Anda di halaman 1dari 12

Jurnal DISPROTEK Volume 7 No.

2 Juli 2016

KRIYA DAN DESAIN


MENUJU PERKEMBANGAN KEKRIYAAN INDONESIA

Zainul Arifin MA
Fakultas Sains dan Teknologi, UNISNU Jepara
zainularifin@unisnu.ac.id

ABSTRACT

Kriya in the context of the past is defined as an art product that contained the charge aesthetic value,
symbolic, philosophical, and functional. The craft in the present context has a different understanding
of that; can produce functional products and can produce art that is an expression of the individual for
the sake of artistic prestige. Kriya have common terms and have many of the terms derivatives
namely: Craft Art, Craft expression, Craft Design, Craft Design, Craft Product, and Contemporary
Craft. These terms are essentially can be classified into two categories: the craft of design and craft
art. The basic differences between the two categories lies in the motivation in the creation of its
products. Kekriyaan activities should be conducted in order to craft an overall understanding,
concerning the categorization in the craft, it became clear, that the "map" kriya can be read and
understood. Including how to position the craft and skill collaborate with the design, resulting in an
interesting craft products, functional, symbolic, aesthetic, quality and character.

Keywords: craft, repositioning, collaboration and design

ABSTRAK

Kriya dalam konteks masa lampau dimaknai sebagai suatu produk seni yang terkandung muatan nilai
estetik, simbolik, filosofis, dan fungsional. Adapun kriya dalam konteks masa kini memiliki pengertian
yang berbeda yakni; dapat menghasilkan produk fungsional dan dapat menghasilkan produk seni
yang merupakan ekspresi individual untuk kepentingan prestise kesenimanan. Kriya mempunyai
istilah yang umum dan memiliki banyak istilah turunan yakni: Kriya Seni, Kriya Ekspresi, Disain Kriya,
Kriya Disain, Kriya Produk, dan Kriya Kontemporer. Istilah-istilah tersebut pada hakikatnya dapat
dikelompokan kedalam dua kategori yaitu kriya desain dan kriya seni. Perbedaan mendasar dari
kedua kategori ini terletak pada motivasi dalam penciptaan produknya. Kegiatan kekriyaan harus
sering dilakukan agar pemahaman kriya secara keseluruhan, menyangkut kategorisasi dalam kriya,
menjadi jelas, sehingga “peta” kriya dapat terbaca dan dapat dipahami. Termasuk bagaimana
memposisikan kriya dan mengkolaborasikan kriya dengan desain, sehingga menghasilkan produk
kriya yang menarik, fungsional, simbolis, estetis, berkualitas dan berkarakter.

Kata kunci: kriya, reposisi, kolaborasi dan desain

Pendahuluan dilakukan oleh kriyawan muda yang punya


Kriya merupakan cabang atau ranting gairah dalam menggali dan mengembangkan
seni yang sedang mengalami transformasi kriya dan memiliki potensi dalam banyak
baik bentuk maupun fungsinya sehingga bidang garapan. Contohnya: kriya kayu, kriya
sering menjadi percakapan atau diskusi keramik, dan kriya tekstil (batik). Dari ketiga
panjang, berkenaan dengan status dan bidang tersebut mampu berkembang
kedudukannya dalam perkembangan seni sekaligus dalam tiga arah dan masing-masing
rupa di Indonesia (Soedarso Sp., 1990: 1). memiliki kepentingan yang berbeda. Tiga arah
Inovasi dalam kriya terus berjalan, terutama dimaksud adalah: 1) berorientasi pelestarian,

1
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

2) berorientasi pada pengembangan untuk dan karakteristik yang didalamnya terkandung


kepentingan ekonomi atau komersial, 3) muatan nilai estetik, simbolik, filosofis, dan
berorientasi pada kepentingan ekspresi fungsional serta grawit dalam pembuatannya
pribadi. (Gustami Sp., 1992: 71). Kriya dalam konteks
Istilah kriya relatif belum lama dipakai di masa kini memberikan pengertian yang
Indonesia, namun sering menimbulkan berbeda dari pemaknaan kriya masa lampau.
pertanyaan, kebingungan dan menimbulkan Perbedaan ini lahir karena adanya perbedaan
kelatahan dalam menggunakan istilah motivasi yang melatarbelakangi lahirnya istilah
tersebut. Hal ini dikarenakan pengguna istilah kriya. Berkenaan dengan itu dapat dikutipkan
kriya kurang atau belum dimengerti secara pandangan Asmujo (2000: 262) sebagai
jelas mengenai maknanya. Istilah kriya ini berikut:
sering diidentikkan dengan kerajinan, tetapi Bisa diasumsikan bahwa istilah “kriya”
banyak pula yang mengartikan berbeda sesuai mengalami transformasi pengertian,
dengan sudut pandang masing-masing. mengingat pengertian art juga mengalami
Seorang praktisi seni (seniman) tidak transformasi. Pengertian yang cukup jauh dari
penting mempermasalahkan istilah kriya, pengertiannya yang lama. Istilah art dalam
tetapi para akademisi sangat penting untuk bahasa Inggris merupakan turunan dari istilah
dibicarakan, karena suatu istilah adalah simbol art dalam bahasa Latin yang memiliki
yang digunakan untuk menggambarkan pengertian sama dengan techne dalam
makna secara keseluruhan. bahasa Yunani, artinya kurang lebih sama
Konsep Kriya dengan pengertian craft atau skill saat ini
Kriya dalam konteks masa lampau dalam bahasa Inggris.
dimaknai sebagai suatu karya seni yang unik

