Anda di halaman 1dari 2

KELUARGA LEBIH UTAMA DARI KEKAYAAN

Bacaan Alkitab: Pengkhotbah 5:7-19


7 Oktober 2018

Bapak, ibu, saudara/I yang terkasih dalam Kristus Yesus…….ada kalimat yang
berbunyi “Harta yang lebih berharga adalah keluarga” kalimat ini mengaskan bahwa
keluarga merupakan bahagian terpenting dari apapun termasuk harta kekayaan.
Namun Banyak orang mengukur kebahagiaan keluarga dan keberhasilannya dengan
berapa jumlah uang atau kekayaan yang dimilikinya. Demikian pula dengan prestise
dan status sosial, makin kaya atau makin banyak uang, maka prestise dan status
sosialnya makin tinggi. Berdasarkan pandapat tersebut, maka orang berlomba-
lomba mengejar kekayaan sehingga mengabaikan hal-hal penting dalam hidupnya.
Dan akhirnya keluarga terabaikan sehingga terjadi keretkan bahkan kehancuran,
banyak keluarga Kristen yang samapai pada titik perceraian.
Bapak, ibu, saudara/I yang terkasih dalam Kristus Yesus….Pada satu sisi, uang
atau kekayaan dibutuhkan untuk menunjang kehidupan, namun pada sisi yang lain
uang atau kekayaan dapat menjadi sumber malapetaka. “Uang seringkali menaruh
selaput pada mata orang dan membekukan tangan, mata, bibir dan hati orang”.
Pendapat ini menggambarkan bagaimana uang atau kekayaan dapat membuat
seseorang tidak lagi peka terhadap sesama dan lingkungannya. Hanya uang dan
kekayaanlah yang menjadi fokus utama dalam kehidupannya. Pendapat Uskup
Camara menjadi peringatan tentang salah satu bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
kekayaan. Bahaya tersebut dapat berdampak bagi keluarga Kristen.
Bapak, ibu, saudara/I yang terkasih dalam Kristus Yesus….Tema utama kitab
Pengkotbah adalah kesia-siaan, segala sesuatu adalah sia-sia. Tema ini juga nampak
dalam teks Pengkotbah 5:7-19. Teks ini menguraikan sebuah penyelidikan “apakah
gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari dan akhirnya
memperoleh kekayaan?” Pengkotbah mengungkapkan rumusan tentang kesia-siaan
dengan rumusan yang yang pragmatis, yakni makin bertambahnya orang
mengumpulkan kekayaan dan menghabiskannya, maka menjadikannya makin
menjauh dari Tuhan.
Penulis kitab Pengkotbah menampilkan sebuah kenyataan bahwa walaupun
Tuhan memberi kemampuan bagi manusia untuk menikmati kekayaan, namun ada
tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Kekayaan adalah penyebab banyak ketamakan dan ketidak adilan di antara
pejabat pemerintah (5:7,8).
2. Perolehan kekayaan tidak pernah memberikan kepuasan, karena itu semakin
orang mendapatkan kekayaan, maka semakin banyak pula orang tersebut
menginginkannya (5:9-11).
3. Kekayaan merupakan harta yang tidak aman, sebab orang mengejar kekayaan
hanya untuk memberikannya kepada orang lain (5:12-16).
Bapak, ibu, saudara/I yang terkasih dalam Kristus Yesus….Pengkotbah
menjelaskan bahwa orang yang mendewakan kekayaan menempatkan hidupnya
bergantung sepenuhnya kepada kekayaan. Ungkapan orang yang mengumpulkan
hartanya menjadi kecelakaannya sendiri menunjuk pada setiap orang yang
mengumpulkan harta kekayaan akan cenderung serakah, dan kemudian tidak
mengalami ketenangan hidup, selalu gelisah sehingga pada akhirnya kekayaan itu
menjadi sia-sia karena tidak ada gunanya bagi kehidupannya. Kekayaan dalam teks
ini adalah sebuah kekayaan yang tidak berguna. Mengapa ? Pengkotbah
mennyebutnya sebagai kemalangan yang menyedihkan, karena seseorang yang
sangat berhemat dan berhasil mengumpulkan kekayaannya tidaklah menjadikannya
bahagia. Kekayaan itu justru mencelakainya. Rasa takut dan kurang tidur karena
