Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN MINI PROJECT

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG STUNTING


PADA IBU BALITA DI KELURAHAN JURANGOMBO SELATAN DAN
JURANGOMBO UTARA

Disusun oleh:
dr. Itqi Rahmatul Laila

Pendamping:
dr. Noviyanti Setyaningrum
NIP. 19891106 201902 2 001

Program Internsip Dokter Indonesia Kota Magelang


Puskesmas Jurangombo Kota Magelang

i
Periode Agustus 2020 – November 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)


Laporan F7. MINI PROJECT

Topik:
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG STUNTING
PADA IBU BALITA DI KELURAHAN JURANGOMBO SELATAN DAN
JURANGOMBO UTARA

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip sekaligus sebagai
bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia
di Puskesmas Jurangombo Kota Magelang

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 2 November 2020

Mengetahui,
Dokter Internsip Dokter Pendamping

dr. Itqi Rahmatul Laila dr. Noviyanti Setyaningrum


NIP. 19891106 201902 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Penulis menyampaikan puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan laporan miniproject ini dengan tepat waktu. Laporan miniproject
mengenai “Gambaran Tingkat Pengetahuan tentang Stunting pada Ibu Balita di Kelurahan
Jurangombo Selatan dan Jurangombo Utara” ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk
menyelesaikan program internsip dokter Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis bermaksud untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah memberi dukungan, yakni:
- drg. Ady Fitriany Iftitah, selaku Kepala Puskesmas Jurangombo
- dr. Noviyanti Setyaningrum, selaku pembimbing dokter internsip
- dr. Candra Aji Setiawan, selaku pembimbing dokter internsip di Puskesmas Jurangombo
- Deni Wismaati, S. Si.T, M.Gizi selaku penanggung jawab program pembinaan gizi di
Puskesmas Jurangombo
- Segenap tenaga kesehatan dan staf Puskesmas Jurangombo
- Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dengan adanya laporan miniproject ini, penulis berharap agar kinerja Puskesmas
Jurangombo dapat meningkat terutama dalam program pembinaan gizi bayi dan balita. Selain itu,
laporan ini juga diharapkan dapat bermanfaat dalam pembelajaran bagi penulis maupun para
pembaca. Penulis terbuka atas kritik dan saran yang membangun dalam penulisan laporan ini.

Magelang, 2 November 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I...........................................................................................................................................1

BAB II.........................................................................................................................................4

BAB III.....................................................................................................................................14

BAB IV......................................................................................................................................17

BAB V.......................................................................................................................................21

BAB VI......................................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................30

LAMPIRAN.............................................................................................................................33

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stunting atau kerdil merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak yang terjadi akibat
kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Anak tergolong stunting apabila panjang
atau tinggi badan berada di bawah minus dua standar deviasi panjang pada tinggi anak
standar sesuai usia. Stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita
di dunia saat ini. Pada tahun 2017, sekitar 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia
mengalami stunting. Lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%),
sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting
di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit
di Asia Tengah (0,9%). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
menunjukkan telah adanya penurunan angka balita stunting di Indonesia dari 37,2% pada
tahun 2013 menjadi 30,8% pada tahun 2018. Namun, angka balita stunting masih
terbilang cukup tinggi mengingat rekomendasi WHO mengenai prevalensi stunting harus
kurang dari 20% (Kemenkes RI, 2018).
Di Jawa Tengah, masalah kekurangan gizi yang masih menjadi prioritas saat ini adalah
malnutrisi kronis pada balita, yaitu anak dengan kategori pendek dan sangat pendek.
Prevalensi stunting di Jawa Tengah pada tahun 2017 menurut data Pemantauan Status
Gizi (PSG) masih cukup tinggi, yakni sebesar 28,5%. Di Kota Magelang, angka balita
stunting pada tahun 2016 ialah sebesar 16,5% (Dinkes Jateng, 2019). Sementara itu di
kawasan Puskesmas Jurangombo, dari hasil PSG pada bulan Februari 2020 diketahui
bahwa sebanyak 4,5% balita dan baduta memiliki status gizi kurang, sebanyak 90,5%
memiliki status gizi cukup, dan sebanyak 5% memiliki status gizi lebih. Selain itu,
didapatkan angka stunting di wilayah Puskesmas Jurangombo kurang lebih mencapai
sekitar 10%. Hal ini menandakan masih cukup banyak balita yang mengalami stunting di
kawasan Puskesmas Jurangombo Kota Magelang.
Stunting dan berbagai permasalahan gizi lainnya yang terjadi secara kronis terutama
pada 1000 hari pertama kehidupan beresiko menyebabkan kerentanan anak terhadap

1
penyakit dan hambatan pertumbuhan fisik serta kognitif yang dapat berpengaruh pada
tingkat kecerdasan dan produktivitas anak dimasa depan. Stunting dan masalah gizi
diperkirakan menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 3% pertahunnya
(Kemenkokesra RI, 2013).
Ada banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya stunting, mulai dari pola asuh
serta pola makan yang tidak baik, terbatasnya layanan kesehatan termasuk pelayanan ibu
hamil dan ibu melahirkan, kurangnya akses untuk pemenuhan kebutuhan gizi, hingga
kurangnya akses sanitasi keluarga (Kemenkes RI, 2018).
Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan dari permasalahan stunting, berbagai
intervensi dan program perlu dilakukan. Pencegahan dan penatalaksanaan stunting
memerlukan intevensi yang terpadu. Pengalaman global menunjukkan penyelenggaraan
intervensi yang terpadu merupakan kunci utama dari keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh
kembang anak, dan pencegahan stunting.
“Kelas Ibu Hebat” merupakan kegiatan kelas ibu balita di Puskesmas Jurangombo
yang ditujukan bagi para ibu dengan balita yang memiliki masalah gizi dan atau dengan
tingkat ekonomi menengah kebawah. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan tentang stunting sehingga dapat membantu menurunkan angka kejadian
stunting di Puskesmas Jurangombo. Oleh karena itu, penulis ingin mengambil judul
“Gambaran Tingkat Pengetahuan tentang Stunting pada Ibu Balita di Kelurahan
Jurangombo Selatan dan Jurangombo Utara” untuk mini project ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pemahaman para ibu dengan balita yang memiliki masalah gizi dan atau
dengan tingkat ekonomi menengah kebawah di Kelurahan Jurangombo Selatan dan
Jurangombo Utara tentang stunting?
2. Bagaimana peningkatan pemahaman para ibu dengan balita yang memiliki masalah
gizi dan atau dengan tingkat ekonomi menengah kebawah di Kelurahan Jurangombo
Selatan dan Jurangombo Utara tentang stunting setelah mengikuti kegiatan “Kelas
Ibu Hebat”?

2
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menurunkan jumlah kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas Jurangombo Kota
Magelang pada tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
 Mengetahui tingkat pemahaman para ibu dengan balita yang memiliki masalah
gizi dan atau dengan tingkat ekonomi menengah kebawah di Kelurahan
Jurangombo Selatan dan Jurangombo Utara tentang stunting.
 Meningkatkan kesadaran dan pemahaman para ibu dengan balita yang memiliki
masalah gizi dan atau dengan tingkat ekonomi menengah kebawah di Kelurahan
Jurangombo Selatan dan Jurangombo Utara tentang stunting.

D. MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Kegiatan “Kelas Ibu Hebat” ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan
pemahaman para ibu tentang bahaya stunting dan cara intervensinya.
2. Bagi Puskesmas
Kegiatan “Kelas Ibu Hebat” ini diharapkan dapat menambah informasi dan masukan
mengenai kasus stunting sehingga menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan
pengetahuan kepada masyarakat khususnya para ibu untuk mencegah meningkatnya
angka kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Jurangombo Kota Magelang.
3. Bagi Penulis (Dokter Internsip)
Kegiatan “Kelas Ibu Hebat” ini diharapkan dapat menambah ilmu, wawasan, serta
pengalaman dalam melakukan kegiatan di lapangan sekaligus dapat mengaplikasikan
ilmu pengetahuan yang telah diperoleh terutama mengenai stunting dan masalah gizi
pada balita.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. STUNTING
1. Definisi
Stunting atau kerdil merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya
pertumbuhan karena malnutrisi dalam jangka waktu yang lama. Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah
status gizi yang didasarkan pada Indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan istilah stunted (pendek) dan
severely stunted (sangat pendek). Balita pendek adalah balita dengan status gizi
berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur bila dibandingkan dengan
standar baku WHO, nilai Zscorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat
pendek jika nilai Zscorenya kurang dari -3SD (Kemenkes RI, 2016).
Stunting pada anak merupakan indikator utama dalam menilai kualitas modal
sumber daya manusia di masa mendatang. Gangguan pertumbuhan yang diderita anak
pada awal kehidupan, dapat menyebabkan kerusakan yang permanen (Anisa, 2012).
2. Etiologi
Masalah balita pendek menggambarkan masalah gizi kronis, dipengaruhi dari
kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang
diderita selama masa balita. Dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang
melalui pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ
lainnya. Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal kehidupan
menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian
tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan
pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya. Hasil reaksi
penyesuaian akibat kekurangan gizi di ekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk
tubuh yang pendek (Menkokesra, 2013).

4
Penyebab utama terjadinya stunting, yaitu:
1) Stunting Familial
Perawakan pendek dapat disebabkan karena faktor genetik dari orang tua dan
keluarga. Perawakan pendek yang disebabkan karena genetik dikenal sebagai
familial short stature (perawakan pendek familial). Perawakan pendek familial
ditandai oleh pertumbuhan yang selalu berada di bawah persentil 3, kecepatan
pertumbuhan normal, usia tulang normal, tinggi badan orang tua atau salah satu
orang tua pendek dan tinggi di bawah persentil (Batubara, 2010).
2) Infeksi
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti diare,
enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA),
malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi.
Infeksi akan menyebabkan asupan makanan menurun, gangguan absorpsi
nutrien, kehilangan mikronutrien secara langsung, metabolisme meningkat,
kehilangan nutrien akibat katabolisme yang meningkat, gangguan transportasi
nutrien ke jaringan (WHO,2012).
3) Anak Tidak Mendapat Gizi Seimbang
Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas mikronutrien yang buruk,
kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani,
kandungan tidak bergizi, dan rendahnya kandungan energi pada complementary
foods. Praktik pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian
makan yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah
sakit, konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak
mencukupi, pemberian makan yang tidak berespon. Bukti menunjukkan
keragaman diet yang lebih bervariasi dan konsumsi makanan dari sumber
hewani terkait dengan perbaikan pertumbuhan linear. Analisis terbaru
menunjukkan bahwa rumah tangga yang menerapkan diet yang beragam,
termasuk diet yang diperkaya nutrisi pelengkap, akan meningkatkan asupan gizi
dan mengurangi risiko stunting (WHO, 2012).

5
3. Faktor Resiko
Stunting di Indonesia dapat terjadi karena beberapa faktor yang menjadi penyebab,
antara lain pemberian ASI tidak eksklusif, status sosial ekonomi rumah tangga yang
rendah, budaya, kelahiran premature, panjang lahir pendek, pendidikan ibu yang
rendah, serta anak yang tinggal di desa, pada rumah tangga yang kumuh dan sanitasi
lingkungan yang buruk. Sedangkan faktor resiko stunting yang secara konsisten
berdasarkan penemuan dan hasil riset-riset yang telah dilakukan di negara-negara
berkembang adalah:
1) Status social ekonomi keluarga (pendapatan keluarga)
2) Pendidikan ibu
3) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
4) Kelahiran prematur
5) Pemberian ASI yang tidak eksklusif
6) Panjang lahir
7) Defisiensi makronutrient dan mikronutrient (Budiastutik, 2019).
4. Diagnosis dan Klasifikasi
Balita dapat diketahui stunting apabila seorang balita diukur panjang dan tinggi
badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada di bawah normal.
Secara fisik balita stunting akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya
(Kemenkes RI, 2016). Kependekan mengacu pada anak yang memiliki indeks TB/U
rendah. Pendek dapat mencerminkan baik variasi normal dalam pertumbuhan ataupun
defisit dalam pertumbuhan (Anisa, 2012). Berikut klasifikasi status gizi stunting
berdasarkan tinggi badan/panjang badan menurut umur:
Kategori Status
Indeks Ambang Batas (Z-Score)
Gizi
Panjang Badan menurut Sangat Pendek <-3SD
Umur (PB/U) atau Tinggi Pendek -3SD sampai dengan <-2SD
Badan menurut Umur (TB/U) Normal -2SD sampai dengan 2SD
Anak Umur 0-60 Bulan Tinggi >2SD
Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks (PB/U)/(TB/U)

6
5. Dampak
Stunting mengakibatkan otak seorang anak kurang berkembang. Ini berarti 1 dari 3
anak Indonesia akan kehilangan peluang lebih baik dalam hal pendidikan dan
pekerjaan dalam sisa hidup mereka. Stunting bukan semata pada ukuran fisik pendek,
tetapi lebih pada konsep bahwa proses terjadinya stunting bersamaan dengan proses
terjadinya hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ lainnya, termasuk otak
(Achadi, 2016).
Dampak buruk dari stunting dalam jangka pendek bisa menyebabkan terganggunya
otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam
tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah
menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah sakit, risiko tinggi munculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua,
serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktifitas
ekonomi (Kemenkes RI, 2016).
Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek
dan jangka panjang.
1) Dampak Jangka Pendek
a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal
c. Peningkatan biaya kesehatan
2) Dampak Jangka Panjang
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
pada umumnya)
b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya
c. Menurunnya kesehatan reproduksi
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.

7
6. Upaya Pencegahan Stunting
Intervensi gizi saja belum cukup untuk mengatasi stunting, diperlukan intervensi
dari berbagai sektor, antara lain:
1) Pencegahan stunting dengan sasaran ibu hamil
a. Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil merupakan cara terbaik dalam
mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik,
sehingga apabila mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), perlu
diberikan makanan tambahan bagi ibu hamil tersebut.
b. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah (TTD), minimal 90
tablet selama kehamilan.
c. Kesehatan ibu harus selalu dijaga agar tidak sakit.
2) Pencegahan stunting pada saat bayi lahir
a. Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan segera melakukan
IMD setelah bayi lahir.
b. Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi ASI secara eksklusif.
3) Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
a. Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI
(MPASI) dan ASI tetap dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun.
b. Bayi dan anak memperoleh kapsul Vitamin A dan imunisasi dasar lengkap.
4) Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat
strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
5) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah
tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas santasi
serta menjaga kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit
terutama penyakit infeksi yang dapat membuat energi untuk perumbuhan
teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi, zat gizi sulit diserap
oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan (Kemenkes RI, 2016).

8
B. PEMBERIAN MAKAN BAYI DAN ANAK (PMBA)
1. Definisi
PMBA merupakan kepanjangan dari Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak.
Rekomendasi WHO dan UNICEF yang tercantum dalam Global Strategy for Infant
and Young Child Feeding terdiri dari empat hal penting yang harus dilakukan dalam
praktik pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) yaitu memberikan air susu ibu
(ASI) kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, memberikan ASI
saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 (enam)
bulan, memberikan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) sejak bayi berusia 6
(enam) bulan sampai 24 bulan, serta meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia
24 bulan atau lebih (WHO, 2003).
Dalam praktik PMBA, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
 Usia anak
 Frekuensi pemberian makanan dalam sehari
 Jumlah pemberian makanan atau porsi untuk sekali makan
 Tekstur makanan
 Variasi makanan
 Selalu menjaga kebersihan
 Memberikan makanan secara aktif kepada anak
Pemberian makanan pada bayi dan anak adalah proses berawal ketika ASI saja tidak
lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan oleh karena itu, cairan dan makanan
lain diperlukan, seiring dengan ASI. Rentang sasaran pemberian makanan
pendamping ASI biasanya diambil angka 6-24 bulan (Fadjri, 2017).
2. Tujuan
Tujuan dari PMBA adalah sebagai panduan untuk ibu tentang bagaimana mengatasi
hal-hal yang terkait dengan resiko yang ditimbulkan jika dalam praktik pemberian
makan bayi dan anak kurang tepat.
3. Pola Makan
Pola makan atau pola konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan
jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsi atau
dimakan penduduk dalam jangka tertentu (Sandjaja, 2010).

9
Usia 0 – 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.
Selama masa pertumbuhan dan perkembangan, bayi dan anak harus mendapatkan
pola makan yang berupa menu seimbang dengan keanekaragaman pangan dan
memenuhi standar gizi yang dibutuhkan (Widjaja, 2008).
Pola makan anak untuk setiap usia tidak sama. Hal ini disebabkan perkembangan
sistem pencernaannya berbeda pada setiap tahap usia. Khusus untuk golongan bayi
sampai usia 2 tahun, gizi yang seimbang diperoleh dari karbohidrat (45 – 55%),
protein (9 – 15%), dan lemak (35 – 45%) (Asydhad dan Mardiah, 2006).
Pola makan atau pola konsumsi yang tidak seimbang akan mempengaruhi status
gizi anak. Pola makan yang tidak seimbang dapat menghambat tumbuh kembang bayi
dan anak. Pola konsumsi dengan susunan makanan yang baik dalam kuantitas dan
kualitas akan tercipta keseimbangan antara banyaknya zat gizi yang dikonsumsi oleh
baduta dengan banyaknya gizi yang dibutuhkan. Namun, bila susunan makanan pada
baduta salah dalam kuantitas dan kualitas maka konsumsi makanan akan berpengaruh
terhadap status gizi (Astuti, 2013).
C. MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI)
1. Pengertian
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna
memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. MP-ASI adalah makanan atau minuman selain
ASI yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi selama periode
penyapihan (complementary feeding) yaitu pada saat makanan/minuman lain
diberikan bersama pemberian ASI (Falicha, 2016).
Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk
maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan bayi. Pemberian MP-ASI yang cukup
kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan
kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini, tetapi sangat diperlukan
higienitas dalam pemberian MP-ASI tersebut. Sanitasi dan higienitas MP-ASI yang
rendah memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroba yang dapat meningkatkan
risiko atau infeksi lain pada bayi. Selama kurun waktu 4-6 bulan pertama ASI masih
mampu memberikan kebutuhan gizi bayi, setelah 6 bulan produksi ASI menurun

10
sehingga kebutuhan gizi tidak lagi dipenuhi dari ASI saja. Peranan makanan
tambahan menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi tersebut
(Mufida, 2015).
2. Manfaat
Manfaat pemberian MP-ASI antara lain adalah:
1) Memenuhi kebutuhan gizi
Karbohidrat berfungsi sebagai bahan penyedia energi (4kal/g) dan sumber
energi utama bagi otak dan susunan saraf, membantu metabolisme lemak serta
pengatur peristaltik usus halus. Sedangkan protein berfungsi sebagai zat
pembangun dan pemelihara sel-sel tubuh, membantu kontaksi otot, membentuk
kekebalan tubuh dan enzim pencernaan, serta mendukung proses transpor
dalam tubuh. Zat gizi lemak diperlukan tubuh sebagai penghasil tenaga, pelarut
beberapa vitamin, pembentuk struktur tubuh, mengatur tekanan darah, dan
masih banyak fungsi lainnya. Selain itu, terdapat zat gizi lain seperti omega 3
yang merupakan kompenen sistem saraf yang mengatur penglihatan, emosi,
daya ingat dan kekebalan. Omega 6 merupakan pengantar rangsang antar sel.
vitamin serta mineral yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi
sesuai jenisnya masing-masing.
2) Penyesuaian saluran cerna terhadap makanan tambahan
Enzim tripsin bayi sudah bekerja optimal sejak lahir, enzim amilase bayi secara
bertahap akan mencapai titik optimal pada usia 12 bulan, enzim lipase
kadarnya akan sama dengan enzim lipase pada orang dewasa pada usia 24
bulan.
3) Mengajarkan bayi menguyah dan menelan
Pertumbuhan gigi bayi terjadi pada usia yang bervariasi, sesuai dengan irama
pertumbuhan gigi tiap-tiap bayi. Umumnya terjadi pada usia 7 bulan, dimana
gigi yang pertama kali tumbuh adalah gigi seri atas. Pada usia 1 tahun bayi
mempunyai 6 buah susu dan pada usia 2 tahun bayi mempunyai 16 gigi susu.
4) Mengembangkan kemampuan dalam hal menerima berbagai macam rasa

11
Hal ini dikarenakan organ perasa bayi mulai berkembang pada usia 3 bulan.
Kemampuan sensorik mata, pendengaran, dan penciuman juga mulai
berkembang pada masa itu (Pancarani, 2016).

3. Bentuk MP-ASI
Bentuk Makanan Pendamping ASI terdiri dari:
1) Makanan lumat, yaitu jenis makanan yang dihancurkan atau disaring tampak
kurang rata dimana konsistensinya paling halus. Biasanya makanan lumat
terdiri dari satu jenis makanan (makanan tunggal) Contoh: pepaya dihaluskan
dengan sendok, pisang dikerik dengan sendok, nasi tim saring, bubur kacang
ijo saring, kentang rebus.
2) Makanan lembek, yaitu makanan yang dimasak dengan banyak air dan tampak
berair namun biasanya konsistensinya lebih padat daripada makanan lumat.
Makanan lembik ini merupakan makanan peralihan antara makanan lumat
menuju ke makanan padat.. Contoh: bubur nasi, bubur ayam, bubur kacang ijo,
bubur manado.
3) Makanan keluarga, yaitu makanan padat yang biasanya disediakan di keluarga
dimana tekstur dari makanan keluarga yaitu makanan padat Contoh: lontong,
nasi tim, kentang rebus, biskuit (Pancarani, 2016).
4. Jenis MP-ASI
Secara umum terdapat dua jenis MP-ASI yaitu:
1) Makanan pendamping ASI lokal (MP-ASI lokal)
MP-ASI lokal adalah makanan tambahan yang diolah dirumah tangga atau di
Posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia di tempat, mudah
diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan
pengolahan sebelum dikonsumsi oleh bayi.
2) Makanan pendamping ASI pabrikan (MP-ASI pabrikan)
MP-ASI pabrikan adalah makanan yang disediakan dengan olahan dan bersifat
instan. MP-ASI pabrikan beredar di pasaran untuk menambah energi dan zat-
zat gizi esensial pada bayi (Pancarani, 2016)
5. Jadwal Pemberian MP-ASI

12
MP-ASI harus di sesuaikan dengan usia bayi dimana ketepatan pemberian MP-ASI
meliputi jenis, tekstur, frekuensi maupun porsi makan harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan dan pertumbuhan bayi sebagai berikut:
1) Kebutuhan energi dari makanan adalah sekitar 200 kkal/hari untuk bayi usia 6-
8 bulan, 300 kkal/hari untuk bayi usia 9-11 bulan dan 550 kkal/hari untuk bayi
12 bulan (1 tahun).
2) Pada usia 6-8 bulan, kenalkan MP-ASI dalam bentuk lumat dimulai dari bubur
susu sampai dengan nasi tim lunak, 2 kali sehari. Setiap kali makan diberikan
sebanyak 6-8 sendok makan.
3) Untuk usia 9-12 bulan, berikan MP-ASI dimulai dari bubur nasi sampai nasi
tim sebanyak 3 kali sehari. Setiap kali makan berikan sebanyak 9-11 sendok
makan.
4) Pada usia 12 bulan, berikan nasi lembek 3 kali sehari.
5) Berikan ASI terlebih dahulu, kemudian MP-ASI.
6) Pada MP-ASI, tambahkan telur / ayam / ikan / tahu / tempe /daging sapi, serta
wortel / bayam / kacang hijau / santan / minyak pada bubur nasi atau nasi
lembek.
7) Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca cara
menyiapkannya, batas usia, dan tanggal kadarluarsa.
8) Berikan makanan selingan 2 kali sehari di antara waktu makan, seperti bubur
kacang hijau, biskuit, pisang, nagasari dan sebagainya.
9) Berikan buah-buahan atau sari buah, seperti air jeruk manis dan air tomat
saring.
10) Bayi mulai diajarkan makan dan minum sendiri menggunakan gelas dan
sendok (Kuspriyanto, 2016).
D. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1. Pengertian
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan
aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Kondisi sehat dapat dicapai

13
dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan
menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga oleh karena itu kesehatan perlu
dijaga, dipelihara, dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta
diperjuangkan oleh semua pihak. Rumah tangga sehat berarti mampu menjaga,
meningkatkan, dan melindungi kesehatan setiap anggota rumah tangga dari gangguan
ancaman penyakit dan lingkungan yang kurang kondusif untuk hidup sehat.
PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga,
kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan
informasi dan edukasi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui
pendekatan advokasi, bina suasana (social support), dan gerakan masyarakat
(empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi paradigma
hidup sehat dapat dilihat dalam program Perilaku Hidup Bersih Sehat (Depkes RI,
2007).
2. PHBS dalam Tatanan Rumah Tangga
PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat. Rumah
Tangga Sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah tangga, yaitu:
1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para
medis lainnya). Setiap persalinan dari ibu hamil harus ditolong oleh tenaga
kesehatan karena:
 Tenaga kesehatan merupakan orang yang sudah ahli dalam membantu
persalinan, sehingga keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin.
 Apabila terdapat kelainan dapat diketahui dan segera ditolong oleh
atau dirujuk ke Puskesmas atau Rumah Sakit.
 Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menggunakan
peralatan yang aman, bersih, dan steril sehingga mencegah terjadinya
infeksi dan bahaya kesehatan lainnya.
2) Memberi bayi ASI eksklusif
ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan
gizi yang cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan

14
berkembang dengan baik. ASI pertama berupa cairan bening berwarna
kekuningan (kolostrum), sangat baik untuk bayi karena mengandung zat
kekebalan terhadap penyakit.
Bayi disusui sesegera mungkin paling lambat 30 menit setelah melahirkan
untuk merangsang agar ASI cepat keluar dan menghentikan pendarahan,
berikan ASI dari kedua payudara secara bergantian. ASI Eksklusif diberikan
pada bayi usia 0-6 bulan, hanya diberi ASI saja tanpa memberikan tambahan
makanan atau minuman lain, sementara selain ASI diberikan pula Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) dalam bentuk lumat dan jumlah yang sesuai
dengan perkembangan umur bayi. Pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga
bayi berusia 2 tahun. 14 Pemberian ASI juga harus memperhatikan bahwa ibu
harus yakin mampu menyusui bayinya dan mendapat dukungan dari keluarga
agar upaya pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan bisa berhasil.
3) Menimbang bayi dan balita
Penimbangan bayi dan balita dilakukan setiap bulan mulai umur 1 bulan
sampai 5 tahun di Posyandu untuk memantau pertumbuhannya setiap bulan.
Setelah bayi dan balita ditimbang, catat hasil penimbangan di Buku KIA
(Kesehatan Ibu dan Anak) atau Kartu Menuju Sehat (KMS) maka akan
terlihat berat badannya naik atau tidak naik.
4) Menggunakan air bersih
Air bersih adalah air yang secara fisik dapat dibedakan melalui indera kita
(dapat dilihat, dirasa, dicium, dan diraba):
 Air tidak berwarna, harus bening/ jernih
 Air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa
dan kotoran lainnya
 Air tidak berasa
 Air tidak berbau seperti bau amis, anyir, busuk, atau bau belerang
5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun merupakan suatu intervensi
kesehatan yang paling hemat tapi sangat bermanfaat karena dapat membunuh

15
kuman penyakit yang ada di tangan sehingga tangan menjadi bersih dan bebas
dari kuman serta dapat mencegah penularan berbagai jenis penyakit.
6) Menggunakan jamban sehat
Semua anggota keluarga harus menggunakan jamban untuk membuang tinja,
sehingga dapat menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak
berbau, tidak mencemari sumber air yang dijadikan sebagai air baku air
minum atau air untuk kegiatan sehari-hari, dan tidak mengundang serangga
dan binatang yang dapat menyebarluaskan bibit penyakit.
7) Memberantas jentik di rumah
Keluarga perlu melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara
3M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur, plus Menghindari gigitan nyamuk).
8) Makan buah dan sayur setiap hari
Sayur dan buah merupakan sumber nutrisi antioksidan dengan kandungan
vitamin dan mineral. Buah dan sayur juga kaya akan senyawa fitokimia anti-
kanker serta serat.
9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Setiap anggota keluarga diharapkan melakukan aktivitas fisik secara bertahap
sampai mencapai 30 menit setiap hari, bisa dilakukan sebelum makan atau 2
jam sesudah makan, berupa kegiatan sehari-hari dan olahraga. Aktivitas fisik
yang dilakukan secara teratur dapat menyehatkan jantung, paru-paru serta alat
tubuh lainnya.
10) Tidak merokok di dalam rumah
Bahaya merokok di dalam rumah yaitu asap rokok yang mengandung zat-zat
nikotin, tar dan zat berbahaya lainnya terhisap oleh perokok pasif yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit antara lain jantung dan pembuluh darah.
3. Manfaat PHBS
Jika di dalam lingkungan masyarakat, semua rumah tangga menerapkan PHBS maka
akan diperoleh manfaat sebagai berikut:
1) Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit.
2) Anak tumbuh sehat dan cerdas.
3) Anggota keluarga giat bekerja.

16
4) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi
keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.

17
BAB III
METODOLOGI

A. KERANGKA ACUAN
INPUT
1. Man
 Narasumber
Dokter internsip Puskesmas Jurangombo periode Agustus 2020 – November
2020
 Sasaran
Para ibu dengan balita yang memiliki masalah gizi dan atau dengan tingkat
ekonomi menengah kebawah di Kelurahan Jurangombo Selatan dan Jurangombo
Utara
 Pelaksana
Dokter internsip Puskesmas Jurangombo periode Agustus 2020 – November
2020
2. Money
Dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) Puskesmas Jurangombo
3. Material
 Materi penyuluhan tentang stunting
 Soal pretest dan posttest mengenai stunting
4. Method
 Melakukan pretest sebelum penyampaian materi
 Menyampaikan materi tentang stunting melalui presentasi
 Melakukan posttes setelah penyampaian materi
5. Machine
 Alat tulis (pulpen)
 Lembar pretest dan posttest
 Mikrofon pengeras suara
 Laptop

18
 Proyektor LCD dan layar
 Alat dokumentasi

PROSES
1. P1
Perencanaan
1) Membuat rencana pelaksanaan kegiatan
2) Mempersiapkan tempat dan sarana
3) Mencari referensi materi stunting
4) Mempersiapkan presentasi
2. P2
Pelaksanaan
1) Menyiapkan perlengkapan pelaksanaan kegiatan
2) Melakukan pengerjaan pretest
3) Memberikan penyuluhan menggunakan presentasi
4) Melakukan tanya jawab mengenai materi yang telah disampaikan
5) Melakukan pengerjaan posttest
6) Mendokumentasikan pelaksanaan acara
3. P3
 Pengawasan
Mengawasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah
disusun, baik dalam hal sasaran, waktu, maupun hasil yang dicapai
 Pengendalian
Mengendalikan pelaksanaan kegiatan apabila didapatkan hal-hal yang tidak
sesuai dengan perencanaan

19
 Penilaian
Menilai pelaksanaan dan efektivitas kegiatan penyuluhan

OUTPUT
1. Data jumlah peserta yang menghadiri kegiatan “Kelas Ibu Hebat”
2. Informasi mengenai pengetahuan dasar para ibu dengan balita di Kelurahan
Jurangombo Selatan dan Jurangombo Utara mengenai stunting
3. Peningkatan pemahaman para ibu dengan balita di Kelurahan Jurangombo Selatan
dan Jurangombo Utara mengenai stunting setelah mengikuti kegiatan “Kelas Ibu
Hebat”

B. METODE PENGAMATAN TERLIBAT


Metode pengamatan terlibat yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah dengan
pretest dan posttest menggunakan instrumen yang sesuai dan pencatatan hasil.
Nilai hasil pretest dan posttest kemudian dikategorikan berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
1. Kurang, apabila presentase pertanyaan yang dijawab dengan tepat sebanyak <50%.
2. Cukup, apabila presentase pertanyaan yang dijawab dengan tepat sebanyak 50%-70%
3. Baik, apabila presentase pertanyaan yang dijawab dengan tepat sebanyak >70%

20
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS

A. DATA WILAYAH
Puskesmas Jurangombo terletak di Kecamatan Magelang Selatan yang merupakan salah
satu kecamatan di Kota Magelang. Kecamatan Magelang Selatan terletak cukup stategis
karena berada diantara dua kecamatan yaitu; Kecamatan Magelang Tengah dan
Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang yang saat ini menjadi pusat keramaian.
Kota Magelang merupakan dataran dengan ketinggian kira-kira 376m dari permukaan air
laut, iklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 20-30 °C.
Batas Wilayah Puskesmas Jurangombo:
Sebelah Utara : Kelurahan Kemirirejo;
Sebelah Barat : Kabupaten Magelang;
Sebelah Timur : Kelurahan Tidar Selatan dan Kelurahan Rejowinangun Selatan
Sebelah Selatan : Kabupaten Magelang.
1. Jumlah Desa Kelurahan
Luas Wilayah Kerja Puskesmas Jurangombo secara administratif terbagi menjadi tiga
Kelurahan yaitu: Kelurahan Jurangombo Selatan, Kelurahan Jurangombo Utara, dan
Kelurahan Magersari.
2. Data Penduduk
Jumlah penduduk pada tahun 2018 sebesar 20.266 jiwa dengan luas wilayah sebesar
429,79 hektar, sehingga rata-rata kepadatan penduduk sebesar 4.693 jiwa untuk setiap
km2.