SENI RUPA

PATUNG
LUKISAN

DKV

SENI MURNI DESAIN


PRODUK

SENI RUPA DESAIN

ANYAMAN
SENI TERAPAN

TEKSTIL

KERAMIK
UKIR KAYU
tbahtiarapresiasisenikriya'2008 4

Gambar 1. Pembagian wilayah dan cabang dalam seni rupa

2
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

KRIYA

KRIYA SENI
KRIYA EKSPRESI
SENI RUPA KRIYA DESAIN KRIYA
KRIYA DESAIN
KRIYA PRODUK
KRIYA KONTEMPORER

Gambar 2. Posisi kriya dalam Seni Rupa

Istilah kriya yang mengalami perubahan berada pada posisi di antara wilayah seni dan
merupakan suatu hal yang perlu disikapi disain: Kondisi ini menyadarkan kita bahwa
dengan wajar, karena sebuah istilah pada seharusnya tidak ada definisi yang kaku dalam
waktu yang berbeda, tempat yang berbeda, pengelompokkan kriya, karena hal itu
dan konteks yang berbeda, maknanya bisa tergantung di wilayah mana secara esensial
berlainan. Persoalan yang muncul terletak kriya itu sendiri beraktivitas (Nugroho, 1999:
pada kemauan dan sikap untuk membangun 5).
konvensi melalui kesepahaman para pihak Penciptaan produk kriya masa lampau
yang berkompeten pada dunia seni (rupa). dimotivasi oleh kepentingan ritual magis dan
Namun, kenyataannya pada saat ini kriya simbol status. Sedang kriya masa kini
masih menjadi ajang perebutan untuk dimotivasi oleh prestasi kesenimanan. Akibat
dimasukkan pada wilayah seni atau desain. dari perbedaan tersebut, kekriyaan masa
Berkaitan dengan itu, Nugroho (1999: 4) lampau dan kekriyaan masa kini melahirkan
mengatakan: bidang ilmu kriya, jika diurai dari perbedaan dalam wujud hasil karyanya. Kriya
akar keilmuannya, masih terus menjadi masa kini melahirkan karya seni yang dapat
perdebatan sengit di antara kalangan praktisi digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu
dan akademisi dibidang seni rupa. Bidang karya seni fungsional yang tergolong dalam
kriya telah menjadi ajang perebutan, seni terapan dan karya seni kriya yang
dimasukan ke dalam disiplin ilmu seni atau pembuatannya lepas dari segi fungsi tergolong
ilmu desain. dalam kategori seni murni. Keduanya bertolak
Kriya sendiri dapat mencakup pada dari landasan yang sama yaitu pemanfatan
kedua disiplin ilmu yaitu seni dan desain, unsur-unsur tradisi dalam penciptaan karya-
sehingga memungkinkan muncul dua istilah karyanya.
seperti: kriya seni dan kriya disain, atau seni Kekriyaan masa kini yang berorientasi
kriya dan disain kriya. Pada kenyataannya pada prestasi kesenimanan, dalam bentuk
kriya memiliki fleksibilitas yang tinggi, yaitu produk fungsional telah banyak dibuktikan

