2 Juli 2016
Zainul Arifin MA
Fakultas Sains dan Teknologi, UNISNU Jepara
zainularifin@unisnu.ac.id
ABSTRACT
Kriya in the context of the past is defined as an art product that contained the charge aesthetic value,
symbolic, philosophical, and functional. The craft in the present context has a different understanding
of that; can produce functional products and can produce art that is an expression of the individual for
the sake of artistic prestige. Kriya have common terms and have many of the terms derivatives
namely: Craft Art, Craft expression, Craft Design, Craft Design, Craft Product, and Contemporary
Craft. These terms are essentially can be classified into two categories: the craft of design and craft
art. The basic differences between the two categories lies in the motivation in the creation of its
products. Kekriyaan activities should be conducted in order to craft an overall understanding,
concerning the categorization in the craft, it became clear, that the "map" kriya can be read and
understood. Including how to position the craft and skill collaborate with the design, resulting in an
interesting craft products, functional, symbolic, aesthetic, quality and character.
ABSTRAK
Kriya dalam konteks masa lampau dimaknai sebagai suatu produk seni yang terkandung muatan nilai
estetik, simbolik, filosofis, dan fungsional. Adapun kriya dalam konteks masa kini memiliki pengertian
yang berbeda yakni; dapat menghasilkan produk fungsional dan dapat menghasilkan produk seni
yang merupakan ekspresi individual untuk kepentingan prestise kesenimanan. Kriya mempunyai
istilah yang umum dan memiliki banyak istilah turunan yakni: Kriya Seni, Kriya Ekspresi, Disain Kriya,
Kriya Disain, Kriya Produk, dan Kriya Kontemporer. Istilah-istilah tersebut pada hakikatnya dapat
dikelompokan kedalam dua kategori yaitu kriya desain dan kriya seni. Perbedaan mendasar dari
kedua kategori ini terletak pada motivasi dalam penciptaan produknya. Kegiatan kekriyaan harus
sering dilakukan agar pemahaman kriya secara keseluruhan, menyangkut kategorisasi dalam kriya,
menjadi jelas, sehingga “peta” kriya dapat terbaca dan dapat dipahami. Termasuk bagaimana
memposisikan kriya dan mengkolaborasikan kriya dengan desain, sehingga menghasilkan produk
kriya yang menarik, fungsional, simbolis, estetis, berkualitas dan berkarakter.
1
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
SENI RUPA
PATUNG
LUKISAN
DKV
ANYAMAN
SENI TERAPAN
TEKSTIL
KERAMIK
UKIR KAYU
tbahtiarapresiasisenikriya'2008 4
2
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
KRIYA
KRIYA SENI
KRIYA EKSPRESI
SENI RUPA KRIYA DESAIN KRIYA
KRIYA DESAIN
KRIYA PRODUK
KRIYA KONTEMPORER
Istilah kriya yang mengalami perubahan berada pada posisi di antara wilayah seni dan
merupakan suatu hal yang perlu disikapi disain: Kondisi ini menyadarkan kita bahwa
dengan wajar, karena sebuah istilah pada seharusnya tidak ada definisi yang kaku dalam
waktu yang berbeda, tempat yang berbeda, pengelompokkan kriya, karena hal itu
dan konteks yang berbeda, maknanya bisa tergantung di wilayah mana secara esensial
berlainan. Persoalan yang muncul terletak kriya itu sendiri beraktivitas (Nugroho, 1999:
pada kemauan dan sikap untuk membangun 5).
