Disusun Oleh:
dr. Rossy Ardhia Pramesti
Pembimbing:
dr. Hj. Yanti Azis
MINI PROJECT
Penyusun:
Pendamping Internsip
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Daftar Gambar..............................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
2.2.5 Pencegahan...............................................................................16
BAB III METODE PENELITIAN
5.2 Saran..................................................................................................41
Lampiran .......................................................................................................44
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFFTAR
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hubungan kejadian stunting dengan paparan asap rokok .............25
Tabel 4.6 Hubungan stunting dengan riwayat berat badan lahir ...................26
Wetan ............................................................................................................26
KMS ..............................................................................................................30
viii
DAFFTAR
posyandu .......................................................................................................30
seimbang .......................................................................................................31
ix
BAB I
PENDAHULUAN
adalah saat usia bawah lima tahun (balita). Anak usia balita membutuhkan
asupan gizi yang lebih banyak dalam jumlah dan kualitas, karena pada
umumnya balita mempunyai aktivitas fisik yang cukup tinggi dan masih
dalam proses belajar. Salah satu permasalahan gizi yang sering terjadi adalah
Stunting.1
stunting jika tinggi badan mereka lebih rendah atau pendek dari standar
usianya.2
22,9% Keadaan gizi balita yang mengalami stunting menjadi penyebab 2,2
juta kematian balita di seluruh dunia. Hampir setengah tingkat kematian pada
19,2 % pendek). Hal ini berarti pertumbuhan tidak maksimal dialami oleh
sekitar 8,9 juta anak Indonesia atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalami
sebesar 30,8 % (11,5 % balita sangat pendek dan 19,3 % balita pendek).
1
2
faktor penyebab seperti genetik, riwayat berat lahir, riwayat penyakit infeksi,
a. Manfaat Teorirtis
b. Manfaat Praktis
d. Bagi Peneliti
TINJAUAN PUSTAKA
pertama.
4
5
B. Misi
Untuk mewujudkan Visi di bidang kesehatan tersebut, maka
ditetapkan 4 misi pembangunan kesehatan sebagai berikut:
1 Memberikan pelayanan dasar kesehatan yang bermutu dan terjangkau.
2 Menggerakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja.
3 Membudayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
4 Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak dibidang kesehatan.
C. Motto
D. Tata Nilai
Tata nilai yang berlaku di UPTD Puskesmas Jombang “IDAMAN“
I = INOVATIF DAN KREATIF
1) Berfikir maju keinginan untuk meningkatkan keahliannya.
2) Membuat terobosan menyebarkan ilmu pengetahuan yang
dimiliki kepada orang lain.
D = DIPERCAYA
Dapat dipercaya masyarakat.
A = AMAN
2.1.4 Demografi
A. Kependudukan
Jumlah penduduk di wilayah UPTD Puskesmas Jombang tahun 2022 adalah 69.829
Jiwa (sumber Kemenkes & BPS )
LUAS
KELURAHAN / DESA / WILAYAH JUMLAH PENDUDUK
NO WILAYAH
KERJA
(km2) L P L+P
Tabel Kependudukan UPTD Pusksmas Jombang (Sumber : Sasaran dan Target Tahun 2022)
B. Pendidikan
C. Sosial Budaya
Banyak hal terkait dengan sosial budaya yang masih kental terjadi di
masyarakat Mauk antara lain ibu bersalin sampai nifas 40 hari beserta bayinya
tidak boleh dibawa keluar rumah, juga tidak diperbolehkan mengkonsumsi
lauk hewani seperti cumi, udang dll.
8
2.2 Stunting
2.2.1 Definisi
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Balita
pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan
Prevalensi balita stunting di dunia menurut WHO pada tahun 2016 sebesar
22,9% Keadaan gizi balita yang mengalami stunting menjadi penyebab 2,2
dan 19,2 % pendek). Hal ini berarti pertumbuhan tidak maksimal dialami
oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalami
Indonesia sebesar 30,8 % (11,5 % balita sangat pendek dan 19,3 % balita
disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil dan anak
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta
setelah ibu melahirkan. Anak tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI)
dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh balita yang tidak lagi dapat
minuman.
