2 Juli 2014
Zainul Arifin MA
Fakultas Sains & Teknologi
Unversitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara
Email : zainul.ama1965@gmail.com
ABSTRACT
Gebyok of Kudus house is close related to culture value toward Kudus society, particularly in
culture’s life that have a background of decoration of gebyok. Based on cultural perspective, the form
and design of gebyok is not solely for aesthetics, but it is also related to meaning of decoration
symbol.
The decoration of Gebyok Kudus is a phenomenon of artifact that cannot be released from
socio-cultural context and an art process as a qualitative paradigm. Thus, this research method used
is qualitative method. The aim of this research is particularly an effort to how to utter the symbol
decoration meaning from a complex phenomenon. Thus, this research is a descriptive qualitative to
find accurate finding research.
The meaning of decoration symbol as a cultural heritage artifact is expected to be a
communication tool for cross generation that will have a deep meaning as a tool of communication for
generation in the future. Thus, decoration in gebyok is not solely as element of decorative to meet
aesthetics but also visual meaning as a learning media for society of Kudus culture’s life.
ABSTRAK
Gebyok pada rumah Kudus sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai budaya masyarakat
Kudus, terutama dalam kehidupan budaya yang melatarbelakangi keberadaan ragam hias pada
gebyok. Berdasarkan pada perspektif budaya, bentuk dan corak ragam hias pada gebyok bukan
semata hanya untuk pemenuhan keindahannya saja, melainkan juga terkait dengan makna simbol
ragam hiasnya.
Ragam hias pada Gebyok Kudus merupakan fenomena artefak yang tidak dapat dilepaskan
dari konteks sosio kultural dan proses kesenian, yang merupakan paradigma kualitatif, maka metode
penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Berdasarkan tujuan yang dicapai dalam
penelitian ini, yaitu lebih ditekankan pada upaya mengungkap makna simbol ragam hias dari sebuah
fenomena yang kompleks, maka penelitian ini ditekankan pada penelitian kualitatif deskriptif untuk
mendapatkan temuan penelitian yang akurat.
Makna simbol ragam hias sebagai artefak peninggalan budaya diharapkan dapat menjadi
media komunikasi antargenerasi, di dalamnya terkandung makna yang sangat mendalam sebagai
media bertutur untuk generasi mendatang. Sehingga ragam hias pada gebyok tidak hanya sebagai
unsur dekoratif untuk pemenuhan nilai keindahan saja tetapi ada makna yang tervisualkan sebagai
media pembelajaran untuk kehidupan budaya masyarakat Kudus
44
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
identitas seseorang atau sebagai lambang disebabkan dari segi kebahasaan saja atau
status sosial, pendidikan, ekonomi para terjadinya perubahan ragam hias, pergantian
pemiliknya (Triyanto, 2001: 5). ragam hias dan kombinasi ragam hias, tetapi
Keanekaragaman bentuk fisik atau kekhasan juga disebabkan oleh latar belakang sosial,
suatu bentuk rumah dan ragam hiasnya, akan pengaruh luar dan perkembangan pola pikir
semakin nyata kehadirannya apabila dikaitkan masyarakat.
dengan makna simbol yang ingin dikaji. Dalam mengkaji gebyok Kudus sesuai
Menurut Soegeng Toekio (1987:9) dengan paparan tersebut dapat diidentifikasi
disebutkan bahwa ragam hias hadir di tengah- permasalahan yang disajikan dalam
tengah kehidupan masyarakat sebagai media pernyataan sebagai berikut: Perkembangan
ungkapan perasaan yang diwujudkan dalam gebyok dan makna simbol ragam hias pada
bentuk visual, yang proses penciptanya tidak gebyok Kudus harus tetap dipahami oleh
lepas dari pengaruh lingkungan. Ragam hias ini masyarakat, karena makna simbol ragam hias
ditujukan sebagai pelengkap rasa keindahan pada gebyok Kudus mengantarkan ciri-ciri
dan kemegahan bangunan fisik rumah. ragam hias pada gebyok Kudus sebagai suatu
Demikian juga dalam berbagai bentuk ragam sistem simbol masyarakat Kudus yang dalam
hias, terdapat pula makna simbol tertentu yang perkembangan masa sekarang membawa
berlaku syah secara konvensional, di pengaruh terhadap kehidupan budaya
lingkungan masyarakat pendukungnya. masyarakat Kudus.
Selanjutnya dalam buku yang sama Soegeng 1. Bagaimana bentuk ragam hias pada gebyok
Toekio (1987:10) juga mengatakan bahwa Kudus, yang merupakan hasil budaya
ragam hias untuk suatu benda pada dasarnya masyarakat Kudus?
merupakan sebuah penghias yang diterapkan 2. Bagaimana ciri-ciri ragam hias pada gebyok
guna mendapatkan keindahan atau kemolekan Kudus yang merupakan simbol dalam
yang dipadukan. Ragam hias ini berperan kehidupan masyarakat Kudus?
sebagai media untuk mempercantik atau 3. Bagaimana pengaruh makna simbol ragam
menganggunkan sesuatu karya. hias pada gebyok dalam kehidupan budaya
Ragam hias pada bangunan rumah masyarakat Kudus?
Kudus, berkaitan erat dengan budaya tradisi
yang perwujudannya merupakan simbolisasi LANDASAN TEORI
dari budaya yang tetap dilestarikan dan Membicarakan gebyok rumah Kudus
diteruskan sebagai tradisi. Demikian juga sebagai salah satu fakta budaya merupakan
penciptaan ragam hias pada gebyok sangat produk yang tidak dapat dilepaskan dari peran
berhubungan erat dengan maksud-maksud berbagai pihak untuk mewujudkannya, yaitu
simbol tersebut. Penciptaannya perajin sebagai orang yang mengerjakannya,
dipertimbangkan dengan baik dan cermat, lembaga-lembaga yang terlibat dalam
sehingga kehadiran ragam hias tersebut di perkembangan gebyok, dan masyarakat
samping memenuhi kebutuhan fungsi dan sebagai pengguna, maka untuk mengkaji
tuntutan keindahan juga mengandung makna gebyok dan makna simbol ragam hias pada
yang selaras dengan harapan hidup. gebyok rumah Kudus secara kontekstual
Kesejahteraan dan kedamaian hidup diperlukan pendekatan sosiologi dan
tampaknya merupakan tujuan utama yang antropologi, karena berkaitan dengan
hendak dicapai (Gustami, 2000:64). pengungkapan fenomena perkembangan yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan
MASALAH eksternal dalam masyarakat pendukungnya.