konvensi melalui kesepahaman para pihak Penciptaan produk kriya masa lampau
yang berkompeten pada dunia seni (rupa). dimotivasi oleh kepentingan ritual magis dan
Namun, kenyataannya pada saat ini kriya simbol status. Sedang kriya masa kini
masih menjadi ajang perebutan untuk dimotivasi oleh prestasi kesenimanan. Akibat
dimasukkan pada wilayah seni atau desain. dari perbedaan tersebut, kekriyaan masa
Berkaitan dengan itu, Nugroho (1999: 4) lampau dan kekriyaan masa kini melahirkan
mengatakan: bidang ilmu kriya, jika diurai dari perbedaan dalam wujud hasil karyanya. Kriya
akar keilmuannya, masih terus menjadi masa kini melahirkan karya seni yang dapat
perdebatan sengit di antara kalangan praktisi digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu
dan akademisi dibidang seni rupa. Bidang karya seni fungsional yang tergolong dalam
kriya telah menjadi ajang perebutan, seni terapan dan karya seni kriya yang
dimasukan ke dalam disiplin ilmu seni atau pembuatannya lepas dari segi fungsi tergolong
ilmu desain. dalam kategori seni murni. Keduanya bertolak
Kriya sendiri dapat mencakup pada dari landasan yang sama yaitu pemanfatan
kedua disiplin ilmu yaitu seni dan desain, unsur-unsur tradisi dalam penciptaan karya-
sehingga memungkinkan muncul dua istilah karyanya.
seperti: kriya seni dan kriya disain, atau seni Kekriyaan masa kini yang berorientasi
kriya dan disain kriya. Pada kenyataannya pada prestasi kesenimanan, dalam bentuk
kriya memiliki fleksibilitas yang tinggi, yaitu produk fungsional telah banyak dibuktikan
3
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
4
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
peran infrastruktur dalam menentukan standar diharapkan dapat melakukan pembacaan dan
nilai. Sementara perkembangan seni pemetaan produk kriya dan mencari
kontemporer Indonesia lebih dipicu oleh paradigma bagi perkembangan kriya.
perlawanan terhadap kesewenangan
kekuasaan (rezim) dalam kehidupan Perbedaan Kriya dan Kerajinan
bernegara sehingga lebih berimpak politis. Masyarakat Jawa dalam sejarahnya
Bukan perlawanan pada kekuasaan di memiliki dualisme budaya, yaitu :
lingkungan seni rupa, karena infrastruktur 1. Budaya Agung dalam tradisi besar
yang ada tidak pernah mampu untuk berkembang dalam lingkungan tembok
melakukan dominasi apalagi memberlakukakn kraton, di kalangan bangsawan atau
stantard nilai yang absolut. Dalam usaha ini golongan elit masyarakat feodal agraris.
merupakan kesempatan baik untuk melakukan 2. Budaya Alit dalam tradisi kecil berkembang
pembacaan kembali pada kriya yang selama di luar tembok kraton, di kalangan
ini terabaikan dalam setiap pembahasan seni masyarakat pedesaan atau kawula alit.
rupa di tanah air. Sebuah kenyataan istilah ini Dari kedua tradisi ini dapat dipastikan
digali dari nilai lokal di masa lalu, untuk adanya garis pemisah yang membelah antara
mengangkat seni-seni tradisi yang sangat keduanya menyangkut pola hidup dengan tata
beragam tersebar di seluruh tanah air yang aturannya. Keterbelahan itu bukan berarti
jenisnya mencapai ribuan. Yang masih pertentangan, melainkan berupa pola
dilingkupi alam pemikiran metafisis seperti; keselarasan dan keseimbangan yang menjadi
kesenian Dayak. Asmat, Toraja, dan masih keharusan antara yang memimpin dan yang
banyak lagi yang tidak terpengaruh oleh dipimpin, sebagai suatu kewajaran dalam
modernitas atau memang mempertahankan budaya Jawa seperti yang tersirat dalam
diri dari arus modernisasi. konsep hubungan kawula gusti dan kawula alit
Kriya dihadapkan pada dua kenyataan, (Kuntowijoyo, 1987: 68-72).