cemas hartanya diambil/dicuri merupakan celaka bagi orang tersebut (bnd ayat 10-
16). Ayat ini menggambarkan bagaimana kekayan itu menjadi kecelakaan dan kesia-
siaan baginya. Bila orang telah berhasil mengumpulkan harta kekayaan dengan jerih-
payahnya dan ia kembali menjadi tanah tepat sebagaimana ia telah menjadi orang
yang berdarah dan berdaging, maka apakah yang menjadi keuntungan lagi baginya
bahwa ia telah bekerja keras selama di dunia ini? Demikianlah Pengkhotbah
menyatakan kemalangan yang dia lihat di bawah matahari, bahwa mengumpulkan
kekayaan bagi diri sendiri sekalipun dengan jerih-payah akan tetapi tanpa ucapan
syukur dan pengakuan karunia Allah maka ia telah menjaring angin, artinya sia-sia
belaka.
Pendapat Pengkhotbah memfokuskan kesia-siaan, yaitu bahwa mereka yang
kaya atau ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam
berbagai-bagai nafsu yang hampa dan mencelakakan dan yang menenggelamkan
manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.
Bapak, ibu, saudara/I yang terkasih dalam Kristus Yesus….Kecelakaannya
dalam bahasa aslinya berarti menjadi kejahatannya atau kesengsaraannya. Bahaya
kekayaan berdimensi ganda. Yang pertama bahwa kekayaan dapat menyebabkan
orang lupa kepada Tuhan. Pengkhotbah menekankan bahwa orang yang demikian
menggantungkan kepercayaannya pada harta benda dan kemampuan diri sendiri.
Inilah awal kecelakaannya, orang kaya mungkin sekali lupa bahwa Tuhan adalah
sumber segala yang baik. Yang kedua, kekayaan dapat menumpulkan hati sehingga
orang kaya tidak peduli akan penderitaan sesamanya. Pengkhotbah ingin
mengingatkan orang yang mengumpulkan harta benda bahwa harta benda itu
berbahaya tetapi tidak jahat. Harta diberikan oleh Allah dan segala sesuatu
diciptakan Allah dengan baik. Menjadi tidak baik jika mengumpulkan harta tidak
berdasarkan ucapan syukur atas karunia Allah. Orang yang mengumpulkan
kekayaan di dunia ini menyebabkan dirinya terus menerus ingin memperoleh lebih
banyak lagi harta. Ia merasa dengan mempunyai banyak harta, semua kebutuhannya
akan dipenuhi. Akan tetapi ini adalah kesia-siaan, dengan demikian tidak ada
gunanya atau adalah kesia-siaan ketika orang sepanjang hidupnya hanya melakukan
hal tersebut.
Pendapat Pengkotbah ini tidak serta merta mengharuskan orang untuk
mengharamkan kekayaan. Kemampuan memperoleh kekayaan merupakan karunia
Tuhan, yang harus dinikmati dengan ucapan syukur.
Bapak, ibu, saudara/I yang terkasih dalam Kristus Yesus….Orang Kristen perlu
menerima dengan syukur harta yang dikaruniakan oleh Tuhan. Agustinus berkata
bahwa harta itu seperti cincin dari orang yang mengasihi kita. Seperti cincin, harta
adalah tanda kasih dari Tuhan. Jika kita menghargai karunia Tuhan itu sebagai
tanda kasihNya, harta dapat memperindah kehidupan kita, tetapi jika kita memegang
harta dan lupa kepada Tuhan, kita sama seperti orang yang begitu terpesona pada
cincin sehingga lupa kepada kekasihnya yang telah memberikan cincin itu
kepadanya.
Konteks masyarakat sekarang yang makin materialistis, pragmatis dan hedonis,
menempatkan kekayaan sebagai yang utama. Fokus pada kekayaan mengakibatkan
perhatian terhadap keluarga makin berkurang. Orang tua sibuk mengumpulkan
harta kekayaan sehingga mengabaikan keluarga. Pendidikan dan penanaman nilai
yang benar kepada anak-anak kurang mendapatkan perhatian dalam keluarga.
Banyak keluarga Kristen yang mapan secara ekonomi namun kehilangan
kebahagiaan, bahkan keluarga menjadi hancur. Hal ini terjadi karena peran dan
fungsi keluarga tidak dilaksanakan secara maksimal. Amin.

Anda mungkin juga menyukai