Melihat perkembangan produk gebyok
Perkembangan pembuatan gebyok yang ada di Kudus, maka masyarakat ingin
yang dilakukan oleh perajin gebyok Kudus, terus menggarap potensi yang ada dan harus
menyebabkan adanya produk replika (tiruan) mengembangkan usaha gebyok yang akhirnya
baik yang disamakan bentuk, ukuran, ragam dapat dikatakan sebagai sarana untuk
hiasnya tetapi ada juga yang dengan sengaja melestarikan dan memasyarakatkan gebyok
dikerjakan sesuai pesanan, sehingga terjadi Kudus. Berhubungan dengan hal tersebut di
perubahan wujud ragam hiasnya. Dengan atas maka digunakan teori utama untuk
adanya perubahan tersebut, menyebabkan menganalisis kajian makna simbol ragam hias
terjadinya perubahan bentuk, ciri-ciri ragam pada gebyok rumah Kudus, yaitu teori dari
hias, pengaruh yang ditimbulkannya, dan Raymond Williams (1981: 17) yang dimuat
makna simbol yang tersimpan dalam motif dalam buku Culture: “Three useful kinds of
ragam hias perlu dikaji lebih mendalam. study can then be distinguished, of (i) the social
Makna simbol ragam hias terjadi bukan and economic institutions of culture and, as
45
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
46
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
Bapak Drs. Sutiyono, M.M. Dinas pengamatan diposisikan sebagai data primer.
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kegunaan observasi ini adalah sebagai berikut.
Kudus dan Bapak Hendrix Marantek Kepala 1). Untuk mendapatkan pengalaman langsung
Desa Sidorekso Kaliwungu yang dalam mengamati ragam hias pada gebyok
mempunyai program Gebyokisasi, di mana Kudus yang hasilnya dapat digunakan
desa Sidorekso sebagai Central Gebyok di sebagai alat untuk mengecek ulang
Kabupaten Kudus. kebenaran informasi yang diperoleh dari
b. Tempat dan Peristiwa/Aktivitas teknik-teknik lain yang digunakan, yaitu
Tempat yang dijadikan sebagai wawancara, studi kepustakaan dan studi
sumber data dalam observasi penelitian dokumen.
adalah. rumah tradisional Kudus di Museum 2). Untuk memperoleh pengalaman langsung
Kretek Kudus dan Rumah Bapak Umar dari sebuah pengamatan terhadap ragam
c. Arsip dan Dokumen hias gebyok Kudus yang hasilnya dapat
Arsip dan dokumen yang menjadi dituangkan dalam suatu catatan atas suatu
sumber data untuk mengetahui makna kejadian sebagaimana terjadi pada keadaan
simbol ragam hias Kudus berupa referensi sebenarnya.
yang ada di Dinas Kebudayaan dan Wawancara.
Pariwisata Kabupaten Kudus baik sebagai Wawancara digunakan untuk
pustaka, hasil telaah dan hasil penelitian mengetahui perubahan bentuk gebyok dan
sebelumnya. ragam hias pada gebyok, ciri-ciri ragam hias
gebyok dan makna simbol ragam hias gebyok
Teknik Pengumpulan Data Kudus, pengaruh perkembangan gebyok dan
Kajian terhadap makna simbol ragam makna simbol ragam hias pada gebyok Kudus
hias memberikan peluang berkembangnya dalam kehidupan budaya masyarakat Kudus.
pemahaman yang lebih mendalam tentang Teknik wawancara ini tidak dilakukan dengan
makna simbol ragam hias pada gebyok Kudus. struktur yang ketat dan formal, agar informasi
Pengumpulan data tentang makna simbol yang dikumpulkan memiliki kedalaman yang
ragam hias pada gebyok Kudus lebih cukup (Milles dan Huberman dalam Cecep
mengutamakan penggunaan teknik observasi Rohidi, 1992: 17).
dan wawancara, di samping studi dokumen dan Cara ini mampu mengorek kejujuran
studi kepustakaan. Adapun detail kerja secara informan untuk memberikan informasi yang
teknik masing-masing dapat dijelaskan sebagai sebenarnya, terutama tentang bentuk gebyok,
berikut. ragam hias, makna simbol, perubahan gebyok
Instrumen Penelitian dan ragam hiasnya serta pengaruhnya dalam
Dalam mengumpulkan data peneliti kehidupan budaya masyarakat Kudus
sebagai instrumen utama penelitian ditunjang Manfaat penggunaan teknik ini adalah
dengan penggunakan alat-alat bantu sebagai untuk mengkaji perubahan gebyok dan ragam
berikut. hiasnya, pengaruh perubahan gebyok dan
1). Pedoman wawancara. Alat bantu ini ragam hiasnya yang terjadi pada kehidupan
digunakan sebagai panduan dalam budaya masyarakat Kudus dari para informan.
melakukan wawancara dengan informan Hasil yang diperoleh dari wawancara
agar diperoleh data yang diperlukan dalam diposisikan sebagai data primer penelitian.
upaya menemukan jawaban atas rumusan Wawancara mendalam dilaksanakan dalam
masalah penelitian. tahapan sebagai berikut:
2). Alat perekam gambar (kamera) dan alat 1). menentukan atau menyeleksi informan yang
perekam suara. Alat perekam gambar diwawancarai;
digunakan untuk memperoleh data visual 2). pendekatan informan terpilih untuk
dari objek-objek pengamatan, sedangkan diwawancarai;
alat perekam suara digunakan dalam upaya 3) mempersiapkan alat bantu, yaitu (1) alat
merekam informasi yang didapat dari perekam suara; (2) alat tulis, (3) kamera
wawancara dengan informan. dan (4) pedoman atau materi wawancara;
3). Alat tulis. Alat ini banyak digunakan dalam 4). melakukan wawancara agar tetap kondusif
proses pencatatan sebagai bagian proses dan produktif; serta dapat merangkum
pengumpulan data, yaitu dalam wawancara, hasilnya.