3
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

dengan hadirnya produk yang kreatif inovatif Reposisi Kriya


dan khas dari masing-masing pribadi Dalam usahanya untuk
penciptanya. Sedangkan dalam bentuk karya memasyarakatkan dan mereposisi diri, kriya
seni murni (kriya seni/kriya ekspresi) dihadapkan berbagai persoalan yang
dibuktikan dengan hadirnya produk seni yang mendudukkan kriya sebagai seni rendahan
memiliki kedalaman nilai seni yang tercermin dan termajinalkan dalam wilayah seni rupa
dari masing-masing produk yang dihasilkan. (seni murni). Adanya persepsi bahwa kriya tak
Pembuatan produk kriya itu merupakan cermin lebih merupakan seni terapan, seni dekoratif,
dari segenap kemampuan kriyawan, karena bahkan kerajinan, karena hanya mengabdi
esensi dari pembuatan produknya merupakan pada kaidah keterampilan, yang nilainya
pertaruhan nama di dalam menjaga prestise berada di bawah dan tidak pantas dipadankan
kesenimanan. Terkait dengan pernyataan ini dengan seni rupa yaitu seni lukis dan patung.
Hastanto (2000: 2) mengatakan bahwa: Persepsi ini diwariskan oleh dikotomi fine art
Kelahiran kriya seni atau kriya (seni murni) seni lukis, seni patung, dan
kontemporer merupakan salah satu arsitektur atas craft dalam seni modern Barat.
pengukuhan seni kriya sebagai cabang seni Namun situasi di Indonesia tidaklah seeksterm
rupa sebagaimana halnya dengan cabang di Barat, di mana craft sangat termarjinalkan
seni rupa lainnya, serta memberikan apresiasi dan dianggap bukan seni, dan tidak diberi
kepada masyarakat untuk menerima kriya seni kesempatan masuk dalam pembahasan fine
sebagai proses kreatif dan ungkapan ekspresi art. Seperti halnya negara-negara di luar
estetik dalam bentuk yang khas dari kriyawan. mainstrem barat, maka seni modern yang
Istilah kriya seni dipahami sebagai masuk ke Indonesia tidak sepenuhnya
istilah untuk menamai produk kriya yang merupakan adopsi dari seni modern barat.
pembuatannya lepas dari segi fungsi, produk Karena mengalami mediasi dengan muatan-
yang dinamai kriya seni adalah produk yang muatan lokal yang kerap menghasilkan
dibuat untuk kepentingan ekspresi dengan bentuk-bentuk yang menjadikan seni modern
tujuan prestasi kesenimanan. Namun, dalam Indonesia sangat sulit untuk diidentifikasi
perkembangan selanjutnya istilah ini tidak dengan kacamata baku seni modern barat, hal
digunakan secara konsisten karena sering ini disebabkan oleh bekerjanya nilai-nilai lokal.
ditemukan produk yang fungsional, meskipun (Jim Supangkat, Bentara Kompas, 7 Juli 2000)
bermuatan seni tinggi sering disertakan dalam Seni modern yang monolinear (terpusat) dan
pameran- pameran yang berlabel kriya seni, menjunjung nilai universalitas cenderung tidak
perlu adanya sikap konsisten dalam mengakui hadirnya seni-seni dengan capaian
penggunaan istilah agar kategorisasi dapat sejenis yang berkembang di luar mainstream
dimengerti dengan jelas dan termaknai sesuai barat.
dengan pengertian yang dikandungnya. Ketika mengadopsi istilah seni
Istilah kriya sendiri adalah merupakan kontemporer, meskipun dirasakan lebih
istilah yang lebar dan umum. Istilah itu menguntungkan, seni kontemporer Indonesia
merupakan induk besar dari kegiatan kembali dihadapkan pada persoalan
kekriyaan. Dari induk kriya ini kemudian paradigmatik. Karena kehadiran seni
muncul istilah turunan yaitu: kriya seni, kriya kontemporer di barat merupakan perlawanan
ekspresi, kriya disain, kriya produk, dan kriya atas seni modern dengan hegemoni
kontemporer. Adapun pelaku kriya biasa universalismenya, dan tradisi high art (high
disebut kriyawan, pekriya, dan seniman kriya. culture) yang didukung oleh dominannya