10
Care (ANC), post natal care dan pembelajaran dini yang berkualitas
adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang
Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan New Delhi, India. Harga
minum bersih.
dibawah 20 tahun masih labil sehingga saat anak rewel masih bingung
untuk mengurus anak. Pengetahuan yang minim yang dimiliki oleh ibu
anak pun tidak optimal terutama pemberian ASI, nutrisi, kebersihan diri
serta kualitas dan kuantitas asupan gizi pada makanan anak. Hal ini
baik. Dalam memberi makanan yang tidak sehat, memberi makan tidak
bergizi akan menurunkan status gisi dari balita. Secara fisik, kehamilan
juga menuju uterus masih belum sempurna sehingga hal ini dapat
tersebut dapat menyebabkan janin kurang gizi atau saat dilahirkan berat
bahwa aman untuk kehamilan dan persalinan 21-35 tahun. Wanita pada
aspek sosial. Akan tetapi jika umur sudah matang namun dari
12
anaknya terutama nutrisi anak. Jika nutrisi anak tidak tercukupi sesuai
berat badan normal. Kondisi ini dapat terjadi karena pada bayi yang
yang lebih lambat dari bayi yang dilahirkan normal dan sering gagal
menyusui.
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak kehamilan kurang dari 1
bahwa ibu dengan gizi kurang sejak awal sampai akhir kehamilan akan
Proporsi stunting lebih banyak terjadi karena anak tidak diberi ASI
menjadi stunting 6,54 kali dibandingkan dengan anak yang diberi ASI
seoptimal mungkin.8
ASI adalah nutrisi terbaik dan terlengkap. Nilai nutrisi ASI lebih
karbohidrat, protein, dan air dalam jumlah yang tepat untuk pencernaan,
oleh susu formula apapun. Susu sapi mengandung jenis protein berbeda
yang mungkin baik untuk anak sapi, tetapi bayi manusia sulit
gemuk dibandingkan bayi yang mendapat ASI, tetapi belum tentu lebih
sehat. Demikian pula, jenis asam lemak yang terdapat di dalam ASI
4) Riwayat Penyakit
14
beresiko tinggi untuk menjadi stunting daripada anak yang tidak pernah
mengalami diare dan ISPA. Diare merupakan salah satu penyakit yang
sering diderita oleh anak. Jika anak mengalami diare secara terus
gizi anak dalam hal mengurangi nafsu makan dan penyerapan zat gizi
tenggorokan yang tidak enak, sering bersin sehingga untuk anak yang
banyak berkeringat, mual dan muntah disertai dengan diare, sesak napas
makanan anak sangat terganggu oleh asma dan batuk, kemudian karena
terdapat mual, muntah dan diare anak pun akan mengalami dehidrasi
tubuh, selain itu kejadian sakit atau frekuensi sakit pada balita dapat
balita7
5) Pendapatan Keluarga
gizi anak. Selain itu, daya beli keluarga akan semakin meningkat
6) Pendidikan Ibu
lebih luas tentang praktik perawatan anak serta mampu menjaga dan
merawat lingkungannya agar tetap bersih. Orang tua terutama ibu yang
dengan lebih baik daripada orang tua dengan pendidikan rendah. Orang
tua dengan pendidikan yang lebih rendah lebih banyak berasal dari
16
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode
menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk
darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan
Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif
dilakukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi yang 270 hari
selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi yang dilahirkan telah
17
kehidupan. Oleh karena itu periode ini ada yang menyebutnya sebagai
baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah
b. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet
selama kehamilan.
c. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit
a. Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir
b. Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI
Eksklusif)
a. Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI
pertumbuhan
5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap
terhambatnya pertumbuhan.11
BAB III
METODE PENELITIAN
19
1
20
Riwayat kehamilan:
d) KEK atau tidak. KEK
adalah masalah gizi
pada ibu hamil yang
ditandai
dengan lingkar
lengan atas <23,5cm.
menengah, jika
menamatkan
pendidikan SMA/
sederajat.
d) Pendidikan tinggi, jika
menamatkan perguruan
tinggi.