observasi, dan kepustakaan. Studi Dokumen
Observasi Pengumpulan data yang bersumber dari
Peneliti melakukan pengamatan berita media cetak dan laporan resmi. Selain
langsung di lapangan, yaitu di rumah itu, dalam penelitian ini termasuk di dalamnya
tradisional Kudus. Dalam penelitian ini, hasil analisis terhadap dokumen-dokumen berupa
47
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
foto-foto. Peneliti dituntut melakukan kerja sumber yang digunakan dalam penelitian ini
pengumpulan keseluruhan dokumen yang adalah teknik pemeriksaan dengan
memuat informasi tentang hal-hal yang memanfaatkan penggunaan sumber, yaitu
berkaitan dengan gebyok Kudus dari menggunakan dan mengecek balik derajat
perpustakaan, data teks yang diperoleh dari kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
studi dokumen ini diposisikan sebagai data melalui beberapa sumber yang berbeda. Data
sekunder penelitian. diambil dari beberapa sumber, seperti Dinas
Semua teknik pengumpulan data Kebudayaan dan Pariwisata Kudus, Ketua
tersebut tidak saja digunakan untuk Klaster Ukir Gebyok dan Rumah Adat Kudus
memperoleh data, tetapi sekaligus sebagai secara kelembagaan serta perajin gebyok,
bagian dari proses keabsahan data, karena secara personal data diambil dari perajin
untuk mendapatkan keabsahan data peneliti gebyok dan pengguna gebyok. Dengan adanya
menggunakan teknik implementasi yang pembandingan sumber inilah maka akan
disebut dengan triangulasi data, yang memiliki diketahui tingkat validitas dari data.
tiga prosedur, yaitu pertama, membandingkan Teknik Analisis
data observasi dengan data hasil interview; Pada penelitian kualitatif, analisis data
kedua, membandingkan informasi dari sumber bersifat induktif, artinya penarikan simpulan
satu dengan yang lainnya; dan ketiga, yang bersifat umum dibangun dari data-data
membandingkan hasil interview dengan yang diperoleh di lapangan. Dalam prosesnya,
dokumen yang terkait (Moleong, 1989:178). analisis penelitian kualitatif dilakukan dalam
Validitas Data tiga macam kegiatan, yakni (1) analisis
Guna menjamin validitas data dalam dilakukan bersamaan dengan proses
penelitian ini maka peningkatan validitas data pengumpulan data, (2) analisis dilakukan
dilakukan dengan cara yang disebut triangulasi dalam bentuk interaktif, sehingga perlu adanya
data ( data triangulation ) yaitu penelitian perbandingan dari berbagai sumber data untuk
dengan menggunakan berbagai sumber data memahami persamaan dan perbedaannya, dan
yang berbeda untuk mengumpulkan data yang (3) analisis bersifat siklus, artinya proses
sejenis atau sama (Sutopo. HB, 1988:21). penelitian dapat dilakukan secara berulang
Validitas data merupakan faktor yang sampai dibangun suatu simpulan yang
penting dalam sebuah penelitian karena dianggap mantap. Dengan demikian, analisis
sebelum data dianalisis terlebih dahulu harus data dalam penelitian kualitatif merupakan
mengalami pemeriksaan. Validitas upaya yang berlanjut, berulang, dan terus
membuktikan hasil yang diamati sudah sesuai menerus (Milles dan Huberman dalam Cecep
dengan kenyataan dan memang sesuai dengan Rohidi, 1992: 20).
sebenarnya ada atau kejadiannya (Nasution, Analisis yang dilakukan pada penelitian
2003 : 105). ini menggunakan analisis model interaktif.
Validitas data berguna untuk Analisis interaktif terdiri atas tiga alur kegiatan
menentukan tingkat kepercayaan data yang yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi
diperoleh. Adanya tingkat kepercayaan yang data, penyajian data, dan penarikan
tinggi menjadikan data yang digunakan simpulan/verifikasi (Milles dan Huberman
semakin baik karena telah teruji kebenarannya dalam Cecep Rohidi, 1992: 20). Reduksi data
dan merupakan jaminan bagi kemantapan diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
kesimpulan dan tafsir makna sebagai hasil perhatian pada penyederhanaan,
penelitian (Sutopo, 2006 : 92). Untuk menguji pengabstrakan, dan transformasi data kasar
validitas data dalam penelitian ini dipergunakan yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
teknik trianggulasi. Teknik trianggulasi adalah lapangan. Setelah data dikumpulkan dengan
teknik pemeriksaan validitas data yang teknik wawancara, observasi, dan analisis
menggunakan pandangan multiperspektif, dokumen, dilakukanlah reduksi data.
sehingga untuk menarik kesimpulan yang Reduksi data dalam penelitian ini terdiri
mantap diperlukan tidak hanya dari satu cara atas beberapa langkah, yaitu (1) menajamkan
pandang. Patton (dalam Sutopo, 2006:92) analisis, (2) menggolongkan atau
menyatakan ada empat macam teknik pengkategorisasian, (3) mengarahkan, (4)
trianggulasi, yakni (1) trianggulasi data, (2) membuang yang tidak perlu dan (5)
trianggulasi peneliti, (3) trianggulasi mengorganisasikan data sehingga simpulan-
metodologis, dan (4) trianggulasi teoretis. simpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi
Namun dalam penelitian ini hanya digunakan (Milles dan Huberman dalam Cecep Rohidi,
trianggulasi data dan trianggulasi metode. 1992: 20). Selanjutnya dari buku yang sama
Trianggulasi data disebut juga trianggulasi dijelaskan reduksi data adalah, pengumpulan
sumber (Sutopo, 2006 :93). Teknik trianggulasi data ditempatkan sebagai komponen yang
48
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
merupakan bagian integrasi dari kegiatan Kegiatan analisis yang ketiga adalah
analisis data. Prosesnya berlangsung terus menarik simpulan atau verifikasi. Langkah awal
sepanjang pelaksanaan penelitian, dimulai dalam penarikan simpulan atau verifikasi
sebelum proses pengumpulan data dimulai dimulai dari penarikan simpulan sementara.
sampai bentuk laporan akhir penelitian selesai Penarikan simpulan hasil penelitian diartikan
ditulis. sebagai penguraian hasil penelitian melalui
Setelah reduksi data, langkah berikutnya teori yang dikembangkan. Dari hasil temuan ini
dalam analisis interaktif adalah penyajian data. kemudian dilakukan penarikan simpulan
Penyajian data yang paling sering digunakan teoretik (Milles dan Huberman dalam Cecep
dalam penelitian kualitatif adalah dalam bentuk Rohidi, 1992: 20). Kemudian simpulan perlu
teks naratif, yang merupakan rangkaian kalimat diverifikasi agar cukup mantap dan dapat
yang disusun secara logis dan sistematis, dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perlu
sehingga mampu menyajikan permasalahan dilakukan tinjauan ulang pada catatan di
dengan fleksibel, tidak “kering”, dan kaya data. lapangan atau simpulan dapat ditinjau sebagai
Namun demikian, pada penelitian ini data tidak makna yang muncul dari data yang harus diuji
hanya disajikan secara naratif, tetapi juga kebenarannya, kekokohan, dan kecocokannya.