4
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

peran infrastruktur dalam menentukan standar diharapkan dapat melakukan pembacaan dan
nilai. Sementara perkembangan seni pemetaan produk kriya dan mencari
kontemporer Indonesia lebih dipicu oleh paradigma bagi perkembangan kriya.
perlawanan terhadap kesewenangan
kekuasaan (rezim) dalam kehidupan Perbedaan Kriya dan Kerajinan
bernegara sehingga lebih berimpak politis. Masyarakat Jawa dalam sejarahnya
Bukan perlawanan pada kekuasaan di memiliki dualisme budaya, yaitu :
lingkungan seni rupa, karena infrastruktur 1. Budaya Agung dalam tradisi besar
yang ada tidak pernah mampu untuk berkembang dalam lingkungan tembok
melakukan dominasi apalagi memberlakukakn kraton, di kalangan bangsawan atau
stantard nilai yang absolut. Dalam usaha ini golongan elit masyarakat feodal agraris.
merupakan kesempatan baik untuk melakukan 2. Budaya Alit dalam tradisi kecil berkembang
pembacaan kembali pada kriya yang selama di luar tembok kraton, di kalangan
ini terabaikan dalam setiap pembahasan seni masyarakat pedesaan atau kawula alit.
rupa di tanah air. Sebuah kenyataan istilah ini Dari kedua tradisi ini dapat dipastikan
digali dari nilai lokal di masa lalu, untuk adanya garis pemisah yang membelah antara
mengangkat seni-seni tradisi yang sangat keduanya menyangkut pola hidup dengan tata
beragam tersebar di seluruh tanah air yang aturannya. Keterbelahan itu bukan berarti
jenisnya mencapai ribuan. Yang masih pertentangan, melainkan berupa pola
dilingkupi alam pemikiran metafisis seperti; keselarasan dan keseimbangan yang menjadi
kesenian Dayak. Asmat, Toraja, dan masih keharusan antara yang memimpin dan yang
banyak lagi yang tidak terpengaruh oleh dipimpin, sebagai suatu kewajaran dalam
modernitas atau memang mempertahankan budaya Jawa seperti yang tersirat dalam
diri dari arus modernisasi. konsep hubungan kawula gusti dan kawula alit
Kriya dihadapkan pada dua kenyataan, (Kuntowijoyo, 1987: 68-72).
disatu sisi menjadi konservatif sebagai Dari dalam tembok kraton dikenal istilah
penjaga dan mempertahankan nilai-nilai lokal kriya. Praktik kriya ditujukan untuk produksi
(tradisi), sedang di sisi lain dituntut untuk bisa artefak fungsional, serimonial, dan spiritual,
progres mengikuti perkembangan dan menjunjung nilai-nilai simbolis, kedudukan
pergerakan seni rupa (visual art) jika nantinya istana yang menjadi pusat pemerintahan
tidak ingin hanya menjadi museum hidup. tanah Jawa. Seniman kriya di masa lalu
Meninjau kembali definisi kriya yang memiliki kedudukan yang tinggi dengan gelar
lebih mengacu pada penguasaan dan empu. Hasil karya para empu ini pada
kemampuan penanganan teknis, istilah akhirnya melahirkan seni klasik Jawa yang
lainnya craftsmanship dan ini adalah modal dianggap mempunyai nilai tinggi (adiluhung)
dasar, karena dalam perkembangan seni rupa (Asmujo, 2000: 260). Adapun produksi artefak
aspek tersebut sepertinya semakin terabaikan. pada masyarakat kecil di luar lingkungan
Sehingga kerap terjadi ketimpangan antara tembok keraton oleh Gustami Sp. (1991: 99-
capaian visual (teks) dan muatan konteks 100) disebut sebagai kerajinan, seperti
serta kandungan isi (konteks). Di samping pembuat cangkul, golok, cobek, besek dan
permasalahan konseptual kriya juga di lain-lain, yang dalam pembuatannya lebih
hadapkan pada belum atau minimnya mementingkan segi kegunaan atau
infrasruktur, galeri, museum, institusi seni dan kepraktisan saja. Dari kedua hal yang
satu lagi adalah pengkaji (kritikus) yang dikemukakan ini, kiranya dapat dijadikan

5
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

pembanding, bahwa ada perbedaan antara memberikan perubahan pola dan perilaku
kriya dengan kerajinan. yang sudah lama kukuh pada tradisi yang
Adanya perbedaan hirarkis antara mapan. Perubahan nilai-nilai ini pada akhimya
produksi artefak di istana dan kehidupan ikut pula menentukan arah perkembangan
rakyat bawah merupakan kenyataan sejarah. kesenian khususnya kriya.
Tetapi, cukup meragukan mengenai
penggunaan istilah “kerajinan” di masa lalu, Pelestarian Kriya
mengingat istilah tersebut baru populer Pelestarian dimaksudkan untuk
dipergunakan setelah masa kemerdekaan dan mempertahankan keberadaan kriya masa
tidak hadir dalam khazanah bahasa Jawa lampau dalam bentuk teoritis maupun praktis,
lama. Istilah kerajinan tampaknya masih perlu dengan cara menyerap pengetahuan kriya
dikaji. Sejak kapan istilah itu digunakan. Dan, yang tersebar diberbagai daerah, melalui studi
apakah benar untuk menamai hasil pekerjaan pustaka dan/atau studi lapangan ke daerah
tangan pada periode yang sezaman dengan yang menjadi sumber kajian, sedangkan
munculnya istilah kriya menggunakan istilah dalam bentuk praktisnya bisa dilakukan dalam
kerajinan. bentuk praktik dasar guna penguasaan teknik
Istilah kerajinan lahir dan terangkat ke pembuatan produk kriya masa lampau.
permukaan dengan ditandai adanya Dengan demikian, pada tahapan berikutnya
perubahan yang terjadi pada zaman para calon kriyawan mampu menjadi pelestari
penjajahan Belanda, yaitu sejak bergesernya kriya masa lampau.
nilai-nilai kehidupan masyarakat dan Penyerapan pengetahuan dan
pergeseran nilai budaya bangsa yang keterampilan teknis masa lampau itu tentu
menyeret keberadaan kriya menjadi bagian saja tidak seluruhnya dilakukan oleh para
dari kegiatan ekonomi, sehingga keberadaan kriyawan, melainkan mengarah pada
kriya dikesampingkan dari kepentingan adat pemilihan bidang masing-masing yang
dan kepercayaan. Kenyataan ini dibuktikan diminati, mengingat bahwa kriya itu memiliki
dengan munculnya “perusahaan-perusahaan banyak bidang yang menjadi lahan garapan.
seni” yang dimungkinkan salah satunya Kelanjutan dari tahapan itu para kriyawan
bertujuan untuk menyiasati adanya trend diharapkan mampu mengembangkan
perburuan benda benda seni budaya. kekriyaanya.
Melalui keterangan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa munculnya istilah Pengembangan Kriya
kerajinan berhubungan dengan kegiatan Pengembangan ini memiliki dua arah
produksi dan/atau reproduksi benda benda yang berbeda yaitu: pengembangan dalam
seni yang kegiatannya berlandaskan bentuk penciptaan produk fungsional (baik
kepentingan ekonomi-komersial. fungsional praktis maupun fungsional
nonpraktis) dan pengembangan berupa
Perkembangan Kriya penciptaan produk kriya ekspresi.
Kebudayaan modern yang ditandai
dengan gerakan industrialisasi disegala Pengembangan Kriya dalam Penciptaan
bidang tidak terbantah lagi, kehadirannya Produk Fungsional
memikul nilai-nilai baru dan melahirkan Penciptaan produk fungsional praktis
pranata baru bagi masyarakat pendukungnya. bertujuan menciptakan produk fungsional yang
Modernisasi dengan dampak logisnya memiliki bobot seni yang menyatu pada

