A. Latar belakang
Profesional mempunyai makna; mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang
merupakan ciri suatu profesi atau yang profesional. Profesionalisme merupakan sikap
dari seorang profesional. Artinya sebuah term yang menjelaskan bahwa setiap
pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh seseorang yang mempunyai keahlian dalam
bidangnya atau profesinya. Menurut Supriadi, penggunaan istilah profesionalisme
menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan
suatu pekerjaan sebagai suatu profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang
dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota
profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.
namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam
jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar
berupa perbuatan nyata.
Menurut Frans Magnis Suseno (1991 : 70), profesi itu harus dibedakan dalam
dua jenis, yaitu profesi pada umumnya dan profesi luhur. Profesi pada umumnya,
paling tidak ada dua prinsip yang wajib ditegakkan, yaitu: 1. Prinsip agar
menjalankan profesinya secara bertanggung jawab; dan 2. Hormat terhadap hak-hak
orang lain. Pengertian bertanggung jawab ini menyangkut, baik terhadap
pekerjaannya maupun hasilnya, dalam arti yang bersangkutan harus menjalankan
pekerjaannya dengan sebaik mungkin dengan hasil yang berkualitas. Selain itu, juga
dituntut agar dampak pekerjaan yang dilakukan tidak sampai merusak lingkungan
hidup, artinya menghormati hak orang lain.
1. Dalam profesi yang luhur (officium nobile),
Motivasi utamanya bukan untuk memperoleh nafkah dari pekerjaan yang
dilakukannya, di samping itu juga terdapat dua prinsip yang penting, yaitu :
a. Mendahulukan kepentingan orang yang dibantu; dan
b. Mengabdi pada tuntutan luhur profesi.
Untuk melaksanakan profesi yang luhur secara baik, dituntut moralitas yang tinggi
dari pelakunya.Tiga ciri moralitas yang tinggi adalah:
a. Berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi;
b. Sadar akan kewajibannya; 3. Memiliki idealisme yang tinggi.
2. Konsep Profesionalisme
Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall, James A dan Tommie
Singleton (2007:45) adalah konsep profesionalisme untuk menguji
profesionalisme para akuntan publik yang meliputi lima dimensi:
sekadar sebagai alat untuk mencapai tujuan penyerahan diri secara total
merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang diharapkan
adalah kepuasan rohanilah dan kemudian kepuasan material.
1) Kewajiban sosial (social obligation) : Kewajiban sosial yaitu pandangan
tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh
masyarakat ataupun oleh profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
Menurut Rezky (2013:37) terdapat empat sikap yang menyangkut kewajiban
social sebagai berikut :
a. Sikap obstruktif, adalah pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang
melibatkan tindakan seminimal mungkin dan melibatkan usaha-usaha
menolak atau menutupi pelanggaran yang dilakukan.
b. Sikap defensif, pendekatan tanggung jawab sosial yang ditandai dengan
perusahaan hanya memenuhi persyaratan hukum secara minimum atas
komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan sosial.
c. Sikap akomodatif, adalah pendekatan tanggung jawab sosial yang
diterapkan suatu perusahaan dengan melakukannya apabila diminta,
melebihi persyaratan hukum minimum dalam komitennya terhadap
kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.
d. Sikap proaktif adalah pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan
suatu perusahaan, yaitu secara aktif mencari peluang untuk memberikan
sumbangan demi kesejahteraan kelompok dan individu dalam lingkungan
sosialnya.
2) Kemandirian (autonomy demands) : Kemandirian ialah suatu pandangan
bahwa seorang professional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa
tekanan dari pihak yang lain.
3) Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation) : Keyakinan
terhadap peraturan profesi yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang
untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan
pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan
pekerjaan mereka.
4
Yang dibicarakan tentang nilai pada umumnya tentu berlaku juga untuk nilai
moral. Tapi apakah kekhususan suatu nilai moral yang luhur ? Apakah yang
mengakibatkan suatu nilai menjadi nilai moral? Mari kita mulai dengan
menggaris bawahi bahwa dalam arti tertentu nilai moral tidak merupakan suatu
kategori nilai tersendiri di samping kategori-kategori nilai yang lain. Nilai moral
tidak terpisah dari nilai- nilal jenis lainnya. Setiap nilai dapat memperoleh suatu
"bobot moral", bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Kejujuran,
misalnya, merupakan suatu nilai moral, tapi kejujuran itu sendiri "kosong", bila
tidak diterapkan pada nilai lain, seperti umpamanya nilai ekonomis. Kesetiaan
merupakan suatu nilai moral yang lain, tapi harus diterapkan pada nilai
manusiawi lebih umum, misalnya, cinta antara suami-istri. Jadi, nilai-nilai yang
disebut sampai sekarang bersifat “pramoral”. Nilai-nilai itu mendahului tahap
moral, tapi bisa mendapat bobot moral, karena diikutsertakan dalam tingkah
laku moral. Di bawah ini kita kembali lagi pada sifat khas nilai moral ini.
Walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia
tampak sebagai suatu nilai baru, bahkan sebagai nilai yang paling tinggi. Hal itu
ingin kami perlihatkan dengan mempelajari ciri- ciri nilai moral.
5
5. Penutup
Moral yang luhur dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat
penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi
maupun sebagai anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun.
Peradaban suatu bangsa dapat dinilai melalui karakter moral masyarakatnya.
Manusia dalam hidupnya harus taat dan patuh pada norma-norma, aturan-aturan,
adat istiadat, undang-undang dan hukum yang ada dalam suatu masyarakat yang
tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya, setempat yang diyakini
kebenarannya. Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai
manusia.
Segalasesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok sosial (profesi)atau bahkan professional seseorang itu sendiri
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang
berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua
keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari
dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. kode etik profesi dan
professional yang berbudi luhur dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk
menjaga martabat serta kehormatan profesi dan professional seseorang tersebut.
Daftar Pustaka