melalui berbagai matriks dan tabel. Penyajian Namun demikian, jika kesimpulan masih belum
data dalam penelitian kualitatif dirancang guna mantap, peneliti dapat melakukan proses
menggabungkan informasi yang tersusun pengambilan data dan verifikasi, sebagai
dalam suatu bentuk yang padu dan mudah landasan penarikan kesimpulan akhir. Ketiga
diraih, sehingga peneliti dapat melihat apa alur dalam analisis data kualitatif apabila
yang sedang terjadi. Dengan demikian, peneliti digambarkan adalah sebagai berikut,
lebih mudah dalam menarik simpulan. (Milles
dan Huberman dalam Cecep Rohidi, 1992: 20).
PENGUMPULAN
DATA
SAJIAN DATA
REDUKSI
DATA
PENARIKAN KESIMPULAN
VERIFIKASI
Anselm Strauss & Juliet Corbin (2007: data direduksi (data reduction) melalui
4) dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar mengikhtisarkan dan memilah-milah ke dalam
Penelitian Kualitatif, mengatakan bahwa satuan konsep-konsep, kategori-kategori, dan
”penelitian ini termasuk dalam kategori tema penelitian. Kemudian, hasil reduksi data
penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang diorganisasikan ke dalam bentuk sketsa,
temuannya tidak diperoleh melalui prosedur sinopsis, dan matriks (display data) sehingga
statistik atau bentuk hitungan lainnya”. Dalam memudahkan upaya pemaparan dan
menentukan metode yang digunakan untuk penegasan simpulan.
menganalisis data yang diperoleh, perlu Semua data yang dibutuhkan baik data
dipertimbangkan rumusan masalah, kerangka primer maupun data sekunder yang telah
teori dan bentuk data yang dikumpulkan. Data diperoleh baik melalui wawancara maupun
akan dianalisis secara kualitatif kemudian inventarisasi data tertulis yang ada,
disajikan dalam bentuk deskriptif analitik. kemudian diolah dan disusun secara
Prosedur yang ditempuh dalam sistematis untuk dianalisis secara kualitatif.
analisis data, yaitu lebih menyerupai lingkaran Sehingga analisis ini diharapkan dapat
kerja, karena setiap tahapan tidaklah dapat menghasilkan kesimpulan dengan
dipisahkan. Mula-mula hasil pengumpulan
49
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
permasalahan dan tujuan penelitian yang unsur arsitektur rumah tradisional Kudus yang
dapat disampaikan dalam bentuk deskriptif. berlokasi atau berada di Kudus Kulon di
Proses analisis data dalam penelitian ini sekeliling Masjid Menara Kudus, sebuah
meliputi berbagai tahapan. Pertama bangunan peninggalan Sunan Kudus sebagai
identifikasi data, yaitu mengumpulkan data penyebar agama Islam pada zaman Wali
primer, sekunder, dan data visual, baik yang Sanga.
diperoleh melalui studi pustaka, observasi, Seiring dengan berjalannya waktu,
wawancara maupun data dokumentasi. gebyok Kudus sedikit demi sedikit menghilang
Setelah identifikasi data diselesaikan, atau berpindah dari lokasinya semula karena
dilanjutkan dengan tahapan ke dua, klasifikasi banyak diminati keunikannya. Di samping itu,
data yaitu memilih atau mengelompokkan data faktor-faktor lain seperti faktor usia gebyok,
penelitian yang telah diidentifikasi sesuai kondisi ekonomi pemiliknya sekarang dan
dengan jenis dan sifat data. kondisi sosial budaya yang sudah tidak sama
Tahap ke tiga adalah seleksi data, lagi dengan waktu dulu semakin mempercepat
yaitu menyisihkan data yang kurang relevan kemungkinan punahnya keberadaan gebyok
dan tidak berkontribusi kebutuhan data pada Kudus. Hal ini yang lebih mengkhawatirkan
pokok bahasan. Tahapan ke empat dilakukan adalah kemungkinan punahnya seni
analisis data sesuai dengan teori-teori yang pembuatan gebyok Kudus tersebut dari Kudus
sudah ditetapkan sebelumnya, baik sendiri sebagai tempat asalnya.
menggunakan analisis tekstual maupun Dengan berkurangnya gebyok Kudus
kontekstual. berukiran (ragam hias) yang penuh makna
Selain itu dapat dijelaskan pula simbol bagi kehidupan masyarakat Kudus,
hubungan saling ketergantungan, dan sebab saat ini yang banyak dijumpai di Kudus
akibatnya (kausalitas), terutama keterkaitan merupakan hasil replika yang dibuat oleh para
antara produk yang dihasilkan dengan faktor perajin gebyok. Ukiran yang digunakan pada
konsumen, pasar, lembaga budaya dan gebyok oleh perajin merupakan turunan dari
masyarakat pendukung juga dapat dijelaskan. ragam hias gebyok yang ada di rumah Kudus.
Tahap berikutnya adalah interpretasi data Dari uraian tersebut dapat katakan
yang sudah terseleksi dirangkai dengan faktor- bahwa ragam hias didasari dengan unsur pola
faktor menjadi satu kesatuan analisis yang dan motif. Sedangkan faktor penerapan ragam
harmonis dan dapat dipertanggungjawabkan. hias terhadap suatu benda atau bangunan
Model analisa diskriptif kualitatif yang senantiasa mempertimbangkan beberapa hal
digunakan ada tiga komponen analis, yaitu yaitu mengenai bentuk, komposisi,
reduksi data, penyajian data (data display), keseimbangan, serta makna yang terkandung
dan penarikan kesimpulan atau verifikasinya, di dalam ragam hias itu sendiri, sehingga
aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif tercipta sebuah karya seni yang mempunyai
dengan proses pengumpulan data, sebagai nilai estetis. Sedangkan wujud gebyok dapat
suatu proses siklus. dilihat pada gambar: 2.
MAKNA SIMBOL RAGAM HIAS a. Ragam Hias pada Gebyok Bagian Bawah
Ragam hias yang diterapkan pada
Ragam Hias Pada Gebyok Kudus bagian bawah gebyok tidak banyak jenisnya.