disatu sisi menjadi konservatif sebagai Dari dalam tembok kraton dikenal istilah
penjaga dan mempertahankan nilai-nilai lokal kriya. Praktik kriya ditujukan untuk produksi
(tradisi), sedang di sisi lain dituntut untuk bisa artefak fungsional, serimonial, dan spiritual,
progres mengikuti perkembangan dan menjunjung nilai-nilai simbolis, kedudukan
pergerakan seni rupa (visual art) jika nantinya istana yang menjadi pusat pemerintahan
tidak ingin hanya menjadi museum hidup. tanah Jawa. Seniman kriya di masa lalu
Meninjau kembali definisi kriya yang memiliki kedudukan yang tinggi dengan gelar
lebih mengacu pada penguasaan dan empu. Hasil karya para empu ini pada
kemampuan penanganan teknis, istilah akhirnya melahirkan seni klasik Jawa yang
lainnya craftsmanship dan ini adalah modal dianggap mempunyai nilai tinggi (adiluhung)
dasar, karena dalam perkembangan seni rupa (Asmujo, 2000: 260). Adapun produksi artefak
aspek tersebut sepertinya semakin terabaikan. pada masyarakat kecil di luar lingkungan
Sehingga kerap terjadi ketimpangan antara tembok keraton oleh Gustami Sp. (1991: 99-
capaian visual (teks) dan muatan konteks 100) disebut sebagai kerajinan, seperti
serta kandungan isi (konteks). Di samping pembuat cangkul, golok, cobek, besek dan
permasalahan konseptual kriya juga di lain-lain, yang dalam pembuatannya lebih
hadapkan pada belum atau minimnya mementingkan segi kegunaan atau
infrasruktur, galeri, museum, institusi seni dan kepraktisan saja. Dari kedua hal yang
satu lagi adalah pengkaji (kritikus) yang dikemukakan ini, kiranya dapat dijadikan
5
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
pembanding, bahwa ada perbedaan antara memberikan perubahan pola dan perilaku
kriya dengan kerajinan. yang sudah lama kukuh pada tradisi yang
Adanya perbedaan hirarkis antara mapan. Perubahan nilai-nilai ini pada akhimya
produksi artefak di istana dan kehidupan ikut pula menentukan arah perkembangan
rakyat bawah merupakan kenyataan sejarah. kesenian khususnya kriya.
Tetapi, cukup meragukan mengenai
penggunaan istilah “kerajinan” di masa lalu, Pelestarian Kriya
mengingat istilah tersebut baru populer Pelestarian dimaksudkan untuk
dipergunakan setelah masa kemerdekaan dan mempertahankan keberadaan kriya masa
tidak hadir dalam khazanah bahasa Jawa lampau dalam bentuk teoritis maupun praktis,
lama. Istilah kerajinan tampaknya masih perlu dengan cara menyerap pengetahuan kriya
dikaji. Sejak kapan istilah itu digunakan. Dan, yang tersebar diberbagai daerah, melalui studi
apakah benar untuk menamai hasil pekerjaan pustaka dan/atau studi lapangan ke daerah
tangan pada periode yang sezaman dengan yang menjadi sumber kajian, sedangkan
munculnya istilah kriya menggunakan istilah dalam bentuk praktisnya bisa dilakukan dalam
kerajinan. bentuk praktik dasar guna penguasaan teknik
Istilah kerajinan lahir dan terangkat ke pembuatan produk kriya masa lampau.
permukaan dengan ditandai adanya Dengan demikian, pada tahapan berikutnya
perubahan yang terjadi pada zaman para calon kriyawan mampu menjadi pelestari
penjajahan Belanda, yaitu sejak bergesernya kriya masa lampau.
nilai-nilai kehidupan masyarakat dan Penyerapan pengetahuan dan
pergeseran nilai budaya bangsa yang keterampilan teknis masa lampau itu tentu
menyeret keberadaan kriya menjadi bagian saja tidak seluruhnya dilakukan oleh para
dari kegiatan ekonomi, sehingga keberadaan kriyawan, melainkan mengarah pada
kriya dikesampingkan dari kepentingan adat pemilihan bidang masing-masing yang
dan kepercayaan. Kenyataan ini dibuktikan diminati, mengingat bahwa kriya itu memiliki
dengan munculnya “perusahaan-perusahaan banyak bidang yang menjadi lahan garapan.
seni” yang dimungkinkan salah satunya Kelanjutan dari tahapan itu para kriyawan
bertujuan untuk menyiasati adanya trend diharapkan mampu mengembangkan
perburuan benda benda seni budaya. kekriyaanya.
Melalui keterangan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa munculnya istilah Pengembangan Kriya
kerajinan berhubungan dengan kegiatan Pengembangan ini memiliki dua arah
produksi dan/atau reproduksi benda benda yang berbeda yaitu: pengembangan dalam
seni yang kegiatannya berlandaskan bentuk penciptaan produk fungsional (baik
kepentingan ekonomi-komersial. fungsional praktis maupun fungsional
nonpraktis) dan pengembangan berupa
Perkembangan Kriya penciptaan produk kriya ekspresi.
