Anda di halaman 1dari 2

Menjadi kaya di hadapan Tuhan

Dalam bacaan Injil hari, seorang berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku
supaya ia berbagi warisan denganku". Orang ini bertujuan memanfaatkan atau memperalat
Yesus untuk kepentingan dirinya, untuk memenuhi keinginan hatinya. Dia lebih
mementingkan harta warisan ketimbang persaudaraan.
Yesus menolak permintaan orang tersebut untuk menjadi “hakim atas harta warisan mereka.
Hal ini melukiskan bahwa Yesus tidak hadir untuk memenuhi ketamakan manusia.
Sebaliknya, Yesus mau menyampaikan kehendak-Nya untuk dihidupi, untuk bebas dari
ketamakan. Yesus dengan sangat tegas memperingatkan supaya berjaga-jaga dan waspada
terhadap segala ketamakan: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan,…".
Tamak berarti "kehausan untuk memiliki lebih banyak." Kehausan untuk memiliki lebih
banyak akan merusak hubungan kita dengan sesama.
Ada banyak peristiwa di sekitar kita, dimana sesama saudara bertengkar, bahkan
berpengadilan hanya untuk memperebutkan harta warisan. Begitulah kalau harta bertakhta
dalam hati, persaudaraan pun terpinggirkan. Peristiwa ini mendorong kita untuk memeriksa
diri dan dunia sekitar.
Untuk lebih menjelaskan bahaya ketamakan, Yesus menggunakan perumpamaan tentang
seorang kaya yang bodoh. Pesan utama dari perumpamaan ini adalah untuk apa
mengumpulkan harta bagi diri sendiri, jikalau kita tidak kaya di hadapan Tuhan. Sebenarnya,
orang kaya yang bodoh, yang diceritakan Yesus melalui perumpamaan adalah orang yang
pintar secara intelektual. Perhitungan dan tafifsrannya begitu akurat. Tetapi ia "orang bodoh"
karena mengumpulkan harta bagi diri sendiri, tetapi tidak kaya di hadapan Tuhan.
Bagaimana orang yang kaya dalam Tuhan? Kaya di hadapan Tuhan artinya menempatkan
Tuhan menjadi yang pertama dan terutama dalam kehidupan. Mulai dari perencanaan, proses
pekerjaan, memetik buah hasil jerih payah, hingga pengelolaan atau pemanfaatannya harus
dalam hubungan dengan Tuhan.
Kaya dalam Tuhan berarti peduli pada orang-orang yang bekerja bersamanya. Jangan sampai
ia menjadi kaya dengan hanya memanfaatkan orang lain apalagi memperlakukan mereka
hanya sekadar sepasang mur dan baut dalam mesin produksi. Selain itu, ia tidak terutama
memperbesar lumbung dan tempat penyimpanan barang-barang atau rekening terlalu gemuk,
tetapi memperlebar jangkauannya menolong orang-orang yang miskin.
Firman Tuhan ini menyapa kita yang hidup pada zaman ini. Sedikitnya ada tiga hal yang
kiranya mendapat perhatian kita secara khusus. Pertama, kita harus memperhatikan
peringatan Yesus dan menyelidiki diri apakah ada sifat mementingkan diri dan tamak di
dalam hati kita. Pementingan diri dan ketamakan ini biasanya mewujud dalam pengagungan
gengsi, memperalat orang lain untuk kepentingan diri sendiri sama sekali tidak peduli dengan
orang lain, terutama yang bekerja bersama-sama dengan kita.
Dengan kerendahan hati dan dengan mengandalkan kasih Tuhan kita harus berubah. Demi
kebaikan kita dan orang lain. Kedua, kita harus hati-hati dengan maraknya apa yang disebut
dengan "Injil Kemakmuran". Penganutnya mengkampanyekan slogan "Jika Anda percaya
kepada Tuhan, Anda pasti kaya dan Makmur".
Dan biasanya mereka dengan mengutip ayat-ayat Alkitab mengharuskan perpuluhan. Yang
jelas, Yesus tidak pernah menjanjikan bahwa jalan akan selalu lurus dan mulus kalau kita
mengikut Dia. Malahan kita harus memikul salib. Ketiga, biarlah kita kaya di hadapan Tuhan:
Tuhanlah milik kita yang paling berharga, bersukacita atas apa yang diberikan Tuhan kepada
kita, serta dengan sukacita pula rela menolong sesama. Sebab, tidak ada sesuatu yang kita
miliki yang tidak kita terima dari kemurahan Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai