Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FORENSIK

REAKSI WARNA DALAM ANALISIS OBAT

I Made Dwi Putra Yana

1808511020

Kelompok 6

Pembimbing:

DR. I NENGAH WIRAJANA, S.SI.,M.SI.

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
Reaksi Warna Dalam Analisis Obat

I. Tujuan
1. Untuk memahami dan melakukan beberapa uji reaksi warna pada senyawa obat
2. Mengetahui perubahan warna yang terjadi saat penambahan pereaksi Zwikker
3. Mengetahui perubahan warna yang terjadi karena penambahan pereaksi asam
Amalat
4. Mengetahui perubahan warna setelah penambahan pereaksi Formaldehida-Asam
Sulfat
5. Menentukan penyebab dari perubahan warna dari setiap pereaksi
6. Dapat membandingkan perubahan warna dari sampel obat dengan hasil standar

II. Dasar Teori


Analisis kimia merupakan penggunaan sejumlah teknik dan metode untuk
memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari suatu senyawa
obat pada khususnya dan bahan kimia pada umumnya. Dalam analisis kimia yang
paling sering digunakan adalah analisis kimia secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies,
atau senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif
berkaitan dengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu analit yang dituju
dalam suatu sampel (Gandjar, 2007).
Analisis kualitatif berdasarkan sifat kimia melibatkan beberapa reaksi dimana
hukum kesetimbangan massa sangat berguna untuk menentukan ke arah mana reaksi
berjalan. Contohnya Reaksi redoks, reaksi asam-basa, kompleks, dan reaksi
pengendapan. Sedangkan analisis berdasarkan sifat fisikanya dapat diamati langsung
secara organoleptis, seperti bau, warna, terbentuknya gelembung gas atau pun
endapan yang merupakan informasi awal yang berguna untuk analisis selanjutnya.
(Miessler,1991).
Reaksi warna adalah prosedur kimia dalam pengujian senyawa dengan
menggunakan pereaksi dengan mengamati warna yang terbentuk atau perubahan
warna yang terjadi. Banyak senyawa kimia dapat memberikan warna tertentu jika
berkontak dengan pereaksi tertentu. Warna yang dihasilkan oleh pereaksi tersebut
menghasilkan warna yang spesifik terhadap suatu senyawa. Reaksi warna tidak dapat
dijadikan dasar untuk mengidentifikasi satu senyawa obat, tetapi warna yang
terbentuk mungkin positif terhadap sekelompok senyawa atau positif terhadap gugus
fungsi tertentu. (Wiig, 1958).
Pemilihan pereaksi warna yang tepat untuk senyawa obat yang diduga terdapat
dalam sampel didasarkan atas rumus bangun dari senyawa obat tersebut. Jika dikenal
strukturnya maka dapat diketahui gugus fungsi (golongan) yang terdapat didalamnya,
sehingga pemilihan pereaksi dapat berdasarkan reaksi positif terhadap gugus fungsi
tersebut. Ataupun pemilihan pereaksi warna dapat didasarkan pada reaksi yang
memang spesifik untuk senyawa bersangkutan. (Ansel,1985)
Menganalisis suatu obat menggunakan analisis kualitatif berupa uji warna,
biasanya menggunakan beberapa pereaksi, diantaranya Pereaksi Zwikker, Tes Asam
Amalat, dan Reaksi Formaldehida-Asam Sulfat. (Wirajana, 2021)
a. Pereaksi Zwikker
Reaksi positif terhadap pereaksi ini akan memberikan warna ungu. Barbiturate.
Glutetimida, hadatoin, beberapa sulfonamide, dan purin memberikan warna yang
menandakan reaksi positif terhadap pereaksi Zwikker. Basa hidroksida atau basa
fosfat membentuk warna biru-hijau, setelah ditambahkan pereaksi Zwikker II berubah
menjadi biru tua atau ungu. Reaksi ini terutama positif untuk furosemida (biru kuat),
mefrosida (biru-kelabu), nipagin m-hidroklorida dan sakarin Na (warna biru hanya
dengan pereaksi Zwikker I).
b. Tes Asam Amalat
Pada uji reaksi warna ini, reaksi berinti xantin positif bila terjadi warna merah
muda, merah, orange, atau kuning berubah menjadi merah, merah muda atau violet
setelah ammonium hidroksida.
c. Reaksi formaldeihida-asam sulfat
Senyawa benzodiazepin umumnya memberikan warna orange, kecuali
memberikan warna merah muda. Senyawa lain juga bereaksi positif terhadap pereaksi
ini adalah fonotiasin, tioxantin, tryptamin, tetrasiklin, dan zemopirak.
Paracetamol memiliki rumus molekul C₈H₉NO2 dan berat molekul 151,165
mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C₈H₉NO 2,
Parasetamol merupakan obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan
untuk meredakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam. Digunakan
dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Berbeda dengan obat
analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tidak memiliki sifat
antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis non-steroidal anti-
immune deficiency disease (NSAID). Dalam dosis normal yaitu 4 grams perhari,
parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan
darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin (Suciawati, 2019).
Salbutamol, juga dikenal sebagai albuterol dan dipasarkan sebagai Ventolin,
adalah obat yang digunakan membuka saluran napas di paru-paru. Obat ini digunakan
untuk mengobati asma, penyempitan bronkus yang dipicu olahraga, dan penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK). Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati kadar
kalium tinggi di dalam darah. Obat ini biasanya digunakan menggunakan inhaler atau
nebulizer tetapi tersedia pra dalam bentuk pil dan dan larutan intravena (Strakey,
2014).
Domperidon merupakan obat antimetik dengan mekanisme kerja menghambat
aksi dopamine dengan menginhibisi dopamine pada reseptornya. Antimetik adalah
obat yang dapat mengatasi muntah dan mual. Obat ini memiliki afinitas yang cukup
kuat pada Reseptor dopamine D2 dan D3 yang ditemukan dalam CTZ
(Chemoreseptor Trigger Zone) yang berada di Bagian luar sawar darah otak yang
meregulasi nausea dan vomit (Prabowo, 2011)
III. Materi dan Metode
a. Materi (Alat dan Bahan)
 Alat
1. Tabung reaksi
2. Pipet tetes
3. Pipet Volume
4. Filler
5. Penjepit
6. Gelas ukur
7. Penangas air
8. Gelas beaker
9. Spatula
 Bahan
1. Kobalt (II) Nitrat
2. Metanol
3. Piridin
4. H2SO4 pekat
5. HCl 10 M
6. Kristal KCl
7. NH4OH 2 M
8. Sampel Obat (a,b,c dan d)
9. Standar (Domperidone Salbutamol Paracetamol)
b. Prosedur Kerja
 Reaksi Zwikker

Membuat Pereaksi Zwikker Membuat pereaksi


II Zwikker I
piridin 10% (10 mL) 1 gram Co(No3)
dilarutkan dalam 100 mL dilarutkan dalam
Metanol 100 mL Metanol

Beberapa Mg standar
Tambahkan Pereaksi
dimasukan kedalam tabung Lakukan langkah -
Zwikker II yang
reaksi dan tambahkan 10 langkah yang sama
kemudian dikocok
tetes pereaksi zwikker I lalu terhadap sampel
dan amati
dikocok dan amati obat a, b, c, dan d
perubahannya
perubahan yang terjadi

 Reaksi Formaldehid – Asam Sulfat (F-AS)

Membuat pereaksi F-AS (jika timbul warna


buram) beberapa Mg Standar
4 mL H2SO4 pekat Campuran pereaksi dimasukan ke tabung
dicampur dengan 6 mL dipanaskan dalam reaksi, lalu ditambahkan
Formaldehid lalu penangas air bersuhu dengan pereaksi F-AS
homogenkan 100ºC selama 1 menit

Lakukan langkah - Panaskan dalam


langkah yang sama Amati perubahannya
penangas Air yang
terhadap sampel bersuhu 100ºC selama 1
menit
obat a, b, c, dan d
 Tes Asam Amalat

tambahkan beberapa tetes


diuapkan sampai kering
Standar dimasukkan ke HCl 10 M dan
dan terbentuk residu did
dalam tabung reaksi tambahkan Kristal KCl
alam penangas air
secukupnya

