Anda di halaman 1dari 2

Rabu, 02 Maret 2022

Hari Rabu Abu


Bacaan I : Yl. 2: 12-18
Bacaan II : 2Kor. 5: 20-6: 2
Bacaan Injil : Mat. 6: 1-6; 16-18

PERTOBATAN MENUJU KESELAMATAN

Kecenderungan manusia ingin dipuji dan dikagumi oleh orang lain telah menjadi
iklim dunia yang semakin mendarah daging hampir ke semua lapisan masyarakat. Melakukan
sesuatu agar dilihat dan dipuji oleh orang lain rasanya telah menjadi suatu mental yang
tertanam dalam diri setiap orang dari generasi ke generasi berikutnya. Media sosial atau
media massa kemudian menjadi alat untuk meningkatkan popularitas seseorang dengan
memanfaatkan situasi dan kondisi yang ada. Hal yang tak berbeda jauh ketika seseorang
memanfaatkan agama dan iman sebagai alat untuk meningkatkan popularitas mereka pula.
Tentu semua ini didasari pada sifat kesombongan yang dimiliki manusia, ingin menunjukkan
apa yang ia miliki dan keunggulan dalam dirinya. Sifat ini kemudian menjauhkan relasi
manusia dengan Allah yang terus terjadi setiap harinya. Hal ini pula yang menjadi kecaman
Yesus dalam bacaan Injil hari ini, Yesus menghendaki agar setiap umat-Nya yang mengambil
bagian dalam kebun anggur-Nya, melaksanakannya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan
hati tanpa ada maksud dan tujuan tertentu.
Dalam kitab Nabi Yoel dikisahkan bagaimana Allah bersabda kepada umat-Nya untuk
kembali kepada-Nya. Allah menghendaki agar setiap umat yang telah memutuskan relasinya
dengan Allah dapat kembali kepada-Nya dengan bertobat dan berpuasa. “berbaliklah
kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan mengaduh.”
Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia
pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena
hukuman-Nya. (Yoel 2: 12- 13). Tentu pada titik ini Allah telah membuka pintu bagi kita
untuk kembali kepada-Nya, kita yang selalu mengutamakan sifat kesombongan yang kita
miliki diajak untuk kembali kepada Allah dan semuanya itu tergantung pada diri kita sendiri.
Ketika melihat surat kedua Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, Allah mengutus
para Rasul untuk menasihati umat-Nya dan kembali memberi diri untuk didamaikan dengan
Allah. Allah adalah Kasih dan melalui Kasih itu Allah telah mengampuni semua dosa kita,
kesombongan dan ketamakan kita. Dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: Berilah
dirimu didamaikan dengan Allah. (2Korintus 5: 20). Di sini kita semakin disadarkan bahwa
kita tidak ada apa-apanya dihadapan Allah. Kita hanyalah debu yang tidak bisa berbuat apa-
apa tanpa campur tangan Allah. Hendaknya kita kembali memberi diri pada Allah dan
didamaikan bersama Allah.
Kedua bacaan ini kemudian digenapi oleh penginjil Matius, di mana Yesus bersabda
kepada seluruh umat-Nya untuk senantiasa bertobat dan kembali kepada Allah yang adalah
jalan kebenaran. Yesus menegaskan bahwa pertobatan itu tentunya harus disempurnakan
dengan melaksanakan sedekah, doa dan puasa. Tentu ketiga hal ini menjadi jalan bagi kita
untuk memperbaiki relasi kita dengan Allah. Dengan berdoa, kita membangun relasi dan
komunikasi dengan Allah. Melalui puasa kita mengatur tubuh dan kehidupan kita menjadi
teratur dan melalui sedekah kita berbelas kasih secara nyata dengan sesama.
Tentu ada hal yang menarik dalam injil hari ini, di mana Yesus mengingatkan agar
dalam melaksanakan ketiga hal tersebut tidak diiringi dengan tujuan untuk memegahkan diri
sebab jika terjadi demikian maka iman hanya dipenuhi dengan kepalsuan dan kemunafikan
yang dilengkapi dengan kesombongan. “Tetapi apabila engaku berpuasa, minyakilah
kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang
berpuasa.” (Matius 6: 17). Yesus ingin menekankan pentingnya kerendahan hati dalam
penghayatan iman. Iman pada Tuhan tidak untuk dipamer- pamerkan tetapi sebagai bentuk
pencarian pribadi dan upaya memuliakan Allah dengan kerendahan hati.
Ketiga bacaan yang kita renungkan hari ini menjadi sebuah pelajaran menarik bagi
kehidupan kita. Kita diajak untuk selalu beriman kepada Tuhan Allah dengan segenap hati
kita, pemeberian diri kita secara total, membaharui diri kita dengan sedekah, berdoa dan
berpuasa untuk semakin mempererat hubungan/ relasi kita dengan Allah namun semuanya itu
harus dilaksanakan dengan penghayatan iman yang sesungguhnya, bukan untuk kemegahan
diri yang didasarkan pada kesombongan yang kita miliki.
Hendaknya pada hari Rabu Abu yang menjadi pintu bagi kita untuk berpuasa,
menjadikan kita semakin sadar bahwa kita berasal dari abu dan akan kembali menjadi abu.
Segores abu yang tertanda pada dahi kita dapat membuka pikiran dan menyadarkan jiwa kita
akan penghayatan iman yang sesungguhnya. Kita diajak untuk kembali berbenah diri,
meninggalkan segala keburukan yang kita miliki dan datang kepada hadirat Allah sembari
memohon keselamatan Allah melalui Putera-Nya Yesus Kristus. “Maka Bapamu yang
melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Matius 6: 18). (Fr. Irwandi)

Anda mungkin juga menyukai