Anda di halaman 1dari 64

HUBUNGAN RIWAYAT BBLR PADA BALITA DENGAN

KEJADIAN STUNTING DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS


RAWAT INAP PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN TAHUN 2018

SKRIPSI

OLEH :
ELINY DODI PURBA
NIM : 142012017148P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAHPRINGSEWU – LAMPUNG
2019
HUBUNGAN RIWAYAT BBLR PADA BALITA DENGAN
KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
RAWAT INAP PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN TAHUN 2018

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan


Pada Program Studi Sarjana Keperawatan

OLEH :
ELINY DODI PURBA
NIM : 142012017148P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAHPRINGSEWU - LAMPUNG
2019

ii
ABSTRAK

HUBUNGAN RIWAYAT BBLR DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA


BALITA DI PUSKESMAS PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN TAHUN 2018

ELINY DODI PURBA

42 Halaman + 12 Lampiran + 5 Tabel + 2 Gambar

Stunting adalah kondisi dimana anak mengalami gagal tumbuh kembang yang ditandai
dengan tinggi badan yang tidak mencukupi angka normal dan kecerdasan yang juga
terganggu. Jumlah balita stunting di Puskesmas Penengahan melebihi batas normal yang
ditetapkan WHO pada tahun 2017, yaitu 24,8%. Ibu yang mempunyai balita dengan
riwayat BBLR beresiko menjadi pendek atau stunting. BBLR beresiko tiga kali untuk
menjadi stunting dibandingkan dengan anak yang normal.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan riwayat BBLR dengan kejadian
stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Penengahan Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2018. Subjek penelitian seluruh balita di lima desa (Banjarmasin, Padan,
Kelau, Way Kalam, Kuripan), dengan sampel sebesar 639 balita. Teknik sampling
penelitian ini adalah cluster sampling. Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan
cross sectional. Alat pengumpulan data menggunakan lembar check list, dan analisis data
menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian diperoleh distribusi frekuensi responden dengan BBLR berjumlah 107
balita (16,7%), responden dengan kategori tidak stunting sebanyak 229 balita (35,8%).
Ada hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting di lima desa wilayah kerja
Puskesmas Penengahan. Berdasarkan hasil uji statistic diperoleh p-value = 0,000 yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting
dengan nilai OR sebesar 9,143 beresiko menyebabkan balita menjadi stunting.

Kata Kunci : BBLR, Stunting

Referensi : 20 (2009-2018)

iii
ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN LBW HISTORY WITH TODDLER


STUNTING CASE AT THE HEALTH CENTER OF PENENGAHAN SOUTH
LAMPUNG, 2018.

ELINY DODI PURBA

42 Pages + 12 Appendices + 5 Tables + 2 Pictures

Stunting is a condition in which a child experiences growth failure which is characterized


by the height that does not reach normal numbers and also disturbed intelligence. The
number of stunting toddlers in the health center of Penengahan exceeds the normal limit
set by WHO in 2017, which is 24.8%. The toddlers with a history of low birth weight
(LBW) are at risk of being short or stunting. LBW risks three times to become stunting
compared to normal children.

The purpose of this study is to determine the correlation between LBW histories with the
toddler stunting case at the working area health center of Penengahan South Lampung
Regency in 2018. The research subjects were all toddlers in five villages (Banjarmasin,
Padan, Kelau, Way Kalam, Kuripan), with a sample of 639 toddlers. Sampling technique
of this research is cluster sampling. This research is analytical with cross sectional design.
The data collection tool used a check list sheet, and analyzed the data using the chi
square test.

The results of the study obtained frequency distributions of respondents with LBW in
total are 107 toddlers (16.7%) and the respondents who are not in stunting category in
total are 229 toddlers (35.8%). There is a correlation between the history of LBW and the
stunting case in five villages at the working area health center of Penengahan. Based on
the results of statistical tests obtained p-value = 0,000 which means that there is a
significant relationship between the history of LBW and the stunting case with an OR
value of 9.143 at risk of causing toddlers to become stunting.

Keywords: LBW, Stunting

References: 20 (2009-2018)

iv
v
vi
PERNYATAAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung saya yang


bertanda tangan dibawah ini

Nama : Eliny Dodi Purba


NPM : 142012017148P
Program Studi : S1 Keperawatan
JenisKaryaTulis : Skripsi
Judul : Hubungan Riwayat BBLR pada Balita dengan Kejadian
Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap
Penengahan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018
Guna pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan, penulis menyetujui
memberikan kepada STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung tanpa
menuntut ganti rugi berupa materi atas karya saya yang berjudul :

Hubungan Riwayat BBLR pada Balita dengan Kejadian Stunting di Wilayah


Kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Kabupaten Lampung Selatan Tahun
2018
Dengan pernyataan ini STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung berhak
menyimpan, mengalih mediakan dalam bentuk lain, mengolah dalam pangkalan
data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan pemilik hak atas karya.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Pringsewu
Pada Tanggal : 9Juli 2019
Yang Menyatakan,

Eliny Dodi Purba


NPM. 142012017148P

vii
MOTTO

Jangan Pernah Mensia-siakan Hidupmu, Jadilah Berkat dan Teladan Bagi Orang
Lain Sehingga Hidupmu Lebih Bermanfaat

viii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Kepada suamiku tercinta Parulian Doni Situmorang yang telah memberikan


dukungan berupa moril ataupun materi yang tanpa bosan-bosannya memberi
semangat, menyempatkan waktu mengantar ke Kampus tanpa pernah lelah
sehingga saya dapat menyelesaikan studi tepat pada waktu
2. Kepada kedua orangtuaku yang telah memberikan dukungan doa dan
semangat kepadaku
3. Kepada ketiga putra-putriku (Joshua, Yolanda dan Jonathan) yang rela di
tinggal selama saya melaksanakan perkuliahan, sehingga studi saya selesai
tepat waktu
4. Kepada semua teman-temanku yang telah banyak membantu saya, mulai dari
awal perkuliahan sampai selesainya studi saya, tidak banyak kata yang bisa
saya ucapkan, kiranya semua jasanya dibalaskan oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa
5. Kepada Ns. Pira Prahmawati, S.Kep., M.Kes. selaku pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dan memberi motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini
6. Kepada Ns. Tiara, MNS. selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
7. Kepada Ns. Idayati, S.Kep., M.Kes. Penguji Utama yang telah memberikan
bimbingan dan memberi motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini
8. Dosen-dosen STIKes Muhammadiyah Pringsewu yang saya cintai saya
ucapkan terima kasih atas bimbingannya selama ini
9. Almamater STIKes Muhammadiyah Pringsewu yang sangat penulis cintai.

ix
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 september 1980, di Dolok Sinumbah

Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun Sumatera Utara, Penulis

merupakan anak pertama dari pasangan bapak Jatiman Purba dan ibu Monika

Silalahi. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara, penulis beragama

katolik, penulis menikah tahun 2005 dengan Parulian Situmorang dan memiliki 2

putra dan 1 putri. Penulis tinggal di Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan.

Riwayat pendidikan penulis antara lain, pendidikan dasar di SD N 02 Dolok

Sinumboh tahun 1987 dan selesai pada tahun 1993, setelah itu melanjutkan

pendidikan menengah SMP 01 Perdagangan Kabupaten Simalungun Sumatera

Utara tahun 1993 tamat pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan

menengah atas di SMAN 02 Bandar Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

tahun 1996 dan selesai pada tahun 1999.