Ragam hias tradisional Kudus banyak Bagian komponen yang mendapat hiasan
terdapat pada peninggalan-peninggalan ukiran terdapat pada balok dasar yang
sejarah terutama pada peninggalan arsitektur disebut sampar banyu, yaitu merupakan
tradisional. Penerapan ragam hias banyak struktur konstruksi gebyok yang berfungsi
ditemukan pada bangunan rumah ibadah, sebagai pondasi tiang-tiang gebyok. .
makam-makam dan tempat tinggal. Daun pisang/banbanan, ragam
Penelusuran terhadap objek-objek yang masih hias tumbuh-tumbuhan pada balok dasar
ada dapat dijadikan sebagai rujukan dalam dinding gebyok terlihat adanya ukiran pada
upaya pendalaman dan pemahaman tentang kerangka gebyok yang oleh masyarakat
ragam hias dan penerapannya pada gebyok setempat disebut sampar banyu, yaitu balok
Kudus. Gebyok Kudus merupakan warisan yang paling bawah pada struktur konstruksi
budaya tradisional yang pada saat sekarang, gebyok yang mengelilingi dasar gebyok
jumlahnya di Kudus sudah sangat berkurang tersebut dengan ragam hias abstraksi daun
dibandingkan dengan zaman masa pisang. Ukiran dengan motif hias ini menjadi
kejayaannya dulu pada sekitar abad 18 M. simbol prinsip hidup sebagai layaknya
Gebyok Kudus beserta bagian-bagiannya sifat pohon pisang yang pantang mati sebelum
yang sarat dengan ukiran tersebut, sebagai berbuah atau meninggalkan sesuatu yang
50
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
b. Ragam Hias pada Gebyok Bagian Tengah penggambaran manusia secara realis
Penerapan ragam hias pada bagian dalam agama Islam dilarang. Oleh
tengah gebyok Kudus ini sangat dominan. masyarakat Kudus ragam hias ini
Hampir seluruh bagian dihias dengan ukiran-- ditempatkan pada bagian alisan panel
ukiran yang rumit dengan mengikuti pola dinding gebyok sebagai lambang
simetris. Terdapat pada tiang pracik yaitu tiang kewaspadaan terhadap godaan setan yang
yang menjadi pegangan di mana dinding dalam ajaran Islam setan adalah musuh
gebyok ditempatkan. Ragam hiasnya berupa yang nyata bagi manusia. Penerapan motif
kembang cengkeh, rendan, kerang, wajikan, ini diharapkan dapat terhindar dari hal-hal
ukel, jalinan, tumpal dan lunglungan. Ukiran yang tidak diinginkan.
pada panel-panel dinding banyak ditemukan 2).Motif Tangkai Daun (Bunga) Keluar dari
ragam hias vas bunga menjalar, kala, kawung, Jambangan (vas) : ragam hias tumbuh-
kembang cengkeh, dan melati. Ukiran pada tumbuhan menjalar yang berpangkal atau
pintu utama memakai ragam hias lung- keluar dari jambangan (vas bunga) yang
lungan, nanasan dan plengkung yang menyerupai pola hias ukir pada bangunan
menyerupai bentuk siluet kubah masjid. candi Hindu. Dibanding dengan motif lain,
Ukiran-ukiran yang diterapkan di bagian motif ini paling banyak ditemukan
tengah gebyok pada dasarnya dipilih ragam pada ragam hias gebyok Kudus. Motif ini
hias yang mengarah kepada lambang diletakkan sebagai pengisi panel-panel
kesuburan, ketentraman, perlindungan dan dinding gebyok. Dalam mitos Hindu, motif
pengabdian kepada Yang Maha Esa. ini dianggap sebagai lambang kesuburan.
1). Kala, ragam hias ini melambangkan 3). Peksi (burung), pada gebyok Kudus
penolak bala. Dalam kaitannya dengan diletakkan di bagian lis dinding gebyok
motif yang bersifat keagamaan, merupakan bagian bawah yang dipadu dengan
lambang yang berasal dari masa Hindu lungkangkung. Ragam hias burung
yang diterapkan pada bangunan candi diartikan sebagai lambang roh nenek
terutama pada bagian atas pintu gerbang moyang yang sedang melayang naik
sebagai lambang kekuatan sakti untuk ke sorga. Sering motif burung hanya
menolak kejahatan. Perwujudannya pada digambarkan dalam bentuk sayapnya saja.
gebyok Kudus, ragam hias ini disamarkan Sayap di sini melambangkan kendaraan
dengan bentuk-bentuk ukiran dedaunan pengantar menuju alam Nirwana
dan bunga. Namun jika diperhatikan (keselamatan).
secara seksama nampak merupakan 4). Nanasan, adalah ragam hias berbentuk
perwujudan dari wajah manusia atau buah nanas. terletak tepat di tengah-
kedok. Hal ini disebabkan karena tengah plipitan atau kleweran depan
51
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
pintu masuk utama menuju ruang sentong jalinan yang tersusun memusat,
yang memiliki makna agar manusia dikombinasikan dengan bentuk lung
dapat belajar dari buah nanas, di mana dedaunan dan ukel. Masyarakat setempat
untuk memakan bagian buah yang enak ada yang menamakannya tahunan,
terlebih dahulu harus mengupas bagian karena bentuknya yang menyerupai irisan
kulitnya yang keras dan tajam. Hal ini tahu yang bentuknya bujur sangkar.
dimaksudkan agar manusia dalam Ragam hias ini diletakkan di tiang gebyok,
menjalani hidup dapat belajar dari buah biasanya satu tiang terdapat tiga motif
nanas tersebut, sebelum mencapai wajikan yang dikombinasi dengan motif
kenikmatan hidup hendaknya melalui kerang, tumpal dan motif ukel atau yang
kerja keras terlebih dahulu sebagai bentuk oleh masyarakat setempat dinamai
pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam dengan motif besusulan.
kaitannya dengan kehidupannya sebagai 9). Ukel/besusulan, ragam hias ini berbentuk
manusia, sehingga diharapkan ketika bulatan yang meruncing seperti rambut
seseorang telah merasakan kenikmatan Budha yang dipadu dengan motif medalion
hidup masih tetap ingat pada saat di tengahnya. Ragam hias ini ditempatkan
merasakan tidak enaknya, sehingga tidak pada tiang yang diselang-seling dengan
ada rasa merendahkan pihak lain ragam hias wajikan, jalinan, kerang, dan
yang belum beruntung. sorot. Bentuknya seperti bentuk rambut
5). Kawung, ragam hias ini termasuk dalam Budha melambangkan sikap yang
ragam hias geometris. Terdiri dari bijaksana.
