku. Perihal semacam ini nampak dari masyarakat yang lebih berpikir
menggunakan logika dalam memecahkan masalahnya, misalnya jika masyarakat sakit mereka
lebih memutuskan untuk yakin kepada dokter daripada percaya dengan dukun, di mana pada
zaman dulu sebelum adanya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
masyarakat lebih memilih dukun dalam mengobati penyakit. Semakin berkembangnya
budaya di masyarakat semakin rasional pula pemikiran masyarakat, hal ini menunjukkan
bahwa kebudayaan adalah suatu hal yang dinamis atau sering berubah-ubah.
[1]
Kebudayaan adalah suatu hal yang bersifat kompleks yang didalamnya melingkupi
pengetahuan, moral, kepercayaan, hukum adat, dan keahlian serta kerutinan yang didapatkan
manusia selaku anggota masyarakat (Tylor dalam Soekanto:1990: 188). Kebudayaan
merupakan hasil yang diperoleh dari pemikiran masyarakat yang melingkupi banyak hal
sehingga pemikiran masyarakat akan berubah mengikuti perubahan kebudayaan.
Masyarakat masih mempertahankan salah satu unsur kebudayaan yakni sistem
kepercayan. Masyarakat menjadikan sistem kepercayaan ini sebagai pedoman karena
termasuk ke dalam peninggalan leluhur yang wajib senantiasa dilindungi serta dilestarikan
meskipun zaman sudah berubah, seperti di zaman modern sekarang ini. Adanya kepercayaan
yang diberikan masyarakat terhadap kekuatan yang besar lebih darinya. [2]Oleh karena itu,
masyarakat melaksanakan bermacam perihal guna meraih kedamaian dalam hidup (Sujarwa,
2001: 139).
Masyarakat menganut keyakinan pada daya besar yang memberikan dorongan kepada
masyarakat agar percaya dengan hal yang bersifat ghaib, seperti upacara memuja tempat yang
dikeramatkan di mana hingga saat ini masih dilaksanakan dan terikat dengan mitos di
dalamnya. [3]Mitos pada umumnya menceritakan bagaimana terjadinya alam semesta dan
seisinya (Bascom dalam Danandjaya, 2002: 51). Mitos yaitu cerita yang mengisahkan
mengenai peristiwa alam dan aktivitas manusia yang dapat memberikan panduan dan arahan
terhadap tingkah laku dari sekelompok masyarakat. Kisah itu dipaparkan dan diungkapkan
melalui kesenian misalnya pementasan wayang. Mitos ini memberi arah terhadap perilaku
masyarakat dan sebagai pedoman atau norma bagi mereka. [4]Melalui mitos ini, masyarakat
dapat ikut serta dalam mengambil bagian terhadap kejadian yang terjadi di sekelilingnya dan
dapat juga memperhatikan daya yang diberikan dari kekuatan alam (Hariyono, 1996: 72).
Mitos memiliki kaitan erat antara fenomena dunia nyata dengan dunia gaib dalam
kaitannya dengan manusia. Di lingkungan masyarakat kepercayaan itu tumbuh dan
diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Di era modern seperti
saat ini masih banyak ditemukan mitos yang berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat.
Mitos tersebut lebih sering dijumpai di daerah-daerah Kemungkinan adanya sebuah
perbedaan dan keyakinan terhadap mitos yang dipercaya, karena masih banyak lapisan
masyarakat yang masih mempercayainya. Perbedaan masyarakat mungkin terjadi di jalan
cerita atau kekuatan mistik yang dimiliki mitos tersebut. Oleh karenanya, tanpa adanya
peraturan yang jelas dalam mempercayai mitos dan tidak dapat di logika dengan akal, baik itu
berupa kelakuan masyarakat ataupun kejadian alam gaib yang diwariskan secara turun
temurun secara lisan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Terkait dengan mitos, di Jawa Tengah lebih tepatnya di Kabupaten Kudus masih
banyak dijumpai mitos yang berkembang dan dipercaya, misalnya mitos terhadap air tiga rasa
yang terletak dilingkungan makan Raden Umar Sa’id (Sunan Muria). Sumber air tiga rasa ini
berada di sisi utara makam Raden Umar Sa’id dan di atas ojbek wisata air terjun Montel.
Lebih tepatnya di Dukuh Rejenu, Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, apabila
memalui pesanggrahan Colo sekitas 3 km.sumber air tiga rasa ini memiliki tiga jenis air yang
berbeda, yakni rasa tawar-tawar masam, rasa yang mirip dengan minuman bersoda seperti
minum “sprite”, dan rasa yang mirip seperti tuak atau arak. Apabila ketiga jenis air tersebut
dicampur menjadi satu, maka rasanya akan berubah menjadi air tawar. Mitos air tiga rasa ini
dipercaya dapat memberikan banyak khasiat di setiap rasanya bagi orang yang meminumnya.
Dulunya mitos tentang air tiga rasa ini hanya tumbuh di Desa Japan saja, tapi saat ini
mitos air tiga rasa ini berkembang sampai di luar Desa Japan bahkan di luar Kota Kudus
seperti di Demak, Semarang, dan lainnya. Sampai sekarang mitos tentang air tiga rasa ini
masih dipercaya masyarakat, dan semakin hari semakin banyak yang mengunjunginya
dikarenakan banyak yang penasaran dan ingin tahu mengenai mitos tersebut. Pengunjung
yang datang sangat beragam mulai dari segi jenis kelamin, segi usia, segi pekerjaan, dan dari
segi pendidikan. Pola pikir yang tidak sama tidak dimiliki oleh masyarakat yang beragam
sehingga mitos tentang air tiga rasa ini memiliki pandangan yang berbeda satu sama lain.