6
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, yang dikuasai atau disukai. Sedangkan
dalam penciptaan produk, masalah medium kriya mempunyai lingkup yang cukup
ornamentasi bukan hanya sekedar tempelan, luas, meliputi; kayu, tanah liat, batu. logam,
melainkan memerlukan kreativitas di dalam serat (tekstil).
mengompromikan antara kemampuan
ornamentasi yang tinggi dan kreasi bentuk Wacana Kriya dan Craft
yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip disain Kriya sering diterjemahkan sebagai craft
fungsional yang comfortable. Pengembangan atau handcraft. Padahal kriya memiliki arti
ini terarah pada pemanfatan seni ornamen lebih daripada sekedar craft yang berarti
primitif, tradisional, dari klasik (dengan tidak kerajinan (tangan). Meskipun memiliki
mengesampingkan landasan filosofisnya), kesamaan, namun “kriya” memiliki dimensi lain
diolah dan dihadirkan secara harmonis atau yang dikaitkan dengan karya seni adiluhung.
artistik dalam wujud keseluruhannya. Kriya harus dipandang sebagai sesuatu yang
Adapun mengenai penciptaan produk khas karena berkembang dan dikembangkan
fungsional nonpraktis pada intinya sama dari akar tradisi Indonesia. Kriya masa kini
dengan penciptaan produk fungsional praktis, dapat dikatakan sebagai usaha sambungan
hanya saja yang satu memakai pertimbangan- dari seni tradisi yang dalam aktualisasinya
pertimbangan kegunaan langsung secara fisik, harus menyesuaikan diri dengan konstelasi
sedang yang satu lagi memakai zaman. Oleh karena itu, kriya tidak semena-
pertimbangan-pertimbangan yang lain sesuai mena dapat sama sebangun pemaknaannya
dengan pengertiannya. apabila diidentikkan dengan peristilahan craft
yang bernuansa produksi massa dan
Pengembangan Kriya dalam Penciptaan konsumsi massa yang selama ini diyakini
Produk kriya ekspresi orang (Sunarya, 1999: 1).
Seiring dengan perkembangan zaman Telah dikemukakan di depan bahwa
ternyata cita-cita seni manusia ikut kriya memiliki banyak istilah turunan yang
berkembang pula. Jika pada masa lampau pemaknaanya sering masih membingungkan
manusia menciptakan produk kriya yang karena kriya memang dalam proses
didasari oleh keahlian seni untuk tujuan berkembang dan dikembangkan. Kriya dengan
tertentu, maka manusia kini pun bermaksud gerak hidupnya yang luas/lebar dalam konteks
menciptakan produk seni yang sesuai dengan masa kini pada dasarnya dapat dikategorikan
semangat zamannya yaitu seni yang berdiri dalam dua kelompok besar yaitu; kriya seni
sendiri dengan tujuan untuk kepuasan pribadi. dan kriya disain. Untuk kriya disain
Motivasi inilah yang melatarbelakangi arah perkembangannya tidak banyak mendapat
pengembangan dan perkembangan kriya masalah, dapat diterirna begitu saja, dan
dalam menghadirkan produk kriya ekspresi. hampir-hampir tanpa masalah. Lain halnya
Pengembangan dalam bidang ini memiliki dengan kriya seni, keberadaannya kadang-
keleluasaan atau kebebasan sejalan dengan kadang masih saja dipersoalkan, bahkan
kemampuan yang kreatif inovatif dan kekuatan dalam kesempatan tertentu sering menjadi
atau kedalaman ekspresi dari masing-masing bahan perdebatan. Produk kriya seni pada
kriyawan. Adapun mengenai media yang akhir-akhir ini kehadirannya menampakkan
digunakan kebanyakan jatuh pada pilihan wujud yang kental dengan muatan ekpresi,
bahan yang umumnya sudah dikenal, karena produk yang dibuat memang
sepanjang ada kesesuaian dengan teknik didasarkan pada kepentingan ekpresi.