Kemudian Penulis melanjutkan kuliah di Akper Poltekkes Medan Sumatera Utara

tahun 1999 dan tamat tahun 2002. Kemudian di tahun 2017 penulis mendaftar

sebagai mahasiswi di STIKes Muhammadiyah Pringsewu tahun 2017 dan tamat

tahun 2019

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas berkat-Nya

maka penulis dapat menyelesaikanpenelitian ini dengan baik sebagai salah

satusyaratdalammenyelesaikanpendidikanpadaProgram Studi S1 Keperawatan

STIKes Muhammadiyah Pringsewu. Adapun judul dari penelitian ini adalah“

Hubungan Riwayat BBLR padaBalita dengan Kejadian Stuntingdi Wilayah

KerjaPuskesmas Penengahan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2019 ”

Dalam penyusunan dan penulisanpenelitian ini penulis banyak memperoleh

bantuan dari berbagai pihak yang bersedia meluangkan waktu, tempat dan pikiran

untuk membantu kelancaran penyusanan penelitian ini. Oleh karena itu

perkenankanlah penulis untuk menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ns. Arena Lestari, M.Kep., Sp.Kep.J. selaku Ketua STIKes Muhammadiyah

Pringsewu Lampung.

2. Ns. Rani Ardina, M.Kep., selaku Ketua Prodi S.1 Keperawatan STIKes

Muhammadiyah Pringsewu Lampung.

3. Ns. Pira Prahmawati, S.Kep., M.Kes. selaku Pembimbing I yang telah

memberikan pengarahan dan masukan dalam penyusunan penelitian ini.

4. Ns. Tiara, MNS selaku Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan

dan masukan dalam penyusunan penelitian ini.

5. Ns. Idayati, S.Kep., M.Kes selaku Penguji Utama yang telah memberikan

bimbingan dalam penyusunan skripsi ini

xi
6. Seluruh dosen dan Staf STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung.

7. Orang tua, suami dan kedua anak saya serta teman-teman dan semua pihak

yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak akhirnya penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Pringsewu, Juli 2019

Penulis

xii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN .................................................................... i


HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI .......................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ........................................ v
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................. vii
MOTTO .......................................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ix
RIWAYAT HIDUP PENULIS...................................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
DAFTAR ISI................................................................................................... xiii
DAFTARTABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
D. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 5
E. ManfaatPenelitian ........................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Stunting ....................................................................................... 8
B. BBLR .......................................................................................... 15
C. Hubungan BBLR dengan Stunting ............................................. 17
D. Kerangka Teori ........................................................................... 19
E. Kerangka Konsep........................................................................ 20
F. Hipotesis............. ........................................................................ 20

xiii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian…….. .............................................................. 21
B. Variabel Penelitian......... ............................................................. 21
C. Definisi Operasional ................................................................... 22
D. Populasi dan Sampel ................................................................... 23
E. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 24
F. Etika Penelitian ........................................................................... 24
G. Pengolahan dan Analisis Data .................................................... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Penelitian......... ................................................ 29


B. Hasil Penelitian............................. ................................................ 30
C. Pembahasan ................................................................................. 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan................... .............................................................. 41
B. Saran............................. .............................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pengertian Kategori Status Gizi Balita ............................................ 8


Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 22
Tabel 4.1 Distribudi Responden Berdasarkan Riwayat BBLR ....................... 30
Tabel 4.2 Distribudi Responden Berdasarkan Kejadian Stunting .................... 30
Tabel 4.3 Hubungan Riwayat BBLR dengan Kejadian Stunting ..................... 31

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Teori................................................................................ 18


Gambar 2 Kerangka Konsep ............................................................................ 19

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Surat Permohonan Izin Pra Survey
2. Surat Balasan Izin Pra Survey dari Tempat Penelitian
3. Surat Persetujuan Komisi Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang
Kesehatan
4. Surat Permohonan Izin Penelitian
5. Surat Balasan dari Tempat Penelitian
6. Tabel Standar Ukur TB/U anak laki-laki dan perempuan
7. Jumlah Anak Balita Stunting Pada Tiap Desa Puskesmas Rawat Inap
Penengahan
8. Daftar Simple Frame
9. SPSS
10. Lembar Konsultasi

xvii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting adalah suatu kondisi dimana anak mengalami gagal tumbuh

kembang yang ditandai dengan tinggi badan yang tidak mencukupi angka

normal dan kecerdasan yang juga terganggu. Stunting terjadi karena selama

1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak terganggu yang dihitung dari 270

hari kandungan ibu, dan sampai dengan usia si anak 2 tahun (730 hari).

Stunting indikator yang paling baik adalah pendek, karena dari gagal

tumbuhnya itu misal anak yang baru lahir Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

berat kurang dari 2.500 gram dan tinggi kurang dari 48 cm ( Mediakom,

2018)

Pada tahun 2012 dunia menyepakati agar setiap negara mengupayakan agar

stunting pada balita <5%.Prevalensi stunting pada anak usia di bawah 5

(lima) tahun relatif tinggi dan tidak menunjukan penurunan berarti selama 10

tahun belakangan ini. Prevalensi stunting nasional dikalangan anak usia di

bawah lima tahun sebesar 36,2% pada tahun 2007 meningkat pada tahun

2013 menjadi 37,2% (Riskesdas 2013). Namun Pemantauan Status Gizi

(PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih

tinggi, yakni 29,6% diatas batas yang ditetapkan WHO (20%).


2

Pemerintah mencatat sekitar 9 juta anak berusia dibawah 5 tahun mengalami

stunting jumlah ini hampir 30% dari jumlah seluruh anak di Indonesia, oleh

karena itu Pemerintah menetapkan 100 Kabupaten prioritas untuk

pengurangan angka stunting. Langkah Pememrintah untuk keluar dari angka

prevalensi stunting yaitu pertama komitmen tinggi dan visi Pemerintah.

Kedua kampanye nasional melalui berbagai media dan kanal komunikasi

diseminasi informasi dan advokasi kepada setiap keluarga Indonesia. Ketiga

koordinasi dan tata kelola yang lebih baik termasuk perbaikan kualitas sarana

dan prasarana dan layanan program intervensi stunting di Puskesmas,

Posyandu, PAUD, dll. Keempat upaya akses terhadap makanan bergizi

terutama pada masyarakat dengan kasus stunting tinggi, (Mediakom, 2018)

Stunting memiliki efek jangka panjang terhadap perkembangan kognitif, dan

perkembangan fisik, dan kesehatan yang buruk (WHO, 2010). Ibu yang

mempunyai balita dengan riwayat BBLR beresiko menjadi pendek atau

stunting didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Atikah Rahayu Andini

Pada tahun 2014 dari hasil analisis bivariat menunjukan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara Riwayat status BBLR (nilai p = 0,015).

Berdasarkan hasil analisis multivariat, diperoleh bahwa BBLR merupakan

faktor resiko yang paling dominan berhubungan dengan kejadian stunting.

Penelitian yang dilakukan oleh Onetusfifsi Putra (2015) disimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan BBLR terhadap kejadian stunting pada

anak usia 12-60 bulan dimana nilai p-value 0,049 dengan nilai OR sebesar 3.
3

Anak yang memiliki BBLR beresiko sebesar 3 kali untuk menjadi stunting

dibandingkan dengan anak yang normal. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Khoirun dkk tahun 2015 hasil uji chi-square didapatkan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara panjang badan lahir dengan

kejadian stunting pada baita OR 4,091. Artinya, balita dengan panjang badan

lahir kurang (<48 cm) berisiko mengalami stunting 4,091 kali lebih besar

daripada balita dengan panjang bdan lahir normal (>48 cm). Penelitian yang

dilakukan oleh dandara, dkk tahun 2017 bahwa hasil penelitian ini

menunjukkan hasil analisis besar risiko BBLR dengan kejadian stunting,

diperoleh OR sebesar 5,250. Artinya yang memiliki balita dengan BBLR

mempunyai risiko mengalami stunting 5,250 lebih besar dibandingkan

responden yang memiliki balita dengan berat badan lahir normal. Berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Farah Okky A, dkk tahun 2015

menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada

anak balita di wilayah pedesaan dan perkotaan adalah pendidikan ibu,

pendapatan keluarga, pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian asi ekslusif,

umur pemberian MP-ASI, tingkat kecukupan zink dan zat besi, riwayat

penyakit infeksi serta faktor genetik. Namun, untuk status pekerjaan ibu,

jumlah anggota keluarga, status imunisasi, tingkat kecukupan energi, dan

status BBLR tidak mempengaruhi terjadinya stunting.

