Anda di halaman 1dari 13

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BANGKITNYA PEREKONOMIAN ISLAM DI INDONESIA

Industri Halal di Bidang Fashion, Kosmetik, Makanan dan Minuman

Dosen Pengampu: Mulyadi, S.Ag., MM

Disusun Oleh:
 Ade Rangga Putra Ashary  Rafli Hediyansyah
 Aris Ardiansyah  Risnawati
 Asyabrina Ramadanti  Rizkina Zakaria
 Kanzani Makhfiyyani  Septiyan Suryansyah
 Patsya Syaikhah Faadiyaah  Tarminah

Jurusan Ekonomi Syariah – IEC01

Fakultas Ekonomi

Universitas Gunadarma

2020

Jl. Rumbut No. 59, Pasir Gunung Selatan, Cimanggis,

Depok, Jawa Barat 16451


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puja dan puji hanya milik Allah


Subhanahu Wa Ta’alla. yang mana telah memberikan rahmat, hidayah serta
karunia–Nya kepada kita semua. Dan atas karunia-Nya pula, kami dapat
menyusun serta menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta
salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada jungjungan kita, Nabi
Muhammad Shalallaahu’alaihi Wa Sallam yang mana telah memberikan pedoman
kepada kita jalan yang sebenar – benarnya jalan berupa ajaran agama Islam yang
begitu sempurna dan menjadi rahmat bagi alam semesta.

Pada kesempatan ini, Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada


Bapak Mulyadi, selaku Dosen pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Penyususnan makalah ini dibuat guna memenuhi persyaratan tugas mata kuliah
“Pendidikan Agama Islam”. Adapun judul dari makalah ini yaitu “Bangkitnya
Perekonomian Islam Di Indonesia”, yang di dalamnya meliputi Industri Halal
dibidang Fashion, Kosmetik, Makanan dan Minuman.

Kami menyadari bahwa penyususan dalam makalah ini belumlah


sempurna, baik dalam hal penulisan maupun pokok pembahasan yang dijelaskan.
Berkaitan dengan hal tersebut, kami sangat berharap atas kritik dan saran yang
dapat membangun guna mengembangkan pengetahuan dan penunjang untuk
makalah selanjutnya.

Depok, November 2020


Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Berkembangnya Perekonomian Di Indonesia
Sektor Industri Halal
Sektor Industri Halal Di Bidang Kosmetik
Sektor Industri Halal Di Bidang Makanan
Sektor Industri Halal Di Bidang Minuman
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
(Saran)
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Perekonomian Islam Di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim sebanyak 209,12


juta jiwa (87,17%), dapat dikatakan bahwasannya Indonesia merupakan
pasar yang potensial bagi produk halal. Bagi umat Muslim, mengkonsumsi
produk halal menjadi sebuah kewajiban, yang mana semua kegiatan yang
dilakuakan manusia harus bersih dari unsur riba dan perbuatan curang. Hal
tersebut tentunya dapat meningkatkan perkembangan Industri Halal di
Indonesia, yang mana peningkatan tersebut dapat terjadi pada beberapa
sektor seperti keuangan syari’ah, pariwisata, fashion, kosmetik, makanan
dan minuman.

Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi syari’ah mencapai 39% setiap


tahunnya, jumlah tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi
konvensional yang hanya sebesar 19%. Sistem ekonomi syari’ah di
Indonesia muncul pada tahun 1990, yang pada saat itu membahas
mengenai pokok pinjaman atau riba. Kemudian pada tahun 1991,
berdirilah bank syari’ah pertama di Indonesia, yaitu PT Bank Muamalat
Indonesia. Peluang tersebut disambut baik di sektor perbankan, dimana
ditandai dengan berdirinya beberapa bank Islam lainnya. Pertumbuhan
pada sistem ekonomi dalam perbankan tentunya memberikan pengaruh
besar bagi kelanjutan industri halal lainnya, salah satunya dengan
memberikan peluang bagi UMKM untuk menciptakan produk-produk
halal, seperti produk makanan dan minuman.