Lakukan langkah -
tambahkan beberapa tetes
langkah yang sama (2-3) NH4OH 2 M, dan
perubahan warna pada
terhadap sampel amati perubahannya
residu diamati
obat a, b, c, dan d
IV. Hasil Percobaan

Pereaksi Formaldehid – Asam Amalat


Pengamatan
Zwikker Asam Sulfat Waktu Hasil
Standar I
Pink Abu – abu 5 Menit Coklat muda
(Donperidone)
Standar II Coklat
Pink Bening 5 Menit
(Salbutamol) kehitaman
Standar III
Orange Kuning cerah 5 Menit Kuning Keruh
(Parasetamol)
Kuning
Sampel a Pink Kuning bening 7 Menit
Kecoklatan
Kuning
Sampel b Pink Putih Keruh 6 Menit
Kecoklatan
Coklat
Sampel c Pink Abu – abu 5 Menit
Kehitaman
Kuning Kuning
Sampel d Pink 6 Menit
Bening Kecoklatan

V. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan analisis obat terlarang dengan
menggunakan reaksi uji warna sebagai media atau metode untuk menganalisis
kandungan suatu senyawa dalam obat secara kualitatif, dengan tujuan praktikum
reaksi warna ini adalah untuk memahami dan melakukan beberapa uji reaksi warna
pada senyawa obat, mengetahui perubahan warna yang terjadi saat penambahan
pereaksi Zwikker, mengetahui perubahan warna yang terjadi karena penambahan
pereaksi asam Amamlat, mengetahui perubahan warna setelah penambahan pereaksi
Formaldehida-Asam Sulfat, menentukan penyebab dari perubahan warna dari setiap
pereaksi, dan dapat membandingkan perubahan warna dari sampel obat dengan hasil
standar. Dalam praktikum ini yang berperan sebagai senyawa standar adalah standar I
yaitu Donperidone, Standar II yaitu Salbutamol, dan Standar III yaitu Parasetamol.
Percobaan pertama dilakukan uji warna menggunakan pereaksi Zwikker I
dan pereaksi Zwikker II dengan tahapan awal pembuatan pereaksi Zwikker karena
keterbatasan waktu pereaksi Zwikker sudah disiapkan oleh pihak laboran. Tabung
reaksi yang sudah berisi senyawa standar I,II, dan III beserta sampel obat a,b,c dan d
ditetesi dengan 10 tetes pereaksi Zwikker I dengan hasil perubahan warna pada
standar I menjadi putih keruh, standar II menjadi merah muda (pink) dan standar III
menjadi kuning pudar. Berikutnya penambahan pereaksi Zwikker II pada standar
menunjukan hasil atau perubahan warna standar I adalah merah muda, standar II
berwarna merah muda dan standar III menghasilkan warna orange. Sedangkan pada
sampel obat a sampai d semuanya menunjukan perubahan warna menjadi pink (merah
muda). sampel dan standar tidak tergolong ke dalam senyawa obat furosemida (biru
kuat), mefrosida (biru-kelabu), nipagin m-hidroklorida dan sakarin karena tidak
memberikan warna positif terhadap senyawa obat-obatan tersebut. Berdasarkan
literatur, indikasi dari pereaksi Koppayi Zwikker akan memberikan warna pink jika
bereaksi dengan senyawa yang mengandung imida, yang gugus karbonil dan amina
pada karbon yang berdampingan dan senyawa dengan gugus SO 2NH. Perubahan
warna ini terjadi karena kobalt merupakan salah satu logam unsur transisi dengan
konfigurasi elektron 3d7 yang dapat membentuk kompleks. Kobalt yang relatif stabil
berada sebagai Co(II) ataupun Co(III). Namun dalam senyawa sederhana Co, Co(II)
lebih stabil dari Co(III). Ion – ion Co2+ dan ion terhidrasi [Co(H2O)6]2+ stabil di air.
Dari hasil tersebut sulit untuk membandingkan antara standar dan sampel obat karena
semua sampel memiliki perubahan warna yang sama yaitu pink atau merah muda dan
hasil standar I (doperidone) dan standar II (salbutamol) juga menghasilkan warna
pink, kemungkinan hal tersebut dapat terjadi karena saat pembuatan pereaksi
kemurnian suatu zat itu kurang atau pereaksi terlalu encer. Selain itu ada kontaminan
terhadap alat yang digunakan juga dapat memberikan hasil yang rusak.
Percobaan selanjutnya menggunakan pereaksi Formaldehid-Asam Sulfat,
setiap sampel dan standar di tetesi dengan pereaksi F-AS dan dipanaskan pada
penangas air yang bersuhu 100ºC dengan tujuan pemanasan adalah untuk
mempercepat reaksi yang terjadi. Perubahan warna yang terjadi pada standar I adalah
berwarna abu – abu, pada standar II tidak terjadi perubahan warna atau bening, dan
pada standar III perubahan warna menjadi kuning cerah. Perubahan warna dari sampel
obat dengan langsung membandingkan dengan standar adalah sampel a berwarna
kuning bening yang menandakan adanya kandungan parasetamol (standar III),
perubahan warna sampel b menunjukan warna putih keruh yang menandakan
kandungan salbutamol yang terkandung, dalam standar tidak ada perubahan warna
atau bening dikarenakan kurangnya penambahan pereaksi dan kurang pemanasan
menjadi faktor tidak adanya perbahan warna yang mana seharusnya berwarna putih,
pada sampel c terjadi perubahan warna sampel menjadi abu – abu yang menandakan
adanya kandungan donperidone (standar I), dan sampel d perubahan warna yang
terjadi adalah warna kuning bening yang dikatakan mengandung parasetamol didalam
sampel. Hasil standar dan sampel yang didapat tidak tergolong senyawa
benzodiazepine yang umumnya memberikan warna orange, kecuali memberikan
warna merah muda. Senyawa lain juga bereaksi positif terhadap pereaksi ini adalah
fonotiasin, tioxantin, tryptamin, tetrasiklin, dan zemopirak.
Pada uji tes asam amalat pada sampel dan standar. Penambahan pereaksi
asam amalat dengan menambahkan 5 tetes HCl 10% dan kristal KCl secukupnya pada
sampel dan standar. Selanjutnya, campuran dipanaskan dalam penangas air.
Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan pelarut dan memepercepat reaksi
pembentukan residu didalam tabung reaksi dan catat waktu yang diperlukan untuk
membentuk residu. Residu yang terbentuk kemudian ditetesi 2-3 tetes NH 4OH, yang
kemudian amati perubahan warna yang terjadi. Standar I menghasilkan warna coklat
muda, standar II menghasilkan warna coklat kehitaman dan standar III memberikan
warna kuning keruh dimana waktu yang diperlukan oleh standar untuk membentuk
residu adalah 5 menit. Pada hasil pembandingan sampel dan standar didapat sampel a,
b, dan d membentuk warna kuning kecoklatan dengan waktu pembentukan residu
selama 7, 6, dan 6 menit yang menandakan adanya kandungan darfi standar III
(parasetamol). Sampel c memberikan warna coklat kehitaman dengan waktu 6 menit
yang dapat dikatakan adanya kandungan salbutamol (standar II) dalam sampel. Serta
pada tidak menunjukan warna positif sesuai literature dimana reaksi berinti xantin
karena tidak terjadi warna merah muda, merah, orange, atau kuning berubah menjadi
merah, merah muda atau violet setelah ammonium hidroksida.
VI. Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
1. Praktikum kali ini menggunakan metode uji kualitatif mengunakan uji reaksi
warna dengan menggunakan pereaksi Zwikker, Tes asam amalat dan pereaksi
Formaldehid-Asam Sulfat. Reaksi warna tidak dapat dijadikan dasar untuk
mengidentifikasi satu senyawa obat, tetapi warna yang terbentuk mungkin positif
terhadap sekelompok senyawa atau positif terhadap gugus fungsi dari struktur
senyawa obat tersebut.
2. Hasil dari uji warna menggunakan pereaksi Zwikker adalah Standar I yaitu
domperidone dan standar II yaitu salbutamol terbentuk warna pink, sedangkan
standar III yaitu parasetamol menjadi orange. Perububahan warna yang terjadi
pada sampel a sampai d menunjukkan warna merah muda (pink).
3. Pada uji reaksi warna menggunakan tes asam amalat menghasilkan Standar I
membentuk warna cokelat muda, standar II membentuk warna cokelat kehitaman,
standar III membentuk warna kuning keruh, sampel a, b, dan d membentuk warna
kuning kecokelatan, sampel C membentuk warna cokelat kehitaman.
4. Pada uji reaksi warna dengan pereaksi formaldehida – asam sulfat memberikan
hasil Standar I berubah warna menjadi abu-abu, standar II menjadi bening, dan
standar III berubah menjadi kuning cerah. Perubahan warna yang terjadi pada
sampel a adalah kuning bening, sampel a terbentuk warna menjadi putih keruh,
sampel c terbentuk warna menjadi abu-abu, sedangkan sampel d terbentuk warna
menjadi kuning bening.
5. Faktor yang memberikan dampak terhadap percobaan ini dapat berupa kemurnian
suatu zat atau analit, jumlah analitnya, kondisi alat yang digunakan, adanya zat
pengotor yang menginterferensi senyawa yang merusak hasil, serta kurang
ketelitian dalam pengamatan perubahan warna yang terjadi dari hasil reaksi.
6. Pada hasil pembandingan sampel dengan standar yang sudah diidentifikasi adalah
pada uji zwikker sampel a sampai d mengandung standar domperidon atau
salbutamol karena warna yang ditimbulkan sama merah muda. Pada pereaksi
formaldehida-asam sulfat, sampel a dan d positif mengandung parasetamol,
sampel b positif mengandung salbutamol, sampel c positif mengandung
domperidone. Pada tes asam amalat, pada sampel a, b, dan d membentuk warna
kuning kecokelatan yang menandakan positif parasetamol, sedangkan sampel c
positif mengandung salbutamol
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengulangan pada pengujian untuk menghasilkan hasil yang lebih
akurat
2. Perlu ditingkatkan ketelitian seorang praktikan untuk memberikan hasil yang tepat
tidak adanya kesalahan yang berakibat fatal
Daftar Pustaka
Anief, Moh. 1984. Ilmu Farmasi. Ghalia Indonesia : Jakarta.
Ansel, Howard C. (1985). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UIPress : Jakarta.
Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Miessler, G. L. and A. D. Tarr. 1991. Inorganic Chemistry. Prentice Hall.
Englewood Cliffs. New Jessey.
Muhlis, Muhammad. 2003. Diklat Kuliat Farmasetika I. Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan : Yogyakarta
Wiig, Edwin. O, Willard. E. Line, John.F. Flagg. 1958. Semimicro Qualitative
Analysis a Course in Applied Chemical Equilibrium .D. Van Nostrand
Company, Inc : USA.
Wirajana, I Nengah. Suaniti, Ni Made. dan Ariati, Komang. 2021. BUKU
PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FORENSIK Semester VI - 2020/2021.
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam,
UNiversitas Udayana; Jimabaran
Lampiran
1. Data hasil pengamatan
2. Dokumentasi praktikum

Gambar standar I,II, dan II serta Gambar Sampel a, b, c, dan d

Gambar standar I,II, dan III yang direaksikan dengan pereaksi Zwikker I

Gambar standar yang direaksikan dengan pereaksi Zwikker I dan Zwikker II


Hasil Sampel a, b, c dan d ditambah Pereaksi Zwikker

Hasil Standar I,II,III


Reaksi F-AS
Hasil Sampel a,b,c dan d Reaksi F-AS

Hasil Standar I, II, III: Pereaksi Asam Oksalat

Hasil Sampel A, B, C dan D dengan pereaksi Asam Amolat

Anda mungkin juga menyukai