Provinsi Lampung ada 3 Kabupaten untuk prevalensi balita stunting yaitu

Kabupaten Lampung Tengah, lampung Timur, Lampung Selatan.


4

Berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG), angka stunting di Lampung

Selatan pada 2015 sekitar 23,20%. Kemudian, naik menjadi 24,28% pada

2016. Lalu, naik lagi menjadi 30,30% pada 2017 (Dinas komunikasi dan

informasi Lampung Selatan, 2018). Di Puskesmas Penengahan tahun 2018

dari 1887 balita terdapat sebanyak 468 balita (24,8%) stunting. 145 balita

termasuk dalam kategori sangat pendek dan 323 balita termasuk dalam

kategori pendek. Dari data yang diperoleh jumlah balita stunting di

Puskesmas Penengahanan melebihi batas normal yang ditetapkan WHO pada

tahun 2017, yaitu 24,8%. (Laporan Bulanan UPT Puskesmas Rawat Inap

Penengahan, 2018)

Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan peneliti saat melaksanakan

Posyandu bulan Oktober 2018 didapatkan 5 balita stunting diperoleh 3 (60%)

balita stunting yang memiliki riwayat berat badan lahir rendah (BBLR).

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

berjudul “Hubungan Riwayat BBLR dengan Kejadian Stunting Pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Kabupaten Lampung

Selatan Tahun 2018”

B. Rumusan Masalah

Masih adanya riwayat bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah

(BBLR) dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Puskesmas

Penengahan Kabupaten Lampung Selatan. Dari 1887 balita terdapat sebanyak


5

468 balita (24,8%) stunting. 145 balita termasuk dalam kategori sangat

pendek dan 323 balita termasuk dalam kategori pendek. Prasurvey balita

stunting pada tahun 2018 yang berjumlah 468 orang dan penulis melakukan

wawancara terhadap 5 orang Ibu Balita Stunting, dan diperoleh (60%) 3 orang

balita yang memiliki riwayat BBLR. Berdasarkan permasalahan tersebut

maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah

ada hubungan riwayat BBLR dengan Kejadian Stunting Pada Balita di

Wilayaha Kerja Puskesmas Penengahan Tahun 2018”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui “Hubungan Riwayat BBLR dengan Kejadian Stunting Pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Penengahan Kabupaten Lampung

Selatan Tahun 2018”

2. Tujuan Khusus

a) Diketahui distribusi frekuensi Balita Stunting di Wilayah Kerja

Puskesmas Rawat Inap Penengahan Kabupaten Lampung Selatan

tahun 2018.

b) Diketahui distribusi frekuensi Riwayat BBLR Balita Stunting di

Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Kabupaten

Lampung Selatan tahun 2018.


6

c) Diketahui ada tidaknya Hubungan BBLR dengan Kejadian Stunting

Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan

Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018.

D. Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian yaitu :

 Jenis penelitian : penelitian analitik dengan desain cross sectional

 Objek : riwayat BBLR pada balita

 Subjek : semua balita stunting di wilayah kerja Puskesmas

Rawat Inap Penengahan

 Tempat : Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Penengahan (Desa Kuripan, Padan, Kelau,

Banjarmasin, Way Kalam)

 Waktu : Juni – Juli 2019

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas Penengahan

Sebagai bahan masukan atau infromasi bagi puskesmas khusunya

bidan mengenai Balita Stunting, sehingga dapat meningkatkan

kualitas pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, khususnya konseling

pada Ibu Balita.


7

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil Penenlitian di harapkan dapat menambahkan wawasan atau

referensi khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi STIKes

Muhammadiyah Pringsewu tentang Hubungan Riwayat BBLR dengan

Kejadian Stunting Pada Balita.

3. Bagi Peneliti

Hasil Penelitian di harapkan dapat menjadi media informasi dan untuk

menambah wawasan bagi peneliti tentang Hubungan Riwayat BBLR

dengan Kejadian Stunting.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil Penelitian di harapkan dapat menjadi acuan dan data awal

peneliti lain untuk melaksanakan penelitian yang sifatnya melanjutkan

atau konteks variable yang berbeda tentang Hubungan Riwayat BBLR

dengan Kejadian Stunting.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. STUNTING

1. Pengertian Stunting

Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11

bulan) dan anak balita (12-59 bulan) akibat dari kekurangan gizi kronis

terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu

pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam

kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, tetapi stunting baru

nampak setelah anak berusia 2 tahun (Persatuan Gizi Indonesia, 2018)

Stunting adalah suatu kondisi dimana anak mengalami gagal tumbuh

kembang yang ditandai dengan tinggi badan yang tidak mencukupi angka

normal dan kecerdasan yang juga terganggu. Stunting terjadi karena

selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak terganggu yang

dihitung dari 270 hari kandungan ibu, dan sampai dengan usia si anak 2

tahun (730 hari). Stunting indikator yang paling baik adalah pendek,

karena dari gagal tumbuhnya itu misal anak yang baru lahir bayi berat

lahir rendah (BBLR) berat kurang dari 2.500 gram dan tinggi kurang dari

48 cm ( Mediakom, 2018)
9

Tabel pengertian Kategori Status Gizi Balita

Indikator Status Gizi Z –Score

Sangat Pendek < -3,0 SD

TB/U Pendek -3,0 SD s/d < -2,0 SD

Normal ≥ -2,0 SD

Sumber: Kepmenkes No. 1995/MENKES/XII/2010 tentang standar


antropometri penilaian status gizi anak

2. Penyebab Stunting

Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi, diantaranya praktik

pengasuhan gizi yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu

mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan serta ibu

melahirkan. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi

prevalensi stunting perlu dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan

(HPK) dari anak balita. Peluang intervensi kunci yang terbukti efektif di

antaranya adalah intervensi yang terkait praktik-praktik pemberian

makanan anak dan pemenuhan gizi ibu. Beberapa fakta dan informasi

yang ada menunjukkan bahwa hanya 22,8% dari anak usia 0-6 bulan

yang menyusu ekslusif dan hanya 36,6% anak usia 7-23 bulan yang

menerima makanan pendamping ASI (MPASI) yang sesuai dengan

praktik-praktik yang direkomendasikan tentang pengaturan waktu,

frekuensi, dan kualitas. MPASI diberikan atau mulai diperkenalkan

ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan

jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan

gizi bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI serta membentuk daya
10

tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap

makanan dan minuman. Oleh karena itu, masyarakat dan petugas

kesehatan perlu memahami pentingnya ASI ekslusif dan praktik-praktik

pemberian makan bayi dan anak yang tepat serta memberikan dukungan

kepada para ibu (PERSAGI, 2018)

3. Pemicu Stunting

Menurut Ahli Nutrisi, Dr, dr. Tan Shot Yen, M. Hum stunting adalah

suatu kondisi dimana anak mengalami gagal tumbuh kembang yang

ditandai dengan tinggi badan yang tidak mencukupi angka normal dan

kecerdasan yang juga terganggu. Stunting terjadi karena kondisi selama

1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak terganggu yang dihitung dari

270 hari dikandungan ibu, dan sampai dengan usia si anak 2 tahun (730

hari). “ Biasanya disebabkan karena banyak faktor, faktor langsungnya

tentu karena kondisi gizi ibu ketika hamil, gizi bayi ketika tumbuh

kembang sampai usia 2 tahun dan kondisi lain yang bisa mempengaruhi

derajat stuntingnya. Misalnya tentang kebersihan, makannya cukup,

semuanya cukup tetapi berulang kali didera infeksi berulang, infeksi

kecacingan, infeksi anemia dan sebagainya. Menurut IDAI selain

disebabkan oleh lingkungan, perawakan pendek (stunting) juga dapat

disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal. Akan tetapi, sebagian

besar perawakan pendek disebabkan oleh malnutrisi (Mediakom, 2018)


11

4. Dampak Stunting

Kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi dengan baik di masa 1.000 HPK

berdampak pada gangguan perkembangan otak untuk jangka pendeknya.