Anggapan atau anggapan masyarakat ini muncul karena adanya dorongan baik yang berasal
dari dalam diri maupun dari orang lain. Mitos air tiga rasa ini adalah salah satu dari berbagai
macam dorongan yang lain bagi masyarakat di sekelilingnya. Masyarakat yang datang ke
sana akan membagikan anggapan yang berbeda-beda dari setiap orang berdasarkan pemikiran
yang berbeda. Tingkat keyakinan yang dimiliki masyarakat terhadap mitos yang masih
berkembang adalah anggapan religi mengenai mitos air tiga rasa ini. Mitos air tiga rasa ini
dapat dikaji melalui kajian etnosains.
Etnosains sebagai sebuah perkembangan dalam ilmu antropologi, terdapat antropologi
kognitif dengan metode etnografi yang sudah banyak dikenal dan dilakukan oleh antropolog.
Antropolog pertama yang populer yaitu W.H.R. Rivers yang berasal dari Inggris dan Franz
Boas yang berasal dari Amerika. Metode wawancara yang digunakan secara khas pada tahap
ini biasa disebut dengan istilah “genealgonical method”. Di mana teknik etnografi yang
utama digunakan adalah teknik wawancara panjang dan berkali-kali dengan informan kunci
lebih dari satu. [5]Tipe penelitian ini memiliki tujuan untuk mendapatkan gambaran masa lalu
dari suatu kelompok di masyarakat (Spradley, 2006).
Etnosains dipandang sebagai pengetahuan yang diakumulasi dari pengalaman yang
dimiliki oleh setiap rasa tau suku bangsa, dan tidak dipandang sebagai bentuk fisik. Telaah
etnosains lebih mengarah kepada telaah yang mengkaji perilaku masyarakat terhadap
lingkungannya dengan sudut pandang sosial dan anggapan dari masyarakat lokal dengan
menggunakan bahasa lokal.
[6]
Menurut W.H. Goodenough (dalam Ahimsa, 1964), konsep etnosains adalah sebuah
konsep yang mengacu pada kebudayaan yang mengatakan jika kebudayaan tidak memiliki
wujud fisik, tetapi kebudayaan yang berbentuk pengetahuan yang ada dalam diri masyarakat.
etnosains lebih banyak mengkaji pendataan untuk mengetahui susunan yang ada
dilingkungan dan apa yang dirasa penting oleh suatu ras atau suku bangsa. Setiap suku
bangsa yang memiliki perbedaan akan dibuatkan klasifikasinya dan hal tersebut akan
dicerminkan melalui leksikon atau kata-kata yang mengacu pada benda, aktivitas, atau juga
struktur sintaksisnya guna mempresentasikan pengalaman yang unik dan berbeda.
Setelah mengetahui secara mendalam tentang mitos air tiga rasa tersebut, maka
peneliti akan mengkaji mengenai bagaimana sejarah mitos air tiga rasa, persepsi masyarakat
terhadap mitos, dan pengaruhnya bagi masyarakat di sekitarnya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data yang
digunakan terdapat dua sumber data yakni data primer dan data sekunder. Data primer berupa
informan penelitian yakni juru kunci sumber air tiga rasa, sesepuh Desa Japan, pengunjung
sumber air tiga rasa, dan warga masyarakat. Sedangkan data sekundernya yakni berupa buku,
artikel, dan penelitian yang relevan. Teknik yang digunakan adalah teknik wawancara dan
observasi lapangan.
PENUTUP
Mitos air tiga rasa yang berasal dari Desa Japan ini masih dijaga dan dilestarikan oleh
masyarakat hingga sekarang. Banyak alasan yang diberikan oleh masyarakat mengenai
kepercayaan mereka terhadap mitos air tiga rasa ini. Masyarakat masih mempercayai mitos
ini sampai saat ini karena dilihat dari sejarahnya dulunya adalah tempat untuk berwudhu yang
dibuat oleh seorang alim ulama’ dan mempunyai khasiat dapat digunakan sebagai obat. Dari
segi sosial budaya, mitos ait tiga rasa ini meskipun sumber air tiga rasa ini sudah sangat lama,
tapi oleh masyarakat mitos air tiga rasa ini masih dipercaya khasiatnya secara turun temurun
dari generasi ke generasi selanjutnya. Ada pula yang mempercayai bahwa sumber air tiga
rasa ini merupakan salah satu kekuasaan dari Allah SWT. Adapun pengaruh yang diberikan
dari adanya mitos air tiga rasa adalah dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
yang hidup di sekitar sumber air tiga rasa tersebut. Masyarakat sekitar banyak yang
mendirikan warung-warung kecil, ada yang yang menjadi tukang ojek, ada pula yang menjadi
tukang parkir. Itulah pengaruh yang diberikan dengan adanya mitos air tiga rasa ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[2]
Sujarwa. 2001. Manusia dan Fenomena Budaya. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset.
[3]
Danandjaya, James. 2002. Foklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
[4]
Hariyono. 1996. Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Kanisius.
[5]
Spradley, J.P. 2007. Edisi Kedua Metode Etnografi (Terjemahan oleh Misbah Sulza
Elizabeth). Yogyakarta: Tiara Wacana.
[6]
Ahimsa-Putra, H.S. 1985. “Etnosains dan Etnometodologi: Sebuah Perbandingan”. Jakarta:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.