lingkaran-lingkaran yang dijajarkan 10). Tumpal atau sorot, ragam hias
sehingga yang satu menutup bagian yang berbentuk segi tiga, biasanya diletakkan
lain. Nama ragam hias ini diambil dari berjajar-jajar dalam ukuran yang sama.
buah aren, dalam bahasa Jawa disebut Lazim juga diletakkan pada bagian pinggir
kawung. Buah kawung jika dibelah suatu bidang luas. Pada masa Hindu
melintang akan membentuk susunan motif sering ditemui pada bangunan candi.
kawung. Penempatan ragam hias ini Melambangkan kemantapan dan
biasanya sebagai pengisi di bagian keabadian hidup. Ragam hias ini termasuk
sabukan gebyok. Diukir dengan teknik jenis ragam hias geometrik. Masyarakat
ukir krawangan. Ragam hias ini digabung Kudus menamakannya dengan sorot.
dengan motif lunglungan dan bunga Perwujudan ukiran memang banyak unsur-
melati. unsur garis lurus yang menggambarkan
6). Kerang : gubahan dari bentuk kerang yang layaknya pancaran sinar atau cahaya.
ditempatkan pada tiang dinding gebyok Sorot berarti pancaran sinar atau cahaya.
Posisinya seperti telapak tangan yang Ragam hias sorot ini tersusun atas tiga
diangkat saat melaksanakan ibadah sholat, pengulangan bentuk yang sama dari
yaitu saat takbiratul ihram. Pada saat tanga bawah ke atas dalam suatu bidang kayu
n diangkat untuk takbiratul ihram, asma segi empat yang ditempatkan pada bagian
Allah diucapkan. Melambangkan bawah tiang-tiang gebyok. Dibuat dengan
peringatan kepada penghuni rumah harus teknik ukiran krawingan. Tiga susunan
senantiasa melafalkan asma Allah dengan pengulangan bentuk itu dimaksudkan
melaksanakan kewajiban sholat lima sebagai simbol adanya tiga hal yang
waktu. dapat rnenjadi cahaya penerang kehidupan
7). Jalinan, dalam zaman pra sejarah ragam setiap muslim, yaitu Iman, Islam, dan
hias jalinan tali seringkali dihubungkan Ikhsan. Iman adalah dasar kepercayaan
dengan lambang kesaktian dan (rukun iman) sebagai perwujudan iman
perlambangan yang berkaitan dengan yang dimiliki, sementara Ikhsan adalah
percintaan dan perkawinan. Ragam hias ini buah atau hasil perbuatan lima hal (rukun
ditempatkan pada tiang-tiang dinding Islam). Simbol ini dimaksudkan sebagai
gebyok bersama-sama dengan ragam hias sarana agar setiap penghuni rumah
besusulan, wajikan, kerang, tumpal/sorot. senantiasa memegang teguh ketiga hal
8). Wajikan, dinamakan wajikan karena tersebut sebagai cahaya penerang jalan
bentuknya seperti irisan wajik (belah hidup menuju insan yang bertaqwa.
ketupat sama sisi). Wajik ialah nama c. Ragam Hias pada Gebyok Bagian Atas
sejenis makanan yang dibuat dari beras 1). Motif Mahkota yang terdapat pada
ketan, dan memakai gula kelapa sehingga gebyok bagian atas merupakan
warnanya merah tua. Ragam hias ini pengaruh dari motif Eropa dan biasanya
bagian tengah-nya terisi dengan motif ditempatkan pada bagian atas pintu
52
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
Tabel Penerapan Ragam Hias sebagai Sistem Simbol Ragam Hias pada Gebyok Kudus
Ragam Hias Keterangan
Kerang Aplikasi : bidang atas
Gubahan dari bentuk kerang yang ditempatkan
pada tiang dinding gebyok
Teknik : Ukir tinggi
Pola : simetris
Fungsi : Elemen Estetik
Makna Simbolik:
Posisinya seperti telapak tangan yang diangkat
saat melaksanakan ibadah shalat, yaitu saat
takbiratul ihram. Melambangkan peringatan
kepada penghuni rumah harus senantiasa
menjalankan kewajiban shalat lima waktu.
53
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
54
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
55
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
56
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
57
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
dalam suatu daerah, akan selalu mereka miliki. Hal ini dapat dilihat dari
menularkan keahliannya pada lingkungan produk kerajinan yang dimanfaatkan baik
sekitarnya. Mereka sangat bangga dapat untuk kebutuhan hidup sekuler maupun
memberikan keahlian pada orang lain. kehidupan spiritual. Produk kerajinan yang
Mereka akan sangat terbantu karena berkualitas tinggi akan menjadi milik orang
beberapa pekerjaannya sudah dapat yang mampu.
dikerjakan oleh orang lain. Demikian juga Kenyataan ini kemudian memberi
masyarakat lainnya akan sangat senang dampak terhadap pemakaian kerajinan
karena mempunyai keterampilan lain. gebyok, jika dahulu dipakai untuk rumah
Kerjasama yang baik dan saling hormat- adat namun sekarang dipakai dalam
menghormati antara perajin dan anak berbagai rumah modern atau fasilitas umum
asuhannya sangat kental. Semuanya tanpa memperdulikan arsitektur rumah.
terbuka secara luas, dan tidak ada yang Perubahan fungsi gebyok sebagai budaya
harus disembunyikan. Pendidikan cara ini tradisional Kudus dari rumah adat ke bentuk
sangat efektif dalam pengembangan produk praktis dan ekonomis tidak
sebuah keahlian, karena sebuah keahlian mengalami perubahan terhadap bentuk
harus ditularkan pada generasi berikutnya, motif yang ditampilkan pada gebyok, hanya
sehingga kerajinan tersebut tidak putus. adanya pengurangan motif yang dilakukan
Adanya proses pengembangan oleh perajin untuk menghindari tingkat
kerajinan gebyok semacam ini, menjadikan kerumitan dalam pengerjaannya. Bentuk
kerajinan tertentu akan tersentra pada satu motif gebyok tetap berkaitan erat dengan
lingkungan. Terpusatnya kerajinan pada adat-istiadat dan budaya Kudus, sebab
satu wilayah tertentu akan sangat dalam motif gebyok tradisional tersimpan
memudahkan untuk mendapatkan produk ajaran tentang adat-istiadat serta gambaran
tersebut. Konsumen akan sangat mudah nilai-nilai kehidupan. Pesan-pesan nilai
mendapatkan sebuah produk sesuai budaya yang terkandung dalam motif
dengan kebutuhan dan keinginannya. gebyok dapat dipahami melalui berbagai
Apabila konsumen membutuhkan produk simbol pada ragam hiasnya. Lambang yang
yang lebih banyak dalam waktu yang diungkapkan serta kelengkapannya
singkat, perajin akan selalu bekerjasama merupakan percerminan dan kebudayaan
untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. dalam arti nilai yang menjadi pola tingkah
Budaya kerjasama dan saling membantu laku masyarakat.