Uraian Jurangombo Jurangombo Magersari Puskesmas


Utara Selatan ( total )
Luas Wilayah 57,5 271,9 100,39 429,79
(Ha)
Jumlah Penduduk 4290 7295 9026 20611
Laki-laki 2082 3592 4499 10119
Perempuan 2208 3703 4527 10428
Jumlah KK 1413 2255 2694 6362
Jumlah RW 8 9 13 30

21
Uraian Jurangombo Jurangombo Magersari Puskesmas
Utara Selatan ( total )
Jumlah KK 1413 2255 2694 6362
Jumlah RW 8 9 13 30
Jumlah Bayi 56 87 93 236
Jumlah Balita 224 348 372 944
Jumlah Ibu Hamil 59 100 123 282
Jumlah Ibu 58 84 95 237
Bersalin
Jumlah Ibu Nifas 58 84 95 237
Jumlah Posyandu 8 12 13 33
Jumlah Posyandu 2 3 3 8
Lansia
Jumlah Pustu - 1 1 2
Jumlah Batra 14 20 38 72
Tabel 2. Data Demografis Puskesmas Jurangombo

Kelompok
Laki-laki Perempuan Jumlah
Umur
0-4 121 104 225
5-9 172 178 350
10-14 149 155 304
15-19 152 157 309
20-24 168 146 314
25-29 167 174 341
30-34 153 185 338
35-39 157 164 321
40-44 163 156 319
45-49 138 115 253
50-54 146 188 334
55-59 136 157 293
60-64 105 102 207
65-69 63 96 159
70-74 42 58 100
>74 50 73 123
Jumlah 2082 2208 4290
Tabel 3. Data Penduduk Kelurahan Jurangombo Utara Menurut Umur

22
Kelompok
Laki-laki Perempuan Jumlah
Umur
0-4 535 506 1041
5-9 273 271 544
10-14 279 255 534
15-19 281 254 535
20-24 243 271 514
25-29 264 295 559
30-34 303 305 608
35-39 273 297 570
40-44 292 287 579
45-49 222 278 500
50-54 236 242 478
55-59 174 174 348
60-64 94 97 191
65-69 62 99 161
70-74 41 56 97
>74 20 16 36
Jumlah 3592 3703 7295
Tabel 4. Data Penduduk Kelurahan Jurangombo Selatan Menurut Umur

Kelompok
Laki-laki Perempuan Jumlah
Umur
0-4 410 411 821
5-9 353 347 700
10-14 401 345 746
15-19 367 367 734
20-24 386 347 733
25-29 333 300 633
30-34 351 323 674
35-39 407 370 777
40-44 350 354 704
45-49 310 322 632
50-54 236 323 559
55-59 220 263 483
60-64 183 164 347
65-70 87 107 194
70-74 52 83 135
74+ 53 101 154
Jumlah 4499 4527 9026
Tabel 5. Data Penduduk Kelurahan Magersari Menurut Umur

23
3. Peta Wilayah

Gambar 1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Jurangombo

24
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL KEGIATAN
1. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Stunting Berdasarkan Hasil Pretest

Asal Tanggal Hasil Pretest


No. TOTAL
Kelurahan Pelaksanaan Kurang Sedang Baik
26 Agustus 6,67% 26,67% 66,67% 100%
1.
Jurangombo 2020 (n=1) (n=4) (n=10) (n=15)
Utara 10 September 6,67% 40% 53,33% 100%
2.
2020 (n=1) (n=6) (n=8) (n=15)
27 Agustus 0% 53,85% 46,15% 100%
3.
Jurangombo 2020 (n=0) (n=7) (n=6) (n=13)
Selatan 14 September 0% 33,33% 66,67% 100%
4.
2020 (n=0) (n=5) (n=10) (n=15)
3,45% 37,93% 58,62% 100%
TOTAL
(n=2) (n=22) (n=34) (n=58)
Tabel 6. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Stunting Berdasarkan Hasil Pretest

Berdasarkan hasil pretest didapatkan hasil tingkat pengetahuan ibu tentang stunting
sebelum diberikan penyuluhan pada kegiatan “Kelas Ibu Hebat” kelurahan
Jurangombo Utara tanggal 26 Agustus 2020 adalah sebanyak 1 orang (6,67%)
berada pada kategori kurang, 4 orang (26,67%) pada kategori sedang, dan sebanyak
10 orang (66,67%) pada kategori baik. Selanjutnya, pada kegiatan “Kelas Ibu
Hebat” kelurahan Jurangombo Utara tanggal 10 September 2020 didapatkan hasil
sebanyak 1 orang (6,67%) berada pada kategori kurang, 6 orang (40%) pada
kategori sedang, dan sebanyak 8 orang (53,33%) pada kategori baik. Kemudian,
pada kegiatan “Kelas Ibu Hebat” kelurahan Jurangombo Selatan tanggal 27 Agustus
2020 didapatkan hasil tidak ada yang berada pada kategori kurang (0%), sebanyak 7
orang (53,85%) berada pada kategori sedang, dan sebanyak 6 orang (46,15%) pada

25
kategori baik. Sedangkan, pada kegiatan “Kelas Ibu Hebat” kelurahan Jurangombo
Selatan tanggal 14 September 2020 didapatkan hasil tidak ada yang berada pada
kategori kurang (0%), sebanyak 5 orang (33,33%) berada pada kategori sedang, dan
sebanyak 10 orang (66,67%) pada kategori baik. Secara keseluruhan kegiatan
“Kelas Ibu Hebat” didapatkan hasil sebanyak 2 orang (3,45%) berada pada kategori
kurang, 22 orang (37,93%) pada kategori sedang, dan sebanyak 34 orang (58,62%)
pada kategori baik.
2. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Stunting Berdasarkan Hasil Posttest

Tabel 7. Asal Tanggal Hasil Posttest


No. TOTAL
Gambaran Kelurahan Pelaksanaan Kurang Sedang Baik
26 Agustus 0% 6,67% 93,33% 100%
1.
Jurangombo 2020 (n=0) (n=1) (n=14) (n=15)

Utara 10 September 0% 0% 100% 100%


2.
2020 (n=0) (n=0) (n=15) (n=15)

27 Agustus 0% 15,38% 84,62% 100%


3.
Jurangombo 2020 (n=0) (n=2) (n=11) (n=13)
Selatan 14 September 0% 13,33% 86,67% 100%
4.
2020 (n=0) (n=2) (n=13) (n=15)
0% 8,62% 91,38% 100%
TOTAL
(n=0) (n=5) (n=53) (n=58)
Pengetahuan Ibu tentang Stunting Berdasarkan Hasil Posttest

Berdasarkan hasil posttest didapatkan hasil tingkat pengetahuan ibu tentang stunting
setelah diberikan penyuluhan pada kegiatan “Kelas Ibu Hebat” kelurahan
Jurangombo Utara tanggal 26 Agustus 2020 adalah tidak ada yang berada pada
kategori kurang (0%), sebanyak 1 orang (6,67%) berada pada kategori sedang, dan
sebanyak 14 orang (93,33%) pada kategori baik. Selanjutnya, pada kegiatan “Kelas
Ibu Hebat” kelurahan Jurangombo Utara tanggal 10 September 2020 didapatkan
hasil tidak ada yang berada pada kategori kurang (0%), tidak ada yang berada pada
kategori sedang (0%), dan sebanyak 15 orang (100%) pada kategori baik.