Pada Tahun 2008 hingga 2012 terjadi perkembangan yang sangat pesat
dari sisi pertumbuhan asset, omzet dan jaringan kantor lembaga keuangan
syari’ah, yang diperkirakan mencapai 20%. Berdasarkan data Global
Islamic Finance Report 2019, Indonesia berada pada posisi pertama
dengan kategori pengembangan keuangan syari’ah dengan skor 81,93.
S k or Islamic F in an ce C ou n try In d ex 2019
poin

Br u n ai D ar u sal am 49.99

Su d an 55.71

Arab Sau d i 60.65

I r an 79.03

Mal aysi a 81.05

I n d o n esi a 81.93

sumber Cambridge Institute of Islamic Finance

Pada November 2013, wisata syari’ah pertama kali diluncurkan


secara nasional pada kegiatan Indonesia Halal Expo dan Global Halal Forum.
Indonesia menempati rangking ke-6 sebagai negara Muslim dengan destinasi
syari’ah. Pada tahun 2019, Indonesia menempati pringkat ke-2 sebagai negara
tujuan wisata halal. Adapun wisata syari’ah mengandung konsep yang luas,
dimana aspeknya tidak bertentangan dengan syari’ah. Aspek tersebut berkaitan
erat dengan pembahasan yang akan dibahas pada pembahasan selanjutnya, yaitu
mengenai halal food.

Negara Tujuan Wisata Halal


Organisasi Konferensi Islam
(Diluar Haji dan Umrah)

Anggota OKI Peringkat Non-Anggota OKI


Malaysia 1 Singapura
Indonesia 2 Thailand
Turki 3 Inggris
Arab Saudi 4 Jepang
Qatar 5 Taiwan
sumber Dkatadata.co.id
1. Sektor Industri Halal Di Indonesia

Industri halal merupakan penggait potensi pasar domestik, dimana produk-


produk yang diproduksi dinyatakan halal apabila sesuai dengan ketentuan
syariat Islam. bagi konsumen muslim, halal merupakan persyaratan layak
tidaknya suatu produk untuk digunakan atau dikonsumsi. Sementara bagi
konsumen nonmuslim, logo halal mewakili simbol kebersihan, kualitas,
kemurnian, dan keamanan. Adapun pencabangan dari industri halal dapat
berupa fashion, kosmetik, makanan dan minuman.