Kebudayaan modern yang ditandai
dengan gerakan industrialisasi disegala Pengembangan Kriya dalam Penciptaan
bidang tidak terbantah lagi, kehadirannya Produk Fungsional
memikul nilai-nilai baru dan melahirkan Penciptaan produk fungsional praktis
pranata baru bagi masyarakat pendukungnya. bertujuan menciptakan produk fungsional yang
Modernisasi dengan dampak logisnya memiliki bobot seni yang menyatu pada
6
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, yang dikuasai atau disukai. Sedangkan
dalam penciptaan produk, masalah medium kriya mempunyai lingkup yang cukup
ornamentasi bukan hanya sekedar tempelan, luas, meliputi; kayu, tanah liat, batu. logam,
melainkan memerlukan kreativitas di dalam serat (tekstil).
mengompromikan antara kemampuan
ornamentasi yang tinggi dan kreasi bentuk Wacana Kriya dan Craft
yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip disain Kriya sering diterjemahkan sebagai craft
fungsional yang comfortable. Pengembangan atau handcraft. Padahal kriya memiliki arti
ini terarah pada pemanfatan seni ornamen lebih daripada sekedar craft yang berarti
primitif, tradisional, dari klasik (dengan tidak kerajinan (tangan). Meskipun memiliki
mengesampingkan landasan filosofisnya), kesamaan, namun “kriya” memiliki dimensi lain
diolah dan dihadirkan secara harmonis atau yang dikaitkan dengan karya seni adiluhung.
artistik dalam wujud keseluruhannya. Kriya harus dipandang sebagai sesuatu yang
Adapun mengenai penciptaan produk khas karena berkembang dan dikembangkan
fungsional nonpraktis pada intinya sama dari akar tradisi Indonesia. Kriya masa kini
dengan penciptaan produk fungsional praktis, dapat dikatakan sebagai usaha sambungan
hanya saja yang satu memakai pertimbangan- dari seni tradisi yang dalam aktualisasinya
pertimbangan kegunaan langsung secara fisik, harus menyesuaikan diri dengan konstelasi
sedang yang satu lagi memakai zaman. Oleh karena itu, kriya tidak semena-
pertimbangan-pertimbangan yang lain sesuai mena dapat sama sebangun pemaknaannya
dengan pengertiannya. apabila diidentikkan dengan peristilahan craft
yang bernuansa produksi massa dan
Pengembangan Kriya dalam Penciptaan konsumsi massa yang selama ini diyakini
Produk kriya ekspresi orang (Sunarya, 1999: 1).
Seiring dengan perkembangan zaman Telah dikemukakan di depan bahwa
ternyata cita-cita seni manusia ikut kriya memiliki banyak istilah turunan yang
berkembang pula. Jika pada masa lampau pemaknaanya sering masih membingungkan
manusia menciptakan produk kriya yang karena kriya memang dalam proses
didasari oleh keahlian seni untuk tujuan berkembang dan dikembangkan. Kriya dengan
tertentu, maka manusia kini pun bermaksud gerak hidupnya yang luas/lebar dalam konteks
menciptakan produk seni yang sesuai dengan masa kini pada dasarnya dapat dikategorikan
semangat zamannya yaitu seni yang berdiri dalam dua kelompok besar yaitu; kriya seni
sendiri dengan tujuan untuk kepuasan pribadi. dan kriya disain. Untuk kriya disain
Motivasi inilah yang melatarbelakangi arah perkembangannya tidak banyak mendapat
pengembangan dan perkembangan kriya masalah, dapat diterirna begitu saja, dan
dalam menghadirkan produk kriya ekspresi. hampir-hampir tanpa masalah. Lain halnya
Pengembangan dalam bidang ini memiliki dengan kriya seni, keberadaannya kadang-
keleluasaan atau kebebasan sejalan dengan kadang masih saja dipersoalkan, bahkan
kemampuan yang kreatif inovatif dan kekuatan dalam kesempatan tertentu sering menjadi
atau kedalaman ekspresi dari masing-masing bahan perdebatan. Produk kriya seni pada
kriyawan. Adapun mengenai media yang akhir-akhir ini kehadirannya menampakkan
digunakan kebanyakan jatuh pada pilihan wujud yang kental dengan muatan ekpresi,
bahan yang umumnya sudah dikenal, karena produk yang dibuat memang
sepanjang ada kesesuaian dengan teknik didasarkan pada kepentingan ekpresi.