26
Kemudian, pada kegiatan “Kelas Ibu Hebat” kelurahan Jurangombo Selatan tanggal
27 Agustus 2020 didapatkan hasil tidak ada yang berada pada kategori kurang (0%),
sebanyak 2 orang (15,38%) berada pada kategori sedang, dan sebanyak 11 orang
(84,62%) pada kategori baik. Sedangkan, pada kegiatan “Kelas Ibu Hebat”
kelurahan Jurangombo Selatan tanggal 14 September 2020 didapatkan hasil tidak
ada yang berada pada kategori kurang (0%), sebanyak 2 orang (13,33%) berada
pada kategori sedang, dan sebanyak 13 orang (86,67%) pada kategori baik. Secara
keseluruhan kegiatan “Kelas Ibu Hebat” didapatkan hasil tidak ada yang berada
pada kategori kurang (0%), sebanyak 5 orang (8,62%) berada pada kategori sedang,
dan sebanyak 53 orang (91,38%) pada kategori baik.
3. Perbandingan Pengetahuan Ibu tentang Stunting Berdasarkan Hasil Pretest
dan Posttest

Jurangombo Utara
26 Agustus 2020
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Pretest Posttest

Kurang Sedang Baik

Grafik 1. Perbandingan Pengetahuan Ibu tentang Stunting Berdasarkan Hasil Pretest dan Posttest pada
“Kelas Ibu Hebat” Kelurahan Jurangombo Utara Tanggal 26 Agustus 2020

Grafik 1 menunjukkan perbandingan hasil pretest dan posttest kegiatan “Kelas Ibu
Hebat” Kelurahan Jurangombo Utara pada tanggal 26 Agustus 2020. Terdapat
peningkatan presentase kategori baik pada hasil posttest dibandingkan hasil pretest,
yaitu sebanyak 66,67% menjadi 93,33%. Sedangkan pada kategori sedang terdapat
penurunan dari 26,67% pada hasil pretest menjadi 6,67% pada hasil posttest. Pada

27
presentase kategori kurang juga terdapat penurunan, yaitu sebanyak 6,67% pada hasil
pretest menjadi 0% pada hasil posttest.

Jurangombo Utara
10 September 2020
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Pretest Post-test

Kurang Sedang Baik

Grafik 2. Perbandingan Pengetahuan Ibu tentang Stunting Berdasarkan Hasil Pretest dan Posttest
pada “Kelas Ibu Hebat” Kelurahan Jurangombo Utara Tanggal 10 September 2020

Grafik 2 menunjukkan perbandingan hasil pretest dan posttest kegiatan “Kelas Ibu
Hebat” Kelurahan Jurangombo Utara pada tanggal 10 September 2020. Terdapat
peningkatan presentase kategori baik pada hasil posttest dibandingkan hasil pretest,
yaitu sebanyak 53,33% menjadi 100%. Sedangkan pada kategori sedang terdapat
penurunan dari 40% pada hasil pretest menjadi 0% pada hasil posttest. Pada
presentase kategori kurang juga terdapat penurunan, yaitu sebanyak 6,67% pada hasil
pretest menjadi 0% pada hasil posttest.

28
Jurangombo Selatan
27 Agustus 2020
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Pretest Post-test

Kurang Sedang Baik

Grafik 3. Perbandingan Pengetahuan Ibu tentang Stunting Berdasarkan Hasil Pretest dan Posttest
pada “Kelas Ibu Hebat” Kelurahan Jurangombo Selatan Tanggal 27 Agustus 2020

Grafik 3 menunjukkan perbandingan hasil pretest dan posttest kegiatan “Kelas Ibu
Hebat” Kelurahan Jurangombo Selatan pada tanggal 27 Agustus 2020. Terdapat
peningkatan presentase kategori baik pada hasil posttest dibandingkan hasil pretest,
yaitu sebanyak 46,15% menjadi 84,62%. Selain itu, terdapat penurunan presentase
kategori sedang, yaitu sebanyak 53,85% pada hasil pretest menjadi 15,38% pada
hasil posttest.

29
Jurangombo Selatan
14 September 2020
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Pretest Post-test

Kurang Sedang Baik

Grafik 4. Perbandingan Pengetahuan Ibu tentang Stunting Berdasarkan Hasil Pretest dan Posttest
pada “Kelas Ibu Hebat” Kelurahan Jurangombo Selatan Tanggal 14 September 2020

Grafik 4 menunjukkan perbandingan hasil pretest dan posttest kegiatan “Kelas Ibu
Hebat” Kelurahan Jurangombo Selatan pada tanggal 14 September 2020. Terdapat
peningkatan presentase kategori baik pada hasil posttest dibandingkan hasil pretest,
yaitu sebanyak 66,67% menjadi 86,67%. Selain itu, terdapat penurunan presentase
kategori sedang, yaitu sebanyak 33,33% pada hasil pretest menjadi 13,33% pada
hasil posttest.

30
100%

90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%
Pretest Post-test

Kurang Sedang Baik

Grafik 5. Perbandingan Pengetahuan Ibu tentang Stunting Berdasarkan Hasil Pretest dan Posttest
pada “Kelas Ibu Hebat” Secara Keseluruhan

Grafik 5 menunjukkan perbandingan hasil pretest dan posttest pada kegiatan “Kelas
Ibu Hebat” secara keseluruhan. Terdapat peningkatan presentase kategori baik pada
hasil posttest dibandingkan hasil pretest, yaitu sebanyak 58,62% menjadi 91,38%.
Sedangkan pada kategori sedang terdapat penurunan dari 37,93% pada hasil pretest
menjadi 8,62% pada hasil posttest. Pada presentase kategori kurang juga terdapat
penurunan, yaitu sebanyak 3,45% pada hasil pretest menjadi 0% pada hasil posttest.

B. PEMBAHASAN
Adanya kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas Jurangombo menjadi salah satu
permasalahan di bagian gizi Puskesmas Jurangombo. Pencegahan terhadap stunting
salah satunya adalah pemenuhan gizi selama 1000 hari pertama kehidupan, sehingga
diperlukan pemahaman yang baik dari para ibu tentang apa itu stunting, bagaimana
dampak serta cara mengatasinya. Selain itu dibutuhkan juga pengetahuan ibu mengenai
PMBA dan PHBS untuk meningkatkan kesadaran para ibu dan masyarakat pada
umumnya mengenai cara pencegahan stunting serta pentingnya hidup bersih dan sehat.
Oleh karena itu, kegiatan “Kelas Ibu Hebat” diadakan bagi para ibu yang memiliki

31
balita agar para ibu bisa mendapat pemahaman mengenai stunting dan bagaimana cara
mencegahnya.
Kegiatan “Kelas Ibu Hebat” merupakan kegiatan penyuluhan tentang masalah gizi dan
masalah-masalah kesehatan lain pada balita yang diadakan bagi para ibu dengan balita
yang memiliki masalah gizi dan atau dengan tingkat ekonomi menengah kebawah di
wilayah kerja Puskesmas Jurangombo. Dalam pelaksanaan mini project ini, “Kelas Ibu
Hebat” diadakan sebanyak 4 kali pertemuan yaitu 2 pertemuan untuk ibu-ibu yang
berasal dari Kelurahan Jurangombo Utara dan 2 pertemuan untuk ibu-ibu yang berasal
dari Kelurahan Jurangombo Selatan.
Pelaksanaan kegiatan “Kelas Ibu Hebat” ialah dengan memberikan pretest sebelum
melakukan intervensi berupa presentasi tentang stunting. Pretest ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan ibu tentang stunting sebelum dilakukan
intervensi. Setelah dilakukan pretest, selanjutnya dilakukan intervensi berupa presentasi
tentang stunting. Selanjutnya, dilakukan posttest dengan soal yang sama untuk
mengetahui ada tidaknya peningkatan pengetahuan ibu tentang stunting setelah
diberikan intervensi.
Dari hasil kegiatan ini, dapat dibandingkan nilai pretest dan posttest mengenai stunting
dan didapatkan peningkatan presentase kategori baik dan penurunan kategori sedang
serta kurang pada hasil posttest dibandingkan hasil pretest. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan pemahaman setelah mengikuti kegiatan “Kelas Ibu Hebat” sehingga
kegiatan ini dianggap efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu, khususnya tentang
stunting.