4 Faktor Faktor ekonomi Melakukan Ordinal 1. Tidak
ekonomi dipengaruhi oleh wawancara ada yang
pekerjaan ayah dan ibu. dengan bekerja
a) Bekerja jika menggunaka 2.Hanya
memperoleh nkuesioner. satu orang
penghasilan. tua yang
b) Tidak bekerja jika bekerja
tidak memperoleh 3. Kedua
penghasilan. orang tua
bekerja
5 Penyakit Penyakit penyerta Melakukan Nominal 1. Terdapat
penyerta meliputi: wawancara penyakit
a) Penyakit yang dengan penyerta
diderita saat ini seperti menggunaka 2. Tidak
ISPA, Diare, nkuesioner. terdapat
Kecacingan, penyakit
Campak, dll penyerta
b) Penyakit yang
pernah diderita
seperti mencret
kronik, batuk kronik,
dll
c) Penyakit di
lingkungan atau tempat
tinggal
seperti malaria,
campak, TBC, dll
yang bergizi
seimbang sesuai isi
piringku pada
anaknya.
c) Pemberian ASI
ekslusif atau tidak. ASI
ekslusif terpenuhi jika
bayi usia 0-5 bulan 29
hari diberi ASI saja
tanpa makanan atau
cairan lain kecuali obat,
vitamin danmineral.
d) Pemberian protein
hewani 3 kali sehari
atau tidak.
Pemberian protein
hewani 3 kali sehari
jika tiap kali
memberikan 3 kali
MPASI dalam sehari
mengandung protein
hewani seperti
daging, ikan, telur,
unggas.
e) Pemberian MPASI
yang adekuat atau
tidak. MPASI
adekuat jika
mengandung cukup
energy, protein, lemak,
karbohidrat dan
mikronutrien sesuai
dengan usianya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer
merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden yang
berkaitan dengan instrument/alat ukur melakukan wawancara dengan
menggunakan kuesioner.
3.7 Cara Pengumpulan Data
Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh
dan metode analisa data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.
BAB IV
4.1 Hasil
Berdasarkan tabel 4.1, hubungan kejadian stunting pada balita dengan angka
paparan asap rokok di Jombang Wetan sebanyak 38 anak (95 %).
Berdasarkan tabel 4.2, hubungan kejadian stunting pada balita dengan BABS di
Jombang Wetan sebanyak 1 anak (2,5 %).
Tabel 4.3 Faktor Hygiene dan Sanitasi di Jombang Wetan
Faktor Hygiene dan sanitasi n %
Hygiene dan sanitasi buruk 38 95
Hygiene dan sanitasi baik 2 5
Jumlah 40 100
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, faktor hygiene dan sanitasi yang buruk
dalam kejadian stunting di Jombang Wetan sebanyak 38balita (95%) memiliki
orang tua yang perokok, dan 1 balita (2,5%) memiliki orang tua yang perokok
juga masih melakukan BABS (lampiran 1).
26
asfiksia 1 balita. Terdapat 5 balita memiliki riwayat prematur dan BBLR, 2 balita
BBLR dengan riwayat ibu KEK, dan ditemukan 1 balita yang mengalami BBLR,
lahir prematur, asfiksia dengan ibu riwayat KEK (lampiran 2).