7
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
Keberadaan kriya ekpresi ini sesungguhnya antara pelukis, pematung, dan para artis-
merupakan adaptasi kriya terhadap craftman yang sama-sama menciptakan
kebebasan zaman saat ini yang memberikan produk ekspresi. Hanya saja, hegemoni dalam
keleluasaan berekspresi secara individual pengertian keberpihakan masih menjadi
hingga menembus pelataran seni “murni”. beban sejarah yaitu, pelukis dan pematung di
Kata-kata seni murni selama ini “dimonopoli” Barat masuk dalam catatan sejarah utama
oleh cabang-cabang seni tertentu dan kriya (main-stream) seni rupa, tidak demikian
dengan kenyataan perkembangannya seolah- halnya dengan para perupa yang dikenal
olah “diharamkan” untuk berseni murni. sebagai craftsman.
Kiranya perlu disadari bahwa kreativitas Kriya di Indonesia keberadaanya
“murni” bukanlah kepunyaan perseorangan, harus diakui sebagai salah satu pilar
golongan, atau kelompok tertentu, melainkan penyangga kehidupan kesenian yang mampu
merupakan kepunyaan siapa pun dan tidak memberikan kemaslahatan banyak umat
dapat dikekang oleh apa pun. Sedangkan dalam banyak segi, di antaranya yaitu kriya
yang menjadi persoalan adalah substansi dapat dipandang dalam kerangka kepentingan
pilihan yaitu pada wilayah rnana seseorang, ekonomi dan budaya. Dari segi ekonomi
kelompok, atau institusi melakukan aktivitas keberadaan kriya tak terbantah telah banyak
kekriyaan dengan mengacu pada istilah-istilah menghidupi beribu-ribu atau bahkan berjuta
turunan kriya. jiwa dalam aktivitasnya yang diwadahi oleh
Kriyawan kontemporer adalah perupa kerajinan kriya atau “industri” kerajinan kriya.
yang masih mempunyai hubungan dengan Dalam segi budaya, kriya merupakan seni
tradisi. Namun, mereka tidak berkarya dalam yang paling kaya dan subur, dapat
bingkai seni tradisional, walau tradisi sangat dimanfaatkan dan dikelola untuk kepentingan-
mempengaruhi pemikiran mereka. Dalam kepentingan ekspresi individual maupun
batas minimal hal itu menunjukan bahwa kolektif yang dapat mencerminkan identitas
penciptaan karya-karya mereka masih seni rupa Indonsia. Kriya Indonesia harus
mengutamakan dan setia pada pengolahan dibiarkan saja tumbuh dan berkembang
material yang biasa digunakan dalam dengan melakukan penyesuaian-penyesuain
pembuatan karya-karya kriya tradisional. Akan atas irama zaman dan menemukan hak
tetapi, karya-karya para kriyawan kontemporer hidupnya sebagai “seni yang merdeka”.
bukanlah karya-karya tradisional Indonesia
(Supangkat dan Asmojo, 1998: 9). Kolaborasi Kriya dan Desain
Tidak dipungkiri bahwa saat ini juga Pendidikan seni dapat mengimbangi
telah tumbuh kesadaran untuk menghilangkan berbagai tuntutan terkait dengan persoalan
dikotomi art dan craft. Hal tersebut dalam basis kompetensi kriya, yang dapat
konteks seni rupa modern menunjukkan diterjemahkan oleh pemangku kebijakan
secara substansial tidak ada perbedaan (stakeholder) sebagai paradigma baru
8
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
PENGELOMPOKAN KRIYA
Seni kriya pada zaman ini adalah batik, pandai emas dan perak, ukiran kayu,
keris, wayang kulit dan wayang golek, dan kerajinan topeng.