7
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

Keberadaan kriya ekpresi ini sesungguhnya antara pelukis, pematung, dan para artis-
merupakan adaptasi kriya terhadap craftman yang sama-sama menciptakan
kebebasan zaman saat ini yang memberikan produk ekspresi. Hanya saja, hegemoni dalam
keleluasaan berekspresi secara individual pengertian keberpihakan masih menjadi
hingga menembus pelataran seni “murni”. beban sejarah yaitu, pelukis dan pematung di
Kata-kata seni murni selama ini “dimonopoli” Barat masuk dalam catatan sejarah utama
oleh cabang-cabang seni tertentu dan kriya (main-stream) seni rupa, tidak demikian
dengan kenyataan perkembangannya seolah- halnya dengan para perupa yang dikenal
olah “diharamkan” untuk berseni murni. sebagai craftsman.
Kiranya perlu disadari bahwa kreativitas Kriya di Indonesia keberadaanya
“murni” bukanlah kepunyaan perseorangan, harus diakui sebagai salah satu pilar
golongan, atau kelompok tertentu, melainkan penyangga kehidupan kesenian yang mampu
merupakan kepunyaan siapa pun dan tidak memberikan kemaslahatan banyak umat
dapat dikekang oleh apa pun. Sedangkan dalam banyak segi, di antaranya yaitu kriya
yang menjadi persoalan adalah substansi dapat dipandang dalam kerangka kepentingan
pilihan yaitu pada wilayah rnana seseorang, ekonomi dan budaya. Dari segi ekonomi
kelompok, atau institusi melakukan aktivitas keberadaan kriya tak terbantah telah banyak
kekriyaan dengan mengacu pada istilah-istilah menghidupi beribu-ribu atau bahkan berjuta
turunan kriya. jiwa dalam aktivitasnya yang diwadahi oleh
Kriyawan kontemporer adalah perupa kerajinan kriya atau “industri” kerajinan kriya.
yang masih mempunyai hubungan dengan Dalam segi budaya, kriya merupakan seni
tradisi. Namun, mereka tidak berkarya dalam yang paling kaya dan subur, dapat
bingkai seni tradisional, walau tradisi sangat dimanfaatkan dan dikelola untuk kepentingan-
mempengaruhi pemikiran mereka. Dalam kepentingan ekspresi individual maupun
batas minimal hal itu menunjukan bahwa kolektif yang dapat mencerminkan identitas
penciptaan karya-karya mereka masih seni rupa Indonsia. Kriya Indonesia harus
mengutamakan dan setia pada pengolahan dibiarkan saja tumbuh dan berkembang
material yang biasa digunakan dalam dengan melakukan penyesuaian-penyesuain
pembuatan karya-karya kriya tradisional. Akan atas irama zaman dan menemukan hak
tetapi, karya-karya para kriyawan kontemporer hidupnya sebagai “seni yang merdeka”.
bukanlah karya-karya tradisional Indonesia
(Supangkat dan Asmojo, 1998: 9). Kolaborasi Kriya dan Desain
Tidak dipungkiri bahwa saat ini juga Pendidikan seni dapat mengimbangi
telah tumbuh kesadaran untuk menghilangkan berbagai tuntutan terkait dengan persoalan
dikotomi art dan craft. Hal tersebut dalam basis kompetensi kriya, yang dapat
konteks seni rupa modern menunjukkan diterjemahkan oleh pemangku kebijakan
secara substansial tidak ada perbedaan (stakeholder) sebagai paradigma baru

8
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

PENGELOMPOKAN KRIYA

A KARYA KRIYA KLASIK

Seni kriya pada zaman ini adalah batik, pandai emas dan perak, ukiran kayu,
keris, wayang kulit dan wayang golek, dan kerajinan topeng.

CIRI-CIRI :

• kaidah seni
• peran empu atau seniman
• falsafah hidup agama Hindu,
tbahtiarapresiasisenikriya'2008 14
Budha, Islam

Gambar 3. Karya Kriya Klasik

PENGELOMPOKAN KRIYA

B KARYA KRIYA RAKYAT

Karya seni kriya tradisional rakyat anyaman, gerabah, logam, topeng


yang masih bertahan.