Berdasarkan tabel, hubungan kejadian stunting pada balita dengan riwayat penyakit
penyerta di Jombang Wetan terjadi pada 35 anak (87,5 %). Adapun penyakit yang
diderita balita tersebut diantaranya adalah ISPA, diare >4x dalam setahun, demam,
tuberkulosis (TB) ataupun batuk kronik (lampiran 5).
4.1.6 Faktor Asupan Gizi
4.2 Pembahasan
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badanyang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan
panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median
standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi
kronik yang disebabkan oleh banyak faktor.5 Penyebab langsung stunting terdiri
dari asupan gizi dan status kesehatan. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah
permukiman.12
Dari data yang telah didapatkan, kejadian stunting pada balita di Jombang Wetan
dipengaruhi oleh faktor hygiene dan sanitasi yang buruk seperti paparan asap
rokok dan BABS yaitu sebanyak 38 dari 40 balita terpapar asap rokok dan 1
dengan dua cara. Yang bertama, melalui asap rokok orang tua perokok yang
memberi efek langsung pada tumbuh kembang anak. Pengaruh perilaku merokok
yang kedua, dilihat dari sisi biaya belanja rokok, membuat orang tua mengurangi
jatah biaya belanja makanan bergizi, biaya kesehatan, pendidikan dan lainnya.13
Kandungan rokok yang berupa karbon monoksida dan benzena dapat menurunkan
jumlah sel darah merah dan merusak sumsum tulang sehingga meningkatkan
risiko terjadinya anemia. Salah satu dampak anemia adalah menurunnya jumlah
hormon tiroid dan hormon pertumbuhan. Kedua hormon ini sangat berpengaruh
Penelitian pada tahun 2014 mendapatkan anak-anak yang tinggal di rumah tangga
dengan orang tua perokok kronis serta dengan perokok transien cenderung
memiliki pertumbuhan lebih lambat dalam berat dan tinggi dibandingkan mereka
yang tinggal di rumah tangga tanpa orang tua perokok. Penelitian ini juga
menegaskan bahwa anak-anak yang tinggal dengan orang tua yang tidak merokok
0.34 cm lebih tinggi daripada mereka yang tinggal dengan orang tua perokok
probabilitas anak-anak pendek atau kerdil. Anak yang memiliki orang tua perokok
dengan anak dari orang tua bukan perokok. Selain itu, kondisi stunting ini akan
Jombang Wetan lahir dengan riwayat kehamilan dan kelahiran yang kurang baik.
Dari data didapatkan bahwa 2 dari 40 balita stunting memiliki riwayat BBLR
pada balita dapat disebabkan kuranganya gizi ibu salah satunya kekurangan energi
berlangsung lama selama hamil. Gizi ibu baik pada saat merencanakan kehamilan
atau pada saat ibu hamil sangat berdampak pada janin yang ada dalamkandungan
perkembangan terhambat sehingga bayi akan lahir dengan kondisi berat badan
Dari data didapatkan bahwa 5 balita dari 40 balita yang mengalami stunting di
Jombang Wetan lahir dengan usia kehamilan kurang bulan/ prematur dan
mengalami BBLR. Salah satu faktor risiko terjadi stunting adalah riwayat
prematur pada bayi. Kelahiran prematur akan menyulitkan awal kehidupan bayi
dikarenakan bayi lahir sebelum masa kehamilan berakhir (<37 minggu). Bayi
prematur akan terlahir dengan berat lahir rendah disertai dengan gangguan medis
lain yang diakibatkan karena fungsi organ dan sistem tubuh yang belum
sempurna.16
Dari data didapatkan bahwa balita stunting di Jombang Wetan yang memiliki
riwayat BBLR sebanyak 8 balita dan yang memiliki riwayat asfiksia saat lahir
sebanyak 1 balita. Bayi dengan BBLR memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang lahir dengan berat badan
normal. Bayi dengan BBLR akan mengalami gangguan tumbuh (growth faltering).