CIRI-CIRI :
• kaidah seni
• peran empu atau seniman
• falsafah hidup agama Hindu,
tbahtiarapresiasisenikriya'2008 14
Budha, Islam
PENGELOMPOKAN KRIYA
CIRI-CIRI :
• kebudayaan etnik
• corak tradisional
• watak masyarakat
• adab kehidupan
tbahtiarapresiasisenikriya'2008 15
• lingkungan alamnya
9
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
PENGELOMPOKAN KRIYA
Beberapa karya kriya Kontemporer yang dipadukan dengan seni tradisi dan bahan
industri
CIRI-CIRI :
menghadapi tuntutan dunia industri. Kompetisi potensi besar untuk dieksploitasi dan
itu dapat pula disandingkan dengan dunia dieksplorasi maksimal guna menguatkan
pendidikan menengah melalui pendewasaan budaya bangsa dalam menghadapi
kurikulum berkaitan dengan program industri globalisasi.
kreatif mandiri berbasis kewirausahaan. Pada masa lalu produk-produk kriya
Pendidikan yang selaras adalah seperti halnya menjadi bagian penting dalam menjamin
kriya dan desain, yang bisa menjadi kajian keberlangsungan sebuah legitimasi kerajaan
utama. atau sebuah rezim. Ketika sebuah rezim
Kriya secara historis merupakan salah berganti, berbagai wujud produk kriya menjadi
satu cabang seni yang tumbuh dan langkah utama guna menunjukkan sebuah
berkembang sejak periode klasik di Jawa. identitas dari legitimasi rezim tersebut, baik
Kriya itu kelanjutan dari periode prasejarah, dalam wujud produk maupun konsepsi yang
yang bisa dijadikan aset dan referensi terkait terkandung di dalamnya. Bisa dilihat
dengan metode menghadapi permasalahan bagaimana beragam seni hias klasik pada
bangsa, termasuk krisis budaya. Tema itu berbagai atribut kerajaan yang dapat kita
berkaitan dengan kepercayaan masyarakat kenali secara periodik dengan membawa
akan kebanggaan sebagai bangsa yang kaya karakteristik berbeda. Begitu pula bermacam
dengan seni budayanya. Belum lama ini produk yang dimunculkan pada sebuah rezim
bangsa Indonesia terusik dengan adanya aset menjadi sebuah ciri akan kekuatan suatu
budaya yang diserobot oleh bangsa lain. rezim itu sendiri.
Padahal harusnya hal itu merupakan suatu Berkaitan dengan permasalahan
keuntungan, sebab peristiwa tersebut ekonomi, kriya pada masa lalu juga menjadi
berdampak pada suatu pembelajaran yang bagian yang penting dalam menjamin
berharga dan menjadi pengingat bagi bangsa kehidupan para kriyawan, maupun masyarakat
ini untuk sedikit menengok pada isi “lumbung” perajin yang memproduksinya. Hal semacam
yang masih tersisa. Sehingga kriya menjadi ini pada saat ini dianggap terlalu mengada-
salah satu aset lumbung budaya dan memiliki ada dan tidak zamannya lagi. Namun, apabila
10
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
11
Jurnal DISPROTEK Volume 7 No. 2 Juli 2016
Daftar Pustaka
Asmujo. 2000 “Dilema Pendidikan Kriya”
dalam Refleksi Seni Rupa Indonesia:
Dulu, Kini dan Esok. Penyunting
Baranul Anas dkk. Jakarta: Balai
Pustaka
Gustami Sp. 1991. “Seni Kriya Indonesia
Dilema Pembinaan dan
Pengembangan", dalam SENI: Jurnal
Pengetahuan dan Pencitaan Seni. 1/03
- Oktober 1991, B.P ISI Yogyakarta.
__________ 1992. "Filosofi Seni Kriya
Tradisional Indonesia", dalam SENI:
Jurnal Pengetahuan dan Pencitaan
Seni. II/O 1 - Januari 1992, B.P ISI
Yogyakarta
Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat,
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Nugroho, Adhi. 1999. "Kriya Indonesia,
Sebuah Wilayah Sumber Ispirasi yang
Tak Terbatas" dalam Konperensi Kriya
"Tahun Kriya dan Rekayasa 1999".
12