tetap terpelihara walaupun secara ekonomi Walaupun secara visual bentuk
selalu dihitung dengan pasti. ragam hias yang ditampilkan dapat dilihat
Begitu juga dengan perkembangan pada gebyok, dengan bentuk dan keunikan
kerajinan gebyok di Kudus yang bersifat yang dimiliki oleh gebyok dapat terus
komersial, ini akan dapat meningkatkan bertahan sampai sekarang. Namun makna
hubungan yang baik antara perajin, simbol yang melekat sudah mengalami
pengusaha, serta pemerintah daerah, yang perubahan makna, sehingga bentuk dan
tujuannya untuk mempertahankan fungsinya sudah ada berubah.
eksistensi kerajinan gebyok di tengah- Pekerjaan dalam membuat gebyok ini
tengah masyarakat Kudus. Masyarakat dianggap pekerjaan yang cukup
saling bantu membantu, karena mereka menjanjikan oleh sebagian masyarakat
merasakan kalau kerajinan gebyok Kudus Kudus dibandingkan dengan pekerjaan
merupakan hasil budaya yang patut lainnya. Oleh sebab itu banyak masyarakat
dipelihara dan dilestarikan yang tertarik untuk mengusahakannya,
pengembangannya supaya tidak hilang dari terutama bagi yang mempunyai modal.
kegiatan masyarakat Kudus. Kudus menjadi Biasanya mereka akan mendirikan
sentra industri kerajinan gebyok workshop atau show room. Perkembangan
menyebabkan daerah ini menjadi terkenal, yang terjadi pada gebyok Kudus, bahwa
dan banyak didatangi oleh masyarakat yang sekarang ini tidak hanya menghasilkan
berada diluar daerah dan bahkan luar kota. untuk rumah adat, tetapi juga memproduksi
Pengaruh Makna Simbol Ragam Hias untuk rumah modern maupun untuk fasilitas
Terhadap Kehidupan Budaya Masyarakat umum.
Kudus Kerajinan gebyok dewasa ini
Kerajinan kerap kali dijadikan sebagai digunakan pada rumah modern, karena
indikator strata status sosial di masyarakat. gebyok dianggap mempunyai nilai
Masyarakat mampu dan tidak mampu dapat keindahan yang tinggi dan sekaligus
dikenali dengan produk kerajinan yang sebagai identitas etnik budaya Kudus.
58
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
Gebyok sekarang ini dipakai oleh berbagai memanfaatkan gebyok hasil produk perajin
lapis masyarakat dalam berbagai gebyok dengan masih mempertahankan ragam
penempatan. Pemakaian gebyok dapat hias yang menjadi “pakem” ukiran gebyok
dilihat sebagai suatu kreatifitas masyarakat Kudus, sehingga masyarakat masih bisa
dalam memanfaatkan hasil kebudayaan menikmati hasil budaya, mengenal dan
daerah sendiri. Usaha pengembangan mengapresiasi ragam hias yang ada pada
gebyok bertujuan untuk memperkenalkan gebyok sebagai budaya yang adi luhung.
produk gebyok Kudus yang bernilai tinggi Ragam hias pada gebyok
dan sebagai identitas dari budaya Kudus merupakan peninggalan sejarah yang
masyarakat sekitar, yang pada akhirnya sangat berharga. Di dalamnya terkandung nilai-
akan berdampak pada pengembangan nilai tradisi yang diwujudkan dalam bentuk
perekonomian daerah sehingga dapat arsitektur. Upaya-upaya yang telah ditempuh
memenuhi kebutuhan masyarakat perajin untuk mencegah kelangkaan peninggalan
gebyok itu sendiri. gebyok Kudus harus lebih
Bentuk produk gebyok Kudus ditingkatkan, upaya pelestarian budaya
umumnya mengacu kepada fungsi, tersebut adalah harus ditumbuhkan kesadaran
kesatuan dan simbolik dari nilai-nilai di kalangan masyarakat akan pentingnya
budaya, sehingga masyarakat yang pelestarian gebyok Kudus agar cagar budaya
menggunakan gebyok sebagai elemen yang masih ada tidak semakin
dekoratif rumah tinggal akan mengingat berkurang, bahkan hilang sama sekali. Benda
makna simbol yang terkandung dalam budaya tersebut dapat dijadikan obyek
ragam hias gebyok, walaupun sudah pembelajaran, kajian dan penelitian dalam
banyak masyarakat yang memahami pengembangan keilmuan. Dengan demikian
gebyok beserta ragam hiasnya hanya generasi mendatang akan dapat mengkaji lebih
sebagai elemen dekoratif saja dan dalam tentang bentuk, ragam hias, pengaruh
memanfaatkan keindahan ragam hias budaya dan makna yang melekat pada gebyok
gebyok sebagai simbol untuk meningkatkan Kudus
status sosial di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
PENUTUP Budiono Heru Satoto, ,1987 Simbolisme Dalam
Budaya Jawa, Yogyakarta : PT
Simpulan Hanindita Graha Widya.
Kajian ragam hias pada gebyok, Djelantik, A.AM., 1999, Estetika : Sebuah
meliputi peran lembaga budaya seperti perajin Pengantar, Bandung : Masyarakat
yang terdiri dari perajin pemula, perajin ahli dan Seni Pertunjukan Indonesia.
perajin pengusaha, pendidikan baik formal, Endraswara, Suwardi, 2003, Mistik Kejawen :
nonformal, pendidikan tinggi, pemerintah yang Sinkretisme, Simbolisme dan
melibatkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa
Klaster Ukir Gebyok dan Rumah Adat Kudus, . Yogyakarta : Narasi
Paguyuban Perajin Ukir Gebyok. Gebyok Geertz, Clifford. 1992. Tafsir Kebudayaan
Kudus mempunyai ciri-ciri yang khas seperti (Terjemahan F. Budi Hardiman),
pola ragam hias yang tertata rapi, teknik ukir Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
naturalis. Walaupuan ada perubahan yang Gie, The Liang, 1976, Garis Besar Estetik
terjadi meliputi perubahan ukuran, bahan, (Filsafat Keindahan), Yogyakarta :
ragam hias dan fungsi dari gebyok itu sendiri. Penerbit Karya.