A. Industri Halal Di Bidang Kosmetik


Menurut Permenkes No.445 Tahun 1998, Kosmetik merupakan
perpaduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan,
(epidermis, rambut, kuku, bibir dan wajah) yang berfungsi untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mempercantik penampilan,
melindungi agar tetap dalam keadaan sehat, bahkan merubah penampilan.
Di Indonesia, penggunaan kosmetik telah dimulai jauh sebelum
zaman penjajahan Belanda, akan tetapi tidak ada catatan yang jelas
mengenai hal tersebut. Penggunaan kosmetik pada zaman dahulu masih
menggunakan bahan-bahan tradisional, seperti daun-daunan, rempah-
rempah, minyak dan madu.
Majelis Ulama Indonesia pernah mengkaji dan membuat fatwa
mengenai kehalalan dan penggunaan produk kosmetik. Al-Qur’an, sunnah
dan fikih menjadi rujukan yang diambil oleh MUI, yang kemudian
menghasilkan sebuah simpulan mengenai penggunaan kosmetik untuk
kepentingan berhias diperbolehkan, akan tetapi dengan syarat barang yang
digunakan halal dan suci.
Adapun syarat yang ditentukan oleh MUI untuk kosmetik halal
diantaranya mengenai kebijakan halal, tim manajemen halal, penelitian
dan edukasi, bahan, produk, fasilitas produksi, prosedur tertulis aktivitas
kritis, dan penangan produk yang tidak memenuhi kriteria. Tidak hanya
sertifikasi halal oleh MUI, sertifikasi dari BPOM juga perlu diurus
perizinannya. Dimana hal tersebut dapat membuktikan bahwasannya
kosmetik yang beredar telah teruji kualitas, kandungan dan tentunya telah
mendapatkan perijinan untuk beredar di pasaran.
Perkembangan bisnis kosmetik di Indonesia bergerak sangat cepat,
dimana hal tersebut berdampak pada persaingan yang sangat ketat. Para
produsen saling bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar, salah satunya
dengan manajemen pemasaran yang efektif dan efisien. Seperti dengan
menciptkan brand image yang baik, unik, dan menarik sebagai yang
membedakan dengan pesaing lain.
Salah satu brand image yang baik, unik dan menarik adalah
Wardah, yang mana merupakan salah satu produk kosmetik Indonesia
yang mengusung tema halal. Wardah telah dinobatkan oleh Word Halal
Council sebagai pelopor merek kosmetik halal sejak 1999. Selain itu,
Wardah berhasil menjadi merek Indonesia pertama yang masuk dalam
kategori Global Fastest Growing Brand, pada tahun 2014-2015. Pada
2016, Wardah berada pada Top Brand kedua dalam Brand kosmetik halal
di Indonesia dengan presentase sebesar 15,5% setelah produk Viva yang
berada di urutan pertama.
 Dasar Hukum Mengenai Kosmetik
Berbagai sumber digunakan demi menguatkan fatwa yang
dikeluarkan, seperti hadits Nabi Muhammad tentang dorongan untuk
berhias dan menjaga kebersihan diri. Seperti dari Ibn ‘Abbas r.a.
bahwasannya Nabi bersabda, “pakailah celak dengan menggunakan
itsmid karena ia dapat memperjelas pandangan dan menumbuhkan
rambut” (HR. Al-Turmudzi). Adapula ayat dalam Al-Qur’an yang
dijadikan pertimbangan, seperti pada surat Al-Ahzabb : 33, yang berbunyi
“Dan, hendaklah kamu tetap di rumahmu dan jaganlah kamu berhias
(bertabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah”. Ayat
tersebut menjelaskan, bahwasannya berhias akan dilarang apabila telah
berlebihan dan menyerupai orang-orang pada zaman jahiliyah. Ayat
tersebut juga diperkuat oleh surat Al-Baqarah : 168 yang menjelaskan
bahwasannya manusia berkeharusan dalam menggunakan atau
mengonsumsi produk yang halal.
Selain itu, terdapat beberapa aktivitas yang dilarang menurut hadits
dari Ibn Ma’ud r.a. Menjelaskan bahwa “Allah melaknat orang-orang
perempuan yang membuat tato, memendekan rambut, serta yang
berupaya merenggangkan gigi supaya kelihatan bagus, yang mengubah
ciptaan Allah.” (HR Al-Bukhari). Adapun menurut kaidah fiqih berbunyi,
“hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum asal
sesuatu yang berbahaya adalah haram.” Hal tersebut menjelaskan,
bahwasannya hukum segala sesuatu tergantung kepada tujuannya.
Kosmetik tidak hanya diperuntukan kepada kaum wanita saja, akan
tetapi terdapat beberapa yang sifatnya menyeluruh, seperti halnya
wewangian atau parfum yang dalam penggunaannya bersifat keseluruhan.
Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “mandi, memotong
kuku, mencabut bulu-bulu tak perlu, memakai siwak, mengusap
wewangian (parfum) sebisanya dianjurkan pada lelaki yang telah baligh”
(Muttafaq a’alaih).
Adapun menurut hukum yang berlaku di Indonesia, produk kosmetik
harus memenuhi standar kelayakan serta memiliki izin edar yang
dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang mana hal
tersebut telah diatur dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Menurut pasal 98 ayat (1), kesediaan farmasi yang juga
termasuk kosmetik haruslah aman, berkhasiat atau bermanfaat, bermutu,
dan terjangkau. Sedangkan menurut pasal 105 ayat (2), untuk
memproduksi haruslah memenuhi standar dan persyaratan yang ditentukan
oleh pemerintah.
Sementara menurut pasal 106 ayat (1), kosmetik harus mendapatkan
izin edar sebelum diperjualbelikan. Hal tersebut bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari produk kosmetik berbahaya. Adapun sanksi
yang diberikan kepada produsen atau penjual yang melanggar dengan
tidak memenuhi standar keamanan dapat dipenjara 10 Tahun dan didenda
1 miliar rupiah, sesuai dengan pasal 196 Undang-Undang Kesehatan.
Sedangkan untuk produsen atau penjual yang tidak memiliki izin edar
akan dipenjara 15 Tahun dan didenda sebanyak 1,5 miliar rupiah, sesuai
pasal 197 Undang-Undang Kesehatan.