32
BAB VI
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat pengaruh kegiatan “Kelas Ibu Hebat” terhadap peningkatan pengetahuan ibu
tentang stunting di wilayah kerja Puskesmas Jurangombo.
2. Kegiatan “Kelas Ibu Hebat” dianggap efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu,
khususnya tentang stunting.

B. EVALUASI DAN SARAN


1. Pada kegiatan “Kelas Ibu Hebat” ini hanya membandingkan peningkatan pemahaman
ibu sebelum dan setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan. Pada program atau
kegiatan selanjutnya dapat dilakukan penilaian terhadap faktor-faktor lain yang
mungkin berpengaruh terhadap tingkat pemahaman ibu khususnya tentang stunting
antara lain seperti usia ibu, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah pendapatan
keluarga, dll.
2. Kegiatan “Kelas Ibu Hebat” ini hanya diadakan di 2 kelurahan yaitu Kelurahan
Jurangombo Utara dan Jurangombo Selatan karena adanya keterbatasan waktu dan
tempat. Pada program atau kegiatan selanjutnya dapat diadakan pula di Kelurahan
Magersari agar kegiatan dapat dilakukan menyeluruh di wilayah kerja Puskesmas
Jurangombo.

33
DAFTAR PUSTAKA

Achadi, E.L. 2014. Periode Kritis 1000 HPK dan Dampak Jangka Panjang terhadap Kesehatan
dan Fungsinya. FKM UI, Depok.

Anisa, P. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia
25-60 Bulan di Kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012. FKM UI, Depok.

Astuti, F.D., Sulistyowati, T.F. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan Tingkat Pendapatan
Keluarga Dengan Status Gizi Anak Prasekolah Dan Sekolah Dasar Di Kecamatan
Godean. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 7(1): 15-19.

Asydhad, A. L., Mardiah. (2006). Makanan Tepat Untuk Balita. Kawan Pustaka, Tangerang.

Batubara, J.R.L., dkk. 2010. Endokrinologi Anak Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.

Budiastutik, I., Rahfiludin, M.Z. 2019. Faktor Resiko Stunting pada Anak di Negara
Berkembang. Amerta Nutrition. 3(3): 122-126.

Dinkes Jateng. 2014. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

Dinkes Jateng. 2019. Rencana Strategis Dinkes Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018-2023. Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

Fadjri, T. 2017. Pengaruh Pelatihan Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA) terhadap
Keterampilan Konseling dan Motivasi Bidan Desa. Aceh Nutrition Journal. 2(2): 97-
102.

34
Falicha, dkk. 2016. Kecukupan Energi Protein dan Lemak pada Makanan Pendamping Air Susu
Ibu dan Status Gizi Balita Usia 6-23 Bulan di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman
Yogyakarta. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Yogyakarta.

Kemenkes RI. 2016. Situasi Gizi di Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI, Jakarta.

Kemenkes RI. 2017. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2016. Direktorat Gizi
Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kemenkes RI. 2018. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Situasi Balita Pendek
(Stunting) di Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kemenkokesra RI. 2013. Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Kementerian Perekonomian
dan Kesejahteraan Rakyat RI, Jakarta.

Kuspriyanto. 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan. PT. Refika Aditama, Bandung.

Maharani, A. 2016. Evaluasi Data Pelaksanaan Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan
Sehat di Wilayah Kerja Puskesmas Sigaluh 2 Kabupaten Banjarnegara. FK Undip,
Semarang.

Mufida, dkk. 2015. Prinsip Dasar MPASI Untuk Bayi Usia 6-24 Bulan. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 3(4): 1646-1651.

35
Pancarani. 2016. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu pada Informasi MP-ASI di Buku KIA
dengan Pemberian MP-ASI Balita Usia 6-24 Bulan di Kelurahan Bandarharjo
Semarang Utara. FK UNDIP, Semarang.

Sandjaja. 2010. Gizi. PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.

WHO. 2012. Global Nutrition Targets 2025: Stunting Policy Brief. World Health Organization,
Geneva.

WHO, Unicef. 2003. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. World Health
Organization, Geneva.

Widjaja. 2008. Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak Dan Kesehatan Balita. Kawan Pustaka,
Tangerang.

36
LAMPIRAN

A. SOAL PRETEST DAN POSTTEST

PRETEST KELAS IBU HEBAT

Nama :
Berikan tanda V pada jawaban Benar atau Salah
No. Pernyataan Benar Salah
1. Orang tua yang pendek, pasti anak-anaknya pendek juga V
2. Anak yang pendek, tidak perlu dipermasalahkan V
3. Pemberian makan MP-ASI dimulai saat usia 2 tahun V
4. Kepanjangan PMBA: Pemberian Makan Bayi dan Anak V
5. Penyebab stunting adalah kurang gizi pada waktu lama V
6. MP-ASI adalah singkatan dari Makanan Pendamping ASI V
7. MP-ASI tidak boleh berupa makanan bayi pabrikan V
8. MP-ASI untuk bayi 10 bulan adalah makanan bertekstur kasar V
9. ISPA pada anak bisa menyebabkan stunting V
10. PHBS diperlukan untuk mencegah terjadinya stunting V

POSTTEST KELAS IBU HEBAT

Nama :
Berikan tanda V pada jawaban Benar atau Salah
No. Pernyataan Benar Salah
1. Orang tua yang pendek, pasti anak-anaknya pendek juga V
2. Anak yang pendek, tidak perlu dipermasalahkan. V
3. Pemberian makan MP-ASI dimulai saat usia 2 tahun V
4. Kepanjangan PMBA: Pemberian Makan Bayi dan Anak V
5. Penyebab stunting adalah kurang gizi pada waktu lama V
6. MP-ASI adalah singkatan dari Makanan Pendamping ASI V
7. MP-ASI tidak boleh berupa makanan bayi pabrikan V
8. MP-ASI untuk bayi 10 bulan adalah makanan bertekstur kasar V
9. ISPA pada anak bisa menyebabkan stunting V
10. PHBS diperlukan untuk mencegah terjadinya stunting V

37
B. DOKUMETASI ACARA

38
39

Anda mungkin juga menyukai