Selain pertumbuhan terganggu, terjadi pula kelainan pada program

metabolik tubuhnya. Sementara, untuk masalah kurangnya kemampuan

kognitif, tumbuh pendek, dan penyakit lainnya merupakan dampak

jangka panjang malnutrsi. Adapun dampak lain dari stunting apabila

tidak ditangani dengan baik maka akan mempengaruhi pertumbuhannya

hingga dewasa nanti, beberapa risiko yang dialami oleh anak pendek atau

stunting di kemudian hari antara lain ; kesulitan belajar, kemampuan

kognitifnya lemah, mudah lelah dan tak liah dibandingkan dengan anak –

anak lain seusianya, risiko untuk terserang penyakit infeksi lebih tinggi,

risiko mengalami berbagai penyakit kronis (diabetes, penyakit jantung,

kanker, dan lain-lain) pada usia dewasa (PERSAGI, 2018)

5. Pencegahan Stunting

Pencegahan Stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik yang

ditujukan dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Intervensi gizi

spesifik untuk mengatasi permasalahan gizi pada ibu hamil, ibu

menyusui 0-6 bulan, ibu menyusui 7 – 23 bulan, anak usia 0 – 6 bulan,

dan anak usia 7 – 23 bulan. Permasalahan gizi ini bisa diatasi ketika

mereka memahami masalahnya dan mengetahui cara mengatasinya

sesuai dengan kondisi masing – masing. Pemberian konseling gizi


12

kepada individu dan keluarga dapat membantu untuk mengenali masalah

kesehatan terkait gizi, dan membantu individu serta keluarga

memecahkan masalahnya sehingga terjadi perubahan perilaku untuk

dapat menerapkan perubahan perilaku makan yang telah disepakati

bersama (PERSAGI, 2018)

Pencegahan stunting dilakukan pada 1.000 HPK yakni dimulai dari masa

kehamilan, dimana bagi ibu hamil, upaya yang dapat dilakukan yaitu

melakukan pemeriksaan secara teratur, menghindari asap rokok dan

memenuhi nutrisi yang baik selama masa kehamilan antara lain, dengan

menu sehat seimbang, asupan zat besi, asam folat, yodium yang cukup,

setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet

selama kehamilan (Mediakom, 2018)

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stunting

Stunting dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya, yaitu :

situasi ibu/calon ibu, situasi balita, kondisi sanitasi dan akses air minum

(Pusdatin Kemenkes RI, 2016)

a. Situasi Ibu / Calon Ibu

Gizi janin bergantung sepenuhnya kepada ibu. Oleh karena itu

kecukupan gizi ibu sangat mempengaruhi janin yang dikandungnya.

1) Wanita Usia Subur dengan LILA < 23,5 cm


13

Asupan energi dan protein yang mencukupi pada ibu hamil dapat

menyebabkan Kurang Energi Kronis (KEK). Wanita hamil

berisiko mengalami KEK jika memiliki Lingkar Lengan Atas

(LILA) < 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK berisiko melahirkan

bayi berat lahir rendah (BBLR) yang jika tidak segera ditangani

dengan baik akan berisiko mengalami stunting.

2) Kecukupan Energi Ibu Hamil

Kecukupan energi ibu hamil di Indonesia berdasarkan Angka

Kecukupan Energi (AKE) mendapatkan bahwa ternyata lebih dari

50 % ibu hamil baik di perkotaaan maupun di perdesaan, asupan

energinya ≤ 70 % AKE (sangat kurang)

3) Anemia pada Ibu Hamil

Kondisi lain yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia,

terutama anemia defisiensi zat besi. Hal ini dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan janin/bayi saat kehamilan

maupun setelahnya. Diperkirakan 41,8 % ibu hamil di seluruh

dunia mengalami anemia. Paling tidak setengahnya disebabkan

kekurangan zat besi. Ibu hamil dinyatakan anemia jika

himoglobin kurang dari 11 mg/L.

b. Situasi Balita

1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

BBLR, yaitu bayi berat lahir kurang dari 2.500 gram akan

membawa risiko kematian, gangguan pertumbuhandan


14

perkembangan anak, termasuk dapat berisiko menjadi pendek jika

tidak tertangani dengan baik.

2) ASI Ekslusif

Pada bayi, ASI sangat berperan dalam pemenuhan nutrisinya.

Konsumsi ASI juga meningkatkan kekbalan tubuh bayi sehingga

menurunkan risiko penyakit infeksi. Sampai usia 6 bulan, bayi

direkomendasikan hanya mengonsumsi Air Susu Ibu (ASI)

ekslusif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun

2012, ASI ekslusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak

dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau

mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat,

vitamin dan mineral). Setelah usia 6 bulan, di samping ASI

diberikan makanan tambahan.

3) Pelayanan Kesehatan Balita

Pelayanan Kesehatan yang baik pada balita akan meningkatkan

kualitas pertumbuhan dan perkembangan balita, baik pelayanan

kesehatan ketika sehat maupun saat dalam kondisi sakit.

c. Kondisi Sanitasi dan Akses Air Minum

Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk dapat

meningkatkan kejadian penyakit infeksi yang dapat membuat energi

pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi

infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.

Berdasarkan konsep dan definisi MDGs, rumah tangga memiliki akses


15

sanitasi layak apabila fasilitas sanitasi yang digunakan memnuhi

syarat kesehatan antara lain dilengkapi leher angsa (septi tank) /

Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), yang digunakan sendiri atau

bersama (Pusdatin Kemenkes RI, 2016)

B. BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)

1. Pengertian BBLR

Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500

gram tanpa memandang masa kehamilan. Bayi yang berada dibawah

persentil 10 dinamakan ringan untuk umur kehamilan. Dahulu neonatus

dengan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram atau sama dengan 2500

gram disebut prematur. Pembagian menurut berat badan ini sangat

mudah tetapi tidak memuaskan. Sehingga lambat laun diketahui bahwa

tingkat morbiditas dan mortalitas pada neonatus tidak hanya bergantung

pada berat badan saja, tetapi juga pada tingkat maturitas bayi itu sendiri

(Atikah dan Cahyo, 2010)

Definisi bayi berat lahir, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2014),

adalah bayi berat lahir rendah yaitu bayi berat lahir kurang dari 2500

gram tanpa memandang masa gestasi dengan catatan berat lahir adalah

berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir. Definisi dari bayi

berat badan lahir rendah menurut Saputra (2014), bayi berat lahir rendah
16

ialah berat badan bayi yang lahir kurang dari 2500 gram tanpa

memandang masa gestasi atau usia kehamilan.

2. Klasifikasi Bayi Berat Lahir

Menurut IDAI (2014) Klasifikasi Bayi Berat Lahir, yaitu :

a) BBLR ( Bayi berat lahir Rendah)

BBLR degan berat lahir <2500 gram tanpa memandang masa

gestasi.

b) Bayi Berat Lahir Cukup / Normal

Berat lahir ˃2500 gram – 4000 gram.

c) Bayi Berat Lahir Lebih

Berat Lahir ˃4000 gram.

d) Bayi dengan Kurang Bulan (BKB)

Bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu (<259 hari)

e) Bayi Cukup Bulan (BCB)

Bayi lahir dengan masa gestasi 37 – 42 minggu (259 hari – 293 hari)

f) Bayi Lebih Bulan (BLB)

Bayi lahir dengan masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari)

Menurut Saifuddin dkk (2009) adalah bayi berat lahir rendah (BBLR),

dengan berat badan 1500 – 2500 gram. Bayi berat lahir sangat rendah

(BBLRS), dengan berat badan bayi kurang dari 1500 gram. Bayi berat lahir

ekstrem rendah (BBLER) dengan berat bayi kurang dari 1000 gram.