 Pengaruh Kosmetik Halal Terhadap Perekonomian Indonesia


Produk-produk halal mulai menjadi sorotan di dunia industri, tidak
hanya di negara berpenduduk muslim, tepi juga nonmuslim. Seperti
kosmetik, terdapat merek kosmetik yang mengusung tema halal sebagai
nilai jual, dimana hal tersebut diluar dari sertifikasi BPOM. Berdasarkan
data pada Global Islamic Economy Indikator (GIEI), Indonesia termasuk
pada Top 10 pada industri farmasi dan kosmetika halal. Menurut survei
yang dilakukan Bizteka pada tahun 2015, pertumbuhan pasar industri
kosmetik di Indonesia mengalami peningkatan selama enam tahun
terakhir.

Nilai Pasar Kosmetik di Indonesia


16
14
12 13.94
12.88
10 11.2
8 8.9 9.76
8.5
6
4
2
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015

Persentase

Sumber : Survai Bizteka 2015 1

Pertumbuhan pasar kosmetik halal dapat dicerminkan oleh


pertumbuhan pengetahuan dan kesadaran pada jejaring sosial. Dimana
para konsumen mengetahui manfaat dan akan memilih produk yang
bersetifikasi halal. Selain itu, produk kosmetik termasuk pada kategori
Fase Moving Consumer Goods (FMCG), yang mana produk tersebut
memiliki masa penyimpanan yang relatif singkat. Bagi mayoritas
masyarakat Indonesia khususnya di kalangan perempuan, kosmetik
merupakan kebutuhan rutin yang selalu mereka beli, hal tersebut tentunya
berpengaruh pada tingkat pembelian pada industri kosmetik halal.

Menurut data dari Kementrian Perindustrian tahun 2017 kuartal I


mencatat, industri farmasi, kimia dan obat tradisional tumbuh sebesar
6,85%. Industri kosmetik termasuk kedalam Industri bahan kimia, yang
mana mengalami pertumbuhan sebesar 3,48%. Industri tersebut telah
berkontribusi sebesar 67 triliun terhadap Produk Domestik Bruto Nasional,
dimana kosmetik turut berpartisipasi di dalamnya. Pada tahun 2018
dikuartal I terjadi kenaikan pada industri farmasi, kimia dan obat
tradisional sebesar 8,12%. Sepanjang tahun 2018, nilai PBD nasional dari
kosmetik mencapai 50 triliun.

Di lihat dari banyaknya permintaan akan kosmetik, hal tersebut tentu


berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja. Di Indonesia terdapat 760
produsen kosmetik yang mampu menyerap 75.000 tenaga kerja secara
langsung. Selain itu, industri kosmetik juga dapat menyerap tenaga kerja
di bidang pemasaran sekitar 600.000 orang. Hal tersebut tentu
berpengaruh pada pengurangan jumlah tingkat pengangguran di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Fajar, R. (2017, Agustus Jum'at). Standar Kehalalan Produk Kosmetik. Diambil kembali
dari Republika: www.republika.co.id

Mukhlishim, M. (2020, Maret). Produsen dan Penjual Kosmetik Tanpa Izin Edar Bisa
DIpenjara. Diambil kembali dari Smartlegal.id: www.smartlegal.id

Pradityo, S., & Hariyanti, D. (2020, April). Industri halal untuk semua. Diambil kembali
dari katadata: katadata.co.id

Rini, A. S. (2018, Agustus). Kosmetik Industri Halal Meningkat. Diambil kembali dari
Bisnis.com: www.bisnis.com

Wibawa, S. W. (2017, Maret). Kriteria Kosmetik Halal Dari MUI. Diambil kembali dari
Kompas: www.kompas.com

Anda mungkin juga menyukai