Hal ini diperparah dengan tumbuh kejar (catch up growth) yang tidak diberikan
secara optimal atau tidak memadai. Pada BBLR, catch up growth berlangsung
hingga usia dua tahun. Sehingga growth faltering dan catch up growth yang tidak
lemak dan mencerna protein sehingga menyebabkan kurangnya cadangan zat gizi
dalam tubuh. Jika hal ini diikuti dengan pemberian nutrisi yang tidak mencukupi
kebutuhan, sering terjadi infeksi, dan perawatan kesehatan yang kurang baik,
teori dikarenakan adanya faktor lain selain riwayat kehamilan dan kelahiran yang
orang tua.
Dari data yang dikumpulkan, tingkat pendidikan orang tua dari balita stunting di
Jombang Wetan paling banyak berada pada kategori rendah yaitu ayah
sebayak 20 orang (50%) dan ibu 23 orang (57,5%). Lalu disusul dengan
tingkat pendidikan menengah dan yang paling sedikit adalah tingkat pendidikan
tinggi yang hanya berjumlah 2 orang ayah (5%) dan ibu 1 orang (2,5%).
kemungkinan lebih besar mengetahui pola hidup sehat dan cara menjaga tubuh
tetap bugar yang tercermin dari penerapan pola hidup sehat seperti konsumsi diet
pendidikan orang tua yang banyak dalam kategori rendah. Hal ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 dimana pendidikan pengasuh
pekerjaan orang tua dari balita stunting di Jombang Wetan hanya 3 orang tua yang
keduanya bekerja, 29 orang tua yang hanya salah satu yg bekerja dan terdapat 8
orang tua yang keduanya tidak memiliki penghasilan. Data tersebut dikumpulkan
melalui hasil wawancara, pekerjaan orang tua dari balita stunting paling banyak
mengkonsumsi makanan yang lebih murah dan menu yang kurang bervariasi,
tinggi harganya, tetapi penghasilan yang tinggi tidak menjamin tercapainya gizi
yang baik. Pendapatan yang tinggi tidak selamanya meningkatkan konsumsi zat
gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi kenaikan pendapatan akan menambah
dengan kejadian stunting pada balita di Jombang Wetan didertita oleh 35 balita
(87,5 %). Adapun penyakit yang diderita balita tersebut diantaranya adalah ISPA,
diare, sering demam, dan batuk kronik. Dari data tersebut didapatkan bahwa
kejadian stunting. Jika anak mengalami diare secara terus menerus atau anak
memberikan dampak negatif terhadap status gizi anak dalam hal mengurangi
nafsu makan dan penyerapan zat gizi dalam usus, terjadi peningkatan katabolisme
sehingga cadangan zat gizi yang tersedia tidak cukup untuk pembentukan jaringan
menjadi terganggu yaitu biasanya dengan keluar lendir dari dalam hidung
enak, sering bersin sehingga untuk anak yang mengalami ISPA nafsu makan
Penyakit infeksi seperti diare dan ISPA yang disebabkan oleh sanitasi pangan dan
penelitian Masithah, dkk anak balita yang menderita diare memiliki hubungan
positif dengan indeks status gizi tinggi badan menurut umur. Penelitian lain juga
terhadap indeks status gizi TB/U. Penelitian lain di Libya juga menyatakan bahwa
penyakit diare menjadi faktor kejadian stunting pada anak dibawah 5 tahun.19
38
memiliki asupan gizi yang tidak baik. Hal ini didapatkan seluruh balita stunting
tidak mendapatkan asupan gizi yang baik, yaitu ada yang tidak mendapatkan
ASI ekslusif, MPASI yang tidak adekuat, makan protein hewani kurang dari 3x
sehari, susah makan, serta ada yang memiliki riwayat intoleransi terhadap
Risiko menjadi stunting 3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidak diberi ASI
Eksklusif (ASI < 6 bulan) dibandingkan dengan balita yang diberi ASI Eksklusif