Penggolongan bayi berat lahir rendah terdiri dari :


17

1. Prematuritas Murni

Bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu serta berat badan

bayi sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan

sesuai untuk masa kehamilan ( NKB – SMK )

2. Bayi Small for Gestational Age (SGA

Berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terbagi

menjadi 3 jenis yaitu :

a) Simetris ( intrauterus for gestational age )

Terjadi karena gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam

jangka waktu yang lama

b) Asimetris ( intrauterus growth retardation)

Terjadi akibat defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan

c) Dismaturitas

Kondisi dimana bayi yang lahir kurang dari berat badan yang

seharusnya untuk masa gestasi dan bayi tersebut akan mengalami

retardasi pertumbuhan intrauteri sertamerupakan bayi kecil untuk

masa kehamilan (Mitayani, 2009)

C. Hubungan BBLR dengan Stunting

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya

pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang dan manifestasi akibat lebih

lanjut dari tingginya angka berat badan lahir rendah (BBLR) dan kurang gizi

pada masa balita dan tidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan (catch-
18

up growth) yang sempurna pada masa berikutnya. Stunting didasarkan pada

indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur

(TB/U) dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre

Growth Reference Study) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD (WHO,

2013)

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi kronis, dalam

jangka pendek adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,

menurunnya kekebalan tubuh, dan risiko tinggi munculnya penyakit diabetes,

kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan

disabilitas pada usia tua serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang

berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (Kemenkes RI, 2016)

Berat lahir memiliki dampak yang besar tehadap pertumbuhan,

perkembangan dan tinggi badan anak selanjutnya. Bayi lahir dengan BBLR

akan beresiko tinggi pada morbiditas, kematian, penyakit infeksi, kekurangan

berat badan dan stunting diawal periode neonatal sampai masa kanak-kanak

(Wiyogowati, 2012)

Tingginya angka BBLR diperkirakan menjadi penyebab tingginya kejadian

stunting di Indonesia. BBLR menjadi faktor yang paling dominan berisiko

terhadap stunting pada anak (Nadiyah, 2014)


19

D. Kerangka Teori

Kerangkateori adalah hubungan atau kaitan antara teori satu terhadap teori

lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007)

Faktor Yang Mempengaruhi Stunting

a. Situasi Ibu / Calon Ibu


 LILA
 Kecukupan Energi Ibu Hamil
 Anemia Ibu Hamil

b. Situasi Balita
 BBLR
 ASI Ekslusif Stunting
 Pelayanan Kesehatan Balita

c. Kondisi Sanitasi dan Akses Air


Minum

Gambar 1. Kerangka Teori

(Pusdatin Kemenkes RI, 2016)


20

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada hakekatnya adalah suatu uraian dan

visualisasi konsep – konsep serta variabel yang akan diukur ( Notoatmojo,

2010)

Gambar 2. Kerangka konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Riwayat BBLR Stunting

F. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penenlitian,

hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara variabel bebas dan

variabel terkait. Hipotesis berfungsi menentukan kearah pembuktian dan

pernyataan yang harus dibuktikan (Dharma, 2011)

Ha : Ada hubungan antara Riwayat BBLR dengan Kejadian Stunting di

Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun 2018


21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain / Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik dengan rancangan

cross sectional. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek,

dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada

suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya

diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter

atau variabel subjek pada saat penelitian. (Notoatmodjo, 2010).

B. Variabel Penelitian

Menurut Suyanto dan Salamah (2009), variabel penelitian adalah ciri atau

ukuran yang melekat pada objek penelitian yang baik bersifat fisik (nyata)

maupun psikis (tidak nyata). Pengertian lain menyebutkan bahwa variabel

adalah sesuatu yang digunakan sebagai cirri-ciri, sifat, atau ukuran yang

dimiliki oleh satuan penelitian dari sebuah teori.

1. Variabel Independen : Riwayat BBLR pada balita

2. Variabel Dependen : Kejadian Stunting pada balita


22

C. Definisi Opersional

Definisi operasional adalah batasan pada variabel yang diamati atau diteliti

untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument atau alat ukur.

(Notoatmodjo, 2010)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala


Ukur
1. Berat Bayi Bayi yang lahir Melihat LembarC 1. Ya = Jika BB Ordinal
Lahir Rendah dengan berat Berat Lahir heklist <2.500 gram
badan kurang Bayi di 0. Tidak = Jika BB
dari 2.500 gram Buku KIA ≥2.500 gram
tanpa
memandang
masa kehamilan
(Cahyo, 2010)

2. Stunting Suatu kondisi MelihatReka LembarC 1. Ya = Jika Ordinal


dimana anak mMedik heklist ˂-3SD = Sangat
mengalami Pendek
gagal tumbuh -3 SD sampai
kembang yang dengan ˂ -2 SD =
ditandai Pendek
dengan tinggi 0. Tidak = -2SD
badan yang sampai dengan 2
tidak SD
mencukupi (Antropometripenila
angka normal ian status gizianak,
sehingga anak 2010)
terlalu pendek
untuk usianya
(Mediakom,
2018)
23

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek

yang mempunyai kuanitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi

populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam

yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau

subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat

yang dimiliki oleh subyek atau obyek yang diteliti itu (Sugiyono, 2017)

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita di Puskesmas

Penegahan Kabupaten Lampung Selatan tahun 2019 yaitu 1887 orang.

2. Sampel

Keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut adalah

populasi penelitian, sedangkan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi ini disebut“ sampel “penelitian. (Notoatmodjo, 2010).

Pada penelitian ini menggunakan teknik cluster sampling (Area

Sampling). Teknik ini digunakan bilamana populasi tidak terdiri dari

individu-individu melainkan terdiri dari kelompok-kelompok individu

atau cluster, maka peneliti memilih 5 desa terbanyak stunting di wilayah

kerja puskesmas penengahan. Jumlah sampel penelitian ini adalah semua

balita yang ada di posyandu didesa Kuripan, Kelau, Banjarmasin, Way

Kalam, Padan yang merupakan 5 desa stunting lebih besar dari desa
24

lainnya yang ada diwilayah kerja puskesmas rawat inap penengahan yang

berjumlah 639 balita

Tabel jumlah anak balita stunting pada 5 desa di Puskesmas Penengahan


Tahun 2018

NO DESA TB/U Total


Sangat Pendek Pendek Normal
1 Way Kalam 9 26 52 87
2 Padan 18 36 88 142
3 Banjarmasin 3 35 151 189
4 Kelau 18 23 51 92
5 Kuripan 48 13 68 129
Jumlah 96 133 410 639

Kriteria Sampel :

Inklusi : balita yang ada di posyandu di desa Banjarmasin, Kelau,

Padan, Way Kalam, Kuripan

Eksklusi : balita yang ada di wilayah kerja puskesmas penengahan

kecuali desa (Banjarmasin, Kelau, Padan, Way Kalam,

Kuripan)

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Puskesmas Penengahan Kabupaten

Lampung Selatan. Waktu penelitian pada bulan Juni – Juli 2019

F. Etika Penelitian

1. Privacy

Dalam penelitian ini peneliti melindungi privasi dan kerahasiaan identitas

yang dicantumkan ditabel.


25

2. Anonymity

Selama kegiatan penelitian nama data puskesmas dirahasiakan oleh

peneliti, sebagai gantinya peneliti menggunakan nomor atau huruf abjad

sebagai nama dalam penelitian.

3. Confidential

Peneliti harus menjaga kerahasiaan tentang data-data puskesmas

4. Protection and Discomfort

Sebelum pihak puskesmas menyetujui berpartisipasi dalam penenlitian

ini, peneliti terlebih dulu menjelaskan tentang tujuan dan manfaat

penelitian. Selanjutnya peneliti menjelaskan hak-hak puskesmas.