CIRI-CIRI :

• kebudayaan etnik
• corak tradisional
• watak masyarakat
• adab kehidupan
tbahtiarapresiasisenikriya'2008 15
• lingkungan alamnya

Gambar 4. Karya Kriya Rakyat

9
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

PENGELOMPOKAN KRIYA

C KARYA KRIYA KONTEMPORER

Beberapa karya kriya Kontemporer yang dipadukan dengan seni tradisi dan bahan
industri

CIRI-CIRI :

• kehilangan nilai tradisi dan nilai klasik


• komersialisasi yang melanda para kriyawan. keahlian
para seniman klasik tidak diwariskan
tbahtiarapresiasisenikriya'2008 16
• saingan dari benda pakai hasil produksi industri,

Gambar 5. Karya Kriya Kontemporer

menghadapi tuntutan dunia industri. Kompetisi potensi besar untuk dieksploitasi dan
itu dapat pula disandingkan dengan dunia dieksplorasi maksimal guna menguatkan
pendidikan menengah melalui pendewasaan budaya bangsa dalam menghadapi
kurikulum berkaitan dengan program industri globalisasi.
kreatif mandiri berbasis kewirausahaan. Pada masa lalu produk-produk kriya
Pendidikan yang selaras adalah seperti halnya menjadi bagian penting dalam menjamin
kriya dan desain, yang bisa menjadi kajian keberlangsungan sebuah legitimasi kerajaan
utama. atau sebuah rezim. Ketika sebuah rezim
Kriya secara historis merupakan salah berganti, berbagai wujud produk kriya menjadi
satu cabang seni yang tumbuh dan langkah utama guna menunjukkan sebuah
berkembang sejak periode klasik di Jawa. identitas dari legitimasi rezim tersebut, baik
Kriya itu kelanjutan dari periode prasejarah, dalam wujud produk maupun konsepsi yang
yang bisa dijadikan aset dan referensi terkait terkandung di dalamnya. Bisa dilihat
dengan metode menghadapi permasalahan bagaimana beragam seni hias klasik pada
bangsa, termasuk krisis budaya. Tema itu berbagai atribut kerajaan yang dapat kita
berkaitan dengan kepercayaan masyarakat kenali secara periodik dengan membawa
akan kebanggaan sebagai bangsa yang kaya karakteristik berbeda. Begitu pula bermacam
dengan seni budayanya. Belum lama ini produk yang dimunculkan pada sebuah rezim
bangsa Indonesia terusik dengan adanya aset menjadi sebuah ciri akan kekuatan suatu
budaya yang diserobot oleh bangsa lain. rezim itu sendiri.
Padahal harusnya hal itu merupakan suatu Berkaitan dengan permasalahan
keuntungan, sebab peristiwa tersebut ekonomi, kriya pada masa lalu juga menjadi
berdampak pada suatu pembelajaran yang bagian yang penting dalam menjamin
berharga dan menjadi pengingat bagi bangsa kehidupan para kriyawan, maupun masyarakat
ini untuk sedikit menengok pada isi “lumbung” perajin yang memproduksinya. Hal semacam
yang masih tersisa. Sehingga kriya menjadi ini pada saat ini dianggap terlalu mengada-
salah satu aset lumbung budaya dan memiliki ada dan tidak zamannya lagi. Namun, apabila

10
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

ditelaah lebih lanjut sebenarnya hal ini masih Penutup


sangat relevan untuk membentuk suatu Istilah kriya mengalami transformasi
legitimasi bangsa baik secara ekonomi, sosial, pengertian. Kriya dalam konteks masa lampau
maupun budaya di tengah-tengah krisis yang dimaknai sebagai suatu karya seni yang unik
dihadapi bersama. Potensi Agraris memang dan karakteristik yang di dalamnya terkandung
tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa kita muatan nilai estetik, simbolik, filosofis, dan
memiliki potensi agraris dan kelautan yang fungsional. Adapun kriya dalam konteks masa
cukup besar. Namun, jangan dilupakan bahwa kini memiliki pengertian yang berbeda yakni;
secara historis moyang kita berjalan selaras suatu cabang seni yang aktivitasnya; (1) dapat
dengan alam yang ditempatinya. menghasilkan produk fungsional dengan
Menengok potensi yang demikian craftmanshif yang tinggi untuk kepentingan
apabila kita renungkan lebih jauh, pada ekonomi komersial, dan (2) dapat pula
bangsa ini lebih suka mengkonsumsi beragam menghasilkan produk seni yang merupakan
produk-produk budaya dari bangsa lain. ekspresi individual untuk kepentingan prestise
Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah kesenimanan.
pada kalangan tertentu banyak yang Pada kenyataanya kriya merupakan
beranggapan bahwa apabila memiliki produk istilah yang luas dan umum yang memiliki
budaya bangsa lain semakin bangga karena banyak istilah turunan yakni: Kriya Seni, Kriya-
semakin tinggi status sosialnya. Kadang ekspresi, Disain Kriya, Kriya Disain, Kriya
berbagai produk budaya luar bisa didapatkan Produk, dan Kriya Kontemporer. Istilah-istilah
secara lebih murah, bahkan kualitas dapat tersebut pada hakikatnya dapat dikelompokan
diandalkan daripada produk dalam negeri. Hal ke dalam dua kategori yaitu kriya desain dan
demikian tentu menjadi suatu kajian yang kriya seni. Perbedaan mendasar dari kedua
menarik dan hal tersebut tidak akan terjadi kategori ini terletak pada motivasi dalam
manakala bangsa kita mampu menghadirkan penciptaan produknya. Hal ini dapat dijelaskan
beragam produk yang berkuantitas baik, bahwa aktivitas kriya disain selalu berurusan
murah, dan berkarakter. dengan persoalan penciptaan benda-benda
Kolaborasi antara tren dan identitas fungsional untuk kepentingan ekonomi
budaya bangsa melalui kolaborasi pendidikan komersial, sedang kriya seni aktivitasnya
kriya dan desain berbasis budaya Nusantara berurusan dengan penciptaan produk seni
kemungkinan menjadi salah satu jurus ampuh (“murni”) untuk kepentingan ekspresi.
untuk menyelesaikan persoalan itu. Tanpa Istilah kerajinan maupun seni kerajinan
adanya kolaborasi, pendidikan kriya secara sebaiknya tidak digunakan lagi untuk menamai
perlahan mulai ditinggalkan generasi muda. suatu benda atau aktivitas produksi benda-
Hal ini berdasar atas adanya anggapan bahwa benda kriya, karena istilah kerajinan tidak
sudah tidak zamannya lagi belajar memadai/mewakili untuk penamaan kegiatan
menciptakan sebuah manik-manik, keris, produksi benda-benda kriya. Demikian pula,
batik, yang notabene karya budaya kita. dengan istilah seni kerajinan. Penambahan
Namun kemungkinan agak berbeda apabila kata seni di depan kata kerajinan tidak
kriya dapat dikolaborasi dengan penguasaan menyebabkan bentukan ini menjadi “benar”,
tren melalui kemasan yang menarik lewat malahan sebaliknya menjadi aneh atau
pendidikan desain. janggal. Hal ini dapat dirunut dari bentukkan
istilah kerajinan itu sendiri, yaitu berawal dari
kata rajin yang diberi imbuhan ke-an yang