kolostrum lebih berisiko tinggi terhadap stunting. Hal ini mungkin disebabkan
karena kolostrum memberikan efek perlindungan pada bayi baru lahir dan bayi
penyakit yang lebih tinggi seperti diare yang berkontribusi terhadap kekurangan
gizi. Mulai pemberian MP-ASI pada saat yang tepat sangat bermanfaat bagi
pemenuhan kebutuhan nutrisi dan tumbuh kembang bayi serta merupakan periode
MP- ASI terlalu dini maka asupan gizi yang dibutuhkan oleh bayi tidak sesuai
gangguan, seperti sakit perut, sembelit dan alergi. Selain itu, seorang bayi yang
pada anak balita adalah kurangnya asupan makanan, seperti protein, energi dan
seng. Asupan makanan ini berperan penting dalam perkembangan balita. Gizi
tersebut diperlukan oleh badan guna memacu pembelahan sel selama dalam masa
Protein merupakan salah satu zat gizi utama yang berperan dalam proses tumbuh
kembang anak balita. Kenaikan asupan protein kurang lebih 15%, sejalan dengan
produksi dan efek IGF-1 karena gangguan penyerapan mineral dalam massa
dengan pertumbuhan menyebab kan seorang anak yang kurang asupan proteinnya
akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat daripada anak dengan jumlah
Berdasarkan data yang didapatkan, 32 orang tua (75%) dari balita stunting di
KMS, posyandu, stunting serta gizi seimbang. Pengetahuan gizi yang tidak
pengertian yang kurang tentang konstribusi gizi dari berbagai jenis makanan akan
Semakin tinggi pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan maka penilaian
Pengetahuan ibu tentang gizi akan menentukan sikap dan perilaku ibu dalam
menyediakan makanan untuk anaknya termasuk jenis dan jumlah yang tepat
dasar yang lengkap pada anak sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan
atau kematian.21
BAB V
5.1 Kesimpulan
41
42
DAFTAR PUSTAKA
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Nilai menyusui. 2013 [dikutip pada 1 Februari
2023]. Diunduh dari: https://www.idai.or.id/artikel/klinik/ asi/nilai-menyusui
10. Ni’mah K, Nadhiroh SR. Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita. Media Gizi Indonesia. 2015;10(1):13-9.
11. Kementrian Kesehatan RI. Info datin: Situasi balita pendek di Indonesia.
2016 [dikutip pada 1 Februari 2023]. Diunduh dari: https://kemkes.go.id
43
14. Sari NAME, Resiyanthi NKA. Kejadian stunting berkaitan dengan perilaku
merokok orang tua. Jurnal Ilmu Keperawatan Anak. 2020;3(2):24-9.
15. Apriani W, Ningsih DA. Hubungan riwayat kekurangan energy kronik (KEK)
pada ibu dengan kejadian stunting pada balita di Puskesmas Karang Jaya
Kabupaten Musi Rawas Utara. CHMK Midwifery Scientific Journal.
2021;4(3):356-60.
17. Kamilia, Adila. Berat badan lahir rendah dengan kejadian stunting pada anak.
Jurnal Ilmuah Kesehatan Sandi Husada. 2019;10(2):311-6.
18. Ibrahim IA, Faramita R. Hubungan faktor social ekonomi keluarga dengan
kejadian stunting anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Barombong Kota Makassar tahun 2014. Al-Sihah Public Health Science
Journal. 2015;7(1):63-74.
20. Sholikhah A, Dewi RK. Peranan protein hewani dalam mencegah stunting
pada anak balita. Jurnal Riset Sains dan Teknologi. 2022;6(1):95-100.
21. Rayhana, Amalia CN. Pengaruh pemberian ASI, imunisasi, MPASI, penyakit
ibu dan anak terhadap kejadian stunting pada balita. Muhammadiyah Journal
of Nutrition and Food Science. 2020;1(2):54-9.
44
Lampiran I
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Dokumentasi