Tetapi untuk makna simbol ragam hias Gustami Sp.1980 Nukilan Seni Ornamen
harapannya dapat dipertahankan sesuai Indonesia. Yogyakarta : STSRI
dengan aslinya Pengaruh yang ditimbulkan ”ASRI”
dengan berkembangnya industri gebyok adalah _________, 2000. Seni Kerajinan
pengaruh kepada ekonomi masyarakat yang Mebel Ukir Jepara : Kajian Estetika
semakin meningkat, pengaruh pada kehidupan Melalui Pendekatan Multidisiplin. Yog
sosial masyarakat dan pengaruh pada yakarta : Kanisius.
kehidupan budaya masyarakat Kudus. Hamzuri, Warisan Tradisional itu Indah
dan Unik, Jakarta : Depdikbud
Saran Hasan, M, Iqbal, 2002, Pokok--
Gebyok Kudus yang banyak diminati pokok Materi Metodologi Penelitian
oleh masyarakat, baik untuk tempat tinggal dan Aplikasinya, Jakarta :
maupun fasilitas umum diharapkan Ghalia Indonesia.
59
Jurnal DISPROTEK : Volume 5 no. 2 Juli 2014
Herusatoto, Budiono. 2000. Simbolisme dalam Sachari, Agus, 2001, Wacana Transformasi
Budaya Jawa, Yogyakarta: Hanindita. Budaya, Bandung : Penerbit ITB.
Holt, Claire, 2000, Melacak ___________, 2001. Desain dan Dunia
Jejak Perkembangan Seni Indonesia, Kesenirupaan Indonesia dalam
Bandung: Arti.line. Wacana
Hoop, Van Der, 1949, Ragam ragam Perhiasan Transformasi Budaya. Bandung :
Indonsia, Jakarta : Koninklijk Penerbit ITB.
Bataviaasch Genootschap van ___________, 2005, Metodologi Penelitian
Kunsten en Wetenschappen Budaya Rupa, Jakarta : Erlangga.
Ismunandar K., R., 2001, Joglo : Salam, Solichin, 1995,
Arsitektur Tradisional Jawa, Kudus Selayang Pandang, Jakarta :
Semarang : Effhar. Hidayah
Kodiran, 2002, Kebudayaan Jawa dalam Soedarso SP,1976. Pengertian Seni.
Manusia dan Kebudayaan Yogyakarta : STSRI “ ASRI”
di Indonesia, Jakarta : Djambatan __________,1987. Tinjauan Seni Sebuah
Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa, Pengantar Untuk Apresiasi Seni :
Jakarta : Balai Pustaka. Yogyakarta,:
_____________, 1997. Kebudayaan __________., 1990, Seni Rupa Indonesia
Mentalitas dan Pembangunan. dalam Masa Prasejarah, dalam
Jakarta : PT. Gramedia. Perjalanan Senirupa Indonesia dari
Koswara, Aji. 1996. Ukiran Jepara, Suatu Zaman Prasejarah Hingga Kini,
Kajian terhadap Gaya Ukiran Kusuma Atmaja, Mochtar, Editor,
Jepara, Tesis Program Magister Jakarta : Panitia Pameran KIAS
Desain, ITB. Soetopo, H.B. 1996. Metodologi Penelitian
Kuntowijoyo, 1987, Budaya dan Masyarakat, Kualitatif. Surakarta : UNS Press.
Yogyakarta : PT Tiara Wacana Speltz, Alexander, 1996,Style of Ornament, Lo
Yogya. ndon : BrackenBooks
Mahasin, Aswab, editor, 1996, Ruh Suseno, Frans Magnis, SJ., 2001, Etika Jawa :
Islam dalam Budaya Bangsa Konsep Sebuah Analisa Falsafi Tentang
Estetika,Jakarta Kebijaksanaan Hidup Jawa, Jakarta :
: Yayasan Festival Istiqlal. Gramedia Pustaka Utama.
Michell, George, 1987, Architecture of The Sutanto, Damid, dkk., 1984. Pengetahuan Orna
Islamic World, London men. Jakarta: Depdikbud.
: Thames & Hudson Triyanto, 2001, Makna Ruang dan
Miles, Matthew B., dan A. Michael Penataannya
Huberman, 1992, Analisis Data dalam Arsitektur Rumah
Kualitatif, terjemahan Tjetjep tradisional Kudus, Semarang : Kelom
Rohendi Rohidi, Jakarta : UI Press. pok Studi Mekar.
Mulyana, Deddy, 2004, Metodologi Penelitian Toekio, Soegeng M.1987. Mengenal Ragam
Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Hias Indonesia, Bandung : Angkasa.
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Umar Kayam, 1981. Seni, Tradisi dan
Bandung : Rosdakarya Masyarakat. Jakarta : Sinar Harapan
Maryono, Irawan dkk, 1982, Pencerminan Warsino.2005. Ragam Hias Seni Ukir.
Nilai Budaya dalam Arsitektur Semarang : Museum Jawa Tengah
Indonesia, Jakarta : Djambatan. Ranggawarsita.
Peursen,C.A. Van 1976. Strategi Kebudayaan. Widiantoro, Bayu, 2003, Peranan
(Terjemahan oleh Dick Hartoko). Proporsi terhadap Ukuran Ruang
Yogyakarta : Kanisius. Interior Rumah
Priatmojo, Danang dkk, Anatomi Rumah Tradisional Kudus Joglo
Tradisionak Kudus, Jakarta: Fakultas Pencu, Tesis Program Magister, ITB.
Teknik Universitas Tarumanegara. Yudoseputro, 1993, Pengantar Wawasan
Rahmanto, B, 1992 ”Simbolisme Dalam Seni Seni Budaya, Jakarta : Depdikbud.
”,Basis XLI ( Maret, 1992 ) __________, 1986. Pengantar Seni Rupa Islam
_______, 1970. Education Through Art. London di Indonesia. Bandung : Angkasa
: Faber and Faber.
60