G. Pengolahan Dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dengan menggunakan secara manual dan disajikan

dalam bentuk uraian dan tabel dengan langkah-langkah dalam

pengolahan data meliputi :

a) Editting

Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan dan perbaikan data

b) Coding

Untuk mempermudah dalam pengolahan data dan pengisian tabel

dilakukan berdasarkan kode jika BBLR dibuat dengan kode 1 (satu)

dan tidak BBLR 0 (nol), dan stunting diberi kode 1 (satu) dan tidak

stunting 0 (nol)
26

c) Processing

Setelah semua data terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati

pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data

agar dapat dianalisis, pemprosesan data dilakukan dengan cara

mengentri data ke komputer kemudian menghitung atau mencatat

data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan

SPSS.

d) Cleaning

Setelah semua data dimasukkan, peneliti melakukan pengecekan

kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan

baik kode maupun ketidaklengkapan pada program komputer setelah

diperiksa satu persatu ada bebrapa kode yang kurang tepat atu tidak

cocok sehingga peneliti dapat melakukan pembentukan atau koreksi

ulang.

e) Tabulating

Pada tahap ini pemeriksaan yang sama dikelompokkan dengan teliti

dan teratur lalu dihitung dan dijumlahkan kemudian ditulis dalam

bentuk tabel-tabel.

2. Analisa Data

a) Analisis Univariat

Setelah data terkumpul dari hasil instrumen yang digunakan, data

tersebut dianalisis, analisis yang digunakan analisis univariat yaitu


27

data yang mendeskripsikan atau menggambarkan data tersebut

dalam prosentase yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekwensi.

Pengolahan dan analisa data dilakukan secara manual dengan

menggunakan rumus :

P = __F_ x 100 %

Keterangan :

P = Presentasi

F = Jumlah responden yang menjawab pertanyaan sesuai kategori.

N = Jumlah seluruh responden

b) Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat pengaruh atau hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan uji Chi Square (X²). Pengujian

ini dengan cara membandingkan frekwensi yang diamati dengan

frekwensi yang diharapkan, apakah ada perbedaan yang bermakna.

Rumus yang digunakan adalah :

X² = ∑ ( 0 - E)²

Sumber : Nursalam (2008).


28

Keterangan :

X² = Statistik Chi Square

∑ = Penjumlahan

0 = Frekwensi pengamatan untuk variabel dependen dan variabel

independen

E = Frekwensi yang diharapkan untuk variabel dependen dan

variabel independen

Dengan menggunakan Confidental Interval (CI) sebasar 95 % maka

keputusan uji statistik adalah P value ≤ 0,05 berarti ada hubungan

yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen

yang diteliti dan nilai P value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang

signifikan antara variabel independen dan variabel dependen yang

diteliti.
29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Tugas (UPT) dari Dinas Kesehatan

yang berperan sebagai penyelenggara dari tugas teknis operasional Dinas

Kesehatan dan merupakan ujung tombak pembangunan kesehatan

didaerah.Puskesmas Rawat Inap Penengahan merupakan salah satu unit

pelaksana tugas kerja Dinas Kesehatan Lampung Selatan yang memiliki

wilayah kerja di Kecamatan Penengahan.Puskesmas Rawat Inap Penengahan

memiliki tanggung jawab upaya kesehatan dibidang promotif, perevntif,

kuratif dan rehabilatif dengan wilayah kerja terdiri dari 22 desa.Fungsi dari

Puskesmas Rawat Inap Penengahan tersebut adalah sebagai pusat

pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan

keluarga menuju masayarakat yang mandiri dan sehat serta pusat pelayanan

strata I (pelayanan tingkat dasar).Puskesmas Rawat Inap Penengahan adalah

Puskesmas induk di Kecamatan Penengahan yang terletak di jalan lintas

sumatera km.69, desa Pasuruan kecamatan Penengahan Lampung Selatan.

Kecamatan Penengahan ini mempunyai luas wilayah seluas 97,590 km2

dengan batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Palas

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Bakauheni


30

Sebelah Barat : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kalianda

Sebelah Timur : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Ketapang.

B. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisa Univariat

a. Berat Lahir

Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Berat Lahir di Lima Desa yaitu, Desa
Banjarmasin, Padan, Kuripan, Way Kalam, Kelau Tahun 2018

Berat Lahir Jumlah Presentase (%)


Berat Lahir Normal 532 83,3
Berat Lahir Rendah 107 16,7
Total 639 100

Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa balita yang mempunyai berat badan lahir

normal berjumlah 532 balita (83,2%) dan balita yang mempunyai riwayat berat

badan lahir rendah berjumlah 107 balita (16,7%).

b. Stunting

Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Stuntingdi Lima Desa yaitu,
Desa Banjarmasin, Padan, Kuripan, Way Kalam, Kelau Tahun 2018

Kejadian Stunting Jumlah Presentase (%)


Tidak Stunting 410 64,2
Stunting 229 35,8
Total 639 100

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa balita tidak stunting sebanyak 410 balita

(64,2%) dan balita dengan stuting berjumlah 229 balita (35,8%)


31

2. Hasil Analisa Bivariat

Tabel 4.3
Hubungan antara riwayat BBLR (berat bayi lahir rendah) dengan kejadian
stunting di wilayah kerja Puskesmas Penengahan Tahun 2018

Kejadian Stunting
Riwayat BBLR Tidak Stunting Stunting Total P OR
Value 95%CI
N % N % N %
Tidak BBLR 386 72,6 146 27,4 532 100 0,000 9,143

5,587-14,963

BBLR 24 22,4 83 77,3 151 100

Total 410 95 229 639 100

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui balita yang mempunyai riwayat berat lahir normal

dan tidak mengalami stunting sebanyak 386 balita (72,6%), balita yang

mempunyai riwayat berat lahir normal dan mengalami stunting sebanyak 146

balita (27,4%), balita yang mempunyai riwayat BBLR dan tidak mengalami

stunting sebanyak 24 balita (22,4%), dan balita yang mempunyai riwayat BBLR

dan mengalami kejadian stunting sebanyak 83 balita (77,3%)

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,000 yang berarti ada

hubungan yang signifikan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan tahun 2018. Hasil penelitian ini

juga menunjukkan nilai OR sebesar 9,143 yang berarti balita yang mempunyai
32

riwayat BBLR memiliki resiko untuk terjadi stunting 9,143 kali lebih besar

dibandingkan dengan balita yang mempunyai riwayat berat lahir normal.

C. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Disribusi Frekuensi Kejadian Stunting

Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa dari 639 balita di lima

desa yaitu desa Banjarmasin, Padan, Kelau, Kuripan dan Way Kalam

tahun 2018 sebanyak 229 balita (35,8%) mengalami kejadian stunting.

Presentase stunting tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan

presentase stunting di Puskesmas Penengahan tahun 2018 dari 1887

balita terdapat sebanyak 468 balita (24,8%) stunting. 145 balita

termasuk dalam kategori sangat pendek dan 323 balita termasuk dalam

kategori pendek. Dari data yang diperoleh jumlah balita stunting di

Puskesmas Penengahanan melebihi batas normal yang ditetapkan WHO

pada tahun 2017, yaitu 24,8%.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dapat dijelaskan bahwa

banyak faktor yang menjadi penyebab stunting. diantaranya praktik

pengasuhan gizi yang kurang baik yaitu praktik-praktik pemberian

makanan anak dan pemenuhan gizi ibu. Beberapa fakta dan informasi

yang ada menunjukkan bahwa hanya 22,8% dari anak usia 0-6 bulan

yang menyusu ekslusif dan hanya 36,6% anak usia 7-23 bulan yang

menerima makanan pendamping ASI (MPASI) yang sesuai dengan


33

praktik-praktik yang direkomendasikan tentang pengaturan waktu,

frekuensi, dan kualitas. MPASI diberikan atau mulai diperkenalkan

ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk

mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat

mencukupi kebutuhan gizi bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh

ASI serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem

imunologis anak terhadap makanan dan minuman.Oleh karena itu,

masyarakat dan petugas kesehatan perlu memahami pentingnya ASI

ekslusif dan praktik-praktik pemberian makan bayi dan anak yang tepat

serta memberikan dukungan kepada para ibu, termasukkurangnya

pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa

kehamilan serta ibu melahirkan. Intervensi yang paling menentukan

untuk dapat mengurangi prevalensi stunting perlu dilakukan pada 1.000

hari pertama kehidupan (HPK) dari anak balita.