11
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016

artinya lawan dari kemalasan. Agar istilah Institut Teknologi Bandung, 26


untuk menamai aktivitas produksi benda- November 1999.
benda kriya ini menjadi benar, maka istilah Soedarso Sp. 1990. "Pendidikan Seni Kriya"
kerajinan kriya, rasanya lebih tepat digunakan, dalam seminar Kriya 1990, oleh Institut
dan apabila aktivitas produksi benda-benda Seni Indonesia Yogyakarta, 28-29 Mei
kriya ini dilakukan secara “besar-besaran”, 1990 di Hotel Ambarukmo Yogyakarta.
maka istilah “industri” kerajinan-kriya dapat Sudjoko: 1991. “Dunia Seni Rupa”, dalam
digunakan, untuk menggantikan istilah industri Seminar Nasional Pendidikan Seni
(seni) kerajinan. Rupa dan Globalisasi Budaya, di UGM
Pembicaraan mengenai kriya harus Yogyakarta oleh ISI Yogyakarta.
sering dilakukan agar pengertian tentang Sunarya,Yan yan. 1999. “Redefinisi Kriya
kriya, menyangkut kategorisasi dalam kriya, (=Craft?) Menjelang Abad ke-21” dalam
menjadi jelas dan mudah dimengerti, sehingga Konperensi Kriya "Tahun Kriya dan
“peta” kriya dapat terbaca dan dapat dipahami, Rekayasa 1999". Institut Teknologi
utamanya untuk kepentingan ilmu seni dalam Bandung, 26 November 1999.
dunia pendidikan. Termasuk bagaimana Supangkat, Jim dan Asmujo. 1998.
memposisikan kriya dan mengkolaborasikan "Mengungkap Rupa Dekoratif, Makna
kriya dengan desain, sehingga menghasilkan yang Berlapis" dalam Catalogue
produk kriya yang menarik, fungsional, estetis, Pameran Mengungkap Rupa Dekoratif
berkualitas dan berkarakteristik. Makna yang Berlapis.

Daftar Pustaka
Asmujo. 2000 “Dilema Pendidikan Kriya”
dalam Refleksi Seni Rupa Indonesia:
Dulu, Kini dan Esok. Penyunting
Baranul Anas dkk. Jakarta: Balai
Pustaka
Gustami Sp. 1991. “Seni Kriya Indonesia
Dilema Pembinaan dan
Pengembangan", dalam SENI: Jurnal
Pengetahuan dan Pencitaan Seni. 1/03
- Oktober 1991, B.P ISI Yogyakarta.
__________ 1992. "Filosofi Seni Kriya
Tradisional Indonesia", dalam SENI:
Jurnal Pengetahuan dan Pencitaan
Seni. II/O 1 - Januari 1992, B.P ISI
Yogyakarta
Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat,
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Nugroho, Adhi. 1999. "Kriya Indonesia,
Sebuah Wilayah Sumber Ispirasi yang
Tak Terbatas" dalam Konperensi Kriya
"Tahun Kriya dan Rekayasa 1999".

12

Anda mungkin juga menyukai