Penelitian ini didukung oleh Pusdatin Kemenkes (2016) yang

menjelaskan Stunting dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di

antaranya, yaitu : situasi ibu/calon ibu, situasi balita, kondisi sanitasi

dan akses air minum.Stunting bukan hanya persoalan gizi kronis, tapi

ini berhubungan dengan reproduksi kemiskinan yang terus terpelihara

dari stunting menciptakan problem neurologis, kemampuan intelektual

yang rendah dan keterampilan yang minim sehingga berkontribusi pada

mata rantai kemiskinan.Stunting bukan hanya persoalan individu, tetapi


34

juga menyangkut eksistensi sebuah bangsa. Indonesia akan mengalami

puncak bonus demografi pada tahun 2030 bisa sia-sia apabila masih

banyak balita gagal tumbuh akibat gizi kronis. Bonus demografi tak

akan berarti apa-apa tanpa generasi yang sehat jiwa dan raga. Generasi

muda yang sehat jiwa dan raga tentu bermula dari balita yang sehat

pula.

Menurut pendapat peneliti ada beberapa gerakan untuk mencegah

stunting. Pertama setiap desa harus mengidentifikasi latar belakang

keluarga yang taraf ekonominya menengah ke bawah, dengan dana

desa yang ada, aparat desa bisa melakukan pemberdayaan ekonomi

melalui edukasi. Kedua, posyandu harus digalakkan agar tidak hanya

melayani balita, seperti imunisasi, timbang berat bdan tapi juga

memberikan kelas parenting bagi calon ibu yang sedang hamil,

memberikan pengetahuan dasar ihwal pola asupan gizi bagi janin yang

dikandung sangat berpengaruh pada perkembangan anak.

b. Distribusi Frekuensi Riwayat BBLR

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa balita yang mempunyai

berat badan lahir normal berjumlah 532 balita (83,2%) dan balita yang

mempunyai riwayat berat badan lahir rendah berjumlah 107 balita

(16,7%).
35

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti diketahui bahwa berat lahir

memiliki dampak yang besar tehadap pertumbuhan, perkembangan dan

tinggi badan anak selanjutnya. Bayi lahir dengan BBLR akan beresiko

tinggi pada morbiditas, kematian, penyakit infeksi, kekurangan berat

badan dan stunting diawal periode neonatal sampai masa kanak-kanak

penyebab bayi BBLR adalah karena terjadi kasus Pertumbuhan Bayi

Terhambat (PJT) ketika si bayi masih berada dalam rahim ibu.

Biasanya PJT bisa diketahui lewat pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Nanti, akan terlihat ukuran janin tidak sesuai dengan kehamilan ibu.

Tanda bahwa ada masalah.Penyebab masalahnya ada tiga faktor yakni,

si ibu, janinnya sendiri, atau karena plasentanya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Onestusfifsi Putra, 2016) gizi

kurang yang terjadi pada anak-anak remaja dan saat kehamilan

mempunyai dampak buruk terhadap berat badan lahir bayi. BBLR

(berat badan lahir rendah) <2500 gram dengan kehamilan genap bulan

mempunyai risiko kematian lebih besar dengan bayi dengan berat

badan lahir normal.

Adanya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) karena disebabkan

kekurangan gizi pada masa kehamilan dan akan mempunyai resiko

tinggi terhadap kematian pada umur yang sangat dini atau lebih lanjut

cenderung mengalami pertumbuhan dan perkembangan dibawah


36

normal. Berbagai studi mengungkapkan bahwa anak yang dilahirkan

dengan BBLR mengalami gangguan fungsi kognitif dan kecerdasan

intelektual pada masa usia sekolah sehingga mengalami kesulitan

belajar

2. Analisis Bivariat

Hubungan Riwayat BBLR pada Balita dengan Kejadian Stuntingdi

Wilayah Kerja Puskesmas Penengahan

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui balita yang mempunyai riwayat berat

lahir normal dan tidak mengalami stunting sebanyak 386 balita

(72,6%), balita yang mempunyai riwayat berat lahir normal dan

mengalami stunting sebanyak 146 balita (27,4%), balita yang

mempunyai riwayat BBLR dan tidak mengalami stunting sebanyak 24

balita (22,4%), dan balita yang mempunyai riwayat BBLR dan

mengalami kejadian stunting sebanyak 83 balita (77,3%). Berdasarkan

hasil penelitian penyebab anak mengalami stunting disebabkan oleh

gizi buruk pada ibu, praktik pemberian dan kualitas makanan yang

buruk, sering mengalami infeksi serta tidak menerapkan perilaku hidup

bersih dan sehat.Gizi ibu dan praktik pemberian makan yang buruk,

stunting dapat terjadi bila calon ibu mengalami anemia dan kekurangan

gizi. Wanita yang kekurangan berat badan atau anemia selama

kehamilan lebih mungkin memiliki anak stunting, bahkan berisiko

menjadi kondisi stunting yang akan terjadi secara turun temurun.


37

Kondisi tersebut bisa diperburuk lagi bila asupan gizi untuk bayi kurang

memadai, misalnya bayi diberikan air putih atau teh sebelum berusia

enam bulan, karena pada usia ini bayi seharusnya diberikan Air Susu

Ibu (ASI) secara ekslusif maupun susu formula sebagai penggantinya.

Tidak hanya itu, gizi buruk yang dialami ibu selama menyusui juga

dapat mengakibatkan pertumbuhan anak menjadi terhambat.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,000 yang berarti

ada hubungan yang signifikan antara riwayat BBLR dengan kejadian

stunting di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan tahun

2018. Hasil penelitian ini juga menunjukkan nilai OR sebesar 9,143

yang berarti balita yang mempunyai riwayat BBLR memiliki resiko

9,143 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang mempunyai

riwayat berat lahir normal.

Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Atikah Rahayu Andini Pada tahun 2014 dari hasil analisis bivariat

menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Riwayat

status BBLR (nilai p = 0,015). Berdasarkan hasil analisis multivariat,

diperoleh bahwa BBLR merupakan faktor resiko yang paling dominan

berhubungan dengan kejadian stunting


38

Menurut pendapat Khoirun dkk tahun 2015 hasil uji chi-square

didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara panjang

badan lahir dengan kejadian stuntingpada baita OR 4,091. Artinya,

balita dengan panjang badan lahir kurang (<48 cm) berisiko mengalami

stunting 4,091 kali lebih besar daripada balita dengan panjang bdan

lahir normal (>48 cm). Penelitian yang dilakukan oleh dandara, dkk

tahun 2017 bahwa hasil penelitian ini menunjukkan hasil analisis besar

risiko BBLR dengan kejadian stunting, diperoleh OR sebesar 5,250.

Artinya yang memiliki balita dengan BBLR mempunyai risiko

mengalami stunting 5,250 lebih besar dibandingkan responden yang

memiliki balita dengan berat badan lahir normal.

Pendapat peneliti tentang adanya hubungan antara riwayat BBLR

dengan kejadian stunting pada balita, berat lahir pada umumnya sangat

terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang,

sehingga dampak lanjutan dari BBLR dapat berupa gagal tumbuh.

Seorang bayi yang lahir dengan BBLR akan sulit dalam mengejar

ketertinggalan pertumbuhan awal, pertumbuhan yang tertinggal dari

yang normal akan menyebabkan anak tersebut semakin tinggi resiko

seseorang mengalami stunting.

Balita yang BBLR tapi tidak stunting sebanyak 146 balita, peningkatan

berat badan merupakan proses dalam tatalaksana BBLR disamping


39

pencegahan terjadinya penyulit. Proses peningkatan berat badan bayi

tidak terjadi segera dan otomatis, melainkan secara bertahap sesuai

dengan umur bayi. Gizi yang seimbang dapat membuat berat badan

bayi lahir bertambah sehingga dengan kecukupan gizi bayi,

pertumbuhan dan perkembangan bayi bisa menjadi normal dan tidak

menyebabkan menjadi stunting. Penelitian ini sejalan dengan Farah

Okky A, dkk tahun 2015 menunjukkan bahwa faktor yang

mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita di wilayah pedesaan

dan perkotaan adalah pendidikan ibu, pendapatan keluarga,

pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian asi ekslusif, umur

pemberian MP-ASI, tingkat kecukupan zink dan zat besi, riwayat

penyakit infeksi serta faktor genetik. Namun, untuk status pekerjaan

ibu, jumlah anggota keluarga, status imunisasi, tingkat kecukupan

energi, dan status BBLR tidak mempengaruhi terjadinya stunting.

Menurut pendapat peneliti ada beberapa gerakan untuk mencegah

stunting. Pertama setiap desa harus mengidentifikasi latar belakang

keluarga yang taraf ekonominya menengah ke bawah, dengan dana

desa yang ada, aparat desa bisa melakukan pemberdayaan ekonomi

melalui edukasi. Kedua, posyandu harus digalakkan agar tidak hanya

melayani balita, seperti imunisasi, timbang berat bdan tapi juga

memberikan kelas parenting bagi calon ibu yang sedang hamil,

memberikan pengetahuan dasar ihwal pola asupan gizi bagi janin yang
40

dikandung sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Ketiga, aparat

desa harus memberikan perhatian yang lebih terhadap lembaga PAUD,

baik nonformal seperti taman penitipan anak dan kelompok bermain,

serta PAUD formal seperti TK dan RA


41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Melihat hasil penelitian dan pembahasan penelitian yang berjudul

“Hubungan Riwayat BBLR pada Balita dengan Kejadian Stunting di

Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun 2018” maka

dapat disimpulkan :

1. Karakteristik distribusi frekuensi balita berdasarkan berat lahir di lima

desa (Banjarmasin, Padan, Kuripan, Way Kalam dan Kelau) wilayah

kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun 2018 sebagian besar

balita yang mempunyai berat badan lahir rendah berjumlah 107 balita

(16,7%)

2. Karakteristik distribusi frekuensi balita berdasarkan kejadian stunting

di lima desa (Banjarmasin, Padan, Kuripan, Way Kalam dan Kelau)

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun 2018

sebagian besar balita balita stunting sebanyak 229 balita (35,8%)

3. Ada hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting di Lima

Desa Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun 2018.

Berdasarkan analisis data diperoleh Berdasarkan hasil uji statistik

diperoleh p-value = 0,000 yang berarti ada hubungan yang signifikan

antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting dengan nilai OR

sebesar 9,143 beresiko menyebabkan balita menjadi stunting.


42

B. SARAN

3. Teknis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan atau

referensi khususnya mahasiswa STIKes Muhammadiyah Pringsewu

Lampung tentang hubungan riwayat bblr pada balita dengan kejadian

stunting.

4. Aplikatif

Untuk mencegah terjadinya stunting

a. Pertama setiap desa harus mengidentifikasi latar belakang

keluarga yang taraf ekonominya menengah ke bawah, dengan

dana desa yang ada, aparat desa bisa melakukan pemberdayaan

ekonomi melalui edukasi.

b. Kedua, posyandu harus digalakkan agar tidak hanya melayani

balita, seperti imunisasi, timbang berat bdan tapi juga

memberikan kelas parenting bagi calon ibu yang sedang hamil,

memberikan pengetahuan dasar ihwal pola asupan gizi bagi janin

yang dikandung sangat berpengaruh pada perkembangan anak.


43

DAFTAR PUSTAKA

Atikah & Cahyo. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Yogyakarta: Nuha Medika

Arikunto, Suharsini 2010. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Edisi Revisi


VI. Jakarta: Rineka Cipta.

Masri & Sofian. 2010. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi Cet. 4.
Perpustakaan Nasional. Katalog Dalam Terbitan (KDT): Jakarta: LP3ES

Mediakom. Kementrian RI 2018. Anak Indonesia Jangan Stunting. 2018

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta.


Jakarta.

Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2018. Stop Stunting dengan Konseling Gizi.
Jakarta

Saifuddin AB. 2009. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: EGC

Suyanto & Salamah. 2009. Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi. Mitra
Cendikia Press Yogyakarta

Atika, Rahayu Andini. 2014. Riwayat Berat Badan Lahir dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Usia Bawah Dua Tahun. The Indonesian Journal of
Public Health

Dandara, dkk. 2017. Analisis Faktor Risiko BBLR, Panjang Badan Bayi Saat
Lahir Dan Riwayat Imunisasi Dasar Terhadap Kejadian Stunting Pada
Balita Usia 12-36 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kandai Kota
Kendari Tahun 2017. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Halu Oleo.

Departemen Kesehatan RI. 2010. Profil Kesehatan RI Tahun 2010. Jakarta.


http://www.depkes.go.id

Departemen Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan RI Tahun 2015. Jakarta.

http://www.depkes.go.id

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Lampung


Tahun 2015. Bandar Lampung: Dinas Kesehatan. http://www.depkes.go.id
44

Farah, Okkydkk (2015). ‘Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting


pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan’. (online:
ejournal/pustaka/kesehatan/storage/emulated/0/download/2520-1-4993-1-
102016-03-13.pdf) diakses tanggal 1 Agustus 2018

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2014. Hubungan Kategori Berat Badan
lahir Rendah. Jakarta

Khoirundkk.(2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada


Balita. Media Gizi Indonesia, 10: 13–19

Laporan Bulanan UPT. Puskesmas Rawat Inap Penengahan, 2018

Onetusfifsi Putra. 2015. Pengaruh BBLR Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 12 – 60 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh. Padang

Profile Kesehatan Dinkes Kabupaten Lampung Selatan, 2016.


http://www.dinkes.lampungselatankab.go.id

Profile Kesehatan, UPT Puskesmas Rawat Inap Penengahan, 2018

Pusdatin Kementrian Kesehatan RI. 2016. http://www.depkes.go.id


Frequencies
Statistics
KEJADIAN BERAT BADAN
STUNTING LAHIR RENDAH
Valid 639 639
N
Missing 0 0
Percentiles 100 1,00 1,00

Frequency Table
KEJADIAN STUNTING
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
TIDAK
410 64,2 64,2 64,2
STUNTING
Valid
STUNTING 229 35,8 35,8 100,0
Total 639 100,0 100,0

BERAT BADAN LAHIR RENDAH


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
TIDAK
532 83,3 83,3 83,3
BBLR
Valid
BBLR 107 16,7 16,7 100,0
Total 639 100,0 100,0

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
BERAT BADAN LAHIR
RENDAH * KEJADIAN 639 100,0% 0 0,0% 639 100,0%
STUNTING
BERAT BADAN LAHIR RENDAH * KEJADIAN STUNTING Crosstabulation

KEJADIAN STUNTING Total


TIDAK STUNTING
STUNTING
Count 386 146 532
BERAT TIDAK BBLR % within BERAT BADAN
72,6% 27,4% 100,0%
BADAN LAHIR RENDAH
LAHIR Count 24 83 107
RENDAH BBLR % within BERAT BADAN
22,4% 77,6% 100,0%
LAHIR RENDAH
Count 410 229 639
Total % within BERAT BADAN
64,2% 35,8% 100,0%
LAHIR RENDAH

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 97,345a 1 ,000
b
Continuity Correction 95,177 1 ,000
Likelihood Ratio 94,724 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
97,192 1 ,000
Association
N of Valid Cases 639
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 38,35.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,364 ,000
N of Valid Cases 639
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for BERAT
BADAN LAHIR RENDAH 9,143 5,587 14,963
(TIDAK BBLR / BBLR)
For cohort KEJADIAN
STUNTING = TIDAK 3,235 2,265 4,619
STUNTING
For cohort KEJADIAN
,354 ,298 ,420
STUNTING = STUNTING
N of Valid Cases 639

Anda mungkin juga menyukai